Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri Good Will, Baitha Palanggatan Maggadani, dan Harmita Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia E-mail: [email protected]Abstrak N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida derivat glukosa yang banyak terdapat di alam. Senyawa GlcNAc telah dimanfaatkan secara luas dalam bidang farmasi, pangan serta kosmetik, oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode analisis optimum sebagai acuan untuk menganalisis GlcNAc. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang valid untuk analisis GlcNAc pada sampel suplemen secara KLT-Densitometri. Hasil optimasi menunjukkan kondisi optimum untuk analisis GlcNAc menggunakan n-propanol-air-NH 4 OH (70:30:1) sebagai fase gerak dan reagen anilin-difenilamin sebagai penampak noda. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm. Metode analisis memenuhi semua persyaratan parameter validasi metode analisis dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,99845, LOD 1191.38 µg/mL dan LOQ 3971.27 µg/mL. Kadar sampel yang diperoleh adalah sebesar 100.07% - 102.47%. Optimization and Validation Analysis Method of N-Acetylglucosamine with Thin Layer Chromatography-Densitometry Abstract N-Acetylglucosamine (GlcNAc) is a monosaccharides glucose derivatives that is widely available in nature. GlcNAc have been used in a pharmaceutical product , food and cosmetics. This study aimed to obtain valid method for analysis GlcNAc in supplement product sample using TLC-Densitometry. The optimum condition for analysis was using n-propanol-water-NH 4 OH (70:30:1) as a mobile phase and sprayed with aniline- diphenylamine reagent. The maximum wavelength was 302 nm. This method fulfiled all the criteria of validation with r value of 0.99845, LOD 1191.38 µg / mL and the LOQ 3971.27 µg / mL. Conformity with the label provides the results of 100.07% - 102.47%. Keywords : Assay; N-acetylglucosamine (GlcNAc); Optimization,; Thin Layer Chromatography; Validation Method Pendahuluan N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida yang berpolimerasi linear melalui ikatan β-(1,4) . GlcNAc adalah unit monomer dari suatu polimer kitin (Chen, Shen, Liu 2010). GlcNAc atau glukosamin diperoleh melalui proses hidrolisis dari kitin atau kitosan. Kitin merupakan suatu karbohidrat yang menempati urutan terbesar kedua setelah selulosa dan banyak ditemukan pada berbagai organisme seperti bakteri, seranggga, cendawan, tanaman dan hewan. Kitin terdapat sebagai komponen penyusun tubuh udang, Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
19
Embed
Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Optimasi dan Validasi Metode Analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri
Good Will, Baitha Palanggatan Maggadani, dan Harmita
Fakultas Farmasi, Universitas Indonesia, Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia
N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida derivat glukosa yang banyak terdapat di alam. Senyawa GlcNAc telah dimanfaatkan secara luas dalam bidang farmasi, pangan serta kosmetik, oleh sebab itu dibutuhkan suatu metode analisis optimum sebagai acuan untuk menganalisis GlcNAc. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode yang valid untuk analisis GlcNAc pada sampel suplemen secara KLT-Densitometri. Hasil optimasi menunjukkan kondisi optimum untuk analisis GlcNAc menggunakan n-propanol-air-NH4OH (70:30:1) sebagai fase gerak dan reagen anilin-difenilamin sebagai penampak noda. Panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm. Metode analisis memenuhi semua persyaratan parameter validasi metode analisis dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,99845, LOD 1191.38 µg/mL dan LOQ 3971.27 µg/mL. Kadar sampel yang diperoleh adalah sebesar 100.07% - 102.47%. Optimization and Validation Analysis Method of N-Acetylglucosamine with
Thin Layer Chromatography-Densitometry
Abstract N-Acetylglucosamine (GlcNAc) is a monosaccharides glucose derivatives that is widely available in nature. GlcNAc have been used in a pharmaceutical product , food and cosmetics. This study aimed to obtain valid method for analysis GlcNAc in supplement product sample using TLC-Densitometry. The optimum condition for analysis was using n-propanol-water-NH4OH (70:30:1) as a mobile phase and sprayed with aniline-diphenylamine reagent. The maximum wavelength was 302 nm. This method fulfiled all the criteria of validation with r value of 0.99845, LOD 1191.38 µg / mL and the LOQ 3971.27 µg / mL. Conformity with the label provides the results of 100.07% - 102.47%. Keywords : Assay; N-acetylglucosamine (GlcNAc); Optimization,; Thin Layer Chromatography; Validation
Method Pendahuluan
N-Asetilglukosamin (GlcNAc) merupakan suatu monosakarida yang berpolimerasi
linear melalui ikatan β-(1,4) . GlcNAc adalah unit monomer dari suatu polimer kitin (Chen,
Shen, Liu 2010). GlcNAc atau glukosamin diperoleh melalui proses hidrolisis dari kitin atau
kitosan. Kitin merupakan suatu karbohidrat yang menempati urutan terbesar kedua setelah
selulosa dan banyak ditemukan pada berbagai organisme seperti bakteri, seranggga,
cendawan, tanaman dan hewan. Kitin terdapat sebagai komponen penyusun tubuh udang,
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
kepiting, serangga, kerang, cumi-cumi, hewan artropoda lainnya, dan merupakan komponen
dinding sel dari banyak fungi dan alga (Haliza dan Suhartono, 2012).
