i OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI FASE TERBALIK SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperolah Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm) Progrram Studi Ilmu Farmasi Oleh: Yohanes Pungki Prabowo NIM : 068114070 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
119
Embed
OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DAN …repository.usd.ac.id/17224/2/068114070_Full.pdf · OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DAN IBUPROFEN DENGAN METODE KROMATOGRAFI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DAN
IBUPROFEN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperolah Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Progrram Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Yohanes Pungki Prabowo
NIM : 068114070
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DAN
IBUPROFEN DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA
TINGGI FASE TERBALIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperolah Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Progrram Studi Ilmu Farmasi
Oleh:
Yohanes Pungki Prabowo
NIM : 068114070
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tak ada kata menyerah,
selama ada Dia yang selalu
menyertai kita.
Aku persembahkan karyaku ini kepada:
Bapak dan Ibu yang selalu mencintaiku dan menyayangiku,
simbah kakung dan putri yang mendukungku,
adik-adikku (Irma, Tito, dan Wawan) yang kusayangi,
serta almamaterku.
vi
vii
PRAKATA
Puji syukur penullis panjatkan kepada Bapa atas berkat, anugerah dan
kuasanya, sehinggaskripsi berjudul “Optimasi Pemisahan Campuran Parasetamol
dan Ibuprofen dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Fase Terbalik”
dapat dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi
Ilmu Farmasi (S. Farm).
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mengalami permasalahan dan
kesulitan. Namun demikian dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu dengan segala
hormat, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah
diberikan, kepada :
1. Rita Suhadi, M. Si., Apt, selaku dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta
2. Jeffry Julianus, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
penulis, memberikan masukan, dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.
3. Christine Patramurti, M.Si., Apt. selaku penguji yang ikut mengarahkan
penulis, memberikan masukan, dan memberikan dukungan selama
penyusunan skripsi serta besedia menguji skripsi ini.
4. Dra. MM. Yetty Tjandrawati,M.Si. selaku dosen penguji yang memberikan
kritik dan saran untuk skripsi ini.
5. Yohanes Dwiatmaka, S.Si., M.Si. selaku Kepala Laboratorium Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
viii
6. Seluruh staf laboratorium di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta terutama Mas Bimo, Pak Parlan , dan Mas Kunto yang telah
membantu dan mendukung kelangsungan skripsi ini.
7. Micell dan Angel serta Aan, Yoki, Boim, dan Toni yang telah berjuang
bersama dalam menganalisis ibuprofen dan parasetamol.
8. Jimmy, Anton, Jati, dan kos Progresif yang telah bersama-sama dalam
memberikan dukungan bagi penulis.
9. Teman-teman seperjuangan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
namanya.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan mengingat keterbatasan kamampuan dan pengetahuan penulis. Maka
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir
kata, semoga skripsi ini berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
ix
x
OPTIMASI PEMISAHAN CAMPURAN PARASETAMOL DANIBUPROFEN DENGAN METODE KROMATOGRAFI KINERJA TINGGI
FASE TERBALIK
INTISARI
Dewasa ini telah banyak digunakan kombinasi zat aktif dalam suatu obatuntuk memperoleh efek yang diharapkan. Salah satu kombinasi yang dapatdijumpai di pasaran adalah parasetamol dan ibuprofen sebagai obat antiinflamasi.Penetapan kadar campuran tersebut dilakukan dengan Kromatografi Cair KinerjaTinggi (KCKT) namun digunakan fase gerak asetonitril. Dalam penelitian ini akandicoba pemisahan campuran parasetamol dan ibuprofen dengan metode KCKTdengan fase gerak campuran metanol : aquabidest.
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental deskriptif denganmetode KCKT fase terbalik menggunakan kolom C18, fase gerak metanol :aquabidest (90:10) pH 4 dengan penambahan asam asetat glasial, kecepatan alir1,5 ml/menit, dan detektor Ultraviolet pada panjang gelombang 230 nm.
Hasil penelitian ini menunjukkan campuran parasetamol dan ibuprofendapat dipisahkan dengan metode KCKT fase terbalik. Kondisi optimal sistemKCKT yang diperoleh adalah fase gerak metanol : aquabidest (90:10) pH 4dengan penambahan asam asetat glasial dan kecepatan alir 1,5 ml/menit; detektorUV pada panjang gelombang pengamatan 230 nm.
