ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGI PADA INDUSTRI TEPUNG MOCAF (Tugam Perencanaan Agroindustri) Oleh Kelompok 1 Anwika Utami Putri D 111405100 Armalinda Harianto 111405100 Elfrida Enzelina 1114051016 Mutiara Prima Aulia 11140510 Reni Rayung Wulan 11140510 Wahyu Alfianto 111405100 Wildan Ramadhan 11140510 Yoan Martian Sari 11140510
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ASPEK TEKNIS DAN TEKNOLOGI PADA INDUSTRI TEPUNG MOCAF
(Tugam Perencanaan Agroindustri)
Oleh
Kelompok 1
Anwika Utami Putri D 111405100
Armalinda Harianto 111405100
Elfrida Enzelina 1114051016
Mutiara Prima Aulia 11140510
Reni Rayung Wulan 11140510
Wahyu Alfianto 111405100
Wildan Ramadhan 11140510
Yoan Martian Sari 11140510
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Singkong atau sering dikenal dengan istilah ubi kayu merupakan selah satu jenis
tanaman pangan strategis penghasil karbohidrat di Indonesia. Tanaman singkong
tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS, luas wilayah
pengusahaan tanaman singkong mencapai 1.119.784 ha pada tahun 2011 dengan
jumlah produksinya mencapai 24.044.025 ton (BPS 2013). Sentra produksi singkong
di Indonesia berada di wilayah Provinsi Lampung (38,24%), Jawa Timur (16,77%),
Jawa Tengah (14,56%), dan Jawa Barat (8,56%).Singkong mempunyai peluang dan
sangat potensial untuk didaya gunakan menjadi produk industri bernilai ekonomi
tinggi. Singkong digunakan sebagai sumber pati yang merupakan bahan baku
berbagai industri. Produk turunan singkong yang diperdagangkan di pasar dunia
antara lain adalah gaplek (manioc), tepung singkong (cassava starch), tapioka, dan
beberapa produk kimia seperti alkohol, gula cair (maltosa, glukosa, fruktosa),
sorbitol, siklodekstrin, asam sitrat, serta bahan pembuatan edible coating dan
biodegradable plastics.
Beragam produk berbahan baku singkong telah banyak dihasilkan, baik oleh industri
rakyat dengan peralatan sederhana maupun industri besar yang dilengkapi dengan
mesin-mesin modern. Dalam perkembangan industri singkong di Indonesia, gaplek
dan tapioka dapat disebut sebagai industri singkong generasi pertama (intermediate
goods), yang secara historis telah lama diusahakan dan berkembang, baik berupa
industri rakyat dengan peralatan sederhana maupun industri besar yang dilengkapi
dengan mesin-mesin modern (Mangunwidjaja 2003). Beberapa tahun terakhir ini juga
sudah mulai dikembangkan industri mocaf (Modified Cassava Flour). Mocaf yaitu
tepung singkong termodifikasi yang dapat digunakan untuk menggantikan terigu pada
pembuatan produk pangan berbahan baku terigu (Subagio, 2006). Tepung mocaf
memiliki prospek pengembangan yang bagus untuk dikembangkan di Indonesia,
pertama dilihat dari ketersediaan ubi kayu yang berlimpah sehingga kemungkinan
kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari impor seperti
gandum. Kedua dilihat dari harga tepung mocaf relatif lebih murah dibandingkan
dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga biaya pembuatan produk
dapat lebih rendah. Ketiga adalah pasar lokalnya sangat prospektif karena begitu
banyak industry makanan yang menggunakan bahan baku tepung. Dengan demikian
lahirnya teknologi produksi tepung singkong modifikasi (mocaf) akan bermanfaat
bagi industri pengolahan makanan nasional sebagai diversifikasi pangan berbahan
lokal, selain itu diharapkan membuka peluang bisnis besar yang bisa meningkatkan
ekonomi lokal. Oleh karena itu, untuk memenuhi kecukupan gizi dan ketersediaan
bahan bahan pangan tersebut maka dilakukan pengembangan budaya makan atau
konsumsi makanan pokok berbasis tepung non beras, yang memiliki manfaat yang
positif dari beras sebagai sumber karbohidrat (Asep, 2009).
