Page 1
OPTIMALISASI LUMBUNG PANGAN DESA (LPD) SEBAGAI
UPAYA MEWUJUDKAN KETAHANAN PANGAN
INDONESIA
Disusun oleh:
Ahmad Agung Masykuri NIM 13405241057
Siti Rahmawati NIM 13312244017
Arum Restu Widyasti NIM 14303241052
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2015
Page 2
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul karya tulis : Optimalisasi Lumbung Pangan Desa (LPD)
sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan
Pangan Indonesia
2. Ketua Pelaksana
a. Nama : Ahmad Agung Masykuri
b. NIM : 13405241057
c. Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Sosial/Pendidikan Geografi
d. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
e. Alamat : Samirono CT VI, Depok, Sleman,
Yogyakarta
f. No Telp/Hp : 085281419309
g. E-mail : [email protected]
3. Jumlah anggota : 2 orang
4. Dosen pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. Heru Pramono, S.U
b. NIP : 19501227 198003 1 001
c. Alamat Rumah : Karangsari 06/31 Wedomartani Ngemplak
Sleman
a. No. Tlp/Hp : 085281419309
Yogyakarta, 21 April 2015
Mengetahui,
Dosen Pembimbing
(Drs. Heru Pramono, S.U)
NIP 19501227 198003 1 001
Ketua Kelompok
(Ahmad Agung Masykuri)
NIM 13405241057
Wakil Rektor III UNY
(Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes)
NIP 19650301 199001 1 001
Page 3
iii
SURAT PERNYATAAN PESERTA
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Ahmad Agung Masykuri
NIM : 13405241057
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Sosial/Pendidikan Geografi
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
No. Tlp/Hp : 085281419309
Nama : Siti Rahmawati
NIM : 13312244017
Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan IPA
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
No. Tlp/Hp : 085736204797
Nama : Arum Restu Widyasti
NIM : 14303241052
Fakultas/Jurusan : FMIPA/Pendidikan Kimia
Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Yogyakarta
No. Tlp/Hp : 083840648276
Dengan ini menyatakan bahwa karya tulis dengan judul, “Optimalisasi Lumbung
Pangan Desa (LPD) sebagai Upaya Mewujudkan Ketahanan Pangan Indonesia”
adalah asli (orisinil) merupakan hasil karya tulis kami dan buka njiblakan. Karya
tulis tersebut belu pernah dan/atau tidak sedang diikut sertakan dalam lomba lain
serta belum pernah dipublikasikan kecuali dalam Lomba Karya Tulis Ilmiah
SCEPTA 2015 yang diadakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang.
Apabila dikemudian hari terbukti sebaliknya, maka kami bersedia mendapat
sanksi dan didiskualifikasi dari kompetisi tersebut. demikian surat ini dibuat
dalam keadaan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Yogyakarta, 21 April 2015
Yang Menyatakan,
Ketua Kelompok
(Ahmad Agung Masykuri)
NIM 13405241057
Anggota I
(Siti Rahmawati)
NIM 13312244017
Anggota II
(Arum Restu Widyasti)
NIM 14303241052
Page 4
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul; “Rehabilitasi
Mahasiswa Pemakai Narkoba Berbasis Kampus”. Dengan tersusunnya karya tulis
ini kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak dan Ibu tercinta kami yang telah memberikan dorongan semangat moral
maupun material kepada kami.
2. Prof. Dr. Sumaryanto, M.Kes selaku Wakil Rektor 3 yang mendorong Mahasiswa
untuk terus berkarya.
3. Teman-teman yang selalu memberi dorongan dan semangat serta memberikan
kritik dan saran atas karya tulis ini.
4. Semua pihak yang telah membantu kami yang tidak dapat kami sebutkan satu
persatu.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini masih banyak
mengalami kekurangan dan kesalahan untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan dari semua pihak. Akhir kata dengan segala
keterbatasan penulis sebagai manusia biasa, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak. Amin.
Yogyakarta, 21 April 2015
Penulis
Page 5
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
SURAT PERNYATAAN PESERTA .......................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iv
DAFTAR ISI ................................................................................................. v
ABSTRAK .................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ........................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................... 3
D. Manfaat ................................................................................................. 3
BAB II TELAAH PUSTAKA
A. Lumbung Pangan .................................................................................. 4
B. Ketahanan Pangan ................................................................................ 5
BAB III METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan ...................................................................................... 11
B. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 11
C. Analisis Data ......................................................................................... 11
D. Bagan Alur Penulisan ........................................................................... 12
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS
A. Alasan Pengoptimalan Lumbung Pangan Desa (LPD) dalam
Ketahanan Pangan di Indonesia ............................................................ 13
B. Upaya-upaya Pemberdayaan Lumbung Pangan Desa (LPD)
untuk Ketahanan Pangan di Indonesia .................................................. 16
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan ............................................................................................... 19
B. Rekomendasi ......................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 20
Page 6
vi
ABSTRAK
Pangan merupakan kebutuhan primer bagi manusia yang dibutuhkan selama
kehidupan. Ketersediaan pangan bagi kehidupan masyarakat harus selalu terjamin
keberadannya. Ketahanan pangan telah diatur di UU No.7 tahun 1996 Pasal 45
yang mengamatkan bahwa pemerintahan bersama masyarakat bertanggungjawab
mewujudkan ketahanan pangan. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010
sejumlah 237 juta jiwa yang 90% masyarakat Indonesia menjadikan beras sebagai
makanan pokok untuk memenuhi kebutuhan pangan setiap harinya. Menurut
Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan (periode 2010 – 2014) menyatakan
bahwa masyarakat Indonesia mengonsumsi beras pada tahun 2014 sebanyak 130
kilogram/tahun/kapita (kompas.com pada 4 September 2014). Namun, pada tahun
2011 dan 2012 terjadi penurunan konsumsi rata – rata beras nasional sekitar
139,15 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi sekitar 137,1 kg/kapita/tahun di
tahun 2011 dan turun lagi menjadi 135,01 kg/kapita/tahun (Direktorat Pangan dan
Pertanian, 2013).
