Top Banner
OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS KUCING WINI NURFRIDAYUNI SURYANA DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
40

OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

Mar 07, 2019

Download

Documents

phungkiet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS KUCING

WINI NURFRIDAYUNI SURYANA

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 2: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

ABSTRAK

WINI NURFRIDAYUNI SURYANA. Optimisasi Ekstraksi Sinensetin dari Daun Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus). Dibimbing oleh LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) merupakan obat tradisional yang mengandung sinensetin yang berpotensi sebagai antioksidan, antibakteri, dan memperlihatkan aktivitas diuretik. Oleh karena banyaknya manfaat sinensetin, perlu dilakukan pengkajian sinensetin melalui optimisasi ekstraksi sinensetin dengan teknik maserasi serta membandingkan jenis pelarut dan kondisi ekstraksi dengan meragamkan nisbah bahan baku-pelarut, waktu ekstraksi, dan jumlah ekstraksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol merupakan pelarut terpilih. Analisis kadar sinensetin dilakukan dengan menggunakan kromatografi cair kinerja tinggi dengan fase gerak, yaitu metanol, H2O (pH 3.0), dan tetrahidrofuran (45:50:5). Optimisasi dengan analisis regresi menghasilkan persamaan regresi sebagai berikut Kadar = 5.564 + 3.265(waktu) - 8.223(jumlah) - 2.017(nisbah) - 0.204(waktu2) - 0.172(jumlah*waktu) + 1.350(jumlah2) - 0.973 (nisbah*waktu) + 3.840(nisbah*jumlah) + ε dengan nilai R2 = 96.90%. Kondisi optimum ektraksi teramati pada waktu ekstraksi 4.72 jam, jumlah ekstraksi 2-3 kali, dan nisbah bahan baku-pelarut 1.12 g:100 ml. Kadar yang diperoleh ialah 5.29 mg/g. Berdasarkan model tersebut, diketahui pula bahwa waktu ekstraksi, nisbah bahan baku-pelarut, dan jumlah ekstraksi berpengaruh secara signifikan pada taraf α = 0.05 pada kadar sinensetin.

ABSTRACT

WINI NURFRIDAYUNI SURYANA. Optimization for Extraction of Sinensetin from Kumis Kucing Leaves (Orthosiphon aristatus). Supervised by LATIFAH KOSIM DARUSMAN dan UTAMI DYAH SYAFITRI. Kumis kucing (Orthosipon aristatus) is a medicinal plant containing sinensetin which is potential as antioxidant, antibacterial, and has diuretic activity. Because of the benefits of sinensetin, optimization for extraction of sinensetin by maceration and comparison of solvent and extraction conditions by varying material-solvent ratio, time of extraction, and number of extraction were investigated. The result showed that ethanol was the best solvent. The content of sinensetin was analyzed by high-performance liquid chromatography with the mobile phase methanol, H2O (pH 3.0), and tetrahydrofuran (45:50:5). Optimization by using regression analysis gave regression equation as: content = 5.564 + 3.265(time) - 8.223(number) - 2.017(ratio) - 0.204(time2) - 0.172(number*time) + 1.350(number2) - 0.973 (ratio*time) + 3.840(ratio*number) with R2 = 96.90%. The optimum condition of extraction was obtained at 4.72 hours of time of extraction, 2-3 times of number of extraction, and 1.12 g:100 ml of material-solvent ratio. The content of sinensetin was 5.29 mg/g. The model showed that time of extraction, material-solvent ratio, and number of extraction had a significant effect at α = 0.05 to the content of sinensetin.

Page 3: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS KUCING

WINI NURFRIDAYUNI SURYANA

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2010

Page 4: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

Judul : Optimisasi Ekstraksi Sinensetin dari Daun Kumis Kucing Nama : Wini Nurfridayuni Suryana NIM : G44050655

Menyetujui Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS Utami Dyah Syafitri, MSi

NIP 19530824 197603 2 001 NIP 19770917 200501 2 001

Mengetahui Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002

Tanggal Lulus :

Page 5: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian ini bertujuan mendapatkan kondisi optimum ekstraksi kadar sinensetin pada daun kumis kucing. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei–Oktober 2009 di Pusat Studi Biofarmaka dan Laboratorium Kimia Analitik. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan juga penyusunan karya ilmiah ini, terutama kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS dan Ibu Utami Dyah Syafitri, MSi selaku pembimbing yang selalu memberikan saran dan meluangkan waktu selama berkonsultasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka (PSB) yang telah mendanai sebagian biaya penelitian dan diikutsertakan dalam penelitian kumis kucing; serta staf laboran Kimia Analitik, yaitu Om Eman, Bu Nunung, Pak Ridwan, Pak Kosasih, dan Pak Dede; serta staf PSB, yaitu Ka Zaim, Bu Nunuk, Endi, Mbak Wiwi atas fasilitas, bantuan, serta masukan yang diberikan.

Ucapan terima kasih tak terhingga penulis ucapkan kepada bapak, mama, dan kakak-kakakku yang selalu memberi dukungan dan doanya. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Pipo, Renny, Malia, Ratih, Ema, Ufa, Elis, Mbak Wulan, dan Kak Zulhan atas segala masukannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Nopember 2009 Wini Nurfridayuni Suryana

Page 6: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur pada tanggal 20 Juni 1986 dari pasangan Suryana dan Sobariah. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Cianjur dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif di organisasi Ikatan Mahasiswa Kimia (Imasika). Selain itu, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Tingkat Persiapan Bersama (TPB) pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009 dan praktikum Kimia Analitik 2 pada tahun ajaran 2008/2009. Pada bulan Juli-Agustus 2008 penulis berkesempatan melaksanakan kegiatan praktik lapangan di Laboratorium Penelitian Uji Tanah, Balai Penelitian Tanah.

Page 7: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL .......................................................................................................... v

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................. viii

PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

TINJAUAN PUSTAKA

Kumis Kucing (Orthosiphon aristatus) ............................................................... 1 Sinensetin ............................................................................................................. 2 Maserasi ............................................................................................................... 2 Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ......................................................................... 2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) ......................................................... 3 Rancangan Acak Lengkap (RAL) ....................................................................... 3 Rancangan 3k-1 Fraksional Faktorial .................................................................... 4

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat .................................................................................................... 4 Lingkup Penelitian ............................................................................................... 4 Penentuan Kadar Air............................................................................................ 4 Uji Fitokimia ........................................................................................................ 5 Pemilihan Pelarut ................................................................................................. 5 Ekstraksi Contoh dengan Cara Maserasi ............................................................. 5 Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) .............................................. 5 Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) .............................. 6 Perancangan Percobaan dengan Rancangan 3k-1 Fraksional Faktorial ................. 6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air ............................................................................................................. 6 Uji Fitokimia ........................................................................................................ 7 Pemilihan Pelarut ................................................................................................. 7 Analisis Sinensetin............................................................................................... 9 Pembuatan Model dan Analisis Regresi .............................................................. 9 Optimisasi Kadar Sinensetin ................................................................................ 11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan .............................................................................................................. 12 Saran .................................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 12

LAMPIRAN ................................................................................................................... 15

Page 8: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Tabulasi data rancangan acak lengkap ...................................................................... 5

2 Rancangan percobaan hasil perancangan percobaan dengan rancangan fraksional faktorial 33-1 ............................................................................ 6

3 Fitokimia simplisia dan ekstrak kumis kucing .......................................................... 7

4 Hasil pengamatan KLT ekstrak daun kumis kucing ................................................. 8

5 Persen SBR sembilan kombinasi .............................................................................. 10

6 Koefisien keragaman dan R2 dari tiga dan dua ulangan ............................................ 10

7 Prediksi kadar sinensetin pada 18 kombinasi perlakuan yang tidak dicobakan .................................................................................................................. 11

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Tanaman kumis kucing ............................................................................................. 1

2 Struktur sinensetin .................................................................................................... 2

3 Pengembangan eluen dan pelat KLT ........................................................................ 3

4 Kromatogram hasil analisis dengan menggunakan KLT dengan fase gerak etil asetat:metanol (9:1) ulangan 1 ............................................................................ 8

5 Kurva hubungan antara [standar sinesetin] dan luas area di bawah puncak ............. 9

6 Peta kontur dan kurva permukaan respons kadar sinensetin terhadap waktu dan jumlah ekstraksi ................................................................................................. 11

Page 9: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir kerja .................................................................................................. 16

2 Rancangan percobaan ekstraksi Sinensetin untuk seluruh kombinasi perlakuan .............................................................................................. 17

3 Kadar air daun kumis kucing ................................................................................. 18

4 Rendemen ekstrak .................................................................................................. 18

5 Hasil analisis dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak etil asetat:metanol (9:1) .......................................................................................... 19

6 Penentuan konsentrasi contoh dan kadar sinensetin berdasarkan luas puncak area yang terbentuk hasil analisis dengan metode KCKT ......................... 19

7 Hasil analisis rancangan acak lengkap ................................................................... 20

8 Hasil perolehan rendemen ekstrak kering hasil ekstraksi dari sembilan kombinasi perlakuan ............................................................................... 20

9 Kromatogram standar sinensetin ............................................................................ 21

10 Area di bawah puncak standar sinensetin .............................................................. 22

11 Kromatogram Sinensetin pada Contoh dengan KCKT .......................................... 22

12 Hasil perolehan %SBR dan Q-hitung ..................................................................... 27

13 Penentuan konsentrasi contoh dan kadar sinensetin dari sembilan kombinasi perlakuan .............................................................................................. 28

