MAKALAH OTITIS MEDIA AKUT Oleh : Edwin Saputro Masito Anggraini Hanifa Husna Ike Tresia Imas Popon Anafika i
MAKALAH OTITIS MEDIA AKUT
Oleh :Edwin Saputro
Masito AnggrainiHanifa Husna
Ike TresiaImas Popon Anafika
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATANMITRA LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terselesainya makalah Peradangan
Telinga dalam memenuhi tugas mata kuliah Sistem Sensori Persepsi.
Makalah ini disusun berupaya meningkatkan kemampuan dalam pemahaman
mengenai Peradangan Telinga.
Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Sistem
Sensori Persepsi yang telah memberikan tugas dalam upaya meningkatkan kemampuan kami
untuk memahami materi tersebut dan sebagai pembelajaran secara berkelompok .
Dalam penyusunan makalah ini , Kami menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan karena faktor
batasan pengetahuan penyusun , oleh sebab itu kritik dan saran sangat diperlukan untuk
penyempurnaan makalah ini dan demi kualitas penyusunan makalah selanjutnya .
Bandar Lampung, 14 April 2015
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.....................................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Tujuan......................................................................................................................1
C. Manfaat.....................................................................................................................2D. Sistematika...............................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi....................................................................................................................3
2. Klasifikasi................................................................................................................3
3. Etiologi....................................................................................................................5
4. Patofisiologi.............................................................................................................5
5. Manifestasi klinik....................................................................................................6
6. Penatalaksanaan.......................................................................................................6
7. Komplikasi...............................................................................................................8
BAB III Tinjauan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian................................................................................................................9
B. Diagnosa Keperawatan............................................................................................10
C. Rencana Tindakan Keperawatan.............................................................................10
D. Evaluasi....................................................................................................................16
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................................19
B. Kritik dan Saran .....................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media(OM) adalah peradangan pada telinga tengah yang bersifat akut
atau tiba-tiba. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang yang biasanya dalam
keadaan steril. Bila terdapat infeksi bakteri pada nasofaring dan faring,secara alamiah
terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.
OM ini terjadi akibat tidak berfungsinya system pelindung tersebut.Sumbatan dan
peradangan pada tuba eustachii merupakan faktor utama terjadinya otitis media. Pada anak-
anak, semakin seringnya terserang infeksi saluran pernapasan atas,kemungkinan terjadinya
Otitis media juga semakin besar. Dan pada bayi terjadinya OM dipengaruhi karena tuba
eustachiusnya pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal (Soepardi dkk, 2007).
Merujuk dari permasalahan yang telah dipaparkan tersebut tentang penyakit OM yang
pada umumnya sering terjadi di negara berkembang dan salah satunya Indonesia, dan
diseratai kurangnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini, maka penulis tertarik
untuk menulis makalah tentang Otitis Media.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tentang penyakit otitis media akut.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mempelajari pengertian otitis media akut
b. Untuk mempelajari tentang apa saja etiologi otitis media akut
c. Untuk mempelajari patofisiologi otitis media
d. Untuk mempelajari stadium otitis media
e. Untuk mengetahui manifestasi kinik klien dengan otitis media akut
f. Untuk mempelajari otitis media akut
iv
C. Manfaat
1. Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai
mahasiswadapat meningkatkan pengetahuan dan wawasan penyebab serta
upaya pencegahan penyakit OMA agar terciptanya kesehatan masyarakat yanglebih
baik.
2. Diharapkan bagi pembaca dapat mengetahui tentang OMA lebih
dalamsehingga dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit tersebut.
3. Diharapkan dalam menambah wawasan dan informasi dalam penanganan
OMA sehingga dapat meningkatkan pelayanan kesehatan lebih baik.
4. dapat menmbah informasi tentang OMA seerta kewaspadaan terhadap penyakit
tersebut.
D. Sistematika
Penulisan makalah ini memiliki sistematik sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Tujuan , Manfaat, dan Sistematiaka.
