Top Banner
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014 OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM Abu Azam Al Hadi (Fakultas Syariah dan Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya) Abstract: The Basics apocalyptic and historical institutionalization al-Sunnah as there is a description of the authority of al-Sunnah as the source of Islamic teachings from time to time. Although the journey to experience a variety of situations, both denial and forgery, that al-Sunnah is believed to be the source of Islamic teachings. Because there are many facts, mainly by reason of rejection and background forgery, has precisely the opposite values of al-Sunnah. Namely the strengthening of the authority of al-Sunnah among the Muslim community and even to be clings constantly to actualize. Authenticity is still well maintained, more valuable again that the understanding of sharia in al-Sunnah growing rise. Even in the development of the Muslim community trying to actualize, in addition to contextually also more original that textually . Kata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman tentang otoritas Sunnah (Hujjiyat al-Sunnah ) sebagai salah satu sumber ajaran Islam dan menempati urutan kedua dalam anatomi hukum Islam, merupakan unsur inheren dalam bidang agama (ma’lu@m min al-di@n bi al-d}aru@rah). Memahami otoritas Sunnah merupakan perioritas utama sebelum mengkaji hadith dan ilmunya secara lebih mendalam. Hal ini dalam rangka memformat kerangka berfikir yang mapan bagi pengkaji sunnah tentang posisi Sunnah. Problem yang cukup signifikan terkadang muncul ketika seorang pengkaji tidak memiliki dasar pemahaman yang mapan tentang otoritas Sunnah ini. Dalam hal ini fenomena Qur’a@niyyu@n dan ingka@r al-Sunnah bukan suatu hal yang asing. Adapun ulama yang pertama kali mendapat kehormatan mengkaji secara khusus bidang ini adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i rahimahullah dalam al-Risalahnya. Salah satu bentuk upayanya, berupa kegigihannya dalam menerangkan kedudukan sumber sunnah menurut al-Quran dan dalam membela sunnah dari para pengingkarnya. Oleh karena itu, ia digelari “Na@s}ir al-Sunnah” atau pembela sunnah 1 . Kemudian di ikuti oleh karya para ulama dan cendikiawan lain yang tidak sedikit jumlahnya. Dalam tulisan ini akan berusaha memaparkan dan meneguhkan kembali mengenai kedudukan serta otoritas sunnah dan menjelaskan beberapa aspek terkait di dalamnya. Makna Hujjiyat al-Sunnah. Kata “H}ujjiyah” secara terminologi, memiliki arti menampakkan, menyingkap, atau petunjuk yang mewajibkan untuk diamalkan karena merupakan bagian dari hukum Allah 2 . Sedangkan al-Sunnah menurut terminologi ulama Hadith adalah setiap sesuatu yang disandarkan dari Nabi Muhammad, baik berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat fitrah penciptaan, budi pekerti ataupun riwayat hidup, baik sebelum diutus menjadi nabi 1 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut pembela, pengingkar dan pemalsunya, (Jakarta : Gema Insani Press, 1995), 38. 2 Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, (Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt), 243.
13

OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

Oct 19, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

OTORITAS AL SUNNAH

SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAM

Abu Azam Al Hadi

(Fakultas Syariah dan Program Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya)

Abstract: The Basics apocalyptic and historical institutionalization al-Sunnah as there is a description of the authority of al-Sunnah as the source of Islamic teachings from time to time. Although the journey to experience a variety of situations, both denial and forgery, that al-Sunnah is believed to be the source of Islamic teachings. Because there are many facts, mainly by reason of rejection and background forgery, has precisely the opposite values of al-Sunnah. Namely the strengthening of the authority of al-Sunnah among the Muslim community and even to be clings constantly to actualize. Authenticity is still well maintained, more valuable again that the understanding of sharia in al-Sunnah growing rise. Even in the development of the Muslim community trying to actualize, in addition to contextually also more original that textually.

Kata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam.

Pendahuluan

Pemahaman tentang otoritas Sunnah (Hujjiyat al-Sunnah ) sebagai salah satu sumber

ajaran Islam dan menempati urutan kedua dalam anatomi hukum Islam, merupakan unsur

inheren dalam bidang agama (ma’lu@m min al-di@n bi al-d}aru@rah).

Memahami otoritas Sunnah merupakan perioritas utama sebelum mengkaji hadith dan

ilmunya secara lebih mendalam. Hal ini dalam rangka memformat kerangka berfikir yang

mapan bagi pengkaji sunnah tentang posisi Sunnah.

Problem yang cukup signifikan terkadang muncul ketika seorang pengkaji tidak memiliki

dasar pemahaman yang mapan tentang otoritas Sunnah ini. Dalam hal ini fenomena

Qur’a@niyyu@n dan ingka@r al-Sunnah bukan suatu hal yang asing.