Penurunan konsumsi tersebut dikarenakan adanya konservasi lahan pertanian
produktif menjadi lahan nonproduktif, selain itu karena ketidakmampuan
masyarakat kelas kebawah membeli beras. Hal inilah yang menyebabkan
penurunan kebutuhan pangan masyarakat. Selama ini Lumbung Pangan Desa
(LPD) yang berfungsi untuk menyimpan cadangan dan hasil panen belum dapat
digunakan secara optimal dan keberfungsiannya masih sedikit sehingga perlu
adanya upaya untuk memaksimalkan kegunaan Lumbung Pangan Desa (LPD)
yang dapat mengatasi kerawanan pangan di Indonesia. Jenis penulisan yang
digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan sumber data sekunder. Penulisan ini
bertujuan untuk (1) mengetahui pentingnya pengoptimalan Lumbung Pangan
Desa (LPD) sebagai upaya mewujudkan ketahanan pangan Indonesia dan (2)
mengetahui upaya pemberdayaan Lumbung Pangan Desa (LPD) sebagai upaya
mewujudkan ketahanan pangan Indonesia. Pengoptimalan Lumbung Pangan Desa
(LPD) ini dapat menjadi salah satu cara untuk mengatasi kekurangan pangan
karena adanya penyimpanan dan cadangan makanan. Masyarakat bersama – sama
mendukung dan ikut andil dalam mewujudkan ketahanan pangan Indonesia
melalui Lumbung Pangan Desa (LPD).
Kata kunci: Ketahanan, LPD, Optimalisasi, Pangan.
Page 7
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbedaan Swasembada Pangan dengan Ketahanan Pangan ............. 7
Tabel 2. Konsumsi dan Surplus/Defisit Beras Tahun 2008-2012 .................... 11
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia, 2012 .................. 12
Page 8
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan primer dalam kehidupan manusia.
Ketersediaan pangan bagi kehidupan masyarakat harus selalu terjamin
keberadaannya. Ketahanan pangan ini di atur di dalam UU No. 7 tahun 1996
Pasal 45 yang mengamatkan bahwa pemerintah bersama masyarakat
bertanggungjawab mewujudkan ketahanan pangan. Pemerintah
menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan
terhadap ketersediaan pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya, aman,
merata dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selanjutnya, masyarakat
memiliki peran dalam ketahanan pangan, yaitu memiliki kesempatan untuk
berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan bagi orang
perseorangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai dengan ketentuan undang-
undang dan peraturan yang berlaku. Masyarakat dapat menyampaikan
permasalahan, masukan dan atau cara pemecahan mengenai hal-hal di bidang
pangan.
Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2010 sejumlah 237 juta jiwa.
Sedangkan 90% masyarakat Indonesia sekarang ini menjadikan beras sebagai
komoditas utama dalam pemenuhan kebutuhan pangan setiap harinya.
Kegiatan konsumsi tersebut menurut Wakil Menteri Pertanian Rusman
Heriawan (periode 2010-2014) menyatakan bahwa konsumsi yang dilakukan
masyarakat Indonesia terhadap hasil pengolahan beras yang berupa nasi pada
tahun 2014 sebanyak 130 kilogram/tahun/kapita (kompas.com pada 4
September 2014). Di sisi lain, konsumsi beras di tahun 2014 mengalami
penurunan tingkat konsumsi dari tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2011
dan 2012 konsumsi rata-rata beras nasional per kapita per tahun mengalami
penurunan dari sekitar 139,15 kg/kapita/tahun pada tahun 2010 menjadi sekitar
Page 9
2
137,1 kg/kapita/tahun di tahun 2011 dan turun lagi menjadi sekitar 135,01
kg/kapita/tahun (Direktorat Pangan dan Pertanian, 2013).
Penurunan konsumsi rata-rata beras per kapita per tahun di atas terkait
dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang cenderung mengurangi
konsumsi nasi khususnya pada masyarakat kelas menengah yang jumlahnya
semakin bertambah. Namun tidak dapat dipungkiri, penurunan konsumsi rata-
rata beras tersebut dapat disebabkan oleh ketidakmampuan masyarakat kelas
menengah ke bawah untuk membeli beras yang menjadi bahan pokok makanan
sehari-hari. Tidak hanya itu, terjadinya konservasi lahan pertanian produktif
menjadi lahan nonproduktif. Saat ini konservasi lahan produktif pertanian di
Indonesia terjadi rata-rata sekitar 100 ribu hektare per tahun. Sedangkan
pemerintah hanya mampu menciptakan lahan sawah baru sekitar 40 ribu hektar
per tahun (diakses dari http://www.tempo.co/, pada tanggal 19 Maret 2014).
Hal ini dapat menyebabkan penurunan dalam pemenuhan kebutuhan pangan
masyarakat dan akhirnya menyebabkan kerawanan pangan di masyarakat.
Upaya pemberdayaan dan peningkatan ketahanan pangan di masyarakat
dapat dilakukan dengan mengoptimalkan Lumbung Pangan Desa (LPD)
kembali. Pengoptimalan ini bertujuan untuk menyimpan hasil panen
masyarakat yang mampu dikelola oleh masyarakat sendiri. Tidak hanya itu,
Lumbung Pangan Desa (LPD) mampu menjadi tempat penyimpan cadangan
beras nasional di luar cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perum
Bulog.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat ditentukan rumusan masalah,
sebagai berikut:
1. Mengapa perlu adanya pengoptimalan Lumbung Pangan Desa (LPD) dalam
ketahanan pangan di Indonesia?
