PAJAK PENGHASILAN UNTUK TRANSAKSI KHUSUS I. PPh Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian, Subjek dan Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) 1. Pengertian Pengenaan PPh Berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2) Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 ditentukan bahwa atas penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PAJAK PENGHASILAN
UNTUK TRANSAKSI KHUSUS
I. PPh Pasal 4 ayat 2
A. Pengertian, Subjek dan Objek PPh Pasal 4 Ayat (2)
1. Pengertian Pengenaan PPh Berdasarkan PPh Pasal 4 Ayat (2)
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000
ditentukan bahwa atas penghasilan berupa deposito dan tabungan tabungan
lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pegalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
pengahasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, penghasilan
dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan harta
berupa sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta
berupa tanah dan atau bangunan, serta penghasilan tertentu lainnya merupakan
objek pajak. Oleh karena tabungan masyarakat yang disalurkan melalui
perbankan dan bursa efek merupakan sumber dana bagi pelaksanaan
pembangunan maka pemerintah menetukan kebijakan khusus, yaitu pngenaan
pajak atas pengahasilan yang berasal dari tabungan masyarakat tersebut perlu
dijalankan dengan perlakuan sendiri.
Pertimbangan-pertimbangan yang mendasari diberikannya perlakuan
tersendiri dimaksud antara lain adalah:
a. Kesederhanaan dalam pemungutan pajak
b. Keadilan dan pemerataan dalam pengenaan pajak
c. Memperhatikan perkembangan ekonomi dan moneter.
Pertimbangan tersebut juga mendasari perlunya pemberian perilaku tersendiri
terhadap pengenaan pajak atas penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah
dan atau bangunan serta jenis jenis penghasilan tertentu lainnya. Oleh karena
itu, pengenaan pajak penghasilan termasuk sifat, besarnya dan tata cara
pelaksanaan pembayaran, pemotongan atau pemungutan atas jenis jenis
penghasilan tersebut diatur tersendiri dengan peraturan pemerintah.
Dengan mempertimbangkan kemudahan dalam pelaksanaan
pengenaan serta tidak akan menambah beban bagi Wajib Pajak (WP) maupun
Direktorat Jendral Pajak, maka pengenaan pajak penghasilan dalam ketentuan
ini dapat bersifat final.
2. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)
Subjek pajak yang karena ketentuan dari Pasal 4 ayat (2) Undang
Undang Pajak Penghasilan menjadi Wajib Pajak adalah semua subjek pajak
yang memperoleh penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan tabungan
lainnya penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek,
penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan dan
penghasilan tertentu lainnya. Sedangkan objek pajak adalah penghasilan yang
berupa:
a. Bunga deposito dan tabungan tabungan lainnya
b. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek
c. Penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan
d. Penghasilan tertentu lainnya
B. Pajak Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Bunga Deposito dan
Tabungan Serta Diskonto SBI
Pajak penghasilan atas bunga deposito dan tabungan serta diskonto
SBI adalah Pajak penghasilan yang dikenakan terhadap perolehan penghasilan
dari bunga deposito, tabungan, dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Dasar hukum pelaksanaan pajak penghasilan atas bungan deposito dan
tabungan serta diskonto SBI adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak
penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 dan Keputusan
Menteri keuangan Nomor 5/KMK.04/2001.
Deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun.,
termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito, dan deposito on call baik
dalam mata uang rupiah maupun dalam mata uang asig (valuta asing) yang
ditempatkan pada atau diterbitkan oleh Bank.
Tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk
giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang
ditetapkan oleh masing masing Bank.
Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan adalah deposito
dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar
negri melalui Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri di
Indonesia.
2. Tarif Pajak penghasilan atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI
Besarnya tarif PPh atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta SBI
adalah sebagai berikut:
a. Untuk WP dalam negri dan BUT adalah 20% dari jumlah bruto, dan bersifat
final
b. Untuk WP luar negri adalah 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), bersifat final
3. Dikecualikan dari Pemotongan Pajak Penghasilan
Penghasilan berupa bunga yang dikecualikan dari pengenaan pajak
penghasilan adalah :
a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI, sepanjang jumlah
deposito dan tabungan serta diskonto SBI tersebut tidak melebihi Rp.
