AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014 OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM Abu Azam Al Hadi (Fakultas Syariah dan Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya) Abstract: The Basics apocalyptic and historical institutionalization al-Sunnah as there is a description of the authority of al-Sunnah as the source of Islamic teachings from time to time. Although the journey to experience a variety of situations, both denial and forgery, that al-Sunnah is believed to be the source of Islamic teachings. Because there are many facts, mainly by reason of rejection and background forgery, has precisely the opposite values of al-Sunnah. Namely the strengthening of the authority of al-Sunnah among the Muslim community and even to be clings constantly to actualize. Authenticity is still well maintained, more valuable again that the understanding of sharia in al-Sunnah growing rise. Even in the development of the Muslim community trying to actualize, in addition to contextually also more original that textually . Kata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman tentang otoritas Sunnah (Hujjiyat al-Sunnah ) sebagai salah satu sumber ajaran Islam dan menempati urutan kedua dalam anatomi hukum Islam, merupakan unsur inheren dalam bidang agama (ma’lu@m min al-di@n bi al-d}aru@rah). Memahami otoritas Sunnah merupakan perioritas utama sebelum mengkaji hadith dan ilmunya secara lebih mendalam. Hal ini dalam rangka memformat kerangka berfikir yang mapan bagi pengkaji sunnah tentang posisi Sunnah. Problem yang cukup signifikan terkadang muncul ketika seorang pengkaji tidak memiliki dasar pemahaman yang mapan tentang otoritas Sunnah ini. Dalam hal ini fenomena Qur’a@niyyu@n dan ingka@r al-Sunnah bukan suatu hal yang asing. Adapun ulama yang pertama kali mendapat kehormatan mengkaji secara khusus bidang ini adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i rahimahullah dalam al-Risalahnya. Salah satu bentuk upayanya, berupa kegigihannya dalam menerangkan kedudukan sumber sunnah menurut al-Quran dan dalam membela sunnah dari para pengingkarnya. Oleh karena itu, ia digelari “Na@s}ir al-Sunnah” atau pembela sunnah 1 . Kemudian di ikuti oleh karya para ulama dan cendikiawan lain yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam tulisan ini akan berusaha memaparkan dan meneguhkan kembali mengenai kedudukan serta otoritas sunnah dan menjelaskan beberapa aspek terkait di dalamnya. Makna Hujjiyat al-Sunnah. Kata “H}ujjiyah” secara terminologi, memiliki arti menampakkan, menyingkap, atau petunjuk yang mewajibkan untuk diamalkan karena merupakan bagian dari hukum Allah 2 . Sedangkan al-Sunnah menurut terminologi ulama Hadith adalah setiap sesuatu yang disandarkan dari Nabi Muhammad, baik berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat fitrah penciptaan, budi pekerti ataupun riwayat hidup, baik sebelum diutus menjadi nabi 1 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut pembela, pengingkar dan pemalsunya, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), 38. 2 Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, (Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt), 243.
13
Embed
OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
OTORITAS AL SUNNAH
SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM
Abu Azam Al Hadi
(Fakultas Syariah dan Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya)
Abstract: The Basics apocalyptic and historical institutionalization al-Sunnah as there is a description of the authority of al-Sunnah as the source of Islamic teachings from time to time. Although the journey to experience a variety of situations, both denial and forgery, that al-Sunnah is believed to be the source of Islamic teachings. Because there are many facts, mainly by reason of rejection and background forgery, has precisely the opposite values of al-Sunnah. Namely the strengthening of the authority of al-Sunnah among the Muslim community and even to be clings constantly to actualize. Authenticity is still well maintained, more valuable again that the understanding of sharia in al-Sunnah growing rise. Even in the development of the Muslim community trying to actualize, in addition to contextually also more original that textually.
Kata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam.
Pendahuluan
Pemahaman tentang otoritas Sunnah (Hujjiyat al-Sunnah ) sebagai salah satu sumber
ajaran Islam dan menempati urutan kedua dalam anatomi hukum Islam, merupakan unsur
inheren dalam bidang agama (ma’lu@m min al-di@n bi al-d}aru@rah).
Memahami otoritas Sunnah merupakan perioritas utama sebelum mengkaji hadith dan
ilmunya secara lebih mendalam. Hal ini dalam rangka memformat kerangka berfikir yang
mapan bagi pengkaji sunnah tentang posisi Sunnah.
Problem yang cukup signifikan terkadang muncul ketika seorang pengkaji tidak memiliki
dasar pemahaman yang mapan tentang otoritas Sunnah ini. Dalam hal ini fenomena
Qur’a@niyyu@n dan ingka@r al-Sunnah bukan suatu hal yang asing.
Adapun ulama yang pertama kali mendapat kehormatan mengkaji secara khusus bidang
ini adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i rahimahullah dalam al-Risalahnya. Salah satu
bentuk upayanya, berupa kegigihannya dalam menerangkan kedudukan sumber sunnah
menurut al-Quran dan dalam membela sunnah dari para pengingkarnya. Oleh karena itu, ia
digelari “Na@s}ir al-Sunnah” atau pembela sunnah1. Kemudian di ikuti oleh karya para
ulama dan cendikiawan lain yang tidak sedikit jumlahnya.
