i EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika Oleh : Yusak Sugiato NIM S850907128 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
180
Embed
Oleh : Yusak Sugiato PROGRAM STUDI PENDIDIKAN … · vi 6. Kepala Dinas Dikpora Kota Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 7. Kepala SMK Negeri 4, SMK Negeri 8, SMK Marsudirini
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
i
EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh :Yusak Sugiato NIM S850907128
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
P R O G R A M P A S C A S A R J A N A
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
Disusun oleh:
Yusak Sugiato
NIM S850907128
Telah disetuji oleh tim PembimbingPada Tanggal : ……………………..
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. Drs. Suyono, M.SiNIP. 130794455 NIP. 130529726
MengetahuiKetua Program Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si.NIP. 132046017
iii
EFEKTIVITAS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK
DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL SISWA SMK
Disusun oleh:
Yusak Sugiato
NIM S850907128
Telah Disetujui dan Disahkan oleh Tim Penguji
Pada Tanggal :.................................
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua Dr. Mardiyana, M. Si. ..............................
Sekretaris Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M. Pd. ..............................
Anggota Penguji :
1. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. ..............................
Yusak Sugiato, S850907128. 2008. Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa SMK. Tesis: Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mana yang lebih baik antara pembelajaran matematika yang menggunakan pendekatan matematika realistik dengan pendekatan konvensional, (2) perbedaan prestasi belajar matematika pada siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah, (3) apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan prestasi antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.
Penelitian ini termasuk eksperimen semu yang dilakukan di tingkat XI SMK kelompok pariwisata kota Surakarta pada semester pertama tahun pelajaran 2008/2009. Data penelitian ini berujud skor kemampuan awal topik barisan dan deret untuk variabel kemampuan awal dan nilai prestasi belajar topik barisan dan deret aritmetika untuk variabel prestasi belajar matematika. Teknik pengambilan sampel penelitian dilakukan dengan cluster random sampling. Pengumpulan data penelitian dilakukan melalui observasi dan tes obyektif. Teknik analisis data menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dilanjutkan dengan metode Sceffe’ sebagai uji lanjut pasca anava.
Berdasar hasil analisis variansi dua jalan sel tak sama dengan taraf signifikansi 0,05 maka dapat disimpulkan: (1) prestasi belajar matematika dengan pendekatan matematika realistik lebih baik dari pada prestasi belajar dengan pendekatan konvensional (Fa =6,238>3,84=Ftabel, .1X =6,3681 dan .2X =5,6884)(2) terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antar siswa berkemampuan awal tinggi, berkemampuan awal sedang dan berkemampuan awal rendah (Fb
=4,009>3,00= Ftabel) (3) perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan.( Fab =0,076 < 3,00 = Ftabel)
Berdasar perhitungan komparasi ganda antar kolom dengan taraf signifikansi 0,05 diperoleh F.1-.2 = 3,0943 < 6,00 = Ftabel; F.1-.3 = 11,3170 > 6,00 = Ftabel; F.2-.3 = 4,0817 < 6,00 = Ftabel dan 1.X =6,5132; 2.X =6,0538; 3.X =5,5263 maka dapat disimpulkan prestasi siswa berkemampuan awal tinggi sama dengan siswa berkemampuan awal sedang tetapi lebih baik dari siswa berkemampuan awal rendah dan siswa berkemampuan awal sedang sama dengan siswa berkemampuan awal rendah.
xii
ABSTRACT
Yusak Sugiato, S85090128. 2008. The effectiveness of Realistic Mathematic Approach in improving the Students’ achievement in learning Mathematic viewed from the Prior Competence of SMK students. Thesis: Mathematic Education Department, Post Graduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta.
This research was aimed to know: (1) which one was better between Realistic Mathematic Approach and Conventional Approach in learning mathematic; (2) the difference achievement on learning mathematic of students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence; (3) knowing whether the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach.
The research was included on apparent experiment which was done in SMK of Tourism grade XI in Surakarta on the first semester term 2008/2009. The data of the research was gathered from the score of the prior competence of the arithmetical progression as variable of prior competence and the achievement score of learning the arithmetical progression as the variable of achievement in learning mathematic. The technique of analyzing data was by using two ways analysis with difference cells.
Based on the two ways variant analysis with different cells and the significance level 0.05. It can be concluded that (1) the achievement of learning mathematic under realistic mathematic approach was better than the achievement of learning mathematic under conventional approach (Fa =6.238>3.84=Ftable,
.1X =6.3681 and .2X =5,6884), (2) there was a difference in the achievement in learning mathematic of the students with high prior competence, fairly prior competence, and low prior competence (Fb=4.009>3.00=Ftable), (3) the difference between the learning approach consistent toward each level of prior competence and whether the difference between each level of prior competence consistent toward each type of learning approach (Fab=0.076<3.00=Ftable)
Based on the double comparison accounting of the columns with the significance level 0.05, obtaned F.1-.2 =3.0943<6.00=Ftable; F.2-.3
=4.0817<6.00=Ftable; F.1-.3 =11.3170>6.00 =Ftable; and 1.X =6.5132; 2.X =6.0538;
3.X =5.5263 the result was meaned the achievement in learning mathematic of the students with high prior competence was the same as the students with fairly prior competence, and the achievement on learning mathematic of the students with fairly prior competence was the same as the students with low prior knowledge; and the achievement on learning mathematic of the students with high prior competence was better than the students with low prior competence.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada umumnya orang berpendapat bahwa mutu pendidikan di Indonesia
belum memuaskan jika dibandingkan dengan negara lain misalnya Singapura,
Malaysia dan Thailand. Rendahnya mutu pendidikan dapat dilihat dari prestasi
mata pelajaran tertentu misalnya mata pelajaran matematika. Pernyataan tersebut
didukung dengan informasi Programme for International Student Assessment
(PISA) 2003. Prestasi matematika Indonesia berada di peringkat 39 dari 41 negara
yang disurvei, dibawah Thailand yang menduduki peringkat 32. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMMS) yang dipublikasikan 26 desember 2006, jumlah jam pelajaran
matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan Malaysia dan Singapura.
Dalam satu tahun, siswa kelas VIII di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam
pelajaran matematika, di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112
jam. Dalam realitas, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara
tersebut. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya menembus skor rata-rata 411.
Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapuran605a(400=rendah, 475 =
menengah, 550= tinggi, dan 625 = tingkat lanjut) (TohiraZainurie,12007). Melihat
data di atas berarti waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah
sangatakontradiksiadenganaprestasiayangadiraih.
2
Pada tingkat kota prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar
matematika SMK kelompok Pariwisata juga belum memuaskan. Hal tersebut
terlihat dari rerata nilai ujian nasional cenderung menurun dari tahun ke tahun, hal
tersebut terlihat jelas pada Tabel 1.1. Rerata nilai matematika tahun pelajaran
2005/2006 sebesar 7,89 turun menjadi 6,55 pada tahun pelajaran 2006/2007. Dari
tabel tersebut juga terlihat nilai rerata beberapa sekolah di bawah enam bahkan
kurang dari lima.
Tabel 1.1
Hasil Ujian Nasional Mata Pelajaran Matematika
SMK Pariwisata - Kota SurakartaTP
2005/2006TP
2006/2007Rerata
No Nama SekolahN JP N JP 2 th
1 SMK KASATRIYAN 8,45 309 8,41 306 8,43
2 SMK 4 8,04 241 7,68 228 7,86
3 SMK 7 8,61 174 5,1 133 7,09
4 SMK 9 7,82 266 5,78 212 6,92
5 SMK SAHID 8,00 193 5,15 125 6,88
6 SMK 8 7,36 140 6,01 140 6,69
7 SMK KRISTEN 6,33 50 5,05 55 5,66
8 SMK MARGANINGSIH 5,78 66 5,44 58 5,62
9 SMK JAYA WISATA 6,49 33 4,56 38 5,46
Rerata Total 7,89 6,55
Keterangan :
N = Nilai Rerata persekolah
JP= Jumlah Peserta Ujian Nasional
(Sumber : www.puspendik.com)
3
Sutriyono (1998:2) menyatakan nilai rata-rata Matematika yang rendah
dapat terjadi karena kemampuan siswa di bidang matematika rendah, dapat juga
terjadi karena tuntutan kurikulum yang berlebihan, materi dengan tingkat
kesulitan tinggi, sistem evaluasi yang tidak realistis atau karena proses
pembelajaran yang tidak mendukung siswa untuk memahami materi secara
maksimal. Rendahnya prestasi belajar khususnya prestasi belajar matematika
dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam siswa misalnya: intelegensi,
sikap, minat dan motivasi siswa. Faktor dari luar siswa juga mempengaruhi
prestasi belajar siswa misalnya: lingkungan sosial yang terdiri dari guru, orang
tua, saudara, teman dan tetangga. Selain faktor dari dalam dan dari luar siswa
faktor pendekatan belajar juga mempengaruhi rendahnya prestasi belajar
matematika (Muhibbin Syah, 2003:132).
Menyadari permasalahan mutu pendidikan khususnya pendidikan
matematika, maka pemerintah bersama para ahli pendidikan, berusaha untuk lebih
meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan mutu
pendidikan matematika di Indonesia telah banyak dilakukan oleh pemerintah dan
berbagai pihak yang peduli terhadap matematika. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah pemilihan pendekatan pembelajaran yang tepat dalam menyajikan materi
pembelajaran kepada siswa yang karakteristiknya beraneka ragam. Dengan
pemilihan pendekatan yang tepat diharapkan menumbuhkan minat siswa terhadap
matematika dan akhirnya prestasi belajar matematika juga meningkat.
