BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangDi era globalisasi ini, bangsa Indonesia yang
kaya akan sumber daya alam ini menjadi suatu bangsa yang rapuh,
karena banyak sekali terlihat fenomena kericuhan yang tak hanya
dilakukan oleh orang dewasa tetapi juga sudah tak jarang lagi
dilakukan oleh para pelajar, seperti tawuran antar pelajar. Bahkan,
kadang kala tawuran itu sampai memakan korban jiwa. Hal ini
dikarenakan kurang kuatnya moral masyarakat Indonesia. Oleh sebab
itu, penanaman nilai-nilai luhur yang dituangkan dalam dasar negara
sangat diperlukan baik diberikan dalam bentuk sosialisasi ataupun
dalam pembelajaran di sekolah. Karena semakin majunya zaman,
semakin pudarnya rasa untuk memiliki dasar negara yang telah dibuat
oleh para pendahulu untuk kepentingan kita semua.Dasar negara
adalah suatu hal yang sangat mendasar dan suatu hal yang terpenting
dalam berdirinya dan dalam menjalankan pemerintahan dalam suatu
negara. Negara Indonesia mempunyai dasar Negara yang dinamakan
Pancasila. Pancasila ini merupakan warisan bangsa dari para
pendahulu yang wajib dijaga dan diterapkan nilai-nilai luhur yang
terkandung dalam kehidupan bangsa saat ini. Dengan menganut dan
mengamalkan makna yang terkandung dalam Pancasila, kehidupan bangsa
Indonesia akan menjadi bangsa yang bermoral tinggi, berkeadilan dan
persatuan bangsa akan terjaga. Karena didalam unsure-unsur
pembentuk Pancasila berisi tentang pentunjuk berperilaku dalam
kehidupan sehari-hari dan juga mengatur hukum yang berlaku di
Negara Indonesia.Pancasila juga memiliki kedudukan dan fungsi yang
penting bagi bangsa Indonesia, antara lain sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia yang mengatur segala tingkah laku dan tindakan
warga negara Indonesia, juga sebagai pemersatu bangsa Indonesia.
Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri bangsa adalah
sebuah rasionalitas kita sebagai bangsa yang majemuk, multi agama,
multi bahasa, multi budaya, dan multi ras yang tergambar dalam
semboyan Bhineka Tunggal Ika agar menjadi bangsa yang bersatu, adil
dan makmur.
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas maka
didapatkan rumusan masalah sebagai berikut.a. Bagaimana pengertian
Pancasila, ?b. Apa saja fungsi-fungsi Pancasila dalam kehidupan
bernegara dan ber politik ?c. Bagaimana sikap manusia yang
Pancasilais?
1.3 Tujuan batasan masalahTujuan dari makalah ini adalah sebagai
berikut.a. Mengetahui bagaimana pengertian Pancasila .b. Mengetahui
dan memahami fungsi-fungsi Pancasila dalam kehidupan bernegara dan
politik.c. Mengetahui bagaimana sikap manusia yang Pancasila.
BAB IIPancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia.
Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: paca berarti lima
dan la berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang
Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan)
Undang-undang Dasar 1945.Meskipun terjadi perubahan kandungan dan
urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap
selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni
diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.Pancasila sebagai
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 memenuhi persyaratan sebagai
suatu ideologi, karena Pancasila memuat ajaran, doktrin dan atau
gagasan (ide) bangsa Indonesia yang di yakini kebenarannya dan
disusun secara sistematis dan diberi petunjuk pelaksanaannya.
Selain sebagai ideologi negara, Pancasila juga berperan sebagai
ideologi terbuka. Ideologi terbuka mengandung pengertian ideologi
yang dapat berinteraksi dengan perkembangan zaman yang ditandai
adanya dinamika secara internal.
Keterbukaan ideologi Pancasila terutama dalam penerapannya yang
berbetuk pola pikir yang dinamis dan konseptual dalam dunia
nodern.
Kita mengenal ada tiga tingkat nilai, yaitu nilai dasar yang
tidak berubah, nilai instrumental sebagai sarana mewujudkan nilai
dasar yang dapat berubah sesuai dengan keadaan, dan nilai praksis
berupa pelaksanaan secara nyata yang sesungguhnya. Sekalipun
demikian, perwujudan ataupun pelaksanaan nilai-nilai instrumental
dan nilai-nilai prsksis harus tetap mengandung jiwa dan semangat
yang sama dengan nilai dasarnya.