Adapun ulama yang pertama kali mendapat kehormatan mengkaji secara khusus bidang

ini adalah Muhammad bin Idris al-Syafi’i rahimahullah dalam al-Risalahnya. Salah satu

bentuk upayanya, berupa kegigihannya dalam menerangkan kedudukan sumber sunnah

menurut al-Quran dan dalam membela sunnah dari para pengingkarnya. Oleh karena itu, ia

digelari “Na@s}ir al-Sunnah” atau pembela sunnah1. Kemudian di ikuti oleh karya para

ulama dan cendikiawan lain yang tidak sedikit jumlahnya.

Dalam tulisan ini akan berusaha memaparkan dan meneguhkan kembali mengenai

kedudukan serta otoritas sunnah dan menjelaskan beberapa aspek terkait di dalamnya.

Makna Hujjiyat al-Sunnah.

Kata “H}ujjiyah” secara terminologi, memiliki arti menampakkan, menyingkap, atau

petunjuk yang mewajibkan untuk diamalkan karena merupakan bagian dari hukum Allah2.

Sedangkan al-Sunnah menurut terminologi ulama Hadith adalah setiap sesuatu yang

disandarkan dari Nabi Muhammad, baik berbentuk perkataan, perbuatan, ketetapan, sifat

fitrah penciptaan, budi pekerti ataupun riwayat hidup, baik sebelum diutus menjadi nabi

1 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi Menurut pembela, pengingkar dan pemalsunya, (Jakarta : Gema Insani Press,

1995), 38. 2 Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, (Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt), 243.

Page 2: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

44

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

maupun sesudahnya3. Berdasarkan definisi tentang al-Sunnah yang telah disajikan, ulama

hadith menyamakan pengertian hadith dengan sunnah. Namun terkadang istilah hadith

dimaksudkan untuk: perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi sesudah bi’thah. Oleh karenanya,

istilah sunnah lebih umum daripada hadith.

Adapun menurut Ulama us}ul, yang melihat sunah sebagai landasan hukum di samping

al-Qur’an, mendefinisikannya dengan: perkataan, perbuatan dan taqrir Nabi yang dapat

dijadikan sandaran hukum. Sedangkan menurut ahli fikih, sunnah adalah: setiap informasi

mengenai Nabi yang tidak menyangkut beban fardhu atau wajib, Ini berarti sunnah

cakupannya lebih luas dari hadits sebab sunnah mencakup perkataan, perbuatan, dan

penetapan (taqri>r) rasul yang bisa dijadikan dalil hukum shar’iy4.

Dari terminologi diatas jika dikorelasikan maka, maksud Hujjiyat al-Sunnah adalah

wajibnya untuk mengamalkan segala ajaran sunnah Nabi5.

Pentingnya Otoritas Sunnah Sebagai Kebutuhan Agama.

Otoritas sunnah sebagai sumber ajaran Islam dalam hal akidah keimanan maupun

hukum Islam (shari'at) merupakan suatu hal yang tidak terbantahkan. Hal ini tidak terlepas

dari dua perkara : 1) Ketetapan umat bahwa sunnah -yang bersumber dari Nabi- adalah hujjah

dan dalil dalam pokok- pokok hukum Islam. 2) Ketetapan umat bahwa hadith Nabi

diriwayatkan melalui periwayatan yang otentik dan terpercaya6. Pentingnya otoritas sunnah

ini juga dapat dimaklumi karena ditinjau dari beberapa aspek berikut :

a. Kedudukan Sunnah dalam Islam.

Kedudukan Sunnah dalam anatomi hukum Islam adalah menempati urutan kedua setelah

al-Qur’an. Sedangkan dalam tataran otoritas, sunnah menempati tempat yang sejajar

bersama al-Qur’an. Artinya dalil hukum yang bersumber dari al-Sunnah sejajar derajatnya

dengan dalil syari'at yang bersumber dari al-Qur’an, maka keduanya dapat berfaedah

memberikan sebuah pemahaman dan mewajibkan untuk diamalkan dalam berbagai bentuk

hukum pengamalannya; wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram7.

Dalam praktiknya, sunnah merupakan tafsir ‘amali al-Qur’an dan suri tauladan bagi umat

Islam. Nabi Muhammad merupakan perwujudan dari al-Qur’an dan Islam berdasarkan apa

yang dilakukannya. Makna inilah yang dipahami oleh umm al-Mukminin Aisyah, dengan

pengetahuannya yang mendalam dan pengalaman hidupnya bersama Rasulullah, ia

mengungkapkan mengenai akhlak Nabi ;” Akhlaknya adalah al-Qur’an”. Oleh karena itu,

untuk mengetahui Islam secara menyeluruh, maka hendaknya mempelajari secara rinci

yang teraktualisasi dari sunnah Nabawiyyah, yakni ucapan, perbuatan dan ketetapan Nabi8.

Al-Suyuti mengatakan, al-Qur’an memerlukan al-Sunnah, sebab Sunnah menerangkan

maksud dan isi ayat-ayat al-Qur’an dan merinci (mufassil) terhadap yang umum (Mujmal).