Melihat pentingnya pendekatan pembelajaran sebagai salah satu faktor
penentu keberhasilan siswa dalam bidang matematika, pemerintah telah beberapa
4
kali membuat model kurikulum yang sesuai tuntutan zaman antara lain CBSA,
KBK, KTSP. Pada dasarnya model kurikulum tersebut menuntut pendekatan
pengajaran yang berbeda, namun pelaksanaan di lapangan pendekatan
konvensional dengan metode ceramah masih dianggap satu-satunya pendekatan
pembelajaran yang ampuh. Padahal pendekatan konvensional menyebabkan minat
siswa terhadap matematika rendah karena dengan pendekatan ini matematika
hanyalah kumpulan rumus yang harus dihafalkan siswa. Dengan pendekatan
konvensional siswa hanya cenderung menghafal bukan memahami, sehingga
pengetahuan yang diperoleh akan mudah terlupakan.
Topik barisan dan deret merupakan topik yang lebh mudah jika
dibandingkan dengan topik lain misalnya logaritma dan bilangan berpangkat,
namun dengan pendekatan konvensional topik barisan dan deret merupakan
kumpulan rumus-rumus yang tidak dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
yang akhirnya menyebabkan prestasi belajar topik barisan dan deret tidak optimal.
Oleh karena itu perlu dipilih pendekatan yang tepat sehingga topik ini menjadi
topik yang menarik dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika khususnya prestasi belajar
barisan dan deret.
Salah satu pendekatan pembelajaran yang mengaitkan pengalaman
kehidupan sehari-hari dengan konsep yang dipelajari adalah pendekatan
matematika realistik. Dengan pendekatan ini diharapkan pengalaman kehidupan
sehari-hari dapat dikaitkan dengan konsep barisan dan deret yang akhirnya
5
meningkatkan pemahaman konsep barisan dan deret. Pemahaman konsep yang
baik akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Daya saing yang semakin ketat saat ini, mengharuskan setiap siswa SMK
memiliki kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis, dan kreatif Pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan matematika realistik membuat pembelajaran
lebih bermakna dan menyenangkan serta memberi kesempatan siswa untuk
menyelesaikan masalah secara mandiri, kemudian mendiskusikan dengan teman
atau guru. Hal ini akan melatih siswa untuk berpikir kritis, sistematis, logis dan
kreatif. Kemampuan berpikir kritis, sistematis, logis dan kreatif akan membekali
siswa SMK dikemudian hari.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang tersebut maka dapat diidentifikasi permasalahan
sebagai berikut:
1. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika disebabkan oleh
kemampuan awal anak yang rendah sehingga untuk mengikuti pengajaran
yang selanjutnya mengalami hambatan. Terkait dengan hal tersebut, perlu
dilakukan penelitian yang menunjukkan pengaruh kemampuan awal terhadap
prestasi belajar siswa atau peserta didik.
2. Rendahnya prestasi belajar matematika mungkin dipengaruhi oleh pendekatan
belajar konvensional yaitu ceramah yang masih mendominasi pembelajaran.
Penggunaan ceramah tidak selalu dapat menanamkan berbagai konsep
matematika secara mendalam. Terkait dengan masalah tersebut perlu
dilakukan penelitian yang membandingkan metode ceramah dengan metode
6
pembelajaran lain yang lebih menarik dan sesuai dengan karakteristik siswa
dan karakteristik topik yang sedang diajarkan.
3. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi oleh
minat siswa rendah terhadap pelajaran matematika. Oleh sebab itu perlu
diadakan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh minat siswa terhadap
prestasi matematika
4. Terdapat kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika dipengaruhi
oleh peran orang tua. Orang tua terlalu percaya akan apa yang diperoleh siswa
di sekolah dan tidak memperhatikan pendampingan belajar anak di rumah.
Berdasar hal tersebut penelitian tentang pengaruh pendampingan orang tua
terhadap prestasi belajar anak
5. Keadaan ekonomi orang tua juga dimungkinkan berpengaruh terhadap prestasi
belajar matematika anaknya, sehingga perlu dilakukan penelitian yang melihat
hubungan keadaan ekonomi orang tua dengan prestasi siswa.
6. Lingkungan belajar siswa di rumah juga dimungkinkan berpengaruh terhadap
prestasi belajar Matematika. Penelitian yang relevan dengan hal ini perlu
dilakukan untuk melihat pengaruh lingkungan terhadap prestasi belajar
khususnya prestasi belajar matematika.
C. Pembatasan Masalah
Karena keterbatasan peneliti, maka dari enam masalah yang sudah
diidentifikasi di atas dipilih masalah pertama dan kedua, agar penelitian terarah
dan lebih mendalam maka diperlukan pembatasan masalah sebagai berikut:
7
1. Penelitian dilakukan pada siswa tingkat XI semester gasal tahun pelajaran
2008/2009 SMK kelompok Pariwisata kota Surakarta.
2. Pendekatan pembelajaran yang dibandingkan adalah pendekatan Matematika
Realistik dan pembelajaran konvensional dalam hal ini adalah ceramah.
3. Kemampuan awal siswa dilihat dari hasil test kemampuan awal matematika
pokok bahasan Pola bilangan, Barisan dan deret .
4. Kemampuan awal siswa dikelompokkan menjadi kamampuan awal rendah,
kemampuan awal sedang dan kemampuan awal tinggi.
5. Prestasi Belajar matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah
prestasi belajar matematika dengan topik barisan dan deret aritmetika karena
topik ini menjadi dasar topik-topik lain
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi masalah, dirumuskan masalah penelitian sebagai
berikut :
1. Apakah siswa yang diajar dengan pendekatan Matematika Realistik
mempunyai prestasi belajar lebih baik dari siswa yang diajar dengan
menggunakan pendekatan konvensional baik secara umum maupun pada
masing-masing tingkat kemampuan awal?
2. Apakah siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa yang berkemampuan awal
sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik dibandingkan
dengan siswa-siswa yang berkemampuan awal rendah?
8
3. Apakah perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran
konsisten pada tiap-tiap kemampuan awal dan apakah perbedaan antara
masing-masing kemampuan awal konsisten pada setiap jenis pendekatan?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan bagi pihak-pihak
yang berwenang sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Secara rinci tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran dengan
pendekatan matematika realistik dengan prestasi belajar siswa yang
menggunakan pendekatan konvensional pada pembelajaran matematika
dengan topik barisan dan deret aritmetika.
2. Perbedaan prestasi belajar siswa berkemampuan awal rendah, siswa
berkemampuan awal sedang dan siswa berkemampuan awal tinggi yang
mengikuti pembelajaran dengan topik barisan dan deret aritmetika.
3. Perbedaan prestasi antara masing-masing pendekatan pembelajaran pada tiap-
tiap kemampuan awal dan perbedaan antara masing-masing kemampuan
awal pada setiap jenis pendekatan
F. Manfaat Penelitian1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini dapat bermanfaat melengkapi hasil
penelitian lain di bidang pendidikan khususnya pendidikan matematika.
Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini dapat dijadikan rujukan dalam
pembelajaran barisan dan deret yang akhirnya dikembangkan untuk topik lain.
2. Manfaat Praktis
9
a. Bagi Guru
Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan alternatif pemilihan
pendekatan dalam pembelajaran matematika topik barisan dan deret
aritmetika.
Guru dapat menambah wawasan dalam rangka perubahan paradigma
mengajar dengan guru sebagai subyek ke siswa sebagai subyek dalam
pelaksanaan pembelajaran khususnya pembelajaran matematika.
Guru lebih mengenal lebih jauh tentang pendekatan matematika
realistik dan implementasinya dalam pembelajaran.
b. Bagi Siswa
Siswa mendapat pengalaman baru dalam pembelajaran matematika
yaitu pembelajaran dengan pendekatan matematika realistik sehingga
dapat meningkatkan prestasi belajar matematika mereka.
Siswa diharapkan lebih termotivasi dalam mengikuti pembelajaran
matematika
Dengan hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman siswa
tentang konsep barisan dan deret aritmetika.
c. Bagi Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi peneliti
lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang pendekatan
matematika realistik.
10
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Prestasi Belajar Matematika
Untuk memahami pengertian prestasi belajar matematika, akan diuraikan
istilah prestasi, belajar, dan matematika.
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai atau dilakukan, baik berupa
ketrampilan, sikap maupun tingkah laku (Poerwadarminta, 1994:62). Prestasi
dapat juga dikatakan sebagai hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan,
diciptakan, baik secara individual maupun secara kelompok
(Syaiful Djamarah, 1994:19).
Pengertian belajar erat hubungannya dengan teori belajar, beberapa teori
belajar antara lain adalah :
a. Teori Behaviorisme
Dalam teori ini manusia adalah sebagai produk lingkungan.
Kepribadian manusia dibentuk oleh lingkungan. teori ini selanjutnya dikenal
dengan nama teori belajar Stimulus Respon karena dikatakan sebagai proses
hubungan langsung antara stimulus yang datang dengan respon yang
ditampilkan oleh individu. Respon tertentu akan muncul dari individu jika
diberi stimulus dari luar. Orang akan bereaksi jika diberikan rangsangan oleh
lingkungan luarnya. Demikian juga stimulus dilakukan secara terus menerus
dan dalam waktu yang lama, akan berakibat pada berubahnya perilaku
individu (Dian Yuanita, 2007:1). Thorndike dalam Dian Yuanita (2007:1)
11
menyatakan bahwa syarat terjadinya proses belajar dalam pola hubungan
stimulus respon ini adalah adanya unsur: dorongan (drive), rangsangan
(stimulus), respons, dan penguatan (reinforcement). Berdasar teori ini belajar
adalah peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa-peristiwa
yang disebut stimulus dan respon. Stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme
untuk beraksi atau berbuat sedangkan respon adalah sembarang tingkah laku
yang dimunculkan karena adanya perangsang.