Kata kunci: KCKT fase terbalik, parasetamol, ibuprofen, optimasi metode
xi
OPTIMATION OF SEPARATION THE MIXTURE OF PARACETAMOLAND IBUPROFEN WITH HIGH PERFORMANCE LIQUID
CHROMATOGRAPHY METHOD REVERSED PHASE
ABSTRACT
Today has been widely used combinations of active substances in a drugto obtain the desired effect. One of the combinations that can be found in themarket are paracetamol and ibuprofen as an anti-inflammatory drugs.Determination of levels of the mixture before, with High Performance LiquidChromatography (HPLC) but used acetonitrile mobile phase. In this study, triedseparation mixture of paracetamol and ibuprofen with HPLC method with themobile phase of methanol-aquabidest.
This study is a non-experimental descriptive research method usedHPLC reversed phase C18 column, mobile phase with methanol: aquabidest(90:10) pH 4 by adding glacial acetic acid, flow rate 1.5 ml / min, and Ultravioletdetector at wavelength 230 nm.
The results of this study showed a mixture of paracetamol and ibuprofenmay be separated by HPLC methods reversed phase. Optimal conditions obtainedHPLC system is the mobile phase of methanol: aquabidest (90:10) pH 4 by addingglacial acetic acid and flow rate 1.5 ml / min; UV detector at wavelength 230 nmobservations.
ppm : 100 ppm (tinggi) sebanyak 50,0 µl disuntikkan ke dalam sistem
KCKT dengan kolom ODS (5mm × 30 cm) menggunakan fase gerak dan
kecepatan alir hasil optimasi. Kemudian mengamati kromatogram ibuprofen
dan parasetamol yang terjadi pada panjang gelombang pengamatan.
Melakukan perhitungan nilai resolusi dari pemisahan campuran parasetamol
dan ibuprofen.
35
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Fase Gerak
Sistem kromatografi yang digunakan dalam analisis senyawa parasetamol
dan ibuprofen adalah fase terbalik karena senyawa yang dipisahkan memiliki
bobot molekul kurang dari 2000 (BM parasetamol = 151,6 gram/mol dan BM
ibuprofen 206,28 gram/mol dengan sifat larut dalam air-tak berion (Johnson dan
Stevenson, 1978). Fase gerak yang akan dioptimasi dalam penelitian ini ada tiga
yaitu metanol : aquabidest dengan perbandingan 70:30 dengan indeks polaritas
sebesar 6,63; metanol : aquabidest dengan perbandingan 70:30 pada pH 4 dengan
penambahan asam asetat glasial dengan indeks polaritas sebesar 6,63; serta
metanol : aquabidest dengan perbandingan 90:10 pada pH 4 dengan penambahan
asam asetat glasial dengan indeks polaritas sebesar 5,61. Pemilihan komposisi ini
didasarkan dari penyesuaian agar diperoleh kepolaran yang mendekati fase gerak
asetonitril : buffer fosfat (60 : 40, v/v, pH 7) dengan indeks polaritas 6,63 yang
telah dilakukan oleh Prasanna Reddy Battu dan MS Reddy (2009).
Fase gerak pertama (tanpa pengaturan pH) digunakan untuk mencoba
pemisahan tanpa harus mengatur pH fase gerak. Penggunaan asam asetat glasial
dalam fase gerak karena sifatnya yang asam lemah sehingga dengan penambahan
beberapa tetes tidak akan menyebabkan fase gerak terlalu asam. Sebab bila fase
gerak terlalu asam (pH ≤ 2) dapat menyebabkan gangguan pada keutuhan kolom
kromatografi. Pada pH asam (pH ≤ 2), oktadesilsilan akan melepaskan kembali
36
oktadesilnya sehingga akan mempengaruhi kepolaran dari kolom (menjadi
semakin polar). Asam akan bereaksi dengan oktadesilsilan sehingga kembali ke
bentuk silanol. Berikut ini gambaran reaksinya:
Si OH + O Si (CH2)17CH3Si O Si (CH2)17CH3+ C
O
H3C
H3C C
O
OH
Gambar 13. Reaksi kolom oktadesilsilan dengan asam asetat
Pengaturan pH dilakukan karena dari hasil studi pustaka diketahui bahwa
dalam pemisahan ibuprofen digunakan fase gerak dengan pH 4 atau larutan buffer
pH 7. Pemilihan pH 4 dilakukan karena lebih efisien daripada penggunaan buffer
karena buffer tertambat kuat pada fase diam (kolom C18) sehingga waktu elusi
lebih lama, tekanan pompa lebih tinggi, dan perlu waktu lebih lama saat mencuci
kolom dari hasil sisa fase gerak dengan buffer.