Karena isi al-Qur’an merupakan perbendaharaan sempurna, maka diperlukan orang yang

mengetahui rahasianya sehingga dapat ditampakkan olehnya, yaitu Rasulullah. Sunnah

tidak menyamai derajat al-Qur’an dalam kemukjizatan dan maknanya luhur, karena al-

Sunnah memberikan penjelasan (Sharh}) terhadap al-Qur’an, maka sudah sepatutnya

penjelasannya lebih rinci dan luas dari apa yang dijelaskan9.

b. Mayoritas sunnah bersifat relatif (Z}anniy al-Wuru@d).

3 Mus}t}afa al-Siba’i, al-Sunnah wa Maka@natuha fi al-Tashri’ al-Isla@mi, (Kairo: Dar al-Warra@q, tt), 65.

4 Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, ( Bandung: Angkasa, 1987), 14.

5 Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, 243.

6 Ibid, 245.

7 Ibid, 249.

8 Yusuf al-Qarad}awi, Kaifa Nata’a@mal ma’a al-Sunnah, (Mans}u@rah: Dar al-Wafa’,1993), 23.

9 Jalal al-Din al-Suyut}i, Mifta@h al-Jannah fi al-Ih}}tija@j bi al-Sunnah, (Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

1987),36.

Page 3: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

45

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir baik

makna maupun lafalnya dari generasi ke generasi mulai jaman Rasulullah saw hingga

sekarang, sehingga menjadikannya Qath’iy al-Wuru@d. kemudian diantara ayat al-Qur’an,

ada yang memberikan petunjuk makna secara tegas dan pasti (Qat}’iy al-Dilalah) dan

sebagian yang lain secara relatif petunjuknya (Z}anniy al-Dilalah). Sedangkan al-Sunnah,

di antaranya ada yang mutawa>ttir yang memberikan pengertian Qath’i al-Wuru@d. Akan

tetapi, pada umumnya al-Sunnah disampaikan secara ahad, dan dalam penyampaian

maupun penerimaannya lebih banyak dalam bentuk lisan daripada tulisan. Atas dasar ini

kedudukan hadits dari segi otentisitasnya secara global menjadi Z}anniy al-Wuru>d10

. Hal

ini bukan berarti ada keraguan atas keabsahan hadith, akan tetapi karena adanya sekian

banyak faktor, baik dari diri Nabi, maupun para sahabat, di samping kondisi sosial

masyarakat saat itu yang saling topang-menopang.

c. Hadi>th sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri

Terdapat beberapa hukum dalam al-Qur’an yang tidak ditemukan sharah (penjelasan) yang

terkait dengan syarat-syarat, rukun-rukun, dan faktor-faktor dari suatu hukum. Hal itu

menyebabkan para sahabat perlu kembali kepada Rasul saw., untuk mengetahui penjelasan

yang diperlukan bagi ayat-ayat yang terkait dengan hukum. Hal yang sama—juga—

terdapat banyak hukum yang tidak ditemukan nas}-nya dalam al-Qur’an. Dalam hal ini,

diperlukan ketetapan Nabi saw. yang telah diakui sebagai utusan Allah menyampaikan

shari’at dan undang-undang kepada umat11

.

Ulama’ telah sepakat atas kehujjahan h}adi>th, baik posisi hadi>th sebagai baya>n

terhadap al-Qur’an maupun posisinya sebagai sumber hukum yang berdiri sendiri. al-

Shawka>ny berpendapat, bahwa kehujjahan h}adi>th dan posisinya sebagai sumber hukum

shar’i yang berdiri sendiri merupakan hal yang fundamental dalam agama. Hal itu tidak

ada yang dapat menentang kecuali seseorang yang tidak memiliki kepedulian terhadap

Islam12

.

Maka dalam pengambilan suatu hukum, kita harus menengok al-Qur’an terlebih dahulu,

baru selanjutnya melihat hadith sebagaimana hadith Mu’adh bin Jabal ra. dan praktik para

Khulafa’ al-Rasyidin. Namun hal ini hanya dalam hukum-hukum yang jelas dalalah-nya

dalam al-Qur’an. Misalnya: hak waris suami-isteri (Qs. Al-Nisa’:12),

10

Syuhudi Ismail, Hadis Nabi...,93. Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2011), 23. 11

Ibid. 132-133 12

Muhammad bin Muhammad Abu> Shahbah, Difa>’un ‘An al-Sunnah (ttp, Maktabat al-Sunnah,tth), 13.

Page 4: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

46

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu,

jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu

mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka

buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang

kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para

isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat

yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-

laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi

mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu

saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika

saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga

itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan

tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)

syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

‘Iddah talak bagi perempuan yang tidak haidh lagi (monopause), yang belum haidh dan

yang haidh ( Qs. Al-Thalaq:4),

Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (monopause) di antara perempuan-

perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya), Maka masa iddah mereka

adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-

perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan

kandungannya. dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan

baginya kemudahan dalam urusannya.

‘Iddah isteri yang ditinggal wafat suaminya sedangkan ia tidak haidh (Qs. Al-

Baqarah:234) dan lain-lain.

Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri

(hendaklah Para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.

kemudian apabila telah habis 'iddahnya, Maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan

mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu

perbuat.