Pandangan behaviorisme tentang belajar dalam Herman Hudoyo
(2005:19) adalah kegiatan yang berlangsung dalam mental seseorang sehingga
terjadi perubahan tingkah laku. Kegiatan dalam mental sehingga terjadi
perubahan tingkah laku itu bergantung kepada perolehan pengalaman
seseorang. Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah
penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk
melalaui stimulus-respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner
membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan
negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya
pengulangan tingkah laku, sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan
perilaku berkurang atau menghilang. Menurut Bandura dalam Bimo Walgito
(2004:175) belajar adalah proses perubahan perilaku yang dibentuk melalui
umpan balik informatif yang dihasilkan oleh perilaku langsung individu dalam
interaksinya dengan lingkungannya, misalnya melalui melihat, mengamati,
dan bahkan meniru orang lain di sekitarnya. Dengan demikian maka peristiwa
12
belajar bisa menyenangkan, menyedihkan, atau bisa apa saja sesuai dengan
kondisi mental orang yang sedang belajar tadi. Teori ini menjadikan pola
pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered learning), bersifat
mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan diukur
(Yansen Marpaung. 2003:2).
b. Teori Humanisme
Menurut teori ini, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika si pelajar telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus
berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-
baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya, bukan sudut pandang pengamatnya. Para ahli humanistik
melihat adanya dua bagian pada proses belajar, yakni: (1) proses pemerolehan
informasi baru, (2) personalisasi informasi ini pada individu. Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang
tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa
matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan
terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus
mempelajarinya (Dian Yuanita, 2007:2)
c. Teori Konstruktivisme
Menurut Glasersfeld dalam Sutriyono (1998:4) tentang teori belajar
konstruktivisme, belajar merupakan proses aktif untuk mengembangkan
skemata, sehingga pengetahuan yang terdiri dari konsep-konsep dan prinsip-
13
prinsip terkait satu sama lain bagaikan “jaringan laba-laba” tidak sekadar
tersusun herarkis. Belajar juga dapat dikatakan sebagai aktifitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan dan
nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1991:36). Dalam
Konstruktivisme, belajar efektif adalah belajar yang bermakna. Agar
bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi
harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab,
Suherman, 2008). Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) dan Peter Sheal
(1989) dalam Erman Suherman (2008) mengemukakan bahwa kebermaknaan
belajar tergantung bagaimana belajar. Jika belajar hanya dngan membaca
kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%,
mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai
70 %, dan belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan bisa mencapai
90%.
Adapun pengertian belajar menurut Klein (1996:2):
Learning can be defined as an experiential process resulting in a relatively permanent change in behavior that cannot be explained by temporary states , maturation , or innate response tendencies.
Yang dapat diartikan belajar adalah sebuah proses pengalaman yang
menghasilkan perubahan yang relatif permanen dalam tingkah laku. Perubahan
oleh keadaan sementara, kematangan atau kecenderungan respon bawaan tidak
dapat dikatakan sebagai belajar.
14
Menurut Biggs dalam Muhibbin Syah (2003:67) belajar dapat dapat
didefinisikan dalam tiga rumusan yaitu: (1) Secara kuantitatif, belajar berarti
kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta
sebanyak-banyaknya. Jadi belajar dipandang dari sudut berapa banyak materi
yang dikuasai siswa. (2) Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar
dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan siswa atas
materi-materi yang telah dipelajari, siswa yang telah belajar dapat diketahui dalam
hubungannya dengan proses mengajar yang kemudian dinyatakan dalam bentuk
skor atau nilai. (3) Secara kualitatif (tinjauan mutu) ialah proses memperoleh arti-
arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling
siswa. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan
tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan
nanti dihadapi siswa.
Berdasar teori-teori belajar dan pengertian belajar di atas, belajar adalah
aktifitas mental yang berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan
lingkungan, dan menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
ketrampilan dan nilai sikap yang relatif konstan dan berbekas, sehingga dapat
memecahkan masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi.
Proses belajar harus mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga
potensi dirinya (kognitif, afektif, dan psikomotor) dapat berkembang dengan
maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan
pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa
15
untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan
membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya.
Matematika dapat disajikan dengan definisi atau pengertian:
(1) Cabang ilmu pengetahan eksak dan terorganisir secara sistematik (2)
Pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi (3) Pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan (4) Pengetahuan tentang fakta-fakta
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk (5) Pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik (6) Pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (R.
Soedjadi, 2000:11). Matematika adalah pengetahuan yang berpola dan herarkis,
cara berpikir matematika adalah deduktif, abstrak dan generalisasi (Herman
Hudoyo, 2005:38).
Jadi matematika merupakan suatu sistem yang mengandung konsep-
konsep abstrak, memerlukan suatu simbol untuk membentuk suatu konsep baru.
Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya pemahaman konsep sebelumnya,
sehingga konsep matematika tersusun secara hirarkis. Suatu kebenaran
matematika dikembangkan berdasar dengan alasan yang logis.
Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke
pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun
struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi
dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Sutriyono,
2001:5)
16
Pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak
secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Pembelajaran matematika di sekolah dapat
efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran matematika
memperhatikan konteks siswa. Konteks nyata dari kehidupan siswa yang
mencakup latar belakang keluarga, keadaan sosial, politik, ekonomi, budaya, dan
kenyataan-kenyataan hidup yang lain. Pengertian-pengertian yang dibawa siswa
ketika memulai proses belajar, pendapat dan pemahaman yang diperoleh dari studi
sebelumnya atau dari lingkungan hidup mereka, juga perasaan, sikap dan nilai-
nilai yang diyakini, itu semua merupakan konteks nyata siswa (Drost dalam H.J.
Sriyanto, 2008).
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam
teori belajar konstruktivisme, Hanbury dalam Tohir Zainurie (2007)
mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran
matematika, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) matematika menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan
ilmu pengetahuan dengan temannya.
Dari beberapa pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar
matematika yang mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih
memfokuskan pada kesuksesan siswa dalam mengorganisasikan pengalaman
mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas apa yang telah diperintahkan
17
dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa lebih diutamakan untuk
mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi dan akomodasi.
Prestasi belajar merupakan suatu ukuran keberhasilan siswa setelah
mengalami proses belajar. Menurut S. Nasution (2000:21) prestasi belajar adalah
hasil belajar dari suatu individu, individu tersebut berinteraksi secara aktif dan
positif dengan lingkungannya.
Prestasi belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi yang berupa kecakapan, sikap,
kebiasaan, kepandaian atau suatu pengertian (Ngalim Purwanto, 1994:84)
Selanjutnya Buchori (1985:91) menyatakan prestasi belajar adalah hasil
yang dicapai atau ditunjukkan oleh siswa sebagai hasil belajar, baik buruknya
angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai
siswa dalam periode tertentu.
Dengan demikian, maka prestasi belajar matematika adalah hasil belajar
yang dicapai oleh siswa setelah mempelajari matematika dalam selang waktu
tertentu. Prestasi belajar matematika merupakan patokan yang dapat menunjukkan
kemampuan siswa dan dapat memberikan informasi yang berhubungan dengan
keberhasilan pendidikan.
2. Pendekatan Realistik dalam Pembelajaran Matematika
Orientasi pendidikan kita mempunyai ciri: (1) cenderung memperlakukan
peserta didik berstatus sebagai obyek, (2) guru berfungsi sebagai pemegang
otoritas tertinggi keilmuan dan indoktriner, (3) materi bersifat subject-oriented;
dan (4)manajemen bersifat sentralistis. Orientasi pendidikan yang demikian
18
menyebabkan praktik pendidikan kita mengisolir diri dari kehidupan riil yang ada
di luar sekolah, kurang relevan antara apa yang diajarkan dengan kebutuhan
pekerjaan, terlalu terkonsentrasi pada pengembangan intelektual yang tidak
berjalan dengan pengembangan individu sebagai satu kesatuan yang utuh dan
berkepribadian (Sutarto Hadi, 2003:2).
Paradigma baru pendidikan menekankan bahwa proses pendidikan formal
sistem persekolahan harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Zamroni dalam
Sutarto Hadi, 2003:2): (1) Pendidikan lebih menekankan pada proses
pembelajaran (learning) daripada mengajar (teaching), (2) Pendidikan diorganisir
dalam suatu struktur yang fleksibel (3) Pendidikan memperlakukan peserta didik
sebagai individu yang memiliki karakteristik khusus dan mandiri; dan (4)
Pendidikan merupakan proses yang berkesinambungan dan senantiasa berinteraksi
dengan lingkungan.
Teori Pendidikan Matematika Realistik (PMR) sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti konstruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (cotextual teaching and learning, disingkat CTL). Pendekatan
konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, sedangkan PMR
adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk matematika.
Konsep PMR sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan daya
nalar. PMR mempunyai konsepsi tentang siswa sebagai berikut: (1) siswa
memiliki seperangkat konsep tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi
19
belajar selanjutnya, (2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
pengetahuan itu untuk dirinya sendiri, (3) pembentukan pengetahuan merupakan
proses perubahan yang meliputi penambahan, kreasi, modifikasi,penghalusan,
penyusunan kembali, dan penolakan, (4) pengetahuan baru yang dibangun oleh
siswa untuk dirinya sendiri berasal dari seperangkat ragam pengalaman, (5) setiap
siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematik.
Kata realistik diambil dari salah satu diantara empat pendekatan dalam
pendidikan matematika. Menurut klasifikasi Treffers yaitu mekanistik, empirik,
strukturalistik dan realistik. (Yansen Marpaung, 2001:2). Mekanistik artinya cara
mengerjakan suatu masalah secara teratur, empirik artinya berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, strukturalistik artinya
cara menyusun suatu konsep atau unsur-unsur dengan pola tertentu dan realistik
artinya bersifat nyata. Pada pendidikan matematika dua komponen matematisi
yaitu matematisi horizontal dan matematisi vertikal. Perbedaan dari keempat
pendekatan itu ditentukan sejauh mana mereka menggunakan kedua komponen
itu. Pendekatan strukturalistik lebih menekankan struktur dalam suatu cabang
matematika yaitu mempelajari matematika dalam arah vertikal. Pendekatan
realistik selain mempelajari dalam arah vertikal juga mempelajari dalam arah
horizontal yaitu hubungan antara konsep-konsep dalam beberapa cabang
matematika. Pendekatan mekanistik tidak memuat kedua komponen matematisi
itu, sedangkan pendekatan empirik hanya memuat komponen horizontal saja.
