Top Banner
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah .1 Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus- menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1 Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan jumlah penderita OMSK dunia melibatkan 65–330 juta orang dengan
66

otitis media

Dec 22, 2015

Download

Documents

meyra_chan

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1
Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1
Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: otitis media

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian

tengah, yakni tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media

terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing-masing

mempunyai bentuk akut dan kronis. Pada beberapa penelitian, diperkirakan

terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak. Infeksi umumnya terjadi dua

tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa sekolah. 1

Otitis media supuratif kronik (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga

tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga

tengah (otorhea) terus-menerus atau hilang timbul, sekret dapat encer atau kental,

bening atau berupa nanah. Otitis media supuratif kronis merusak jaringan lunak

pada telinga tengah dapat juga merusak tulang dikarenakan terbentuknya jaringan

patologik sehingga sedikit sekali atau tidak pernah terjadi resolusi spontan. 1

Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi dalam

hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan

jumlah penderita OMSK dunia melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga

berair, 60% di antaranya (39–200 juta) menderita kurang pendengaran yang

signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia  adalah 3,8% dan pasien

OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah

sakit di Indonesia. Penatalaksanaan OMSK didasarkan pada tipe klinik penyakit.

Tujuan penting dalam penatalaksanaan OMSK adalah untuk pertimbangan sosial

dan fungsional yang merupakan tujuan yang sekunder. Terapi medikamentosa

ditujukan pada OMSK tipe jinak dan tindakan operasi dikerjakan pada OMSK

tipe ganas. 2

Tanpa penanganan yang baik, OMSK akan berlanjut menyebabkan

berbagai komplikasi antara lain petrositis, paralisis fasial, labirinitis,

tromboflebitis, meningitis, dan abses intrakranial. Di antara semua komplikasi ini

gangguan pendengaran hampir selalu dilaporkan pada lima puluh persen kasus

OMSK (Adoga et al., 2010). Bahkan sebanyak dua pertiga individu dengan

Page 2: otitis media

2

gangguan pendengaran berada di negara berkembang dan tuli konduktif akibat

OMSK terjadi pada 13.8-36.2% diantaranya.3

Jenis dan derajat gangguan pendengaran yang terjadi pada OMSK dapat

bervariasi antara tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campuran, dengan

derajat ringan hingga berat. Tuli konduktif adalah bentuk yang paling umum

ditemukan, namun tidak menutup kemungkinan tuli sensorineural dan tuli

campuran dapat terjadi . Hal ini bergantung pada berbagai hal antara lain: jenis

OMSK, lama sakit dan lokasi perforasi. 3,4,5

Secara umum, OMSK dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu

OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna. OMSK tipe maligna berhubungan

dengan tingkat morbiditas yang lebih tinggi. Pada OMSK tipe ini sering sekali

ditemukan jaringan granulasi, kolesteatoma, dan putusnya rantai tulang

pendengaran, hal ini tentunya berhubungan dengan gangguan transmisi

gelombang suara yang bermanifestasi sebagai penurunan derajat gangguan

dengar. Proses peradangan pada tipe maligna ini juga sering melibatkan tulang

mastoid dan tentunya telinga dalam, sehingga akan menyebabkan munculnya jenis

ketulian sensorineural di samping tuli konduktif .4

Beratnya gangguan pendengaran juga bergantung kepada ukuran dan

lokasi perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem

penghantaran suara di telinga tengah. Perforasi pada membran timpani akan

menyebabkan gangguan transmisi suara ke tulang-tulang pendengaran sehingga

proses konduksi gelombang suara dari telinga luar ke telinga tengah, kemudian ke

telinga dalam akan berkurang. Tipe perforasi sendiri juga berefek terhadap jenis

gangguan pendengaran. Perforasi yang terletak di sentral dan di atik akan

menyebabkan terpaparnya fenestra rotunda dan fenestra vestibuli berkontak

langsung dengan udara luar sehingga sehingga akan mempermudah proses infeksi

ke telinga dalam. Terdapat korelasi positif antara durasi penyakit OMSK dengan

jenis dan derajat gangguan pendengaran yang muncul. Pada OMSK yang telah

berlangsung selama 26 tahun, insidensi tuli sensorineuralnya sebesar 33,33% dan

sebanyak 50% pasien dengan derajat gangguan dengar sedang dan sedang berat

adalah penderita OMSK diatas 10 tahun. Hal ini disebabkan karena proses

peradangan telinga tengah yang berlangsung lama cenderung akan berlanjut

Page 3: otitis media

3

semakin parah dan melibatkan struktur disekitarnya termasuk telinga dalam dan

tulang pendengaran.1,4,5

1.2 Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) pada

pendengaran.

Page 4: otitis media

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ANATOMI TELINGA TENGAH

Telinga tengah terdiri dari :7

1. Membran timpani.

2. Kavum timpani.

3. Prosesus mastoideus.

4. Tuba eustachius

Gambar 1. Anatomi Telinga

2.1.1. Membran Timpani

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana timpani merupakan

kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani,

Page 5: otitis media

5

puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya

(cone of light). 7,8

Gambar.2 Membran Timpani

Gambar.3 Tulang Pendengaran

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu

1. Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.

2. Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.

3. Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan

mukosum.

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian :

1. Pars tensa

Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang

tegang dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada

sulkus timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

Page 6: otitis media

6

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih

tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

2.1.2. Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau

vertikal 15mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani

mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial,

dinding anterior, dinding posterior. 7

  Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran ( maleus, inkus, stapes).

2. Dua otot.

3. Saraf korda timpani.

4. Saraf pleksus timpanikus.

  Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)

Otot-otot pada kavum timpani.

Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot

stapedius ( muskulus stapedius). 7

Saraf Korda timpani

Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari

kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda

timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir posterosuperior sulkus timpani

danberjalan keatas depan lateral keprosesus longus dari inkus dan kemudian ke

bagian bawah leher maleus tepatnya diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah

berjalan kearah medial menuju ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar

Page 7: otitis media

7

melalui fisura petrotimpani. Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi

parasimpatetik yang berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan

submandibula melalui ganglion submandibular. Korda timpani memberikan

serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior. 7,8

Saraf fasial

Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen yang berbeda, yaitu :

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua

(faringeal) yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. Digastrik

dan m. stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor

parasimpatetis preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali

parotis.