Adapun selain itu, sandaran utama hukum adalah sunnah yang merupakan penjelas dan

perinci hukum-hukum al-Qur’an, Seperti: hak waris nenek, dan lain sebagainya.

Dasar Kehujjahan Sunnah.

Sunnah merupakan sumber hukum Islam (syariat) selain Al-Qur’an yang wajib diikuti

dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun larangannya. Keotoritasan sunnah ini

telah dinyatakan ketetapannya dalam dalil-dalil naqli@ maupun aqli

Page 5: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

47

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

Abdul Ghani Abdul Khalik dalam bukunya, Hujjiyat al-Sunnah mendasarkan dalil-

dalil tersebut atas tujuh hal, berikut dasar-dasar otoritatif hadith sebagai sumber ajaran Islam13

:

1. Kemaksuman Nabi.

Telah disepakati bahwasannya Nabi adalah seorang yang maksum (terpelihara) dari

maksiat dan dosa. Oleh karena setiap khabar yang bersumber darinya merupakan

penyampaian dari Allah –sesudah adanya penetapan-Nya - dan sesuai dengan apa yang

disisi-Nya. oleh karena itu sunnah merupakan hujjah yang harus dipegang teguh14

.

Nabi juga maksum dari setiap kebohongan dalam menyampaikan risalah-Nya. Seperti

yang disampaikan dalam hadith Nabi :

عليه وسلم إنما العمال بالنية وإنما عن عمر بن الخطاب قال صلى للا قال رسول للا

الحديث... لمرئ ما نوى“ Dari Umar bin Khattab dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam

bersabda: "Sesungguhnya amalan itu tergantung dengan niatnya15

2. Para Sahabat berpegang teguh terhadap Sunnah pada jaman Nabi.

Pada jaman Nabi, Rasul mengarahkan umatnya untuk berpegang teguh kepada

sunnahnya dan memperingatkan bagi yang menyalahinya. Beliau bersabda :

فمن رغب عن سنتي فليس مني “Barangsiapa yang benci sunnahku, maka bukanlah dari golonganku

16."

Para sahabat selalu berpegang teguh kepada sunnah Rasul, menjadikannya hujjah dan

tidak memisahkan antara pemahaman al-Qur’an dari al-Sunnah dalam berijtihad. Para

sahabat mengamalkan dan mengikuti setiap perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi.

Maka oleh karena itu sunnah merupakan hujjah yang mengikat. Banyak kisah di antara

para sahabat yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits/ sunnah rasul

sebagai sumber hukum Islam, antara lain ;

Pertama, ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak

meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan atau dilaksanakan oleh Rasulullah,

sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.17

Kedua, pernah dinyatakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan salat safar

dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad

SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Maka sesungguhnya kami berbuat

sebagaimana Rasulullah SAW berbuat”.18

Ketiga, ketika Mu’adh bin Jabal diutus ke sebagai wakil di Yaman; dari Mu'adh bin

Jabal. Bahwa Rasulullah ketika akan mengutus Mu'adh bin Jabal ke Yaman beliau

bersabda: "Bagaimana engkau memberikan keputusan apabila ada sebuah peradilan yang

dihadapkan kepadamu?" Mu'adh menjawab, "Saya akan memutuskan menggunakan

Kitab Allah." Beliau bersabda: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Kitab

Allah?" Mu'adh menjawab, "Saya akan kembali kepada sunnah Rasulullah." Beliau

bersabda lagi: "Seandainya engkau tidak mendapatkan dalam Sunnah Rasulullah serta

13

Ibid, 278. 14

Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat ..., 280. 15

al-Bukhari, S}ah}ih} al-Bukhari, (Riyad}: Bayt al-Afka@r wa al-Dawliyyah, 1998), 1277. Muslim, S}ah}ih}

Muslim (Riyad}: Dar T}aybah, 2006) Vol.2, 882. 16

al-Bukhari S}ah}ih} al-Bukhari, (Riyad}: Bayt al-Afka@r wa al-Dawliyyah, 1998) 1005 . Muslim, S}ah}ih}

Muslim (Riyad}: Dar T}aybah, 2006) Vol 2, 640. 17

. Abu Abdillah Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad Bin Hambal, (Beirut: al-Maktabah Al- Islami t.t),vol. 1,

164. 18

. Ibid. vol 7. 67.

Page 6: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

48

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

dalam Kitab Allah?" Mu'adh menjawab, "Saya akan berijtihad menggunakan pendapat

saya, dan saya tidak akan mengurangi." Kemudian Rasulullah menepuk dadanya dan

berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan

Rasulullah untuk melakukan apa yang membuat senang Rasulullah.19

"

3. Al-Qur’an.

Dalam al-Qur’an banyak dijumpai ayat-ayat yang menunjukkan secara eksplisit

tentang otoritas sunnah. Ayat-ayat tersebut merupakan dalalah qat}’i@ atas kehujjahan

sunnah, diantaranya dapat diklasifikasikan menjadi lima macam, yaitu :

a. Kewajiban beriman kepada Nabi dibarengkan dengan perintah beriman kepada Allah.