Pada mamalia, GlcNAc adalah komponen dari glikoprotein, proteoglikan, glikosaminoglikan
(GAG) dan blok jaringan ikat lainnya. Meskipun sebuah blok makromolekul, N-
Asetilglukosamin jarang ada dalam bentuk bebas, kecuali dalam susu manusia (Chen, Shen,
Liu 2010).
Glukosamin yang beredar di pasaran ada 3 jenis yaitu glukosamin hidroklorida,
glukosamin fosfat, dan N-Asetilglukosamin. Penggunaan glukosamin hidroklorida dan
glukosamin fosfat untuk sediaan oral kurang sesuai dikarenakan tidak stabil terhadap
pemanasan dan juga rasanya yang pahit. Sedangkan GlcNAc mempunyai rasa yang manis dan
stabil terhadap pemanasan (Sashiwa et al., 2002).
Senyawa GlcNAc semakin menarik perhatian karena aplikasinya yang luas di bidang
farmasi, pangan maupun kosmetika. Dalam bidang farmasi, GlcNAc dan derivatnya telah
dimanfaatkan sebagai suplemen makanan, pengobatan penyakit osteoarthritis, gastritis,
divertikulitis, dan sebagai prebiotik serta untuk pengembangan terapi. Pada uji toksisitas,
GlcNAc juga telah dibuktikan memberikan hasil yang positif nontoksik, sehingga dapat
dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi yang signifikan. Selain itu GlcNAc juga
direkomendasikan untuk pengobatan autoimmune disease. Pada industri pangan, pemanfaatan
GlcNAc dapat diaplikasikan pada produk susu, susu fermentasi, minuman teh, sari buah dan
sebagainya. Jika dibandingkan dengan glukosamin, GlcNAc lebih disukai karena
kestabilannya terhadap panas dan mempunyai rasa yang manis. Untuk penggunaan sebagai
kosmetik, GlcNAc dapat membantu mengurangi hilangnya hiperpigmentasi. (Widhyastuti,
2010; Chen, Shen, Liu 2010).
Dalam bidang farmasi, GlcNAc telah dimanfaatkan begitu luas baik untuk sediaan
obat maupun penggunaan untuk kosmetik. Oleh sebab itu diperlukan suatu metode analisis
untuk GlcNAc. Dari penelitian yang sudah ada sebelumnya, metode analisis GlcNAc biasanya
dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Pada
penelitian ini, peneliti melakukan analisis dengan secara Kromatografi Lapis Tipis –
Densitometri. Metode ini dipilih karena memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan
dengan metode sebelumnya, seperti spesifisitas yang tinggi, hasilnya dapat diandalkan, waktu
analisis yang cepat dan mudah, biaya yang relatif murah, serta penggunaan pelarut atau eluen
yang sedikit (Rohman, 2009 ;Wulandari, 2006).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh suatu kondisi optimum untuk analisis N-
Asetilglukosamin secara kromatografi lapis tipis dan densitometri. Suatu metode analisis akan
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
dapat memberikan data yang valid apabila telah dilakukan validasi sebelumnya. Parameter
validasi tersebut meliputi linearitas, selektivitas, batas deteksi dan batas kuantitasi,
kecermatan serta keseksamaan. Parameter tersebut perlu dievaluasi agar data yang diperoleh
mendekati harga yang sebenarnya dan memenuhi persyaratan validasi metode analisis serta
apabila diulang akan memberikan hasil yang sama atau tidak ada perbedaan yang berarti.