2. Bagaimana upaya pemberdayaan Lumbung Pangan Desa (LPD) dalam
ketahanan pangan di Indonesia?
Page 10
3
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditentukan tujuan dari
penulisan karya tulis ilmiah ini, sebagai berikut:
1. Memaparkan perlu adanya pengoptimalan Lumbung Pangan Desa (LPD)
dalam ketahanan pangan di Indonesia.
2. Mendeskripsikan upaya pemberdayaan Lumbung Pangan Desa (LPD)
dalam ketahanan pangan di Indonesia.
D. Manfaat
Berdasarkan tujuan kepenulisan di atas, maka dapat diketahui manfaat
kepenulisan karya tulis ilmiah ini, sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis
a. Dapat mengembangkan khasanah kelimuan dan pengetahuan, terutama
di ketahanan pangan di Indonesia.
b. Sebagai penerapan prosedur penulisan ilmiah melalui karya tulis.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan solusi permasalahan krisis pangan dan ketahanan pangan
yang ada di Indonesia.
b. Sebagai rekomendasi pembuatan kebijakan masalah ketahanan pangan
bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Page 11
4
BAB II
TELAAH PUSTAKA
A. Lumbung Pangan
Lumbung pangan merupakan cadangan pangan yang berfungsi untuk
menjaga stok atau stabilitas pangan baik karena musim paceklik atau karena
ada kondisi darurat seperti bencana alam (Rachmat dkk, 2010:ii).
Menurut Kusumowardini (dalam Saleh dkk, 2011:14) istilah lumbung
pangan sebagai berikut:
Istilah lumpung pangan telah dikenal oleh masyarkaat di beberapa
daerah. Lumbung yang ada sering dikonotasikan sebagai lumbung
paceklik. Lumbung paceklik tersebut dibentuk sebagai cadangan bagi
petani di musim paceklik sehingga petani dapat meminjam gabah untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga. Keberadaan lumbung pangan
merupakan lembaga alternatif yang diupayakan dapat menggantikan
peran kelembagaan lokal yang sekarang mengalami banyak kehancuran.
Keberadaan lumbungan tidak hanya diperlukan pada masa paceklik saja
melainkan sebagai alternatif penyediaan modal bagi petani. Peran yang
dijalankan oleh lumbung pangan adalah sebagai berikut:
1. Menampung surplus produksi pangan pedesaan pada saat panen.
2. Melayani kebutuhan pangan pedesaan pada musim paceklik.
3. Melakukan simulasi pemupukan modal melalui iuran dalam bentuk
bahan pangan maupun tunai.
4. Membantu petani yang kesulitan modal usaha dengan cara
menyediakan alternatif kredit mikro bagi warga komunitas sehingga
warga terhindar dari praktek-praktek bank harian dari para pengijon.
5. Menghindari petani dari kerugian penjualan dini atas produksi usaha
tani untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan menghindarkan
petani untuk membeli bahan pangan pokok dengan harga tinggi pada
musim paceklik.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa lumbung pangan adalah
cadangan bagi para petani di musim paceklik yang berfungsi untuk menjaga
stok atau stabilitas pangan dan dapat digunakan untuk meminjam gabah untuk
mencukupi kebutuhan rumah tangga.
Lebih lanjut, lumbung pangan memiliki fungsi yang disampaikan oleh
Soemarno (2010:3) adalah sebagai berikut:
Page 12
5
Lumbung pangan akan memberikan pinjaman pangan tanpa ada kewajiban
untuk mengembalikan. Ini sifatnya bantuan dan besarannya tergantung
tingkat kerusakan dan kesepakatan warga. Begitu pula bila musim
kemarau datang lebih lama, warga tak perlu panik kekurangan makanan.
Lumbung pangan mereka siap kapan saja membantu warga yang dilanda
paceklik.
Warga yang kekurangan benih untuk musim tanam berikutnya, misalnya
karena benih cadangan ikut terjual untuk kebutuhan anak sekolah, juga
tidak usah gelisah. Mereka bisa meminjam benih dari lumbung pangan itu.
Lumbung ini tidak hanya menyimpan gabah kering giling, umbi-umbian,
atau kacangkacangan, tetapi juga keperluan petani lainnya seperti benih.
Menurut Soemarno (2010:11-12) program pembangunan sistem dan
kelembagaan Lumbung Desa Modern merupakan upaya pemberdayaan petani
untuk mengatasi gejolak harga gabah, dengan mengembangkan manajemen
stok disertai distribusi secara optimal yang mempunyai tujuan antara lain:
Mengintegrasikan subsistem produksi dan pasar, sehingga menjamin
adanya kepastian harga produk tanaman pangan yang dapat memperbaiki
pendapatan petani,
Memasyarakatkan dan memperkuat sistem lumbung pangan
untukmeningkatkan nilai tambah produk tanaman pangan dan ketahanan
pangan,
Mengembangkan kerjasama kemitraan dengan pihak lain untuk
mengembangkan agribisnis tanaman pangan.
