BAB 2 PEMAPARAN1. Imam Bonjol, Tuanku (1722-1864) Pemimpin Utama
Perang Paderi Tuanku Imam Bonjol (TIB) (1722-1864), yang diangkat
sebagai pahlawan nasional berdasarkam SK Presiden RI Nomor
087/TK/Tahun 1973, 6 November 1973, adalah pemimpin utama Perang
Paderi di Sumatera Barat (1803-1837) yang gigih melawan Belanda.
Selama 62 tahun Indonesia merdeka, nama Tuanku Imam Bonjol hadir di
ruang publik bangsa: sebagai nama jalan, nama stadion, nama
universitas, bahkan di lembaran Rp 5.000 keluaran Bank Indonesia 6
November 2001. Namun, baru-baru ini muncul petisi, menggugat gelar
kepahlawanannya. TIB dituduh melanggar HAM karena pasukan Paderi
menginvasi Tanah Batak (1816-1833) yang menewaskan "jutaan" orang
di daerah itu. Kekejaman Paderi disorot dengan diterbitkannya buku
MO Parlindungan, Pongkinangolngolan Sinamabela Gelar Tuanku Rao:
Teror Agama Islam Mazhab Hambali di Tanah Batak, 1816-1833,
kemudian menyusul karya Basyral Hamidy Harahap, Greget Tuanku Rao
(2007). Kedua penulisnya, kebetulan dari Tanah Batak, menceritakan
penderitaan nenek moyangnya dan orang Batak umumnya selama serangan
tentara Paderi 1816-1833 di daerah Mandailing, Bakkara, dan
sekitarnya (Tempo, Oktober 2007). Bukan manusia sempurna Tak dapat
dimungkiri, Perang Paderi meninggalkan kenangan heroik sekaligus
traumatis dalam memori bangsa. Selama sekitar 20 tahun pertama
perang itu (1803-1821) praktis yang berbunuhan adalah sesama orang
Minangkabau dan Mandailing atau Batak umumnya. Campur tangan
Belanda dalam perang itu ditandai dengan penyerangan Simawang dan
Sulit Air oleh pasukan Kapten Goffinet dan Kapten Dienema awal
April 1821 atas perintah Residen James du Puy di Padang. Kompeni
melibatkan diri dalam perang itu karena "diundang" kaum Adat. Pada
21 Februari 1821 mereka resmi menyerahkan wilayah darek (pedalaman
Minangkabau) kepada Kompeni dalam perjanjian yang diteken di
Padang, sebagai
kompensasi kepada Belanda yang bersedia membantu melawan kaum
Paderi. Ikut "mengundang" sisa keluarga Dinasti Pagaruyung di bawah
pimpinan Sultan Muningsyah yang selamat dari pembunuhan oleh
pasukan Paderi yang dipimpin Tuanku Pasaman di Koto Tangah, dekat
Batu Sangkar, pada 1815 (bukan 1803 seperti disebut Parlindungan,
2007:13641). Namun, sejak awal 1833 perang berubah menjadi perang
antara kaum Adat dan kaum Agama melawan Belanda. Memorie Tuanku
Imam Bonjol (MTIB) transliterasinya oleh Sjafnir Aboe Nain (Padang:
PPIM, 2004), sebuah sumber pribumi yang penting tentang Perang
Paderi yang cenderung diabaikan sejarawan selama inimencatat,
bagaimana kedua pihak bahu-membahu melawan Belanda. Pihak-pihak
yang semula bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Di ujung
penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam konflik
justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau sendiri. Dalam MTIB,
terefleksi rasa penyesalan TIB atas tindakan kaum Paderi atas
sesama orang Minang dan Mandailing. TIB sadar, perjuangannya sudah
melenceng dari ajaran agama. "Adapun hukum Kitabullah banyaklah
yang terlampau dek oleh kita. Bagaimana pikiran kita?" (Adapun
banyak hukum Kitabullah yang sudah terlangkahi oleh kita. Bagaimana
pikiran kalian?), tulis TIB dalam MTIB (hal 39). Penyesalan dan
perjuangan heroik TIB bersama pengikutnya melawan Belanda yang
mengepung Bonjol dari segala jurusan selama sekitar enam bulan (16
Maret-17 Agustus 1837)seperti rinci dilaporkan De Salis dalam Het
einde Padri Oorlog: Het beleg en de vermeestering van Bondjol
1834-1837: Een bronnenpublicatie [Akhir Perang Paderi: Pengepungan
dan Perampasan Bonjol 18341837; Sebuah Publikasi Sumber] (2004):
59-183mungkin dapat dijadikan pertimbangan untuk memberi maaf bagi
kesalahan dan kekhilafan yang telah diperbuat TIB. 2. Pangeran
Diponegoro (1785-1855)
Pejuang Berhati BersihDilahirkan dari keluarga Kesultanan
Yogyakarta, memiliki jiwa kepemimpinan dan kepahlawanan. Hatinya
yang bersih dan sebagai seorang pangeran akhirnya menuntunnya
menjadi seorang yang harus tampil di depan guna membela kehormatan
keluarga, kerajaan, rakyat dan bangsanya dari penjajahan Belanda.
Namun, resiko dari kebersihan hatinya, ia ditangkap oleh Belanda
dengan cara licik, rekayasa perundingan. Namun walaupun begitu,
beliau tidak akan pernah menyesal karena beliau wafat dengan hati
yang tenang, tidak berhutang pada bangsanya, rakyatnya,
keluarganya, terutama pada dirinya sendiri. Kejujuran,
kesederhanaan, kerendahan hati, kebersihan hati, kepemimpinan,
kepahlawanan, itulah barangkali sedikit sifat yang tertangkap bila
menelusuri perjalanan perjuangan Pahlawan kita yang lahir di
Yogyakarta tanggal 11 November 1785, ini. Pangeran Diponegoro yang
bernama asli Raden Mas Ontowiryo, ini menunjukkan kesederhanaan
atau kerendahan hatinya itu ketika menolak keinginan ayahnya,
Sultan Hamengku Buwono III untuk mengangkatnya menjadi raja. Beliau
menolak mengingat bunda yang melahirkannya bukanlah permaisuri.
Ketika melihat perlakuan Belanda di Yogyakarta sekitar tahun 1920.
Hatinya semakin tidak bisa menerima ketika melihat campur tangan
Belanda yang semakin besar dalam persoalan kerajaan Yogyakarta.
Berbagai peraturan tata tertib yang dibuat oleh Pemerintah Belanda
menurutnya sangat merendahkan martabat rajaraja Jawa. Sikap ini
juga sangat jelas memperlihatkan sifat kepemimpinan dan
kepahlawanan beliau. Sebagaimana diketahui bahwa Belanda pada
setiap kesempatan selalu menggunakan politik memecah-belah-nya. Di
Yogyakarta sendiri pun, Pangeran Diponegoro melihat, bahwa para
bangsawan di sana sering di adu domba Belanda. Ketika kedua
bangsawan yang diadu-domba saling mencurigai, tanah-tanah kerajaan
pun semakin banyak diambil oleh Belanda untuk perkebunan
pengusaha-pengusaha dari negeri kincir angin itu. Melihat keadaan
demikian, Pangeran Diponegoro menunjukkan sikap tidak senang dan
memutuskan meninggalkan keraton untuk seterusnya menetap di
Tegalrejo. Melihat sikapnya yang demikian, Belanda malah menuduhnya
menyiapkan pemberontakan. Sehingga pada tanggal 20 Juni 1825,
Belanda melakukan penyerangan ke Tegalrejo. Dengan demikian Perang
Diponegoro pun telah dimulai. Dalam perang di Tegalrejo ini,
Pangeran dan pasukannya terpaksa mundur, dan selajutnya mulai
membangun pertahanan baru di Selarong. Perang dilakukan secara
bergerilya dimana pasukan sering berpindah-pindah untuk menjaga
agar pasukannya sulit dihancurkan pihak Belanda. Taktik perang
gerilya ini pada tahun-tahun pertama membuat pasukannya unggul dan
banyak menyulitkan pihak Belanda. Namun, setelah Belanda mengganti
siasat dengan membangun benteng-benteng di daerah yang sudah
dikuasai, akhirnya pergerakan pasukan Diponegoro pun tidak bisa
lagi sebebas sebelumnya. Disamping itu, pihak Belanda pun selalu
membujuk tokoh-tokoh yang mengadakan perlawanan agar menghentikan
perang. Akhirnya, terhitung sejak tahun 1829 perlawanan dari rakyat
pun semakin berkurang.
Belanda yang sesekali masih mendapatkan perlawanan dari pasukan
Diponegoro, dengan berbagai cara terus berupaya untuk menangkap
pangeran. Bahkan sayembara pun dipergunaan. Hadiah 50.000 Gulden
diberikan kepada siapa saja yang bisa menangkap Diponegoro.