Perdarahan Kavum Timpani

Pembuluh-pembuluh darah yang memberikan vaskularisasi kavum timpani

adalah arteri-arteri kecil yang melewati tulang yang tebal. Sebagian besar

pembuluh darah yang menuju kavum timpani berasal dari cabang arteri karotis

eksterna. Pada daerah anterior mendapat vaskularisasi dari a. timpanika anterior,

yang merupakan cabang dari a. maksilaris interna yang masuk ke telinga tengah

melalui fisura petrotimpanika. Pada daerah posterior mendapat vaskularisasi dari

a. timpanika posterior, yang merupakan cabang dari a. mastoidea yaitu

a.stilomastoidea. Pada daerah superior mendapat perdarahan dari cabang

a.meningea media juga a. petrosa superior, a. timpanika superior dan ramus

inkudomalei. Pembuluh vena kavum timpani berjalan bersama-sama dengan

pembuluh arteri menuju pleksus venosus pterigoid atau sinus petrosus superior.

Pembuluh getah bening kavum timpani masuk ke dalam pembuluh getah bening

retrofaring atau ke nodulus limfatikus parotis. 7

2.1.3. Tuba Eustachius

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.

bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

Page 8: otitis media

8

kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36

mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak

dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. 7

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :

1. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).

2. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Bagian tulang sebelah lateral berasal dari dinding depan kavum timpani,

dan bagian tulang rawan medial masuk ke nasofaring. Bagian tulang rawan ini

berjalan kearah posterior, superior dan medial sepanjang 2/3 bagian keseluruhan

panjang tuba (4 cm), kemudian bersatu dengan bagian tulang atau timpani.

Tempat pertemuan itu merupakan bagian yang sempit yang disebut ismus. Bagian

tulang tetap terbuka, sedangkan bagian tulang rawan selalu tertutup dan berakhir

pada dinding lateral nasofaring. Pada orang dewasa muara tuba pada bagian

timpani terletak kira-kira 2-2,5 cm, lebih tinggi dibanding dengan ujungnya

nasofaring. Pada anak-anak, tuba pendek, lebar dan letaknya mendatar maka

infeksi mudah menjalar dari nasofaring ke telinga tengah. Tuba dilapisi oleh

mukosa saluran nafas yang berisi sel-sel goblet dan kelenjar mucus dan memiliki

lapisan epitel bersilia didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis

dengan sel selinder. Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring.

Sekitar ostium tuba terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba.7

Gambar.4 Tuba Eustachius

Page 9: otitis media

9

2.1.4. Prosesus Mastoideus

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding

lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada

daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus

antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari

epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut

sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis

semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat

kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Antrum mastoid adalah sinus yang berisi

udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan telinga tengah

melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal dari dinding-

dindingnya. Antrum sudah berkembang baik pada saat lahir dan pada dewasa

mempunyai volume 1 ml, panjang dari depan kebelakang sekitar 14 mm, daria

atas kebawah 9mm dan dari sisi lateral ke medial 7 mm. Dinding medial dari

antrum berhubungan dengan kanalis semisirkularis posterior dan lebih ke dalam

dan inferiornya terletak sakus endolimfatikus dan dura dari fosa kranii posterior.7,8

2.2 Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari serangkaian rongga tulang yang disebut labirin

tulang serta duktus dan sakulus membran yang disebut labirin membran. Labirin

tulang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea. Rongga tulang

ini dibatasi dengan peritoneum dan mengandung cairan jernih disebut cairan

perilimfe. Berbatasan dengan perilimfe tetapi tidak mengisi seluruh ruangan

labirin tulang terdapat labirin membranosa yang terdiri dari duktus semisirkularis,

duktus koklearis, utrikulus dan sakulus. Ruang labirin membranosa ini diisi

dengan cairan endolimfe.9

Struktur dari telinga dalam membantu penyampaian informasi ke otak

tentang keseimbangan dan pendengaran yaitu :

a. duktus koklear sebagai organ pendengaran.

b. duktus semisirkularis, utrikulus dan sakulus sebagai organ keseimbangan.

Page 10: otitis media

10

Gambar 5. Membran Labirin

2.2.1. Vestibulum

Vestibulum yang mengandung jendela oval pada dinding lateralnya adalah

bagian pusat dari labirin tulang. Vestibulum berhubungan dengan koklea di

bagian anterior dan dengan kanalis semisirkularis di bagian posterosuperior.

Pada dinding lateral vestibulum terdapat foramen oval yang ditutupi foot

plate stapes beserta ligamentum anulare. Dinding medial vestibulum menghadap

ke meatus akustikus internus dan ditembus oleh saraf. Pada dinding medial ini

terdapat dua cekungan yaitu cekungan sferis untuk sakulus dan cekungan elips

untuk utrikulus.

Pada dinding posterior vestibulum terdapat lima lubang kanalis

semisirkularis dan di dinding anterior vestibulum terdapat dua lubang yang

berbentuk elips ke skala vestibularis koklea.10

2.2.2. Kanalis Semisikularis

Terdapat tiga buah kanalis yaitu kanalis semisirkularis superior, posterior

dan lateral yang terletak di atas dan belakang vestibulum. Ketiga kanalis

semisirkularis bermuara pada utrikulus. Bentuk kanalis seperti 2/3 lingkaran

dengan panjang yang hampir sama yaitu ± 0,8 mm.

Pada salah satu ujung masing-masing kanalis ini melebar disebut ampula

dan mengandung sel-sel rambut krista yang berisi epitel sensori vestibular dan

terbuka ke vestibulum. Struktur reseptor ini disebut krista ampularis terletak

Page 11: otitis media

11

memanjang di ujung ampula pada tiap kanal membranosa. Setiap krista terdiri dari

sel rambut dan sel pendukung (sustenakular) yang dikelilingi oleh bagian

gelatinosa (kupula) yang menutupi ampula. Prosesus dari sel rambut melekat pada

kupula dan basis sel rambut berhubungan dekat dengan serabut aferen dari bagian

vestibular dari kranial ke nervus VII (vestibulokoklear) .11

2.2.3. Koklea

Koklea terletak di depan vestibulum dan berbentuk seperti rumah siput

yang mengarah ke dasar dari kanalis auditorius interna dan sumbunya yang

panjang mengarah keluar dengan membentuk sudut 30 dengan bidang horizontal.

Di sepanjang koklea, membran basilar dan membran Reissner membagi koklea

menjadi tiga ruang atau skala. Di atas terdapat skala vestibuli dan di bawah skala

vestibuli dan di bawah terdapat skala timpani yang mengandung cairan perilimfe

dan berhubungan satu sama lain di puncak koklea melalui sebuah lubang terbuka

yang disebut helikotrema.