Bab II Tinjauan Pustaka terdiri dari Definisi, Klasifikasi, Etiologi, Patofisiologi, Manifestasi
Klinis, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan, dan Komplikasi
Bab III Tinjauan kasus terdiri dari Contoh Asuhan keperawaan pada klien Otitis Media Akut
Bab IV Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran
Dafar Pustaka
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8. Definisi
Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah. Penyebab utama otitis media akut adalah masuknya bakteri patogenik kedalam
telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii
seperti obtruksi yang diakibatkan oleh infeksi saluran nafas atas, inflamasi dijaringan
sekitarnya (sinusitis, hioertrofi adenoid), atau reaksi alergi (rhinitist alergika0).
Bakteria yang umumnya ditemukan sebagai organisme lain penyebab adalah
Streptococcus Hemolyticus , Staphylococcus Aureus, Pneumokok, H. Influenza, E.coli, S.
Anhemolyticus, P. Vulgaris, dan P. Aeruginosa.Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien
kemungkinan melalui tuba eustachii akibat kontaminasi selaput dalam nasofaring. Bakteri
juga dapat masuk telinga tengah bila ada perforasi membrana timpani.
9. Klasifikasi
2.1. Otitis Media Akut
a. Stadium Okulasi Tuba Eustachius
Adanya okulasi tuba eustachius ialah gambaran retraksi membran timfani akibat
terjadinya tekanan negative didalam telinga tengahakibat absorbs udara. Kadang
– kadang membran timpani tampak normal (tidak ada kelainan)atau berwarna
krut pucat. Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini
sukar dibedakan denganus otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau
alergi.
b. Stadium Hiperemis
Pada stadium hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran
timpani atau seluruh membran timpani atau seluruh membran timpani tampak
hiperemis serta edem. Secret yang telah terbentuk mungkin masih bersifat aksudat
yang serosa sehingga sukar terlihat.
vi
c. Stadium Suprasi
Edem yang terlihat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya selepitel
superficial, sehingga terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani,
rrmenyebabkan membran timpani menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa
nyeri di telinga tambah hebat. Apabila tekanan nanah di timpani tidak
berkurang,maka terjadi iskemia,akibat tekanan pada kapiler – kapiler serta timbul
trombo flebitis pada vena – vena kecil dan nekrosis mukosa dan sub mukosa.
Nekrosis ini pada membran timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwana kekuningan. Ditempat ini akan terjadi repture. Bila tidak dilakukan insisi
membran timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar
membran timpani akan repture dan nanah keluar dari liang telinga luar. Dengan
melakukan miringotomi, lika insisi akan tertutup kembali, sedang apabila terjadi
repture, maka lubang tempat repture (perforasi) tidak mungkin menutup kembali.
d. Stadium Perforasi
Karena beberapa sebab seperti terlambatnya pemberian antibiotik atau vilurensi
kuman yang tinggi, maka akan terjadi repture membran timpani dan nanah keluar
mengalir dari telinga tengah keliang telinga luar. Anak yang tadinya gelisah
sekarang menjadi tenang.suhu badan turun dan anak dapat tidur nyenyak. Keadaan
ini disebut dengan otitis akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan –
lahan akan normal kembali. Bila sudah sudah terjadi perforasi, maka secret akan
berkurang dan akhirnya kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanda pengobatan OMA berubah
menjadi OMSK bila perforasi meenetap dengan sekret yang keluar terus menerus
atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan gejala sisa (squele) berupa otitis
media serosa bila secret menetap dicavum timpani tanpa terjadinya perforasi.
vii
10. Etiologi
1. Disfungsi atau sumbatan tuba eustachius merupakan penyebab utama dari otitis
media yang menyebabkan pertahanan tubuh pada silia mukosa tuba eustachius
terganggu, sehingga pencegahan invasi kuman kedalam telinga tengah juga akan
tergnggu.
2. ISPA (infeksi salura pernfasan atas ). Inflamasi jarigan di sekitrnya ( misal :
sinusitas, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergi (misalnya: rhinitis alergika).
3. Bakteri
Bakteri yang umum ditemukan sebagai microorganisme penyebab adalah
Streptococcus peumoniae, Haemophylus influenza, Moraxella catarrhalis, dan
bakteri piogenik lain seperti streptococcus hemoyiticus, Staphylococcus aureus, E. coli,
Pneumococcus vulgaris.