20
Pembelajaran Matematika Realistik di sekolah dilaksanakan dengan
menempatkan realitas dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran.
Masalah-masalah yang nyata atau yang telah dikuasai atau dapat dibayangkan
dengan baik oleh siswa dan digunakan sebagai sumber munculnya konsep atau
pengertian-pengertian matematika yang semakin meningkat. Jadi pembelajaran
tidak mulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan selanjutnya diikuti dengan
contoh-contoh, namun sifat, definisi, teorema itu diharapkan “seolah-olah
ditemukan kembali” oleh siswa (R. Soedjadi, 2001: 2). Jelas bahwa dalam
pembelajaran matematika realistik siswa ditantang untuk aktif bekerja bahkan
diharapkan agar dapat mengkonstruksi atau membangun sendiri pengetahuan yang
akan diperolehnya.
Gravermeijer (dalam Yansen Marpaung, 2001), ide utama dari RME
adalah siswa harus diberi kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika dengan bimbingan orang dewasa. Usaha untuk membangun kembali
ide dan konsep matematika tersebut melalui penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan-persoalan realistik. Realistik dalam pengertian bahwa tidak hanya
situasi yang ada di dunia nyata, tetapi juga dengan masalah yang dapat mereka
bayangkan.
Menurut Gravemeijer dalam Tohir Zainurie (2007) menyatakan: prinsip
RME adalah: (a) reinvensi terbimbing dan matematisi progresif, (b)fenomena
deduktif dan (c) dari informal ke formal, model menjembatani lubang antara
pengetahuan informal dan matematika formal. RME di Indonesia diadaptasi
dengan nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Karena PMRI
21
merupakan adaptasi MRE di Indonesia maka ketiga prinsip itu ada dalam PMRI
yang dijabarkan menjadi sepuluh karakteristik PMRI yaitu :
a. Murid aktif, guru aktif
b. Pembelajaran sedapat mungkin dimulai dengan masalah-masalah dengan cara
sendiri.
c. Guru memberi kesempatan pada siswa menyelesaikan masalah dengan cara
sendiri.
d. Guru menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan.
e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok atau secara individual.
f. Pembelajaran tidak selalu di kelas
g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negoisasi, baik antara guru dan
siswa, maupun antara siswa dengan siswa.
h. Siswa bebas memilih representasi yang sesuai dengan struktur kognitifnya
sewaktu menyelesaikan masalah.
i. Guru bertindak sebagai fasilitator
j. Menghargai pendapat siswa, termasuk pendapat itu betul atau salah
(Yansen Marpaung: 2003)
Pada pembelajaran dengan pendekatan PMRI ada 5 tahapan yang perlu
dilalui oleh siswa, yaitu: Penyelesaian masalah, Penalaran, Komunikasi,
Kepercayaan diri, dan Representasi.
Pada tahap penyelesaian masalah, siswa diajak mengerjakan soal-soal
dengan menggunakan langkah-langkah sendiri. Dan yang patut dihargai ialah
bahwa penggunaan langkah ini tidak berlaku baku/sama seperti yang dipakai pada
22
buku atau yang digunakan guru. Siswa dapat menggunakan cara/metode yang
ditemukan sendiri, yang bahkan sangat berbeda dengan cara/metode yang dipakai
oleh buku atau oleh guru.
Pada tahap penalaran, siswa dilatih untuk bernalar dalam mengerjakan
setiap soal yang dikerjakan. Artinya, pada tahap ini siswa harus dapat
mempertanggungjawabkan cara/metode yang dipakainya dalam mengerjakan tiap
soal.
Pada tahap komunikasi, siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan
jawaban yang dipilih pada teman-temannya. Siswa berhak pula menyanggah
(menolak) jawaban milik teman yang dianggap tidak sesuai dengan pendapatnya
sendiri.
Pada tahap kepercayaan diri, siswa diharapkan mampu melatih
kepercayaan diri dengan cara mau menyampaikan jawaban soal yang
diperolehnya kepada kawan-kawannya dengan berani maju ke depan kelas. Dan
seandainya jawaban yang dipilihnya berbeda dengan jawaban teman, siswa
diharapkan mau menyampaikannya dengan penuh tanggungjawab dan berani baik
secara lisan maupun secara tertulis.
Pada tahap representasi, siswa memperoleh kebebasan untuk memilih
bentuk representasi yang dia inginkan (benda konkrit, gambar atau lambang-
lambang matematika) untuk menyajikan atau menyelesaikan masalah yang dia
hadapi. Dia membangun penalarannya, kepercayaan dirinya melalui bentuk
representasi yang dipilihnya.
23
Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI sangat komprehensif.
Artinya, penyajian materi pelajaran selalu dihubungkan dengan materi lain. Ketika
siswa mengerjakan suatu soal, dia selalu berpikir tentang kaitan suatu soal dengan
soal yang sudah pernah dia selesaikan, atau antara suatu meteri baru dengan
materi lama yang pernah dia pelajari. Dengan demikian, siswa yang sudah dapat
mengerjakan suatu soal sebelumnya, besar kemungkinannya dapat mengerjakan
soal yang dia sedang dihadapinya.
Pelajaran matematika dengan pendekatan PMRI bersifat integral, artinya
pelajaran matematika dapat dihubungkan langsung dengan pelajaran lain. (M.I.
Sri Rahayu, 2002)
Dalam pembelajaran matematika realistik, kegiatan inti diawali dengan
masalah kontekstual, siswa aktif, siswa dapat mengeluarkan ide-idenya, siswa
mendiskusikan dan membandingkan jawabannya dengan temannya. Dimana guru
memfasilitasi diskusi dengan teman sebangkunya dan mengarahkan siswa untuk
memilih suatu jawaban yang benar. Selanjutnya guru dapat meminta beberapa
siswa untuk mengungkapkan jawabannya. Melalui diskusi kelas jawaban siswa
dibahas/dibandingkan. Dan guru membantu menganalisa jawaban-jawaban siswa.
Jawaban siswa mungkin tidak ada yang benar, mungkin semuanya benar atau
sebagian benar sebagian salah. Jika jawaban benar maka guru hanya menegaskan
jawaban tersebut. Jika jawaban salah guru secara tidak langsung memberitahu
letak kesalahan siswa yaitu dengan mengajukan pertanyaan kepada siswa yang
menjawab soal atau siswa lainnya. Selanjutnya siswa dapat memperbaiki
jawabannya dari hasil diskusi, guru mengarahkan siswa untuk menarik
24
kesimpulan.
Adapun implementasi matematika realistik dalam kelas dapat dilihat pada Tabel
2.1 berikut.
Tabel 2.1
Implementasi Matematika Realistik
No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
1. Guru memberi siswa masalah
kontekstual
Siswa secara individu atau
kelompok mengerjakan masalah
dengan strategi-strategi informal
2. Guru merespon secara positif
jawaban siswa. Siswa diberi
kesempatan untuk memikirkan
strategi yang paling efektif
Siswa memikirkan strategi yang
efektif untuk memberikan jawaban
3. Guru mengarahkan siswa pada
beberapa masalah kontekstual dan
selanjutnya meminta siswa untuk
mengerjakan dengan pengalaman
mereka
Siswa secara mandiri atau
berkelompok menyelesaiakan
masalah tersebut
4. Guru mengelilingi siswa serta
memberikan bantuan seperlunya
Beberapa siswa mengerjakan
dipapan tulis. Melalui diskusi
kelas jawaban siswa
dikonfrontasikan
25
No. Aktivitas Guru Aktivitas Siswa
5. Guru mengarahkan siswa untuk
menarik kesimpulan
Siswa merumuskan bentuk
matematika formal
6. Guru memberikan pekerjaan
rumah
Siswa mengerjakan pekerjaan
rumah dan menyerahkan pekerjaan
tersebut kepada guru
(Suharto dalam Kadir, 2005:10)
3. Pembelajaran Konvensional
Menurut E.T. Ruseffendi (1992:74) pembelajaran konvensional pada
umumnya mempunyai kekhasan tertentu, misalnya dalam pembelajaran lebih
mengutamakan hafalan daripada pengertian, mengutamakan ketrampilan
berhitung daripada pemahaman konsep, mengutamakan hasil dari proses belajar,
dan pembelajaran berpusat pada guru. Metode yang mendominasi adalah ceramah
dan ekspositori.
S.xNasution (2000:209) menyatakan ciri-ciri pembelajaran konvensional
adalah:
1) Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas. Kelas sebagai keseluruhan
tanpa memperhatikan individu siswa
2) Kegiatan umumnya berbentuk ceramah, tugas tertulis dan media lain menurut
pertimbangan guru.
3) Siswa umumnya bersifat pasif, karena yang utama adalah mendengarkan
uraian guru.
4) Kecepatan belajar siswa tergantung dari kecepatan guru mengajar.
26
5) Guru berfungsi sebagai penyebar atau penyalur pengetahuan atau sumber
informasi/pengetahuan
Pembelajaran konvensional menurut Johnson (2002:2) :
”Traditionally, education has emphasized the aguisition and manipulation of content. Students have memorized facts, figures, names, dates, places, and events; studied subjects in isolution from one another; and drilled in rote fashion to aquire basic writing and computing skill”
Dari pengertian tersebut pembelajaran konvensional menekankan
kemahiran dan manipulasi isi. Siswa mengingat fakta, tanggal, tempat, dan
kejadian; materi diajarkan secara terpisah satu sama lain; dan di drill dalam
bentuk hafalan untuk memperoleh dasar menulis dan keahlian menghitung.