Di dasar koklea, skala vestibuli berakhir pada jendela oval yang ditutupi

oleh kaki tulang pendengaran (stapes). Skala timpani berakhir pada jendela oval,

sebuah foramen di dinding medial dari telinga dalam yang ditutupi oleh membran

timpani yang fleksibel. Skala media, ruang tengah koklea, berlanjut ke labirin. 11

Gambar 2.3. Potongan Melintang Koklea

Page 12: otitis media

12

2.2.4. Sakulus dan Utrikulus

Utrikulus terletak di bagian belakang lekukan dinding atas vestibulum,

sakulus bentuknya jauh lebih kecil tetapi strukturnya sama dan terletak di dalam

lekukan bagian bawah dan di depan utrikulus. Sakulus menyokong suatu struktur

makula pada dinding medialnya dalam suatu bidang vertikal yang meluas ke

dinding anterior. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus

yang sempit yang juga merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula

utrikulus terletak pada bidang tegak lurus terhadap macula sakulus, utrikulus dan

sakulus seluruhnya dikelilingi oleh perilimfe kecuali pada tempat masuknya saraf

di daerah makula.12

Di dalam setiap labirin membranosa, di lantai utrikulus terdapat organ

otolit (makula). Makula yang lain terletak pada dinding sakulus di posisi

semivertikal. Makula mengandung sel pendukung dan sel rambut dikelilingi oleh

sebuah membran otolit dimana melekat pada kristal kalsium karbonat yang

disebut otolit. Otolit yang disebut juga otokonia atau debu telinga berukuran 3-19

μm pada manusia dan lebih padat dari cairan endolimfe. Prosesus dari sel rambut

melekat pada membran. Serabut saraf dari sel rambut bergabung dengan krista

dari bagian vestibular saraf kranial ke VII.12

2.2.5. Duktus Semisirkularis

Bagian ini terbuka ke bagian posterior dari utrikulus melalui lima lubang

yang terpisah dan letaknya tegak, ini merupakan tiga daratan pada ruang telinga

dalam. Masing-masing duktus pada semisirkularis melebar pada salah satu

ujungnya yang membentuk ampula dan terletak pada saluran tulang yang melebar.

Panjang sumbu dari masing-masing ampula kira-kira 2mm.12

2.2.6. Duktus Koklearis

Duktus koklearis disebut juga skala media dan merupakan bagian labirin

membran koklea sedangkan bagian labirin tulang koklea disebut skala vestibuli

dan skala timpani. Bentuk duktus koklearis ini mengikuti bentuk labirin tulang

koklea berupa dua setengah sampai dua tiga perempat putaran spiral. Duktus

koklearis meluas mulai dari basis koklea sampai ke apek koklea kemudian akan

Page 13: otitis media

13

berakhir sebagai saluran buntu pada apeks yang disebut caecum cupulare. Skala

vestibuli dan skala timpani pada apeks koklea berhubungan satu sama lain

terdapat helikotrema.13

2.2.7. Organ Corti

Pada membran basilaris terdapat organ corti dimana struktur tersebut

mengandung sel rambut yang merupakan reseptor pendengaran. Organ ini

memanjang dari apeks ke dasar koklea dan mempunyai bentuk spiral. Prosesus sel

rambut melubangi lamina retikular, membran yang disokong oleh sel pilar atau

rods of corti. Sel rambut disusun menjadi empat baris, tiga baris dari sel rambut

luar lateral terhadap terowongan dibentuk oleh rods of corti dan satu baris dari sel

rambut medial ke terowongan.

Menutupi barisan sel rambut adalah membran tektorial yang tipis, kental,

dan elastik dimana sel rambut luar melekat. Badan sel neuron sensoris yang

terdapat di sekeliling dari dasar sel rambut terletak di ganglion spiral di dalam

modiolus yang merupakan inti tulang dimana koklea terdapat.

Menurut Rambe, koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu

sekat. Bagian dalam sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya

adalah lamina spiralis membranasea.Ruang yang mengandung perilimfe terbagi

dua, yaitu skala vestibuli dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung

koklea yang disebut helikotrema.

Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir

pada foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea

kearah perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana

Reissner yang memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis).

Duktus koklearis berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh

jaringan ikat penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus

koklearis dan organ Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan

perantaraan duktus Reuniens.

Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung

organel-organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ

Corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan

Page 14: otitis media

14

tiga baris sel rambut luar yang berisi kira-kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung

lewat lubang-lubang lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk

oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung

bawah sel rambut. Pada permukaan sel rambut terdapat strereosilia yang melekat

pada suatu selubung yang cenderung datar yang dikenal sebagai membrana

tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh limbus. 12

2.3. Fisiologi Pendengaran

2.3.1 Fisiologi Pendengaran Normal

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga

dan mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran

ini diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.

Selanjutnya, stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan

perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner

yang mendorong endolimfe dan membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe

dalam skala timpani akan bergerak sehingga foramen rotundum terdorong ke arah

luar .14

Menurut Ismail, pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan

dengan terdorongnya membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus.

Rangsangan fisik ini berubah menjadi rangsangan listrik akibat adanya perbedaan

ion Natrium dan Kalium yang diteruskan ke cabang-cabang nervus

vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan rangsangan itu ke pusat sensorik

pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di lobus temporalis.14

Page 15: otitis media

15

Gambar.4 Alur fisiologi pendengaran

2.3.2 Fisiologi Gangguan Pendengaran

Gangguan pada telinga luar, tengah, dan dalam dapat menyebabkan

ketulian. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli campur. Tuli

konduktif terjadi akibat kelainan telinga luar, seperti infeksi, serumen atau

kelainan telinga tengah seperti otitis media atau otosklerosis. 15

Tuli sensorineural melibatkan kerusakan koklea atau saraf

vestibulokoklear. Salah satu penyebabnya adalah pemakaian obat-obat ototoksik

seperti streptomisin yang dapat merusak stria vaskularis. Selain tuli konduksi dan

sensorineural, dapat juga terjadi tuli campuran. Tuli campuran adalah tuli baik

konduktif maupun sensorineural akibat disfungsi konduksi udara maupun

konduksi tulang. 16

2.4. Gangguan Pendengaran

2.4.1. Definisi Gangguan Pendengaran

Menurut Khabori dan Khandekar, gangguan pendengaran menggambarkan

kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga. Tingkat penurunan

gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan, sedang, sedang berat, berat, dan

sangat berat. 17

Page 16: otitis media

16

2.4.2. Klasifikasi Derajat Gangguan Pendengaran17

Tabel 2.1. Klasifikasi derajat gangguan pendengaran menurut International

Standard Organization (ISO) dan American Standard Association

(ASA)

2.4.3. Jenis Gangguan Pendengaran

Ada tiga jenis gangguan pendengaran, yaitu konduktif, sensorineural, dan

campuran. Menurut Centers for Disease Control and Prevention pada gangguan

pendengaran konduktif terdapat masalah di dalam telinga luar atau tengah,

sedangkan pada gangguan pendengaran sensorineural terdapat masalah di telinga

bagian dalam dan saraf pendengaran. Sedangkan, tuli campuran disebabkan oleh

kombinasi tuli konduktif dan tuli sensorineural. Menurut WHO-SEARO (South

East Asia Regional Office) Intercountry Meeting (Colombo, 2002) faktor

penyebab gangguan pendengaran adalah otitis media suppuratif kronik (OMSK),

tuli sejak lahir, pemakaian obat ototoksik, pemaparan bising, dan serumen prop. 17

2.4.4 Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif

Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak

dapat mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa

gangguan atau lesi pada kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang

telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk

yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada kerusakan pada telinga dalam,

maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis (N.VIII).