B. Ketahanan Pangan
Menurut FAO (1997) ketahanan pangan merupakan situasi dimana
semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk
memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan dimana rumah
tangga tidak beresiko untuk mengalami kehilangan kedua akses tersebut. hal
tersebut berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang
mewadahi, stabilitas, dan akses terhadap pangan-pangan utama. Ketersediaan
pangan yang memadahi mengandung arti bahwa secara rata-rata, pangan
tersedia dalam jumlah yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi. Stabilitas
merujuk pada kemungkinan bahwa pada siatuasi yang sesulit apapun, konsumsi
pangan tidak akan jatuh di bawah kebutuhan gizi yang dianjurkan. Sedangkan
akses mengacu pada fakta bahwa masih banyak masyarakat yang mengalami
kelaparan karena ketidakadaan sumberdaya untuk memproduksi pangan atau
ketidakmampuan untuk membeli pangan sesuai kebutuhan. Determinan utama
Page 13
6
dari ketahanan pangan adalah daya beli atau pendapat untuk memenuhi biaya
hidup (Tabor et al dalam Saleh, 2011).
Menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan
pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin
dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,
merata, dan terjangkau. Selanjutnya, pemerintah bersama masyarakat
bertanggung jawab untuk mewujudkan ketahanan pangan. Dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan tersebut, pemerintah menyelenggarakan
pengaturan, pembinaan, pengendalian, dan pengawasan terhadap ketersediaan
pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, bergizi, beragam,
merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat. Selain itu, masyarkat
memiliki kesempatan untuk berperan seluas-luasnya dalam mewujudkan
perlindungan bagi orang perseorangan yang mengkonsumsi pangan, sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang yang berlaku. Dalam partisipasinya,
masyarakat dapat menyampaikan permasalahan, masukan dan atau cara
pemecahan mengenai hal-hal di bidang pangan.
Deklarasi Roma tentang Ketahanan Pangan Dunia (Rome Declaration
on World Food Security) yang dicanangkan pada saat Pertemuan Puncak
Pangan Dunia (World Food Summit) tanggal 13-17 November 1996,
mendefinisikan ketahanan pangan sebagai: ‘Food security exists when all
people, at all time, have physical and economic access to sufficient, safe and
nutritions food to meet their dietary needs and food preferences for an active
and healthy life’. Kondisi ketahanan pangan tercapai jika semua individu, pada
setiap saat, memiliki akses secara fisik dan finansial untuk mendapatkan
pangan yang cukup, aman, dan bergizi, sesuai dengan kebutuhan dan seleranya
untuk dapat hidup sehat dan produktif (Kemenristek, 2006:2).
Dari defini di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ketahanan pangan
adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata,
dan terjangkau pada setiap saat.
Ketahanan pangan memiliki pengertian yang berbeda dengan
swasembada pangan. Hal ini menurut Rahman (2010:7) disebabkan
Page 14
7
swasembada pangan umumnya merupakan capaian peningkatan ketersediaan
pangan dengan wilayah nasional, sedangkan ketahanan pangan lebih
mengutamakan akses setiap individu untuk memperoleh pangan yang bergizi
untuk sehat dan produktif. Perbedaan tersebut selanjutnya oleh Rahmat
(2010:7) dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 1. Perbedaan Swasembada Pangan dengan Ketahanan Pangan
Indikator Swasembada Pangan Ketahanan Pangan
Lingkup Nasional Rumah tangga dan individu
Sasaran Komoditas pangan Manusia
Strategi Substitusi impor Peningkatan ketersediaan pangan,
akses pangan dan penyerapan
pangan
Output Peningkatan produksi
pangan
Status gizi (penurunan: kelaparan,
gizi kurang dan gizi buruk)
Outcome Kecukupan pangan oleh
produk domestik
Manusia sehat dan produktif (angka
harapan hidup tinggi)
Alasan ketahanan pangan perlu diterapkan di Indonesia dibandingkan
swasembada yang disampaikan oleh Direktorat Pangan dan Pertanian
(2013:359) sebagai berikut:
1. Upaya pencapaian swasembada beras secara mati-matian (at all costs)
memerlukan biaya terlalu besar, yang akan menghilangkan kesempatan
bagi komoditas-komoditas lain yang berdaya saing tinggi di pasar ekspor
dan pasar domestik untuk berkembang. Sebagai contoh, pada APBN 2013
dialokasikan Rp 200 triliun untuk program swasembada beras untuk
pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi, subsidi pupuk dan benih,
dan lain-lain.
2. Luas lahan sawah terus mengalami konversi ke penggunaan lain, baik
untuk non-pertanian maupun beralih ke komoditas non-beras.
Kecenderungan ini akan terus terjadi karena sulit dicegah. Sementara itu,
pencetakan sawah baru berjalan lambat karena berbagai persoalan.
Page 15
8
Walaupun terdapat lahan terlantar/tidur sangat luas, lahan tersebut tidak
serta-merta dapat digunakan untuk pembuatan sawah karena masalah status
pemilikan/penguasaan lahan yang rumit.
3. Hasil-hasil riset hingga saat belum dapat menghasilkan varietas padi
dengan produktivitas tinggi (diatas 7 ton GKG/ha). Produktivitas padi yang
ada di Indonesia sebenarnya sudah jauh melebihi produktivitas padi di
Thailand dan Vietnam, sehingga sulit dinaikkan.
4. Swasembada on-trend sebesar 70-80% dari kebutuhan beras nasional
dipandang sudah memadai. Selebihnya, 20-30% dapat diimpor dari negara-
negara lain. Yang penting adalah memenuhi prinsip ketahanan pangan
sebagaimana telah disampaikan dimuka. Upaya yang telah dilakukan
pemerintah Indonesia untuk memperoleh jaminan pasokan beras dari
Vietnam melalui penandatanganan MoU (nota kesepahaman) 18 September
2012 yang berisi bahwa Vietnam siap memasok beras sebanyak 1,5 juta ton
per tahun jika Indonesia membutuhkannya sewaktu-waktu untuk cadangan
beras nasional. Kesepakatan dengan Vietnam itu berlaku untuk 2013-2017.
