Kata Pengantar
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
rahmat dan karunia-Nya lah penyusun dapat menyelesaikan makalah
Seminar Tinjauan Pustaka ini. Penyusunan makalah ini tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu penyusun ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
tugas ini.Makalah ini disusun sebagai syarat untuk memenuhi nilai
Ujian Akhir Semester (UAS) semester VII pada mata ujian Metodologi
Penelitian. Garis besar tugas ini berisi pendahuluan, tinjauan
pustaka dan daftar pustaka. Isi makalah ini menekankan pada
optimasi dan validasi metode analisis FDC 4 dalam plasma darah
manusia menggunakan UPLC-MS/MS. Penyusun menyadari bahawa dalam
penyususnan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu
kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun
khususnya serta bagi semua pihak yang membaca makalah ini.
Jakarta, 28 Desember 2014
Penyusun
Daftar IsiHalamanKata PengantariiDaftar IsiiiiDaftar GambarivBAB
I PENDAHULUAN11.1 Latar Belakang11.2 Rumusan Masalah31.3
Hipotesis31.4 Tujuan Penelitian31.5 Batasan Penelitian31.6 Manfaat
Penelitian4BAB II TINJAUAN PUSTAKA52.1 Obat52.2 Zat Aktif62.2.1
Monografi62.2.2 Farmakologi82.2.3 Tablet FDC 492.3 Bioavailabilitas
dan Bioekivalensi92.4 UPLC-MS/MS102.5 Validasi Metode
Analisis122.5.1 Selektivitas132.5.2 Akurasi, Presisi dan
Recovery132.5.3 Kurva Kalibrasi / Kurva Standar142.5.4
Stabilitas152.6 Metode Analisis Rifampisin dan Etambutol17DAFTAR
PUSTAKA19
20
Daftar Gambar
Gambar 1. Rumus Struktur Isoniazid6Gambar 2. Rumus Struktur
Pirazinamid6Gambar 3. Rumus Struktur Rifampisin7Gambar 4. Rumus
Struktur Etambutol8
BAB IPENDAHULUAN
1.1Latar BelakangTuberkulosis (TB) paru adalah salah satu
penyakit yang muncul sebagai pembunuh yang disebabkan oleh salah
satu jenis kuman yaitu Mycrobacterium tuberculosis. Delapan juta
penduduk dunia diperkirakan mengidap penyakit TB Paru dengan
tingkat kematian penderita sekitar tiga juta orang (33,3 %)
(Sugiarto, 2004). TB merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia,
pada tahun 2004, sebanyak seperempat juta orang bertambah penderita
baru dan sekitar 140.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar
penderita TB adalah penduduk yang berusia produktif antara 15-55
tahun, dan penyakit ini merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh
kalangan usia.Pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian TB
telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi tuberkulosis,
yakni dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse). World Health Organization (WHO) merekomendasikan 5
komponen strategi DOTS yakni :1. Tanggung jawab politis dari para
pengambil keputusan (termasuk dukungan dana).2. Diagnosis TB dengan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis.3. Pengobatan dengan paduan
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan
langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).4. Kesinambungan persediaan
OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.5. Pencatatan dan pelaporan
secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program
penanggulangan TB (Anonimus, 2005).Walaupun di Indonesia telah
banyak kemajuan yang diperoleh, yakni pencapaian penemuan kasus
baru 51,6 % dari target global 70 % dibandingkan pencapaian 20 %
pada tahun 2002 dan 37 % pada tahun 2003, juga penyediaan obat-obat
anti TB yang dijamin oleh pemerintah untuk sarana pelayanan
kesehatan pemerintah mencukupi kebutuhan prakiraan kasus di seluruh
Indonesia, TB tetap belum dapat diberantas, bahkan diperkirakan
jumlah penderita TB terus meningkat. (Anonimus, 2005).Peningkatan
jumlah penderita TB disebabkan oleh berbagai faktor, yakni
kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum
obat, harga obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya
daya tahan hospes terhadap mikobakteria, berkurangnya daya
bakterisid obat yang ada, meningkatnya kasus HIV/AIDS dan krisis
ekonomi. (Anonimus, 2005).Isoniazid, rifampisin, pyrazinamid,
ethambutol dan streptomisin merupakan obat utama antituberkulosis.