Apabila semua faktor sudah sesuai dengan persyaratan, maka hasil yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan dan terbukti valid. Hasil validasi metode analisis tersebut kemudian
dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan misalnya penetapan kadar N-Asetilglukosamin
dari sediaan farmasi yang ada dipasaran.
Tinjauan Teoritis N-Asetilglukosamin
N-asetilglukosamin (GlcNAc), atau nama lainnya adalah 2-asetamino-2-deoksi-β-d-
glukosa atau 2-(asetilamino)-2-deoksi-d-glukosa, mempunyai rumus molekul C8H15NO6,
berat molekul 221,21 dengan pemerian berbentuk serbuk putih, sedikit manis, meleleh pada
suhu 221° C serta kelarutan 25% dalam air, dan 1% larutan tidak berwarna yang merupakan
turunan monosakarida glukosa dan didistribusikan secara luas di seluruh dunia (Chen, Shen,
Liu., 2010).
Gambar 2.1 Struktur N-Asetilglukosamin
Senyawa GlcNAc banyak digunakan untuk terapi berbagai penyakit seperti
osteoarthritis, gastritis, alergi makanan, divertikulitis, IBD (inflammatory bowel disease) dan
digunakan sebagai prebiotik. Di Jepang, GlcNAc telah diaplikasikan dalam industri
pangan/minuman (Aiba, 2009). NAG pada industri farmasi khususnya kosmetik juga terbukti
dapat mencegah hiperpigmentasi, kulit mengkerut dan penuaan (Bisset et al., 2007). Kromatografi Lapis Tipis
Teori dasar
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan campuran dengan
menggunakan suatu plat yang diatasnya tersebar secara merata suatu fase diam diatas
permukaannya. Fase diam akan dielusi pada suatu fase gerak yang bergerak sepanjang fase
O
NHCCH3
OHO
HO CH2OH
OH
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
diam karena pengaruh gaya kapiler pada teknik pengembangan menaik (ascending) atau
karena pengaruh gaya gravitasi pada teknik pengembangan secara menurun (descending)
(Gandjar, & Rohman, 2007).
Kromatografi lapis tipis dapat digunakan jika:
a. Senyawa yang akan dianalisis bersifat nonvolatil atau semivolatil
b. Senyawa yang akan dianalisis memiliki kepolaran tinggi, sedang, maupun rendah atau
ionik.
c. sampel yang akan dianalisis harus berkelanjutan.
d. Sampel yang akan dianalisis dapat merusak kolom pada sistem kromatografi cair maupun
kromatografi gas (Deinstrop, 2007).
Kriteria suatu zat agar dapat dianalisis menggunakan KLT, yaitu (Sherma et al, 1996) :
a. Dapat dilarutkan dan dielusi dengan fase gerak
b. Tidak mudah menguap selama proses elusi dan pengeringan lempeng KLT.
c. Stabil selama proses elusi, baik dari cahaya, udara maupun pelarut yang digunakan.
Prinsip pemisahan komponen kimia pada KLT adalah berdasarkan prinsip adsorbsi dan
partisi, yang ditentukan oleh fase diam (adsorben) dan fase gerak (eluen), komponen kimia
bergerak naik mengikuti fase gerak karena daya serap adsorben terhadap komponen-
komponen kimia tidak sama sehingga komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan
yang berbeda berdasarkan tingkat kepolarannya, hal inilah yang menyebabkan terjadinya
pemisahan.Sistem KLT dapat diatur dengan mengubah sifat fase diam atau kepolaran fase
geraknya. Fase diam KLT umumnya menggunakan bahan silika gel dan alumina. Pada
umumnya, silika gel lebih sering digunakan.
Fase gerak merupakan suatu bagian penting pada teknik pemisahan, pemilihan fase
gerak berdasarkan polaritasnya terhadap senyawa yang akan dianalisis. Pemilihan fase gerak
sangat penting, sehingga perlu dilakukan pencarian terhadap komposisi dan jenis fase gerak
yang akan digunakan sehingga menghasilkan pemisahan yang paling baik. Fase gerak yang
digunakan dapat berupa senyawa tunggal maupun campuran dengan komposisi tertentu. Fase
gerak tersebut diperoleh dari studi pustaka mengenai senyawa yang akan dianalisis kemudian
di optimasi komposisinya (Stahl, 1985). Fase gerak yang paling optimum didasarkan pada
parameter efisiensi kromatogram yang meliputi nilai area yang paling besar dan nilai Rf
(retardation factor) antara 0,2-0,8 (Wulandari, 2011) dan menghasilkan kromatogram dengan
suatu puncak yang simetris.