Sebelumnya, Indonesia juga telah menandatangani MoU dengan Thailand
dan Kamboja dengan komitmen masing-masing menyediakan 1,1 juta ton
per tahun.
Ada delapan masalah tentang ketersediaan pangan yang disampaikan
oleh Kemenristek (2006:11), sebagai berikut:
1. Kebutuhan pangan masyarkat lebih tinggi dari kapasitas produksi dalam
negeri,
2. Pengurangan luasan lahan pertanian produktif akibat konversi
penggunaannya untuk kepentingan non-pertanian,
3. Pola konsumsi yang masih sangat didominasi oleh beras, upaya
diversifikasi pangan masih terkendala oleh keterbatasan pengetahuan dan
keterjangkauan,
4. Pasokan pangan hingga tingkat rumah tangga sering terhambat sebagai
akibat dari kebterbatasan jaringan transportasi,
5. Beberapa produk pangan tidak tersedia sepanjang tahun karena siklus
produksi alami jenis komoditas pangan yang dibudidayakan, faktor
Page 16
9
agroklimat, dan belum berkembangnya agroindustri untuk pengolahan
/pengawetannya;
6. Masih sering dijumpai produk pangan yang tidak memenuhi standar
kesehatan pangan dan/atau sesuai dengan syarat kehalalannya;
7. Belum semua rumah tangga secara ekonomi mampu memenuhi kebutuhan
pangan pokoknya;
8. Marjin keuntungan usahatani tanaman pangan sangat kecil, sehingga
sangat menghambat motivasi petani untuk meningkatkan produksinya.
Ada tiga komponen kebijakan untuk menjamin ketahanan pangan di
Indonesia yang diajukan oleh Worldbank (2011:1), yaitu:
1. Ketersediaan pangan: Indonesia secara umum tidak memiliki masalah
terhadap ketersediaan pangan. Indonesia memproduksi sekitar 31 juta ton
beras setiap tahunnya dan mengkonsumsi sedikit diatas tingkat produksi
tersebut; dimana impor umumnya kurang dari 7% komsumsi. Lebih jauh
jaringan distribusi swasta ang berjalan secara effisien turut memperkuat
ketahanan pangan di seluruh Indonesia. Beberapa kebijakan kunci yang
memiliki pengaruh terhadap ketersediaan pangan meliputi:
a. Larangan impor beras
b. Upaya Kementreian Pertanian untuk mendorong produksi pangan
c. Pengaturan BULOG mengenai ketersediaan stok beras
2. Keterjangkauan pangan. Elemen terpenting dari kebijakan ketahanan
pangan ialah adanya jaminan bagi kaum miskin untuk menjangkau sumber
makanan yang mencukupi. Cara terbaik yang harus diambil untuk
mencapai tujuan ini ialah dengan memperluas strategi pertumbuhan
ekonomi, khususnya eprtumbuhan yang memberikan manfaat bagi kaum
miskin. Kebijakan ini dapat didukung melalui program bantuan langsung
kepada masyarkaat miskin, yang diberikan secara seksama dengan target
yang sesuai. Sejumlah kebijakan penting yang mempengaruhi
keterjangkauan pangan meliputi:
a. Program Raskin yang selama ini telah memberikan subsidi beras bagi
hampir 9 juta rumah tangga.
b. Upaya BULOG untuk mempertahankan harga pagu beras.
Page 17
10
c. Hambatan perdagangan yang mengakibatkan harga pangan domestik
lebih tinggi dibandingkan harga dunia.
3. Kualitas Makanan dan Nutrisi: Hal yang juga penting untuk diperhatikan,
sebagai bagian dari kebijakan untuk menjamin ketersediaan pangan yang
mencukupi bagi penduduk, ialah kualitas pangan itu sendiri. Artinya
penduduk dapat mengkonsumsi nutrisi-nutrisi mikro (gizi dan vitamin)
yang mencukupi untuk dapat hidup sehat. Konsumsi pangan pada setiap
kelompok pengeluaran rumah tangga telah meningkat pada jenis-jenis
pangan yang berkualitas lebih baik. Namun, seperti catatan diatas, keadaan
nutrisi makanan belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan sejak akhir
krisis. Sejumlah kebijakan penting yang berpengaruh terhadap kualitas
pangan dan nutrisi meliputi:
a. Upaya untuk melindungi sejumlah komoditas pangan penting
b. Memperkenalkan program pangan tambahan setelah krisis
c. Penyebarluasan dan pemasaran informasi mengenai nutrisi
Page 18
11
BAB III
METODE PENULISAN
A. Jenis Penulisan
Jenis Penulisan yang digunakan dalam karya tulis ini adalah
penulisan deskriptif kualitatif. Nana Syaodih (2013: 72) menyebutkan
bahwa metode deskriptif mendeskripsikan atau menggambarkan
fenomena – fenomena yang ada. penelitian ini mengkaji bentuk aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan perbedaannya dengan
fenomena lain. Pendekataan deskriptif kualitatif merupakan pendekataan
yang menganalisis fakta – fakta yang ditemui mengenai kebutuhan
pangan masyarakat dengan ketersediaan pangan. Kemudian dari analisis
fakta – fakta tersebut mencari solusi yang tepat untuk mengatasi
permasalahan tersebut.
B. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumenter
(documentary study)). Menurut (Nana Syaodih 2013: 201) studi
dokumenter merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun
dan menganalisis dokumen – dokumen, baik dokumen tertulis, gambar,
maupun elektronik. Bahan yang digunakan dalam penulisan ini yaitu
buku – buku yang relevan, jurnal, artikel, dan internet yang sesuai dengan
permasalahan yang dikaji.
C. Analisis Data
Analisis data dilakukan pada saat dan setelah pengumpulan data.