Page 10: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

1

PENDAHULUAN Daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) merupakan salah satu tanaman obat yang sudah lama digunakan untuk mengobati batu ginjal, melancarkan pengeluaran urine, radang kandung kemih, rematik (De Waard & Goan 1978), keputihan, batu kandung kemih, pelangsing (Mahendra 2005), kencing manis (Sumaryono et al. 1991). Selain di Indonesia, tanaman ini juga digunakan di negara Belanda, Jerman, Perancis, Jepang, dan negara-negara lainnya (De Waard & Goan 1978). Kumis kucing berisi beberapa zat kimia aktif, tetapi hanya satu kelas senyawa yang paling penting, yaitu kelompok fenolik. Terdapat dua puluh senyawa fenolik telah diisolasi, yang terdiri atas sembilan flavon lipofilik, diantaranya adalah sinensetin, dua flavonol glikosida, dan sembilan turunan asam kafeat, seperti asam rosmarinat dan asam 2,3-dikaffeoiltartarat, yang diidentifikasi dan terukur oleh kromatografi cair kinerja tinggi (Sumaryono et al. 1991). Sinensetin merupakan flavonoid yang aktif secara farmakologi yang ditemukan dalam daun kumis kucing (Akowuah et al. 2004; Ahmad et al. 2008) dan dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya daun kumis kucing dalam suatu campuran. Sinensetin memiliki potensi antioksidan (Akowuah et al. 2004, 2005), antibakteri (Sumaryono et al. 1991; Sofiani 2003 ), dan memperlihatkan aktivitas diuretik (Olah et al. 2003). Komponen aktif sinensetin dari daun kumis kucing yang berasal dari Bekasi dengan rendemen 50.31% (b/b) dari 150 kg bobot simplisia telah berhasil diisolasi (Sofiani 2003). Tanaman tersebut memperlihatkan aktivitas antibakteri. Daya hambat yang dimiliki oleh sinensetin cukup tinggi terhadap Staphylococus epidermidis. Banyaknya manfaat yang diperoleh dari sinensetin menjadikan sinensetin penting untuk dikaji. Penelitian ini bertujuan melakukan optimisasi kondisi ekstraksi sinensetin untuk menghasilkan kadar optimum yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu nisbah bahan baku-pelarut, waktu ekstraksi, dan jumlah ekstraksi. Pelarut kloroform dan etanol digunakan dalam penelitian ini. Evaluasi dilakukan terhadap kadar sinensetin yang diperoleh. Analisis dan identifikasi sinensetin dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT). Pemilihan pelarut yang digunakan untuk

maserasi menggunakan rancangan acak lengkap (RAL), sedangkan pemilihan perlakuan yang digunakan dalam maserasi menggunakan rancangan fraksional faktorial 33-1.

TINJAUAN PUSTAKA

Kumis Kucing (Orhosiphon aristatus )

Kumis kucing merupakan salah satu tumbuhan obat-obatan yang sudah terkenal baik di dalam maupun di luar negeri. Kumis kucing merupakan salah satu tumbuhan obat yang populer di Asia Tenggara (Ohashi et al. 2000). Tumbuhan ini termasuk ke dalam kingdom Plantae, jenis Orthosiphon aristatus, marga Orthosiphon, suku Labiatae, bangsa Tubiflorae, kelas Dycotiledonae, sub divisio Angiospermae, dan divisio Spermatophyta (De Padua & Bunyapraphatsara 1999). Tanaman kumis kucing dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Tanaman kumis kucing.

Kumis kucing merupakan tumbuhan herba berbatang basah, tumbuh tegak, dan tingginya dapat mencapai 2 m. Daunnya memiliki daun tunggal, berbentuk bulat telur, sedangkan bunganya majemuk, dan keluar dari ujung cabang. Berdasarkan warna bunganya terdapat tiga jenis kumis kucing, yaitu berbunga ungu, berbunga putih bertangkai agak merah, dan berbunga putih bertangkai hijau (Syukur & Hernani 2002; Mahendra 2005). Kumis kucing memiliki efek farmakologi seperti radang kandung kemih, rematik (De Waard & Goan 1978), asam urat, aktivitas urikosurik (Olah et al. 2003), diabetes mellitus (Sriplang et al. 2007), aktivitas antijamur (Hossain et al. 2008), aktivitas hipurisemik (Arafat et al. 2008). Bagian tanaman kumis kucing yang berkhasiat adalah daun. Daunnya mengandung senyawa sinensetin, flavon-flavon, 2 flavonol glikosida, zat samak, saponin, garam kalium, asam-asam organik, dan minyak atsiri. Daun kumis kucing ini bersifat diuretik dan digunakan sebagai obat

Page 11: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

2

batu ginjal. Selain itu, kumis kucing juga biasa digunakan di India untuk mengobati rematik, dan menurunkan kadar gula pada penderita diabetes (Mahendra 2005), dan di Malaysia biasa digunakan untuk mengobati peradangan kandung kencing, gout, dan diabetes (Akowuah et al. 2005).

Sinensetin

Sinensetin (C20H20O7) termasuk dalam kelompok flavon. Senyawa ini merupakan turunan flavonoid dengan metilasi gugus hidroksil. Sinonim dari sinensetin adalah 3',4',5,6,7-pentametoksiflavon. Senyawa ini perlu dijauhkan dari bahan-bahan pengoksidasi kuat dan disimpan dalam kondisi dingin. Bentuk fisiknya adalah serbuk berwarna keputih-putihan dan tidak berbau dengan bobot molekul sebesar 372.37 g/mol serta titik leleh sebesar 174-176˚C (Anonim 2009). Sinensetin merupakan senyawa aglikon flavonoid yang bersifat semipolar (Sumaryono 1994). Struktur sinensetin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Struktur sinensetin (Akowuah et

al. 2004, 2005).

Sinensetin merupakan senyawa hasil metabolisme sekunder. Senyawa ini disintesis bukan untuk memenuhi kebutuhan dasar, melainkan untuk kebutuhan sekunder, yakni mempertahankan eksistensinya dalam berinteraksi dengan ekosistem (Sumaryono 1994). Keberadaan senyawa sinensetin dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya daun kumis kucing dalam suatu campuran, karena sinensetin merupakan senyawa yang paling stabil dalam kumis kucing (Anggraeni & Triantoro 1992). Kandungan senyawa sinensetin di dalam kumis kucing relatif kecil, berada sekitar 2,1µmol/gram (bunga ungu) dan 2,9 µmol/gram (bunga putih) (Sumaryono 1994). Tapi Anggraeni & Triantoro (1992) menyatakan bahwa kadar sinensetin dalam daun kumis kucing yaitu sebesar 0.365% (bunga ungu) dan 0.100% (bunga putih). Walaupun kadarnya relatif kecil, berdasarkan riset dilaporkan bahwa sinensetin mempunyai aktivitas diuretik dan potensi sebagai

antioksidan (Akowuah et al. 2005) dan antibakteri (Sumaryono et al. 1991).

Maserasi

Maserasi merupakan metode ekstraksi yang paling sering digunakan dibandingkan dengan metode ekstraksi lainnya (List & Schmidt 1989). Metode ekstraksi ini merupakan salah satu jenis teknik ekstraksi yang bertujuan menarik suatu komponen tertentu dari contoh dengan pelarut tertentu. Maserasi dilakukan dengan merendam contoh dengan pelarut yang sesuai dalam jangka waktu tertentu sehingga interaksi antara senyawa yang ingin diekstrak dengan pelarutnya dapat berlangsung maksimal (Houghton & Raman 1998). Darwis (2000) menyatakan bahwa maserasi merupakan proses perendaman contoh dengan pelarut organik yang digunakan pada suhu kamar. Proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena dengan perendaman contoh tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat adanya perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel. Hal tersebut menyebabkan metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan. Pemilihan pelarut untuk proses maserasi akan memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa bahan alam tersebut. Ekstraksi dengan maserasi biasanya menghasilkan rendemen yang rendah. Bantuan mekanis (dengan diaduk atau digoyang), atau panas dapat meningkatkan rendemen yang diperoleh. Keuntungan mengunakan teknik ini adalah peralatan yang digunakan sederhana dan dapat digunakan untuk senyawa yang termolabil, sedangkan kerugiannya adalah waktu yang diperlukan lama serta jumlah pelarut yang digunakan tidak efisien (Meloan 1999).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bagian dari kromatografi cair dengan fase gerak berupa cairan dan fase diam berupa adsorben yang dilapiskan pada lempeng kaca atau aluminium yang bertindak sebagai penunjang fase diam dan diposisikan sebagai suatu lapisan tipis dengan permukaan yang rata (Shugar dan Ballinger 1996). Teknik ini biasa digunakan untuk pemisahan campuran

Page 12: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

3

komponen berdasarkan distribusi komponen tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Stoenoiu et al. 2006). Prinsip KLT adalah contoh diteteskan pada lapisan tipis kemudian dimasukkan ke dalam wadah berisi eluen sehingga contoh tersebut terpisah menjadi komponen-komponennya. Setiap komponen akan bergerak dengan laju tertentu yang dinyatakan dengan faktor retensi (Rf), yaitu perbandingan antara jarak yang ditempuh komponen terhadap jarak yang ditempuh eluen. Komponen yang mempunyai afinitas yang besar terhadap fase gerak atau afinitas yang lebih kecil terhadap fase diam akan bergerak lebih cepat dibandingkan dengan komponen yang mempunyai sifat sebaliknya (Gritter et al.1991).