Diponegoro sendiri tidak pernah mau menyerah sekalipun kekuatannya
semakin melemah. Karena berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda
tidak pernah berhasil, maka permainan licik dan kotor pun
dilakukan. Diponegoro diundang ke Magelang untuk berunding, dengan
jaminan kalau tidak ada pun kesepakatan, Diponegoro boleh kembali
ke tempatnya dengan aman. Diponegoro yang jujur dan berhati bersih,
percaya atas niat baik yang diusulkan Belanda tersebut. Apa lacur,
undangan perundingan tersebut rupanya sudah menjadi rencana busuk
untuk menangkap pangeran ini. Dalam perundingan di Magelang tanggal
28 Maret 1830, beliau ditangkap dan dibuang ke Menado yang
dikemudian hari dipindahkan lagi ke Ujungpandang. Setelah kurang
lebih 25 tahun ditahan di Benteng Rotterdam, Ujungpandang, akhirnya
pada tanggal 8 Januari 1855 beliau meninggal. Jenazahnya pun
dimakamkan di sana. Beliau wafat sebagai pahlawan bangsa yang tidak
pernah mau menyerah pada kejaliman manusia. 3. Cut Nyak Dien
(1850-1908)
Perempuan Aceh Berhati BajaNangroe Aceh Darussalam merupakan
daerah yang banyak melahirkan pahlawan perempuan yang gigih tidak
kenal kompromi melawan kaum imperialis. Cut Nyak Dien merupakan
salah satu dari perempuan berhati baja yang di usianya yang lanjut
masih mencabut rencong dan berusaha melawan pasukan Belanda sebelum
ia akhirnya ditangkap. Pahlawan Kemerdekaan Nasional kelahiran
Lampadang, Aceh, tahun 1850, ini sampai akhir hayatnya teguh
memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Wanita yang dua kali menikah
ini, juga bersuamikan pria-pria pejuang. Teuku Ibrahim Lamnga,
suami pertamanya dan Teuku Umar suami keduanya adalah
pejuang-pejuang kemerdekaan bahkan juga Pahlawan Kemerdekaan
Nasional. Ketika Lampadang, tanah kelahirannya, diduduki Belanda
pada bulan Desember 1875, Cut Nyak Dien terpaksa mengungsi dan
berpisah dengan ayah serta suaminya yang masih melanjutkan
perjuangan. Perpisahan dengan sang suami, Teuku Ibrahim Lamnga,
yang dianggap sementara itu ternyata menjadi perpisahan untuk
selamanya. Cut Nyak Dien yang
menikah ketika masih berusia muda, begitu cepat sudah ditinggal
mati sang suami yang gugur dalam pertempuran dengan pasukan Belanda
di Gle Tarum bulan Juni 1878.Begitu menyakitkan perasaaan Cut Nyak
Dien akan kematian suaminya yang semuanya bersumber dari kerakusan
dan kekejaman kolonial Belanda. Hati ibu muda yang masih berusia 28
tahun itu bersumpah akan menuntut balas kematian suaminya sekaligus
bersumpah hanya akan menikah dengan pria yang bersedia membantu
usahanya menuntut balas tersebut. Hari-hari sepeninggal suaminya,
dengan dibantu para pasukannya, dia terus melakukan perlawanan
terhadap pasukan Belanda. Dua tahun setelah kematian suami
pertamanya atau tepatnya pada tahun 1880, Cut Nyak Dien menikah
lagi dengan Teuku Umar, kemenakan ayahnya. Sumpahnya yang hanya
akan menikah dengan pria yang bersedia membantu menuntut balas
kematian suami pertamanya benar-benar ditepati. Teuku Umar adalah
seorang pejuang kemerdekaan yang terkenal banyak mendatangkan
kerugian bagi pihak Belanda. Teuku Umar telah dinobatkan oleh
negara sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Sekilas mengenai
Teuku Umar. Teuku Umar terkenal sebagai seorang pejuang yang banyak
taktik. Pada tahun 1893, pernah berpura-pura melakukan kerja sama
dengan Belanda hanya untuk memperoleh senjata dan perlengkapan
perang. Setelah tiga tahun berpura-pura bekerja sama, Teuku Umar
malah berbalik memerangi Belanda. Tapi dalam satu pertempuran di
Meulaboh pada tanggal 11 Pebruari 1899, Teuku Umar gugur. Cut Nyak
Dien kembali sendiri lagi. Tapi walaupun tanpa dukungan dari
seorang suami, perjuangannya tidak pernah surut, dia terus
melanjutkan perjuangan di daerah pedalaman Meulaboh. Dia seorang
pejuang yang pantang menyerah atau tunduk pada penjajah. Tidak
mengenal kata kompromi bahkan walau dengan istilah berdamai
sekalipun. Perlawanannya yang dilakukan secara bergerilya itu
dirasakan Belanda sangat mengganggu bahkan membahayakan pendudukan
mereka di tanah Aceh, sehingga pasukan Belanda selalu berusaha
menangkapnya tapi sekalipun tidak pernah berhasil.Tapi seiring
dengan bertambahnya usia, Cut Nyak Dien pun semakin tua.
Penglihatannya mulai rabun dan berbagai penyakit orang tua seperti
encok pun mulai menyerang. Di samping itu jumlah pasukannya pun
semakin berkurang, ditambah lagi situasi yang semakin sulit
memperoleh makanan.
Melihat keadaan yang demikian, anak buah Cut Nyak Dien merasa
kasihan kepadanya walaupun sebenarnya semangatnya masih tetap
menggelora. Atas dasar kasihan itu, seorang panglima perang dan
kepercayaannya yang bernama Pang Laot, tanpa sepengetahuannya
berinisiatif menghubungi pihak Belanda, dengan maksud agar Cut Nyak
Dien bisa menjalani hari tua dengan sedikit tenteram walaupun dalam
pengawasan Belanda. Dan pasukan Belanda pun menangkapnya.Tapi
walaupun di dalam tawanan, dia masih terus melakukan kontak atau
hubungan dengan para pejuang yang belum tunduk. Tindakannya itu
kembali membuat pihak Belanda berang sehingga dia pun akhirnya
dibuang ke Sumedang, Jawa Barat. Di tempat pembuangan itulah
akhirnya dia meninggal dunia pada tanggal 6 Nopember 1908, dan
dimakamkan di sana. Perjuangan dan pengorbanan yang tidak mengenal
lelah didorong karena kecintaan pada bangsanya menjadi contoh dan
teladan bagi generasi berikutnya. Atas perjuangan dan
pengorbanannya yang begitu besar kepada negara, Cut Nyak Dien
dinobatkan menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Penobatan
tersebut dikuatkan dengan SK Presiden RI No.106 Tahun 1964, tanggal
2 Mei 1964. 4. KH Ahmad Dahlan (1868-1923)
Pendiri Muhammadiyah
Ahmad Dahlan (bernama kecil Muhammad Darwisy), adalah pelopor
dan bapak pembaharuan Islam. Kyai Haji kelahiran Yogyakarta, 1
Agustus 1868, inilah yang mendirikan organisasi Muhammadiyah pada
18 November 1912. Pahlawan Nasional Indonesia ini wafat pada usia
54 tahun di Yogyakarta, 23 Februari 1923.
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk
melaksanakan citacita pembaharuan Islam di nusantara. Ia ingin
mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal
menurut tuntunan agama Islam. Ia ingin mengajak ummat Islam
Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan
al-Hadits. Ia mendirikan Muhammadiyah bukan sebagai organisasi
politik tetapi sebagai organisasi sosial kemasyarakatan dan
keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Pada saat Ahmad Dahlan melontarkan gagasan pendirian
Muhammadiyah, ia mendapat tantangan bahkan fitnahan, tuduhan dan
hasutan baik dari keluarga dekat maupun dari masyarakat sekitarnya.
Ia dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam.
Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa
Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula
orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut
dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan
cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa
mengatasi semua rintangan tersebut.
Atas jasa-jasa KH Ahmad Dahlan dalam membangkitkan kesadaran
bangsa ini melalui pembaharuan Islam dan pendidikan, maka
Pemerintah Republik Indonesia menetapkannya sebagai Pahlawan
Nasional dengan surat Keputusan Presiden no. 657 tahun 1961.
Penetapannya sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada empat pokok
penting yakni: Pertama, KH Ahmad Dahlan telah mempelopori
kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa
terjajah yang masih harus belajar dan berbuat.
Mendirikan Muhammadiyah
Semangat, jiwa dan pemikiran pembaharu dalam dunia Islam, yang
diperolehnya dari Muhammad Abduh, al-Afghani, Rasyid Ridha, ibn
Taimiyah dan lain-lain selama belajar Makkah (1883-1888 dan
1902-1904), kemudian diwujudkannya dengan menampilkan corak
keagamaan yang sama melalui Muhammadiyah. Bertujuan untuk
memperbaharui pemahaman keagamaan (ke-Islaman) di sebagian besar
dunia Islam saat itu yang masih bersifat ortodoks (kolot).
Pada tahun 1912, tepatnya tanggal 18 Nopember 1912, Ahmad Dahlan
pun
mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita
pembaharuan Islam. Ia punya visi untu melakukan suatu pembaharuan
dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. Ia
ingin mengajak ummat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut
tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits.
Berbagai tantangan ia hadapi sehubungan dengan gagasan pendirian
Muhammadiyah itu. Bahkan ia dituduh hendak mendirikan agama baru
yang menyalahi agama Islam. Kiai palsu. Sampai ada pula orang yang
hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya
dengan sabar. Dahlan teguh pada pendiriannya. Pada tanggal 20
Desember 1912, ia mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia
Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru
dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No.
81 tanggal 22 Agustus 1914. Tampaknya, Pemerintah Hindia Belanda
ada kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Sehingga izin
itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya
boleh bergerak di daerah Yogyakarta
Namun, walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain
seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah
berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan
dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya,
maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang
Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul
Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut
dengan nama Ahmadiyah.
Gagasan pembaharuan Islam, Muhammadiyah disebarluaskan oleh
Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, di samping
juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini
ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di
berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain
berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap
Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di
seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan
mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk
mendirikan cabang-
cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini
dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September
1921.