Metanol dapat melarutkan dengan baik parasetamol dan ibuprofen serta
memiliki viskositas yang rendah 0,54cP, sehingga dapat mengurangi tekanan pada
kolom dan dapat memisahkan parasetamol dan ibuprofen. Fase gerak metanol
dengan aquabidest memiliki sifat lebih polar dibandingkan dengan fase diam yang
digunakan yaitu kolom oktadesilsilan (C18) sehingga kromatografi yang
digunakan merupakan kromatografi fase terbalik.
B. Pembuatan Larutan Baku
Optimasi metode kromatografi ini menggunakan larutan baku dengan
konsentrasi tertentu dalam bentuk campuran parasetamol dan ibuprofen untuk
37
mengetahui hasil pemisahan dari campuran. Larutan baku dibuat dengan pelarut
metanol yang memiliki kemurnian tinggi. Metanol digunakan sebagai pelarut
karena persentase metanol dalam fase gerak cukup banyak sehingga akan mudah
terelusi bersama fase gerak. Pembuatan baku untuk analisis pemisahan campuran
parasetamol dan ibuprofen disesuaikan dengan kadar yang tertera dalam kemasan
sampel merk “X” yaitu 200 mg ibuprofen dan 350 mg parasetamol tiap tablet
(perbandingan parasetamol : ibuprofen adalah 7 : 4).
Larutan baku parasetamol dan ibuprofen dibuat sebagai larutan baku dan
campurannya dengan parasetamol : ibuprofen adalah 7 : 4 dalam tiga level
konsentrasi. Larutan baku ibuprofen dibuat tiga level konsentrasi yaitu 40 ppm, 80
ppm, dan 100 ppm sedangkan untuk larutan baku parasetamol yaitu 70 ppm, 140
ppm, dan 175 ppm. Larutan baku campuran parasetamol : ibuprofen dengan
perbandingan 7 : 4 adalah 70 ppm dengan 40 ppm untuk konsentrasi rendah; 140
ppm dengan 80 ppm untuk konsentrasi tengah; dan 175 ppm dengan 100 ppm
untuk konsentrasi tinggi. Pembuatan tiga level konsentrasi campuran baku ini
dilakukan untuk mengetahui bahwa pada ketiga level konsentrasi hasil pemisahan
dari campuran parasetamol dan ibuprofen baik. Larutan baku yang dibuat ini
digunakan untuk analisis pemisahan campuran parasetamol dan ibuprofen dengan
metode KCKT fase terbalik.
Baku untuk pengukuran panjang gelombang maksimum (λmaks) dibuat
dengan konsentrasi yang berbeda yaitu untuk parasetamol 0,4mg/100ml; 0,6
mg/100ml; dan 1,1 mg/100ml serta ibuprofen dengan 0,6 mg/100ml; 1,0
mg/100ml; dan 1,4 mg/100ml. Pengukuran panjang gelombang overlaping
38
dilakukan dengan kadar parasetamol : ibuprofen dengan perbandingan 7:4 yaitu
1,05 mg/100ml untuk parasetamol dan 0,6 mg/100ml untuk ibuprofen.
C. Optimasi Penentuan Panjang Gelombang Overlaping Parasetamol dan
Ibuprofen dengan Spektrofotometer UV
Panjang gelombang overlaping ditentukan untuk mengetahui panjang
gelombang dimana parasetamol dan ibuprofen memberikan serapan secara
bersamaan dan optimal pada sistem detektor KCKT. Pada sistem KCKT ini
digunakan spektrofotometer UV sebagai detektor. Penentuan panjang gelombang
serapan dilakukan dengan scanning panjang gelombang maksimum (λmaks) dari
masing-masing senyawa yaitu parasetamol dan ibuprofen menggunakan
spektrofotometer UV. Scanning λmaks dilakukan masing-masing untuk
parasetamol dan ibuprofen dengan pelarut menggunakan metanol.