Pengembangan berbagai industri hilir berbasis singkong bertujuan agar nilai tambah
yang diharapkan dari perusahaan industri dapat diperoleh, yang bermanfaat baik bagi
perusahaan terkait, masyarakat dan pelaku usaha yang bersangkutan. Kinerja
teknologi dan manajemen industri, khususnya pada industri skala kecil dan industri
rumah tangga, pada umumnya masih belum optimal dan kurang terarah. Hal ini
menyebabkan daya saing industrinya masih sangat rendah, sehingga nilai tambah
yang diharapkan dari industri pengolahan tersebut tidak tercapai secara maksimal.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian khusus pada industri hilir berbasis singkong
terutama industri tepung mocaf baik dari aspek teknis maupun teknologi yang
digunakan pada industri tepung mocaf tersebut.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, sebagai berikut:
1. Mengetahui aspek kapasitas produksi tepung mocaf
2. Mengetahui teknologi proses tepung mocaf
3. Merencanakan lokasi pabrik pada industri tepung mocaf
4. Merencanakan tata letak pabrik pada industri tepung mocaf
II. ISI
A. Perencanaan Agroindustri (Aspek Kapasitas Produksi Tepung Mocaf)
Tepung MOCAF memiliki prospek pengembangan yang bagus untuk dikembangkan
di Indonesia. Pertama dilihat dari ketersediaan ubi kayu yang berlimpah sehingga
kemungkinan kelangkaan produk dapat dihindari karena tidak tergantung dari impor
seperti gandum. Kedua yaitu harga harga tepung MOCAF relatif lebih murah
dibanding dengan harga tepung terigu maupun tepung beras, sehingga biaya
pembuatan produk dapat lebih rendah. Harga MOCAF di pasaran Rp.5500,-/kg
sedangkan terigu Rp. 7000,-/kg dan yang ketiga adalah pasar lokalnya sangat
prospektif karena begitu banyak industri makanan yang menggunakan bahan baku
tepung. Dengan demikian lahirnya teknologi produksi tepung singkong modifikasi
(MOCAF) akan bermanfaat bagi industri pengolahan makanan nasional sebagai
diversifikasi pangan berbahan lokal, selain itu diharapkan membuka peluang bisnis
besar yang bisa meningkatkan ekonomi local. Oleh karena itu, untuk memenuhi
kecukupan gizi dan ketersediaan bahan bahan pangan tersebut salah satu caran yang
dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan budaya makan / konsumsi makanan
pokok berbasis tepung non beras, yang memiliki manfaat tak kalah positif dari beras
sebagai sumber karbohidrat (Asep, 2009).
Kapasitas produksi adalah kemampuan maksimal menghasilkan produk. Penentuan
kapasitas produksi berkaitan dengan target produksi yang ingin dicapai. Kapasitas
produksi harus berada di atas tingkat produksi BEP (break even point) yaitu tingkat
produksi dimana tidak untung dan tidak rugi. Hal ini juga terkait dengan kemampuan
modal yang akan diinvestasikan. Pada makalah ini, kapasitas produksi yang kita
rencanakan adalah skala industri kecil. Profil usaha dan pembiayaan usaha tepung
mokaf didasarkan pada informasi yang didapatkan dari survey lapangan pengusaha
tepung mokaf. Usaha pengembangan tepung mokaf ini difokuskan pada
pengembangan mocaf dari hulu sampai hilir, yaitu:
1. Budidaya singkong dengan memilih bibit unggul
2. Produksi enzim mocaf
3. Produksi tepung mocaf dengan sistem cluster
4. Produksi mesin dan peralatan pengolahan mocaf
5. Produksi makanan berbasis mocaf (http://www.bi.go.id)
Walaupun produk tepung mocaf mempunyai kegunaan yang relatif terbatas, tetapi
tetap mempunyai peluang pasar untuk berkembang. Peluang pasar tersebut selaras
dengan pertumbuhan industri hotel dan restoran, serta pertumbuhan penduduk.
Perkembangan produk tepung mokaf impor, sepanjang produk tepung mocaf
domestik mampu bersaing dari segi mutu, kemasan, dan harga. Biasanya produsen
menjual tepung mokaf dengan kemasan karung 25 kg dengan harga Rp. 4.500,- (di
Trenggalek,Jawa Timur). Dengan adanya sedikit modifikasi dan inovasi, tepung
mokaf dapat dijual dengan harga Rp. 4.500,- sampai Rp. 5.500,- per kg. Hal ini
dilakukan karena untuk meningkatkan daya saing tepung mokaf dengan tepung terigu
yang berada diapasaran dengan harga rata-rata Rp. 6.500,- sampai Rp. 7.000,- per kg
nya dengan efisiensi produksi sehingga dapat keunggulan produk, serta meningkatkan
kualitas dari segi kemasan. Dengan berinovasi sedikit, produksi tepung mokaf cukup
menjanjikan keuntungan yang cukup besar dan didistribusikan dengan maksimal.