7.500.000 (tujuh setengah juta rupiah)
b. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negri di Indonesia
c. Bunga deposito dan tabungan seta diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana pensiun yag pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1992 tentang dana Pensiun, dan
d. Bunga tabungan pada Bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka
pemilikan rumah sederhana. Kaveling siap bangun untuk rumah sederhana
dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
4. Surat Keterangan Bebas
Pengecualian dari pemotongan PPH kepada dana pensiun diberikan
berdasarkan surat keterangan bebas yang diterbitkan oleh kepala kantor
pelayanan pajak tempat dana pensiun tersebut didaftarkan.
SKB diberikan terhadap tabungan dan deposito serta diskonto SBI
yang penempatannya dan atau peranjangannnya (roll over) dilakukan pada
tanggal 1 Januari 2001 dan sesudahnya.
Permohonan surat keterangan bebas PPh diajukan kepada kepala
kantor pelayanan pajak tempat dana pensiun tersebut didaftarkan untuk setiap
sertifikat/bilyet, buku deposito, tabungan atau SBI dangan melampiri :
a. Foto Kopi keputusan Menteri Keuangan tentang pengesahan pendirian dana
pensiun.
b. Foto Kopi laporan keuangan 3 bulanan terakhir, termasuk daftar perincian
dana dan sumber pendapatannya.
c. Foto kopi sertifikat/bilyet/nuku deposito, tabungan dan SBI
Kepala kantor pelayanan pajak harus memberikan SKB dalam jangka
waktu 3 (tiga) hari kerja setelah permohonan WP diterima secara lengkap, dan
bila ditolak harus diberikan penolakan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari setelah
permohonan diterima secara lengkap dan diberikan alasan penolakan. Surat
Keterangan Bebas PPh berlaku selama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterbitkan
dan dapat diajukan kembali.
C. Pajak Penghasilan Atas Obligasi yang Diperdagangkan di Bursa Efek
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Obligasi yang
diperdagangkan di Bursa Efek
Pajak Penghasilan atas obligasi yang diperdagangkan di bursa efek
adalah pajak penghasilan yang diperoleh para pihak dari obligasi yang
diperdagangkan di bursa efek.
Dasar hukum pemotongan PPh atas penghasilan dari obligasi yang
diperdagangkan di bursa efek adalah pasal 4 ayat (2) Undang Undang Pajak
Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2002 dan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 121/KMK.04/2002
a) Objek Pemotongan
Objek pemotongan Pajak penghasilan obligasi yang diperdagangkan di
bursa efek adalah :
1. Penerbitan obligasi (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen
pembayaran atas bunga dengan kupon pada saat jatuh tempo
bunga/obligasi dan atas diskonto dengan kupon/obligasi tanpa bunga
pada saat jatuh tempo obligasi
2. Perusahaan efek atau bank selaku pedagang perantara atas bungan dan
diskonto pada saat transaksi
b) Tarif pemotongan Pajak
Tarif Pemotongan Pajak penghasilan sitentukan sebagai berikut
1. Atas bunga obligasi dengan kupon (Interst bearing bond) :
a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan
b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligsi.
2. Atas diskonto obligasi dengan kupon :
a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan
b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri
dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal
saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan.
3. Atas diskonto obligasi tanpa bunga:
a. 20% bagi WP dalam negri dan BUT dan
b. 20% atau tarif P3B bagi WP penduduk berkedudukan di luar negri
dari selisih lebih harga jual pada saat transaksi atau nilai nominal
saat jatuh tempo obligasi diatas harga perolehan obligasi
2. Pihak Pihak yang tidak dikenakan Pemotongan PPH bersifat Final
Berikut ini adalah pihak-pihak yang tidak dikenakan pemotongan pajak
penghasilan yang bersifat final :
a. Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negri
b. Dana pensiun yang pendiriannya disahkan oleh Menteri Keuangan
c. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal selama 5
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin usaha.
3. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dipotong pajak Penghasilan tidak bersifat
Final
Atas bungan dan diskonto yang diterima atau diperoleh WP orang pribadi
dalam negri, yang seluruh penghasilannya termasuk penghasilan bunga dan
diskonto obligasi dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah PTK, dipotong
PPh yang tidak bersfat final.
Jadi, apabila bunga dan diskonto yang diterimanya lebih kecil dari PTKP dalam
satu tahun pajak, maka WP yang bersangkutan dapat mengajukan restitusi atas
PPh yang dipotong tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak.