Perbedaan Pembelajaran Realistik dan Konvensional ditunjukkan dalam
Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Perbedaan Antara Pendekatan Konvensional dan
Pendekatan Matematika Realistik
No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional
1. Mengutamakan hafalan Mengutamakan pengertian
2. Mengutamakan ketrampilan
berhitung
Mengutamakan pemahaman konsep
3. Mengutamakan hasil belajar Mengutamakan proses belajar
4. Guru berfungsi sebagai sumber
informasi pengetahuan
Guru bertindak sebagai fasilitator
5. Siswa pasif guru aktif Siswa aktif, guru aktif
27
No Pendekatan Realistik Pendekatan Konvensional
6. Terlalu terkonsentrasi pada
pengembangan intelektual
Pengembangan individu sebagai satu
kesatuan yang utuh dan berkepribadian
7. Kecepatan belajar siswa
tergantung dari kecepatan guru
Kecepatan belajar siswa tidak
tergantung dari kecepatan guru
4. Kemampuan Awal
Setiap individu mempunyai kemampuan belajar yang berlainan. Hal ini
perlu mendapatkan perhatian guru sebelum melaksanakan pembelajaran,
Toeti Sukamto (1997:38) berpendapat bahwa kemampuan awal siswa
adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa sebelum melaksanakan
pembelajaran. Sedangkan menurut Atwi Suparman (2001:120) kemampuan awal
adalah pengetahuan dan ketrampilan yang telah dimiliki siswa sehingga mereka
dapat mengikuti pelajaran dengan baik.
Driscoll dalam Mochtar Sanusi (2008:16) menyatakan: kemampuan awal
adalah kemampuan-kemampuan yang sudah dikuasai sebelum proses
pembelajaran pokok bahasan tertentu dimulai, mengaktifkan kemampuan awal
yang relevan merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan belajar yang
bermakna, dengan adanya kemampuan awal akan merupakan penyediaan landasan
dalam belajar hal-hal baru.
Paul Suparno (1997:55) berpendapat bahwa proses belajar adalah proses
membentuk dan mengubah skema. Adapun yang dimaksud skema adalah
abstraksi mental sesorang yang digunakan untuk mengerti sesuatu hal,
28
menemukan jalan keluar, ataupun memecahkan persoalan. Skemata disusun
dalam suatu jaringan hubungan konsep-konsep. Agar membentuk kerangka
pemkiran yang benar orang harus mengisi atribut skemanya dengan informasi
yang benar. Selanjutnya Paul Suparno menyatakan dalam proses belajar, orang
mengadakan perubahan skema dengan menambah, memperhalus, memperluas
atau mengubah sama sekali skema lama.
Dalam pembelajaran Matematika, konsep yang satu mendasari konsep
yang lain. Bila konsep A dan konsep B mendasari konsep C, maka konsep C tidak
mungkin dipelajari sebelum konsep A dan B dipelajari terlebih dahulu. Demikian
pula konsep D baru dapat dipelajari bila konsep C yang mendahuluinya sudah
dipahami dan seterusnya (Herman Hudoyo, 2005:27).
Dari pengertian di atas kemampuan awal matematika merupakan
akumulasi konsep-konsep yang akan digunakan untuk membantu siswa dalam
mempelajari konsep baru. Konsep baru tersebut terbentuk karena adanya
pemahaman konsep sebelumnya, sehingga konsep matematika tersusun secara
hirarkis.
Mengaktifkan kemampuan awal yang relevan sangat berpengaruh dalam
menghasilkan belajar yang bermakna. Oleh karena itu kemampuan awal menjadi
faktor yang berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Dengan
mengetahui kemampuan awal siswa guru dapat menentukan langkah-langkah
yang akan diambil untuk materi yang akan diajarkan. Pada penelitian ini
kemampuan awal siswa berupa pengetahuan prasyarat tentang barisan dan deret.
29
Dengan penguasaan kemampuan prasyarat tersebut diharapkan siswa akan
mengikuti pembelajaran barisan dan deret aritmetika dengan optimal.
5. Materi Pembelajaran Topik Barisan dan deret
a.. Barisan Aritmetika
Sebelum mempelajari barisan dan deret secara umum perlu diketahui
pengertian pola bilangan. Pola bilangan adalah salah satu cara menunjukkan
aturan suatu barisan bilangan. Barisan bilangan adalah sekumpulan bilangan
yang tersusun menurut pola tertentu. Setiap unsur bilangan dalam susunan
bilangan tersebut disebut suku barisan. Secara umum barisan bilangan dapat
ditulis sebagai berikut: U1, U2, U3, ..., Un–1, Un dengan U1 merupakan suku
ke-1, U2 merupakan suku ke-2, U3 merupakan suku ke-3, Un–1 merupakan
suku ke-(n–1) dan Un merupakan suku ke-n.
Barisan aritmetika adalah suatu barisan yang suku selanjutnya
diperoleh dengan cara menambahkan suatu konstanta pada suku sebelumnya.
Konstanta tersebut adalah beda dan dinyatakan dengan b. Bentuk umum
barisan aritmetika adalah: a, a+b, a+2b, a+3b,...,a+(n-1)b.
Jadi suku ke-n : Un=a+(n-1)b dengan Un adalah suku ke-n, dan
a suku pertama.
b. Deret Aritmetika
Deret aritmetika adalah jumlah n suku pertama pada barisan aritmetika.
Bila Sn menyatakan jumlah n suku pertama maka Sn=a+a+b+a+2b+...a+(n-1)b.
Secara umum Sn= ))1(2(2
bnan
atau Sn= )(2 n
Uan
n
(Heri Retnawati, 2008:
103-121)
30
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian Cholis Sa’dijah (1999) yang berjudul “Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivitas, Topik persamaan dan
pertidaksamaan satu peubah untuk Siswa Kelas I SLTP”, dengan kesimpulan
proses pembelajaran beracuan konstruktivitas membuat siswa lebih aktif, siswa
cenderung siap mengikuti kegiatan pembelajaran. Dari pembelajaran tersebut
dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang persamaan dan pertidaksamaan
satu peubah. Penelitian berjudul “Efektivitas Pendekatan Matematika Realistik
Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Kemampuan
Awal Siswa SMK” juga beracuan pada konstruktivisme. Perbedaan kedua
penelitian ini terletak pada pendekatan pembelajaran yang digunakan.
Pentatito Gunowibowo (2008) dalam Penelitian berjudul “Efektifitas
Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal
Cerita dan Sikap terhadap Matematika Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa
Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo” dengan
kesimpulan pembelajaran dengan pendekatan realistik lebih efektif untuk
meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita matematika dan sikap
terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran dengan
pendekatan mekanistik. Penelitian yang saat ini sedang dilakukan mempunyai
kesamaan dalam hal pendekatan pembelajaran yaitu pendekatan realistik,
perbedaan terletak pada populasi penelitian. Populasi penelitian yang sedang
dilakukan saat ini adalah siswa SMK kelompok pariwisata kota Surakarta.
31
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran dengan pendekatan realistik sedapat mungkin dimulai
dengan masalah-masalah yang kontekstual atau realistik bagi murid. Berdasar
masalah yang realistik tersebut siswa diarahkan menyelesaikan masalah secara
individual maupun kelompok dalam suasana yang menyenangkan. Pendekatan
ini berusaha menjembatani kesenjangan antara pengetahuan informal dan
matematika formal, sehingga siswa melihat makna matematika sebagai ilmu
yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Kemampuan awal siswa pada tingkat sebelumnya digolongkan dalam 3
kategori yaitu: (1) Kemampuan awal tinggi (2) Kemampuan awal sedang dan
(3) Kemampuan awal rendah. Prestasi belajar barisan dan deret aritmetika akan
dipengaruhi oleh kemampuan awal tersebut. Dalam pembelajaran Matematika
kemampuan awal siswa perlu diperhatikan, oleh sebab itu kemampuan awal
siswa harus menjadi bahan pertimbangan guru sebelum melaksanakan
pengajaran.
Topik barisan dan deret aritmetika adalah materi yang penting di SMK.
Barisan dan deret aritmetika akan menjadi dasar topik lain di SMK dan juga
digunakan pada pelajaran lain misalnya Ekonomi.
Topik barisan dan deret aritmetika sangat cocok menggunakan
pendekatan pembelajaran Matematika Realistik, karena topik ini dapat diawali
dengan keadaan sehari-hari yang tidak asing bagi siswa kemudian membawanya
ke dalam masalah matematika. Hal tersebut akan sangat membantu penanaman
32
konsep barisan dan deret aritmetika dalam diri siswa dan relatif selalu diingat.
yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Berdasar hal tersebut di atas, penelitian ini akan dapat mengungkapkan
efektivitas pendekatan Matematika Realistik dalam meningkatkan prestasi
belajar matematika ditinjau dari kemampuan awal siswa SMK.
Secara rinci kerangka berpikir tersebut adalah:
1. Kaitannya pendekatan realistik dan pendekatan konvensional terhadap
prestasi belajar barisan dan deret aritmetika:
Bahwa pendekatan realistik akan memberikan prestasi belajar barisan dan
deret aritmetika yang lebih baik dari pendekatan konvensional, karena
pendekatan ini memiliki karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda
dengan pendekatan konvensional. Dalam pendekatan realistik paradigma
belajar sejalan dengan teori konstruktivisme. Dalam teori konstruktivisme,
siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah
jadi, tapi suatu proses yang harus digeluti, dipikirkan, dan dikonstruksi siswa
secara aktif. Siswa yang secara aktif menggali pengalaman yang dimiliki
sebelumnya untuk memperoleh pengetahuan baru yang ingin dimilikinya
akan memperoleh pengalaman belajar yang optimal dan bermakna.
2. Kaitannya kemampuan awal dengan prestasi belajar barisan dan deret
aritmetika:
Setiap kategori kemampuan awal akan menghasilkan prestasi belajar yang
berbeda dalam pembelajaran matematika. Hal tersebut disebabkan oleh
karakteristik pembelajaran matematika yang terkait antara materi yang satu
33
dengan materi yang lain. Secara umum kemampuan awal yang tinggi akan
menghasilkan prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal sedang.
Demikian pula kemampuan awal sedang secara umum akan menghasilkan
prestasi yang lebih baik dari kemampuan awal rendah.