FUNGSI PANCASILA DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA DAN
BERNEGARAPEMBAHASAN
Pola pandang masyarakat yang telah terjangkit perilaku
materialistik kapitalistik ini disebabkan karena bangsa kita belum
bersungguh-sungguh menghidupkan dan membangkitkan kekuatan hati
nurani. Padahal, hati nurani akan menentukan akal pikiran, sikap
dan tingkah laku menjadi penuh nilai kemuliaan dan kehormatan yang
hakiki. Hati nurani tidak pernah berdusta dan tidak bisa dibohongi,
hati nurani merupakan inti martabat dan kemuliaan bangsa.Selama
kita hanya berpatokan pada kebenaran rasional yang dibungkus dengan
nafsu amarah yang dutamakan, jangan harap hati nurani akan
memantulkan sinar kebenaran yang terang benderang. Seseorang yang
ingin hati nuraninya bercahaya dan mampu memantulkan sinar
kebenaran harus mau berbuat baik dan selalu memperbaiki
perilakunya. Imam Ghazali, filosof dunia Islam mengatakan perbaikan
akhlak akan dapat membersihkan kalbu dari kotoran-kotoran hawa
nafsu dan amarah, hingga ia jernih bagaikan cermin yang dapat
menerima cahaya Tuhan.Kita sebagai bangsa sudah seharusnya memaknai
hidup ini tidak sekadar dari aspek material rasional saja. Tetapi
aspek spiritual kultural sangat perlu dijadikan pedoman dan kaidah
norma dalam hidup berbangsa dan bernegara. Perintah agama
mengemukakan Takutlah akan perbuatan dhalim, maka sesungguhnya
kedhaliman itu merupakan kepekatan di hari kiamat. Takutlah akan
kekikiran, sesungguhnya kekikiran itu telah merusak orang-orang
sebelum kamu, memaksa mereka untuk mengalirkan darahnya dan mereka
menganggap halal apa-apa yang diharamkan untuk mereka
(HR.Muslim).Carut marutnya kehidupan negeri ini karena mayoritas
pelakunya tidak menggunakan pandangan moral dan mental spiritual
dalam bertindak. Kerusakan moral ini tentunya harus segera mendapat
solusi penanganan secara cermat. Keserakahan pejabat harus dihambat
dan hukum harus ditegakkan. Bila tidak, tinggal menunggu waktu.
Negeri ini akan hancur lebur moral penghuninya.Negeri ini dibentuk
tidak untuk satu kelompok atau golongan. Sebagai bangsa yang
menegara, para pendahulu (the founding fathers) telah sepakat bahwa
kepentingan rakyat diletakkan di atas kepentingan pribadi dan
golongan. Kekayaan negeri ini diperuntukkan sebesar-besarnya untuk
kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, saat ini sangat perlu
dibutuhkan pejuang-pejuang yang tulus, berbuat untuk kebaikan
bersama menuju kehidupan yang lebih baik.Masyarakat sangat mendamba
pemimpin yang mampu memberi suri tauladan pada rakyatnya. Kepekaan,
kepedulian, berbuat serta berjuang bersama-sama dengan cara yang
santun sangat dinanti rakyat seluruh negeri.Menyadari sebagai
masyarakat yang paternalistik, sudah saatnya para pemimpin memberi
contoh nyata dalam hidup dan kehidupannya. Penegakan hukum, jangan
sekadar dijadikan hiasan bibir belaka. Rakyat sangat menanti
tindakan nyata para penguasa negeri ini untuk berbuat adil dan yang
benar-benar mengutamakan kepentingan rakyat. Ini semua dapat
terwujud dengan baik, bila pelakunya tidak membohongi hati nurani
masing-masing. Hanya dengan hati nurani yang jernih, perilaku
manusia akan mulia dan beradab.
http://queenumber9.blogspot.com/2009/12/peran-pancasila-dalam-kehidupan.html1.
Pancasila sebagai Dasar Negara
Fungsi dan peranan Pancasila meliputi:1. Pancasila sebagai jiwa
bangsa Indonesia2. Pancasila sebagai kepribadian bangsa Indonesia3.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia4. Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia5. Pancasila
sebgai perjanjian luhur Indonesia6. Pancasila sebagai pandangan
hidup yang memepersatukan bangsa Indonesia7. Pancasila sebagai
cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia8. Pancasila sebagai moral
pembangunan9. Pembanguna nasional sebagai pengamalan
PancasilaPancasila sebagai dasar negara mengandung arti bahwa
Pancasila dipergunakan sebagai dasar (fundamen) untuk mengatur
pemerintah negara atau sebagai dasar untuk mengatur penyelengaraan
negara. Dengan demikian Pancasila merupakan kaidah negara yang
fundamental, yang berarti hukum dasar baik yang tertulis maupun
yang tidak tertulis dan semua peraturan perundang-undangan yang
berlaku dalam negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada
di bawah pokok kaidah negara yang fundamental.
2) Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila dalam pengertian ini sering disebut juga sebagai
pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup dan jalan hidup (way
of life). Sebagai pandangan hidup bangsa, Pancasila berfungsi
sebagai pedoman atau petunjuk dalam kehidupan sehari-ahari. Ini
berati, Pancasila sebagai pandangan hidup merupakan petunjuk arah
semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kehidupan di segala
bidang.
3) Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa
Ini berati, sebagai halnya bendera merah putih sebagai ciri khas
bangsa atau negara Indonesia yang membedakan dengan bangsa atau
negara lain, Pancasila juga merupakan ciri khas bang Indonesia yang
tercermin dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang senantiasa
selaras, serasi dan seimbang sesuai deng nilai-nilai Pancasila itu
sendiri.http://bukujurnalku.blogspot.com/2013/09/fungsi-pancasila-dalam-kehidupan.html
BAB IIIPancasila dalam politikPembahasan3.1 Demokrasi
PancasilaDemokrasi Pancasila adalah demokrasi yang mengutamakan
musyawarah mufakat tanpa oposisi [1] dalam doktrin Manipol USDEK
disebut pula sebagai demokrasi terpimpin merupakan demokrasi yang
berada dibawah komando Pemimpin Besar Revolusi kemudian dalam
doktrin repelita yang berada dibawah pimpinan komando Bapak
Pembangunan arah rencana pembangunan daripada suara terbanyak dalam
setiap usaha pemecahan masalah atau pengambilan keputusan, terutama
dalam lembaga-lembaga negara.[2]Prinsip dalam demokrasi Pancasila
sedikit berbeda dengan prinsip demokrasi secara universal[3]. Ciri
demokrasi Pancasila[3]: pemerintah dijalankan berdasarkan
konstitusi adanya pemilu secara berkesinambungan adanya peran-peran
kelompok kepentingan adanya penghargaan atas HAM serta perlindungan
hak minoritas. demokrasi Pancasila merupakan kompetisi berbagai ide
dan cara untuk menyelesaikan masalah. ide-ide yang paling baik akan
diterima, bukan berdasarkan suara terbanyak.Demokrasi Pancasila
merupakan demokrasi konstitusional dengan mekanisme kedaulatan
rakyat dalam penyelenggaraan negara dan penyelengaraan pemerintahan
berdasarkan konstitusi yaitu Undang-undang Dasar 1945[4]. Sebagai
demokrasi pancasila terikat dengan UUD 1945 dan pelaksanaannya
harus sesuai dengan UUD 1945.[4]
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Pancasila3.2 Fungsi
Demokrasi PancasilaAdapun fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai
berikut[6]: Menjamin adanya keikutsertaan rakyat dalam kehidupan
bernegara, misalkan:1. Ikut menyukseskan Pemilu2. Ikut menyukseskan
pembangunan3. Ikut duduk dalam badan perwakilan/permusyawaratan.
Menjamin tetap tegaknya negara RI Menjamin tetap tegaknya negara
kesatuan RI yang mempergunakan sistem konstitusional Menjamin tetap
tegaknya hukum yang bersumber pada Pancasila Menjamin adanya
hubungan yang selaras, serasi dan seimbang antara lembaga negara
Menjamin adanya pemerintahan yang bertanggung jawab.
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Pancasila3.3 Pancasila
sebagai sumber etika politik 1 Awal Munculnya Etika PolitikEtika
politik sebagai ilmu dan cabang filsafat lahir di Yunani pada saat
struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai
ambruk. Dengan runtuhnya tatanan masyarakat Athena, muncul berbagai
macam pertanyaan tentang masyarakat dan negara, seperti bagaimana
seharusnya masyarakat harus di tata dan siapa yang harus menata,
apa tujuan negara dan beragam pertanyaan lainnya. Dua ribu tahun
kemudian, kurang lebih lima ratus tahun yang lalu, etika politik
bertambah momentumnya. Legitimasi kekuasaan raja dalam tatanan
hierarkis kosmos tidak lagi di terima begitu saja. Legitimasi
tatanan hukum, negara dan hak raja untuk memerintah masyarakat
dipertanyakan. Situasi seperti ini tampak jelas pada zaman
industrialisasi yang memicu kebangkitan filsafat politik.