Page 17: otitis media

17

Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga

sebelumnya.

2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan

perubahan posisi kepala.

3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).

4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut

(soft voice) khususnya pada penderita otosklerosis.

5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai.

Menurut Lalwani, pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada

sekret dalam kanal telinga luar, perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya

cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau selaput gendang telinga tampak

normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan pada rantai tulang

pendengaran.

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak

dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata

yang mengandung nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif.

Dengan menggunakan garputala 250 Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari

hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi ke arah yang sakit. Dengan

menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach memanjang 18

2.4.5 Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang

ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:

1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan

penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang

dibanding orang normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara

yang lembut dari penderita gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya

otosklerosis.

2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan dalam

suasana gaduh dibanding suasana sunyi.

Page 18: otitis media

18

3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat

ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya.

Menurut Soetirto, Hendarmin dan Bashiruddin, pada pemeriksaan fisik

atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga tampak normal.

Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat

mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-

kata yang mengundang nada tinggi (huruf konsonan).

Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada

hantaran tulang. Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach

ada pemendekan hantaran tulang. 18

2.4.6 Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran

jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula

gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis),

kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan sensorineural. Dapat pula

sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis sensorineural, lalu kemudian

disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis), kemudian terkena

infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama.

Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga

dalam. 19

Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen

gejala gangguan pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan

fisik atau otoskopi tanda-tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan

pendengaran jenis sensorineural. Pada tes bisik dijumpai penderita tidak dapat

mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata baik

yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala Rinne negatif.

Weber lateralisasi ke arah yang sehat. Schwabach memendek. 20

Page 19: otitis media

19

2.5. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

2.5.1. DEFINISI

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga

tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi

atas otitis media supuratif dan otitis media supuratif dan otitis media non supuratif

(=otitis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media

efusi (OME). 1

Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis

media supuratif akut (otitis media akut = OMA) dan otitis media supuratif kronis

(OMSK). Begitu pula otitis media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut

(barotrauma = aerotitis) dan otitis media serosa kronis. Selain itu terdapat juga

otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis media sifilitika.

otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.1

Gambar.5 Pembagian Otitis Media

OMSK adalah stadium dari penyakit telinga tengah dimana terjadi

peradangan kronis dari telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak

intak ( perforasi ) dan ditemukan sekret (otorea), purulen yang hilang timbul.

Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah dan berlangsung

lebih dari 2 bulan.

Perforasi sentral adalah pada pars tensa dan sekitar dari sisa membran

timpani atau sekurang-kurangnya pada annulus. Lokasi perforasi sentral ditandai

Page 20: otitis media

20

oleh hubungannya dengan manubrium mallei. Defek dapat ditemukan seperti pada

anterior, posterior, inferior atau subtotal. Perforasi subtotal adalah suatu defek

yang besar disekelilingnya dengan annulus yang masih intak. Otitis media kronis

terjadi dalam beberapa bentuk melibatkan mukosa dan merusak tulang

(kolesteatom). Menurut Ramalingam bahwa OMSK adalah peradangan kronis

lapisan mukoperiosteum dari middle ear cleft sehingga menyebabkan terjadinya

perubahan-perubahan patologis yang ireversibel. Dari definisi diatas terlihat

bahwa adanya perforasi membran timpani merupakan syarat yang harus dipenuhi

untuk diagnosa OMSK, sedangkan sekret yang keluar bisa ada dan bisa pula

tidak.1

2.5.2. EPIDEMIOLOGI

Prevalensi OMSK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi

sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, hygiene dan nutrisi yang jelek.2

Kebanyakkan studi mengukur nilai prevalensi bukannya menilai angka

insidensi seperti table 1. Prevalensi OMSK setiap Negara dikategorikan oleh

WHO regional classification ketika workshop WHO/CIBA pada tahun 1996. Nilai

prevalensi 1-2% dianggap rendah dan nilai 3-6% dianggap tinggi.1,2,21,22

Tabel 1 Prevalensi OMSK Setiap Negara oleh WHO Regional

Classification Kategori Populasi

Paling tinggi ( >4% ) Tanzania, India, Solomon Islands,

Guam, Australian Aborigines,

Greenland

Tinggi ( 2-4% ) Nigeria, Angola, Mozambique,

Republic of Korea, Thailand,

Philippines, Malaysia, Vietnam,

Micronesia, China, Eskimos

Rendah (1-2% ) Brazil, Kenya

Page 21: otitis media

21

Paling rendah ( <1% ) Gambia, Saudi Arabia, Israel,

Australia, United Kingdom,

Denmark, Finland, American

Indians

Dari survei pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun 1996 ditemukan

insiden Otitis Media Supuratif Kronis (atau yang oleh awam dikenal sebagai

"congek") sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata lain dari 220 juta

penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta penderita OMSK. Jumlah

penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan mungkin bertambah

setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi masih buruk, kesadaran masyarakat

akan kesehatan yang masih rendah dan sering tidak tuntasnya pengobatan yang

dilakukan.

2.5.3. ETIOLOGI

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada

anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari

nasofaring(adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah

melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor

predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan Down’s syndrom.

Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor

insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan

dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik.

Kelainan humoral (seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti

infeksi HIV, sindrom kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga

kronis.1,2,21,22

Penyebab OMSK antara lain: 1,2,21,22

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi

mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi,

dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi

Page 22: otitis media

22

sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum,

diet, tempat tinggal yang padat.