Salah satu prinsip pengobatan tuberkulosis adalah menghindari
penggunaan monoterapi. Obat anti tuberkulosis (OAT) diberikan dalam
bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini untuk
mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT (Anonimus,
2005).Kombinasi dari beberapa macam OAT disebut fix dose
combination (FDC). Tablet FDC ada yang terdiri dari dua maupun
empat zat aktif. Tablet 4FDC terdiri dari rifampisin, isoniazid,
pirazinamid, etambutol HCl. Umumnya obat antituberkulosis dapat
diterima dalam terapi bahkan oleh ibu hamil dan menyusui. Namun
karena semuanya memiliki efek toksik potensial, dosis dan
pemantauan obat dalam darah harus dilakukan untuk keamanan dan
optimasi pengobatan tuberkulosis. Untuk memantau kadar obat,
dibutuhkan metode analisis FDC 4 dalam plasma darah manusia yang
valid dan memenuhi persayaratan dari acuan yang dipakai yaitu
European Medicines Agency (EMA).Ultra High Performance
Chromatography (UPLC) telah lazim digunakan untuk menganalisis obat
dalam darah. Tingkat sensitivitas dan ketelitian dari instrumen ini
jauh lebih tinngi dibandingkan HPLC sehingga diharapkan mendapat
hasil analisis yang akurat. Penelitian sebelumnya telah menetapkan
kadar FDC 4 dalam plasma darah manusia menggunakan HPLC fase normal
dan detektor UV. Metode analisis yang digunakan dibagi menjadi dua
dengan menggunakan metode solid phase extraction (SPE). Sedangkan
analisis campuran isoniazid, pirazinamid, rifampisin dan etambutol
masih sedikit, oleh sebab itu pada penelitian ini akan dilakukan
optimasi dan pengembangan metode analisis FDC 4 secara simultan
menggunakan UPLC fase terbalik dengan detektor MS/MS. 1.2 Rumusan
MasalahBerdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan bahwa
masalah dalam penelitian ini adalah perlu pengembangan metode lebih
lanjut baik dalam optimasi proses ekstraksi, pemilihan fase gerak
beserta komposisisnya dan pemilihan kolom yang sesuai untuk
mendapatkan metode analisis FDC 4 secara simultan menggunakan UPLC
dengan tingkat presisi, akurasi dan sensitivitas yang tinggi.1.3
HipotesisAnalisis FDC 4 dalam plasma darah manusia dapat dilakukan
menggunakan UPLC fase terbalik dan detektor MS/MS secara simultan.
1.4 Tujuan PenelitianTujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan
kondisi optimum untuk analisis kadar FDC 4 dalam plasma darah
manusia menggunakan UPLC secara simultan dan mendapatkan metode
yang valid untuk analisis kadar FDC 4 dalam plasma darah manusia
secara UPLC.
1.5 Batasan PenelitianPenelitian ini dibatasi pada optimasi
metode analisis FDC 4 dalam plasma darah manusia menggunakan
kromatografi cair kinerja ultra secara simultan dengan berbagai
kondisi ekstraksi dan komposisi fase gerak sehingga didapatkan
metode yang valid untuk diaplikasikan pada uji
bioavailability/bioequivalence (BA/BE).1.6 Manfaat PenelitianDari
penelitian yang dilakukan dapat diketahui kevalidan metode analisis
tersebut untuk diaplikasikan pada uji
bioavailability/bioequivalence (BA/BE).
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 ObatObat menurut adalah zat yang digunakan untuk diagnosis,
mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada
manusia atau hewan. Bahan obat dicampurkan dengan unsur-unsur
farmasetik yang tidak aktif secara fisiologi dalam pembuatan
macam-macam bentuk sediaan yang dipakai sekarang (Ansel, 2010).