Klaim-klaim legitimasi kekuasaan yang saling bertentangan menuntut
refleksi filosofis atas prinsip dasar kehidupan politik. Etika
politik lebih berperan pada tuntutan agar segala klaim atas hak
untuk menata masyarakat dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral
dasar. Klaim-klaim legitimasi dari segala macam kekuatan, baik
bersifat kekuasaan langsung atau tersembunyi di belakang pembenaran
normatif harus merasionalisasikan dengan kebenaran umum. Filsafat
politik mendorong afirmativitas yang tidak dipertanyakan dalam
permukaan saja, tetapi memaksa tuntutan ideologis untuk membuktikan
diri filsafat, dengan demikian menjadi reflektif dan terbuka
terhadap kritik, atau memang ditelanjangi sebagai layar asap
ideologis bagi kepentingan tertentu. Al-Ghazali merupakan seorang
penulis dan filsuf muslim abad pertengahan yang memiliki corak
pemikiran dan pemahaman yang sinergis dan relevan dengan hal
tersebut. Pemikiran al-Ghazali tentang etika kuasa (politik)
seperti dalam teorinya bagaimana cara menjalankan sebuah sistem
kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan
bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang
dengan kekuatan moral yang memenuhi beberapa kriteria yang
al-Ghazali idealkan. Masih dimungkinkan sebagai referensi dalam
menata sebuah negara pada masa sekarang dari beberapa teori tentang
filsafat politik khususnya dalam tradisi filsafat Islam.Konsepsi
etika politik al-Ghazali adalah suatu teori sistem pemerintahan
yang berisikan masyarakat dan aparatur negara yang mempunyai moral
yang baik dengan ditopang oleh agama sebagai dasar negara. Seorang
pemimpin yang ideal menurut al-Ghazali adalah seorang yang mengerti
tentang budi luhur atau moral agama dan kebijaksanaan yang harus
diterapkan dalam menjalankan sistem pemerintahan.3.4 Pengertian
EtikaMenurut Bartens, sebenarnya terdapat tiga makna dari etika.
Pertama, etika dipakai dalam arti nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya (sistem nilai dalam hidup manusia
perseorangan atau hidup bermasyarakat). Kedua, etika dipakai dalam
arti kumpulan asas dan nilai moral, yang dimaksud disini adalah
kode etik. Ketiga, etika dipakai dalam arti ilmu tentang yang baik
atau yang buruk (sama dengan filsafat moral).Etika termasuk
kelompok filsafat praktis yang membahas bagaimana manusia bersikap
terhadap segala sesuatu yang ada. Etika dibagi menjadi dua kelompok
yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan
moral. Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan
mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral tertentu atau bagaimana
kita harus mengambil sikap yang bertanggung jawab berhadapan dengan
pelbagai ajaran moral (Suseno, 1987). Etika umum mempertanyakan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia,
sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan pelbagai kehidupan manusia (Suseno, 1987). Etika
khusus dibagi menjadi etika individual yang membahas kewajiban
manusia terhadap diri sendiri dan etika sosial yang membahas
kewajiban manusia terhadap manusia lain dalam hidup bermasyarakat,
yang merupakan suatu bagian terbesar dari etika khusus.Etika
berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada pokoknya
membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai
baik dan buruk segala sesuatu. Sebagai bahasan khusu etika
membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut
susila atau bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang
berlawanan dengan kejahatan (tidak susila). Etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Atau dengan kata lain
etika berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia.3.5 Pengertian PolitikPengertian politik
berasal dari kosa kata politics yang memiliki makna bermacam-macam
kegiatan dalam suatu sistem politik atau negara yang menyangkut
proses tujuan penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan
diikuti dengan pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Pengambilan keputusan
atau decisionsmaking mengenai apakah yang menjadi tujuan dari
sistem politik itu yang menyangkut seleksi antara beberapa
alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang
dipilih tersebut.Untuk pelaksanaan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan umum atau public policies,
yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau distributions dari
sumber-sumber yang ada. Untuk melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan
itu diperlukan suartu kekuasaan (power), dan kewenangan (authority)
yang akan dipakai baik untuk membina kerjasama maupun menyelesaikan
konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang
dipakai dapat bersifat persuasi, dan jika perlu dilakukan suatu
pemaksaan (coercion). Tanpa adanya suatu paksaan kebijaksanaan ini
hanya merupakan perumusan keinginan belaka (statement of intents)
yang tidak akan pernah terwujud. Secara operasional bidang politik
menyangkut konsep-konsep pokok yang berkaitan dengan negara
(state), kekuasaan (power), pengambilan keputusan
(decisionsmaking), kebijaksanaan (policy), pembagian
(distributions) serta alokasi (allocation).Politik selalu
menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals),
dan bukan tujuan pribadi seseorang (privat goals). Selain itu
politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai
politik, lembaga masyarakat maupun perseorangan. Dalam hubungan
dengan etika politik pengertian politik harus dipahami dalam
pengertian yang luas yaitu menyangkut seluruh unsur yang membentuk
suatu persekutuan hidup yang disebut masyarakat negara.3.6 Etika
PolitikEtika politik merupakan sebuah cabang dalam ilmu etika yang
membahas hakikat manusia sebagai makhluk yang berpolitik dan
dasar-dasar norma yang dipakai dalam kegiatan politik. Etika
politik sangat penting karena mempertanyakan hakikat manusia
sebagai makhluk sosial dan mempertanyakan atas dasar apa sebuah