2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah

insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai

faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis

media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari

otitis media akut dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui factor

apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi

keadaan kronis

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mu kosa telinga tengah hamper

tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode

kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah

Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya. Penyebab

terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran bakteri dari meatus

auditoris eksternal , kadang berasal dari nasofaring melalui tuba eustachius saat

infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris eksternal

termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, B.coli dan

aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans,

streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran

nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah

menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara

normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

Page 23: otitis media

23

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi

dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian

penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-

toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh

edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih

belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk

mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak

mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal. Beberapa faktor-faktor

yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :

· Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan

produksi sekret telinga purulen berlanjut.

· Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan

pada perforasi.

· Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui

mekanisme migrasi epitel.

· Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan

yang cepat diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah

penutupan spontan dari perforasi.

- Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif

menjadi kronis majemuk, antara lain :

1. Gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis atau berulang.

            a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang.

            b. Obstruksi anatomik tuba Eustachius parsial atau total

2. Perforasi membran timpani yang menetap.

3. Terjadinya metaplasia skumosa atau perubahan patologik menetap lainya pada

telinga tengah.

Page 24: otitis media

24

4. Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga atau rongga mastoid. Hal ini dapat

disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulasi atau

timpanosklerosis.

5. Terdapat daerah-daerah dengan sekuester atau osteomielitis persisten di

mastoid.

6. Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

2.5.4. KLASIFIKASI

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :1,2

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen.

Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa

dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa

faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius,

infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada

pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri

aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder

dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia

goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah pada tipe respirasi dan

mukosiliar yang jelek. Gejalanya berupa discharge mukoid yang tidak terlalu

berbau busuk, ketika pertama kali ditemukan bau busuk mungkin ada tetapi

dengan pembersihan dan penggunaan antibiotiklokal biasanya cepat menghilang,

discharge mukoid dapat konstan atau intermitten.

Gangguan pendengaran konduktif selalu didapat pada pasien dengan

derajat ketulian tergantung beratnya kerusakan tulang2 pendengaran dan koklea

selama infeksi nekrotik akut pada awal penyakit.

Perforasi membrane timpani sentral sering berbentuk seperti ginjal tapi

selalu meninggalkan sisa pada bagian tepinya. Proses peradangan pada daerah

timpani terbatas pada mukosa sehingga membrane mukosa menjadi berbentuk

garis dan tergantung derajat infeksi membrane mukosa dapt tipis dan pucat atau

merah dan tebal, kadang suatu polip didapat tapi mukoperiosteum yang tebal dan

mengarah pada meatus menghalangi pandangan membrane timpani dan telinga

Page 25: otitis media

25

tengah sampai polip tersebut diangkat. Discharge terlihat berasal dari rongga

timpani dan orifisium tuba eustachius yang mukoid da setelah satu atau dua kali

pengobatan local abu busuk berkurang. Cairan mukus yang tidak terlalu bau

datang dari perforasi besar tipe sentral dengan membrane mukosa yang berbentuk

garis pada rongga timpani merupakan diagnosa khas pada omsk tipe benigna.

Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:

1.1. Penyakit aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh

perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang

dimana kuman masuk melalui lia ng telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid

sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai

perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan polip yang besar pada liang

telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang

luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif

gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika granulasi pada mesotimpanum dengan

atau tanpa migrasi sekunder dari kulit, dimana kadang-kadang adanya sekret yang

berpulsasi diatas kuadran posterosuperior.1

1.2. Penyakit tidak aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan

mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif

ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh

dalam telinga.1,2

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani :

1. Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis.

2. Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis.

3. Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang

terkontaminasi.

4. Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia.

5. Otitis media supuratif akut yang berulang.

Page 26: otitis media

26

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Sekret pada

infeksi dengan kolesteatom beraroma khas, sekret yang sangat bau dan berwarna

kuning abu-abu, kotor purulen dapat juga terlihat keeping-keping kecil, berwarna

putih mengkilat.

Gangguan pendengaran tipe konduktif timbul akibat terbentuknya

kolesteatom bersamaan juga karena hilangnya alat penghantar udara pada otitis

media nekrotikans akut. Selain tipe konduktif dapat pula tipe campuran karena

kerusakan pada koklea yaitu karena erosi pada tulang-tulang kanal semisirkularis

akibat osteolitik kolesteatom.

Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya

dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai

menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi

seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah

nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan

Clemis (1965) adalah :

1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel

undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama

perkembangan.Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga

tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat

menyebabkan fasialis parese, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan

keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat.

1. Primary acquired cholesteatoma: Koelsteatom yang terjadi pada daerah atik

atau pars flasida

2. Secondary acquired cholesteatoma:  Berkembang dari suatu kantong retraksi

yang disebabkan peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars

tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior. Terbentuknya

Page 27: otitis media

27

dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke kavum timpani melalui

perforasi membran timpani atau kantong retraksi membran timpani pars tensa.

Banyak teori yang diajukan sebagai penyebab kolesteatom didapat primer,

tetapi sampai sekarang belum ada yang bisa menunjukan penyebab yang

sebenarnya.1,2

Teori-teori itu antara lain :1,2

2. Tekanan negatif dalam atik, menyebabkan invaginasi pars flasida dan

pembentukan kista.

3. Metaplasia mukosa telinga tengah dan atik akibat infeksi

4. Hiperplasia invasif diikuti terbentuknya kista dilapisan basal epidermis pars

flasida akibat iritasi oleh infeksi.

5. Sisa-sisa epidermis kongenital yang terdapat di daerah atik.

6. Hiperkeratosis invasif dari kulit liang telinga bagian dalam

Ada beberapa teori yang mengatakan bagaimana epitel dapat masuk

kedalam kavum timpani. Pada umumnya kolesteatom terdapat pada otitis media

kronik dengan perforasi marginal. Teori itu adalah :

1. Epitel dari liang telinga masuk melalui perforasi kedalam kavum timpani dan

disini ia membentuk kolesteatom ( migration teori menurut Hartmann); epitel

yang masuk menjadi nekrotis, terangkat keatas. Dibawahnya timbul epitel

baru. Inipun terangkat hingga timbul epitel-epitel mati, merupakan

lamellamel. Kolesteatom yang terjadi ini dinamakan “secondary acquired

cholesteatoma”.

2. Embrional sudah ada pulau-pulau kecil dan ini yang akan menjadi

kolesteatom.

3. Mukosa dari kavum timpani mengadakan metaplasia oleh karena infeksi

(metaplasia teori menurut Wendt).