Teknik analisis data menggunakan content isi (analisis isi). Analisis ini
dilakukan dengan memilih sumber data dari bahan pustaka yang sesuai
dengan objek kajian. Sumber data yang telah didapat dianalisis (diurai),
dibandingkan, dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang
Page 19
12
sistematis, padu dan utuh sehingga menghasilkan kesimpulan mengenai
pengoptimalan dan solusi dari ketahanan pangan.
D. Bagan Alur Penulisan
Masalah
Rumusan Masalah
Pengumpulan Data
Analisis Data
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Page 20
13
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
A. Alasan Pengoptimalan Lumbung Pangan Desa (LPD) dalam Ketahanan
Pangan di Indonesia
Kebutuhan pangan di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini
berkaitan dengan jumlah presentase pertumbuhan penduduk satu dekade
terakhir sejumlah 1,49% dari jumlah penduduk Indonesia. Presentase tersebut
diproyeksikan akan menjadi bonus demografi untuk Indonesia di tahun 2035
dengan jumlah penduduk Indonesia 305.652.400 jiwa. Tentu jumlah penduduk
yang banyak ini akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan pangan
setiap individunya. Sedangkan pada tahun 2011 dan 2012, kebutuhan konsumsi
terhadap beras masih tinggi dibandingkan dengan bahan pangan yang lain,
yaitu pada tahun 2011 sejumlah 137,1 kg/kapita/tahun dan pada tahun 2012
sejumlah 135,01 kg/kapita/tahun.
Tabel 2. Konsumsi dan Surplus/Defisit Beras Tahun 2008-2012
Tahun Konsumsi
(000 ton)*)
Produksi
(000 ton)
Surplus/Defisit
Ribu Ton %
2008 31.799 33.915 2.116,3 6,24
2009 32.195 36.205 4.009,9 11,08
2010 33.068 37.369 4.301,3 11,51
2011 33.056 36.968 3.912,1 10,58
2012 33.047 38.823 5.776,2 14,88
Laju
(%/Thn) 0.97 3.48 - -
Keterangan: *) terdiri dari konsumsi rumah tangga, penggunaan untuk
pakan, bibit, industri pengolahan (makanan dan non makanan) dan
tercecer (diolah dari NBM, BKP dalam Direktorat Pangan dan Pertanian,
2013:114)
Page 21
14
Dari tabel di atas, terjadi peningkatan surplus beras pada tahun 2011 dan
tahun 2012 yang di sisi lain terjadi penurunan laju konsumsi terhadap beras.
Namun, laju konsumsi per tahunnya hanya sebesar 0,97% yang menjadikan
kebutuhan akan beras masih tinggi. Sehingga kebutuhan akan pangan perlu
menjadi perhatian khusus, terutama dengan adanya konservasi lahan pertanian
menjadi lahan non-pertanian setiap tahunnya. Konservasi tersebut menjadi
perhatian di beberapa wilayah Indonesia yang kaitannya berhubungan dengan
produksi beras di suatu wilayah. Terpusatnya pembangunan industri yang
masih ada di Pulau Jawa. Menjadikan banyak lahan pertanian menjadi lahan
pertanian berubah menjadi lahan untuk industri dan perumahan. Sedangkan,
Pulau Jawa menjadi sentral produksi beras sebanyak 53% dari produksi
nasional.
Gambar 1. Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia, 2012
Sumber: Direktorat Pangan dan Pertanian (2013)
Konservasi lahan pertanian menjadi konservasi lahan non-pertanian
merupakan akibat adanya pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah
penduduk yang terus meningkat. Menurut Rustiadi dan Reti (dalam Handari,
2012:33) hal tersebut tercermin dari : (1) pertumbuhan aktivitas pemanfaatan
sumberdaya alam akibat meningkatnya permintaan kebutuhan terhadap
penggunaan lahan, (2) adanya pergeseran kontribusi sektor-sektor
53%
23%
11%
7% 5%
1%
Sebaran Geografis Produksi Beras di Indonesia, 2012
Jawa
Sumatera
Sulawesi
Kalimantan
Nusa Tenggara
Maluku
Page 22
15
pembangunan primer, khusunya dari sektor pertanian dan pengolahan
sumberdaya ke sektor sekunder (manufaktur) dan sektor tersier (jasa). Dalam
hukum ekonomi pasar, alih fungsi lahan berlangsung dari aktivitas yang land
rentnya rendah ke aktivitas yang land rent nya tinggi. Yang dimaksud land rent
adalah nilai keuntungan bersih dari aktivitas pemanfaatan lahan per satuan luas
lahan dan waktu tertentu.
Ketersediaan lahan yang semakin menyempit untuk sektor pertanian akan
berdampak kepada hasil produksi beras yang dihasilkan. Mengecilnya lahan
dalam memproduksi beras dan pertambahan penduduk yang meningkat satu
dekade terakhir dengan proyeksi pertumbuhan penduduk yang besar di tahun
2035, mampu membuat pasokan pangan di Indonesia menjadi lemah. Hal ini
akan mempengaruhi kebutuhan pangan di suatu wilayah yang pada akhirnya
akan membuat bencana kelaparan melanda. Dari permasalahan tersebut maka
ketahanan pangan menjadi hal penting dalam tercukupinya pangan di
masyarakat, baik secara kuantitas maupun kualitas, serta mampu dijangkau
oleh kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Ketersediaan pangan perlu menjadi sasaran utama dalam kebijakan
pangan bagi pemerintah di suatu negara. Ketersediaan pangan tersebut dalam
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/OT.140/2/2013 Lampiran
IV menyebutkan bahwa ada tiga sumber dalam ketersediaan pangan tersebut,
yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasukan pangan; dan (3) cadangan
pangan. Bila terjadi kesenjangan antara produksi dengan kebutuhan pangan di
suatu wilayah dapat diatasi dengan melepas cadangan pangan, oleh sebab itu
cadangan pangan merupakan salah satu komponen penting dalam ketersediaan
pangan.