3. Kaitannya kemampuan awal dan pendekatan terhadap prestasi belajar
barisan dan deret aritmetika:
Kemampuan awal dan pendekatan pembelajaran akan mempengaruhi
prestasi belajar barisan dan deret aritmetika. Hal tersebut disebabkan oleh
karakteristik pembelajaran matematika yang selalu terkait antara topik yang
satu dengan topik lainnya. Siswa dengan kemampuan awal tinggi pada
pembelajaran dengan pendekatan realistik akan berprestasi lebih baik dan
siswa berkemampuan awal rendah pada pembelajaran dengan pendekatan
konvensional akan berprestasi lebih rendah.
D. Hipotesis
Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dalam penelitian ini
diajukan hipotesis sebagai berikut :
1. Pembelajaran dengan pendekatan realistik menghasilkan prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibandingkan pendekatan konvensional.
2. Siswa yang mempunyai kemampuan awal tinggi mempunyai prestasi
belajar lebih baik dibandingkan dengan siswa-siswa yang berkemampuan
awal sedang, siswa yang berkemampuan awal sedang lebih baik
dibandingkan dengan siswa-siswa yang berkemampuan awal rendah
34
3. Perbedaan prestasi belajar dari masing-masing pendekatan pembelajaran
konsisten pada masing-masing kemampuan awal dan perbedaan prestasi
belajar dari masing-masing kemampuan awal konsisten pada masing-
masing pendekatan pembelajaran.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat Penelitian, Subyek Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian dan Subyek Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SMK Kelompok Pariwisata Kota Surakarta. Subyek
penelitian ini adalah siswa semester satu tingkat XI tahun pelajaran 2008/2009.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester satu tahun pelajaran 2008/2009.
Adapun tahapan pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
a. Tahap perencanaan
Tahap perencanaan meliputi: penyusunan usulan penelitian, penyusunan
Buchori. 1985. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Aksara Baru.
Budiyono. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
________. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta :Sebelas Maret University Press.
Cholis Sa’dijah. 1999. Pelaksanaan Pembelajaran Matematika Beracuan Konstruktivitas, Topik persamaan dan pertidaksamaan satu peubah untuk Siswa Kelas I SLTP. Tesis. Surakarta.
Dian Yuanita. 2007. Teori Belajar http://bdg.centrin.net.id /~pawitmy/ Modul%20kuliah%20teori%20IIP/modul%209,%20teori%20belajar%20behavioristik%20kontekstual.pdf (diakses 10 Oktober 2008).
E.T. Ruseffendi. 1992. Materi Pokok Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud.
Erman Suherman. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. http://wordpress.com/petaanakbangsa/htm.
H.J. Sriyanto. 2008. Menebar Virus Pembelajaran Matematika yang Bermutuwww_a_bout matematic & computer.com.htm (diakses pada 26-9-2008).
Heri Retnawati. 2008. Kreatif Menggunakan Matematika untuk kelas XI SMK rumpun Seni, Pariwisata dan Kerumahtanggaan. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Herman Hudoyo. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press.
Johnson, E.B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc.
Kadir. 2005. Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Bilangan Cacah an Bilangan Pecahan di Kelas V SD Negeri 32 Poasia Kota Kendari melalui Pendekatan Matematika Realistik. Universitas Haluoleo Kendari.
73
Klein, Stephen B. 1996. Learning Principles and Aplications. New York: McGraw-Hill,inc.
M.I. Sri Rahayu. 2002. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan PMRI Memang Beda. www. Depdiknas.go.id/jurnal/38.html. (diakses April 2008).
Mochtar Sanusi. 2008. Pengaruh Pengajaran Penyelesaian Masalah Terhadap Prestasi Belajar Bilangan Berpangkat Ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa SMK Negeri Magetan. Tesis. Surakarta.
Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ngalim Purwanto. 1994. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Paul Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Pentatito Gunowibowo.a2008. Efektifitas Pendekatan Realistik Dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap Terhadap Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tesis. Surakarta.
Peringkat Sekolah Hasil Unas 2005/2006. http://www.puspendik.com/hasil 2006/ranksek/eansek.htm (diakses 6 Agustus 2008).
Peringkat Sekolah Hasil Unas 2006/2007 http:// www.puspendik.com /ebtanas/hasil/2007/peringkat07/ndex.htm (diakses 6 Agustus 2008).
Poerwadarminta. 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
R. Soedjadi. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: DirektoratJenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
_________. 2001. Pembelajaran Matematika Realistik: Pengenalan Awal dan Praktis. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya.
S. Nasution. 2000. Berbagai pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutarto Hadi, 2003. PMR: Menjadikan Pelajaran Matematika Lebih Bermakna Bagi Siswa. http:// www.pmri.or.id/buletin/7_1.pdf (diakses 20 April 2008).
74
Sutriyono. 1998. Faham Binaan dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Penataran Guru SMK Kristen se Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Salatiga.
________. 2001. Pembelajaran Matematika yang Konstruktif. Makalah pada Penyegaran Guru Matematika Sinode GKI-GKJ Jawa Tengah dan DIY. Salatiga.
Syaiful Djamarah.1994. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Toeti Soekamto. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tohir Zainurie. 2007. Pakar Matematika” Bicara Tentang, Prestasi Pendidikan Matematika Indonesia. Dalam http://zainurie.wordpress.com/2007/05/14(diakses 12 Oktober 2008).
________.c2007. Pembelajaran Matematika Realistik.http://zainurie.wordpress.com/2007/04/13/pembelajaran -matematika-realistik-rme (diakses 1 Juli 2008).
Winkel, W.S. 1991. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar.Jakarta:Gramedia.
Yansen Marpaung. 2001. Prospek RME Untuk Pembelajaran Matematika Di Indonesia. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional tentang Realistic Matematic Education Universitas Negeri Surabaya.
_______. 2003. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Makalah Seminar Nasional Komperda Himpunan Matematika Indonesia Wilayah Jawa Tengah dan DIY. Surakarta.
75
Lampiran 1 : Instrumen Tes kemampuan awal
KISI-KISI TES KEMAMPUAN AWAL MATEMATIKA
No Kompetensi Dasar Materi IndikatorNomor
Soal
Operasi hitung
bilangan bulat
Menghitung operasi
dua atau lebih bilangan
bulat sesuai dengan
prosedur
1, 2
Operasi hitung
bilangan pecahan
Menghitung operasi
dua atau lebih bilangan
pecahan
3, 4
1. Menerapkan operasi
pada bilangan real
Operasi hitung
bilangan berpangkat
Menghitung operasi
bilangan berpangkat
sesuai prosedur
5, 6
Persamaan Linear Menyelesaikan
persamaan linear
7, 82. Menentukan himpunan
penyelesaian
persamaan dan
pertidaksamaan linierSistem Persamaan
Linear dua variabel
Menentukan
penyelesaian sistem
persamaan linear
9, 10
Pola bilangan Melanjutkan Pola
Bilangan
11, 12, 3. Mengidentifikasi pola,
barisan dan deret
bilanganBarisan Bilangan Menentukan suku
berikutnya dari barisan
bilangan yang
diketahui
13, 14,
76
No Kompetensi Dasar Materi IndikatorNomor
Soal
Menentukan besar suku
tertentu jika diketahui
suku ke=n dan
sebaliknya
15, 16,
Deret Bilangan Menentukan jumlah n
suku pertama
17, 18
4. Mengidentifikasi
Fungsi
Fungsi Menentukan nilai
fungsi
19, 20
77
Soal
Test Kemampuan Awal
Kelas : XI Sekolah : SMK
Waktu : 60 menit Jumlah Soal : 20
Petunjuk : Pilihlah salah satu jawaban yang benar dengan memberi tanda silang
(X) pada huruf a,b,c,d atau e pada lembar jawab yang tersedia
1. Jika nilai p=-4, q=5 dan r=-2, nilai dari 3p2 +q-r adalah….
a. 43
b. 45
c. 53
d. 55
e. 65
2. Apabila nilai dari a=3, b=0 dan c=-3 maka nilai dari [a(b+c-a)](b+c)=….
a. -54
b. -45
c. 43
d. 45
e. 54
3. Hasil dari 54
11
4
13
2
1 adalah….
a. 3
b. 32
1
c. 33
1
d. 34
3
e. 4
4. Jika a=3
1 , b=
4
1 dan c=
5
1, nilai a+bc=….
a.30
5
b.15
23
c.60
7
d.60
23
e.15
7
78
5. Hasil dari
2
11
12
14
3
adalah ….
a. 7
b. 6
c. 5
d. -4
e. -7
6.
4
4
23
1…
a.8
3
2
b.4
3
2
c.
3
2
d.8
2
3
e.4
2
3
7. Nilai x yang memenuhi persamaan: 2(x+3)=3(x-4) adalah….
a. 18
b. 16
c. 14
d. 12
e. 10
8. Diketahui persamaan 2
1(x+2)=
3
1(x+2), maka harga x adalah….
a. 2
b. 0
c. -2
d. -4
e. -6
9. Nilai x dan y dari sistem persamaan linear : 3x + 5y=16, 6x -7y=-2 adalah….
a. x=2 dan y=2
b. x=-2 dan y=2
c. x=-2 dan y=-2
d. x=2 dan y=-2
e. x=3 dan y=-2
79
10. Diketahui sistem persamaan : y=3x+2 dan x+y=6 maka harga 2x+y=….
a. 5
b. 7
c. 8
d. 9
e. 11
11. Gambar di bawah ini adalah Pola Bilangan persegi panjang:
Banyak noktah pada pola ke-10 adalah… .
a. 90
b. 100
c. 110
d. 120
e. 130
12. Perhatikan pola bilangan segitiga berikut:
Berapa banyak noktah pada pola ke-9 ?
a. 42
b. 45
c. 48
d. 51
e. 54
13. Diketahui barisan bilangan : 1, 3, 6, 10,…. Tiga suku berikutnya adalah… .
a. 15, 21, 28
b. 16, 17, 20
c. 14, 18, 22
d. 13, 16, 19
e. 12, 15, 19
14. Empat suku berikutnya dari : 1, 1, 2, 3, 5,… adalah….
a. 5, 6, 6, 9
b. 7, 9, 11, 13
c. 6, 6, 7, 9
d. 7, 7, 8, 9
e. 8, 13, 21, 34
81
15. Suku ke-n dari suatu barisan adalah Un= )3(2
1nn maka besar suku ke-13 dari
barisan tersebut adalah… .