norma digunakan untuk mengontrol perilaku politik. Etika politik
menelusuri batas-batas ilmu politik, kajian ideologi, asas-asas
dalam ilmu hukum, peraturan-peraturan ketatanegaraan,
asumsi-asumsi, dan postulat-postulat tentang masyarakat dan kondisi
psikologis manusia sampai ke titik terdalam dari manusia melalui
pengamatan terhadap perilaku, sikap, keputusan, aksi, dan kebijakan
politik. Etika politik tidak menerima begitu saja sebuah norma yang
melegitimasi kebijakan-kebijakan yang melanggar konsep nilai
intersubjektif (dan sekaligus nilai objektif juga) hasil
kesepakatan awal. Jadi, tugas utama etika politik sebagai metode
kritis adalah memeriksa legitimasi ideologi yang dipakai oleh
kekuasaan dalam menjalankan wewenangnya. Namun demikian, bukan
berarti bahwa etika politik hanya dapat digunakan sebagai alat
kritik. Etika politik harus pula dikritisi. Oleh karena itu, etika
politik harus terbuka terhadap kritik dan ilmu-ilmu terapan.Etika
politik bukanlah sebuah norma. Etika politik juga bukan sebuah
aliran filsafat atau ideologi, sehingga tidak dapat dijadikan
sebuah pedoman siap pakai dalam pengambilan kebijakan atau tindakan
politis. Etika politik tidak dapat mengontrol seorang politikus
dalam bertindak atau mengambil keputusan, baik keputusan individu,
organisasi, atau kelompok. Namun, etika politik dapat dijadikan
rambu-rambu yang membantu politikus dalam mengambil keputusan.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan
alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan
legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi, tidak
berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional
objektif dan argumentative. Etika politik tidak langsung mencampuri
politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan
masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara objektif.Hukum
dan kekuasaan Negara merupakan pembahasan utama etika politik.
Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan
Negara sebagai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan
struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial).
Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan.
Sehingga penguasa memiliki kekuasaan dan masyarakat berhak untuk
menuntut pertanggung jawaban. Legitimasi etis mempersoalkan
keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi
ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan Negara baik
legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi
norma-norma moral. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. 3.7
Pengertian Nilai, Norma dan MoralBerbicara mengenai etika politik
kita juga perlu mengetahui tentang apa yang disebut dengan nilai,
norma dan moral.A. Pengertian NilaiDi dalam Dictionary of
Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah
kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan
manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok, (the believed capacity of any object to
statistfy a human desire). Jadi nilai itu pada hakikatnya adalah
sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek itu sendiri.
Nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di
balik kenyataan-kenyataan lainnya. Ada nilai itu karena adanya
kenyataan-kenyataan lain sebagai pembawa nilai (wartrager).Menilai
berarti menimbang untuk selanjutnya mengambil keputusan. Keputusan
nilai yang diambil berhubungan dengan subjek penilai itu sendiri
dimana dalam hal ini adalah manusia yang meliputi unsur-unsur
jasmani, akal, rasa, karsa (kehendak) dan kepercayaan. Sesuatu
dikatakan bernilai apabila sesuatu itu berharga, berguna, benar,
indah, baik dan lain sebagainya. Di dalam nilai itu sendiri
terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan
keharusan. Maka apabila kita berbicara tentang nilai, sebenarnya
kita berbicara tentang hal yang ideal, tentang hal yang merupakan
cita-cita, harapan, dambaan dan keharusan. Berbicara tentang nilai
berarti kita masuk bidang makna normatif, bukan kognitif, kita
masuk ke dunia ideal dan bukan dunia real. Meskipun demikian,
diantara keduannya saling berkait secara erat, artinya yang ideal
harus menjadi real, yang normatif harus direalisasikan dalam
perbuatan sehari-hari yang merupakan fakta.Max Sceler
mengelompokkan nilai ke dalam empat tingkatan berdasarkan tinggi
rendahnya, yakni :a. Nilai-nilai kenikmatan : dalam tingakatan ini
terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan tidak mengenakkan
(die Wertreihe des Angenehmen und Unangehmen).b. Nilai-nilai
kehidupan : dalam tingakatan ini terdapat nilai-nilai yang penting
bagi kehidupan (Werte des vitalen Fuhlens).c. Nilai-nilai kejiwaan
: dalam tingkatan ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige
werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani
maupun lingkungan.d. Nilai-nilai kerohanian : dalam tingakatan ini
terdapat modalitas nilai dari yang suci dan tidak suci
(wermodalitat des Heiligen ung Unheiligen).Sedangkan menurut ahli
yang lain yakni Notonagoro membagi nilai menjadi tiga macam, yaitu
:a. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi
kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia.b.
Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.c. Nilai kerokhanian,
yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai
kerohanian ini dapat dibedakan atas empat macam : 1) Nilai
kebenaran, yang bersumber pada akal manusia (ratio, budi, cipta).2)
Nilai keindahan (estetis), yang bersumber pada unsur perasaan
manusia (esthetis, gevoel, rasa).3) Nilai kebaikan (moral), yang
bersumber pada unsur kehendak manusia (will, wollen, karsa).4)
Nilai religius, yang merupakan nilai kerokhanian teringgi dan
mutlak. Nilai religius ini bersumber kepada kepercayaan atau
keyakinan manusia.Dalam kaitannya dengan derivasi atau
penjabarannya maka nilai-nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga
macam yaitu nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis.a.