Alasan yang mendasari perlu adanya pengembangan lumbung pangan di
masyarakat sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Nomor
15/Permentan/OT.140/2/2013 Lampiran IV adalah (a) Bank Dunia pada tahun
2008 memperingatkan bahwa cadangan pangan Indonesia berada dalam titik
terendah sehingga bisa menjadi masalah serius jika tidak diatasi sejak awal
mengingat cadangan pangan dunia turun hampir setengahnya; (b) situasi iklim
di Indonesia saat ini tidak menentuk dan kurang bersahabat telah menyebabkan
Page 23
16
bencana (longsor, banjir, kekeringan), sehingga menuntut manajemen
cadangan pangan yang efektif dan efisien agar dapat mengatasi kerawanan
pangan; (c) masa panen tidak merata antar waktu dan daerah mengharuskan
adanya cadangan pangan; dan (d) banyaknya kejadian darurat memerlukan
adanya cadangan pangan untuk penanganan pasca bencana, penanganan rawan
pangan, dan bantuan pangan wilayah. Disamping itu, cadangan pangan juga
dapat digunakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan
pangan yang bersifat sementara yang disebabkan gangguan atau terhentinya
pasokan bangan pangan, misalnya karena putus prasarana dan sarana
transportasi akibat bencana alam.
B. Upaya-upaya Pemberdayaan Lumbung Pangan Desa (LPD) untuk
Ketahanan Pangan di Indonesia
Pengembangan Lumbung Pangan Desa (LPD) untuk ketahanan pangan di
Indonesia telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012
tentang Pangan (pasal 23 ayat 1) yang mengamanatkan bahwa “Dalam
mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian, pangan, dan ketahanan pangan,
pemerintah menetapkan cadangan pangan nasional”. Selanjutnya (Pasal 23 ayat
2) dijelaskan bahwa “Cadangan pangan nasional terdiri dari cadangan pangan
pemerintah, cadangan pangan pemerintah daerah dan cadangan pangan
masyarakat”. Pada pasal 33 ayat 1 dijelaskan bahwa “Masyarakat mempunyai
hak dan kesempatan seluas-seluasnya dalam upaya mewujudkan Cadangan
Pangan Masyarakat” kemudian pada ayat 2 “Pemerintah dan Pemerintah
Daerah memfasilitasi pengembangan Cadangan Pangan Masyarakat sesuai
dengan kearifan lokal”. Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68
Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan (pasal 5 ayat 1 dan 2) yang
menegaskan bahwa: (1) “cadangan pangan nasional terdiri atas cadangan
pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat”; dan (2) “cadangan
pangan pemerintah terdiri dari cadangan pangan pemerintah desa, pemerintah
kabupaten/kota, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat”.
Daerah-daerah yang marginal mengalami kerawanan pangan
dibandingkan dengan daerah yang subur. Maka kelompok Lumbung Pangan
Page 24
17
Desa yang di kembangkan di daerah rawan pangan ini mampu membantu
anggotanya dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya kekurangan
terjadinya kekurangan pangan yang bersifat sementara yang disebabkan
gangguan atau terhentina pasokan bahan pangan, misalnya bila terjadi
kekeringan yang mengakibatkan terjadinya musim paceklik atau karena
putusnya prasarana dan sarana transportasi akibat bencana alam.
Pengembangan Lumbung Pangan Desa perlu adanya tahapan-tahapan
dalam menjadikan lumbung pangan ini mampu menjadi ketahanan pangan
suatu wilayah. Ada 3 (tiga) tahapan dalam perencanaan program Lumbung
Pangan Masyarakat menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor
15/Permentan/OT.140/2/2013 Lampiran IV, yaitu tahap penumbuhan, tahap
pengembangan, dan tahap kemandirian. Dengan proses tersebut, masyarakat
mampu mengelola dan mengembangkan volume stok cadangan pangan yang
dapat memenuhi kebutuhan seluruh anggota dan masyarakat sekitar saat
menghadapi kelangkaan pangan dan/atau menghadapi kerawanan pangan
transien.
Pada tahap penumbuhan, kegiatan yang dilakukan meliputi identifikasi
kelompok dan lokasi, penetapan kelompok sasaran dan pemanfaatan dana Dana
Alokasi Khusus (DAK) untuk pembangunan fisik lumbung pangan.
Pembangunan fisik lumbung melalui difasilitasi Dana Alokasi Khusus (DAK)
bidang Pertanian yang dibangun di atas lahan milik kelompok atau lahan yang
sudah dihibahkan kepada kelompok. Tahap pengembangan, mencakup
pengadaan bahan pangan untuk pengisian lumbung dan pengembangan
kapasitas kelompok. Selanjutnya Tahap Kemandirian, mencakup penguatan
kelembagaan kelompok dan pemantapan cadangan pangan serta kelembagaan
cadangan pangan masyarakat.
Langkah-langkah kegiatan pada masing-masing tahapan sebagai berikut:
1. Tahapan Penumbuhan
a. Identifikasi desa dan kelompok;
b. Sosialisasi;
c. Seleksi;
d. Penetapan;
Page 25
18
e. Pemanfaatan Dana Bantuan Sosial untuk pembangunan fisik lumbung;
f. Inventarisasi
2. Tahap Pengembangan
a. verifikasi;
b. penetapan;
c. sosialisasi kegiatan;
d. pelatihan;
e. penyusunan RUK;
f. penyaluran Dana Bantuan Sosial ;
g. pengisian cadangan pangan;
h. penguatan kelembagaan;
i. penguatan cadangan pangan;
j. pembinaaan.