Kelebihan KLT adalah kecepatan pemisahan tinggi dan sensitif (Shugar dan Ballinger 1996). Selain itu, teknik ini juga mudah dalam preparasi contoh, kesederhanaan dalam prosedur kerja, relatif murah karena contoh dan standar dapat dirunning dalam waktu yang sama serta volume pelarut yang digunakan sedikit (Kimura et. al. 2008; Rouessac & Rouessac 2007). Pengembangan eluen dan pelat KLT dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Pengembangan eluen dan pelat

KLT (Rouessac dan Rouessac 2007).

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan salah satu jenis kromatografi cair yang menggunakan zat cair sebagai fase geraknya. Pemisahan dengan KCKT didasarkan pada kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fase gerak dan fase diam. KCKT digunakan untuk pemisahan dan analisis senyawa yang tidak tahan panas atau tidak atsiri secara kualitatif dan kuantitatif. Teknik pemisahan ini juga dapat digunakan untuk menganalisis senyawa-senyawa yang bersifat termolabil atau sangat polar atau yang memiliki bobot molekul yang tinggi (Rouessac & Rouessac 2007). Gritter et

al. (1991) menyatakan bahwa KCKT dikembangkan untuk pemisahan dan identifikasi berbagai komponen, dari suatu campuran yang rumit dengan waktu relatif singkat. Shugar dan Ballinger (1996) menyatakan bahwa analisis kualitatif pada KCKT yaitu proses identifikasi senyawa menggunakan puncak-puncak kromatogram yang diperoleh yaitu dengan membandingkan waktu retensi dari masing-masing senyawa yang dielusi dengan waktu retensi dari standar murni dengan kondisi yang identik, sedangkan analisis kuantitatif adalah merujuk pada penentuan kadar senyawa dalam suatu contoh dengan memperhatikan luas puncak area yang diperoleh.

Keuntungan menggunakan KCKT dalam menganalisis suatu bahan adalah jumlah contoh yang digunakan sedikit (mikroliter), waktu retensi hanya beberapa menit (Hendayana et al. 1994), resolusi tinggi, sensitivitas tinggi, dapat digunakan untuk menetapkan kadar campuran, dan kolom dapat digunakan secara berulang-ulang (Munson 1984). Kerugian dari penggunaan KCKT, selain mahal, KCKT tidak mampu memperlakukan lebih banyak contoh di dalam periode waktu yang sama jika dibandingkan dengan KLT. Secara umum sistem KCKT terdiri atas reservoir (tempat fase gerak), pompa (alat yang digunakan untuk menggerakkan fase gerak melalui kolom), injektor (sistem pemasukan contoh), kolom (tempat terdapatnya fase diam), detektor (untuk mengidentifikasi senyawa hasil pemisahan yang terjadi pada kolom), dan rekorder (perekam kromatogram).

Rancangan Acak Lengkap (RAL)

Rancangan acak lengkap (RAL) dalam penelitian ini digunakan dalam pemilihan pelarut dalam mengekstraksi sinensetin dalam daun kumis kucing. RAL merupakan salah satu rancangan lingkungan yang berkaitan dengan penempatan perlakuan-perlakuan pada unit-unit percobaan. Rancangan ini pada dasarnya menjaga kondisi faktor-faktor lain dalam kondisi tetap. RAL biasanya digunakan jika kondisi unit percobaan yang digunakan relatif homogen dan melibatkan unit percobaan yang tidak terlalu besar. Bentuk umum dari model linear untuk RAL dapat dituliskan sebagai berikut:

Page 13: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

4

dengan i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3. Yij = Kadar sinensetin dari pelarut ke-i serta dengan ulangan ke-j µ = Rata-rata kadar sinensetin τi = Pengaruh pelarut ke-i εij = Pengaruh acak pada pelarut ke-i ulangan ke-j Hipotesis yang diuji adalah H0: τ1 = τ2 = 0 (pengaruh pelarut terhadap kadar sinensetin sama) H1: τ1 ≠ τ2 (pengaruh pelarut berbeda)

Hipotesis nol akan ditolak jika nilai F-hitung lebih besar dibandingkan dengan Fα (t-1, r(t-1)). Penolakan Ho berarti pengaruh pelarut terhadap kadar sinensetin berbeda

(Mattjik & Sumertajaya 2002).

Rancangan 3k-1 Fraksional Faktorial

Rancangan faktorial merupakan salah satu cara yang digunakan dalam melakukan suatu percobaan untuk mengetahui pengaruh dari dua faktor atau lebih terhadap respon yang diperoleh. Setiap percobaan atau pengulangan yang lengkap dalam suatu percobaan menghasilkan semua kombinasi yang mungkin untuk setiap level pada faktor yang dicoba (Montgomery 2001). Mattjik dan Sumertajaya (2002) menyatakan bahwa rancangan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari taraf-taraf dua faktor atau lebih. Keuntungan rancangan ini adalah mampu mendeteksi respon dari taraf masing-masing faktor (pengaruh utama) serta interaksi antar dua faktor atau lebih (pengaruh sederhana).

Salah satu jenis perancangan percobaan dengan menggunakan rancangan faktorial adalah rancangan 3k faktorial. Rancangan ini adalah sebuah faktorial yang disusun dengan k faktor yang masing-masing dengan 3 level. Fraksionasi lebih lanjut dari rancangan 3k

dapat dilakukan untuk nilai k besar. Pada umumnya, fraksi yang sering digunakan adalah fraksi (1/3)p dari rancangan 3k jika nilai p < k, dimana fraksi terdiri atas 3k-p misal 3k-1. Sehingga hanya sepertiga bagian yang dicobakan dari semua kombinasi perlakuan yang ada. Rancangan fraksional faktorial digunakan jika jumlah percobaannya banyak dan dengan menggunakan rancangan faktorial lengkap membutuhkan biaya yang mahal (Montgomery 2001). Rahardjo dan Rahardja

(2001) menyatakan bahwa seiring dengan bertambahnya jumlah faktor dalam suatu rancangan faktorial maka jumlah percobaan akan meningkat dengan pesat, akibatnya rancangan tersebut membutuhkan sumber daya seperti waktu dan biaya yang jauh lebih besar.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah bagian daun tanaman kumis kucing berbunga putih yang diambil sampai daun ke-12 berasal dari Cikabayan dan standar sinensetin produksi Chromadex, pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendrof. Alat-alat yang digunakan adalah instrumen KCKT merk Hitachi (pompa model L-2130, oven kolom model L-2300, dan detektor UV-tampak model L-2420).

Lingkup Penelitian Penelitian terdiri atas beberapa tahap, yaitu penentuan kadar air, uji fitokimia, ekstraksi dengan teknik maserasi, pemisahan, identifikasi, dan optimisasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan RAL yang selanjutnya dilakukan uji lanjut untuk mengetahui pelarut terpilih untuk proses maserasi. Setelah itu dilakukan optimisasi kondisi ekstraksi dengan melakukan variasi nisbah bahan baku-pelarut, waktu ekstraksi, dan jumlah ekstraksi. Rancangan percobaan dengan menggunakan rancangan 3k-1

fraksional faktorial dilakukan dengan menggunakan program komputer SAS 9.1. Tahap pemisahan dan identifikasi dilakukan dengan KLT dan KCKT. Analisis data yang diperoleh dilakukan dengan menggunakan Minitab 14 dan program komputer SAS 9.1 (Lampiran 1).

Penentuan Kadar Air (AOAC 1984)

Penentuan kadar air diawali dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105˚C selama 30 menit. Setelah itu didinginkan dalam eksikator, kemudian ditimbang. Sebanyak 3 gram daun kumis kucing ditimbang (a) (dicatat sampai 4 desimal dalam gram), dimasukkan dalam cawan porselen dan dikeringkan pada suhu 105˚C. Setelah 6 jam, contoh diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai

ijiijY ετµ ++=

Page 14: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

5

diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air contoh ditentukan dengan persamaan:

Kadar Air = %100×−a

ba

Uji Fitokimia (Harborne 1987)

Uji Alkaloid Sebanyak 1 gram contoh dengan ukuran 100 mesh dilarutkan dalam 10 ml kloroform dan beberapa tetes NH4OH, kemudian disaring dan filtratnya dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan 10 tetes H2SO4 2 M dan lapisan asamnya dipisahkan dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada lempeng tetes dan ditambahkan pereaksi Mayer, Wagner, dan Dragendrof yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, coklat, dan merah jingga. Uji Triterpenoid dan Steroid Sebanyak 2 gram contoh dengan ukuran 100 mesh dilarutkan dengan 25 ml etanol panas (50oC) kemudian hasilnya disaring ke dalam pinggan porselen dan diuapkan sampai kering. Residu ditambahkan eter, dan ekstrak eter dipindahkan ke dalam lempeng tetes kemudian ditambahkan 3 tetes anhidrida asam asetat dan 1 tetes H2SO4 pekat (uji Liebermann Buchard). Warna merah atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid dan warna hijau atau biru menunjukkan adanya steroid. Uji Flavonoid

Sebanyak 1 gram contoh dengan ukuran 100 mesh ditambah dengan 100 ml air mendidih, kemudian dipanaskan selama 5 menit, campuran kemudian disaring, 10 ml filtrat kemudian ditambahkan 0.5 mg serbuk magnesium, 1 ml HCl pekat, dan 2 ml amil alkohol. Terbentuknya warna merah, kuning, dan jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

Pemilihan Pelarut Pemilihan pelarut dilakukan dengan membandingkan dua pelarut, yaitu kloroform dan etanol. Kondisi ekstraksi yang digunakan adalah nisbah bahan baku-pelarut (0.5 gram dalam 100 ml), waktu ekstaksi selama 2 jam,

dan jumlah ekstraksi sebanyak 1 kali. Pemilihan pelarut terbaik ini dilakukan 3 kali ulangan. Tabulasi data rancangan percobaan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Tabulasi data rancangan acak

lengkap.