Berdasarkan penamaannya, obat dibagi menjadi dua yaitu obat peten
dan obat generik. Obat paten (inovator) adalah obat dengan zat
aktif yang pertama kali ditemukan (New Chemical Entity=NCE) oleh
industri farmasi. Obat ini dilindungi oleh hak paten sampai masa
patennya habis (expired), dan membutuhkan penilaian mengenai
efikasi, keamanan, dan mutu secara lengkap (BPOM, 2004) sebelum
digunakan oleh pasien. Masa patennya tergantung dari jenis obatnya,
dan menurut UU No. 15 tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia
adalah 20 tahun. Obat generik adalah obat yang telah habis masa
patennya (off paten), sehingga dapat diproduksi oleh semua
perusahaan farmasi tanpa harus membayar royalti. Obat generik
biasanya mengggunakan tata nama kimia resmi dari Farmakope atau
berhubungan dengan nama obat/nama zat kimia internasional yang
sudah dibakukan (INN). Jadi, nama suatu obat generik biasanya akan
sama dengan zat aktif yang terkandung di dalamnya. Ada dua jenis
obat generik, yaitu obat generik bermerek (OGM) yang lebih umum
disebut obat bermerek dan obat generik berlogo (OGB) yang lebih
umum disebut obat generik saja (Harahap, 2010).
2.2 Zat Aktif2.2.1 Monografi2.2.1.1 Isoniazid (Anonimus,
2014)Struktur molekul isoniazid :
[Sumber Anonimus, 2014]Gambar 1. Rumus Struktur Isoniazid
Rumus molekul: C6H7N3OBerat molekul: 137,14 g/molSinonim:
Isoniazida, Isoniazidum, Isonicotinic Acid HydrazideOrganoleptis:
Putih, tidak berwarna, tidak berbauKelarutan : larut dalam 8 bagian
air dan 50 bagian alkohol, sedikit larut dalam kloroform
2.2.1.2 Pirazinamid (Anonimus, 2014)Struktur molekul pirazinamid
:
[Sumber Anonimus, 2014]Gambar 2. Rumus Struktur Pirazinamid
Rumus molekul: C5H5N3OBerat molekul:123,12 g/molSinonim:
Pyrazinamidum, Pyrazinoic Acid Amide Organoleptis : Putih, tidak
berbau, bubuk kristalKelarutan: Larut dalam 67 bagian air, dalam
175 alkohol absolut, dan 135 dalam kloroform
2.2.1.3 Rifampisin (Anonimus, 2014)Struktur molekul rifampisin
:
[Sumber Anonimus, 2014]Gambar 3. Rumus Struktur Rifampisin
Rumus molekul : C43H58N4O12Berat molekul: 822.95 g/molSinonim:
Rifampin, Rifampicina, RifaldazineOrganoleptis: Serbuk merah
cokelatKelarutan: Sedikit larut dalam air, alkohol, aseton, larut
dalam metanol
2.2.1.4 Etambutol HCl (Anonimus, 2014)Struktur molekul etambutol
HCl :
[Sumber Sumber Anonimus, 2014]Gambar 4. Rumus Struktur Etambutol
HCl
Rumus molekul: C10H24N2O2.2HClBerat molekul: 277.23
g/molOrganoleptis: Serbuk kristal putihKelarutan: Larut dalam 1
bagian air, 4 bagian etanol dan 9 bagian metanol
2.2.2 FarmakologiPirazinamid merupakan senyawa pirazin analog
nikotinamid, dapat bersifat bakteriostatik ataupun bakterisidal
terhadap Mycobacterium tuberculosis tergantung dari konsentrasi
pirazinamid saat mencapai tempat terjadinya infeksi. Pirazinamid
bekerja hanya pada pH sekitar 5,5 (agak asam) dan efektif dalam
mengeliminasi basil yang berkembang lambat pada lingkungan intra
maupun ekstraseluler yang bersuasana asam. Mekanisme kerja dalam
menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis tidak diketahui
(Anonimus, 2012).Isoniazid mempunyai struktur sangat sederhana.
Obat ini bekerja pada mikrobakteri dengan menghambat sintesis asam
mikolat. Senyawa asam ini hanya dimiliki oleh mikobakteri. Asam
mikolat adalah kandungan selubung sel bakteri. Terdapat asetilator
isoniazid cepat dan lambat. Ini merupakan sifat yang ditentukan
secara genetis. Asetilasi merupakan suatu jalur metabolik untuk
banyak obat, tetapi jalur ini sangat penting untuk isoniazid.