3. Tahap Kemandirian
a. penyaluran dana Bantuan Sosial untuk penguatan modal;
b. pemantapan kelembagaan lumbung pangan;
c. pemantapan cadangan pangan;
d. pelatihan dalam rangka menunjang keberlanjutan;
e. pendampingan.
Page 26
19
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Bersadarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan beberapa
hal sebagai berikut:
1. Kebutuhan pangan di Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini di dukung
dengan proyeksi bonus demografi Indonesia di tahun 2035 dengan jumlah
penduduk Indonesia 305.652.400 jiwa. Hal ini menjadikan lahan pertanian
yang semakin menyempit akan berdampak kepada hasil produksi beras
yang dihasilkan. Alasan pengembangan lumbung pangan di masyarakat
adalah (a) cadangan pangan Indonesia berada dalam titik terendah; (b)
bencana di Indonesia perlu adanya manajemen cadangan pangan yang
efektif dan efisien agar dapat mengatasi kerawanan pangan; (c) masa
panen tidak merata antar waktu dan daerah mengharuskan adanya
cadangan pangan; dan (d) banyaknya kejadian darurat memerlukan adanya
cadangan pangan untuk penanganan pasca bencana, penanganan rawan
pangan, dan bantuan pangan wilayah.
2. Pengembangan Lumbung Pangan Desa perlu adanya tahapan-tahapan
dalam menjadikan lumbung pangan ini mampu menjadi ketahanan pangan
suatu wilayah. Ada 3 (tiga) tahapan dalam perencanaan program Lumbung
Pangan Masyarakat menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor
15/Permentan/OT.140/2/2013 Lampiran IV, yaitu tahap penumbuhan,
tahap pengembangan, dan tahap kemandirian.
B. Rekomendasi
Optimalisasi Lumbung Pangan Desa (LPD) dapat diterapkan di
masyarakat dalam upaya untuk ketahanan pangan nasional ketika musim
paceklik. Di lain sisi, pengoptimalan Lumbung Pangan Desa (LPD) menjadi
salah satu cadangan selain BULOG dalam menyimpan bahan pangan untuk
kesejahteraan masyarakat luas.
Page 27
20
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Pangan dan Pertanian. 2013. Rencana pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-2019. Jakarta:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Handari, Anita Widhy. 2012. Implementasi Kebijakan Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Magelang. Tesis
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang.
Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia. 2006. Indonesia
2005 – 2025 Buku Putih. Jakarta: Penelitian, Pengembangan dan
Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Ketahanan Pangan.
Diakses dari www.batan.go.id/ref_utama/buku_putih_pangan.pdf, pada
tanggal 20 Maret 2015.
Konsumsi Beras RI Per Orang 130 Kg Per Tahun, Jepang Hanya 30 Kg. 2014.
Diakses dari http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/09/04/15
1401326/Konsumsi.Beras.RI.Per.Orang.130.Kg.Per.Tahun.Jepang.Hany
a.30.Kg, pada tanggal 19 Maret 2015.
Lampiran IV Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan.OT.140/2/2013.
Diakses dari bkp.riau.go.id/download/Pedum_lumbung2013.pdf, pada
tanggal 22 Maret 2015.
Menteri Pertanian: Kekurangan Pangan di Depan Mata. 2014. Diakses dari
http://www.tempo.co/read/news/2014/09/10/090605950/Menteri-Pertanian-
Kekurangan-Pangan-di-Depan-Mata, pada tanggal 19 Maret 2014.
Pangan untuk Indonesia. 2011. Diakses dari
http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publicati
on/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-
1110769073153/ feeding.pdf., pada tanggal 20 Maret 2015.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Diakses dari http://bkpd.jabarprov.go.id
/file/2014/02/Peraturan-Pemerintah-No-68-Tahun-2002-Tentang-
Ketahanan-Pangan.pdf., pada tanggal 22 Maret 2015.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang
Ketahanan Pangan. Diakses dari
http://bkpd.jabarprov.go.id/file/2014/02/Peraturan-Pemerintah-No-68-
Tahun-2002-Tentang-Ketahanan-Pangan.pdf., pada tanggal 22 Maret
2015.
Page 28
21
Rachmat, Dr. Muchjidin, Dkk. 2010. Kajian Sistem Kelembagaan Cadangan
Pangan Masyarakat Perdesaan Untuk Mengurangi 25% Resiko
Kerawanan Pangan. Pusat Analisis Sosial Ekonomi Dan Kebijakan
Pertanian Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian Kementerian
Pertanian.
Rahman, Ahmad Zaki. 2010. Kaitan Pembangunan Pertanian Melalui Agribisnis
dengan Ketahanan Pangan Indonesia. Diakses dari
http://ipb.ac.id/lombaartikel/pendaftaran/ uploads/tpb/sosial-dan-
ekonomi/Kaitan_Pembangunan_Pertanian_melaluiAgribisnis_
dengan_Ketahanan_Pangan_Indonesi.pdf, pada tanggal 20 Maret 2015.
Saleh, Rahmat. 2011. Stategi Peningkatan Ketahanan Pangan Rumahtangga
Miskin Melalui Kelembagaan Pangan Lokal. Bogor: ITB.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2013. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Soemarno. 2010. Model Pengembangan LPMD (Lumbung Pangan Masyarakat
Desa). Malang: PPs Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Diakses dari http://www.halalmui
.org/images/stories/pdf/dasarhukum/UU-No.7-Tahun-1996-Tentang-
Pangan.pdf, pada tanggal 19 Maret 2015.