Penentuan λmaks menggunakan 3 seri kadar dengan tujuan dapat
meyakinkan bahwa yang diperoleh benar-benar panjang gelombang maksimum
dari senyawa tersebut. Hasil pengukuran ini dibandingkan dengan panjang
gelombang maksimum literatur. Hal ini diperlukan karena parasetamol dan
ibuprofen yang digunakan merupakan working standard. Pengukuran panjang
gelombang maksimum dan panjang gelombang overlaping menggunakan pelarut
yang sama dengan pelarut saat analisis dengan sistem KCKT yaitu digunakan
pelarut metanol. Penggunaan pelarut yang sama diharapkan dapat meningkatkan
ketelitian dalam pengukuran panjang gelombang overlaping sehingga benar-benar
tepat saat digunakan panjang gelombang tersebut pada sistem KCKT.
39
Penentuan panjang gelombang dilakukan dengan pembacaan serapan pada
rentang panjang gelombang 220-280 nm karena secara teoritis panjang gelombang
maksimum dari parasetamol dan ibuprofen berada pada rentang tersebut. Panjang
gelombang maksimum ibuprofen lebih kurang 221 nm (Anonim, 1995) dan
panjang gelombang maksimum parasetamol sebesar kurang lebih 244 nm pada
pelarut air.
Suatu senyawa dapat dianalisis dengan spektrofotometri ultraviolet harus
memiliki gugus kromofor yang bertanggung jawab dalam penyerapan radiasi
ultraviolet. Parasetamol dan ibuprofen memiliki gugus kromofor yang merupakan
ikatan rangkap yang memiliki elektron orbital p yang mudah tereksitasi ke tingkat
yang lebih tinggi yaitu π*. Selain memiliki gugus kromofor, parasetamol juga
memiliki gugus auksokrom yang terikat langsung pada gugus kromofornya.
Gugus auksokrom ini berperan dalam pergeseran panjang gelombang dan
intensitas serapan maksimum dari parasetamol. Gambar gugus kromofor dan
auksokrom dari masing-masing senyawa dapat dilihat pada gambar berikut.
O
HO
ibuprofen
NH
O
HO
parasetamol
Gambar 14. Gugus kromofor dan auksokrom pada parasetamol danibuprofen
= kromofor= auksokrom
40
Pengukuran panjang gelombang maksimum dalam Farmakope Indonesia
Edisi IV (1995) dimaknai memenuhi syarat jika tepat atau dalam batas 2 nm dari
panjang gelombang yang ditentukan. Hasil pengukuran panjang gelombang
maksimum ketiga level konsentrasi parasetamol dan ibuprofen ditunjukkan pada
gambar berikut.
41
Gambar 15. Spektrum serapan parasetamol dengan λmaks = 243,5 nmKeterangan : A = konsentrasi 0,4mg/100ml (konsentrasi rendah); B =
konsentrasi 0,6 mg/100ml (konsentrasi tengah); dan C = konsentrasi 1,1mg/100ml (konsentrasi tinggi)
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketiga seri kadar parasetamol
dalam pelarut metanol memiliki spektrum seperti gambar 2 dengan serapan
maksimum 243,5 nm. Dalam Farmakope Indonesia Edisi VI (1995) dicantumkan
panjang gelombang maksimum parasetamol dalam pelarut asam sebesar 244 nm.
Dari hasil diketahui bahwa panjang gelombang hasil pengukuran menyimpang
tidak lebih dari 2 nm. Dengan demikian panjang gelombang maksimum
parasetamol sesuai dengan panjang gelombang teoritis. Sehingga dapat dipastikan
bahwa senyawa tersebut adalah parasetamol.
42
Gambar 16. Spektrum serapan ibuprofen dengan λmaks = 223 nmKeterangan : A = konsentrasi 0,6mg/100ml (konsentrasi rendah); B =
konsentrasi 1,0 mg/100ml (konsentrasi tengah); dan C = konsentrasi 1,4mg/100ml (konsentrasi tinggi)
43
Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa ketiga seri kadar ibuprofen
dalam pelarut metanol memiliki hasil spektrum yang menunjukkan serapan
maksimum pada 223 nm. Dalam Farmakope Indonesia Edisi VI (1995)
dicantumkan panjang gelombang maksimum ibuprofen dalam pelarut asam
sebesar 221 nm. Dari hasil diketahui bahwa panjang gelombang hasil pengukuran
menyimpang tidak lebih dari 2 nm. Dengan demikian panjang gelombang
maksimum ibuprofen sesuai dengan panjang gelombang teoritis. Sehingga dapat
dipastikan bahwa senyawa tersebut adalah ibuprofen.