D. Dasar Penghasilan atas Saham yang Diperdagangkan di Bursa Efek
1. Pengertian dan Dasar Hukum Pajak Penghasilan Obligasi yang
Diperdagangkan di Bursa Efek
Pajak penghasilan atas saham yang diperdagangkan di bursa efek
adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas transaksi penjualan saham di
bursa efek. Dasar hukumnya adalah pasal 4 Ayat (2) Undang Undang Pajak
Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 dan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 282/KMK.04/1997 dan Surat
Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-06/PJ.4/1997.
2. Objek dan Tarif Pemotongan
Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dari transaksi penjualan saham di bursa efek dipungut PPh final dengan tarif
sebagi berikut:
1. 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan
2. Bagi pemilih saham pendiri dikenakan PPh sebesar:
a. 0,1% x Nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham pada 30 Desember 1996,
dalam hal saham tersebut telah diperdagangkan di bursa efek sebelum
tanggal 31 Desember 1996
b. 0,1% x nilai transaksi + 0,5% dari nilai saham saat IPO (Initial Public
Offering), dalam hal saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada
atau setelah tanggal 1 Januari 1997
Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftar
pemegang saham atau tercantum dalam anggaran dasar sebelum pernyataan
pendaftaran yang diajukan oleh BAPEPAM dalam rangka penawaran umum
perdana.
Saham pendiri adalah saham yang dimiliki oleh para pendiri saat perusahaan
mengajukan pernytaan pendaftran kepada BAPEPAM dalam rangka IPO
termasuk:
a. Saham dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan dan dibagikan setelah IPO
kepada pendirinya.
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri yang masih dimiliki
pendiri. Tidak termasuk saham pendiri adalah saham yang diperoleh
pendiri:
a. Dari pembagian dividen dalam bentuk saham setelah IPO
b. Dari hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, dan
efek konversi lainnya setlah IPO
c. Perusahaan reksadana
d. Berupa saham bonus dari kapitalisasi agio setelah IPO yng telah
dilunasi tambahan PPh sebesar 0,5 atas saham pendirinya oleh
pemegang saham pendiri.
E. Pajak Penghasilan Persewaan Tanah dan Bangunan
1. Pengertian dan dasar Hukum Pajak Penghasilan Persewaan tanah dan
Bangunan
penghasilan atas persewaan tanah dan bangunan adalah pajak
penghasilan berupa sewa tanah dan atau bangunan berupa tanah, rumah, rusun,
apartemen, kondiminium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan
termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan
industri. Dasar hukumnya adalah pasal 4 Ayat (2) Undang Pajak Undang Pajak
Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 dan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 120/KMK.04/2002 jenis jenis
penghasilan yang diterima dari persewaan dan atau bangunan tersebut
dikenakan Pajak Penghasilan bersifat final.
2. Subjek dan Objek Pajak Panghasilan atas Persewaan Tanah dan atau Bangunan
Subjek pajak yang menjasi WP dari pajak penghasilan atas persewaan
tanah dan atau bangunan ini adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh
dari sewa tanah dan atau bangunan. Objeknya adalah sewa tanah dan atau
banguanan. Pengenaan pajakj penghasilan atas persewaan tanah dan atau
bangunan tersebut bersifat final.
3. Besarnya Tarif PPh Final atas Persewaan Tanah dan Bangunan
Besarnya tarif persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan batau bangunan yang diterima oleh WP
orang pribadi dan atau badan
Jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan
(terutang) oleh pihak yang menyewakan dengan nama dan delam bentuk
apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa termasuk
biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan service charge, baik
yang perjanjiannya terpisah maupun yang satukan dengan perjanjian persewaan
yang bersangkutan.
4. Tata Cara Pelunasan PPh Atas Sewa Tanah dan Atau Bangunan
a. Melaui pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah daban
pemerintah, subjek pajak dalam negri, penyelenggara kegiatan, BUT, kerja
sama operasi (KSO), perwakilan perusahaan luar negri lainnya, dan orang
pribadi yag ditetapkan oleh direktur jendral pajak, dan
b. Melalui penyetoran sendiri oleh yang menyewakan, dalam hal penyewa
adalah orang pribadi atau bukan subjek pajak, selain yang disebutkan pada
huruf a.
5. Tempat Pembayaran Penyetoran
Tempat pembayaran/penyetoran bagi pemotong dan penyetor sendiri
adalah kas negara, kantor pos, bank BUMN/BUMD dan atau bank bank lain
yang ditunjuk oleh direktur jendral anggaran.