Ulangan Perlakuan

Total Keseluruhan

P1

(CHCl3) P2

(EtOH)

1 Y11 Y21

2 Y12 Y22

3 Y13 Y23 Total

Perlakuan

Y1. Y2. Y… (Y i.)

Ekstraksi Contoh dengan Cara Maserasi

Ekstraksi sinensetin dengan cara maserasi dilakukan berdasarkan modifikasi dari metode yang dikembangkan oleh Akowuah et al. (2004, 2005). Serbuk daun kumis kucing yang telah dihaluskan dengan ukuran 100 mesh ditimbang dengan bobot yang divariasikan, yaitu sebesar 0.5, 1, dan 1.5 g, kemudian direndam dalam 100 ml pelarut terpilih yang diperoleh dari percobaan sebelumnya dengan variasi waktu perendaman adalah 2, 4, dan 8 jam serta variasi jumlah ekstraksi adalah 1, 2, dan 3 kali (Lampiran 2). Selama proses perendaman campuran diaduk setiap 15 menit sebanyak 30 kali pada suhu 40˚C, kemudian disaring dan maserat dipekatkan dengan penguap putar. Maserat yang diperoleh ditimbang. Percobaan ini dilakukan 3 kali ulangan. Analisis dengan Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) Analisis secara kualitatif dengan menggunakan KLT diawali dengan menyiapkan eluen pengembang dalam bejana kromatografi. Ekstrak yang diperoleh dan standar sinensetin ditotolkan pada pelat KLT silika gel GF254 dengan jarak 1 cm dari tepi bawah pelat, kemudian pelat KLT dielusi dengan eluen yang telah dijenuhkan. Elusi dihentikan saat eluen berjarak ± 1 cm dari tepi atas pelat. Setelah itu, pelat KLT diangkat dan dibiarkan sampai kering. Bercak dianalisis dengan menggunakan sinar UV pada panjang gelombang 254 dan 366 nm. Setiap bercak yang terdeteksi dilingkari untuk menentukan

Page 15: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

6

diameter/pusatnya dan diamati warna yang ditimbulkan, kemudian dihitung harga Rf-nya.

Analisis dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Analisis KCKT berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Akowuah et al. (2004, 2005), yaitu dengan menggunakan suatu sistem instrumen KCKT yang dilengkapi dengan injektor otomatis, oven kolom, dan detektor UV. Preparasi contoh untuk analisis KCKT

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambah 5 ml metanol:H2O (6:4) dan contoh disaring dengan saringan membran 0.45 µm sebelum dianalisis dengan KCKT. Kurva standar kalibrasi dibuat dengan hubungan antara luas area di bawah puncak dan konsentrasi standar sinensetin. Kondisi kromatografi berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Akowuah et al. (2004, 2005), yaitu kolom C18 dengan diameter dan panjang kolom masing-masing 4.6 mm dan 150 mm; suhu kolom 25˚C; fase gerak metanol:H2O (pH 3.0):tetrahidrofuran (45:50:5); laju alir 1 ml/menit; volume injeksi 20 µl; λ detektor UV 340 nm.

Perancangan Percobaan dengan Rancangan 3k-1 Fraksional Faktorial

Penelitian ini menggunakan rancangan fraksional faktorial 3k-1. Kombinasi perlakuan dicobakan disusun menggunakan program SAS 9.1. Peubah-peubah yang digunakan adalah variasi nisbah bahan baku-pelarut, waktu ekstraksi, dan jumlah ekstraksi. Dengan rancangan fraksional faktorial 3k-1, hanya akan diperoleh 9 kombinasi perlakuan dari 27 kombinasi perlakuan yang diperoleh dengan rancangan faktorial penuh untuk tiga faktor dan masing-masing dengan tiga taraf. Kesembilan kombinasi perlakuan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rancangan percobaan hasil perancangan percobaan dengan rancangan fraksional faktorial 33-1.

Obsv

Nisbah Bahan Baku-pelarut (g/100ml)

Waktu (jam)

Jumlah Ekstraksi

1 0.5 g 2 1

2 0.5 g 4 3

3 0.5 g 8 2

4 1.0 g 2 3

5 1.0 g 4 2

6 1.0 g 8 1

7 1.5 g 2 2

8 1.5 g 4 1

9 1.5 g 8 3

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kadar Air Tahap pertama dalam perlakuan contoh daun kumis kucing yang digunakan dalam penelitian ini adalah penentuan kadar air. Hal ini dilakukan karena bahan yang digunakan berasal dari tumbuh-tumbuhan yang apabila dianalisis sering mengandung air dalam jumlah tertentu. Sebelum digunakan, contoh daun kumis kucing digiling dan dikeringkan pada suhu 40˚C selama 2 hari. Suhu 40˚C relatif baik untuk mencegah kerusakan pada senyawa metabolit sekunder. Selain itu, Wiryadi (2007) menyatakan bahwa pengeringan dengan menggunakan suhu yang tinggi dapat mengakibatkan pengeringan yang tidak merata, yaitu bagian luar kering, sedangkan bagian dalam masih banyak mengandung air. Penentuan kadar air dilakukan dengan metode gravimetri evolusi tidak langsung. Bobot air dihitung setelah proses pengeringan dengan suhu 105–110˚C pada periode waktu tertentu sampai diperoleh bobot contoh yang konstan. Penentuan kadar air ini berguna untuk menyatakan kandungan zat dalam tumbuhan sebagai persen bahan kering dan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan dalam penyimpanan (Harjadi 1993). Contoh daun kumis kucing yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar air sebesar 9.54% (Lampiran 3). Berdasarkan BPOM (2004), kadar air daun kumis kucing adalah tidak lebih dari 10%. Simplisia yang mengandung kadar air dibawah 10% memiliki masa simpan yang relatif lama karena proses pembusukan yang disebabkan oleh bakteri

Page 16: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

7

dapat terhambat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kadar air yang diperoleh dalam penelitian ini masih cukup baik dalam hal penyimpanan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofiani (2003), kadar air contoh daun kumis kucing adalah 8.52%. Kadar air yang diperoleh berbeda dengan hasil pada penelitian ini. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat kelembaban, tempat tumbuh, dan pengeringan contoh daun kumis kucing yang digunakan.

Uji Fitokimia Tahap selanjutnya dalam penelitian ini adalah uji fitokimia. Uji ini bertujuan melakukan pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam simplisia tumbuhan. Senyawa aktif pada simplisia umumnya adalah senyawa organik, sehingga uji fitokimia ditujukan terhadap senyawa organik, seperti alkaloid, steroid, triterpenoid, dan flavonoid. Uji fitokimia ini dilakukan dua kali, yaitu pada simplisia dan hasil ekstraksi dengan menggunakan kloroform dan etanol. Hasil uji fitokimia yang dilakukan pada simplisia dan ekstrak kering dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Fitokimia simplisia dan ekstrak kumis

kucing. Golongan senyawa

aktif

Hasil uji

Simplisia ekstrak CHCl3

ekstrak EtOH

Alkaloid

Mayer - - -

Wagner - - -

Dragendrof - - -

Triterpenoid - - -

Steroid + + +

Flavonoid + + + Ket : + = contoh mengandung senyawa aktif

- = contoh tidak mengandung senyawa aktif Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa contoh daun dan ekstrak kumis kucing mengandung senyawa steroid dan flavonoid, tetapi keduanya tidak mengandung alkaloid dan triterpenoid. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Akowuah et al. (2004) yang melaporkan bahwa komponen aktif yang terkandung dalam daun kumis kucing adalah flavonoid, diterpena, derivat senyawa kafeat, senyawa fenolik, dan steroid.

Uji fitokimia pada penelitian ini dilakukan tidak hanya untuk senyawa flavonoid yang merupakan kelompok dari sinensetin. Hal ini bertujuan mengetahui posisi matriks awal dan pengaruh dari matriks lainnya.

Pemilihan Pelarut Pemilihan pelarut dilakukan pada dua pelarut, yaitu kloroform dan etanol dengan menggunakan teknik maserasi karena berdasarkan Akowuah et al. (2005) kloroform merupakan pelarut yang terpilih dalam mengekstraksi sinensetin, sedangkan etanol merupakan pelarut berdasarkan regulasi dari BPOM (2004) karena pelarut ini lebih aman bagi tubuh dibandingkan dengan kloroform. Pada pemilihan pelarut, komposisi bahan dan pelarut yang digunakan adalah 0.5 g dalam 100 ml, sedangkan waktu dan jumlah ekstaksi adalah 2 jam dalam 1 kali ekstraksi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas kondisi ekstraksi dengan variasi terkecil yang dilakukan untuk memperoleh kadar sinensetin. Teknik ekstraksi yang digunakan adalah maserasi. Ekstraksi contoh dengan cara maserasi Maserasi merupakan teknik ekstraksi yang sederhana. Proses maserasi biasanya tidak diberi tambahan energi untuk proses ekstraksinya, namun pada penelitian ini dilakukan penambahan energi pada proses ekstraksi. Proses maserasi dilakukan pada suhu 40˚C (Akowuah et al. 2004, 2005). Hal ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen yang diperoleh.