Dalam bulan Oktober 1922, Ahmad Dahlan memimpin delegasi
Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini
diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru
untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut,
Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang
berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Syurkati) terlibat
perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan
Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan
(tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di
luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. 5. Cut Nyak Meutia
(1870-1910)
Berani Menerjang PeluruPameo yang mengatakan wanita sebagai
insan lemah dan harus selalu dilindungi tidak selamanya benar. Itu
dibuktikan oleh Cut Nyak Meutia, wanita asal Nangroe Aceh
Darussalam, yang terus berjuang melawan Belanda hingga tewas
diterjang tiga peluru di tubuhnya. Wanita kelahiran Perlak, Aceh,
tahun 1870, ini adalah seorang Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang
hingga titik darah penghabisan tetap memegang prinsip tak akan mau
tunduk kepada kolonial.Sebelum Cut Nyak Meutia lahir, pasukan
Belanda sudah menduduki daerah Aceh yang digelari serambi Mekkah
tersebut. Perlakuan Belanda yang semena-mena dengan berbagai
pemaksaan dan penyiksaan akhirnya menimbulkan perlawanan dari
rakyat. Tiga tahun sebelum perang Aceh-Belanda meletus, ketika
itulah Cut Nyak Meutia dilahirkan. Suasana perang pada saat
kelahiran dan perkembangannya itu, di kemudian hari sangat
memengaruhi perjalanan hidupnya. Perang terhadap pendudukan Belanda
terus berkobar seakan tidak pernah berhenti. Cut Nyak Meutia
bersama suaminya Teuku Cik Tunon langsung memimpin perang di daerah
Pasai. Perang yang berlangsung sekitar tahun 1900-an itu telah
banyak memakan korban baik dari pihak pejuang kemerdekaan maupun
dari pihak Belanda.Pasukan Belanda yang
mempunyai persenjataan lebih lengkap memaksa pasukan pejuang
kemerdekaan yang dipimpin pasangan suami istri itu melakukan taktik
perang gerilya. Berkali-kali pasukan mereka berhasil mencegat
patroli pasukan Belanda. Di lain waktu, mereka juga pernah
menyerang langsung ke markas pasukan Belanda di Idie. Sudah banyak
kerugian pemerintahan Belanda baik berupa pasukan yang tewas maupun
materi diakibatkan perlawanan pasukan Cut Nyak Meutia. Karenanya,
melalui pihak keluarga Meutia sendiri, Belanda selalu berusaha
membujuknya agar menyerahkan diri. Namun Cut Nyak Meutia tidak
pernah tunduk terhadap bujukan yang terkesan memaksa
tersebut.Bersama suaminya, tanpa kenal takut dia terus melakukan
perlawanan. Namun naas bagi Teuku Cik Tunong, suaminya. Suatu hari
di bulan Mei tahun 1905, Teuku Cik Tunong berhasil ditangkap
pasukan Belanda. Ia kemudian dijatuhi hukuman tembak. Berselang
beberapa lama setelah kematian suaminya, Cut Nyak Meutia menikah
lagi dengan Pang Nangru, pria yang ditunjuk dan dipesan suami
pertamanya sebelum menjalani hukuman tembak. Pang Nangru adalah
teman akrab dan kepercayaan suami pertamanya, Teuku Cik Tunong.
Bersama suami keduanya itu, Cut Nyak Meutia terus melanjutkan
perjuangan melawan pendudukan Belanda.Di lain pihak, pengepungan
pasukan Belanda pun semakin hari semakin mengetat yang
mengakibatkan basis pertahanan mereka semakin menyempit. Pasukan
Cut Meutia semakin tertekan mundur, masuk lebih jauh ke pedalaman
rimba Pasai. Di samping itu, mereka pun terpaksa berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain untuk menyiasati pencari jejak
pasukan Belanda. Namun pada satu pertempuran di Paya Cicem pada
bulan September tahun 1910, Pang Nangru juga tewas di tangan
pasukan Belanda. Sementara Cut Nyak Meutia sendiri masih dapat
meloloskan diri. Kematian Pang Nangru membuat beberapa orang teman
Pang Nangru akhirnya menyerahkan diri. Sedangkan Meutia walaupun
dibujuk untuk menyerah namun tetap tidak bersedia. Di pedalaman
rimba Pasai, dia hidup berpindah-pindah bersama anaknya, Raja
Sabil, yang masih berumur sebelas tahun untuk menghindari
pengejaran pasukan Belanda. Tapi pengejaran pasukan Belanda yang
sangat intensif membuatnya tidak bisa menghindar lagi. Rahasia
tempat persembunyiannya terbongkar. Dalam suatu pengepungan yang
rapi dan ketat pada tanggal 24 Oktober 1910, dia berhasil
ditemukan. Walaupun pasukan Belanda bersenjata api lengkap tapi itu
tidak membuat hatinya kecut. Dengan sebilah rencong di tangan, dia
tetap melakukan perlawanan. Namun tiga orang tentara Belanda yang
dekat
dengannya melepaskan tembakan. Dia pun gugur setelah sebuah
peluru mengenai kepala dan dua buah lainnya mengenai dadanya. Cut
Nyak Meutia gugur sebagai pejuang pembela bangsa. Atas jasa dan
pengorbanannya, oleh negara namanya dinobatkan sebagai Pahlawan
Kemerdekaan Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI No.107
Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964. 6. Raden Ajeng Kartini
(1879-1904)
Pejuang Kemajuan WanitaDoor Duistermis tox Licht, Habis Gelap
Terbitlah Terang, itulah judul buku dari kumpulan surat-surat Raden
Ajeng Kartini yang terkenal. Surat-surat yang dituliskan kepada
sahabat-sahabatnya di negeri Belanda itu kemudian menjadi bukti
betapa besarnya keinginan dari seorang Kartini untuk melepaskan
kaumnya dari diskriminasi yang sudah membudaya pada zamannya. Buku
itu menjadi pedorong semangat para wanita Indonesia dalam
memperjuangkan hak-haknya. Perjuangan Kartini tidaklah hanya
tertulis di atas kertas tapi dibuktikan dengan mendirikan sekolah
gratis untuk anak gadis di Jepara dan Rembang. Upaya dari puteri
seorang Bupati Jepara ini telah membuka penglihatan kaumnya di
berbagai daerah lainnya. Sejak itu sekolah-sekolah wanita lahir dan
bertumbuh di berbagai pelosok negeri. Wanita Indonesia pun telah
lahir menjadi manusia seutuhnya. Di era Kartini, akhir abad 19
sampai awal abad 20, wanita-wanita negeri ini belum memperoleh
kebebasan dalam berbagai hal. Mereka belum diijinkan untuk
memperoleh pendidikan yang tinggi seperti pria bahkan belum
diijinkan menentukan jodoh/suami sendiri, dan lain sebagainya.
Kartini yang merasa tidak bebas menentukan pilihan bahkan merasa
tidak mempunyai pilihan sama sekali karena dilahirkan sebagai
seorang wanita, juga selalu diperlakukan beda dengan saudara maupun
teman-temannya yang pria, serta perasaan iri dengan kebebasan
wanitawanita Belanda, akhirnya menumbuhkan keinginan dan tekad di
hatinya untuk mengubah kebiasan kurang baik itu. Pada saat itu,
Raden Ajeng Kartini yang lahir di Jepara, Jawa Tengah pada tanggal
21 April 1879, ini sebenarnya sangat menginginkan bisa memperoleh
pendidikan yang lebih tinggi, namun sebagaimana kebiasaan saat itu
dia pun tidak diizinkan oleh orang tuanya. Dia hanya sempat
memperoleh pendidikan sampai E.L.S. (Europese Lagere School) atau
tingkat
sekolah dasar. Setamat E.L.S, Kartini pun dipingit sebagaimana
kebiasaan atau adat-istiadat yang berlaku di tempat kelahirannya
dimana setelah seorang wanita menamatkan sekolah di tingkat sekolah
dasar, gadis tersebut harus menjalani masa pingitan sampai tiba
saatnya untuk menikah. Merasakan hambatan demikian, Kartini remaja
yang banyak bergaul dengan orangorang terpelajar serta gemar
membaca buku khususnya buku-buku mengenai kemajuan wanita seperti
karya-karya Multatuli "Max Havelaar" dan karya tokoh-tokoh pejuang
wanita di Eropa, mulai menyadari betapa tertinggalnya wanita
sebangsanya bila dibandingkan dengan wanita bangsa lain terutama
wanita Eropa. Sejak saat itu, dia pun berkeinginan dan bertekad
untuk memajukan wanita bangsanya, Indonesia. Dan langkah untuk
memajukan itu menurutnya bisa dicapai melalui pendidikan. Untuk
merealisasikan cita-citanya itu, dia mengawalinya dengan mendirikan
sekolah untuk anak gadis di daerah kelahirannya, Jepara. Di sekolah
tersebut diajarkan pelajaran menjahit, menyulam, memasak, dan
sebagainya. Semuanya itu diberikannya tanpa memungut bayaran alias
cuma-cuma. Bahkan demi cita-cita mulianya itu, dia sendiri
berencana mengikuti Sekolah Guru di Negeri Belanda dengan maksud
agar dirinya bisa menjadi seorang pendidik yang lebih baik.