Dalam melakukan analisis dengan KCKT diperlukan suatu panjang
gelombang di mana senyawa tersebut memberikan serapan yang optimal untuk
dapat diukur pada detektor UV dalam sistem KCKT. Panjang gelombang ini
disebut dengan panjang gelombang pengamatan. Panjang gelombang pengamatan
untuk campuran dua senyawa menggunakan panjang gelombang overlaping di
mana terjadi tumpang tindih serapan parasetamol dan ibuprofen. Berikut ini
gambar serapan parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7 : 4.
Gambar 17. Spektra serapan gabungan parasetamol (A) konsentrasi 1,05mg/100ml dan ibuprofen (B) konsentrasi 0,6 mg/100ml
44
Gambar tersebut menampilkan absorbansi antara parasetamol dan
ibuprofen saling tumpang tindih antara 220 nm sampai 240 dan berpotongan pada
panjang gelombang 230 nm. Analisis dengan sistem KCKT menggunakan
panjang gelombang 230 nm sebagai panjang gelombang pengamatan karena
merupakan panjang gelombang perpotongan kedua senyawa. Campuran
parasetamol dengan ibuprofen (7:4) memiliki perbandingan yang lebih kecil
untuk ibuprofen sehingga pemilihan penjang gelombang pengamatan lebih
diutamakan untuk memperoleh serapan yang tinggi untuk ibuprofen. Akan tetapi
serapan maksimum ibuprofen berdekatan dengan panjang gelombang serapan dari
metanol sampai dengan 205 nm. Bila panjang gelombang pengamatan dilakukan
pada panjang gelombang maksimum parasetamol, ditakutkan serapan ibuprofen
terlalu kecil atau bahkan tidak memberikan serapan.
D. Optimasi Pemisahan Parasetamol dan Ibuprofen dengan KCKT Fase
Terbalik
Pemisahan campuran parasetamol dan ibuprofen menggunakan KCKT
fase terbalik. Fase diam menggunakan oktadesilsilan (C18) yang bersifat nonpolar
dan fase gerak menggunakan campuran metanol dengan aquabidest yang bersifat
cenderung lebih polar sehingga senyawa yang lebih polar akan terelusi terlebih
dahulu dibandingkan senyawa yang lebih nonpolar (akan tertambat lebih kuat
pada fase diam sehingga akan lebih lambat terelusi dari kolom). Berikut ini
gambar gugus nonpolar dari parasetamol dan ibuprofen.
45
O
HO
ibuprofen
NH
O
HO
parasetamol
Gambar 18. Gugus nonpolar ibuprofen dan parasetamolKeterangan : = gugus nonpolar
Pada campuran sifat dari parasetamol lebih polar dari ibuprofen, hal ini
dapat dilihat dari strukturnya diatas. Keduanya memiliki gugus nonpolar namun
dari gambar 17 nampak bahwa gugus nonpolar dari ibuprofen lebih banyak
dibandingkan dengan parasetamol. Selain itu, dengan nilai log P parasetamol
sebesar 0,28 dan log P ibuprofen sebesar 3,75 (diperoleh dari Chemical properties
dalam program ChemOffice 2004) dapat diketahui bahwa parasetamol lebih polar
dari ibuprofen karena dengan semakin kecil nilai lop P maka senyawa tersebut
semakin polar. Pemisahan pada KCKT dipengaruhi oleh interaksi suatu analit
dengan fase diam dan fase geraknya.
46
O
N
O
parasetamol
O CH3H
H O
H
O CH3H
H O
H
aquabidest
metanol
O CH3
H
H O
H
H
H
Gambar 19. Interaksi parasetamol dengan fase gerak metanol : aquabidest
O
O
ibuprofen
O CH3H
H O
H
aquabidest
metanol
O CH3H
H O
H
H
Gambar 20. Interaksi ibuprofen dengan fase gerak metanol : aquabidest
Mengacu gambar 18 dan gambar 19 tersebut diatas dapat diketahui bahwa
terjadi interaksi antara parasetamol dan ibuprofen dengan fase gerak yang
digunakan dalam penelitian ini. Parasetamol dan ibuprofen memiliki gusus polar
dan gugus nonpolar. Gugus polar dari parasetamol dan ibuprofen akan
47
berinteraksi dengan fase geraknya campuran metanol dan aquabidest. Metanol
sendiri berinteraksi dengan aquabidest dengan ikatan hidrogen. Kemudian
campuran dari metanol dan aquabidest akan berinteraksi dengan parasetamol dan
ibuprofen dengan membentuk ikatan hidrogen. Kekuatan interaksi dari
parasetamol lebih kuat jika dibandingkan dengan ibuprofen, hal ini nampak dari
gambar 18 dan gambar 19 yang menunjukkan bahwa interakasi parasetamol
dengan fase gerak lebih banyak dibandingkan interaksi ibuprofen dengan fase
gerak.