B. Perencanaan Agroindustri (Aspek Teknologi Proses Tepung Mocaf)
Perencanaan Agroindustri pada aspek Teknologi Proses menjadi salah satu poin
penting dalam membangun suatu industri. Teknologi proses pada suatu industri
diharapkan dapat menghasilkan produk yang berkualitas baik, memaksimalkan
produktivitas alat, mengurangi losses, dan pemakaian energi yang efektif. Teknologi
proses pembuatan tepung mocaf pada industri ini dilakukan secara fermentasi
menggunakan ragi dan melalui beberapa tahap, yaitu sortasi, pengupasan, pencucian,
penyawutan, perendaman, pengepresan, pengeringan, penepungan, pengayakan, dan
pengemasan. Berikut teknologi proses pembuatan tepung mocaf yang akan diterapkan
pada industri mocaf ini.
1. Sortasi. Bahan segar ubikayu dipilih dari umbi yang sudah cukup umur untuk
dipanen, minimal 9 bulan setelah tanam. Ubikayu yang digunakan sebaiknya dalam
bentuk segar (baru dicabut dari tanah) dan tidak luka. Lakukan pemisahan ubikayu
antara yang kuning dan putih.
2. Pengupasan. Ubi kayu dikupas kulit luarnya hingga bersih secara manual
menggunakan pisau. Pada saat pengupasan, telah disediakan bak/baskom berisi air
bersih yang digunakan untuk merendam ubi kupasan. Hal ini bertujuan agar umbi
yang telah dikupas tidak berubah warna (browning) karena adanya kontak dengan
udara sekitar.
3. Pencucian. Air rendaman ubikayu kupas wajib diganti dengan air bersih sambil
ubi dicuci atau dibersihkan, sehingga diperoleh ubi yang bersih dengan tujuan akhir
menghasilkan tepung mocaf yang berkualitas.
4. Penyawutan. Ubi kayu kupas dikecilkan ukurannya dalam bentuk sawut, yang
paling sesuai untuk pembuatan tepung mocaf. Beberapa keuntungan yang diperoleh
dari sawut ini, antara lain kemudahan inokulan memfermentasi ubi kayu, kemudahan
saat pengeringan, dan kemudahan saat penyimpanan. Penyawutan dapat dilakukan
menggunakan alat sawut manual maupun elektrik. Kualitas hasil yang diperoleh dari
dua jenis alat sawut tersebut tidak berbeda nyata. Hasil sawutan yang menggunakan
alat sawut elektrik lebih banyak dan prosesnya lebih cepat.
5. Perendaman. Perendaman digunakan sebagai media fermentasi dengan ragi tape
untuk mendapatkan tepung mocaf. Fermentasi menggunakan air rendaman dengan
volume sebanyak dua kali bahan ubikayu kupas, sehingga sawut dapat terendam
sempurna. Sebelum sawut dimasukkan ke dalam air rendaman, ragi tape 0,5% dari
volume air dimasukkan terlebih dulu hingga larut sempurna. Perendaman dilakukan
selama 12-18 jam.
6. Pengepresan. Pengepresan menggunakan alat press hidrolik. Sawut yang telah
direndam dibungkus menggunakan kain saring, kemudian dipress. Air bekas
rendaman sawut dan air hasil presan disaring, kemudian ditampung dan diproses
lebih lanjut menjadi pati.
7. Pengeringan. Pengeringan dilakukan secara manual menggunakan terik sinar
matahari, selama tiga hari, lima jam tiap hari. Pengeringan dilakukan di atas parapar
(rak penjemuran). Pengeringan juga dapat dilakukan menggunakan mesin oven
dengan suhu 500C selama 10-14 jam. Pengeringan sawut tanpa melalui proses press
memerlukan waktu lebih lama dibanding sawut yang dipress terlebih dahulu. Proses
penjemuran yang tidak baik berpengaruh terhadap hasil penepungan, tepung akan
terlihat lebih kusam, mudah berbau apek, mudah terkena kutu gudang saat
penyimpanan, dan akhirnya tidak mempunyai daya simpan yang lama.
8. Penepungan. Penepungan dilakukan menggunakan alat penggiling berupa
hummer miil atau disk mill. Penepungan dilakukan setelah sawut kering, yang
ditandai oleh bunyi “krek” apabila sawut dipatahkan.
9. Pengayakan. Pengayakan hasil penepungan dilakukan menggunakan ayak manual
ukuran 100 mesh. Ayakan ini bertujuan untuk mendapatkan tepung mocaf dengan
kualitas atau karakteristik yang mendekati tepung terigu.
10. Pengemasan. Tepung mocaf yang dihasilkan dimasukkan ke dalam kantong
plastic poli propilen (PP) tebal 0,8-1,0 mm, kemudian ditutup menggunakan vacuum
sealer. Jenis dan teknik pengemasan yang tepat untuk tepung mocaf akan
memperpanjang daya simpannya.