11. Patofisiologi
Otitis media sering diawali dengan infeksi saluran napas (ISPA) yang disebabkan oleh
bakteri, kemudian menyebar ketelinga tengah melewati tuba eustachius. Ketika
bakteri memasuki tuba eustachius maka dapat menyebabkan infeksi dan terjadi
pembengkakan, peradangan pada saluran tersebut. Proses peradangan yang terjadi
pada tuba eustachius menyebabkan stimulasi kelenjar minyak untuk menghasilkan
sekret yang terkumpul dibelakang membran timpani. Jika sekret bertambah banyak
maka akan menyumbat saluran eustachius, sehingga pendengaran dapat terganggu
karena membran timpani dan tulang osikel (maleus, incus, stapes) yang
menghubungkan telinga baagian dalam tidak dapat bergerak bebas. Selain mengalami
gangguan pendengaran, klien juga akan mengalami nyeri pada telinga.
Otitis medi akut (OMA) yang berlangsung selama lebih dari dua bulan dapat
berkembang menjadi otitismedia supuratifkronis apabila faktor hygine kurang
diperhatikan, terapi yang terlambat, pengobatan tidak adekuat, dan adanya daya tahan
tubuh yang kurang baik.
viii
12. Manifestasi klinik
A. Otitis Media Akut
Manifestsi klinis pada OMA tergantung pada stadium daan umur klien.
a. Stadium Hiperemi
Nyeri dan rasa penuh pada telinga karena tertutupnya tuba eusthacius yang
mengalami hiperemi dan edema.
Demam
Pendengaran biasanya masih normal.
b. Stadium Oklusi Nyeri dan demam bertambah hebat
Pada anak : panas tinggi disertai muntah, kejang, dan meningismus
Pendengaran mulai berkurang.
c. Stadium Supurasi Keluar sekret dari telinga Nyeri berkurang karena terbentuk drainase akibat membran timpani ruptur Demam berkurang Gangguan pendengarn bertambah karena terjadi gangguan mekanisme
konduksi udara dalam telinga tengah.
d. Stadium KoalesenNyeri tekan pada daerah mastoid, dan akan merasa berat pada malamm hari.
e. Stadium ResolusiPendengaran membaik / kembali normal.
13. Penatalaksanaan
Pengobatan OMA tergantung pada penyakitnya,
a. stadium Okulasi
pada stadium okulasi pengobatan terutama bertujuan untuk membuka kembali
tuba eustachius, sehingga tekanan negative ditelinga tengah hilang. Untuk ini
diberikan obat tetes hidung.
HCl efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 th) / HCl 1% dalam larutan
fisioogik untuk yang berumur diatas 12 tahun dan pada orang dewasa.
Selain itu sumber infeksi harus diobati Antibiotika diberikan apabila Penyebab
penyakit adalah kuman, bukan oleh virus atau alergi.
ix
b. Stadium Presuparasi
Terapi pada stadiumm prespurasi ialah antibiotika, obat tetes hidung dan
analgetika. Analgetik yang dianjurkan ialah dari golongan penisilin intramuscular
agar didaatkan konsentrasi yang adekuat didalam darah, sehingga tidak terjadi
mastoiditis yang terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Pemberian antibiotik dianjurkan minimal selama 7 hari. Bila pasien
alergi terhadap penisilin, maka akan diberikan eritromisin. Pada anak, ampisilin
diberikan dengandosis 50 – 100 mg/kg bb /hari, dibbagi dalam 4 dosis, atau
amoksisilin 40 mg?kg bb? Hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin 40mg/kg
bb/ hari.
c. Stadium Supurasi
Pada stadium supurasi selain diberikan antibiotika, idealnya harus
disertai dengan miringotomi, bila membran timpani masih utuh.dengan
miringotomi gejala – gejala klinis lebih cepat hilang dan repture dapat
dihindari.
d. Stadium Perforasi
Sering terlihat secret banyak keluar dan kadang secret terlihat keluar
secara berdenyut (pulpulasi).
Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3% selama
3-5 hariserta diberikan antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan
hilang dan perforasi dapat menutup kembali dalam waktu 7- 10 hari.
e. Stadium Resolusi
Pada stadium resolusi maka membran timpani akan normal kembali
secret tidak ada lagi dan membran timpani dapat tertutup. Bila tidak
terjadi resolusi biasanya akan tampak secret mengalir diling telinga
luar melalui peforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edema mukosa telinga tengah. Pada
keadaan demikian dapat dilanjutkan selama 3 minggu, bila 3 minggu
setelah pengobatan secret masih banyak, kemungkinan telah terjadi
mastoiditis
14. Komplikasi
x
1. Peradangan telinga tengah (otitis media) yang tidak diberikan terapi secara benar
dan adekuat dapat menyebar ke jaringan sekitar telinga tenggah termasuk ke otak,
namun ini jarang terjadi setelah pemberian antibiotik.
2. Mastoiditis
3. Kehilangan pendengaran permanen bila OMA tetaptidak ditagani.
xi
BAB III
Tinjauan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat
a) Identitas Pasien
b) Riwayat adanya kelainan nyeri
c) Riwayat infeksi saluran nafas atas yang berulang
d) Riwayat alergi.
e) OMA berkurang.
2. Pengkajian Fisik
a) Nyeri telinga
b) Perasaan penuh dan penurunan pendengaran
c) Suhu Meningkat
d) Malaise
e) Nausea Vomiting
f) Vertigo
g) Ortore
h) Pemeriksaan dengan otoskop tentang stadium.
3. Pengkajian Psikososial
a) Nyeri otore berpengaruh pada interaksi
b) Aktifitas terbatas
c) Takut menghadapi tindakan pembedahan.
4. Pemeriksaan Laboratorium.
5. pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Audiometri : AC menurun
b) X ray : terhadap kondisi patologi
Misal : Cholesteatoma, kekaburan mastoid.
6. Pemeriksaan pendengaran
xii
a) Tes suara bisikan
b) Tes garputala
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Pre operasi
a. Nyeri akut b.d peradangan membran tympani
b. Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori
c. Infeksi b.d peradangan membran tympani
d. Gangguan pola tidur b.d nyeri peradangan
e. Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran
f. Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien
g. Kurang pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi/ salah intepretasi penyakit.
2. Post operasi
a. Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan
b. Risiko infeksi b.d luka insisi
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Dx : Nyeri akut b.d peradangan membran tympani
NOC : Pain control (control nyeri)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien mampu
mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri
b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri
c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat
d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan
Skala :1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Pain management (manajemen nyeri)
Intervensi :
a.Observasi karakteristi dari nyeri (penyebab, kualitas, skala, frekuensi, area, dan waktu
xiii
terjadinya nyeri)
b. Kontrol kondisi lingkungan agar tercipta lingkungan yang nyaman ( suhu udara,
kebisingan, dll)
c. Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengontrol nyerinya
d. Anjurkan pasien banyak istirahat untuk mengurangi nyeri
e. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat anti nyeri
2. Dx : Gangguan sensori persepsi pendengaran b.d perubahan transmisi sensori
NOC : Orientasi kognitif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pendengaran pasien
kembali normal dengan kriteria hasil :
a. Menunjukan kemampuan kognitif yang baik
b. Menunjukan orientasi kognitif yang positif
c. Pasien dapat berkomunikasi secara efektif
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Peningkatan komunikasi : defisit pendengaran
Intervensi :
a. Pantau dan dokumentasikan perubahan status neurologis pasien
b. Ajarkan penggunaan alat bantu denagr
c. Terangkan pada pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan menggunakan alat
bantu dengar
d. Yakinkan pada keluarga dan pasien bahwa defisit persepsi atau sensori adalah sementara
jika pengobatan sesuai
3. Dx : Infeksi b.d peradangan membran tympani
NOC : Knowledge : Infection control
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi berkurang atau
hilang dengan kriteria hasil :
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhipenularan
xiv
serta penatalaksanaan
c. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
d. Jumlah lekosit dalam batas normal