Isoniazid mempunyai waktu paruh lebih singkat daripada asetilator
cepat (Stringer, 2008).Rifampisin menghalangi transkripsi RNA pada
banyak bakteri dengan menghambat polimerase RNA yang tergantung DNA
(kanan bawah). Resistensi terhadap rifampisin cepat terjadi, tetapi
dalam kombinasi dengan obat lain, rifampisin penting dalam terapi
tuberkulosis (Neal, 2005).Etambutol, mekanisme kerja obat ini
menghambat sintesis metabolisme sel sehingga menyebabkan kematian
sel. EMB menghambat aksi arabinosyl (EmbB). EmbB adalah enzim
membran terkait yang terlibat dalam sintesis arabinogalaktan.
Arabinogalactan merupakan komponen struktural penting dari dinding
sel mikobakteri. Hampir sama strain M. tuberculosis, M. bovis, dan
kebanyakan M. kansasii rentan terhadap obat ini. Obat ini bersifat
bakteriostatik dan bekerja baik intra maupun ekstraseluler
(Surachman, 2012).
2.2.3 Tablet FDC 4Penggunaan tablet FDC 4 merupakan upaya
pemerintah melalui Program Nasional Pengendalian Tuberkulosis untuk
menanggulangi tuberkulosis, yakni dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse).
2.3 Bioavailabilitas dan BioekivalensiBeberapa obat dibuat dan
dipasarkan oleh lebih dari satu pabrik farmasi. Dari studi
biofarmasetik memberi fakta yang kuat bahwa metode fabrikasi dan
formulasi dengan nyata memengaruhi bioavailabilitas obat tersebut.
Karena kebanyakan produk-produk obat mengandung jumlah bahan obat
aktif yang sama, maka dokter, farmasis dan orang lain yang menulis
resep, menyalurkan atau membeli obat harus memilih produk yang
memberikan efek terapetik yang ekivalen. Untuk memudahkan mengambil
keputusan tersebut, suatu pedoman telah dikembangkan oleh US Food
and Drug Administration (FDA).Bioavailabilitas menunjukkan suatu
pengukuran laju dan jumlah obat yang aktif terapetik yang mencapai
sirkulasi umum. Menurut Shargel (1985), persyaratan bioekivalensi
merupakan suatu persyaratan yang dibuat oleh FDA untuk uji in vitro
dan in vivo produk-produk obat tertentu yang persyaratan tersebut
harus dipenuhi sebagai kondisi untuk pemasaran. Sedangkan
bioekivalensi produk obat (ekivalensi farmasetik atau alternatif
adalah suatu sediaan yang laju dan jumlah absorpsinya tidak berbeda
secara bermakna apabila diberikan dalam dosis dan kondisi percobaan
yang sama. Beberapa obat yang mempunyai jumlah absorpsi sama tetapi
berbeda dalam laju absorpsi dapat dianggap ekivalen farmasetik
apabila perbedaan laju absorpsi tidak menyebabkan perbedaan efek
klinik yang bermakna.
2.4 UPLC-MS/MSKromatografi cair telah banyak diaplikasikan
secara luas sebagai teknik pemisahan dan analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Dalam bioanalisis kadar obat dalam plasma darah, UPLC
banyak digunakan bersama detektor MS/MS sehingga didapatkan hasil
analisis dalam waktu yang relatif lebih cepat dan tingkat
sensitivitas yang lebih timggi dibandingkan dengan HPLC-UV/Vis.
UPLC-MS/MS adalah gabungan antara UPLC dengan MS/MS. Pemisahan
dapat terjadi karena adanya perbedaan kecepatan gerak suatu
komponen senyawa dengan senyawa lain akibat perbedaan sifat yang
dimiliki masing-masing senyawa terhadap fasa diam maupun fasa gerak
yang ada dalam sistem kromatografi (Day dan Underwood, 1998). UPLC
ini didasarkan pada prinsip penggunaan fase diam yang terdiri dari
partikel berukuran kurang dari 2 m (sementara kolom HPLC biasanya
diisi dengan partikel berukuran 3 sampai 5 m) (Reddy et al,
2012).Instrumentasi UPLC-MS/MS pada dasarnya terdiri atas :a.
PompaPompa UPLC dianggap salah satu komponen penting dalam sistem
kromatografi cair yang harus memberikan aliran eluen yang konstan
dan terus-menerus melalui injektor UPLC, kolom, dan detektor (Reddy
et al, 2012).b. Injektor Injektor adalah bagian dari UPLC yang
digunakan untuk memasukkan sampel yang akan dianalisis. Sistem
pemasukkan sampel yang digunakan biasanya berupa sistem loop.