Nilai DasarNilai memiliki sifat yang abstrak yang tidak dapat
diamati indra manusia namun realisasinya bersifat nyata (real).
Setiap nilai memiliki nilai dasar (onotologis) yang merupakan
hakikat, esensi, intisari atau makna yang terdalam dari nilai-nilai
tersebut dimana sifatnya adalah universal karena menyangkut hakikat
kenyataan objektif segala sesuatu. Nilai dasar dapat juga disebut
sebagai sumber norma yang pada gilirannya dijabarkan atau
direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat praksis.
Konsekuensinya walaupun dalam aspek praksis dapat berbeda-beda
namun secara sistematis tidak dapat bertentangan dengan nilai dasar
yang merupakan sumber penjabaran norma serta realisasi praksis
tersebut.b. Nilai InstrumentalUntuk dapat direalisasikan dalam
suatu kehidupan praksis maka nilai dasar tersebut harus memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas. Nilai
instrumental inilah yang merupakan suatu pedoman yang dapat diukur
dan dapat diarahkan. Nilai instrumental yang berkaitan dengan
tingkah laku manusia merupakan suatu norma moral. Sedangkan yang
berkaitan dengan organisasi maupun negara merupakan suatu arahan,
kebijaksanaan atau strategi yang bersumber pada nilai dasar. Dengan
kata lain nilai instrumental merupakan suatu eksplisitasi dari
nilai dasar. c. Nilai Praksis Nilai praksis pada hakikatnya
merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
suatu kehidupan yang nyata. Sehingga nilai praksis ini merupakan
perwujudan dari nilai instrumental itu sendiri. Dapat juga
dimungkinkan berbeda-beda wujudnya, namun demikian tidak bisa
menyimpang atau bahkan tidak dapat bertentangan. Artinya oleh
karena nilai dasar, nilai instrumental dan nilai praksis itu
merupakan suatu sistem perwujudannya tidak boleh menyimpang dari
sitem tersebut. B. Pengertian NormaNorma adalah struktur nilai yang
menjadi pedoman penilaian tingkah laku manusia yang harus
dijalankan dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan atas suatu
motivasi tertentu. Nilai yang menjadi milik bersama didalam satu
masyarakat dan telah tertanam dengan emosi yang mendalam akan
menjadi norma yang disepakati bersama. Nilai-nilai yang telah
dibakukan menjadi norma itulah yang kelak menjadi acuan penilaian.
Pada hakikatnya, norma merupakan perwujudan dari koeksistensi
manusia sebagai makhluk sosial. Norma sendiri dibedakan menjadi
empat, yaitu norma agama, norma moral, norma sosial, dan norma
hukum.C. Pengertian MoralMoral berasal dari kata Latin Mos yang
jamaknya Mores yang berarti adat atau cara hidup. Etika dan moral
hampir sama artinya, tetapi dalam pemakaian sehari-hari terdapat
sedikit perbedaan. Moral atau moralitas dipakai untuk perbuatan
yang sedang dinilai, sedangkan etika dipakai untuk pengkajian
sistem nilai-nilai yang ada. Secara umum moral merupakan suatu
ajaran ataupun wejangan, patokan, kumpulan peraturan baik lisan
maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak
agar menjadi manusia yang baik.D. Hubungan Nilai, Norma dan Moral
Nilai merupakan kualitas dari suatu yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia, baik lahir maupun batin. Dalam kehidupan manusia nilai
dijadikan landasan, alasan ataupun motivasi dalam bersikap dan
bertingkah laku baik disadari ataupun tidak. Nilai tidak bersifat
konkrit yang dapat ditangkap indra manusia melainkan bersifat
abstrak yang hanya dapat dipahami, dipikirkan, dimengerti dan
dipahami oleh manusia.Agar nilai menjadi menjadi lebih berguna
dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia maka perlu
dikonkritkan serta diformulasikan menjadi lebih objektif sehingga
memudahkan menjabarkannya dalam tingkah laku secara konkrit. Wujud
lebih konkrit dari nilai inilah yang disebut norma. Terdapat
berbagai macam norma dimana norma hukumlah yang paling kuat karena
dapat dipaksakan oleh suatu kekuasaan.Selanjutnya nilai dan norma
senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah moral
mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Derajat
kepribadian seseorang amat ditentukan oleh moralitas yang
dimilikinya. Makna moral yang terkandung dalam kepribadian
seseorang itu tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Dalam
pengertian inilah maka kita memasuki wilayah norma sebagai penuntun
sikap dan tingkah laku manusia. Demikianlah hubungan yang
sistematik antar nilai, norma, dan moral yang pada gilirannnya
krtiga aspek tersebut terujud dalam suatu tingkah laku praksis
dalam kehidupan manusia.3.8 Peran Pancasila sebagai Sumber Etika
Politik di IndonesiaPancasila sebagai dasar falsafah bangsa dan
Negara yang merupakan satu kesatuan nilai yang tidak dapat
dipisah-pisahkan dengan masing-masing sila-silanya. Karena jika
dilihat satu persatu dari masing-masing sila itu dapat saja
ditemukan dalam kehidupan berbangsa yang lainnya. Namun, makna
Pancasila terletak pada nilai-nilai dari masing-masing sila sebagai
satu kesatuan yang tak bias ditukar-balikan letak dan susunannya.