F. Pajak Penghasilan Atas Pengalihan Hak Atas Tanah dan atau Bangunan
1. Pengertian Dasar Hukum Pajak Penghasilan atas Pengalihan Hak Atas Tanah
dan atau Bangunan
Pajak penghasilan atas penghalihan hak atas tanah dan atau bangunan
adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari
pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Dasar hukumnya adalah pasal 4
Ayat (2) Undang Undang Pajak Penghasilan jis Peraturan Pemerintah Nomor
79 Tahun 1999 dan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
566/KMK.04/1999dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor
SE-55/PJ.42/1999.
a. Beberapa Pengertian
1. Pengalihan hak atas tanah dan atau banguanan adalah:
a. Penjualan, tukar menukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan
hak penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati
dengan pihak lain selain pemerintah
b. Penjualan, tukar menukar termasuk, ruislag, , pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan
pihak lain selain pemerintah gunma pelaksanaan pembanguan
termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak
memerlukan persyaratan khusus.
c. Penjualan, tukar menukar termasuk, ruislag, , pelepasan hak,
penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati dengan
pihak lain selain pemerintah gunma pelaksanaan pembanguan
termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang
memerlukan persyaratan khusus.
d. Nilai pengalihan adalah nilai yang tertinggi antara nilai menurut akta
dengan nilai menurut nilai jual objek pajak (NJOP) untuk
perhitungan pajak bumi dan bangunan atas tanah dan atau bangunan
yang bersangkutan dalam tahun pajak terjadinya pegalihan, kecuali :
1. Dalam hal pengalihan hak kepada pemerintah adalah nilai
berdasarkan keputusan pejabat yang bersangkutan
2. Dalam hal pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang adalah
risalah lelang tersebut.
b. Tarif PPh Pengalihan atas Tanah dan atau Bangunan
1. Wajib pajak badan termasuk Koperasi yang usaha pokonya mengalihkan
hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan PPh berdasarkan ketentuan
Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 17 Undang Undang PPh.
2. Wajib pajak badan termasuk koperasi yang bukan usaha pokonya
mengalihkan tanah dan atau bangunan dikenakan PPh sebesar 5% dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan
dantidak bersifat final.
3. Wajib pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi sejenis yang
mengalihkan hak atas tanah dan atau bangunan baik yang usaha
pokonya maupun yang bukan usaha pokonya mengalihkan hak atas
tanah dan atau bangunan sikenakan PPh sebesar 5% dari jumlah bruto
nilai pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan tersebut.
2. Pengecualian Pengenaan PPh atas Pengalihan Hak
Beberapa pengalihan hak yang dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan
seperti berikut ini :
a. Hibah kepada keluarga dalam garis lurus, badan keagamaan, pendidikan,
sosial, atau pengusaha kecil berdasarkan surat keterangan bebas (SKB)
b. Pengalihan kurang dari Rp. 6,000,000,00 dan tidak pecah pecah oleh WP
orang pribadi yang total penghasilannya tidak melebihi PTKP
c. Pengalihan kepada pemerintah untuk kepentingan umum
d. Warisan berdasrkan surat keterangan Bebas (SKB)
e. Dalam rangka penggabungan, peleburan, dan pemearan usaha, dengan nilai
buku berdasarkan surat keterangan bebas (SKB
3. Tata Cara Pelunasan PPH atas Pengalihan Hak atas Tanah dan atau Bangunan
Tata cara pelunasan pajak atas penghasilan atas Pengalihan hak atas tanah dan
atau bangunan adalah sebagai berikut:
a. Orang Pribadi atau badan yang menrima atau memperoleh penghasilan dari
pemngalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari pihak selain
pemerintah wajib membayar sendiri PPh-nya
b. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperolah penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari pemerintah yang
tidak memerlukan persyaratan khusus dipungut PPh oleh bendaharawan
atau pejabat yang memerlukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui
tukar menukar.
II. Kredit Pajak Luar Negeri (PPh Pasal 24)
Mengenai pengertian penghasilan sebagai objek pajak PPh, sudah dijelaskan bahwa
bagi WP Dalam negeri dan WP BUT UU PPh menganut prinsip worldwide income.