Beasiswa dari Pemerintah Belanda pun telah berhasil diperolehnya,
namun keinginan tersebut kembali tidak tercapai karena larangan
orangtuanya. Guna mencegah kepergiannya tersebut, orangtuanya pun
memaksanya menikah pada saat itu dengan Raden Adipati
Joyodiningrat, seorang Bupati di Rembang. Berbagai rintangan tidak
menyurutkan semangatnya, bahkan pernikahan sekalipun. Setelah
menikah, dia masih mendirikan sekolah di Rembang di samping sekolah
di Jepara yang sudah didirikannya sebelum menikah. Apa yang
dilakukannya dengan sekolah itu kemudian diikuti oleh wanita-wanita
lainnya dengan mendirikan Sekolah Kartini di tempat masing-masing
seperti di Semarang, Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, dan
Cirebon. Sepanjang hidupnya, Kartini sangat senang berteman. Dia
mempunyai banyak teman baik di dalam negeri maupun di Eropa
khususnya dari negeri Belanda, bangsa yang sedang menjajah
Indonesia saat itu. Kepada para sahabatnya, dia sering mencurahkan
isi hatinya tentang keinginannya memajukan wanita negerinya.
Setelah meninggalnya Kartini, surat-surat tersebut kemudian
dikumpulkan dan diterbitkan menjadi sebuah buku yang dalam bahasa
Belanda berjudul Door Duisternis tot Licht (Habis Gelap Terbitlah
Terang). Apa yang terdapat dalam buku itu sangat berpengaruh
besar dalam mendorong kemajuan wanita Indonesia karena isi
tulisan tersebut telah menjadi sumber motivasi perjuangan bagi kaum
wanita Indonesia di kemudian hari. Apa yang sudah dilakukan RA
Kartini sangatlah besar pengaruhnya kepada kebangkitan bangsa ini.
Mungkin akan lebih besar dan lebih banyak lagi yang akan
dilakukannya seandainya Allah memberikan usia yang panjang
kepadanya. Namun Allah menghendaki lain, ia meninggal dunia di usia
muda, usia 25 tahun, yakni pada tanggal 17 September 1904, ketika
melahirkan putra pertamanya. Mengingat besarnya jasa Kartini pada
bangsa ini maka atas nama negara, pemerintahan Presiden Soekarno,
Presiden Pertama Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Presiden
Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964 yang
menetapkan Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus
menetapkan hari lahir Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati
setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari
Kartini. Raden Ajeng Kartini sendiri adalah pahlawan yang mengambil
tempat tersendiri di hati kita dengan segala cita-cita, tekad, dan
perbuatannya. Ide-ide besarnya telah mampu menggerakkan dan
mengilhami perjuangan kaumnya dari kebodohan yang tidak disadari
pada masa lalu. Dengan keberanian dan pengorbanan yang tulus, dia
mampu menggugah kaumnya dari belenggu diskriminasi.
7. Abdul Muis (18831959)
Melawan Belanda dengan PenaPerlawanan terhadap penjajahan
Belanda dilakukannya tanpa putus-putus dengan berbagai cara. Dengan
pena-nya yang tajam, partai politik, komite perlawanan orang
pribumi, bahkan memimpin mogok kerja. Sebagai seorang wartawan,
tulisan Abdul Muis merupakan tulisan perlawanan terhadap Belanda.
Begitu juga sebagai Pengurus Besar Sarekat Islam, ia selalu
menanamkan semangat perlawanan kepada anggotanya. Ia juga
mendirikan Komite Bumiputera bersama tokoh-tokoh pergerakan
nasional lainnya sebagai perlawanan terhadap rencana Pemerintah
Belanda yang akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke seratus di
Indonesia.
Tokoh yang menjadi utusan ke Negeri Belanda sebagai anggota
Komite Indie Weerbaar sehubungan dengan terjadinya Perang Dunia
pertama ini, juga merupakan tokoh di belakang cikal bakal
berdirinya Institut Teknologi Bandung (ITB). Pejuang yang juga
terkenal sebagai sastrawan ini, hingga Indonesia merdeka tetap
melakukan perjuangan mempertahankan kemerdekaan dengan mendirikan
Persatuan Perjuangan Priangan. Sebelum terjun menekuni dunia
kewartawanan, pria yang lahir di Sungai Puar, Bukit Tinggi, 3 Juli
1883, ini sempat menjadi pegawai negeri. Pekerjaan itu ia geluti
beberapa waktu saja setelah memutuskan untuk tidak meneruskan
sekolahnya di STOVIA (Sekolah dokter). Namanya mulai dikenal oleh
masyarakat ketika karangannya yang banyak dimuat di harian de
Express selalu mengecam tulisan orang-orang Belanda yang sangat
menghina bangsa Indonesia. Untuk mengefektifkan perjuangannya, ia
selanjutnya terjun berpolitik praktis dengan menjadi anggota
Sarekat Islam. Di organisasi tersebut ia diangkat menjadi salah
seorang anggota Pengurus Besar. Kepada anggota sarekat, ia selalu
menanamkan semangat perjuangan melawan penjajahan Belanda. Bahkan
ketika Kongres Sarekat Islam diadakan pada tahun 1916, ia
menganjurkan agar Sarekat Islam (SI) bersiap-siap menempuh cara
kekerasan menghadapi Belanda jika cara lunak tidak berhasil.
Perlawanan tidak hanya ditujukannya kepada Pemerintahan kolonial
Belanda, tapi terhadap ajaran-ajaran yang tidak disetujuinya.
Seperti selama kesertaannya di Sarekat Islam, ia selalu berjuang
agar diadakan disiplin partai, yang intinya untuk mengeluarkan
anggotaanggota yang sudah dipengaruhi oleh paham komunis. Pada
tahun 1913, ia bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya
seperti Ki Hajar Dewantara, mendirikan Komite Bumiputera. Komite
ini dibentuk awalnya adalah untuk menentang rencana Pemerintah
Belanda mengadakan perayaan peringatan seratus tahun bebasnya
negeri Belanda dari penjajahan Perancis. Rencana Pemerintah Belanda
tersebut memang sesuatu yang ironis. Di negeri yang sedang di
jajahnya, mereka hendak merayakan hari kemerdekaannya secara
besar-besaran. Itulah yang ditentang oleh para tokoh pergerakan
nasional tersebut. Namun oleh karena perlawanan itu, ia akhirnya
ditangkap oleh Pemerintah Belanda.
Ketika Perang Dunia I terjadi, bangsa ini pun siap sedia
mengatasi kemungkinankemungkinan terburuk yang akan terjadi. Untuk
itu, pada tahun 1917, Abdul Muis diutus ke Negeri Belanda sebagai
anggota Komite Indie Weerbaar guna membicarakan masalah pertahanan
bagi bangsa Indonesia. Selain itu, ia juga berusaha mempengaruhi
tokoh-tokoh bangsa Belanda agar mendirikan sekolah teknik di
Indonesia. Usahanya tersebut beberapa tahun kemudian membuahkan
hasil. Oleh Belanda didirikanlah Technische Hooge School di Bandung
yang dikemudian hari berganti nama menjadi Institut Teknologi
Bandung (ITB) sekarang. Abdul Muis terkenal sebagai orang yang
selalu membela kepentingan rakyat kecil. Ia sering berkunjung ke
daerah-daerah untuk membela rakyat kecil tersebut sambil
membangkitkan semangat para pemuda agar semakin giat berjuang untuk
kemerdekaan bangsa dan tanah air Indonesia. Melawan Belanda
sepertinya ia tidak kehabisan ide, berbagai cara perlawanan pernah
dilakukannya termasuk mengajak kaum buruh untuk melakukan mogok.
Seperti yang dilakukannya pada tahun 1922, ia memimpin pemogokan
kaum buruh di daerah Yogyakarta. Karena tindakannya itu, ia kembali
ditangkap oleh Pemerintah Belanda dan mengasingkannya ke Garut,
Jawa Barat. Sang Pahlawan Pergerakan Nasional dan Sastrawan yang
hingga kemerdekaan ini tetap tinggal di Jawa Barat berprinsip bahwa
perjuangan tidak pernah berhenti. Setelah kemerdekaan ia mendirikan
Persatuan Perjuangan Priangan, suatu persatuan perjuangan
mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 17 Juni 1959, pahlawan ini
meninggal di Bandung dan dimakamkan di sana juga. 8. Cipto
Mangunkusumo (1886-1943)
Dokter Pendiri Indische PartijDokter Cipto Mangunkusumo adalah
seorang dokter profesional yang lebih dikenal sebagai tokoh pejuang
kemerdekaan nasional. Dia merupakan salah seorang pendiri Indische
Partij, organisasi partai partai pertama yang berjuang untuk
mencapai Indonesia merdeka dan turut aktif di Komite Bumiputera. Di
samping itu, selain aktif di Komite Bumiputera, ia juga banyak
melakukan perjuangan melalui tulisan-tulisan yang nadanya selalu
mengkritik
pemerintahan Belanda di Indonesia. Beberapa perkumpulan yang
ditujukan untuk membangkitkan nasionalisme rakyat juga pernah
didirikan dan dibinanya. Kegiatannya yang selalu berseberangan
dengan Belanda tersebut membuat dirinya sering dibuang dan ditahan
ke berbagai pelosok negeri bahkan ke negeri Belanda sendiri. Awal
perjuangan Cipto Mangunkusumo, pria kelahiran Pecangakan, Ambarawa
tahun 1886, ini dimulai sejak dia kerap menulis karangan-karangan
yang menceritakan tentang berbagai penderitaan rakyat akibat
penjajahan Belanda. Karangan-karangan yang dimuat harian De Express
itu oleh pemerintahan Belanda dianggap sebagai usaha untuk
menanamkan rasa kebencian pembaca terhadap Belanda. Tidak bekerja
sebagai dokter pemerintah yang diupah oleh pemerintahan Belanda,
membuat dr. Cipto semakin intens melakukan perjuangan. Pada tahun
1912, dia bersama Douwes Dekker dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar
Dewantara) mendirikan Indische Partij, sebuah partai politik yang
merupakan partai pertama yang berjuang untuk mencapai Indonesia
merdeka.Ketika peringatan seratus tahun bebasnya negeri Belanda
dari penjajahan Perancis, pemeritah kolonial Belanda di Indonesia
berencana merayakannya secara besarbesaran (di Indonesia). Para
pejuang kemerdekaan merasa tersinggung dengan rencana tersebut.