Dalam tulisan ini akan berusaha memaparkan dan meneguhkan kembali mengenai
kedudukan serta otoritas sunnah dan menjelaskan beberapa aspek terkait di dalamnya.
Makna Hujjiyat al-Sunnah.
Kata “H}ujjiyah” secara terminologi, memiliki arti menampakkan, menyingkap, atau
petunjuk yang mewajibkan untuk diamalkan karena merupakan bagian dari hukum Allah2.
Sedangkan al-Sunnah menurut terminologi ulama Hadith adalah setiap sesuatu yang
disandarkan dari Nabi Muhammad, baik berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat
fitrah penciptaan, budi pekerti ataupun riwayat hidup, baik sebelum diutus menjadi nabi
1 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut pembela, pengingkar dan pemalsunya, (Jakarta : Gema Insani Press,
1995), 38. 2 Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, (Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt), 243.
44
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
maupun sesudahnya3. Berdasarkan definisi tentang al-Sunnah yang telah disajikan, ulama
hadith menyamakan pengertian hadith dengan sunnah. Namun terkadang istilah hadith
dimaksudkan untuk: perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi sesudah bi’thah. Oleh karenanya,
istilah sunnah lebih umum daripada hadith.
Adapun menurut Ulama us}ul, yang melihat sunah sebagai landasan hukum di samping
al-Qur’an, mendefinisikannya dengan: perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi yang dapat
dijadikan sandaran hukum. Sedangkan menurut ahli fikih, sunnah adalah: setiap informasi
mengenai Nabi yang tidak menyangkut beban fardhu atau wajib, Ini berarti sunnah
cakupannya lebih luas dari hadits sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan, dan
penetapan (taqri>r) rasul yang bisa dijadikan dalil hukum shar’iy4.
Dari terminologi diatas jika dikorelasikan maka, maksud Hujjiyat al-Sunnah adalah
wajibnya untuk mengamalkan segala ajaran sunnah Nabi5.
Pentingnya Otoritas Sunnah Sebagai Kebutuhan Agama.
Otoritas sunnah sebagai sumber ajaran Islam dalam hal akidah keimanan maupun
hukum Islam (shari'at) merupakan suatu hal yang tidak terbantahkan. Hal ini tidak terlepas
dari dua perkara : 1) Ketetapan umat bahwa sunnah -yang bersumber dari Nabi- adalah hujjah
dan dalil dalam pokok- pokok hukum Islam. 2) Ketetapan umat bahwa hadith Nabi
diriwayatkan melalui periwayatan yang otentik dan terpercaya6. Pentingnya otoritas sunnah
ini juga dapat dimaklumi karena ditinjau dari beberapa aspek berikut :
a. Kedudukan Sunnah dalam Islam.
Kedudukan Sunnah dalam anatomi hukum Islam adalah menempati urutan kedua setelah
al-Qur’an. Sedangkan dalam tataran otoritas, sunnah menempati tempat yang sejajar
bersama al-Qur’an. Artinya dalil hukum yang bersumber dari al-Sunnah sejajar derajatnya
dengan dalil syari'at yang bersumber dari al-Qur’an, maka keduanya dapat berfaedah
memberikan sebuah pemahaman dan mewajibkan untuk diamalkan dalam berbagai bentuk
hukum pengamalannya; wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram7.
Dalam praktiknya, sunnah merupakan tafsir ‘amali al-Qur’an dan suri tauladan bagi umat
Islam. Nabi Muhammad merupakan perwujudan dari al-Qur’an dan Islam berdasarkan apa
yang dilakukannya. Makna inilah yang dipahami oleh umm al-Mukminin Aisyah, dengan
pengetahuannya yang mendalam dan pengalaman hidupnya bersama Rasulullah, ia
mengungkapkan mengenai akhlak Nabi ;” Akhlaknya adalah al-Qur’an”. Oleh karena itu,
untuk mengetahui Islam secara menyeluruh, maka hendaknya mempelajari secara rinci
yang teraktualisasi dari sunnah Nabawiyyah, yakni ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi8.
Al-Suyuti mengatakan, al-Qur’an memerlukan al-Sunnah, sebab Sunnah menerangkan
maksud dan isi ayat-ayat al-Qur’an dan merinci (mufassil) terhadap yang umum (Mujmal).
Karena isi al-Qur’an merupakan perbendaharaan sempurna, maka diperlukan orang yang
mengetahui rahasianya sehingga dapat ditampakkan olehnya, yaitu Rasulullah. Sunnah
tidak menyamai derajat al-Qur’an dalam kemukjizatan dan maknanya luhur, karena al-
Sunnah memberikan penjelasan (Sharh}) terhadap al-Qur’an, maka sudah sepatutnya
penjelasannya lebih rinci dan luas dari apa yang dijelaskan9.
b. Mayoritas sunnah bersifat relatif (Z}anniy al-Wuru@d).
3 Mus}t}afa al-Siba’i, al-Sunnah wa Maka@natuha fi al-Tashri’ al-Isla@mi, (Kairo: Dar al-Warra@q, tt), 65.