1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah .1 Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus- menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan jumlah penderita OMSK dunia melibatkan 65–330 juta orang dengan
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1 Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1 Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1 Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian
tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media
terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing
mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan
terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua
tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1
Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga
tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga
tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental,
bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak
pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan
patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam
hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan
jumlah penderita OMSK dunia melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga
berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang
signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien
OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia. Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe klinik penyakit.
Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk pertimbangan sosial
dan fungsional yang merupakan tujuan yang sekunder. Terapi medikamentosa
ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan operasi dikerjakan pada OMSK
tipe ganas. 2
Tanpa penanganan yang baik, OMSK akan berlanjut menyebabkan
berbagai komplikasi antara lain petrositis, paralisis fasial, labirinitis,
tromboflebitis, meningitis, dan abses intrakranial. Di antara semua komplikasi ini
gangguan pendengaran hampir selalu dilaporkan pada lima puluh persen kasus
OMSK (Adoga et al., 2010). Bahkan sebanyak dua pertiga individu dengan
2
gangguan pendengaran berada di negara berkembang dan tuli konduktif akibat
OMSK terjadi pada 13.8-36.2% diantaranya.3
Jenis dan derajat gangguan pendengaran yang terjadi pada OMSK dapat
bervariasi antara tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran, dengan
derajat ringan hingga berat. Tuli konduktif adalah bentuk yang paling umum
ditemukan, namun tidak menutup kemungkinan tuli sensorineural dan tuli
campuran dapat terjadi . Hal ini bergantung pada berbagai hal antara lain: jenis
OMSK, lama sakit dan lokasi perforasi. 3,4,5
Secara umum, OMSK dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu
OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. OMSK tipe maligna berhubungan
dengan tingkat morbiditas yang lebih tinggi. Pada OMSK tipe ini sering sekali
ditemukan jaringan granulasi, kolesteatoma, dan putusnya rantai tulang
pendengaran, hal ini tentunya berhubungan dengan gangguan transmisi
gelombang suara yang bermanifestasi sebagai penurunan derajat gangguan
dengar. Proses peradangan pada tipe maligna ini juga sering melibatkan tulang
mastoid dan tentunya telinga dalam, sehingga akan menyebabkan munculnya jenis
ketulian sensorineural di samping tuli konduktif .4
Beratnya gangguan pendengaran juga bergantung kepada ukuran dan
lokasi perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
penghantaran suara di telinga tengah. Perforasi pada membran timpani akan
menyebabkan gangguan transmisi suara ke tulang-tulang pendengaran sehingga
proses konduksi gelombang suara dari telinga luar ke telinga tengah, kemudian ke
telinga dalam akan berkurang. Tipe perforasi sendiri juga berefek terhadap jenis
gangguan pendengaran. Perforasi yang terletak di sentral dan di atik akan
menyebabkan terpaparnya fenestra rotunda dan fenestra vestibuli berkontak
langsung dengan udara luar sehingga sehingga akan mempermudah proses infeksi
ke telinga dalam. Terdapat korelasi positif antara durasi penyakit OMSK dengan
jenis dan derajat gangguan pendengaran yang muncul. Pada OMSK yang telah
berlangsung selama 26 tahun, insidensi tuli sensorineuralnya sebesar 33,33% dan
sebanyak 50% pasien dengan derajat gangguan dengar sedang dan sedang berat
adalah penderita OMSK diatas 10 tahun. Hal ini disebabkan karena proses
peradangan telinga tengah yang berlangsung lama cenderung akan berlanjut
3
semakin parah dan melibatkan struktur disekitarnya termasuk telinga dalam dan
tulang pendengaran.1,4,5
1.2 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada
pendengaran.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH
Telinga tengah terdiri dari :7
1. Membran timpani.
2. Kavum timpani.
3. Prosesus mastoideus.
4. Tuba eustachius
Gambar 1. Anatomi Telinga
2.1.1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan
memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana timpani merupakan
kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani,
5
puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya
(cone of light). 7,8
Gambar.2 Membran Timpani
Gambar.3 Tulang Pendengaran
Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu
1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.
Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :
1. Pars tensa
Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang
tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada
sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.
6
2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih
tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :
Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).
Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).
2.1.2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,
bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau
vertikal 15mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani
mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial,
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat
derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat
diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16
tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan
seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara
parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum
pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek
bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat
diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada
OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu. 1,2,21,22
OMSK Maligna
Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotic dalam
kantung yang terinfeksi tidak bisa tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat
drainage sagaat membantu. Granulasi pada mukosa dapat diobati dengan larutan
AgNo3 encer ( 5 -100 %) kemudian dilanjutkan dengan pengolesan gentian violet
2 %. Selain sebagai bakterisid untuk mengeringkan juga berguna untuk otitis
eksterna dengan otorhea kronik. 1,2,21
Cara terbaik mengangkat polip atau masa granulasi yang besar,
menggunakan cunam pengait dengan permukaan yang kasar diolesi AgNo3 25-50
% beberapa kali, selang 1 -2 minggu. BIla idak dapat diatasi , perlu dilakukan
pembedahan pada jaringan patologik yang irreversible. Konsep dasar pembedahan
adalah eradikasi penyakit yang irreversible dan drainase adekwat, rekontruksi dan
operasi konservasi yang memungkinkan rehabilitasi pendengaran sempurna pada
penyakit telinga kronis.