Kisaran dari kapasitas sistem loop sampler ini beragam, yaitu
antara 0,5 hinga 100 L.c. Kolom Kolom merupakan tempat terjadinya
proses pemisahan zat dari komponen-komponen yang dianaisis. Pada
analisis menggunakan kromatografi cair, pemilhan kolom yang tepat
sangat menentukan keberhasilan suatu analisis. Kolom yang baik
dapat dilihat dari nilai HETP nya yang kecil dan nilai N yang
besar. Tailing factor bernilai 1 untuk peak simetris dan bertambah
nilainya seiring penambahan tailing (ekor) dari sebuah peak. Kolom
yang digunakan pada UPLC-MS/MS biasanya memiliki panjang 50 atau
100 mm, diameter 2,1 mm dan ukuran partikel 1,7 m.d. Detektor MS
(Mass Spectroscopy) / Spektroskopi MassaSpektrofotometer massa
adalah suatu instrumen yang dapat mendeteksi molekul-molekul gas
bermuatan berdasarkan massanya. Umumnya spektrum massa diperoleh
dengan mengubah senyawa suatu sampel menjadi ion-ion yang bergerak
cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap
muatan (m/z). Proses ionisasi menghasilkan partikel-partikel.
Bermuatan positif dan massa yang terdistribusi adalah spesifik
terhadap senyawa induk (Khopkar, 2007).e. Komputer, integrator,
rekorderKetiganya adalah alat pengumpul data dan penyusun sinyal
elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu memplotkannya sebagai
suatu kromatogram (Stella, 2011). Mekanisme pemisahan yang terjadi
dalam kromatografi cair diantaranya adalah kromatografi adsorpsi,
kromatografi partisi, kromatografi penukar ion dan kromatografi
eksklusi. Pada saat ini, sistem kromatografi partisis dengan fase
terbalik merupakan sistem kromatografi yang banyak digunakan.
Kromatografi partisi dengan fase terbalik ini menggunakan fase diam
(kolom) bersifat non polar yaitu C18 dengan fase gerak berupa
solvent-solvent polar seperti air, asam format dalam air, dan
lain-lain.
2.5 Validasi Metode AnalisisValidasi metode analisis adalah
suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu, berdasarkan
percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Beberapa parameter
analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis
diuraikan dan didefinisikan sebagaimana cara penentuannya (Harmita,
2004). Parameter-parameter validasi yng harus dilakukan diantaranya
adalah kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas
(spesifisitas), linieritas dan rentang, batas deteksi dan batas
kuantitasi, ketangguhan metode (ruggedness) dan kekuatan
(robustness) (Harmita, 2004). Valdasi analisis yang dilakukan dalam
matriks biologis disebut sebagai validasi metode bioanalisis.
Validasi metode bioanalisis ini bisa digunakan pada studi
farmakologi klinis, pengujian bioavailabilitas (BA) dan
bioekivalensi (BE), serta uji farmakokinetika (PK) (Harahap, 2010).
Validasi metode bioanalisis mencakup semua prosedur yang
menunjukkan bahwa metode tertentu yang digunakan untuk pengukuran
analit secara kuantitatif di dalam matriks biologis, seperti darah,
plasma, serum, atau urin, dapat dipercaya dan reprodusibel sesuai
tujuannya (FDA, 2001).Validasi metode dapat dibagi menjadi 3, yaitu
:1. Validasi Total (Full Validation)Validasi total penting
dilakukan saat melakukan dan mengembangkan metode bioanalisis untuk
pertama kalinya atau untuk senyawa obat baru.2. Validasi Parsial
(Partial Validation)Validasi parsial merupakan modifikasi terhadap
metode bioanalisis yang telah valid. Validasi parsial dapat
dilakukan mulai dari hal yang sederhana seperti akurasi dan presisi
sampai dilakukan mendekati validasi total.3. Validasi Silang (Cross
Validation)Validasi silang merupakan perbandingan terhadap
parameter validasi ketika 2 atau lebih metode bioanalisis
digunakan. Contoh dari validasi ini dapat digambarkan sebagai
situasi dimana metode bioanalisis yang telah valid dianggap sebagai
referensi dan metode bioanalisis hasil revisi sebagai
pembandingnya. Pengukuran terhadap setiap analit dalam matriks
biologis harus mengalami proses validasi terlebih dahulu.