Serbuk kumis kucing dimaserasi dengan ukuran serbuk yang digunakan adalah 100 mesh. Hal ini bertujuan memperluas permukaan bahan, sehingga semakin banyak yang terekstraksi. Proses maserasi ini dilakukan dengan menggunakan thermostat pada suhu 40˚C dan dilakukan pengadukan setiap 15 menit sebanyak 30 kali. Hal ini dimaksudkan agar lebih banyak senyawa aktif yang terekstraksi oleh pelarut yang digunakan. Tahap selanjutnya adalah penyaringan contoh sampai diperoleh filtrat berwarna hijau. Kemudian filtrat dikeringkan dengan penguap putar sampai kering. Selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui rendemen yang diperoleh. Rendemen pada tahap pemilihan pelarut ini adalah 4.93% untuk ekstrak kloroform dan 6.24% untuk ekstrak etanol (Lampiran 4). Selain itu,

Page 17: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

8

analisis dengan KLT serta KCKT juga dilakukan. Analisis dengan metode KLT Analisis secara kualitatif untuk menentukan keberadaan sinensetin dalam daun kumis kucing dilakukan dengan metode KLT. Pemisahan dengan KLT didasarkan pada interaksi antara fase gerak dan fase diam. Fase gerak yang digunakan dalam penelitian ini adalah etil asetat:metanol (9:1), sedangkan fase diamnya adalah silika gel GF254. Sebelum digunakan fase diam yang digunakan harus diaktivasi terlebih dahulu. Aktivasi dilakukan dengan pemanasan pelat KLT dalam oven. Hal ini bertujuan memproteksi dari kontaminasi lingkungan (Shugar & Ballinger 1996). Fase gerak yang digunakan adalah hasil dari pemilihan pelarut campuran menggunakan berbagai macam eluen dengan komposisi yang berbeda, yaitu kloroform:etil asetat:methanol (6:3:1), kloroform:etil asetat:metanol (8:1:1), dan etil asetat:metanol (9:1) dengan data hasil pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil pengamatan KLT ekstrak daun

kumis kucing.

Eluen Jumlah

bercak noda terbentuk

Keterangan

K:EA:M (6:3:1)

2 Antar bercak berdekatan

K:EA:M (8:1:1)

2 Antar bercak berdekatan

EA:M (9:1)

2 Antar bercak terpisah

Ket: K = Kloroform; EA = Etil Asetat; M = Metanol Tabel 4 menunjukkan bahwa eluen yang digunakan adalah etil asetat:metanol (9:1) karena proses pemisahannya lebih sempurna dibandingkan dengan eluen yang lain. Pemilihan pelarut campuran tersebut bertujuan memodifikasi sifat kepolaran eluen yang digunakan sehingga memiliki kepolaran yang sama dengan kepolaran senyawa yang dianalisis. Hasil analisis dengan menggunakan sinar UV 254 dan 366 nm dapat dilihat pada Gambar 4.

S K E

Gambar 4 Kromatogram hasil analisis dengan

menggunakan KLT dengan fase gerak etil asetat:metanol (9:1) ulangan 1 (S = standar, K = ekstra kloroform, E = ekstrak etanol).

Gambar 4 menunjukkan pola pemisahan ekstrak kumis kucing dengan pelarut kloroform dan etanol, serta standar sinensetin. Pola pemisahan pada gambar 4 secara berturut-turut dari kiri ke kanan adalah bercak standar sinensetin, bercak ekstrak kloroform, dan bercak ekstrak etanol. Berdasarkan kromatogram yang diperoleh, ekstrak kloroform dan etanol sama-sama memberikan 2 bercak, sedangkan standar sinensetin hanya memberikan 1 bercak dengan nilai Rf sebesar 0.78. Bercak yang dihasilkan pada kedua ekstrak tersebut menunjukkan adanya bercak untuk senyawa sinensetin yang terlihat dari nilai Rf yang dihasilkan relatif mendekati Rf standar sinensetin (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa kloroform dan etanol terbukti dapat digunakan untuk mengekstraksi sinensetin pada daun kumis kucing. Nilai Rf senyawa sinensetin yang diperoleh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Sofiani (2003) dengan ekstrak metanol yang menghasilkan nilai Rf sinensetin sebesar 0.57. Selain senyawa sinensetin, pada ekstrak daun kumis kucing dengan pelarut kloroform dan etanol juga terdeteksi komponen lain. Hal ini ditunjukkan terdeteksinya bercak lain pada kedua pelarut tersebut dengan Rf yang lebih besar dibandingkan dengan Rf standar sinensetin (Lampiran 5). Komponen tersebut mungkin merupakan matriks yang dapat menginterferensi senyawa target. Analisis dengan metode KCKT Penentuan kadar sinensetin pada daun kumis kucing menggunakan KCKT dengan metode fase terbalik (reversed phase) (Akowuah et al. 2004, 2005), yaitu analat terdistribusi dalam fase diam nonpolar dan fase gerak polar yang didasarkan pada

Page 18: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

9

penggunaan kolom C18 pada penelitian ini. Kolom C18 lebih cocok untuk pemisahan dan analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang bersifat sedikit polar dan nonpolar (Meyer 2004), sehingga kolom yang digunakan cocok untuk memisahkan sinensetin dalam daun kumis kucing yang bersifat semipolar. Penentuan kadar sinensetin didasarkan pada luas area di bawah puncak yang terbentuk dari hasil analisis dengan metode KCKT. Kadar sinensetin yang diperoleh adalah 1.98 mg/g untuk ekstrak kloroform dan 4.33 mg/g untuk ekstrak etanol (Lampiran 6). Berdasarkan analisis kadar sinensetin dengan RAL pada α sebesar 0.05, diketahui bahwa nilai p yang diperoleh sebesar 0.05. Nilai p tersebut sama dengan taraf α, sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho diterima atau kedua pelarut yang digunakan dalam maserasi mempunyai rerata kadar sinensetin yang sama (Lampiran 7). Namun, jika dilihat dari nilai kadar yang diperoleh, kadar sinensetin dalam ekstrak etanol lebih besar dibandingkan dengan dalam ekstrak kloroform. Sehingga pelarut terpilih dalam penelitian ini adalah etanol. Pelarut ini akan digunakan pada tahapan selanjutnya. Ekstrak kloroform seharusnya memiliki kadar sinensetin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol. Hal ini didasarkan pada struktur sinensetin yang merupakan senyawa yang semipolar (Sumaryono 1994). Namun, dalam penelitian ini hasil yang diperoleh lebih kecil dibandingkan dengan ekstrak etanol. Hal ini disebabkan oleh ekstrak kloroform yang akan dianalisis dengan KCKT tidak bercampur sempurna dengan metanol:H2O (6:4) sehingga kadar yang diperoleh menjadi lebih kecil.

Analisis Sinensetin Tahapan selanjutnya dalam penelitian adalah maserasi dengan sembilan kombinasi perlakuan hasil perancangan percobaan dengan rancangan fraksional faktorial 33-1. Tahapan ini menghasilkan rendemen contoh yang berkisar 7.20%-11.94% (Lampiran 8). Kemudian dilakukan penentuan kadar sinensetin dengan metode KCKT. Penentuan kadar sinensetin diawali dengan pengukuran standar sinensetin menggunakan KCKT dengan detektor UV. Data luas area di bawah puncak dan kromatogram larutan standar untuk pembuatan kurva standar diberikan pada Lampiran 9 dan Lampiran 10. Kurva standar yang diperoleh menunjukkan

persamaan garis y = 287662x – 21139 dengan R2 = 99.94% (Gambar 5 ).

Gambar 5 Kurva hubungan antara [standar

sinesetin] dan luas area di bawah puncak.

Berdasarkan kurva standar dapat ditentukan kadar sinensetin contoh sesuai perlakuan yang dicobakan. Kromatogram dan kadar sinensetin dari setiap perlakuan disajikan dalam Lampiran 11 dan Lampiran 13. Kadar sinensetin yang diperoleh dalam penelitian ini memiliki korelasi negatif dengan rendemen ekstrak sebesar -0.830. Hal ini berarti bila nilai rendemen tinggi, maka nilai kadar sinensetin akan rendah. Nilai rendemen tinggi disebabkan oleh kekuatan pelarut dalam mengekstraksi senyawa yang terdapat dalam daun kumis kucing. Pelarut yang digunakan (etanol) mampu mengekstraksi senyawa baik polar maupun non polar dalam daun kumis kucing. Senyawa yang terekstraksi tersebut dapat menginterferensi senyawa target baik langsung (bereaksi dengan senyawa target) maupun tidak langsung (mengganggu analisis senyawa target yang diinginkan). Sedangkan dalam penentuan nilai kadar, hanya senyawa sinensetin saja yang ditentukan. Selain itu, nilai kadar dihitung berdasarkan nisbah dengan rendemen.

Pembuatan Model dan Analisis Regresi Penelitian ini dilakukan dengan tiga ulangan. Berdasarkan data dari tiga ulangan ini diperoleh data dengan keterulangan yang tidak terlalu dekat. Kemudian dilakukan perhitungan persentase simpangan baku relatif (%SBR) terhadap data dari tiga ulangan tersebut (Lampiran 12). Nilai %SBR

Page 19: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

10

dilakukan untuk melihat ketelitian kerja yang dilakukan. Nilai %SBR yang diperoleh dari sembilan kombinasi disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5 Persen SBR sembilan kombinasi dengan tiga ulangan.