Diantaranya, firman Allah :

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya

dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan

sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-

Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari Kemudian, Maka Sesungguhnya orang itu telah sesat

sejauh-jauhnya”20

.

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya

(beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka

berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah

orang-orang yang benar”21

.

Dalam al-Risalahnya, Imam al-Syafi’i rahimahullah berkata : “Awal dari segala

sesuatu adalah iman kepada Allah dan Rasul-Nya, walaupun seorang hamba beriman

kepada Allah akan tetapi tidak kepada Rasul-Nya belumlah dianggap iman yang

sempurna”. Iman kepada Rasulullah sebagai utusan Allah SWT merupakan satu

keharusan dan sekaligus kebutuhan setiap individu.

b. Rasul sebagai penjelas dari al-Qur’an, Diantaranya, firman Allah :

19

Abu Daud, Sunan Abi Daud, (Cairo: Jam’iyyat al-Maknaz al-islamy, 2000) 611. Ibnu Majah, (Cairo:

Jam’iyyat al-Maknaz al-islamy, 2000), 343. Ahmad bin Hanbal, hadith no. 242. 20

Al Qur’a@n, 4 ( al-Nisa@’) : 136. 21

Ibid, 49 (al-Hujura@t) : 15.

Page 7: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

49

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

“Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah

mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada

kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta

mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”22

.

”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara

mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan

mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (al-Sunnah). dan Sesungguhnya mereka

sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”23

.

Mayoritas ulama berpendapat, "al-H}ikmah" dalam ayat ini adalah hal yang selain dari

al-Qur’an, yaitu sesuatu yang dimunculkan oleh Allah melalui rahasia agama dan hukum-

hukum shari'at-Nya, hal ini disebut al-Sunnah. Imam Shafi'i mengemukakan, (al-Kitab)

adalah al-Qur’an sedangkan (al-Hikmah) adalah sunnah Rasulullah. Karena al-Qur’an

telah disebutkan, kemudian diikuti kata hikmah maka kata itu hanya dapat dipahami

hanya dengan sunnah Rasul-Nya karena kata tersebut disandingkan dengan kata al-

Kitab24

.

c. Perintah taat kepada Rasul secara mutlak. Taat kepada Nabi merupakan taat kepada

Allah. Diantara firman-Nya :

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya

bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat

keras hukumannya”25

.

22

Ibid, 2 (al-Baqarah) : 151. 23

Ibid, 62 (al-Jumu’ah) : 2. 24

Mus}t}afa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha, 68. 25

Ibid, 59 (al-H}asyr) : 7.

Page 8: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

50

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil

amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka

kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-

benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)

dan lebih baik akibatnya”26

.

Sebagian ulama memberikan pengertian, “Ulil amri” adalah para pemimpin, yakni

panglima yang memimpin pasukan Rasul . Sedangkan kata “fain tana@za’tum” ialah

jika terjadi perselisihan pendapat dengan para pemimpin yang harus ditaati. Dan arti

“farudduhu lil Allah wa al-Rasul” agar supaya mereka kembali kepada apa yang

difirmankan Allah dan telah disabdakan Rasul-Nya. Maka dari ayat diataas menunjukkan

bahwasannya taat kepada Rasul identik pula dengan taat kepada Allah.

d. Kewajiban mengikuti jejak Rasul.

Mengikuti jejak Nabi adalah sebuah keniscayaan guna mencapai kecintaan kepada

Allah. Diantara firman-Nya :

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah

mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha

Penyayang”27

.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari

kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”28

.

e. Takli@f kepada Nabi untuk mengikuti wahyu dan menyampaikannya tanpa ada

perubahan sedikitpun. Diantaranya, firman Allah :

26

Ibid, 4 (al-Nisa@’) : 59. 27

Ibid, 3 (Ali ‘Imran) : 21. 28

Ibid, 33 (al-Ah}za@b): 21.

Page 9: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

51

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

“Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan

selain dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik”29

.

“Wahai rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. dan

jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu, berarti) kamu tidak menyampaikan

amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir”30

.

Dari penjelasan ayat-ayat diatas beserta klasifikasinya, maka jelaslah bahwa Sunnah

Nabi merupakan sumber ajaran Islam disamping al-Qur’an. Orang yang menolak hadith

sebagai sumber ajaran Islam berarti menolak petunjuk al-Qur’an.

Dapat ditarik suatu pemahaman pula, bahwa ketaatan kepada Rasulullah adalah

mutlak sebagaimana ketaatan kepada Allah SWT. Begitupula dengan ancaman dan

peringatan bagi yang durhaka. Ancaman Allah sering disejajarkan dengan ancaman

karena durhakan kepada Rasul-Nya.

4. Al-Hadith.

Hadith yang menjadi dalil kehujjahan sunnah serta menunjukkan kewajiban

menjadikannya sebagai pedoman hidup -disamping Al-Qur’an sebagai pedoman

utamanya- juga banyak sekali, diantaranya dapat diklasifikasikannya menjadi tiga

macam, yaitu :

a. Kemaksuman Nabi dari sifat bohong.