Si
H3C
OCH3
H3CC18
Oktadesilsilan (C18)
O
HO
ibuprofen
interaksiVan der Waals
Gambar 21. Interaksi ibuprofen dengan fase diam
48
O
NH
OH
parasetamol
Si
H3C
OCH3
H3CC18
Oktadesilsilan (C18)
interaksiVan der Waals
Gambar 22. Interaksi parasetamol dengan fase diam
Sedangkan gugus nonpolar dari parasetamol dan ibuprofen akan
berinteraksi dengan fase diamnya melalui interaksi van der Waals seperti tampak
pada gambar 20 dan gambar 21. Interaksi ibuprofen dengan fase diam lebih
banyak jika dibandingkan dengan parasetamol, sehingga nantinya ibuprofen akan
tertambat lebih kuat pada fase gerak. Ibuprofen akan terelusi lebih lama dari
parasetamol. Dari keseluruhan interaksi parasetamol-ibuprofen dengan fase diam
dan fase gerak dapat diketahui bahwa interaksi analit dengan fase gerak lebih kuat
dibandingkan dengan fase diamnya karena sifat dari ikatan hidrogen yang lebih
kuat dari interaksi van der Waals. Nantinya analit dapat terelusi dari kolom
KCKT. Pada sistem KCKT fase terbalik ini parasetamol akan memiliki tR lebih
cepat dibandingkan dengan ibuprofen karena sifat dari parasetamol yang lebih
polar. Dengan sifatnya yang semakin polar maka interaksi dengan fase gerak
semakin kuat dan semakin cepat terelusi.
49
Fase gerak yang digunakan harus dioptimasi terlebih dahulu untuk
memperoleh pemisahan yang baik antara parasetamol dengan ibuprofen.
Pemisahan optimal dilihat dari hasil pemisahannya dan nilai resolusi (resolusi
yang baik lebih dari 1,5) dari pemisahan campuran parasetamol dengan ibuprofen.
Fase gerak yang digunakan merupakan campuran metanol dengan aquabidest.
Berikut ini kondisi yang digunakan untuk pemisahan campuran parasetamol dan
ibuprofen :
1. Fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 70:30 dengan
kecepatan alir 1 ml/menit
Pemilihan fase gerak ini dilakukan karena sifat dari metanol yang
mirip dengan asetonitril yang telah digunakan untuk pemisahan campuran
parasetamol dan ibuprofen. Berikut ini hasil pemisahan parasetamol dan
ibuprofen dalam bentuk kromatogram.
50
Gambar 23. Pemisahan dari campuran parasetamol (A) dan ibuprofen (B)dengan fase gerak metanol : aquabidest (70:30) kecepatan alir 1 ml/meniti. Baku parasetamol konsentrasi 175 ppm (konsentrasi tinggi)ii. Baku ibuprofen konsentrasi 100 ppm (konsentrasi tinggi)iii.Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4
51
Penggunaan fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan
70:30 dengan kecepatan alir 1 ml/menit seperti tampak pada gambar 22
menunjukkan hasil pemisahan yang cukup baik antara parasetamol dengan
ibuprofen namun pada peak parasetamol terjadi tailing sehingga terbentuk dua
peak sedangkan pada ibuprofen peak yang terbentuk tidak runcing. Peak
parasetamol yang membentuk tailing ini disebabkan karena parasetamol
memlilki gugus amin yang dapat berinteraksi dengan gugus silanol pada fase
diam kolom kromatografi C18. Sedangkan pada peak ibuprofen yang landai
dan tidak runcing disebabkan interaksi yang terlalu kuat terhadap salah satu
fase. Kemungkinan besar interaksi ibuprofen lebih kuat terhadap fase gerak
dibandingkan terhadap fase diamnya. Hal ini karena terjadinya ionisasi sebab
tidak dilakukan pengaturan pH dari fase gerak yang digunakan. Ionisasi ini
menyebabkan analit tidak terelusi secara serentak. Analit akan terlusi sedikit
demi sedikit sehingga terjadi fronting. Berikut ini ionisasi yang terjadi pada
ibuprofen.