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Fase diam pada sistem KLT yang sering digunakan adalah silika gel. Silika gel yang
akan digunakan diberi pengikat agar memberikan kekuatan pada lapisan. Silika gel ini
biasanya telah ditambahkan oleh industri sehingga tidak perlu ditambahkan sendiri, dan diberi
nama dengan logo gel G (Sastrohamidjojo, 2005).
Pemisahan yang optimum pada KLT diperoleh dengan cara menotolkan sampel
dengan ukuran bercak yang kecil dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan terlalu
banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan dapat dilakukan dengan cara manual
maupun secara otomatis dengan instrumen tertentu (Gandjar & Rohman, 2007. Penotolan
sampel juga mempengaruhi hasil elusi. Penotolan yang tidak tepat akan menyebabkan
kromatogram memiliki puncak ganda dan menyebabkan bercak menyebar. Jika volume
penotolan lebih besar, maka penotolan dilakukan secara bertahap dan dilakukan pengeringan
terlebih dahulu sebelum dielusi (Gandjar & Rohman, 2007).
Sampel yang telah ditotolkan pada plat KLT kemudian dikembangkan dalam bejana
kromatografi (chamber) yang dijenuhkan terlebih dahulu dengan fase gerak, penjenuhan
bejana dilakukan dengan cara melapisi dinding bejana dengan kertas saring. Jumlah fase
gerak yang dimasukkan ke dalam bejana harus dibawah titik awal penotolan sampel pada plat
KLT. Bejana harus tertutup rapat saat proses elusi dilakukan (Gandjar, & Rohman, 2007).
Analisis Kualitatif dan kuantitatif
Metode KLT dilakukan dengan uji identifikasi suatu senyawa dalam sampel.
Parameter uji yang dinilai adalah Rf (retardation factor) . Suatu senyawa dikatakan identik
apabila memberikan nilai Rf yang sama yang diukur pada kondisi analisis KLT yang sama.
Setelah proses elusi selesai akan diperoleh nilai Rf yang menggambarkan migrasi relatif
komponen senyawa terhadap perlarut dan berhubungan dengan koefisien distribusi
komponen. Nilai Rf dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :
Pada analisis kuantitatif, nilai Rf diharapkan berada antara 0,2 - 0,8.
Analisis kuantitaif dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan mengukur bercak
pada lempeng secara langsung dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik
densitometri. Cara lain adalah dengan mengkerok bercak pade lempeng yang kemudian
ditetapkan kadarnya dengan metode analisis lain, seperti metode analisis spektrofotometri.
Akan tetapi teknik analisis yang kedua memiliki kelemahan karena dapat terjadinya kesalahan
Rf =Jarak titik tengah suatu bercak dari titik awal penotolan
Jarak elusi dari titik awal penotolan
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
dalam pemindaian bercak sehingga kadar yang diukur bukanlah kadar yang sebenarnya
(Gandjar, & Rohman, 2009).
Densitometri
Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang didasarkan pada interaksi
radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada Kromatografi Lapis Tipis.
Densitometri dimaksudkan untuk analisis kuantitatif analit dengan kadar kecil, yang sebelumnya
dilakukan pemisahan dengan KLT (Rohman, 2009). Dasar dari densitometri adalah berkas radiasi
elektromagnetik dari panjang gelombang tertentu (biasanya UV 190nm-800 nm yang bergerak
mendeteksi bercak analit pada fase diam. Kromatogram yang diperoleh pada densitometri mirip
dengan yang diperoleh pada metode KCKT, biasanya menampilkan serangkaian puncak dengan
baseline (Sastrohamidjojo, 2005).
Sumber cahaya merupakan bagian penting pada instrumen densitometer, perbedaan sumber
cahaya akan menyebabkan karakteristik spektrum yang berbeda pula. Lampu yang digunakan
adalah lampu deuterium (D2), lampu tungsten (W) yang merupakan lampu yang sering digunakan
sebagai sumber cahaya. Lampu D2 digunakan untuk analisa pada panjang gelombang 190-400
nm, sedangkan lampu W pada panjang gelombang 350-800 nm. Untuk pengukuran fluoresensi,
biasanya menggunakan lampu merkuri (Hg) atau xenon (Xe) pada panjang gelombang 254-578
nm (Gritter, 1991).