Artinya, WP Dalam Negeri dan WP BUT dikenai PPh atas penghasilan dari manapun
asalnya, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Konsekuensi dari prinsip ini
adalah jika atas penghasilan dari luar Indonesia itu telah dikenai pajak di Negara sumber
penghasilan tersebut, maka pajak yang telah dibayar/terutang diluar Indonesia atas
penghasilan dari luar negeri tersebut jug abisa menjadi uang muka PPh yang dapat
dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia, sepserti uang muka PPh Pasal 21,
PPh Pasal 22, dan PPh Pasal 23, supaya tidak terjadi pemajakan berganda (double
taxation).
Tetapi, mengingat tarif pajak di luar negeri bermacam-macam dan berbeda dari
tarif pasal 17 di Indonesia, maka besarnya pajak yang dibayarkan/terutang di luar negeri
atas pengahasilan dari luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di
Indonesia dibatasi. Pembatasan mengenai besarnya pajak yang telah dibayar/terutang di
luar negeri yang dapat dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diatur di
Pasal 24 UU PPh, maka ia dinamakan PPh Pasal 24. PPh pasal 24 tersebut dikenal juga
dengan sebutan kredit pajak luar negeri, sedangkan PPh Pasal 22, PPh pasal 23 dikenal
dengan sebutan kredit pajak dalam negeri.
Pasal 24 UU PPh hanya menentukan prinsip bahwa pajak yang dibayar/terutang di
luar negeri bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia (ayat 1), besarnya
kredit pajak tersebut dibatasi dengan perhitungan khusus (ayat 2), penentuan sumber
penghasilan (ayat 3,4), dan pengembalian kredit pajak luar negeri (ayat 5), sedangkan
aturan pelaksana mengenai teknis penghitungan batasan besarnya kredit pajak tersebut
didelegasikan kepada Keputusan Menteri Keuangan (ayat 6).
Berdasarkan wewenang yang diterima dari Pasal 24 ayat (6) UU PPh tersebut,
Menteri Keuangan telah mengeluarkan KMK tentang Kredit Pajak Luar Negeri tersebut.
KMK yang berlaku saat ini adalah KMK No. 164/KMK.03/2002 tanggal 19 April 2002
(Lihat LAMPIRAN untuk lebih lengkapnya). Isi ringkas dari KMK tersebut adalah sebagai
berikut.
Pajak yang terutang/dibayar di luar negeri bisa dikreditkan dengan PPh Tahunan di
dalam negeri (Indonesia) pada tahun penghasilan dariluar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri. Dan saat penggabungan penghasilan dari luar negeri adalah
sebagai berikut.
1. Penghasilan usaha yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan penghasilan
dari dalam negeri pada tahun diperolehnya penghasialan luar negeri tersebut (lihat
paragraph E tentang Penghasilan tentang apa yang dimaksud dengan istilah
‘diperolehnya’).
2. Penghasilan berupa dividen yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri pada bulan keempat atau bulan ketujuh setelah akhir
tahun pajak.
3. Penghasilan dari sumber lainnya yang berasal dari luar negeri digabungkan dengan
penghasilan dari dalam negeri pada tahun diterimanya penghasilan dari luar negeri
tersebut (lihat paragraph E tentang Penghasilan, untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan istilah ‘diterimanya’).
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang/dibayar di luar negeri yang bisa
dikreditkan dengan PPh Tahunan Terutang di Indonesia diperlukan data mengenai
besarnya PKP atas penghasilan dari dalam negeri dan luar negeri, serta besarnya PPh
Tahunan Terutang atas pengahsilan dari dalam negeri dan luar negeri.
III. Ketentuan Khusus PPh atas Transaksi/Industri tertentu
A. PPh Final atas Penghasilan Berupa Uang Tebusan Pensiun/THT yang
Dibayar Sekaligus dan Pesangon
Aturan pelaksanaannya: PP No/ 149 Tahun 2000 tanggal 23 Desember 2000
tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan berupa uang
pesangon, uang tebusan pensiun, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.
1. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final Pasal 21
atas uang tebusan pensiun dan tunjangan/jaminan hari tua (THT/JHT)
yang dibayar sekaligus, dan atas uang pesangon
Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek akan dikenai PPh Fibal
Pasal 21 atas uang tebusan pensiun dan tunjangan/jaminan hari tua (THT/JHT)
yang dibayar sekaligus, dan atas uang pesangon jika memenuhi semua syarat
berikut/
i. Transaksi/peristiwa tersebut menimbulkan penghasilan berupa penghasilan
dari pekerjaan, khusus jenis uang tebusan pensiun dan tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua (THT/JHT) yang dibayar sekaligus, serta uang pesangon.
ii. Yang menerima penghasilan tersebut adalah WP orang pribadi dalam negeri.
iii. Yang membayarkan penghasilan tersebut adalah pemotong PPh Pasal 21.
2. Tata Cara Pemajakannya
Pelaksanaan pemajakan PPh Final Pasal 21 untuk tunjangan hari tua
sama dengan pelaksanaan PPh Pasal 21
B. PPh Final atas Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi
Penjualan Saham atau Pengalihan Peyertaan Modal pada Perusahaan
Pasangan Usaha
Aturan pelaksanaannya berdasarkan PP Np. 4 Tahun 1995 tanggal 8 Februari
1995.
1. Definisi
Perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang membiayai badan
usaha lain (sebagai pasangan usahanya) dalam bentuk penyertaan modal untuk
jangaka waktu tertentu.
Perusahaan kecil dan menengah dari perusahaan Kepmenkeu No.
250/KMK.04/1995 adalah perusahaan pasangan usaha yang pada waktu
perusahaan modal ventura melakukan penyertaan modalnya, penjualan bersih
atau penerimaan brutonya (untuk usaha jasa) pada tahun pajak sebelumnya
tidak melebihi Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar).
2. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/Objek yang dikenai PPh Final atas
Penghasilan Perusahaan Modal Ventura dari Transaksi Penjualan
Sahamatau Pengalihan Penyertaan Modal pada Perusahaan Pasangan
Usaha
Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek dikenai PPh Final atas penghasilan
perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha jika memenuhi syarat
berikut.
a) Transaksi/Peristiw/Kasus/Soal itu berupa transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal perusahaan modal ventura pada
perusahaan pasangan usahanya.
b) Perusahaan pasangan usahanya merupakan perusahaan kecil,
menengah, atau yang melakukan kegiatan dalam sektor-sektor usaha
yang ditetapkan Menteri keuangan.
Jika tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat tersebut maka
transaksi/peristiwa/kasus/soal itu tidak dikenai PPh Final.
3. Perhitungan dan Tata Cara Pemajakannya
Pelaksanaan pemajakannya diatur sebagai berikut.
a) Jika saham perusahaan modal ventura dijual di bursa efek Indonesia,
timbulnya utang PPh Final, besarnya tariff PPh Final atas penghasilan dari
transaksi penjualan saham di bursaefek, sebagaimana sudah dijelaskan
sebelumnya.
b) Jika saham perusahaan modal ventura dijual di luar bursa efek Indonesia,
maka ia dipajaki dengan sistem pemajakan sendiri. Utang PPh finalnya
timbul pada saat terjadinya transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal ventura pada perusahaan pasangan usahanya. Pada saat
timbulnya utang PPh Final tersebut, perusahaan modal ventura melakukan
perhitungan PPh Final tersebut, perusahaan modal ventura melakukan
perhitungan PPh Final sebagai berikut.
0,1% (satu permil) dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal. Penyetoran PPh final tersebut oleh
perusahaan modal ventura ke Kas Negara melalui bank persepsi atau kantor
pos persepsi dengan menggunakan SSP dilakukan paling lambat tanggal 15
bulan setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham perusahaan modal
ventura tersebut.
Pelaporan mengenai perhitungan dan penyetoran PPh Final tersebut oleh
perusahaan modal ventura ke KKP tempatnya terdaftar dengan
menggunakan SPT Masa PPh Final Pasal 4 Ayat (2) dilakukan paling
lambat tanbggal 20 bulan setelah bulan terjadinya transaksi penjualan saham
perusahaan modal ventura (bulan terutangnya PPh Final tersebut).
C. PPh final atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi
Aturan pelaksananya berdasarkan PP No. 140 Tahun 2000 tanggal 21 Desember
2000.