Pancasila tidak hanya merupakan sumber derivasi peraturan
perundang-undangan, melainkan juga merupakan sumber moralitas
terutama dalam hubungannya dengan legitimasi kekuasaan, hukum,
serta kebijakan dalam penyelenggaraan negara. Untuk memahami dan
mendalami nilai nilai Pancasila dalam etika berpolitik itu semua
terkandung dalam kelima sila Pancasila.1. Ketuhanan Yang Maha
EsaSila pertama merupakan sumber nilai-nilai moral bagi kehidupan
kebangsaan dan kenegaraan. Berdasarkan sila pertama Negara
Indonesia bukanlah negara teokrasi yang mendasarkan kekuasaan
negara pada legitimasi religius. Kekuasaan kepala negara tidak
bersifat mutlak berdasarkan legitimasi religius melainkan
berdasarkan legitimasi hukum dan demokrasi. Walaupun Negara
Indonesia tidak mendasarkan pada legitimasi religius, namun secara
moralitas kehidupan negara harus sesuai dengan nilai-nilai yang
berasal dari Tuhan terutama hukum serta moral dalam kehidupan
negara. Oleh karena itu asas sila pertama lebih berkaitan dengan
legitimasi moral. 2. Kemanusiaan yang Adil dan BeradabSila kedua
juga merupakan sumber nilai-nilai moralitas dalam kehidupan negara.
Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia hidup
secara bersama dalam suatu wilayah tertentu, dengan suatu cita-cita
serta prinsip hidup demi kesejahteraan bersama. Manusia merupakan
dasar kehidupan dan penyelenggaran negara. Oleh karena itu
asas-asas kemanusiaan adalah bersifat mutlak dalam kehidupan negara
dan hukum. Dalam kehidupan negara kemanusiaan harus mendapatkan
jaminan hukum, maka hal inilah yang diistilahkan dengan jaminan
atas hak-hak dasar (asasi) manusia. Selain itu asas kemanusiaan
juga harus merupakan prinsip dasar moralitas dalam penyelenggaraan
negara. 3. Persatuan IndonesiaPersatuan berati utuh dan tidak
terpecah-pecah. Persatuan mengandung pengertian bersatunya
bermacam-macam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Sila ketiga ini mencakup persatuan dalam arti ideologis, politik,
ekonomi, sosial budaya, dan hankam. Indonesia sebagai negara plural
yang memiliki beraneka ragam corak tidak terbantahkan lagi
merupakan negara yang rawan konflik. Oleh karenanya diperlukan
semangat persatuan sehingga tidak muncul jurang pemisah antara satu
golongan dengan golongan yang lain. Dibutuhkan sikap saling
menghargai dan menjunjung semangat persatuan demi keuthan negara
dan kebaikan besama. Oleh karena itu sila ketiga ini juga berkaitan
dengan legitimasi moral. 4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ PerwakilanNegara adalah
berasal dari rakyat dan segala kebijaksanaan dan kekuasaan yang
dilakukan senantiasa untuk rakyat. Oleh karena itu rakyat merupakan
asal muasal kekuasaan negara. Dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan
negara segala kebijaksanaan, kekuasaan serta kewenangan harus
dikembalikan kepada rakyat sebagai pendukung pokok negara. Maka
dalam pelaksanaan politik praktis, hal-hal yang menyangkut
kekuasaan legislatif, eksekutif serta yudikatif, konsep pengambilan
keputusan, pengawasan serta partisipasi harus berdasarkan
legitimasi dari rakyat, atau dengan kata lain harus memiliki
legitimasi demokratis. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
IndonesiaDalam penyelenggaraan negara harus berdasarkan legitimasi
hukum yaitu prinsip legalitas. Negara Indonesia adalah negara
hukum, oleh karena itu keadilan dalam hidup bersama (keadilan
sosial) merupakan tujuan dalam kehidupan negara. Dalam
penyelenggaraan negara, segala kebijakan, kekuasaan, kewenangan
serta pembagian senatiasa harus berdasarkan hukum yang berlaku.
Pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan dalam kehidupan
kenegaraan akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam kehidupan
negara. Pola pikir untuk membangun kehidupan berpolitik yang murni
dan jernih mutlak dilakukan sesuai dengan kelima sila yang telah
dijabarkan diatas. Yang mana dalam berpolitik harus bertumpu pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyarawatan/Perwakilan dan dengan penuh
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia tanpa pandang bulu.
Etika politik Pancasila dapat digunakan sebagai alat untuk menelaah
perilaku politik Negara, terutama sebagai metode kritis untuk
memutuskan benar atau slaah sebuah kebijakan dan tindakan
pemerintah dengan cara menelaah kesesuaian dan tindakan pemerintah
itu dengan makna sila-sila Pancasila. Etika politik harus
direalisasikan oleh setiap individu yang ikut terlibat secara
konkrit dalam pelaksanaan pemerintahan negara. Para pejabat
eksekutif, legislatif, yudikatif, para pelaksana dan penegak hukum
harus menyadari bahwa legitimasi hukum dan legitimasi demokratis
juga harus berdasarkan pada legitimasi moral. Nilai-nilai Pancasila
mutlak harus dimiliki oleh setiap penguasa yang berkuasa mengatur
pemerintahan, agar tidak menyebabkan berbagai penyimpangan seperti
yang sering terjadi dewasa ini. Seperti tindak pidana korupsi,
kolusi dan nepotisme, penyuapan, pembunuhan, terorisme, dan
penyalahgunaan narkotika sampai perselingkuhan dikalangan elit
politik yang menjadi momok masyarakat.Dalam penerapan etika politik
Pancasila di Indonesia tentunya mempunyai beberapa kendala-kendala,
yaitu :a. Etika politik terjebak menjadi sebuah ideologi sendiri.
Ketika seseorang mengkritik sebuah ideologi, ia pasti akan mencari
kelemahan-kelemahan dan kekurangannya, baik secara konseptual
maupun praksis. Hingga muncul sebuah keyakinan bahwa etika politik
menjadi satu-satunya cara yang efektif dan efisien dalam mengkritik
ideologi, sehingga etika politik menjadi sebuah ideologi
tersendiri.b. Pancasila merupakan sebuah sistem filsafat yang lebih
lengkap disbanding etika politik Pancasila, sehingga kritik apa pun
yang ditujukan kepada Pancasila oleh etika politik Pancasila tidak
mungkin berangkat dari Pancasila sendiri karena kritik itu tidak
akan membuahkan apa-apa.Namun demikian, bukan berarti etika politik
Pancasila tidak mampu menjadi alat atau cara menelaah sebuah
Pancasila. Kendala pertama dapat diatasi dengan cara membuka
lebar-lebar pintu etika politik Pancasila terhadap kritik dan
koreksi dari manapun, sehingga ia tidak terjebak pada lingkaran
itu. Kendala kedua dapat diatasi dengan menunjukkan kritik kepada
tingkatan praksis Pancasila terlebih dahulu, kemudian secara
bertahap merunut kepada pemahaman yang lebih umum hingga ontologi
Pancasila menggunakan prinsip-prinsip norma moral.
BAB IVPENUTUP
4.1 KesimpulanDari rumusan masalah yang dikemukakan sebelumnya
dan berdasar pada pembahasan materi diatas, dapat ditarik beberapa
kesimpulan, yakni :4.1.1 Etika politik lahir di Yunani pada saat
struktur politik tradisional berangsur-angsur mulai rapuh sampai
ambruk. Legitimasi kekuasaan raja untuk memerintah masyarakat
dipertanyakan. Etika politik menuntut agar segala klaim atas hak
untuk menata masyarakat dipertanggung-jawabkan pada prinsip moral
dasar. Menurut al-Ghazali sistem kenegaraan yang baik adalah sistem
kenegaraan yang mempertimbangkan moralitas untuk kemaslahatan
bersama dengan pemimpin yang mempunyai integritas tinggi ditopang
dengan kekuatan moral yang kuat.4.1.2 Etika adalah suatu ilmu yang
membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran
moral tertentu atau bagaimana kita harus mengambil sikap yang
bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral. Etika
membahas bagaimana manusia bersikap terhadap segala sesuatu yang
ada.4.1.3 Politik memiliki makna bermacam-macam kegiatan dalam
suatu sistem politik atau negara yang menyangkut proses tujuan
penentuan-penentuan tujuan dari sistem itu dan diikuti dengan
pelaksanaan tujuan-tujuan itu. Dalam hubungan dengan etika politik
pengertian politik harus dipahami dalam pengertian yang luas yaitu
menyangkut seluruh unsur yang membentuk suatu persekutuan hidup
yang disebut masyarakat
negara.http://weloveblitar.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etika-politik.html
DAFTAR
PUSTAKAhttp://weloveblitar.blogspot.com/2013/03/pancasila-sebagai-sumber-etika-politik.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Pancasila
http://id.wikipedia.org/wiki/Demokrasi_Pancasila
1