عليه وسلم أنه قال أل إني مقدام بن معدي كرب عن ال صلى للا عن رسول للا

أوتيت الكتاب ومثله معه أل يوشك رجل شبعان على أريكته يقول عليكم بهذا القرآن

موه أل ل يحل لكم لحم فما وجدتم ف يه من حلل فأحلوه وما وجدتم فيه من حرام فحر

بع ول لقطة معاهد إل أن يستغني عنها الحمار الهلي ول كل ذي ناب من الس

.بقوم فعليهم أن يقروه فإن لم يقروه فله أن يعقبهم بمثل قراه صاحبها ومن نزل

“Dari al-Miqdam bin Ma'di Karib dari Rasulullah , beliau bersabda: "Ketahuilah,

sesungguhnya aku diberi al-Qur'an dan yang semisal bersamanya (Al-Sunnah). Lalu

ada seorang laki-laki yang dalam keadaan kekenyangan duduk di atas kursinya

berkata, "Hendaklah kalian berpegang teguh dengan Al-Qur’an! Apa yang kalian

dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara halal maka halalkanlah. Dan apa yang

kalian dapatkan dalam Al-Qur’an dari perkara haram maka haramkanlah.

Ketahuilah! Tidak dihalalkan bagi kalian daging himar jinak, daging binatang buas

yang bertaring dan barang temuan milik orang kafir mu'ahid (kafir dalam janji

perlindungan penguasa Islam, dan barang temuan milik muslim lebih utama) kecuali

pemiliknya tidak membutuhkannya. Dan barangsiapa singgah pada suatu kaum

29

Ibid, 6 (al-An’a@m) : 106. 30

Ibid, 5 (al-Ma@idah) : 67.

Page 10: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

52

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

hendaklah mereka menyediakan tempat, jika tidak memberikan tempat hendaklah

memberikan perlakukan sesuai dengan sikap jamuan mereka.31

"

Dalam hadith ini dijelaskan bahwasannya, kepada Nabi diturunkan wahyu

berupa al-Qur’an dan lainnya (sunnah). Adapun syari'at yang ditetapkan Nabi pada

hakikat penetapan syari'atnya tidak terlepas asalnya dari sisi Allah32

.

Kehujjahan sunnah merupakan kelanjutan dari kemaksuman Nabi dari sifat

bohong dalam segala apa yang dikatakan, diperbuat dan ditetapkan. Nabi merupakan

tafsir ‘amali al-Qur’an. Oleh karena itu, jika sunnah tidak dapat dijadikan hujjah, al-

Qur’an akan dipertanyakan kehujjahaannya karena sunnah merupakan produknya33

.

b. Perintah Nabi untuk berpegang teguh kepada sunnahnya.

عليه وسلم قال تركت فيكم أمرين لن صلى للا عن مالك أنه بلغه أن رسول للا

وسنة نبيه كتم بهما كتاب للا تضلوا ما تمس

“dari Malik telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah bersabda: "Telah aku

tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian

berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.34

"

Hadith diatas menjelaskan bahwa seseorang tidak akan sesat (dunia dan

akhiratnya) selamanya apabila hidupnya di dunia berpegang teguh dan berpedoman

pada al-Qur’an dan Sunnah.

c. Perintah Nabi untuk mendengar dan menyampaikan sunnahnya.

ث عن أبيه بن مسعود يحد حمن بن عبد للا عن سماك بن حرب قال سمعت عبد الر

امرأ سمع منا شيئا فبلغه كما قال ر للا عليه وسلم يقول نض سمعت النبي صلى للا

.رب مبلغ أوعى من سامع سمع ف “Dari Simak bin Harb dia berkata; aku mendengar Abdurrahman bin Abdullah bin

Mas'ud bercerita dari bapaknya dia berkata; aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi

wasallam bersabda: "Allah akan memperindah seseorang yang mendengar sesuatu

dariku kemudian dia sampaikan sebagaimana dia mendengarnya, maka bisa jadi

orang yang menyampaikan lebih faqih dari yang mendengar"35

.

Imam al-Shafi’i mengatakan bahwa ketika Rasul menganjurkan untuk

mendengarkan sabda-sabda beliau kemudian dihafal dan disampaikan pula kepada

yang lainnya, maka jelas menunjukkan bahwa sabda itu sebagai dasar hukum. Karena

itu sabda beliau dapat digunakan untuk menetapkan yang halal dan haram untuk

dijauhi36

.

5. Kemustahilan hanya mengamalkan dari al-Qur’an.

Al-Qur’an sebagai sumber hukum pertama mengandung pokok-pokok ajaran

secara global (mujmal), absolut (mutlaq), dan universal (’am). Dengan kapasitasnya dan

31

Abi Daud, Sunan Abi Daud...,669. 32

Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, 308. 33

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, 26. 34

Malik bin Anas, al-Muwat}t}a’, (Cairo: Dar al-Rayan li al-Turath, 1988) vol. 4,1039. 35

al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, (Cairo: Jam’iyyat al-Maknaz al-islamy, 2000),614. Abu Isa berkata : Hadith

ini Hasan S}ahih. 36

Jalal al-Din al-Suyut}i, Mifta@h al-Jannah, 50.