Obsv Nisbah Waktu Jumlah %SBR

1 0.5 2 1 7.57

2 0.5 4 3 6.36

3 0.5 8 2 28.38

4 1.0 2 3 4.26

5 1.0 4 2 14.98

6 1.0 8 1 19.32

7 1.5 2 2 15.95

8 1.5 4 1 4.36

9 1.5 8 3 0.13

Berdasarkan Tabel 5, nilai %SBR yang diperoleh sangat beragam. Terdapat 1 kombinasi perlakuan (observasi 9) yang memiliki ketelitian yang sangat tinggi, 2 kombinasi perlakuan (observasi 4 dan 8) memiliki tingkat ketelitian yang cukup, dan 6 kombinasi perlakuan memiliki ketelitian yang sangat kurang, yaitu observasi 1, 2, 3, 5, 6, dan 7. Hasil yang diperoleh pada observasi 9 memiliki ketelitian yang sangat tinggi karena %SBR yang diperoleh kurang dari 1%, sedangkan observasi 4 dan 8 hanya memiliki ketelitian yang cukup karena %SBR yang diperoleh berkisar antara 2 dan 5% dan nilai % SBR 6 kombinasi sisanya yang diperoleh berkisar antara 6.36 dan 28.38%. Nilai ini sangat besar jika dibandingkan dengan standar AOAC (1993). Nilai %SBR yang lebih besar dari 5% memiliki ketelitian yang sangat rendah. Oleh karena itu koefisien keragaman yang dihasilkan cukup besar dan R2 yang tidak terlalu besar. Nilai koefisien keragaman dan R2 yang diperoleh dari tiga dan dua ulangan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Koefisien keragaman dan R2 dari tiga

dan dua ulangan. Banyaknya ulangan

Koefisien keragaman (%)

R2 (%)

3 11.18 72.14

2 3.11 96.90

Berdasarkan Tabel 6, nilai koefisien keragaman yang dihasilkan adalah 11.18%. Nilai ini dirasakan cukup besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya galat sistematik yang terjadi pada saat penelitian,

sehingga menimbulkan penyimpangan tertentu dari rerata hasil analisis terhadap nilai sebenarnya. Galat sistematik pada saat penelitian disebabkan oleh pengocokan yang dilakukan secara manual. Sehingga perlu dilakukan uji Q (Lampiran 12). Berdasarkan uji Q, data dari tiga ulangan mengandung suatu pencilan, sehingga nilai kadar tersebut dihilangkan. Kemudian data tersebut direduksi menjadi dua ulangan dan data yang diolah adalah data dari dua ulangan tersebut. Koefisien keragaman yang diperoleh dari data dua ulangan menjadi relatif kecil, yaitu 3.11%. Nilai koefisien keragaman tersebut menunjukkan bahwa kedekatan nilai antara kadar sinensetin hasil praktik dan prediksi besar, sehingga model yang diperoleh pada penelitian ini cukup baik atau memiliki keakuratan yang baik. Hal ini dibuktikan dengan nilai R2 yang diperoleh dari persamaan regresi yang cukup tinggi, yaitu 96.90%. Nilai R2 dari model dengan dua ulangan merupakan model regresi yang cukup baik untuk menerangkan perilaku kadar sinensetin yang dipengaruhi oleh waktu ekstraksi, jumlah ekstraksi, dan nisbah bahan-baku pelarut. Berdasarkan kombinasi perlakuan yang ada maka dibuat model regresi. Model yang signifikan dalam penelitian ini adalah linear, kuadratik, dan crossproduct, sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut: Kadar = 5.564 + 3.265(waktu) - 8.223(jumlah) - (< 0.0001) (0.0018) (0.0045) 2.017(nisbah) - 0.204(waktu2) – (0.0046) (0.0027) 0.172(jumlah*waktu) + 1.350(jumlah2) – (< 0.0001) (0.0056) 0.973 (nisbah*waktu) + (0.0032) 3.840(nisbah*jumlah) + ε (0.0008)

(1) Ket : Angka dalam kurung adalah nilai p. Berdasarkan persamaan 1 dapat diketahui bahwa semua parameter ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kadar sinensetin. Hal ini terlihat dari nilai p lebih kecil dari taraf α sebesar 0.05. Selain itu, persamaan 1 dapat digunakan untuk memprediksi kadar sinensetin yang akan diperoleh pada kombinasi-kombinasi yang tidak dicobakan. Prediksi kadar sinensetin pada 18 kombinasi perlakuan yang tidak dicobakan disajikan dalam Tabel 7.

Page 20: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

11

Tabel 7 Prediksi kadar sinensetin pada 18 kombinasi perlakuan yang tidak dicobakan.

Waktu Jumlah Nisbah Prediksi

2 2 0.5 1.403

2 3 0.5 1.507

4 1 0.5 6.765

4 2 0.5 3.825

8 1 0.5 7.397

8 3 0.5 2.843

2 1 1.0 3.938

2 2 1.0 3.262

4 1 1.0 5.730

4 3 1.0 6.390

8 2 1.0 2.708

8 3 1.0 3.702

2 1 1.5 3.877

2 3 1.5 9.063

4 2 1.5 5.595

4 3 1.5 9.195

8 1 1.5 1.433

8 2 1.5 1.647 Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa kadar prediksi dengan nilai yang tinggi diperoleh pada waktu 2 jam, nisbah 1.5 g, dan jumlah 3 kali serta waktu 4 jam, nisbah 1.5 g, dan jumlah 3 kali adalah 9.063 mg/g dan 9.195 mg/g. Nilai ini lebih besar dibandingkan dengan kadar hasil penelitian yang diperoleh. Hal ini mungkin disebabkan oleh galat dari model yang digunakan untuk menghitung kadar prediksi. Kadar prediksi sinensetin yang tinggi diperoleh pada waktu 2 dan 4 jam. Hal ini mungkin disebabkan oleh senyawa sinensetin yang sudah terekstraksi secara maksimal pada waktu tersebut. Selain itu, Tabel 7 juga menunjukkan bahwa jumlah ekstraksi dan nisbah bahan baku-pelarut teramati pada 3 kali dan 1.5 g dalam 100 ml. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah ekstraksi yang dilakukan interaksi antara bahan baku dan pelarut lebih sering terjadi, sehingga memungkinkan senyawa aktif yang terdapat pada bahan baku lebih banyak terekstraksi dan dikarenakan jumlah contoh yang digunakan relatif lebih banyak, sehingga kemungkinan untuk terekstraksi lebih banyak.

Optimisasi Kadar Sinensetin Parameter kondisi ekstraksi yang dioptimisasi adalah waktu ekstraksi, jumlah ekstraksi, dan nisbah bahan baku-pelarut. Optimisasi dilakukan dengan menggunakan response surface methodology (RSM). Pengaruh waktu dan jumlah ekstraksi terhadap kadar sinensetin dapat dilihat pada Gambar 6.

(a)

(b)

Gambar 6 (a) Peta kontur dan (b) kurva

permukaan respons kadar sinensetin terhadap waktu dan jumlah ekstraksi.

Gambar 6 menunjukkan bahwa kadar sinensetin tertinggi dihasilkan pada kisaran waktu 2-5 jam. Pada saat waktu 6 jam, kadarnya menurun. Hal ini mungkin disebabkan oleh senyawa sinensetin yang sudah terekstraksi secara maksimal pada saat

Page 21: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

12

waktu 2-5 jam. Selain itu, mungkin disebabkan oleh kekuatan pelarut dalam mengekstraksi senyawa sinensetin yang cukup kuat. Pengaruh jumlah ekstraksi juga teramati cukup baik pada Gambar 6. Kadar sinensetin yang tinggi diperoleh pada kisaran 1-3 kali. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah ekstraksi yang dilakukan interaksi antara bahan baku dan pelarut lebih sering terjadi, sehingga memungkinkan senyawa aktif yang terdapat pada bahan baku lebih banyak terekstraksi.

Hasil optimisasi dapat terlihat pada kurva permukaan respons (Gambar 6b). Kurva tersebut menampilkan kisaran optimum, yaitu pada kisaran waktu 2-5 jam. Pada waktu 2 jam, kadar yang dihasilkan sudah cukup tinggi, yaitu berkisar antara 4 dan 4.5 mg/g dan kurva tersebut membentuk titik belok pada waktu 4.72 jam dengan kadar yang lebih tinggi, yaitu 5.29 mg/g. Oleh karena itu, kondisi optimum ekstraksi adalah saat waktu ekstraksi 4.72 jam, jumlah ekstraksi 2-3 kali, dan nisbah bahan baku-pelarut 1.12 g:100 ml dengan kadar yang didapatkan adalah 5.29 mg/g. Sedangkan teknik ekstraksi dengan pelarut metanol:air (50:50) pada kondisi waktu 12 jam, jumlah ekstraksi 2 kali, dan nisbah bahan baku-pelarut 150 kg:2000 l menghasilkan kadar sinensetin sebesar 5.08 µmol/g atau 1,89 mg/g. Sehingga teknik ekstraksi dengan pelarut etanol lebih baik dipilih dalam mengekstraksi sinensetin. Namun, kadar yang diperoleh dalam penelitian ini belum divalidasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Pelarut terpilih untuk ekstraksi sinensetin adalah etanol. Waktu ekstraksi, jumlah ekstraksi, dan nisbah bahan baku-pelarut berpengaruh nyata pada α sebesar 0.05 terhadap kadar sinensetin. Kondisi optimum ektraksi teramati pada waktu 4.72 jam, jumlah ekstraksi 2-3 kali, dan nisbah bahan baku-pelarut 1.12 g:100 ml dengan kadar yang didapatkan adalah 5.29 mg/g.