Densitometri dapat mendeteksi lokasi puncak secara otomatis, mengoptimasi kondisi
pengukuran luas bawah kurva, scanning seluruh totolan pada plat KLT secara langsung, merekam
spektra analit, scanning panjang geombang maksimum analit, kompensasi baseline otomatis
untuk menghilangkan sinyal palsu yang disebabkan oleh interfensi pada plat KLT, kalibrasi,
pelaporan data, dan penyimpanan data untuk perhitungan kembali (Sherma, 1996).
Validasi metode analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap parameter
tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan bahwa parameter tersebut
memenuhi persyaratan untuk penggunaannya. Parameter yang dilihat pada validasi metode
analisis yaitu kecermatan (akurasi), keseksamaan (presisi), selektivitas (spesifisitas), linearitas
dan rentang, batas deteksi dan batas kuantitasi, ketangguhan metode (ruggedness), dan
kekuatan (robustness) (Harmita, 2006).
Metode Penelitian
Alat
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah Timbangan analitik Radwag,
Densitometer (Camag TLC Scanner 3), Komputer yang dihubungkan dengan Scanner 3 dan
16030 µg/mL, dan 20038 µg/mL. Larutan selanjutnya ditotolkan sesuai dengan hasil optimasi
konsentrasi uji pada lempeng KLT dan dianalisis dengan menggunakan TLC Scanner Camag
dengan aplikasi software winCATS dengan kondisi analisis terpilih. Luas puncak yang
diperoleh dicatat dan dibuat kurva perbandingan antar luas puncak dengan konsentrasi
larutan. Catat luas puncak, hitung persamaan regresi linier dan koefisien korelasinya. Dari
kurva kalibrasi tersebut dihitung batas deteksi dan batas kuantitasinya.
Uji Akurasi dan Uji Presisi
Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali analit yang ditambahkan.
Metode yang digunakan adalah perolehan kembali dengan metode adisi, yaitu dengan
menambahkan sejumlah baku pembanding yang telah diketahui konsentrasinya ke dalam zat
uji. Sampel yang diperoleh ditotolkan sebanyak 2 µl pada lempeng KLT dan dianalisis.
Hitung konsentrasi sampel menggunakan persamaan regresi linear dari kurva kalibrasi.
Setelah diketahui konsentrasi sampel, tambahkan baku pembanding N-Asetilglukosamin
sebanyak 80%, 100%, dan 120% dari konsentrasi sampel yang didapatkan. Kemudian
masing-masing larutan ditotolkan pada lempeng KLT sebanyak 2 µl, ulangi sebanyak 6x
kemudian lakukan analisis pada masing-masing larutan adisi dengan mendata luas puncak
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
(area). Hitung perolehan kembali (UPK) untuk uji akurasi. Hitung simpangan baku (SD) dan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi (KV) untuk uji presisi. Larutan uji dikatakan
memenuhi uji akurasi apabila persentase uji perolehan kembali (% UPK) dalam rentang 98–
102% dan memenuhi uji presisi apabila KV tidak lebih dari 2,0%.
Analisis sampel
Sampel yang dianalisis adalah suplemen makanan dalam bentuk sediaan kapsul. Serbuk
kapsul yang telah dikeluarkan dari cangkangnya ditimbang seksama setara dengan ±500.47
mg GlcNAc lalu digerus. Serbuk yang telah digerus tersebut kemudian di masukkan ke dalam
labu ukur 25 mL dan diekstraksi dengan air kemudian di saring menggunakan filter whatman
sehingga diperoleh konsentrasi sampel 20018.8 µg/mL. Perhitungan konsentrasi sampel
dilakukan menggunakan data kurva kalibrasi.