Parameter-parameter yang dinilai pada validasi metode bioanalisis
adalah akurasi, presisi, selektivitas, sensitivitas,
reprodusibilitas, dan stabilitas (FDA, 2001).
2.5.1 Selektivitas Selektivitas adalah ukuran kemampuan dari
suatu metode analisis untuk membedakan dan menghitung jumlah analit
terhadap keberadaan komponen lain di dalam sampel. Untuk
selektivitas, analisis sampel blanko pada matriks biologis yang
sesuai (palsma, urin, atau matriks lainnya) harus diperoleh dari
minimal enam sumber. Setiap sampel blanko harus diuji terhadap
interferensinya dan selektivitas harus dipastikan pada batas
terendah dari kualifikasi (Lower Limit Of Quantification/LLOQ)
(FDA, 2001).
2.5.2 Akurasi, Presisi dan RecoveryAkurasi dari suatu metode
analisis menggambarkan kedekatan suatu hasil analisis dari metode
yang digunakan dengan hasil yang sebenarnya. Akurasi dapat
ditentukan dari pengulangan hasil analisis terhadap sampel yang
diketahui kadarnya. Untuk analisis dalam matriks biologi, akurasi
harus diukur pada minimum 5 kali pengukuran per konsentrasi.
Konsentrasi yang digunakan minimum 3 konsentrasi pada konsentrasi
rendah, sedang dan tinggi dari kurva standar. Perbedaan nilai yang
dihasilkan harus tidak lebih dari 15% terhadap nilai sebenarnya,
kecuali pada LLOQ, tidak boleh lebih dari 20% (FDA, 2001).Presisi
suatu metode analisis merupakan kedekatan hasil analisis antar
setiap pengukuran individu ketika suatu metode analisis diulang.
Untuk analisis dalam matriks biologis, presisi harus diukur pada
minimum 5 kali pengukuran per konsentrasi. Konsentrasi yang
digunakan minimum 3 konsentrasi pada konsentrasi rendah, sedang dan
tinggi dari kurva standar. Koefisien variasi yang dihasilkan harus
tidak lebih dari 15% terhadap nilai sebenarnya, kecuali pada LLOQ,
tidak boleh lebih dari 20%. Nilai perolehan kembali (% recovery)
merupakan rasio respon detektor yang diperoleh dari jumlah analit
yang diekstraksi dari matriks biologis, dibandingkan dengan respon
detektor dari baku dalam yamg diketahui konsentrasinya. Recovery
adalah efisiensi ekstraksi dari suatu metode analisis. Untuk
analisis dalam matriks biologi, nilai recovery tidak harus 100%,
tetapi diusahakan konsisten, presisi dan reprodusibel. Pengujian
harus dilakukan dengan membandingkan hasil analisis sampel pada 3
konsentrasi (rendah, sedang dan tinggi) yang diekstraksi dari
matriks biologis dengan baku tidak terekstraksi yang mewakili 100%
recovery (FDA, 2001).
2.5.3 Kurva Kalibrasi / Kurva StandarKurva kalibrasi
menggambarkan hubungan antara respon detektor dengan konsentrasi
analit yang diketahui. Kurva kalibrasi didapat dengan menyuntik
seri konsentrasi standar kemudian dibuat persamaan regresi linier
antara konsentrasi dengn respon detektor. Untuk membuat kurva
kalibrasi dalam analisis matriks biologis, gunakan matriks biologis
yang sama dengan matriks biologis yang akan digunakan untuk sampel,
dengan cara memasukkan standar yang telah diketahui konsentrasinya
ke dalam matriks (FDA, 2001).Rentang konsentrasi standar dibuat
berdasarkan perkiraan konsentrasi sampel yang akan dianalisis.