4. Ada pula kolesteatom yang letaknya pada pars plasida (attic retraction

cholesteatom). Oleh karena tuba tertutup terjadi retraksi dari membrane

plasida, akibat pada tempat ini terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan

tetapi bertumpuk disini. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista

ini tambah lama tambah besar dan tumbuh terus kedalam kavum timpani dan

membentuk kolesteatom. Ini dinamakan “primary acquired cholesteatom”

Page 28: otitis media

28

atau genuines cholesteatom”. Mula- mula belum timbul peradangan, lambat

laun dapat terjadi peradangan. Primary dan secondary acquired cholesteatom

ini dinamakan juga “ pseudo cholesteatoma”, oleh karena ada pula

kolesteatom kongenital. Ini juga merupakan suatu lubang dalam tenggorok

terutama pada os temporal. Dalam lubang ini terdapat lamel konsentris terdiri

dari epitel yang dapat juga menekan tulang sekitarnya. Beda kongenital

kolesteatom, ini tidak berhubungan dengan telinga dan tidak akan

menimbulkan infeksi.

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-

superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus

fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi

total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired

cholesteatoma.

2.5.5. PATOFISIOLOGI

Suatu teori patogenesis mengatakan terjadinya otititis media nekrotikans

akut menjadi awal penyebab OMSK yang merupakan hasil invasi

mukoperiusteum organisme yang virulen, terutama berasalh dari nasofaring

terbesa pada masa kanak-kanak, atau karena rendahnya daya tahan tubuh

penderita sehingga terjadinya nekrosis jaringan akibat toxin nekrotik yang

dikeluarkan oleh bakteri kemudian terjadi perforasi pada membrane timpani

setelah penyakit akut berlalu membrane timpani tetap berlubang atau sembuh

dengan membrane atrofi. 1,2,21

Pada saat ini kemungkinan besar proses primer untuk terjadinya OMSK

adalah tuba eustachius, telinga tengah dan sel-sel mastoid. Faktor yang

Page 29: otitis media

29

menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis sangat

majemuk, antara lain : 1,2,

1. gangguan fungsi tuba eustachius yang kronis akibat :

a. infeksi hidung dan tenggorok yang kronis atau berulang

b. obstruksi anatomic tuba eustachius parsial atau total

2. perforasi membrane timpani yang menetap

3. terjadinya metaplasia skuamosa / perubahan patologik menetap lainnya

pada telinga tengah

4. obstruksi terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid

5. terdapat daerah dengan skuester atau otitis persisten ddi mastoid

6. faktor konstitusi dasar seperti alergi kelemahan umum atau perubahan

mekanisme pertahanan tubuh.

Banyak penelitian pada preparat tulang temporal menemukan bahwa

adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan

rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani),

merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media,

OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup

dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar

(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,

penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan

mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke

telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa. Pada

anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui

tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari

telinga tengah. 1,2,21,22

Page 30: otitis media

30

Gambar 6. Patofisiologi OMSK

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan

pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil,

monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat

proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan

menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan

beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena

stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada

telinga tengah. Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah

Page 31: otitis media

31

bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified

respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut.

Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma

yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya

sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana.

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak

normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah,

keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu

bayi. 1,2,21,22

GANGGUAN PENDENGARAN

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya

dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan

pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena

daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif

ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20

db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan

fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih

dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran

timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya

rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai

penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus

diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi

perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui

jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis

supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran

tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

Otitis media supuratif kronis lebih sering merupakan penyakit kambuhan

dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan

stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Ketidakseragaman ini

disebabkan karena proses peradangan yang menetap atau kekambuhan ini

Page 32: otitis media

32

ditambah dengan efek kerusakan jaringan, penyembuhan dan pembentukan

jaringan parut. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah : 1,2,21

Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. Ukurannya dapat

bervariasi mulai kurang dari 20% luas membrana timpani sampai seluruh

membrana dan terkenanya bagian-bagian dari anulus. Dalam proses

penyembuhannya dapat terjadi penumbuhan epitel skuamosa kedalam ketelinga

tengah. Pertumbuhan kedalam ini dapat menutupi tempat perforasi saja atau dapat

mengisi seluruh rongga telinga tengah. Kadang-kadang perluasan lapisan tengah

ini kedaerah atik mengakibatan pembentukan kantong dan kolesteatom didapat

sekunder. Kadang-kadang terjadi pembentukan membrana timpani atrifik dua

lapis tanpa unsur jaringan ikat. Membrana ini cepat rusak pada periode infeksi

aktif.

2. Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit. Dalam periode tenang, akan

tampak normal kecuali bila infeksi telah menyebabkan penebalan atau metaplasia

mukosa menjadi epitel transisional. Selama infeksi aktif, mukosa menjadi tebal

dan hiperemis serta menghasilkan sekret mukoid atau mukopurulen. Setelah

pengobatan, penebalan mukosa dan sekret mukoid menetap akibat disfungsi

kronik tuba Eustachius. Faktor alergi dapat juga merupakan penyebab terjadinya

perubahan mukosa menetap. Dalam berjalannya waktu, kristal-kristal kolesterin

terkumpul dalam kantong mukus, membentuk granuloma kolesterol. Proses ini

bersifat iritatif, menghasilkan granulasi pada membran mukosa dan infiltrasi sel

datia pada cairan mucus kolesterin.

3. Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada

beratnya infeksi sebelumnya. Biasanya prosesus longus inkus telah mengalami

nekrosis karena penyakit trombotik pada pembuluh darah mukosa yang mendarahi

inkus ini. Nekrosis lebih jarang mengenai maleus dan stapes, kecuali kalau terjadi

pertumbuhan skuamosa secara sekunder kearah ke dalam, sehingga arkus stapes

dan lengan maleus dapat rusak. Proses ini bukan disebabkan oleh osteomielitis

tetapi disebabkan oleh terbentuknnya enzim osteolitik atau kolagenase dalam

jaringa ikat subepitel.

Page 33: otitis media

33

4. Mastoid

OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling

akhir terjadi antara 5-14 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau

mundur oleh otitis media yang terjadi paa usia tersebut atau lebih muda. Bila

infeksi kronik terus berlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga

ukuran prosesus mastoid berkurang. Antrum menjadi lebih kecil dan pneumatisasi

terbatas, hanya ada sedikit sel udara saja sekitar antrum.

Gambar.7 Ilustrasi perbedaan telinga normal dan Otitis media

2.6. Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran pada OMSK

Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga,

hidung dan tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala dan tes

audiometri dan pemeriksaan penunjang. Tes bisik merupakan suatu tes

pendengaran dengan memberikan suara bisik berupa kata-kata kepada telinga

penderita dengan jarak tertentu. Hasil tes berupa jarak pendengaran, yaitu jarak

antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat didengar enam

meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 – 6/6.

Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi

suara bising disekitarnya. Menurut Guyton dan Hall, cara melakukan tes Rinne

adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan di prosesus mastoideus. Setelah

tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 ½ cm. Bila masih

terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif.

Page 34: otitis media

34

Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala

diletakkan di garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu).

Apabila bunyi garputala terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut

Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah teling

mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai

garputala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi.

Kemudian tangkai garputala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga

pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar

disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,

pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar

bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira

sama-sama mendengarnya disebut Schwabach sama dengan pemeriksa.23

Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik.

Tes ini meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri

nada murni dapat mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang

penderita dengan alat elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada

tunggal dengan frekuensi dan intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur

nilai ambang hantaran udara penderita menerima suara dari sumber suara lewat

heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran tulangnya penderita menerima

suara dari sumber suara lewat vibrator.

Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran

masing-masing telinga secara kualitatif (pendengaran normal, gangguan

pendengaran jenis hantaran, gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan

gangguan pendengaran jenis campuran). Dapat mengetahui derajat kekurangan

pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan, sedang, sedang berat, dan berat).20

Page 35: otitis media

35

2.7. PENATALAKSANAAN

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada

faktorfaktorpenyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada

waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit

menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan

serta menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila

didiagnosis kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan

dapat digunakan untuk mengontrol infeksi sebelum operasi. prinsip pengobatan

tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana pengobatan dapat

dibagi atas : 1,2

1. Konservatif

2. Operasi

OMSK Benigna Tenang

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan

mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang

dan segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas

memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,

timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

OMSK Benigna Aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

Pembersihan liang telinga dan kavum timpani

Tujuan adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk

perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik

bagi perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).

Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :

1. Toilet telinga secara kering ( dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di

beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat

juga dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan

setiap hari sampai telinga kering.

Page 36: otitis media

36

2. Toilet telinga secara basah ( syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,

kemudian dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini

sangat efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan

penyebaran infeksi ke bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian

serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas

pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk antiseptik, misalnya asam

boric dengan Iodine.

3. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis

operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan

pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi

dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa.

Pada orang dewasa yang koperatif cara ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada

anakanak diperlukan anastesi.

Prinsip terapi OMSK tipe benigna aktif ialah konstervatif atau dengan

medika mentosa. Bila sekret yang keular terus-menerus, maka diberikan obat

pencuci telinga, berupa larutan H2o2 3 % selama 3 – 5 hari.

Pemberian antibiotika

Setelah sekret berkurang terapi dilanjutkan dengan obat tetes telinga yang

mengandung antibiotic dan kortikosteroid, kultur dan tes resisten penting untuk

perencanaan terapi karena dapat terjadi strain-strain baru seperti pseudomonas

atau puocyaneous. 1,2

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK

aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun

dewasa. Neomisin dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi

tidak aktif melawan gram negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas

melawan Pseudomonas karena meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif

melawan Pseudomonas aeruginosa dan beberapa gram negatif tetapi tidak efektif

melawan organisme gram positif (Fairbanks, 1984). Biasanya tetes telinga

mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison, bila sensitif

Page 37: otitis media

37

dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata. Kloramfenikol

tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila diteteskan.

Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negatif kecuali

Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya

B. fragilis (Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga

yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan

menyebabkan ototoksik. 1,2

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah

Polimiksin B atau polimiksin E, Neomisin dan Kloramfenikol. Polimiksin B

atau polimiksin E bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas,

E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus

dan.B.fragilis. Ia bersifat toksik terhadap ginjal dan susunan saraf. Neomisin

merupakan obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif serta

menyebabkan toksik terhadap ginjal dan telinga.

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan

kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan

harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu

diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Dalam

pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap

masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-

masing kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh,

toksisitas obat terhadap kondisi tubuhnya. Peninggian dosis tidak menambah daya

bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik

sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:

Pseudomonas             : Aminoglikosida ± karbenisilin

P. mirabilis                 : Ampisilin atau sefalosforin

P. morganii, P. vulgaris   : Aminoglikosida ± Karbenisilin

Klebsiella                     : Sefalosforin atau aminoglikosida

E. coli                           : Ampisilin atau sefalosforin

S. Aureus                     : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

Streptokokus                : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida

B. fragilis             : Klindamisin

Page 38: otitis media

38

Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat

derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat

diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16

tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan

seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara

parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum

pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek

bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat

diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada

OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam

selama 2-4 minggu. 1,2,21,22

OMSK Maligna

Infeksi pada kolesteatom sukar diobati sebab kadar antibiotic dalam

kantung yang terinfeksi tidak bisa tinggi. Pengangkatan krusta yang menyumbat

drainage sagaat membantu. Granulasi pada mukosa dapat diobati dengan larutan

AgNo3 encer ( 5 -100 %) kemudian dilanjutkan dengan pengolesan gentian violet

2 %. Selain sebagai bakterisid untuk mengeringkan juga berguna untuk otitis

eksterna dengan otorhea kronik. 1,2,21

Cara terbaik mengangkat polip atau masa granulasi yang besar,

menggunakan cunam pengait dengan permukaan yang kasar diolesi AgNo3 25-50

% beberapa kali, selang 1 -2 minggu. BIla idak dapat diatasi , perlu dilakukan

pembedahan pada jaringan patologik yang irreversible. Konsep dasar pembedahan

adalah eradikasi penyakit yang irreversible dan drainase adekwat, rekontruksi dan

operasi konservasi yang memungkinkan rehabilitasi pendengaran sempurna pada

penyakit telinga kronis.

Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan

konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara

sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi

abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada

OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain: 1,24

Page 39: otitis media

39

• Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang tidak sembuh dengan

pengobatan konservatif. Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid

dari jaringan patologik, dengan tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair

lagi.

• Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMSK tipe atikoantral dengan infeksi atau kolesteatom

yang sudah meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani

dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar

dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah

anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk

membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial.

•Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum

merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding

posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang

semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran

yang masih ada.

• Miringoplasti

Dilakukan pada OMSK tipe tubatimpani yang sudah tenang dengan

ketulian ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi

ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama

timpanoplasti tipe 1. Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani.

Tujuan operasi adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada

OMSK tipe tubatimpani dengan perforasi yang menetap.

•Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMSK tipe tubatimpani dengan kerusakan yang lebih

berat atau OMSK tipe tubatimpani yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan

medikamentosa. Tujuan operasi adalah menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran.Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani

seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan

Page 40: otitis media

40

bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka dikenal istilah timpanoplasti tipe

II, III, IV dan V.

•Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach

Tympanoplasty)

Dikerjakan pada kasus OMSK tipe atikoantral atau OMSK tipe

tubatimpani dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk

menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik

mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Yang

dimaksud dengan combined approach di sini adalah membersihkan kolesteatom

dan jaringan granulasi di kavum Universitas Sumatera Utaratimpani melalui dua

jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi

posterior. Namun teknik operasi ini pada OMSK tipe atikoantral belum disepakati

oleh para ahli karena sering timbul kembali kolesteatoma (Soepardi EA, 2007).

Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen,

memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi

atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Page 41: otitis media

41

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. OMSK atau yang biasa disebut di  masyarakat dengan congek adalah suatu

infeksi telinga tengah menahun yang dapat mengakibatkan komplikasi

yang fatal.

2. OMSK merupakan penyakit yang sering dijumpai pada negara yang

sedang berkembang. Secara umum, ras dan faktor sosioekonomi

mempengaruhi kejadian OMSK, kehidupan sosial ekonomi yang rendah,

lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan

faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada

negara yang sedang berkembang.

3. Penyakit ini ditandai dengan adanya perforasi membran timpani disertai

dengan keluarnya cairan dari telinga yang lamanya lebih dari 2 bulan.

Berdasarkan tipe klinisnya, OMSK dibagi atas tipe jinak serta tipe ganas

Penatalaksanaannya meliputi pembersihan sekret telinga, medikamen dan

tindakan operasi.

4. Kekurangan pendengaran didapati pada ± 50% kasus OMSK dan kematian

terjadi akibat komplikasi ke intrakranial pada 18,6% kasus. Sebagian besar

kasus komplikasi OMSK terjadi karena penderita cenderung mengabaikan

keluhan telinga berair.

5. Gangguan pendengaran ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang

pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat

campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses

patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat

menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai

kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai

tulang pendengaran masih baik

Page 42: otitis media

42

B. SARAN

Dalam penyusunan tinjauan kepustakaan ini banyak sekali terdapat

kekurangan yang sangat membutuhkan saran untuk perbaikan kedepan. Karena

itu, kami selaku penulis sangat mengharapkan saran dan kritikan yang

membangun, agar kedepannya tinjauan kepustakaan ini menjadi lebih baik dalam

memberikan informasi dan ilmu pengetahuan.

Page 43: otitis media

43

DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h. 64-74.

2. Fung K. Otitis Media Chronic. 2004. Diakses pada tanggal : 26 Januari 2014. Diunduh dari: http://www.medline.com.

3. Islam, M. R., Bhuiyan, M. A. R., Rashid, S., & Datta, P. G., 2010. ‘Pattern and Degree of Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis Media’. Bangladesh Jour. Otorhinolaryngol. 16(2): 96-105.

4. Kasliwal, N., Joshi, S., & Pareeket, S. M., 2004. ‘Determinant of Sensorineural Hearing Loss in Chronic Suppurative Otitis Media’. Indian Journal of Otolaringology and Head and Neck Surgery, 56(4): 269-272.

5. Kaur, K., Sonkhya, N., & Bapna, A. S., 2003. ‘Chronic Suppurative Otitis Media and Sensorineural Hearing loss : Is There a Correlation?’. Indian Journal of Otolaryngology and Head and Neck Surgery, 55(1): 21-24.

6. Maharjan M., Kafle P., Bista M., Shrestha S., & Toran, K. C., 2009. ‘Observation of Hearing Loss in Patients with Chronic Suppurative Otitis Media Tubotympanic Type’. Kathmandu University Medical Journal, 7(4): 397-40.

7. Adam GL, Boies LC, Hilger PA. Bois Fundamentals of Otolaryngology. A textbook of Ear, Nose, and Throat Disease. 6 th edition WB Saunders Co. 1997.

8. Ganong WF. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi. 22. Jakarta: EGC. 2008.

9. Drake, R. L., Vogl, A. W. & Mitchell, A. W. M., 2009. Gray's Anatomy for Students. 2nd ed . Philadelphia: Churcill Livingston.

10. Wright A., 1997. Basic Science Scott-Brown’s Otolaryngology. 6thedition. Vol 1. Anatomy and Ultrastructure of The Human Ear. Great Britain: Butterworth Heinemann. pp. 1-49.

11. Barrett K. C. et al, 2010. Ganong’s Review if Medical Physiology. 23rded. Hearing and Equilibrium. USA: The Mc-Graw Hill Company Inc, Ch. 3.

12. Liston S. L. and Duvall A., 2003. Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Jakarta: EGC. pp. 27-38.

13. Austin D. F., 1997. Ballenger J. J. Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 13. Jilid II. Anatomi dan Embriologi. Jakarta: Binarupa Aksara. pp.101-151.

Page 44: otitis media

44

14. Tortora, G.J. dan Derrickson, B.H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology. Twelfth Edition. Asia: Wiley

15. Kliegman, R.M., Behrman, R.E., Jenson, H.B., dan Stanton, B.F., 2004. Hearing Loss. Dalam: Nelson Textbook of pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elseveir: 2620-2628.

16. Lassman, M.F., Levine, S.C., dan Greenfield, D.G., Audiologi. Dalam: Adams, G.L., Boie, Jr., dan Highler, P.A., 1997. Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran: 46-47.

17. World Health Organization, 2006. Deafness and Hearing Impairment. Diunduh dari: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs300/en. [Akses 13 Februari 2014].

18. Soepardi EA. Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Edisi ke-5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. h. 1-6.

19. Miyoso, D.P., Mewengkang, L.N., dan Aritomoyo, D., 1985. Diagnosis Kekurangan Pendengaran. Cermin Dunia Kedokteran,No.39: 16-20.

20. Bhargava, K.B., Bhargava, S.K., dan Shah, T.M., 2002. Deafness & Examination of the Ear. Dalam: A Short Textbook of E.N.T. Diseases. 5th ed. Mumbai: Usha Publications: 119-125 & 21-40.

21. Bull PD. Disease of the Ear, Nose, and Throat, edisi 6, Blackwell Science. 1995.

22. Edward Y, Mulyani S. Penatalaksanaan Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Bahaya. Padang: Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas kedokteran Universitas Andalas. 2009.

23. Medicastore, 2006. Berkurangnya Pendengaran dan Tuli. Diunduh dari: http://medicastore.com/penyakit/357/BerkurangnyaPendengaran&Tuli.html. [Akses 15 Februari 2014].

24. Sjamsuhidajat & Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC. 1999.