C. Perencanaan Agroindustri (Aspek Lokasi Pabrik Industri Tepung Mocaf)
Perencanaan agroindustri perlu dilakukan secara matang sebelum melakukan kegiatan
produksi. Perencanaan yang tidak matang bisa menyebabkan kegagalan yang fatal.
Perencanaan yang perlu dianalisis secara cermat untuk persiapan produksi salah
satunya adalah lokasi produksi. Lokasi produksi tepung mocaf akan sangat cocok jika
berdekatan pada daerah dengan tingkat produksi singkong cukup besar, harga yang
relatif murah serta kualitasnya baik. Untuk memproduksi tepung mocaf dalam skala
besar maka sebaiknya memilih lokasi produksi tepung mocaf yang dekat dengan
bahan baku singkong, karena tidak semua daerah memiliki potensi produksi singkong
yang memadai. Di samping itu, singkong juga merupakan produk pangan yang
memiliki harga jual yang fluktuatif dan merupakan tanaman yang produksi panennya
cukup lama yaitu kurang lebih 8-9 bulan dan masing-masing daerah juga memiliki
tingkat harga yang berbeda-beda. Karena singkong merupakan bahan baku yang fital
untuk produk tepung mocaf dan merupakan biaya variable terbesar, maka biaya
bahan baku yang tinggi akan menyebabkan biaya produksi per unit menjadi tinggi.
Lokasi yang dipilih juga harus dapat memungkinkan untuk melakukan sistem
kemitraan dengan para petani singkong (Salim, 2013). Selain itu, lokasi produksi
harus memiliki akses jalan untuk penerimaan material bahan baku atau pengiriman
produk ke pasar. Ketersediaan bahan baku singkong bisa dilakukan dengan membuat
sistem kemitraan dengan masyarakat sekitar dimana lokasi produksi akan didirikan.
Dengan sistem kemitraan tersebut terjalin hubungan yang saling menguntungkan
antara petani dan produsen tepung mocaf. Lokasi produksi juga mempertimbangkan
ketersediaan tenaga kerja. Tersedianya sarana listrik, air, dan diusahakan tidak terlalu
dekat dengan pemukiman. Air merupakan sarana yang penting bagi industri tepung
mocaf, karena air berfungsi penting untuk perendaman pada saat proses fermentasi
dan pencucian bahan baku. Di samping itu, air juga digunakan untuk membersihkan
alat-alat yang digunakan dan untuk sanitasi lokasi pabrik (Salim, 2013).
D. Perencanaan Agroindustri (Aspek Tata Letak Pabrik pada Industri Tepung
Mocaf)
Menurut Wignjosoebroto (2009), tata letak pabrik atau tata letak fasilitas dapat
didefinisikan sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang
kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan berguna untuk luas area
penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya, kelancaran gerakan
perpindahan material, penyimpanan material baik yang bersifat temporer maupun
permanen, personel pekerja dan sebagainya. Tata letak pabrik ada dua hal yang diatur
letaknya yaitu pengaturan mesin dan pengaturan departemen yang ada dari pabrik.
Bilamana kita menggunakan istilah tata letak pabrik seringkali hal ini akan kita
artikan sebagai pengaturan peralatan/fasilitas produksi yang sudah ada ataupun bisa
juga diartikan sebagai perencanaaan tata letak pabrik yang baru sama sekali.
Pada umumnya tata letak pabrik yang terencana dengan baik akan ikut menentukan
efisiensi dan dalam beberapa hal akan juga menjaga kelangsungan hidup ataupun
kesuksesan kerja suatu industri. Peralatan dan suatu desain produk yang bagus akan
tidak ada artinya akibat perencanaan tata letak yang sembarangan saja. Karena
aktivitas produksi suatu industri secara normalnya harus berlangsung lama dengan
tata letak yang tidak selalu berubah-ubah, maka setiap kekeliruan yang dibuat
didalam perencanaan tata letak ini akan menyebabkan kerugian-kerugian yang tidak
kecil. Tujuan utama didalam desain tata letak pabrik pada dasarnya adalah untuk
meminimalkan total biaya yang antara lain menyangkut elemen-elemen biaya seperti
biaya untuk kontruksi dan instalasi baik untuk bangunan mesin, maupun fasilitas
produksi lainnya. Selain itu biaya pemindahan bahan, biaya produksi, perbaikan,
keamanan, biaya penyimpanan produk setengah jadi dan pengaturan tata letak pabrik
yang optimal akan dapat pula memberikan kemudahan di dalam proses supervisi serta