Skala : 1. tidak pernah
i. terbatas
ii. sedang
iii. sering
iv. selalu
NIC : Infection protection
Intervensi :
a. Monitor tanda dan gejala infeksi
b. Ajarkan pada keluarga dan apsien tanda dan gejala infeksi
c. Ajarkan cara menghindari infeksi
d. Monitor jumlah leukosit
e. Monitor kerentanan terhadap infeksi
f. Instrusikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
4. Dx : Gangguan pola tidur b.d nyeri peradangan
NOC : Sleep (tidur)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat tidur
dengan nyenyak dengan kriteria hasil :
a. Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia
b. Pasien merasa segar setelah tidur
c. Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur
d. Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Peningkatan tidur
Intervensi :
xv
a. Hindari suara keras dan penggunaan lampu terang saat tidur malam
b. Ciptakan lingkungan yang tenang
c. Bantu pasien untuk membatasi tidur siang dengan menyediakan aktifitas untuk
meningkatkan kondisi
d. Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor yang mungkin menyebabkan pasien
kurang tidur
e. Anjurkan tidur siang jika diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tidur
5. Dx : Risiko injuri b.d hilang/berkurangnya kemampuan pendengaran
NOC : Risk control : Hearing impairment (kerusakan pendengaran)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat mengontrol factor
risiko cidera dengan criteria hasil :
Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya
pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi
a. Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga
b. Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC: Environmental management : Safety
Intervensi :
a. Identifikasi risiko yang meningkatkan kerentanan terhadap cidera
b. Hindari kegiatan yang menyebabkan cidera fisik
c. Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
d.Mengubah gaya hidup untuk mengurangi risiko injuri
6. Dx : Ansietas keluarga b.d perubahan status kesehatan pasien
NOC : Anxietas control
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan keluarga/
pasien hilang dengan kriteria hasil :
a. Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri
b. Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya
xvi
c. Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Anxietas reduction (pengurangan kecemasan)
Intervensi :
a. Dengarkan keluhan pasien dengan seksama
b. Ciptakan lingkungan yang dapat membina hubungan saling percaya
c. Bantu pasien atau keluarga mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan
peningkatan kecemasan
d. Ajarkan pasien atau keluarga teknik relaksasi (nafas dalam) untuk mengurangi
kecemasan
7. Dx : Kurang pengetahuan keluarga b.d keterbatasan informasi/ salah
intepretasi penyakit.
NOC : Pengetahuan penyakit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keluarga
mengetahui penyakit yang diderita pasien dengan kriteria hasil :
a. Keluarga familiar dengan proses penyakit
b. Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab
c. Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit
d. Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi
e. Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas
Skala :
1. tidak pernah
2. terbatas
3. sedang
4. sering
5. selalu
NIC : Mengajarkan proses penyakit
Intervensi :
xvii
a. Mengobservasi kesiapan klien untuk mendengar
b. Menetukan tingkat pengetahuan klien sebelumnya
c. Menjelaskan tentang penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala dll)
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi atau
mengontrol proses penyakit
e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan
8. Dx : Nyeri akut b.d diskontinuitas jaringan
NOC : Pain level
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang atau
hilang dengan kriteria hasil :
a. Melaporkan nyeri berkurang
b. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c. Mengenali gejala-gejala nyeri
d. Mencari bantuan tenaga kesehatan
Skala : 1. tidak pernah menunjukan
2. jarang menunjukan
3. kadang menunjukan
4. sering menunjukan
5. selalu menunjukan
NIC : Pain management
Intervensi :
a. Kaji secara komperhensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, onset, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas dan faktor pencetus
b. Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat mengekspresikan nyeri
d. Kontrol faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan
e. Kolaborasi pemberian analgetik
9. Dx : Risiko infeksi b.d luka insisi
NOC : Risk control