Belanda dianggap tidaklah pantas merayakan kemerdekaannya secara
menyolok di negara jajahan seperti Indonesia saat itu. Dokter Cipto
Mangunkusumo bersama para pejuang lainnya membentuk Komite
Bumiputera khusus memprotes maksud pemerintah Belanda tersebut.
Namun akibat kegiatannya di Komite Bumiputera tersebut, pada tahun
1913, dia dibuang ke negeri Belanda. Tapi belum sampai setahun, dia
sudah dikembalikan lagi ke Indonesia karena serangan penyakit asma
yang dideritanya. Sekembalinya dari negeri Belanda, dr. Cipto
melakukan perjuangan melalui Volksraad. Di sana dia terus melakukan
kritik terhadap pemerintah Belanda dan sebaliknya selalu membela
kepentingan rakyat. Karena kegiatannya di Volksraad tersebut, dia
kembali mendapat hukuman dari pemerintah Belanda. Ia dipaksa oleh
Belanda meninggalkan Solo, kota dimana dia tinggal waktu itu.
Padahal saat itu, ia sedang membuka praktik dokter dan sedang giat
mengembangkan "Kartini Club" di kota itu.Dari Solo ia selanjutnya
tinggal di Bandung sebagai tahanan kota. Walaupun berstatus tahanan
kota, yang berarti bahwa dirinya tidak diperbolehkan keluar dari
kota Bandung tanpa persetujuan dari pemerintah Belanda, namun
perjuangannya tidak menjadi surut.
Dengan berbagai cara dirinya selalu menemukan bentuk kegiatan
untuk melanjutkan pergerakan seperti menjadikan rumahnya menjadi
tempat berkumpul, berdiskusi dan berdebat para tokoh pergerakan
nasional di antaranya seperti Ir. Soekarno (Proklamator/Presiden
pertama RI). Kegiatan-kegiatannya selama di Bandung terutama usaha
mengumpulkan para tokoh pergerakan nasional di rumahnya akhirnya
terbongkar. Dia kembali mendapat sanksi dari pemerintah Belanda.
Pada tahun 1927, dari Bandung dia dibuang ke Banda Neira. Di Banda
Neira, dr. Cipto mendekam/terbuang sebagai tahanan selama tiga
belas tahun. Dari Banda Naire dia dipindahkan ke Ujungpandang. Dan
tidak lama kemudian dipindahkan lagi ke Sukabumi, Jawa Barat. Namun
karena penyakit asmanya semakin parah, sementara udara Sukabumi
tidak cocok untuk penderita penyakit tersebut, dia dipindahkan lagi
ke Jakarta. Jakarta merupakan kota terakhirnya hingga akhir
hidupnya. Dr. Cipto Mangunkusumo meninggal di Jakarta, 8 Maret
1943, dan dimakamkan di Watu Ceper, Ambarawa. Sebagai seorang
dokter, dr. Cipto pernah memperoleh prestasi gemilang ketika
berhasil membasmi wabah pes yang berjangkit di daerah Malang. Pes
merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil yang
ditularkan oleh tikus. Karena sifatnya yang menular tersebut maka
banyak dokter Belanda yang tidak bersedia ditugaskan untuk membasmi
wabah tersebut.Kegemilangannya membasmi wabah tersebut membuat
namanya kesohor. Bahkan pemerintah Belanda yang sebelumnya telah
memecatnya dari pekerjaannya sebagai dokter pemerintah malah
menganugerahkan penghargaan Bintang Orde van Oranye Nassau
kepadanya. Namun penghargaan dari Belanda tersebut tidak membuatnya
bangga. Penghargaan tersebut malah dikembalikannya pada pemerintah
Belanda. Atas jasa dan pengorbanannya sebagai pejuang pembela
bangsa, oleh negara namanya dinobatkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan
Nasional yang disahkan dengan SK Presiden RI No.109 Tahun 1964,
Tanggal 2 Mei 1964. 9. Mohammad Natsir (1908-1993)
Perjuangkan Islam Dasar Negara
Mohammad Natsir, politisi Islam handal yang teguh pada prinsip
dan cita-citanya. Pria kelahiran Alahan Panjang, Sumatera Barat, 17
Juli 1908, ini sesudah Pemilu 1955 memimpin Partai Masyumi, yang
merupakan gabungan partai-partai Islam di Konstituante, yang secara
sungguh-sungguh memperjuangkan Islam sebagai dasar negara. Dia
berjuang untuk menegakkan Islam sebagai dasar negara melalui
prinsip-prinsip demokrasi. Meskipun, perjuangannya tidak diterima
kalangan nasionalis dan sosialis kala itu, sehingga Konstituante
gagal menetapkan UUD, yang diakhiri dengan Dekrit Presiden 5 Juli
1955 yang antara lain menyatakan membubarkan Konstituante dan
kembali ke UUD 1945. Sejak itu, perbedaan pandangan politik antara
M Natsir dan Presiden Soekarno (Bung Karno) semakin jauh. Bahkan
Partai Masyumi pun dibubarkan tahun 1960. Begitu pula setelah Bung
Karno digantikan Presiden Soeharto (Pak Harto), tak berapa lama M.
Natsir akhirnya berbeda pendapat juga dengan pemimpin Orde Baru
itu. M Natsir bersama teman seperjuangannnya di Partai Masyumi,
sesudah partai ini dibubarkan, tetap teguh pada pendirian, selalu
ingin mendirikan Partai Masyumi dan memperjuangkan Islam sebagai
dasar negara. Tetapi karena peluang untuk menghidupkan kembali
Partai Masyumi tidak pernah terbuka, maka mereka mendirikan Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII). Di DDII inilah M. Natsir dan
kawankawan berkhidmat, sampai M Natsir meninggal di Jakarta, 6
Februari 1993, pada umur 84 tahun.Pahlawan Nasional Sebelum
memimpin Partai Masyumi di Konstituante, M. Natsir pernah menjabat
Perdana Menteri Indonesia ke-5, masa jabatan 5 September 1950 26
April 1951, menggantikan Abdoel Halim dan kemudian digantikan
Sukiman Wirjosandjojo.M. Natsir juga sempat menjabat Menteri
Penerangan. Kendati sudah menjabat menteri dan Perdana Menteri, dia
tetap hidup bersahaja. Bahkan masih tak sungkan memakai baju
tambalan. Pada saat baru menjabat PM, ia tinggal di sebuah gang,
sehingga Idit Djunaedi menghadiahkan rumah di Jalan Cokroaminoto.
Ia juga menolak hadiah mobil Chevy Impala dari cukong. Dan,
satu-
satunya pejabat pemerintah, yang pulang dari Istana yang
membonceng sepeda sopirnya, sesudah menyerahkan jabatan perdana
menteri kepada Presiden Soekarno. Semasa menjabat PM, Kabinet M.