Pembuatan kurva kalibrasi harus mencakup 1 sampel blanko (matriks
tanpa internal standard), 1 zero sample (matriks dengan internal
standard), 6 sampai 8 non-zero samples pada rentang konsentrasi
standar, termasuk LLOQ (FDA, 2001)a. Lower Limit of Quantification
(LLOQ)Konsentrasi standar terendah dari kurva kalibrasi dapat
diterima sebagai batas terendah kuantifikasi jika respon analit
pada LLOQ harus setidaknya 5 kali respon yang dihasilkan dari blank
sampel (matriks tanpa internal standard) serta respon analit harus
dapat diidentifikasi, terpisah dengan baik dan reprodusibel dengan
nilai presisi 20% dan akurasi 80-120%.b. Kurva Kalibrasi / Kurva
Standar / Konsentrasi-ResponSyarat kurva kalibrasi yang harus
dipenuhi yaitu memiliki nilai deviasi sebesar 20% dari konsentrasi
nominal pada LLOQ dan nilai deviasi sebesar 15% dari konsentrasi
nominal pada standar selain LLOQ. Paling sedikit 4 dari 6 non-zero
standards harus memenuhi syarat di atas, termasuk LLOQ dan
konsentrasi tertinggi dari kalibrasi standar (FDA, 2001)
2.5.4 StabilitasStabilitas obat di dalam cairan biologis
merupakan fungsi dari kondisi penyimpanan, sifat-sifat kimia obat,
matriks dan wadah yang digunakan. Stabilitas analit di dalam
matriks dan wadah yang digunakan hanya relevan pada matriks dan
wadah tersebut dn tidak dapat diekstrapolsikan ke matriks dan wadah
lain. Prosedur stabilitas mengevaluasi stabilitas analit selama
pengumpulan dan penanganan sampel, penyimpanan jangka panjang
(dengan pembekuan matriks) dan jangka pendek (pada temperatur
kamar), dan setelah melewati siklus beku dan cair pada proses
analisis (FDA, 2001).
2.5.4.1 Stabilitas Beku dan Cair (Freeze and Thaw)Stabilitas
analit dapat ditentukan setelah 3 kali siklus beku dn cair. Paling
tidak masing-masing 3 aliquot dari setiap konsentrasi rendah dan
tinggi disimpan pada kondisi beku selama 24 jam kemudian
dikeluarkan dan dibiarkan sampai mencair pada suhu kamar. Setelah
mencair sempurna, sampel dibekukan kembali selama 12 atau 24 jam
pada kondisi yng sama. Siklus beku dan cair harus diulang sebanyak
dua kali, kemudian dianalisis pada siklus ketiga. Jika analit
memang tidak stabil pada suhu kamar, maka untuk menguji stabilitas
dapat dilakukan pembekuan pada -700C selama siklus beku dan cair
(FDA, 2001).
2.5.4.2 Stabilitas Temperatur Jangka PendekMasing-masing 3
aliquot dari setiap konsentrasi rendah dan tinggi dibiarkan pada
suhu kamar selama 4-24 jam (ditentukan berdasarkan perkiraan waktu
yang dibutuhkan untuk mengelola sampel) kemudian dianalisis (FDA,
2001).
2.5.4.3 Stabilitas Jangka PanjangLamanya penyimpanan untuk uji
stabilitas jangka panjang harus melebihi durasi waktu pengumpulan
sampel pertama sampai analisis terakhir (FDA, 2001).
2.5.4.4 Stabilitas Larutan StokStabilitas dari larutan stok zat
aktif dan internal standard harus dievaluasi pada suhu kamar selama
paling sedikit 6 jam. Setelah itu, dilakukan perbandingan respon
detektor larutan yang baru dibuat (FDA, 2011).
2.5.5.5 Post-Preparative Stability Stabilitas dari sampel yang
telah diproses, termasuk waktu sampel berada dalam autosampler
(FDA, 2011).
2.6 Metode Analisis Rifampisin dan EtambutolBerikut ini adalah
metode yang sebelumnya telah dilakukan :Determination of
Rifampicin, Isoniazid and Pyrazinamide by High Performance Liquid
Chromatography After Their Simultaneous Extraction From Plasma
(Smith P. J. et al, 1999). Preparasi sampel :500 L plasma sampel,
dipisahkan dalam C18 Bondelut extraction cartridges yang telah
dikondisikan, cartridge dicuci dan sampel dielusikan, lalu 60 L
sampel diinjeksikan ke dalam sistem HPLC untuk analisis kadar
rifampisin dan desasetil rifampisin. 500 L larutan hasil elusi
dikeringkan dengan vakum sentrifugasi dan diambil ke dalam 0.5 mL
asetonitril 3% dalam FA 0.06% lalu diinjeksikan sebanyak 20 L ke
dalam sistem HPLC untuk analisis kadar isoniazid dan
pirazinamid.Kondisi analisis rifampisin dan desasetil
rifampisinKolom : C8 (Spherisorb, 250 x 4,6 mm ID, 5 m Supelco,
Bellafonte, PA, USA)Guard column: C8Fase gerak : asetonitril 80 %
dalam 0.1 % TFALaju alir: 2,0 mL/menitDetektor : UV, 270 nm
Kondisi analisis isoniazid dan pirazinamidKolom : C8
(Spherisorb, 150 x 4,6 mm ID, 5 m Supelco, Bellafonte, PA,
USA)Guard column: C8Fase gerak : asetonitril 3 % dalam 0.06 %
TFALaju alir: 1,5 mL/menitDetektor : UV, 254 nm
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 2005. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Tuberculosis.