Hasil dan Pembahasan
Optimasi Fase Gerak
Optimasi fase gerak dilakukan dengan cara mengelusi analit GlcNAc yang telah
ditotolkan pada plat KLT dengan 2 jenis fase gerak. Fase gerak yang digunakan yaitu n-
butanol-as.asetat-air (4:1:5 v/v/v) dan n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v). Sebelum proses
elusi, chamber dijenuhkan dengan uap fase gerak selama kurang lebih 1 jam. Penambahan
reagen penampak noda digunakan agar bercak lebih terlihat sehingga dapat terdeteksi dengan
baik pada alat densitometer. Penampak noda ditambahkan dengan berbagai 3 macam metode
yaitu dengan metode penyemprotan (spray), pencelupan (dipping) dan metode penyemprotan
pada daerah yang kemungkinan ditemukan bercak.
Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-butanol-as. asetat-air (4:1:5 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC
Gambar 4.1 Hasil elusi GlcNAc menggunakan fase gerak n-butanol-as. asetat-air (4:1:5 v/v/v)
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-propanol-air NH4OH 28%
(70:30:1 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC Gambar 4.2 Hasil elusi GlcNAcmenggunakan fase gerak n-propanol-air NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v)
Dari hasil optimasi yang dilakukan, hasil elusi yang paling bagus menggunakan fase
gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v) karena hasil elusi yang diperoleh selalu
konsisten jika dibandingkan fase gerak n-butanol-as. asetat- air (4:1:5). Bentuk bercak yang
dihasilkan pada elusi menggunakan fase gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1 v/v/v) juga
relatif lebih seragam diameternya serta difusi bercak yang konsisten.
Optimasi Konsentrasi Uji
Optimasi konsentrasi uji dilakukan untuk mendeteksi konsentrsi optimum yang dapat
terdeteksi dengan baik pada plat KLT. Optimasi konsentrasi uji dilakukan penotolan larutan
standar N-Asetil glukosamin dalam beberapa konsentrasi. Prosedur optimasi konsentrasi uji
adalah dengan melarutkan analit hingga diperoleh konsentrasi 100 µg/mL, 500 µg/mL, 1000
µg/mL, 2000 µg/mL, dan 3000 µg/mL. Analit kemudian ditotolkan pada plat KLT dengan
menggunakan pipa kapiler 1 µL, dan 2 µL.
Hasil optimasi yang diperoleh menunjukkan bahwa konsentrasi yang optimum adalah
pada konsentrasi 3000 ppm dengan volume penotolan 2 µL. Pada kondisi ini 3000 ppm hasil
analisis yang lebih terlihat intensitas dari bercak yang ditimbulkan apabila dibandingkan
dengan konsentrasi yang lainnya. Pada konsentrasi ini, peak dari larutan N-Asetil glukosamin
yang dianalisis dengan alat densitometer lebih terlihat dengan jelas dibandingkan dengan
konsentrasi yang lainnya dimana pada kromatogramnya banyak diperoleh peak-peak pengotor
sehingga lebih sukar untuk menentukan peak murni dari zat tersebut.
Larutan ditotolkan sebanyak 2 µl pada plat KLT, volume penotolan ini lebih efisien
dibandingkan volume 1 µl. Semakin kecil volume penotolan, maka hasil yang diperoleh akan
semakin bagus, akan tetapi pada volume penotolan 1 µl kurang efektif karena masalah
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
keterlarutan zat analit dengan pelarut yang mengakibatkan bercak analisis tidak terlalu bagus.
Volume terbaik yang volume penotolan ini bercak yang diperoleh lebih terlihat sehingga lebih
mudah dalam melakukan analisis.
Optimasi Penampak Noda
Optimasi penampak noda dilakukan untuk memperoleh penampak noda yang baik
yang digunakan untuk menganalisis analit pada alat densitometer. Pada penelitian sebelumnya
diketahui bahwa GlcNAc memiliki nilai panjang gelombang maksimum 205 nm. Penambahan
penampak noda bertujuan untuk menaikkan panjang gelombang maksimum dari analit karena
pada panjang gelombang maskimum 205 nm tersebut dikhawatirkan terlalu banyak zat-zat
pengotor yang teranalisis pada alat densitometer sehingga perlu dinaikkan panjang gelombang
maksimumnya agar bercak terlihat dengan jelas dan kromatogram yang dihasilkan dari zat-zat
pengotor dapat diminimalisir. Optimasi penampak noda dilakukan dengan metode
penyemprotan (spray), pencelupan (dipping) dan penyemprotan pada daerah yang
kemungkinan ditemukan bercak. Optimasi penampak noda dilakukan menggunakan 3 macam
Keterangan : larutan N-Asetil glukosamin ditotolkan pada lempeng KLT dengan konsenntrasi dengan fase gerak n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v) yang sama kemudian dilakukan optimasi penampak noda dengan
berbagai kondisi Gambar 4.3 Optimasi reagen penampak noda
Uji optimasi penambahan penampak noda memberikan hasil yang paling baik dengan
menggunakan reagen Anilin-difenilamin. Pada penambahan penampak noda Anilin-
difenilamin bercak yang ditimbulkan pada plat KLT terlihat dengan jelas dibandingkan
dengan reagen penampak noda yang lain. Pada penambahan penampak noda ninhidrin, spot
yang dihasilkan berwarna putih kekuningan sehingga bercak yang dihasilkan tidak terlihat
dengan jelas.