a. 100
b. 104
c. 114
d. 124
e. 134
16. Suku ke-n dari barisan 3, 8, 13, … adalah … .
a. n+2
b. 2n+3
c. 3n+4
d. 4n -1
e. 5n-2
17. Suatu barisan mempunyai rumus suku ke-n Un=3n+4 jumlah dari suku ke-5
sampai dengan suku ke-8 adalah….
a. 98
b. 94
c. 96
d. 95
e. 90
18. Jumlah 4 suku pertama dari barisan dengan suku ke-n Un=3n2 adalah… .
a. 80
b. 82
c. 90
d. 92
e. 94
19. Diketahui fungsi f(x)=2x2 – 3x + 2, maka f(-2)=….
a. -12
b. 0
c. 14
d. 16
e. 18
20. Jika f (x)=3x+4 maka nilai f(x+1)=….
a. 3x+5
b. 3x+7
c. 3x+8
d. 3x+9
e. 3x+10
81
Kunci jawaban
Test Kemampuan Awal
1. d
2. e
3. b
4. d
5. e
6. b
7. a
8. b
9. a
10. b
11. c
12. b
13. a
14. e
15. b
16. e
17. b
18. c
19. d
20. b
82
Ket
.10
98
76
54
32
1. L
emba
r V
alid
itas
Isi
But
ir K
e:
1K
rite
ria
Val
idas
i
But
ir T
es s
esua
i den
gan
kisi
-kis
i Tes
Mat
eri p
ada
buti
r se
suai
den
gan
tuju
an p
embe
laja
ran
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
pern
ah d
ipel
ajar
i ole
h
pese
rta
didi
k
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
dapa
t dip
aham
i ole
h
pese
rta
didi
k
Mat
eri p
ada
soal
tida
k m
embe
ri in
terp
rest
asi g
anda
But
ir te
s tid
ak te
rmas
uk s
oal y
ang
terl
alu
mud
ah a
tau
Lam
pira
n 2
Uji
Inst
rum
en T
es K
emam
puan
Aw
al
No. 1. 2. 3. 4 . 5. 6.
.
83
Ket
eran
gan
109
87 V
alid
ator
6 Sura
kart
a, A
gust
us 2
008
54
32
But
ir K
e
1K
rite
ria
Var
iabe
l
But
ir T
es s
esua
i den
gan
kisi
-kis
i Tes
Mat
eri p
ada
buti
r se
suai
den
gan
tuju
an p
embe
laja
ran
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
pern
ah d
ipel
ajar
i ole
hpe
sert
a
didi
k
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
dapa
t dip
aham
i ole
h p
eser
ta
did
ik
Mat
eri p
ada
soal
tida
k m
embe
ri in
terp
rest
asi g
anda
But
ir te
s tid
ak te
rmas
uk s
oal y
ang
terl
alu
mud
ah a
tau
lanj
utan
No
1 2 3 4 5 6
84
Ket
.10
98
76
54
32
1. L
emba
r V
alid
itas
Isi
But
ir K
e:
1K
rite
ria
Val
idas
i
But
ir T
es s
esua
i den
gan
kisi
-kis
i Tes
Mat
eri p
ada
butir
ses
uai d
enga
n tu
juan
pem
bela
jara
n
Mat
eri p
ada
butir
tes
suda
h pe
rnah
dip
elaj
ari o
leh
pese
rta
didi
k
Mat
eri p
ada
butir
tes
suda
h da
pat d
ipah
ami o
leh
pese
rta
didi
k
Mat
eri p
ada
soal
tida
k m
embe
ri in
terp
rest
asi g
anda
But
ir te
s ti
dak
term
asuk
soa
l yan
g te
rlal
u m
udah
ata
u
Lam
pira
n 2
Uji
Inst
rum
en T
es K
emam
puan
Aw
al
No. 1. 2. 3. 4 . 5. 6.
85
Ket
eran
gan
109
87 V
alid
ator
6 Sura
kart
a, A
gust
us 2
008
54
32
But
ir K
e
1K
rite
ria
Var
iabe
l
But
ir T
es s
esua
i den
gan
kisi
-kis
i Tes
Mat
eri p
ada
buti
r se
suai
den
gan
tuju
an p
embe
laja
ran
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
pern
ah d
ipel
ajar
i ole
h pe
sert
a
didi
k
Mat
eri p
ada
buti
r te
s su
dah
dapa
t dip
aham
i ole
h p
eser
ta
did
ik
Mat
eri p
ada
soal
tida
k m
embe
ri in
terp
rest
asi g
anda
But
ir te
s tid
ak te
rmas
uk s
oal y
ang
terl
alu
mud
ah a
tau
lanj
utan
No
1 2 3 4 5 6
86
2. Reliabilitas Tes Kemampuan awal Tabel 1Nomor Soal
a. Daya PembedaRumus daya pembeda yang digunakan digunakan dalam penelitian ini
adalah rumus Karl Pearson sebagai berikut:
rxy
2222 YYnXXn
YXXYn
dengan :
rxy = indeks konsistensi internal untuk butir tes ke-i
n = cacah subyek yang dikenai tes
X = skor butir ke-i
Y = skor total
Dalam penelitian ini soal tes yang digunakan jika daya pembeda rxy > 0,3.
b. Tingkat Kesukaran
Untuk menentukan tingkat kesukaran tiap-tiap butir tes digunakan rumus :
sJ
BP
Keterangan :
P : Indeks kesukaran
B : Banyak peserta tes yang menjawab soal benar
Js : Jumlah seluruh peserta tes
Dalam penelitian ini soal tes yang dipakai jika 0,30 P < 0,70.
89
Tabel 2Analisis Butir Soal
Butir Daya Pembeda Tingkat kesukaran
Soal rxy Keterangan B P Keterangan
Keputusan
1. 0,45 Baik 28 0,53 Baik Pakai
2. 0,48 Baik 25 0,47 Baik Pakai
3. 0,66 Baik 35 0,66 Baik Pakai
4. 0,45 Baik 31 0,58 Baik Pakai
5. 0,34 Baik 25 0,47 Baik Pakai
6. 0,60 Baik 18 0,34 Baik Pakai
7. 0,45 Baik 33 0,62 Baik Pakai
8. 0,24 Buruk 18 0,34 Baik Tolak
9. 0,72 Baik 20 0,38 Baik Pakai
10. 0,46 Baik 33 0,62 Baik Pakai
11. 0,33 Baik 24 0,45 Baik Pakai
12. 0,42 Baik 32 0,60 Baik Pakai
13. 0,73 Baik 29 0,55 Baik Pakai
14. 0,36 Baik 19 0,36 Baik Pakai
15. 0,56 Baik 32 0,60 Baik Pakai
16. 0,63 Baik 27 0,51 Baik Pakai
17. 0,21 Buruk 29 0,55 Baik Tolak
18. 0,37 Baik 30 0,57 Baik Pakai
19. 0,39 Baik 28 0,53 Baik Pakai
20. 0,66 Baik 38 0,72 Buruk Tolak
Butir Soal yang tidak terpakai adalah:
Nomor 8, 17 dan 20
90
Lampiran 3: Data Skor Kemampuan Awal Kelompok Eksperimen
Nilai rata-rata skor kemampuan awal X = 9,60, dengan standart deviasi SD=3,05
a. Kategori tinggi jika skor kemampuan awal > X + 0,5 SD = 11,12
b. Kategori sedang jika skor kemampuan awal X - 0,5 SD < X < X + 0.5 SD
atau 8,07 < X < 11,12
c. Kategori rendah jika skor kemampuan awal < X - 0,5 SD = 8,07
Tabel kemampuan awal dan kategori kemampuan awal kelompok Eksperimen
No. NIS. Skor Kategori No. NIS. Skor Kategori1 3975 9 sedang 37 6996 12 tinggi2 3976 9 sedang 38 6997 12 tinggi3 3977 1 rendah 39 6998 10 sedang4 3978 2 rendah 40 6999 12 tinggi5 3979 9 sedang 41 7000 10 sedang6 3980 9 sedang 42 7001 12 tinggi7 3981 9 sedang 43 7002 10 sedang8 3982 3 rendah 44 7003 7 rendah9 3983 3 rendah 45 7004 10 sedang
10 3984 9 sedang 46 7005 10 sedang11 3985 3 rendah 47 7007 12 tinggi12 3987 3 rendah 48 7008 10 sedang13 3990 3 rendah 49 7009 10 sedang14 3991 5 rendah 50 7010 10 sedang15 3992 9 sedang 51 7011 10 sedang16 3993 9 sedang 52 7012 12 tinggi17 3995 5 rendah 53 10108 12 tinggi18 3996 9 sedang 54 10109 13 tinggi19 3997 9 sedang 55 10110 13 tinggi20 3998 12 tinggi 56 10111 10 sedang21 6990 9 sedang 57 10112 10 sedang22 6991 5 rendah 58 10113 8 rendah23 6992 9 sedang 59 10114 10 sedang24 6993 12 tinggi 60 10115 10 sedang25 6994 5 rendah 61 10116 11 sedang26 6995 12 tinggi 62 10117 13 tinggi27 10118 9 sedang 63 10128 13 tinggi28 10119 12 tinggi 64 10129 13 tinggi29 10120 9 sedang 65 10130 13 tinggi30 10121 7 rendah 66 10131 13 tinggi31 10122 9 sedang 67 10132 14 tinggi32 10123 7 rendah 68 10133 14 tinggi33 10124 7 rendah 69 10134 15 tinggi
91
No. NIS. Skor Kategori No. NIS. Skor Kategori34 10125 9 sedang 70 10135 15 tinggi35 10126 9 sedang 71 10136 16 tinggi36 10127 12 tinggi 72 10137 17 tinggi
Rerata Skor Kelompok Eksperimen : 9,6389Standar Deviasi Kelompok Eksperimen : 3,3914Jumlah Responden Kategori rendah pada kelompok Eksperimen : 16Jumlah Responden Kategori sedang pada kelompok Eksperimen : 31Jumlah Responden Kategori tinggi pada kelompok Eksperimen : 25
92
Lampiran 4: Data Skor Kemampuan Awal Kelompok Kontrol
Tabel kemampuan awal dan kategori kemampuan awal kelompok KontrolNo. NIS. Skor Kategori No. NIS. Skor Kategori1 4009 6 rendah 41 6989 7 rendah2 4010 7 rendah 42 10152 8 rendah3 4011 7 rendah 43 10153 13 tinggi4 4012 9 sedang 44 10154 14 tinggi5 4013 9 sedang 45 10155 10 sedang6 4014 9 sedang 46 10156 6 rendah7 4015 10 sedang 47 10157 6 rendah8 4016 9 sedang 48 10158 14 tinggi9 4017 7 rendah 49 10159 14 tinggi10 4018 10 sedang 50 10160 10 sedang11 4019 9 sedang 51 10161 10 sedang12 4020 9 sedang 52 10162 6 rendah13 4022 5 rendah 53 10163 7 rendah14 4023 7 rendah 54 10164 8 rendah15 4024 10 sedang 55 10165 11 sedang16 4025 5 rendah 56 10166 11 sedang17 4027 10 sedang 57 10167 11 sedang18 6965 10 sedang 58 10168 7 rendah19 6966 7 rendah 59 10169 15 tinggi20 6967 9 sedang 60 10170 7 rendah21 6968 6 rendah 61 10172 11 sedang22 6969 9 sedang 62 10173 5 rendah23 6970 10 sedang 63 10174 15 tinggi24 6971 10 sedang 64 10175 15 tinggi25 6972 9 sedang 65 10176 6 rendah26 6973 12 tinggi 66 10178 11 sedang27 6974 16 tinggi 67 10179 6 rendah28 6975 10 sedang 68 10182 11 sedang29 6980 9 sedang 69 10183 8 rendah30 6980 12 tinggi Tinggi 1331 6980 11 sedang Sedang 3432 6980 12 tinggi Rendah 2233 6980 13 tinggi rerata 9,550734 6980 11 sedang Simp. baku 2,676335 6983 9 sedang36 6984 13 tinggi37 6985 9 sedang38 6986 9 sedang39 6987 11 sedang40 6988 11 sedang
Lampiran 5: Uji Normalitas Data Kemampuan Awal
UJI NORMALITAS DATA KEMAMPUAN AWAL
93
Uji Normalitas data kemampuan awal untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol menggunakan metode Lilliefors.