Departemen Kesehatan RI.
http://binfar.kemkes.go.id/v2/wp-content/uploads/2014/02/PC_TB.pdf
Kamis, 18 Desember 2014 pukul 20:41.
Anonimus, 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 364/MENKES/SK/V/2009. Departemen Kesehatan RI.
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20No.%20364%20ttg%20Pedoman%20Penanggulangan%20Tuberkolosis%20(TB).pdf
Kamis, 25 Desember 2014 pukul 5:58.
Anonimus, 2012. The Quality Product of PT Meprofarm. PT
Meprofarm
http://www.meprofarm.co.id/ind/menus/detail_all_product-49-TB%20ZET
Sabtu, 27 Desember 2014 pukul 22:24.
Anonimus, 2014. The Merck Index Online.
https://www.rsc.org/merck-index. Minggu, 28 Desember pukul
:16:53.
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi
4. Diterjemahkan oleh Farida Ibrahim. Jakarta. UI Press.
Day, R.A dan Underwood. 1994. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi
6. Jakarta. Erlangga.
Food and Drug Administration. 2001. Guidance for Industry:
Bioanalytical Method Validation.
http://www.fda.gov/downloads/Drugs/Guidances/ucm070107.pdf Minggu,
28 Desember 13:47.
Harahap, Yahdiana. 2010. Peran Bioanalisis Dalam Penjaminan
Kualitas Obat dan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien. Depok.
Universitas Indonesia.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/132347-P2010.005-Peran%20bioanalisis.pdf
Jumat, 26 Desember pukul 11:58.
Kee, Joyce L. dan Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi :
Pendekatan Proses Keperawatan. Diterjemahkan oleh Peter Anugrah.
Jakarta. ECG .
Neal, Michel J. At a Glance Farmakologi Medis Edisi Kelima.
2005. Diterjemahkan oleh dr. Juwalita Surapsari. Penerbit :
ErlanggaReddy, T. Sunil Kumar et al. 2012. Ultra Performance Liquid
Chromatography: An Introduction And Review. India. International
Journal of Pharmaceutical Research & Analysis.
Shargel, Leon dan Andrew B. C. Yu. 1985. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan Edisi Kedua. Diterjemahkan oleh Dr. Fasich,
Apoteker dan Dra. Siti Sjamsiah, Apoteker. Surabaya. Universitas
Airlangga.
Smith, P. J. et al. 1999. Determination of Rifampicin, Isoniazid
and Pyrazinamide by High Performance Liquid Chromatography After
Their Simultaneous Extraction from Plasma. Cape Town. University of
Cape Town Medical School.
Sugiarto, Agus. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian
TB Paru BTA (+) Pada Penghuni Rumah Kebun di Kabupaten Bengkulu
Utara Tahun 2004. Depok. Universitas Indonesia.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/16/0aa036b0d9e8e119b0d294c0ce685def2f399411.pdf
Selasa, 23 Desember 2014 pukul 3:03.
Surachman, Evaliani. 2012. Tugas Makalah Farmakologi Anti
Tuberkulosis. Jakarta. Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Stella. 2011. Optimasi dan Validasi Metode Analisis Isoniazid
dan Pirazinamid Dalam Tablet 4 Fixed Dose Combination (4FDC) Dalam
Plasma In Vitro Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Depok.
Universitas Indonesia.
Stringer, Janet L. 2008. Konsep Dasar Farmakologi : Panduan
Untuk Mahasiswa. Diterjemahkan oleh dr. Huriawati Hartanto.
Jakarta. ECG.