O
HO
O
O
+H
Gambar 24. Reaksi ionisasi Ibuprofen
Dari gambar 24 nampak bahwa reaksi ionisasi ini terjadi bolak-balik
sehingga sebagian ibuprofen dalam bentuk ion dan sebagian lagi masih dalam
bentuk molekul. Bentuk ion akan terelusi lebih cepat dibandingkan dengan
bentuk molekulnya karena bentuk ion kurang berinteraksi dengan fase diam.
52
Ibuprofen yang berada dalam bentuk molekul akan berinteraksi dengan fase
diam sehingga lebih tertambat pada kolom. Adanya bentuk ion dan molekul
ini menyebabkan elusi ibuprofen tidak serentak. Ibuprofen akan terelusi
bentuk ionnya dulu diikuti bentuk molekul.
Tampak pada gambar 23 bahwa pemisahan membentuk fronting
dengan bentuk lebih besar pada bagian belakang, hal ini menunjukkan bahwa
jumlah ibuprofen dalam bentuk molekul lebih banyak dari bantuk ionnya.
Ibuprofen akan membentuk molekul bila dalam suasana asam, namun
kesamaan fase gerak belum bisa menggeser seluruh ibuprofen dalam bentuk
molekul. Keasaman dari fase gerak ini sekitar pH 5-6, sehingga untuk
membuat seluruh ibuprofen berada dalam bentuk molekul, maka dilakukan
perlu dilakuan penurunan pH fase gerak.
2. Fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 70:30 pH 4
dengan penambahan asam asetat glasial pada kecepatan alir 1,5 ml/menit
Hasil pemisahan fase gerak pertama menunjukkan fronting pada peak
ibuprofen karena terjadinya ionisasi, sehingga perlu dilakukan pengaturan
suasana fase gerak. Fase gerak kedua ini menggunakan asam asetat glasial
untuk mengatur suasana fase gerak sehingga berada pada kondisi pH 4.
Pengaturan pH 4 dilakukan untuk menghindari terjadinya ionisasi pada
ibuprofen sehingga analit dalam bentuk molekul (tidak terion) sehingga dapat
terelusi secara serentak.
53
54
Gambar 25. Pemisahan dari campuran parasetamol (A) dan ibuprofen (B)dengan fase gerak metanol : aquabidest (70:30) pH 4 kecepatan alir 1,5
ml/meniti. Baku parasetamol konsentrasi 175 ppm (konsentrasi tinggi)ii. Baku ibuprofen konsentrasi 100 ppm (konsentrasi tinggi)iii.Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan 7:4
Hasil pemisahan campuran parasetamol dan ibuprofen seperti tampak
pada gambar 24 menunjukkan peak yang baik (runcing) pada ibuprofen
dengan waktu retensi 13,463 menit sedangkan parasetamol masih terjadi
tailing dan membentuk dua puncak pada waktu retensi 1,645 menit dan 1,808
menit. Selain itu pada fase gerak ini jarak antara peak parasetamol dan
ibuprofen terlalu jauh dan menjadi kurang efisien dalam penggunaan fase
gerak serta waktu pemisahannya hal ini nampak dari nilai resolusinya yang
besar yaitu 83,25. Dalam gambar pemisahan campuran (gambar 11) terdapat
55
peak yang cukup besar pada menit ke 11,357 (C) hal ini dimungkinkan analit
lain yang terikut saat preparasi yang tidak diketahui.
3. Fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 70:30 pH 4
dengan penambahan asam asetat glasial pada kecepatan alir 2 ml/menit
Dilakukan perubahan pada kecepatan alir fase gerak menjadi 2
ml/menit dengan komposisi fase gerak yang sama. Peningkatan kecepatan alir
dilakukan untuk mendorong parasetamol sehingga terelusi secara serentak dan
ibuprofen dapat terelusi lebih cepat. Kecepatan alir sistem KCKT berpengaruh
terhadap waktu yang dibutuhkan senyawa tersebut untuk terelusi keluar dari
kolom. semakin cepat elusi dari suatu analit maka semakin efektif metode
tersebut sebab akan menghemat waktu dan fase gerak yang digunakan.