I. Uji Normalitas Data kemampuan awal Kelompok Eksperimen
1. Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berditribusi normal
7. Kesimpulan: Variansi dari kedua populasi tersebut sama (homogen)
101
Lampiran 7
UJI KESEIMBANGAN
Uji Keseimbangan Kelompok Eksperimen dan Kontrol Berdasar Lampiran 12 diperolehEksperimen :∑X=694 ∑X2=7506 X =9,6389 s=3,3914Kontrol :∑X=659 ∑X2=6781 X =9,5507 s=2,6763a. Hipotesis
H0: 21
H1: 21
b. Tingkat signifikan 05,0
c. Statistik Uji
21
21
11
nns
XXt
p
dengan
2
11
21
222
2112
nn
snsns p
d. Komputasi
26972
6763,21693914,3172 222
ps = 9,3789
sp =3,0625
t = (9,6389-9,5507)/ 3,0625 (0.1685) =0,1710
e. Daerah kritik
DK = 221,2/{ nnttt atau }221,2/ nntt
= 960,1{ tt atau }960,1t
f. Keputusan uji :H0 diterima
h. Kesimpulan: Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai
2. Perhatikan barisan di bawah ini:2, 4, 6, 8, 10, …Jika 2 disebut suku pertama dengan lambang U1 dapat ditulis U1 = 24 disebut suku ke dua dengan lambang U2 dapat ditulis U2 = 46 disebut suku ke tiga dengan lambang U3 dapat ditulis U3 = 6 dan seterusnya, dapatkah anda menuliskan suku ke-7 (U7), suku ke-9 (U9), suku ke-100 (U100) ?Bagaimana dengan suku ke n (Un)barisan tersebut?
3. Jika diketahui barisan bilangan: 4, 8, 12, 16,… dapatkah anda menemukan Un dari barisan tersebut? Jelaskan!
4. Tentukan Suku ke-16 dari barisan: -3, -6, -9, -12,…
5. Tentukan suku ke-100 dari barisan: 2
1, 1, 1
2
1, 2, …, tentukan pula Un barisan
tersebut !
6. Suatu barisan diketahui:U1 = 3U2 = 5U3 = 7Berapakah U5, U7, U4, U6 dan U100 ?
1 3975 9 sedang 7,02 3976 9 sedang 8,03 3977 1 rendah 5,04 3978 2 rendah 5,55 3979 9 sedang 5,06 3980 9 sedang 8,07 3981 9 sedang 5,08 3982 3 rendah 6,09 3983 3 rendah 7,010 3984 9 sedang 6,011 3985 3 rendah 5,512 3987 3 rendah 6,013 3990 3 rendah 6,014 3991 5 rendah 7,015 3992 9 sedang 6,516 3993 9 sedang 6,017 3995 5 rendah 4,518 3996 9 sedang 7,019 3997 9 sedang 6,520 3998 12 tinggi 6,021 6990 9 sedang 8,022 6991 5 rendah 4,523 6992 9 sedang 4,524 6993 12 tinggi 7,525 6994 5 rendah 4,526 6995 12 tinggi 6,527 10118 12 tinggi 6,528 10119 12 tinggi 7,529 10120 10 sedang 6,030 10121 12 tinggi 5,031 10122 10 sedang 8,032 10123 12 tinggi 6,033 10124 10 sedang 7,534 10125 7 rendah 6,035 10126 10 sedang 5,036 10127 10 sedang 6,537 6996 12 tinggi 6,538 6997 10 sedang 4,539 6998 10 sedang 6,540 6999 10 sedang 5,041 7000 10 sedang 5,042 7001 12 tinggi 5,543 7002 12 tinggi 8,044 7003 13 tinggi 7,045 7004 13 tinggi 8,046 7005 10 sedang 6,5
151
No. NIS.Skor Kemampuan
Awal KategoriPrestasi
47 7007 10 sedang 7,548 7008 8 rendah 8,049 7009 10 sedang 6,050 7010 10 sedang 4,551 7011 11 sedang 6,552 7012 13 tinggi 4,553 10108 9 sedang 6,054 10109 12 tinggi 7,555 10110 9 sedang 8,056 10111 7 rendah 7,557 10112 9 sedang 6,058 10113 7 rendah 3,559 10114 7 rendah 6,060 10115 9 sedang 7,061 10116 9 sedang 8,062 10117 12 tinggi 6,063 10128 13 tinggi 8,064 10129 13 tinggi 7,565 10130 13 tinggi 6,066 10131 13 tinggi 6,067 10132 14 tinggi 7,068 10133 14 tinggi 7,569 10134 15 tinggi 7,570 10135 15 tinggi 7,071 10136 16 tinggi 7,072 10137 17 tinggi 7,0
Rerata 9,6389 6,3681Simp. baku 3,3914 1,1414
152Data Prestasi Kelompok Kontrol
No. NIS.Skor Kemampuan
Awal KategoriPrestasi
1 4009 6 rendah 2,02 4010 7 rendah 5,53 4011 7 rendah 5,54 4012 9 sedang 2,05 4013 9 sedang 3,06 4014 9 sedang 3,57 4015 10 sedang 4,08 4016 9 sedang 4,09 4017 7 rendah 4,510 4018 10 sedang 4,011 4019 9 sedang 5,012 4020 9 sedang 5,013 4022 5 rendah 4,014 4023 7 rendah 4,015 4024 10 sedang 4,516 4025 5 rendah 4,017 4027 10 sedang 4,018 6965 10 sedang 5,019 6966 7 rendah 4,020 6967 9 sedang 5,521 6968 6 rendah 3,522 6969 9 sedang 5,523 6970 10 sedang 5,524 6971 10 sedang 6,025 6972 9 sedang 6,026 6973 12 tinggi 5,527 6974 16 tinggi 5,528 6975 10 sedang 6,029 6980 9 sedang 6,030 6980 12 tinggi 5,531 6980 11 sedang 6,032 6980 12 tinggi 4,533 6980 13 tinggi 4,534 6980 11 sedang 6,035 6983 9 sedang 6,536 6984 13 tinggi 3,537 6985 9 sedang 6,538 6986 9 sedang 6,539 6987 11 sedang 6,540 6988 11 sedang 6,541 6989 7 rendah 5,542 10152 8 rendah 5,543 10153 13 tinggi 6,544 10154 14 tinggi 6,545 10155 10 sedang 7,046 10156 6 rendah 5,547 10157 6 rendah 5,548 10158 14 tinggi 8,0
153
No. NIS.Skor Kemampuan
Awal KategoriPrestasi
49 10159 14 tinggi 8,050 10160 10 sedang 7,051 10161 10 sedang 7,052 10162 6 rendah 7,553 10163 7 rendah 7,054 10164 8 rendah 7,055 10165 11 sedang 7,056 10166 11 sedang 7,057 10167 11 sedang 7,558 10168 7 rendah 7,059 10169 15 tinggi 7,560 10170 7 rendah 6,561 10172 11 sedang 7,562 10173 5 rendah 6,563 10174 15 tinggi 7,064 10175 15 tinggi 6,565 10176 6 rendah 6,066 10178 11 sedang 8,067 10179 6 rendah 5,568 10182 11 sedang 9,069 10183 8 rendah 5,5
Rerata 9,5507 5,6884Simp. baku 2,6763 1,4453
154
Lampiran 13: Desain data
DESAIN DATA
Kemampuan Awal (B)Pendekatan
Pembelajaran (A) Tinggi (B1) Sedang (B2) Rendah (B3)