Saran

Perlu dilakukan pengocokan dengan menggunakan maserator. Selain itu, perlu dilakukan validasi model yang didapatkan dan dilakukan kalibrasi kondisi ekstraksi optimum.

DAFTAR PUSTAKA Ahmad MA et al. 2008. Disposable array

sensor strip for quantification of sinensetin in Orthosiphon stamineus Benth samples. Journal of Microchimica Acta 163:113-119.

Akowuah GA, Ismail Z, Norhayati I, Sadikun

A, Khamsah SM. 2004. Sinensetin, eupatorin, 30-hydroxy-5, 6, 7, 40-tetramethoxyflavone and rosmarinic acid contents and antioxidative effect of Orthosiphon stamineus from Malaysia. Food Chemistry 87:559–566.

Akowuah GA, Ismail Z, Norhayati I, Sadikun

A. 2005. The effects of different extraction solvents of varying polarities on polyphenols of Orthosiphon stamineus and evaluation of the free radical-scavenging activity. Food Chemistry 93: 311–317.

Anggraeni, Triantoro. 1992. Kandungan

utama kumis kucing. Di dalam Hasil Penelitian Plasma Nutfah dan Budidaya Tanaman Obat. Prosiding Forum Komunikasi Ilmiah. Bogor, 1992. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. hlm 165-170.

Anonim. 2009. Material safety data sheet.

[terhubung berkala]. http://www. Seqchem.com/safetysheet.php?SQIndex=SRP01385s. [16 Feb 2009].

[AOAC] Association of Official Analytical

Chemistry. 1984. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18. Maryland: AOAC International.

[AOAC] Association of Official Analytical

Chemistry. 1993. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed ke-18. Maryland: AOAC International.

Arafat OM et al. 2008. Studies on diuretic and

hypouricemic effect of Orthosiphon stamineus methanol extracts in rats. Journal of Ethnopharmacology 118: 354-360.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan.

2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta: BPOM RI.

Page 22: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

13

Darwis D. 2000. Teknik Dasar Laboratorium Dalam Penelitian Senyawa Bahan Alam Hayati, Workshop Pengembangan Sumberdaya Manusian Dalam Bidang Kimia Organik Bahan Alam Hayati, Padang: FMIPA Universitas Andalas.

De Padua LS, Bunyapraphatsara. 1999. Medicinal and Poisonous Plant 1. Bogor: Porsea.

De waard PWF, Goan LT. 1978. Agricultural,

Technological, and Economic Aspect of some Selected Medicinal Plants. Amsterdam: Departemen of Agricultural Research.

Gritter RJ, JM Bobbitt, AE Schwarting. 1991.

Pengantar Kromatografi. Ed ke-2. Kosasih Padmawinata, penerjemah. Bandung: Penerbit ITB. Terjemahan dari Introduction to Chromatography.

Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Padmawinata, I Sudiro, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari: Phytochemical Method.

Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.

Hendayana S, Kadarohman A, Sumarna AA,

Supriatna A. 1994. Kimia Analitik Instrumen. Ed ke-1. Semarang: IKIP Semarang Press.

Hossain MA, Ismail Z, Rahman A, Kang SC.

2008. Chemical composition and anti-fungal properties of the essential oils and crude extracts of Orthosiphon stamineus Benth. Industrial Crops and Products 27: 328-334.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Labo€ratory

Handbook for Fractination of Natural Extracts. London: Chapman & Hall.

Kimura M, Fujimura M, Yoshida M, Takeshi

T, Naoko TA. 2008. An easy method to identify 8-keto-15-hidroxytrichothecenes by thin-layer chromatography. Mycotoxins 58:115-117.

List PH, Schmidt PC. 1989.

Phytopharmaceutical Technology. Boston: CRC Press.

Mahendra B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta: Penebar Swadaya.

Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2002.

Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I Edisi kedua. Bogor: IPB Press.

Meloan CE. 1999. Chemical Separation.New

York: Jhon Willey. Meyer VR. 2004. Practical High-

Performance Liquid Chromatography. Ed ke-4. Chichester: John Wiley & Son.

Montgomery DC. 2001. Design and Analysis

of Experimenta.l Ed ke-5. New York: John Wiley & Sons.

Munson JW. 1984. Pharmaceutical Analysis

Modern Methods. New York: The Upjhon Company.

Ohashi K, Bohgaki T, Matsubara T, Shibuya

H. 2000. Indonesian medicinal plants. XXIII.1) chemical structures of two new migrated pimarane-type diterpenes, neoorthosiphols A and B, and suppressive effects on rat thoracic aorta of chemical constituents isolated from the leaves of Orthosiphon aristatus (Lamiaceae). Journal of Chemistry Pharmaceutical 48:433-435.

Olah NK, Radu L, Mogosan C, Hanganu D,

Gocan S. 2003. Phytochemical and pharmacological studies on Orthosiphon stamineus Benth. (Lamiaceae) hydroalcoholic extracts. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis 33:117-123.

Rahardjo J, Rahardja S. 2001. Perbandingan

metode 2k-p fractional factorial dengan metode taguchi pada proses pembuatan fiber glass. Jurnal Teknik Industri 3:1-8.

Rouessac F, Rouessac A. 2007. Chemical

Analysis-Modern Instrumentation Methods and Techniques Ed ke-2. French: John Wiley & Sons.

Shugar GJ, BallingerJT. 1996. Chemical

Technicians’ Ready Reference Handbook Ed ke-4. New York: McGraw-Hill.

Page 23: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

14

Sofiani YS. 2003. Isolasi, pemurnian, dan uji aktivitas antibakteri senyawa sinensetin dari ekstrak daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Sriplang K, Adisakwattana S, Rungsipipat A,

Yibchok-anun S. 2007. Effect of Orthosiphon stamineus aqueos extract on plasma glucose concentration and lipid profile in normal and steptozocin-induced diabetic rats. Journal of Ethnopharmacology 109: 510-514.

Stoenoiu CE, Bolboaca SD, Jantschi L. 2007.

Mobile phase optimization method for steroid separation. Applied Medical Informatics 18:17-24.

Sumaryono W, Proksch P, Wray V, Witte L, Hartmann T. 1991. Qualitative and quantitative analysis of the phenolic constituents from Orthosiphon aristatus. Journal of Planta Medica 57:176-180.

Sumaryono W. 1994. Analisis Profil

Metabolit Sekunder Beberapa Kultivar Orthosiphon aristatus. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.

Syukur C, Hernaini. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Penebar Swadaya.

Wiryadi R. 2007. Pengaruh waktu fermentasi dan lama pengeringan terhadap mutu tepung cokelat (Theobroma cocoa L) [skripsi]. Aceh: Fakultas Pertanian, Universitas Syah Kuala.

Page 24: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

15

LAMPIRAN

Page 25: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

16

Lampiran 1 Diagram alir kerja

Sampel kering daun Kumis kucing Uji Fitokoimia Kadar Air

Maserasi

Maserasi kloroform Maserasi etanol

Analisis dengan KLT dan KCKT

RAL

Analisis Regresi

Pelarut Terpilih

Rendemen Ekstrak Kering dan Kadar Sinensetin pada Sembilan Pengamatan Yang Terwakili

Kondisi Optimum Ekstraksi

Perancangan Percobaan dengan 3k-1 Desain

Fraksional Faktorial (9 kombinasi yang mewakili dari 27 kombinasi yang

ada)

Page 26: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

17

Lampiran 2 Rancangan percobaan ekstraksi Sinensetin untuk seluruh kombinasi perlakuan

Pelarut Terpilih

1 kali

2 jam 2 kali

3 kali

1 kali

0.5g/100ml 4 jam 2 kali

3 kali

1 kali

8 jam 2 kali

3 kali

1 kali

2 jam 2 kali

3 kali

1 kali

Pelarut 1g/100ml 4 jam 2 kali

3 kali

1 kali

8 jam 2 kali

3 kali

1 kali

2 jam 2 kali

3 kali

1 kali

1.5g/100ml 4 jam 2 kali

3 kali

1 kali

8 jam 2 kali

3 kali

Page 27: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

18

Lampiran 3 Kadar air daun kumis kucing

Ulangan Bobot (g)

Kadar Air (%) Sebelum Pengeringan (a) Setelah Pengeringan (b)

1 3.0045 2.7187 9.51

2 3.0068 2.7107 9.85

3 3.0010 2.7230 9.26

Rerata 9.54

Contoh perhitungan

• Penentuan kadar air ulangan 1

%51.9

%1000045.3

7187.20045.3

%100a

b-a airKadar

=

×−=

×=

Lampiran 4 Rendemen ekstrak Rendemen ekstrak kloroform

Ulangan Bobot (g)

Rendemen (%) Contoh yang ditimbang Ekstrak kering

1 0.5017 0.0176 3.88 2 0.5014 0.0246 5.42 3 0.5023 0.0249 5.48

Rerata 4.93 Rendemen ekstrak etanol

Ulangan Bobot (g)

Rendemen (%) Contoh yang ditimbang Ekstrak kering

1 0.5007 0.0285 6.29

2 0.5022 0.0267 5.88

3 0.5005 0.0297 6.56

Rerata 6.24

Contoh perhitungan

• Penentuan rendemen ekstrak kloroform ulangan 1

%88.3

%100g 5017.0%)54.91(

g 0176.0

%100(g)contoh bobot air)kadar 1(

(g) keringbobot Rendemen

=

××−

=

××−

=

Page 28: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

19

Lampiran 5 Hasil analisis dengan kromatografi lapis tipis menggunakan fase gerak etil asetat:metanol (9:1)