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi
dengan kriteria hasil :
xviii
a. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
d. Menunjukan prilaku hidup sehat
Skala : 1. tidak pernah
2. terbatas
3. sedang
4. sering
5. selalu
NIC : Infection control
Intervensi :
a. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan
b. Batasi pengunjung bila perlu
c. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
d. Tingkatkan intake nutrisi
e. Berikan terapi antibiotik bila perlu
D. EVALUASI
1. Diagnosa 1
a. Pasien mengetahui penyebab dari nyeri
b. Pasien dapat mendeteksi dengan segera adanya serangan dari nyeri
c. Pasien dapat mengurangi nyeri dengan tanpa menggunakan obat
d. Pasien dapat menggunakan obat anti nyeri sesuai dengan resep yang dianjurkan
2. Diagnosa 2
a Menunjukan kemampuan kognitif yang baik dengan skala 5
b Menunjukan orientasi kognitif yang positif dengan skala 5
c Pasien dapat berkomunikasi secara efektif dengan skala 5
3. Diagnosa 3
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi dengan skala 5
b Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhipenularan serta
xix
penatalaksanaan
c Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi dengan skala 5
d Jumlah lekosit dalam batas normal dengan skala 5
4. Diagnosa 4
a Pasien dapat tidur sesuai kebutuhan berdasarkan usia
b Pasien merasa segar setelah tidur
c Pasien tidak bermasalah dengan pola, kualitas, dan rutinitas tidur
d Pasien dapat terjaga dengan waktu yang sesuai
5. Diagnosa 5
a Pasien dapat menghindari trauma yang terjadi pada telinganya dengan skala 5
b Pasien mampu menjaga kebersihan telinga untuk mencegah infeksi
c Pasien dapat menggunakan alat pelindung telinga
d Pasien mampu mengikuti tes pendengaran secara periodik dengan skala 5
6. Diagnosa 6
a Pasien atau keluarga dapat mengontrol intensitas kecemasanya sendiri dengan skala 5
b Pasien atau keluarga dapat menghilangkan tanda-tanda kecemasan pada dirinya dengan
skala 5
c Pasien atau keluarga dapat mendemonstrasikan upaya mengontrol kecemasan dengan
skala 5
7. Diagnosa 7
a Keluarga familiar dengan proses penyakit
b Keluarga dapat mendeskripsikan faktor penyebab
c Keluarga dapat mendeskripsikan tanda dan gejala penyakit
d Keluarga dapat mendeskripsikan komplikasi yang dapat terjadi
e Keluarga dapat mendeskripsikan tindakan untuk menurunkan progresifitas
8. Diagnosa 8
a Melaporkan nyeri berkurang, skala <3 dengan skala indikator 5
b Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
c Mengenali gejala-gejala nyeri
xx
d Mencari bantuan tenaga kesehatan
9. Diagnosa 9
a Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
c Jumlah leukosit dalam batas normal dengan skala 5
d Menunjukan prilaku hidup sehat
xxi
BAB IV
PENUTUP
C. KESIMPULAN
Otitis media merupakan peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif yang masing-masing
golongan mempunyai bentuk akut dan kronis yaitu otitis media supuratif akut
( otitis media akut : OMA ) dan otitis media supuratif kronik ( OMSK ) demikian
juga dengan otitis media non supuratif yang terbagi menjadi akut dan kronik.
OMA biasanya terjadi akibat bakteri piogenik dengan diawali dengan ISPA.
Stadium yang ada pada OMA adalah (1) stadium oklusi tuba eustachius, (2)
stadium hiperemis, (3) stadium supurasi, (4) stadium perforasi ( 5) stadium
resolusi. Untuk penatalaksanaan dengan pemberian antibiotik yang segera dan
adekuat , tindakan pembedahan yaitu miringotomi dan pendidikan kesehatan
untuk mencegh terjadi infeksi ulang. Sedangkan pada OMK mempunyai 2 jenis
yaitu benigna dan maligna dengan penatalaksanaan yaitu konservatif atau medika
mentosa pada tipe benigna dan pembedahan mastoidektomi pada tipe maligna.
Masalah yang muncul pada klien adalah adanya nyeri yang hebat sehingga
menggangu aktivitas dan istirahat, penurunan fungsi pendengaran dan kurang
pengetahuan serta resiko terjadinya infeksi berulang akibat pengobatan yang tidak
tuntas.
D. Kritik dan Saran Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kesalahan maupun ke khilafan dalam penulisan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian supaya makalah ini sempurna di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
xxii
DAFTAR PUSTAKA
Huda Nurarif S.Kep.Ns, Amin.kusuma S.Kep, Hardhi, 2013. Aplikasi Asuhan keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Jilid 1, Yogyakarta, Mediaction.
Mansjoer, Arif, dkk, (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aesculapius
Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001.
xxiii