1. Definisi
a) Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan
kostruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan kostruksi, dan layanan jasa
konsultasi pengawasan kostruksi.
b) Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkai kegiatan
perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup
pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elekrikal dan tata lingkungan
masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan
atau bentuk fisik lain, termasuk perawatannya.
c) Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas
atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa kostruksi.
d) Penyedia jasa adalah orang perseorangan atau badan yang kegiatan
usahanya menyediakan layanan jasa kostruksi. Penyedia jasa terdiri dari
perencanaan konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi.
e) Imbalan bruto adalah nilai yang diterima atau diperoleh pengguna jasa yang
bergerak di bidang usaha usaha jasa kostruksi dengan nama dan dalam
bentuk apa pun sehubungan dengan pemberian jasa konstruksi dimaksud,
tetapi tidak termasuk PPn.
f) Jenis usaha jasa konstruksi terdiri dari usaha perencanaan konstruksi, usaha
pelaksanaan konstruksi dan usaha pengawasan konstruksi yang masing-
masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan
pengawas konstruksi.
g) Ruang lingkup usaha jasa konstruksi mengacu pada UU Nomor 18 Tahun
1999 dan PP nomor 28 Tahun 2000 tentang Usha Jasa Konstruksi.
h) Usaha perencanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa perencanaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-
bagian dari kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan
penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi, yang dapat terdiri dari:
i) Usaha pelaksanaan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pelaksaan
dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian-
bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai penyerahan
akhir hasil pekerjaan lapangan sampai penyerahan akhir hasil pekerjaan
konstruksi.
j) Usaha pengawasan konstruksi adalah pemberian layanan jasa pengawasan
baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai
dari penyiapan lapangan sampai penyerahan akhir hasil konstruksi.
k) Lingkup layanan jasa perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan secara
terintegrasi.
l) Pengembangan layanan jasa perencanaan dan/atau pengawasan lainnya.
m)Usaha perseorangan dan badan usaha jasa konstruksi harus mendapatkan
klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga yang dinyatakan dengan sertifikasi.
n) Pelaksanaan klasifikasi dan kualifikasi usaha orang perseorangan dan badan
usaha dapat dilakukan oleh asosiasi perusahaan yang telah mendapat
akreditasi dari lembaga, dan atas sertifikat yang diterbitkan harus
mendapatkan tanda register dari lembaga.
o) Izin usaha untuk badan usaha nasional yang menyelenggarakan usaha jasa
kostruksi diberikan oleh Pemerintah Daerah setempat, sedangkan izin usaha
untuk badan usaha usaha asing yang menyelenggarakan usaha jasa
konstruksi diberikan oleh pemerintah pusat (departemen pemukiman dan
prasarana wilayah).
p) Pekerjaan perawatan berupa pembersihan dan pengecatan bangunan atau
bentuk fisik lainnya yang dilakukan oleh bukan pengusaha jasa konstruksi,
pekerjaan pemasangan dan pemeliharaan/perbaikanmesin, dan peralatan
mekanik atau elektrik serta komponen-komponen bangunan siap pasang
(prefabricated) sebagai pelayanan purna jual yang dilakukan langsung oleh
pabrikan atau pemasok mesin dan peralatan tersebut, serta pekerjaan jasa
teknik, desain interior, dan pertamanan yang dilakukan oleh bukan
pengusaha jasa konstruksi, tidak termasuk dalam pengertian pekerjaan
konstruksi.
q) Pengusaha jasa konstruksi yang dikualifikasi sebagai pengusaha kecil hanya
berlaku apabila WP pengusaha jasa konstruksi dapat memberikan (kepada
pemotong PPh final atau untuk dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh WP
yang bersangkutan bila tidak ada pemotongan PPh Final) fotokopi sertifikat
kualifikasi sebagai usaha kecil yang masihberlaku dan dilegalisasi dan
jumlah nilai kontrak per proyek yang dikerjakan olehnya tidak lebih dari
Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar) sesuai ketentuan dalam KEPPRES
Nomor 18 Tahun 2000
2. Peristiwa/Transaksi/Kasus/Soal/objek yang dikenai PPh Final
Suatu peristiwa/transaksi/kasus/soal/objek dikenai PPh Final atas
usaha jasa konstruksi jika ia memenuhi semua tiga syarat berikut ini:
i.Penghasilan yang timbul dari suatu peristiwa/transaksi berupa penghasilan dari
usaha jasa konstruksi.
ii.Nilai pengadaan per proyek Rp 1 milyar (satu milyar) atau kurang.
iii.Yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha jasa konstruksi itu
adalah WP dalam negeri atauWP BUT yang bergerak dio bidang usaha jasa