Contoh Ulangan Jumlah bercak yang dihasilkan

Rf Rerata

Standar 1 1 0.76 0.78

2 1 0.80 3 1 0.78

Ekstrak Kloroform 1 1 0.91 0.92

2 0.93

3

0.91

1 2 0.76 0.78*

2

0.79

3 0.78 Ekstrak Etanol 1 1 0.91 0.92

2 0.93

3

0.91

1 2 0.76 0.78*

2

0.80

3 0.78 Ket = Rf yang mendekati Rf standar sinensetin

Lampiran 6 Penentuan konsentrasi sinensetin dan kadar sinensetin berdasarkan area dibawah

puncak yang terbentuk hasil analisis dengan metode KCKT

Observasi Bobot contoh

yang ditimbang (g)

Waktu retensi (menit)

Area di bawah puncak

Volume larutan (ml)

Fp Konsentrasi sinensetin

(ppm)

Kadar sinensetin

(mg/g)

Rerata (mg/g)

Standar

9.253 8221344 - - 20.0000 -

CHCl3 1 0.0172 9.263 49880 100 5 0.6067 3.53

1.98 CHCl3 2 0.0175 9.300 22116 10 50 2.6901 1.54

CHCl3 3 0.0168 9.227 12130 10 50 1.4754 0.88

EtOH 1 0.0191 9.133 730578 10 5 8.8864 4.65

4.33 EtOH 2 0.0256 9.127 794597 10 5 9.6650 3.78

EtOH 3 0.0214 9.113 800508 10 5 9.7369 4.55 Contoh perhitungan

• Penentuan konsentrasi sinensetin dalam contoh (observasi CHCl3 2)

ppm 6901.2ml 1

ml 5

ml 1

ml 10ppm 20

8221344

22116

fpstandar ikonsentrasstandarpuncak bawah di Area

contohpuncak bawah di Areacontoh iKonsentras

=

×××=

××=

Page 29: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

20

Lampiran 7 Hasil analisis rancangan acak lengkap

One-way ANOVA: kadar versus perlakuan Source DF SS MS F P perlakuan 1 8.24 8.24 7.74 0.050 Error 4 4.26 1.06 Total 5 12.50 S = 1.032 R-Sq = 65.91% R-Sq(adj) = 57.39%

Lampiran 8 Hasil perolehan rendemen ekstrak kering hasil ekstraksi dari sembilan kombinasi

perlakuan

Obsv Nisbah Waktu Jumlah Ulangan Contoh yang ditimbang

Ekstrak kering

Rendemen (%)

Rerata (%)

1 0.5 2 1 1 0.5006 0.0382 8.44 8.55

2 0.5006 0.0392 8.66

2 0.5 4 3 1 0.5003 0.0559 12.35 11.94

2 0.5004 0.0522 11.53

3 0.5 8 2 1 0.5000 0.0479 10.59 10.71

2 0.5001 0.0490 10.83

4 1.0 2 3 1 1.0001 0.0732 8.09 8.08

2 1.0001 0.0730 8.07

5 1.0 4 2 1 1.0004 0.0772 8.53 8.53

2 1.0002 0.0771 8.52

6 1.0 8 1 1 1.0008 0.0744 8.22 8.30

2 1.0007 0.0758 8.37

7 1.5 2 2 1 1.5003 0.0954 7.03 7.20

2 1.5005 0.1000 7.37

8 1.5 4 1 1 1.5004 0.1000 7.37 7.30

2 1.5008 0.0983 7.24

9 1.5 8 3 1 1.5003 0.1191 8.78 8.93

2 1.5003 0.1233 9.09

Contoh perhitungan observasi 1

%44.8

%100g 5006.0%)54.91(

g 0382.0

%100(g)contoh bobot air)kadar 1(

(g) keringbobot Rendemen

=

××−

=

××−

=

Page 30: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

21

Lampiran 9 Kromatogram standar sinensetin

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Kromatogram standar (a) 0.5 ppm (b) 1 ppm (c) 2.5 ppm (d) 5 ppm (e)10 ppm (f) 21.58 ppm.

Page 31: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

22

Lampiran 10 Area di bawah puncak standar sinensetin

Konsentrasi (ppm) Area di bawah puncak 0.50 175079 1.00 302997 2.50 691883 5.00 1310047 10.00 2858776 21.58 6207707

Lampiran 11 Kromatogram sinensetin pada contoh dengan KCKT

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 0.5 g:100 ml, waktu 2 jam, dan jumlah ekstraksi 1x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

Page 32: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

23

Lanjutan Lampiran 11

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 0.5 g:100 ml, waktu 4 jam, dan jumlah ekstraksi 3x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 0.5 g:100 ml, waktu 8 jam, dan jumlah ekstraksi 2x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

Page 33: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

24

Lanjutan Lampiran 11

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1 g:100 ml, waktu 2 jam, dan jumlah ekstraksi 3x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1 g:100 ml, waktu 4 jam, dan jumlah ekstraksi 2x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

Page 34: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

25

Lanjutan Lampiran 11

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1 g:100 ml, waktu 8 jam, dan jumlah ekstraksi 1x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1.5 g:100 ml, waktu 2 jam, dan jumlah ekstraksi 2x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

Page 35: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

26

Lanjutan Lampiran 11

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1.5 g:100 ml, waktu 4 jam, dan jumlah ekstraksi 1x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

(a)

(b)

(c)

Kromatogram sinensetin dengan nisbah:pelarut 1.5 g:100 ml, waktu 8 jam, dan jumlah ekstraksi 3x (a) ulangan 1 (b) ulangan 2 (c) ulangan 3.

Page 36: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

27

Lampiran 12 Hasil perolehan % SBR dan Q-hitung

Obsv Nisbah Waktu Jumlah Ulangan Kadar SB %SBR Q-hitung

1 0.5 2 1 1 3.5

0.29 7.57 0.7857

2 4.06

3 3.94

2 0.5 4 3 1 3.51

0.22 6.36 0.6591

2 3.22

3 3.66

3 0.5 8 2 1 3.69

1.28 28.38 0.9301

2 5.98

3 3.85

4 1.0 2 3 1 4.91

0.22 4.26 0.7442

2 5.23

3 5.34

5 1.0 4 2 1 4.54

0.77 14.98 0.7687

2 4.88

3 6.01

6 1.0 8 1 1 4.3

0.96 19.32 0.8701

2 4.53

3 6.07

7 1.5 2 2 1 5.28

0.75 15.95 0.7762

2 4.96

3 3.85

8 1.5 4 1 1 4.7

0.21 4.36 0.9720

2 5.05

3 4.69

9 1.5 8 3 1 4.56

5.77x10-3 0.13

2 4.56

3 4.55

Contoh perhitungan observasi 1

Simpangan baku = 1

)(1

2

−∑=

n

Xxin

i

= 29.013

)83.394.3()83.306.4()83.350.3( 222

=−

−+−+−

%57.7

%10083.3

29.0

%100X

bakuSimpangan SBR%

=

×=

×=

Page 37: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

28

Lanjutan Lampiran 12

Q-hitung = 1

12

XX

XX

n −− atau Q-hitung =

1

1

XX

XX

n

nn

−− −

Q-hitung = 7857.050.306.4

50.394.3 =−−

Q-tabel (0,05;3) = 0.970 Q-hitung < Q-tabel (0.05;3), maka data yang dicurigai sebagai pencilan dapat diterima Lampiran 13 Penentuan konsentrasi sinensetin dan kadar sinensetin dari sembilan kombinasi

perlakuan dengan volume 10 ml dan faktor pengenceran 5 kali

Obsv Ulangan Bobot contoh

yang ditimbang (g)

Area dibawah puncak

Konsentrasi sinensetin

(ppm)

Kadar sinensetin

(mg/g)

Rerata (mg/g)

1 1 0.0382 870679 15.5011 4.06 4.00

2 0.0392 867982 15.4543 3.94

2 1 0.0559 1108689 19.6381 3.51 3.59

2 0.0522 1078724 19.1173 3.66

3 1 0.0479 995092 17.6636 3.69 3.77

2 0.0490 1063298 18.8492 3.85

4 1 0.0732 2180063 38.2602 5.23 5.28

2 0.0730 2222766 39.0025 5.34

5 1 0.0772 1994532 35.0354 4.54 4.71

2 0.0771 2144176 37.6364 4.88

6 1 0.0744 1821055 32.0201 4.30 4.42

2 0.0758 1956522 34.3747 4.53

7 1 0.0954 2875987 50.3564 5.28 5.12

2 0.1000 2833573 49.6192 4.96

8 1 0.1000 2683422 47.0094 4.70 4.69

2 0.0983 2630239 46.0850 4.69

9 1 0.1191 3100145 54.2526 4.56 4.56

2 0.1233 3215063 56.2501 4.56

Contoh perhitungan

• Penentuan konsentrasi sinensetin dalam contoh observasi 1

ppm 5011.15ml 1

ml 5

287662

21139870679

npengencerafaktor slope

interseppuncakbawah di Areacontoh iKonsentras

=

×+=

×±

=

Page 38: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

29

Lanjutan Lampiran 13

• Penentuan kadar sinensetin dalam contoh observasi 1

mg/g 06.4

g 0.0382

ml 10ml 1000

mg 5011.15

(g) ditimbang yangcontoh Bobot

(ml)larutan volumecontoh iKonsentrascontohKadar

=

×=

×=

Page 39: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
Page 40: OPTIMISASI EKSTRAKSI SINENSETIN DARI DAUN KUMIS … · Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang

2