Page 11: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

53

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

secara logika, al-Qur’an membutuhkan sunnah untuk menjelaskan (tabyin),

menginterpretasikan (tafsir), merinci (tafs}il) dan melaksanakan (tanfidz)nya.

Sebagai contoh hubungan al-Qur’an dengan al-Sunnah sebagai tabyin, firman Allah

dalam al-Qur’an ;

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan

kezaliman (syirik), mereka Itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk37

”.

Para sahabat berkata : 'Wahai Rasulullah, siapakah di antara kita yang tidak

mendzalimi dirinya! ' Beliau menjawab: 'Hal itu tidaklah seperti yang kalian maksudkan.

Ia adalah sebagaimana yang dikatakan Luqman kepada anaknya: '(Wahai anakku,

janganlah kamu mensyirikkan Allah. Sesungguhnya syirik adalah kezhaliman yang besar)

'. (Qs. Luqman: 13)38

.

6. Al-Sunnah terbagi menjadi dua : wahyu dan yang berkedudukan seperti wahyu.

Setiap sesuatu yang bersumber dari Rasul terbagi menjadi dua bagian, yaitu :

1) Wahyu.

Wahyu yang datang dari Allah swt. merupakan dasar dan pondasi agama yang

harus diikuti dan dipatuhi.39

Bagian ini jelas merupakan suatu hal yang maksum

(terpelihara) dari kesalahan dan lupa. Bagian ini terkadang diwahyukan beserta

lafalnya, maka terkandung didalamnya kemukjizatan, yaitu al-Qur’an. dan

terkadang diwahyukan tidak beserta lafalnya, yaitu hadith Nabi40

. Keduanya tidak

diragukan merupakan wahyu yang pada hakekatnya berasal dari sumber yang satu.

Dalil bahwa Hadith Nabi merupakan wahyu dikemukakan Allah dalam salah satu

firman-Nya :

“Dan Tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa

nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan

(kepadanya)41

”.

Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b berpendapat, bahwa sunnah yang termasuk

wahyu adalah setiap sesuatu yang datang dari Nabi saw.—selain al-Qur’an—

terkait dengan al-Ah}ka>m al-Shari>’ah, sebagai perinci dari hukum yang terdapat

dalam al-Qur’an, serta bersifat aplikatif dari ayat al-Qur’an. Perbedaan wahyu al-

Qur’an dengan Sunnah adalah jika al-Qur’an merupakan al-Wah}yu al-Matlu>,

membacanya dinilai sebagai ibadah, adapun sunnah termasuk al-Wah}yu ghairu

Matlu> serta membacanya tidak dinilai ibadah.42

37

Al-Qur’an, 6 (al-An’am) :82. 38

Bukhari, S}ah}ih} al-Bukhari, (Riyad}: Bayt al-Afka@r wa al-Dawliyyah, 1998),231. Muslim, S}ah}ih} al-

Muslim, (Riyad}: Bayt al-Afka@r wa al-Dawliyyah,1988),178. 39

Ayat-ayat yang terkait dengan hal ini adalah: Al-Qur’a>n, 59 (al-H}ashr): 57, 3 (a>li Imra>n): 31, 4 (al-

Nisa>’): 80 dan 65, 24 (al-Nu>r): 63, 33 (al-Ah}za>b): 36 40

Sebagian ulama berpendapat mengkategorikan hadith Qudsi dalam bagian ini, yaitu bagi mereka yang

berpendapat bahwa redaksinya dari Rasul. 41

Al-Qur’an, 53 (al-Najm) :3-4. 42

Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Usu>l al-H}adi>th; ‘Ulu>muhu> wa Mus}t}ala>h}uhu (Beirut: Da>r al-Fikr,

1975), 34.

Page 12: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

54

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

2). Ijtihad Nabi.

Berasal dari pribadi Rasul yang tidak dimaksudkan sebagai penyampaian dari

Allah. pada bagian ini ada kalanya Allah mengukuhkannya dan terkadang pula

tidak demikian. Jika hal tersebut dikukuhkan-Nya maka ia menempati

kedudukannya seperti wahyu. karena suatu penetapan Allah berarti menunjukkan

akan kebenaran dan sesuai disisi-Nya. Termasuk di dalamnya hukum-hukum yang

bersumber dari ijtihad Rasul kemudian dikukuhkan oleh Allah. Pada bagian ini

adakalanya tidak dikukuhkan oleh Allah, yaitu berupa kebiasaan beliau seperti ;

keadaan bagaimana beliau makan, minum, duduk, memakai baju, tidur, dan setiap

sesuatu yang berhubungan dengan keduniawiaan43

.

7. Ijma’.

Jika ditelusuri peninggalan ulama salaf hingga khalaf, mulai dari masa Khulafa

al-Rasyidin hingga era sekarang, kita akan menemukan konsensus (ijma’) bahwa

sunnah sebagai hujjah dalam hukum Islam setelah al-Qur’an44

.