56
Gambar 26. Pemisahan dari campuran parasetamol (A) dan ibuprofen (B)dengan fase gerak metanol : aquabidest (70:30) pH 4 kecepatan alir 2
ml/meniti. Baku parasetamol konsentrasi 175 ppm (konsentrasi tinggi)ii. Baku ibuprofen konsentrasi 100 ppm (konsentrasi tinggi)iii.Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan
7:4
57
Hasilnya pemisahan dengan fase gerak metanol : aquabidest dengan
perbandingan 70:30 pH 4 dengan penambahan asam asetat glasial pada
kecepatan alir 2 ml/menit menunjukkan peak parasetamol yang runcing dan
tidak memisah namun jarak pemisahan antara parasetamol dengan ibuprofen
masih terlalu jauh dengan nilai resolusi 20,47. Hasil resolusi yang terlalu jauh
ini akan mengurangi efektifitas dari proses pemisahan sehingga perlu
dilakukan pengaturan komposisi fase gerak untuk memperoleh hasil
pemisahan yang baik dengan resolusi yang optimal.
4. Fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 90:10 pH 4
dengan penambahan asam asetat glasial pada kecepatan alir 1 ml/menit
Ibuprofen yang bersifat cenderung nonpolar tertambat lama pada
kolom maka untuk meningkatkan kecepatan elusi dari ibuprofen dilakukan
pengubahan komposisi dari fase gerak dengan perbandingan metanol :
aquabidest sebesar 90:10 pH 4 dengan penambahan asam asetat glasial.
58
Gambar 27. Pemisahan dari campuran parasetamol (A) konsentrasi 175 ppmdan ibuprofen (B) konsentrasi 100 ppm dengan fase gerak metanol :
aquabidest (90:10) pH 4 kecepatan alir 1 ml/menit
Pemisahan dengan fase gerak ini kecepatan alir 1 ml/menit
menunjukkan hasil yang baik serta peak yang runcing untuk parasetamol.
Waktu retensi parasetamol pada 2,468 menit dan waktu retensi ibuprofen pada
4,492 menit. Kedua peak ini tidak tailing namun hasil resolusi untuk
pemisahan masih cukup besar yaitu 7,203. Maka perlu dilakukan optimasi
kembali untuk meningkatkan efektivitas pemisahan.
59
5. Fase gerak metanol : aquabidest dengan perbandingan 90:10 pH 4
dengan penambahan asam asetat glasial pada kecepatan alir 1,5 ml/menit
Elusi dilanjutkan dengan fase gerak yang sama namun digunakan
kecepatan alir 1,5 ml/menit untuk memperoleh hasil pemisahan yang lebih
efisien. Hasil pemisahan sebagai berikut:
60
61
Gambar 28. Pemisahan dari campuran parasetamol (A) dan ibuprofen (B)dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10) pH 4 kecepatan alir 1,5
ml/meniti. Baku parasetamol konsentrasi 175ppm (konsentrasi tinggi)ii. Baku ibuprofen konsentrasi 100ppm (konsentrasi tinggi)iii.Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan
7:4 konsentrasi 70 ppm : 40 ppmiv.Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan
7:4 konsentrasi 140 ppm : 80 ppmv. Campuran parasetamol dan ibuprofen dengan perbandingan
7:4 konsentrasi 175 ppm: 100 ppm
Diperoleh hasil pemisahan dengan waktu retensi parasetamol kira-kira
1,6 menit dan waktu retensi ibuprofen kira-kira 3 menit, pemisah campuran
sempurna dengan resolusi yang lebih dari 1,5 yaitu sebesar 6,7 dan peak
keduanya runcing (tidak tailing). Penggunaan kecepatan alir 1,5 ml/menit
dapat meningkatkan efisiensi pemisahan karena tidak perlu melakukan elusi
selama 10 menit (seperti saat penggunaan fase gerak metanol : aquabidest
90:10 dengan kecepatan alir 1 ml/menit) untuk mengelusi seluruh analit,
dengan kecepatan alir 1,5 ml/menit hanya diperlukan waktu elusi selama 5
62
menit. Optimasi fase gerak ini tidak dilanjutkan dengan meningkatkan
kecepatan alir menjadi 2 ml/menit karena kolom oktadesilsilan yang
digunakan memiliki batas tekanan 0 kPa hingga 380 kPa. Peningkatan
kecepatan alir akan meningkatkan tekanan pompa sehingga dapat melebihi
batas, hal ini menyebabkan kerusakan kolom oktadesilsilan. Penggunaan
kecepatan alir 1,5 ml/menit dilakukan untuk menjaga agar tekanan pompa
tidak lebih dari 380 kPa.
Dilakukan pemisahan dengan fase gerak metanol : aquabidest (90:10)
pH 4 pada kecepatan alir 1,5 ml/menit terhadap tiga level konsentrasi dengan