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Optimasi Panjang Gelombang
Plat KLT yang telah dielusi dan diberi penampak noda dianalisis menggunakan alat
Camag TLC Scanner (Densitometer) dan software program winCATS. Cara menentukan
panjang gelombang maksimum adalah dengan menjalankan program winCATS dengan
memasukkan rentang panjang gelombang 200 nm–780 nm menggunakan lampu deuterium
(D2) dan tungsten (W) pada menu “Spectral – Scanner 3” yeng terdapat di sebelah kiri layar.
Nilai panjang gelombang maksimum yang diperoleh adalah 302 nm.
(A)
(B)
Keterangan : analisis menggunakan Plat Silica gel 60F254 dengan fase gerak n-propanol-air-NH4OH 28% (70:30:1 v/v/v) disemprot reagen anilin-difenilamin dan di oven pada suhu 120ºC
(A) Spektum serapan yang diperoleh dari alat adalah 302 nm (B) Kromatogram GlcNAc dengan pereaksi anilin-difenilamin konsentrasi 5009.5 µg/mL
Gambar 4.4 Data panjang gelombang maksimum dan densitogram KLT GlcNAc
Uji Kesesuaian Sistem
Pada metode analisis terpilih, dilakukan uji kesesuaian sistem sebanyak 6 kali
penotolan larutan N-Asetil glukosamin dengan konsentrasi 8000µg/mL. Uji kesesuaian sistem
ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sistem analisis yang digunakan sudah efektif.
Pada uji kesesuaian sistem ini diperoleh nilai KV sebesar 0,57% dan nilai Rf 0,51. Hal
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
tersebut sudah memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV dimana nilai KV kurang
dari 2%.
Tabel 1. Uji Kesesuaian Sistem
Validasi Metode Analisis
Uji selektivitas
Pada penelitian ini, uji selektivitas dilakukan dengan melihat kromatogram dan
retardation factor (Rf) yang diperoleh dari analisis sejumlah larutan standar yang telah dielusi
secara kromatografi lapis tipis.
Pada penelitian ini, nilai Rf yang diperoleh yaitu sebesar 0.51. Hasil ini sesuai dengan
persyaratan nilai Rf yaitu dengan nilai Rf 0.2–0.8.
Uji linearitas
Pada uji linearitas dilakukan dengan membuat kurva dengan 9 konsentrasi berbeda. Larutan
standar dibuat dengan konsentrasi 3004,5 µg/mL , 4007,5 µg/mL, 5009,5 µg/mL, 60011,4
µg/mL, 8015 µg/mL, 10019 µg/mL, 12022,8 µg/mL, 16030 µg/mL, dan 20038 µg/mL. Dari
hasil kurva kalibrasi pembandingan antar area, diperoleh nilai persamaan regresi linear y =
0.4978x + 3279.7 dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0,99845.. Hasil tersebut dapat
dinyatakan valid karena memenuhi kriteria linearitas dengan menghasilkan koefisien kolerasi
yang mendekati 1 atau r > 0,9990.
Gambar 4.5 Kurva kalibrasi standar N-Asetilglukosamin
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Penentuan batas deteksi (LOD) dan batas kuantitasi (LOQ)
Berdasarkan hasil uji linearitas N-Asetilglukosamin memberikan nilai batas deteksi
sebesar 1191.38 µg/mL. Sedangkan untuk nilai batas kuantitasi memberikan hasil 3971.27
µg/mL.