Natsir berhasil memerankan politik luar negeri bebas aktif yang
dianut sejak awal Indonesia merdeka. Pada era Kabinet M. Natsir
Indonesia diterima menjadi anggota PBB. M Natsir juga mempunyai
andil perjuangan pada awal-awal kemerdekaan. Atas jasajasanya itu,
Presiden RI, melalui Keputusan Presiden Nomor 41/TK/Tahun 2008,
menetapkan M. Natsir sebagai Pahlawan Nasional, bertepatan pada
peringatan Hari Pahlawan tanggal 10 November 2008 serta bersamaan
dengan peringatan 100 tahun M. Natsir. Mohammad Natsir adalah putra
seorang pegawai pemerintahan di Alahan Panjang. Kakeknya seorang
ulama. Semasa kecil, Natsir bisa beruntung belajar di HIS Solok
serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji
Rasul. Pada masa itu hanya sedikit anak-anak yang berkesempatan
sekolah di HIS. Bahkan tahun 1923-1927 Natsir mendapat beasiswa
untuk sekolah di MULO. Setelah itu melanjut lagi ke AMS Bandung dan
tamat 1930. Semasa sekolah di AMS Bandung, Natsir berinteraksi
dengan para aktivis pergerakan nasional antara lain Syafruddin
Prawiranegara, Mohammad Roem dan Sutan Syahrir. Pada tahun 1932,
Natsir berguru pada Ahmad Hassan, yang kelak menjadi tokoh
organisasi Islam Persis. 10. Amir Hamzah, Tengku (1911-1946)
Sastrawan Pujangga BaruAmir Hamzah lahir sebagai seorang manusia
penyair pada 28 Februari 1911 di Tanjung Pura, Langkat, Sumatera
Utara. Ia seorang sastrawan Pujangga Baru. Pemerintah
menganugerahinya Pahlawan Nasional. Anggota keluarga kesultanan
Langkat bernama lengkap Tengku Amir Hamzah Indera Putera, ini wafat
di Kuala Begumit, 20 Maret 1946 akibat revolusi sosial di Sumatera
Timur. Sebagai seorang keluarga istana (bangsawan), ia memiliki
tradisi sastra yang kuat. Menitis dari ayahnya, Tengku Muhammad
Adil, seorang pangeran di Langkat, yang sangat
mencintai sejarah dan sastra Melayu. Sang Ayah (saudara Sultan
Machmud), yang menjadi wakil sultan untuk Luhak Langkat Bengkulu
dan berkedudukan di Binjai, Sumatra Timur, memberi namanya Amir
Hamzah adalah karena sangat mengagumi Hikayat Amir Hamzah. Sejak
masa kecil, Amir Hamzah sudah hidup dalam suasana lingkungan yang
menggemari sastra dan sejarah. Ia bersekolah di Langkatsche School
(HIS), sekolah dengan tenaga pengajar orang-orang Belanda. Lalu
sore hari, ia belajar mengaji di Maktab Putih di sebuah rumah besar
bekas istana Sultan Musa, di belakang Masjid Azizi Langkat. Setamat
HIS, Amir melanjutkan studi ke MULO di Medan, tapi tidak sampai
selesai. Ia pindah ke MULO di Jakarta. Di Jawa perkembangan
kepenyairannya makin terbentuk. Apalagi sejak sekolah di Aglemeene
Middelbare School (AMS) jurusan Sastra Timur di Solo, Amir menulis
sebagian besar sajak-sajak pertamanya. Di sini ia memperkaya diri
dengan kebudayaan modern, kebudayaan Jawa, dan kebudayaan Asia
lainnya. Kegemaran dan kepiawian menulis saja itu berlanjut hingga
saat ia melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta. Dalam
kumpulan sajak Buah Rindu yang ditulis antara tahun 1928 dan t1935,
tapak perubahan lirik pantun dan syair Melayunya menjadi sajak yang
lebih modern. Tahun 1931, ia telah memimpin Kongres Indonesia Muda
di Solo. Pergaulannya dengan para tokoh pergerakan nasional itu
telah mewarnai dunia kesusasteraannya. Sebagai sastrawan dan
melalui karya-karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia, Amir
telah memberikan sumbangan besar dalam proses perkembangan dan
pematangan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia. Dalam
suratnya kepada Armijn Pane pada bulan November 1932, ia menyebut
bahasa Melayu adalah bahasa yang molek. Secara keseluruhan ada
sekitar 160 karya Amir yang berhasil dicatat. Di antaranya 50 sajak
asli, 77 sajak terjemahan, 18 prosa liris asli, 1 prosa liris
terjemahan, 13 prosa asli dan 1 prosa terjemahan. Karya-karyanya
tercatat dalam kumpulan sajak Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, Setanggi
Timur dan terjemah Baghawat Gita. Ia memang seorang penyair hebat.
Perintis kepercayaan diri para penyair nasional untuk menulis karya
sastra dalam bahasa Indonesia, sehingga semakin meneguhkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan. Amir seorang penyair besar
Pujangga Baru, yang kepenyairannya membuat Bahasa Melayu-Indonesia
mendapat suara dan lagu yang unik yang
terus dihargai hingga saat ini. Ia penyair yang tersempurna
dalam bahasa Melayu-Indonesia hingga sekarang. Amir adalah tiga
sejoli bersama Armijn Pane dan SutanTakdir Alisyahbana, yang
memimpin Pujangga Baru. Mereka mengelola majalah yang menguasai
kehidupan sastera dan kebudayaan Indonesia dari tahun 1933 hingga
pecah perang dunia kedua.Pemerintah RI kemudian mengapresiasi jasa
dan sumbangsih Amir Hamzah ini dengan menetapkannya sebagai
Pahlawan Nasional pada tahun 1975.Selain itu, penghargaan atas jasa
Amir Hamzah terlihat dari penggunaan namanya sebagai nama gedung
pusat kebudayaan Indonesia di Kedutaan Besar Republik Indonesia di
Kuala Lumpur, dan nama masjid di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta.Namun akhir hidup penyair yang juga pengikut tarekat
Naqsabandiyah ini ternyata berakhir tragis. Setelah pada 29 Oktober
1945, Amir diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia
untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai (saat itu Amir adalah
juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai), kemudian terjadi revolusi
sosial pada Maret 2006. Amir Hamzah meninggal akibat revolusi
sosial di Sumatera Timur itu, justru pada awal kemerdekaan
Indonesia. Kala itu, ia hilang tak tentu rimbanya. Mayatnya
ditemukan di sebuah pemakaman massal yang dangkal di Kuala Begumit.
Konon, ia tewas dipancung hingga tewas tanpa proses peradilan pada
dinihari, 20 Maret 1946, dalam usia yang relaif mati muda, 35
tahun. Ia dimakamkan di pemakaman mesjid Azizi, Tanjung Pura,
Langkat. 11. Ir H Djuanda Kartawidjaja (1911-1963)
Pendeklarasi Negara KepulauanPerdana Menteri Ir H Djuanda
Kartawidjaja, pada 13 Desember 1957 mendeklarasikan bahwa Republik
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan. Pria kelahiran
Tasikmalaya, Jawa Barat, 14 Januari 1911, itu dengan kepemimpinan
yang berani dan visioner mendeklarasikan bahwa semua pulau dan laut
Nusantara adalah satu kesatuan yang tidak terpisahkan (wawasan
nusantara). Maka sangat bijak ketika hari Deklarasi Djuanda itu
kemudian melalui Keppres No.126/2001 dikukuhkan sebagai Hari
Nusantara. Ir H Djuanda Kartawidjaja, lulusan Technische Hogeschool
(Sekolah Tinggi Teknik) sekarang Institut Teknologi Bandung (ITB),
yang beberapa kali menjabat menteri di
antaranya Menteri Perhubungan, Pengairan, Kemakmuran, Keuangan
dan Pertahanan, itu sebelumnya sangat risau melihat pengakuan
masyarakat internasional kala itu yang hanya mengakui bahwa batas
laut teritorial selebar 3 mil laut terhitung dari garis pantai
terendah. Itu artinya pulau-pula Nusantara dalam wilayan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamirkan 17 Agustus 1945,
adalah pulau-pulau yang terpisah-pisah oleh perairan (lautan)
internasional (bebas). Dengan berani dia mengumumkan kepada dunia
(Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957) bahwa segala perairan di
sekitar, di antara, dan yang menghubungkan pulau-pulau yang
termasuk dalam daratan Republik Indonesia, dengan tidak memandang
luas atau lebarnya, adalah bagian yang wajar dari wilayah daratan
Negara Republik Indonesia dan dengan demikian merupakan bagian dari
perairan pedalaman atau perairan nasional yang berada di bawah
kedaulatan Negara Republik Indonesia. Deklarasi itu juga menyatakan
penentuan batas laut 12 mil yang diukur dari garis-garis yang
menghubungkan titik terluar pada pulau-pulau Negara Republik
Indonesia akan ditentukan dengan Undang-undang. Deklarasi itu
ditentang oleh Amerika Serikat dan Australia. Namun, Djuanda dan
para penerus dalam pemerintahan berikutnya, di antaranya Prof Dr
Mochtar Kusumaatmadja dan Prof Dr Hasyim Djalal, dengan gigih
berjuang melalui diplomasi sehingga konsepsi negara nusantara
tersebut diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut PBB,
United Nation Convention on Law of the Sea (UNCLOS) 1982. Deklarasi
Djuanda secara geo-politik memiliki arti yang sangat strategis bagi
kesatuan, persatuan, pertahanan dan kedaulatan serta kemajuan
Indonesia. Deklarasi Djoeanda dapat disebut merupakan pilar utama
ketiga dari bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tiga pilar
utama tersebut adalah: (1) Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 yang
merupakan pernyataan Kesatuan Kejiwaan Indonesia; (2) Proklamasi 17
Agustus 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan NKRI; Delarasi Djuanda
13 Desember 1957 sebagai pernyataan Kesatuan Kewilayahan Indonesia
(darat, laut dan udara). Secara geo-ekonomi Deklarasi Djuanda juga
strategis bagi kejayaan dan kemakmuran Indonesia. Sebagai negara
kepulauan dan maritim terbesar di dunia, Indonesia memiliki
kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka-ragam, baik berupa
sumberdaya alam terbarukan (seperti perikanan, terumbu karang,
hutan mangrove, rumput laut, dan produk-produk bioteknologi),
sumberdaya alam yang tak terbarukan (seperti minyak dan gas bumi,
emas, perak, timah, bijih besi, bauksit, dan mineral lainnya), juga
energi kelautan seperti pasang-surut, gelombang, angin, dan OTEC
(Ocean Thermal Energy Conversion), maupun jasa-jasa lingkungan
kelautan seperti pariwisata bahari dan transportasi laut.
Abdi Negara Setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, tepatnya pada 28
September 1945, Djuanda memimpin para pemuda mengambil-alih Jawatan
Kereta Api dari Jepang. Disusul pengambilalihan Jawatan
Pertambangan, Kotapraja, Keresidenan dan obyek-obyek militer di
Gudang Utara Bandung. Kemudian, pemerintah RI mengangkat Djuanda
sebagai Kepala Jawatan Kereta Api untuk wilayah Jawa dan Madura.