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara
sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi
abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1,24
39
• Mastoidektomi sederhana
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan
pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid
dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair
lagi.
• Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom
yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani
dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar
dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah
anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.
•Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)
Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum
merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding
posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang
semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran
yang masih ada.
• Miringoplasti
Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan
ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi
ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama
timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.
Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada
OMSK tipe tubatimpani dengan perforasi yang menetap.
•Timpanoplasti
Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih
berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan
medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta
memperbaiki pendengaran.Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani
seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan
40
bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe
II, III, IV dan V.
•Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach
Tympanoplasty)
Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe
tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk
menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik
mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang
dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom
dan jaringan granulasi di kavum Universitas Sumatera Utaratimpani melalui dua
jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi
posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe atikoantral belum disepakati
oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007).
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,
memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi
atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
41
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. OMSK atau yang biasa disebut di masyarakat dengan congek adalah suatu
infeksi telinga tengah menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi
yang fatal.
2. OMSK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang
sedang berkembang. Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi
mempengaruhi kejadian OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah,
lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan
faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada
negara yang sedang berkembang.
3. Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai
dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan.
Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak serta tipe ganas
Penatalaksanaannya meliputi pembersihan sekret telinga, medikamen dan
tindakan operasi.
4. Kekurangan pendengaran didapati pada ± 50% kasus OMSK dan kematian
terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian besar
kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan
keluhan telinga berair.
5. Gangguan pendengaran ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang
pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses
patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat
menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai
kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik
42
B. SARAN
Dalam penyusunan tinjauan kepustakaan ini banyak sekali terdapat
kekurangan yang sangat membutuhkan saran untuk perbaikan kedepan. Karena
itu, kami selaku penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang
membangun, agar kedepannya tinjauan kepustakaan ini menjadi lebih baik dalam
memberikan informasi dan ilmu pengetahuan.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h. 64-74.
2. Fung K. Otitis Media Chronic. 2004. Diakses pada tanggal : 26 Januari 2014. Diunduh dari: http://www.medline.com.
3. Islam, M. R., Bhuiyan, M. A. R., Rashid, S., & Datta, P. G., 2010. ‘Pattern and Degree of Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis Media’. Bangladesh Jour. Otorhinolaryngol. 16(2): 96-105.
4. Kasliwal, N., Joshi, S., & Pareeket, S. M., 2004. ‘Determinant of Sensorineural Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis Media’. Indian Journal of Otolaringology and Head and Neck Surgery, 56(4): 269-272.
5. Kaur, K., Sonkhya, N., & Bapna, A. S., 2003. ‘Chronic Suppurative Otitis Media and Sensorineural Hearing loss : Is There a Correlation?’. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 55(1): 21-24.
6. Maharjan M., Kafle P., Bista M., Shrestha S., & Toran, K. C., 2009. ‘Observation of Hearing Loss in Patients with Chronic Suppurative Otitis Media Tubotympanic Type’. Kathmandu University Medical Journal, 7(4): 397-40.
7. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Bois Fundamentals of Otolaryngology. A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co. 1997.
9. Drake, R. L., Vogl, A. W. & Mitchell, A. W. M., 2009. Gray's Anatomy for Students. 2nd ed . Philadelphia: Churcill Livingston.
10. Wright A., 1997. Basic Science Scott-Brown’s Otolaryngology. 6thedition. Vol 1. Anatomy and Ultrastructure of The Human Ear. Great Britain: Butterworth Heinemann. pp. 1-49.
11. Barrett K. C. et al, 2010. Ganong’s Review if Medical Physiology. 23rded. Hearing and Equilibrium. USA: The Mc-Graw Hill Company Inc, Ch. 3.
12. Liston S. L. and Duvall A., 2003. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Jakarta: EGC. pp. 27-38.
13. Austin D. F., 1997. Ballenger J. J. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid II. Anatomi dan Embriologi. Jakarta: Binarupa Aksara. pp.101-151.
14. Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth Edition. Asia: Wiley
15. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., dan Stanton, B.F., 2004. Hearing Loss. Dalam: Nelson Textbook of pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elseveir: 2620-2628.
16. Lassman, M.F., Levine, S.C., dan Greenfield, D.G., Audiologi. Dalam: Adams, G.L., Boie, Jr., dan Highler, P.A., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran: 46-47.
17. World Health Organization, 2006. Deafness and Hearing Impairment. Diunduh dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en. [Akses 13 Februari 2014].
18. Soepardi EA. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h. 1-6.
19. Miyoso, D.P., Mewengkang, L.N., dan Aritomoyo, D., 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Cermin Dunia Kedokteran,No.39: 16-20.
20. Bhargava, K.B., Bhargava, S.K., dan Shah, T.M., 2002. Deafness & Examination of the Ear. Dalam: A Short Textbook of E.N.T. Diseases. 5th ed. Mumbai: Usha Publications: 119-125 & 21-40.
21. Bull PD. Disease of the Ear, Nose, and Throat, edisi 6, Blackwell Science. 1995.
22. Edward Y, Mulyani S. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas kedokteran Universitas Andalas. 2009.
23. Medicastore, 2006. Berkurangnya Pendengaran dan Tuli. Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/357/BerkurangnyaPendengaran&Tuli.html. [Akses 15 Februari 2014].
24. Sjamsuhidajat & Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 1999.