Umat islam telah sepakat atas kehujjahan hadi>th nabi tersebut dan

mengamalkannya sebagai upaya dalam memenuhi perintah Allah untuk menaati rasul-

Nya serta menerima hadith nabi sebagaimana menerima al-Qur’an. Hal itu disebabkan

karena sunnah adalah sumber tashri’45

.

Al-Shafi’i mengatakan : aku tidak mendengar seseorang yang dinilai manusia

atau oleh dirinya sendiri sebagai orang alim yang menyalahi kewajiban Allah untuk

mengikuti Rasul dan berserah diri atas keputusannya. Allah tidak menjadikan orang

setelahnya kecuali agar mengikutinya. Tidak ada perkataan dalam segala kondisi

kecuali berdasarkan Kitab Allah atau sunnah Rasul-Nya. Dasar lain selain dua dasar

tersebut harus mengikutinya. Sesungguhnya Allah telah memfardukan kita, orang-

orang sebelum dan sesudah kita dalam menerima khabar dari Rasul. Tidak ada

seorangpun yang berbeda bahwa yang fardu dan yang wajib adalah menerima khabar

dari Rasulullah46.

Kesimpulan

Al-Sunnah menempati posisi fundamental dalam Islam di samping al-Qur’an. Posisi

tersebut ditunjukkan oleh fungsinya sebagai penjelas al-Qur’an dan sumber hukum kedua.

Mengingat problematika keumumam makna ayat al-Qur’an, posisi hadith sebagai

penjelas dan sumber hukum perlu dijadikan pegangan dalam menjawab persoalan-persoalan

hukum, baik terkait dengan shari’at maupun persoalan kemanusiaan.

Otoritas (kehujjahan) sunnah didasarkan atas dalil-dalil yang pasti (qat}’i@), baik dari

ayat al-Qur’an ataupun Hadith Nabi atau menurut akal sehat. Sunnah yang dapat dijadikan

hujjah tentunya sunnah yang telah memenuhi persyaratan sahih, baik mutawattir maupun

ahad.

Daftar Rujukan

Abdul Khalik, Abdul Ghani. Hujjiyat al-Sunnah, Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt.

Anas (bin), Malik, al-Muwat}t}a’, Cairo: Dar al-Rayan li al-Turath, 1988.

Bukhari (al). S}ah}i>h} al-Bukha>ri, Riyad}: Bayt al-Afkar wa al-Dawliyyah, 1998.

Daud (Abu). Sunan Abi Daud. (Cairo: Jam’iyyat al-Maknaz al-islamy, 2000.

43

Abdul Ghani Abdul Khalik, Hujjiyat al-Sunnah, 239. 44

Ibid, 341 45

Muhammad ‘Ajja>j al-Khat}i>b, Usu>l al-H}adi>th; Ulu>muhu> wa Mus}t}ala>h}uhu, 36-41. 46

Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, 26.

Page 13: OTORITAS AL SUNNAH SEBAGAI SUMBER AJARAN ISLAMjournal.unisla.ac.id/pdf/13812014/6. Abu Azam, Otoritas al-Sunnah.pdfKata Kunci: Otoritas, al-Sunnah dan Ajaran Islam. Pendahuluan Pemahaman

55

AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014

Hambal (Abu), Abu Abdillah Ahmad. Musnad Ahmad Bin Hambal, Juz 1. Al-Maktabah Al-

Islami. Beriut t.t.

Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits, Bandung : Angkasa ,1987.

_____. Hadits Nabi Menurut pembela, pengingkar dan pemalsunya, Jakarta : Gema Insani

Press, 1995.

Mahmud, Abdul Halim. al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tashri’ al-Islami, Beirut: Maktabah

al-As}riyah, 1977.

Majah (Ibnu). (Kairo: Jam’iyyat al-Maknaz al-islamy, 2000

Syafi’i (al) Muhammad bin Idris, al-Risalah. Mans}urah: Dar al-Wafa’, tt.

Shahbah (Abu), Muhammad bin Muhammad. Difa>’un ‘An al-Sunnah, Maktabat al-

Sunnah,tth.

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2011.

Khat}i>b (al), Muhammad ‘Ajja>j, Usu>l al-H}adi>th; Ulu>muhu> wa Mus}t}ala>h}uhu>,

Beirut: Da>r al-Fikr, 1975.

Muslim. S}ah}ih} Muslim, Riyad}: Dar Taybah, 2006.

Rayah (abu) Muhammad. Ad}wa@ ala al-Sunnah al-Muhammadiyah aw Difa@’ ‘an al-

Sunnah, Cairo: Dar al-Ma’arif, tt.

Suyut}i (al) Jalal al-Din. Mifta@h al-Jannah fi al-Ih}tija@j bi al-Sunnah, Dar al-Kutub al-

Ilmiyah, 1987.

Siba’i (al), Mus}t}afa. al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tashri’ al-Isla@mi, Cairo: Dar al-

Warraq, tt.

Qaradlawi (al), Yusuf. Kaifa Nata’amal ma’a al-Sunnah, Mans}urah: Dar al-Wafa’, 1993.