Setelah itu, dia diangkat menjabat Menteri Perhubungan. Dia pun
pernah menjabat Menteri Pengairan, Kemakmuran, Keuangan dan
Pertahanan. Beberapa kali dia memimpin perundingan dengan Belanda.
Di antaranya dalam Perundingan KMB, dia bertindak sebagai Ketua
Panitia Ekonomi dan Keuangan Delegasi Indonesia. Djuanda sempat
ditangkap tentara Belanda saat Agresi Militer II tanggal 19
Desember 1948. Dia dibujuk agar bersedia ikut dalam pemerintahan
Negara Pasundan. Tetapi dia menolak. Dia seorang abdi negara dan
masyarakat yang bekerja melampaui batas panggilan tugasnya. Mampu
menghadapi tantangan dan mencari solusi terbaik demi kepentingan
bangsa dan negaranya. Karya pengabdiannya yang paling strategis
adalah Deklarasi Djuanda 13 Desember 1957. Dia seorang pemimpin
yang luwes. Dalam beberapa hal dia kadangkala berbeda pendapat
dengan Presiden Soekarno dan tokoh-tokoh politik lainnya. Djuanda
meninggal dunia di Jakarta 7 November 1963 dan dimakamkan di TMP
Kalibata, Jakarta. 12. KH Wahid Hasjim (1914-1953)
Menteri Agama Tiga KabinetKiai Haji Abdul Wahid Hasjim adalah
pahlawan nasional, salah seorang anggota BPUPKI dan perumus
Pancasila. Putera KH. M. Hasyim Asyari, pendiri NU, ini lahir di
Jombang, Jawa Timur, 1 Juni 1914 dan wafat di Cimahi, Jawa Barat,
19 April 1953 pada usia
38 tahun. Ayahanda Abdurrahman Wahid ini menjabat Menteri Agama
tiga kabinet (Kabinet Hatta, Kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman).
Mantan Ketua Tanfidiyyah PBNU (1948) dan Pemimpin dan pengasuh
kedua Pesantren Tebuireng (1947 1950) ini, merupakan reformis dunia
pendidikan pesantren dan pendidikan Islam Indonesia. Ia dikenal
juga sebagai pendiri IAIN (sekarang UIN). Pada tahun 1939, ia ikut
berperan pada saat NU menjadi anggota MIAI (Majelis Islam A'la
Indonesia), sebuah badan federasi partai dan ormas Islam di zaman
pendudukan Belanda. Pada 24 Oktober 1943 ia terpilih menjadi Ketua
Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) sebuah organisasi
menggantikan MIAI. Saat pemimpin Masyumi ia merintis pembentukan
Barisan Hizbullah yang aktif membantu perjuangan umat Islam
mewujudkan kemerdekaan. Tahun 1944, ia ikut mendirikan Sekolah
Tinggi Islam (UIN) di Jakarta yang pengasuhannya ditangani oleh KH.
A. Kahar Muzakkir. Tahun 1945 ia pun menjadi anggota BPUPKI dan
PPKI.Wahid Hasjim meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan mobil di
Kota Cimahi tanggal 19 April 1953
Pahlawan Nasional Pada tahun 1939, NU masuk menjadi anggota
Majelis Islam A'la Indonesia (MIAI), sebuah federasi partai dan
ormas Islam di Indonesia. Setelah masuknya NU, dilakukan
reorganisasi dan saat itulah Kiai Wahid terpilih menjadi ketua
MIAI, dalam Kongres tanggal 14-15 September 1940 di Surabaya. Di
bawah kepemimpinan Kiai Wahid, MIAI melakukan tuntutan kepada
pemerintah Kolonial Belanda untuk mencabut status Guru Ordonantie
tahun 1925 yang sangat membatasi aktivitas guru-guru agama. Bersama
GAPI (Gabungan Partai Politik Indonesia) dan PVPN (Asosiasi Pegawai
Pemerintah), MIAI juga membentuk Kongres Rakyat Indonesia sebagai
komite Nsional yang menuntut Indonesia berparlemen. Menjelang
pecahnya Perang Dunia ke-II, pemerintah Belanda mewajibkan donor
darah serta berencana membentuk milisi sipil Indonesia sebagai
persiapan menghadapi Perang Dunia. Sebagai ketua MIAI, Wahid Hasyim
menolak keputusan itu.
Ketika pemerintah Jepang membentuk Chuuo Sangi In, semacam DPR
ala Jepang, Kiai Wahid dipercaya menjadi anggotanya bersama
tokoh-tokoh pergerakan nasional lainnya, seperti Ir. Soekarno, Dr.
Mohammad Hatta, Mr. Sartono, M. Yamin, Ki Hajat Dewantara, Iskandar
Dinata, Dr. Soepomo, dan lain-lain. Melalui jabatan ini, Kiai Wahid
berhasil meyakinkan Jepang untuk membentuk sebuah Badan Jawatan
Agama guna menghimpun para ulama. Pada tahun 1942, Pemerintah
Jepang menangkap Hadratusy Sayeikh Kiai Hasyim Asy'ari dan
menahannya di Surabaya. Wahid Hasyim berupaya membebaskannya dengan
melakukan lobi-lobi politik. Hasilnya, pada bulan Agustus 1944,
Kiai Hasyim Asy'ari dibebaskan. Sebagai kompensasinya, Pemerintah
Jepang menawarinya menjadi ketua Shumubucho, Kepala Jawatan Agama
Pusat. Kiai Hasyim menerima tawaran itu, tetapi karena alasan usia
dan tidak ingin meninggalkan Tebuireng, maka tugasnya dilimpahkan
kepada Kiai Wahid. Bersama para pemimpin pergerakan nasional
(seperti Soekarno dan Hatta), Wahid Hasyim memanfaatkan jabatannya
untuk persiapan kemerdekaan RI. Dia membentuk Kementerian Agama,
lalu membujuk Jepang untuk memberikan latihan militer khusus kepada
para santri, serta mendirikan barisan pertahanan rakyat secara
mandiri. Inilah cikal-bakal terbentuknya laskar Hizbullah dan
Sabilillah yang, bersama PETA, menjadi embrio lahirnya Tentara
Nasional Indonesia (TNI). Pada tanggal 29 April 1945, pemerintah
Jepang membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyooisakai atau Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), dan Wahid Hasyim
menjadi salah satu anggotanya. Dia merupakan tokoh termuda dari
sembilan tokoh nasional yang menandatangani Piagam Jakarta, sebuah
piagam yang melahirkan proklamasi dan konstitusi negara. Dia
berhasil menjembatani perdebatan sengit antara kubu nasionalis yang
menginginkan bentuk Negara Kesatuan, dan kubu Islam yang
menginginkan bentuk negara berdasarkan syariat Islam. Saat itu ia
juga menjadi penasihat Panglima Besar Jenderal Soedirman. Di dalam
kabinet pertama yang dibentuk Presiden Sukarno (September 1945),
Kiai Wahid ditunjuk menjadi Menteri Negara. Demikian juga dalam
Kabinet Sjahrir tahun 1946. Ketika KNIP dibentuk, Wahid Hasyim
menjadi salah seorang anggotanya mewakili Masyumi dan meningkat
menjadi anggota BPKNIP tahun 1946.
Pada tahun 1950, Kiai Wahid diangkat menjadi Menteri Agama dan
pindah ke Jakarta. Keluarga Kiai Wahid tinggal di Jl. Jawa (kini
Jl. HOS Cokroaminoto) No. 112, dan selanjutnya pada tahun 1952
pindah ke Taman Matraman Barat no. 8, di dekat Masjid Jami
Matraman.Atas jasa-jasanya beliau juga dianugerahi gelar Pahlawan
Nasional oleh pemerintah. 13. Ismail Marzuki (1914-1958)
Komponis Pejuang LegendarisKomponis pejuang dan maestro musik
legendaris ini dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden
RI, dalam rangkaian Hari Pahlawan 10 November 2004 di Istana
Negara. Dia dikenal sebagai pejuang dan tokoh seniman pencipta lagu
bernuansa perjuangan yang dapat mendorong semangat membela
kemerdekaan. Ismail Marzuki kelahiran kampung Kwitang, Jakarta
Pusat, pada tahun 1914 ini menciptakan sekitar 250 lagu.
Karya-karyanya sampai hari ini masih sering terdengar, antara lain
Juwita Malam, Sepasang Mata Bola, Selendang Sutera, Sabda Alam, dan
Indonesia Pusaka. Pada tahun 1931, Maing-- sapaan akrab Ismail
Marzuki-- memulai menciptakan lagu "O Sarinah'' yang menggambarkan
suatu kondisi kehidupan bangsa yang tertindas. Lagu-lagu ciptaannya
antara lain Rayuan Pulau Kelapa yang dicipta tahun 1944, Gugur
Bunga (1945), Halo-Halo Bandung (1946), Selendang Sutera (1946),
Sepasang Mata Bola (1946), dan Melati di Tapal Batas (1947).
Komponis pelopor yang wafat 25 Mei 1958, ini telah melahirkan
lagu-lagu kepahlawanan, yang menggugah jiwa nasionalisme. Maestro
musik ini menyandang predikat komponis pejuang legendaris
Indonesia. Sejak tahun 1930-an hingga 1950-an, dia menciptakan
sekitar dua ratus lima puluh lagu dengan berbagai tema dan jenis
aliran musik yang memesona. Hingga saat ini, lagu-lagu karyanya
yang abadi masih dikenang dan terus berkumandang di masyarakat.