Tabel 2. Data uji linearitas N-Asetilglukosamin
Gambar 4.6 Kromatogram beberapa konsentrasi standar N-Asetilglukosamin
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Uji akurasi dan presisi
Uji akurasi dilakukan dengan metode adisi yaitu dengan menambahkan standar kedalam zat
yang diadisi yang telah diketahui. Uji kecermatan dilakukan pada larutan baku dengan
konsentrasi 80%, 100%, dan120%. Area adisi yang diperoleh adalah sebesar 1150.23. Hasil
uji perolehan kembali didapatkan dengan cara mengurangkan nilai area yang diperoleh pada
kromatogram dengan area zat adisi, setelah itu baru di hitung dan diolah data area yang
diperoleh ke dalam persamaan regresi linear.
Hasil perolehan uji kecermatan N-Asetilglukosamin memberikan nilai rata-rata
96,24% - 101,65% dengan nilai standar deviasi sebesar 1,33% – 1,70%. koefisien variasi
(KV) N-Asetilglukosamin sebesar 1,36% - 1,71%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode
analisis N-Asetilglukosamin memenuhi persyaratan cermat dan seksama.
Tabel 3 Data uji akurasi dan presisi
Analisis Sampel
Analisis sampel dilakukan dengan menggunakan metode yang sudah tervalidasi. Pada
penelitian ini, digunakan sampel suplemen GlcNAc yang mengandung 700 mg untuk tiap
kapsul sampel. Sampel ditimbang sebanyak 500,47 mg kemudian sampel tersebut dianalisis
pada plat KLT, analisis sampel dilakukan sebanyak 3 kali (triplo). Kadar sampel yang tertera
pada etiket adalah 100%.
Hasil penetapan kadar sampel N-Asetil glukosamin, menunjukkan bahwa sampel
memiliki kadar N-Asetil glukosamin terhadap label sebesar 100.07 %-102.47%.
Tabel 4 Hasil analisis sampel
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Gambar 4.7 Kromatogram sampel
Kesimpulan
Pada penelitian kali ini dapat disimpulkan bahwa:
1. Kondisi optimum analisis N-Asetilglukosamin secara Kromatografi Lapis Tipis–
Densitometri adalah dengan menggunakan fase gerak n-propanol-air-NH4OH (70:30:1
v/v/v) dengan konsentrasi optimum 3000 ppm dengan menggunakan pipa kapiler 2 µL,
menggunakan penampak noda Anilin-difenilamin dan dioven pada suhu 120ºC selama ± 5
menit. Plat KLT di analisis menggunakan alat TLC-Scanner pada panjang gelombang 302
nm.
2. Hasil validasi menunjukkan bahwa metode analisis memenuhi syarat dimana pada hasil
perolehan kembali pada uji presisi 96,24%-101,65%, Koefisien variasi N-Asetil
glukosamin sebesar 1,36%-1,71%, nilai batas deteksi 1191.38 µg/mL dan batas
kuantifikasi 3971.27µg/mL. Metode analisis juga linear pada 3004,5–20038 µg/mL
dengan nilai persamaan regresi linear y = 3279.7 + 0.4978xdan nilai koefisien korelasi (r)
= 0,99845.
3. Pada Penetapan kadar yang dilakukan menggunakan metoda ini memberikan hasil
kesesuaian kadar terhadap label sebesar 100.07%-102.47%.
Saran
Karena kurang sensitifnya bercak yang terbentuk, maka perlu dilakukan hidrolisis
terlebih dahulu terhadap N-Asetilglukosamin menjadi Glukosamin yang memiliki gugus amin
primer sehingga dapat bereaksi dengan penampak noda ninhidrin yang spesifik untuk asam
amino.
Optimasi dan ..., Good Will, FF UI, 2017
Daftar Acuan
Aiba, S. Sashiwa H., Yamano N., & Ishikawa K. (2009). “Production of N-acetyi-D-
glucosamine from chitin using crude enzyme derived from Trichoderma viride and
Aeromyces hydrophila H-2330”. Jepang: AIST
Bisset, D., Robinson, L.R., Releigh, P.S., Miyamoto, K., Hakozaki, T., Li, J., & Klem, G.R.
(2007). “Reduction in the Appearence of Facial Hyperpigmentation by Topical N-
Acetyl glucosamine”. J. Cosmet. Dermatol. 6,20-26
Chen, J.K., Shen, C.R., & Liu, C.L. (2010). “N-acetilglucosamine : Production and
application”.Journal of Marine Drugs. 8,2493-2516
Deinstrop, E. H., 2007, Applied Thin-Layer Chromatography: Best Practice and Acoidance of