Dalam dunia seni musik Indonesia, kehadiran putra Betawi ini
mewarnai sejarah dan dinamika pasang surutnya musik Indonesia.
Lagu-lagunya hingga sekarang masih tetap hidup dan disukai tua dan
muda seperti Sepasang Mata Bola, Selendang Sutra, Melati di Tapal
Batas, Aryati, Jangan Ditanya ke Mana Aku Pergi, Payung
Fantasi,
Sabda Alam, Kopral Jono, dan Sersan Mayorku. Gelar pahlawan
nasional dianugerahkan kepadanya bersama lima putra terbaik bangsa
lainnya, yakni Maskoen Soemadiredja, Andi Mappanyukki, Raja Ali
Haji, KH. Achmad Ri'fai, dan Gatot Mangkoepradja. Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono menganugerahkan dalam rangkaian peringatan Hari
Pahlawan 10 November, di Istana Negara Rabu (10/11/2004). Ismail
Marzuki memang seorang komponis besar yang sampai saat ini boleh
jadi belum ada yang dapat menggantikannya. Karena itu, memang sudah
layak diberikan penghormatan padanya sebagai pahlawan
nasional.Karya-karya Ismail Marzuki memang kaya, baik soal melodi
maupun liriknya. Ia pun mencipta lagu dengan bermacam warna, salah
satunya keroncong, di antaranya Bandung Selatan di Waktu Malam dan
Selamat Datang Pahlawan Muda 14. Halim Perdana Kusuma
(1922-1947)
Gugur Saat BertugasHalim Perdanakusuma (Halim Perdana Kusuma)
seorang pahlawan Indonesia. Pria kelahiran Sampang, 18 November
1922, ini gugur di Malaysia, 14 Desember 1947 dalam usia 25 tahun
saat menjalankan tugas semasa perang Indonesia-Belanda di Sumatera.
Ia ditugaskan membeli dan mengangkut perlengkapan senjata dengan
pesawat terbang dari Thailand. Semasa perang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia melawan penjajah Belanda di Sumatera pada
tahun 1948, Halim Perdana Kusuma dan Marsma Ismayudi ditugaskan
membeli kelengkapan senjata di Thailand. Keduanya ditugaskan dengan
pesawat terbang jenis "Enderson". Pesawat terbang itu dipenuhi
dengan pelbagai senjata api, di antaranya karbin, sten-gan, pistol
dan bom tangan. Dalam perjalanan pulang, pesawat terbang tersebut
jatuh. Tidak diketahui penyebabnya. Diduga kerana cuaca buruk.
Namun kemungkinan karena sabotase sangat terbuka. Bangkai pesawat
terbang tersebut ditemui di sebuah kawasan hutan berdekatan dengan
Lumut, Perak, Malaysia. Namun tim penyelamat hanya menemui jasad
Halim. Sementara, Ismayudi tidak dijumpai dan tidak diketahui
nasibnya sehingga sekarang. Begitu juga dengan pelbagai kelengkapan
senjata api yang mereka beli di Thailand, tidak diketahui ke mana
perginya.
Jasad Halim kemudian sempat dikebumikan di Gunung Mesah, tidak
jauh dari Gopeng, Perak, Malaysia. Pusat data Tokoh Indonesia
mencatat, di daerah itu (Gunung Mesah)banyak orang Sumatra.
Beberapa tahun kemudian, kuburannya digali dan jasadnya dibawa
balik ke Indonesia dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta. Pemerintah memberi penghormatan atas jasa dan perjuangan
Halim, dengan menganugerahi gelar dahlawan nasional dan
mengabadikan namanya di sebuah lapangan terbang (Bandar Udara)
internasional Halim Perdanakusuma di Jakarta. Juga dengan
mengabadikan namanya pada kapal perang KRI Abdul Halim
Perdanakusuma. Sementara, nasib Ismayudi tidak diketahui. Ketika
Perjanjian Haadyai antara Kerajaan Malaysia dengan Parti Komunis
Malaya pada tahun 1989, seorang Indonesia turut muncul dalam
gencatan senjata tersebut. Ishak Haji Mohamad (Pak Sako) menduga
komunis warga Indonesia tersebut ialah Ismayudi. 15. Letnan
Jenderal Anumerta M.T. Haryono (1924-1965)
Fasih Tiga Bahasa InternasionalPerwira kelahiran Surabaya ini
pernah menjadi Sekretaris Delegasi Militer Indonesia pada
Konferensi Meja Bundar, Atase Militer RI untuk Negeri Belanda dan
terakhir sebagai Deputy III Menteri/ Panglima Angkatan Darat
(Men/Pangad). Pria yang sebelum masuk tentara pernah duduk di Ika
Dai Gakko (sekolah kedokteran) ini seorang perwira yang fasih
berbicara dalam bahasa Belanda, Inggris, dan Jerman. Kemampuannya
itu membuat dirinya menjadi perwira penyambung lidah yang sangat
dibutuhkan dalam berbagai perundingan. Letjen Anumerta M.T. Haryono
kelahiran Surabaya, 20 Januari 1924, ini sebelumnya memperoleh
pendidikan di ELS (setingkat Sekolah Dasar) kemudian diteruskan ke
HBS (setingkat Sekolah Menengah Umum). Setamat dari HBS, ia sempat
masuk Ika Dai Gakko (Sekolah Kedokteran masa pendudukan Jepang) di
Jakarta, namun tidak sampai tamat. Ketika kemerdekaan RI
diproklamirkan, ia yang sedang berada di Jakarta segera bergabung
dengan pemuda lain untuk berjuang mempertahankan kemerdekaan.
Perjuangan itu sekaligus dilanjutkannya dengan masuk Tentara
Keamanan Rakyat (TKR). Awal pengangkatannya, ia memperoleh pangkat
Mayor. Selama terjadinya perang mempertahankan kemerdekaan yakni
antara tahun 1945 sampai tahun 1950, ia sering dipindahtugaskan.
Pertama-tama ia ditempatkan di Kantor Penghubung, kemudian sebagai
Sekretaris Delegasi RI dalam perundingan dengan Inggris dan
Belanda.
Suatu kali ia juga pernah ditempatkan sebagai Sekretaris Dewan
Pertahanan Negara dan di lain waktu sebagai Wakil Tetap pada
Kementerian Pertahanan Urusan Gencatan Senjata. Dan ketika
diselenggarakan Konferensi Meja Bundar (KMB), ia merupakan
Sekretaris Delegasi Militer Indonesia. Tenaga M.T. Haryono memang
sangat dibutuhkan dalam berbagai perundingan antara pemerintah RI
dengan pemerintah Belanda maupun Inggris. Hal tersebut disebabkan
karena kemampuannya berbicara tiga bahasa internasional yakni
bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Terakhir ketika ia menjabat
Deputy III Menteri/Panglima Angkatan Darat (Men/Pangad), pengaruh
PKI juga sedang marak di Indonesia. Partai yang merasa dekat dengan
Presiden Soekarno dan sebagian rakyat itu semakin hari semakin
berani bahkan semakin merajalela. Ide-ide yang tidak populer dan
mengandung resiko tinggi pun sering dilontarkan oleh partai komunis
itu. Seperti ide untuk mempersenjatai kaum buruh dan tani atau yang
disebut dengan Angkatan Kelima. Ide tersebut tidak disetujui oleh
sebagian besar perwira AD termasuk oleh M.T. Haryono sendiri dengan
pertimbangan adanya maksud tersembunyi di balik itu yakni mengganti
ideologi Pancasila menjadi komunis. Di samping itu, pembentukan
Angkatan Kelima tersebut sangatlah memiliki resiko yang sangat
tinggi. Namun karena penolakan itu pula, dirinya dan para perwira
lain dimusuhi dan menjadi target pembunuhan PKI dalam pemberontakan
Gerakan 30 September 1965. Pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari,
Letjen. TNI Anumerta M.T. Haryono bersama enam perwira lainnya
yakni: Jend. TNI Anumerta Achmad Yani; Letjen. TNI Anumerta
Suprapto; Letjen.TNI Anumerta S Parman; Mayjen. TNI Anumerta D.I.
Panjaitan; Mayjen. TNI Anumerta Sutoyo S; dan Kapten CZI TNI
Anumerta Pierre Tendean berhasil diculik kemudian dibunuh secara
membabi buta dan jenazahnya dimasukkan ke sumur tua di daerah
Lubang Buaya tanpa prikemanusiaan. M.T. Haryono yang tewas karena
mempertahankan Pancasila itu gugur sebagai Pahlawan Revolusi. Ia
kemudian dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata. Sebagai
penghargaan atas jasa-jasanya, pangkatnya yang sebelumnya masih
Mayor Jenderal kemudian dinaikkan satu tingkat menjadi Letnan
Jenderal. Untuk menghormati jasa para Pahlawan Revolusi sekaligus
untuk mengingatkan bangsa ini sakan peristiwa penghianatan PKI
tersebut, dengan demikian diharapkan peristiwa yang sama tidak akan
terulang kembali, maka oleh pemerintahan Soeharto ditetapkanlah
tanggal 1
Oktober setiap tahunnya sebagai hari Kesaktian Pancasila
sekaligus sebagai hari libur nasional. Dan di daerah Lubang Buaya,
Jakarta Timur di depan sumur tua tempat jenazah ditemukan,
dibangunlah Tugu Kesaktian Pancasila sebagai tugu peringatan yang
berlatar belakang patung ketujuh Pahlawan Revolusi tersebut.