LAPORAN KEMAJUAN HIBAH UNGGULAN PROGRAM STUDI ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN SAYURAN SEGAR SELAMA PENYIMPANAN DALAM STYROFOAM BOX DENGAN TEKNIK TOP ICE COOLING Oleh : Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja, STP., MP. NIDN : 0020037408 Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, MS. NIDN : 0012115910 PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS UDAYANA PEBRUARI 2015 Bidang Unggulan : Ketahanan Pangan Kode/Nama bidang Ilmu : 163 / Teknologi Pertanian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
SLICEROleh : Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja, STP., MP. NIDN :
0020037408
Dr. Ir. Pande Ketut Diah Kencana, MS. NIDN : 0012115910
PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN
DAFTAR ISI
2.2. Sayuran Berdaun
....................................................................
3
2.4. Pengaturan Suhu
.....................................................................
4
3.2. Tempat Penelitian
...................................................................
9
3.4. Pelaksanaan Penelitian……………………………………… 11
3.5. Variabel Pengamatan ………………………………………. 12
3.6. Analisa Statistika
....................................................................
14
BAB IV. Hasil dan Pembahasan ……
.......................................................... 15
4.1. Perubahan Berat Produk
......................................................... 15
4.2. Kandungan Total Mikroba
..................................................... 15
BAB V. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA ……………………… 16
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………. 17
DAFTAR PUSTAKA
...................................................................
18
Telah diketahui bahwa sayuran segar sudah menjadi bagian dari
makanan
manusia sejak mulainya sejarah manusia itu sendiri. Akan tetapi,
pentingnya nutrisi
dari sayuran secara penuh baru dicermati hanya beberapa waktu
belakangan. Status
sayuran sangat diuntungkan dari kecendrungan international yang
mengarah pada
makanan alami segar, yang dipandang lebih baik dibandingkan dengan
makanan
olahan yang mengandung bahan kimia tambahan. Hal ini penting bagi
industri
hortikultura untuk menjaga mutu kesegaran alami dengan
meminimalkan
penggunaan bahan kimia sintetik selama produksi dan penanganan
pascapanennya.
Setelah panen, produk hortikultura mengalami kemunduran mutu,
terlebih lagi
jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen yaitu
penyimpanan
sementara produk lebih dari satu hari. Hal ini dikarenakan sayuran
yang telah
dipanen, masih melangsungkan aktivitas hidupnya seperti respirasi,
dan transpirasi.
Dari sinilah maka kehilangan substrat dan air tidak dapat diganti
dan mulailah terjadi
proses kemunduran atau deteriorasi, yaitu terjadinya pelayuan
produk hortikultura.
Pelayuan pada produk ini menyebabkan bahan menjadi kurang menarik
dengan
tekstur yang kurang baik, dengan kandungan vitamin C-nya jauh lebih
kecil
dibandingkan dengan sayuran yang masih segar, sehingga kualitas
produk menjadi
rendah dan menyebabkan nilai pasar menjadi menurun. Kehilangan
karena proses
pelayuan dan pembusukan pada sayur-sayuran daun dilaporkan sangat
tinggi terlebih
dinegara-negara sedang berkembang yang dapat mencapai 40 - 50%
(Kader, 2002).
Rantai pendinginan yang baik sangat diperlukan untuk mempertahankan
mutu
produk agar tetap baik ketika sampai ke konsumen. Perlakuan
pendinginan dapat
menurunkan suhu bahan dan menekan penguapan sekaligus mengurangi
susut pasca
panen sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Beberapa cara
pendinginan
yang dilakukan antara lain dengan memasukkan bahan yang didinginkan
dalam ruang
pendingin (room cooling), menggunakan hembusan udara (force air
cooling),
pendinginan menggunakan air (hydrocooling), pendinginan dalam ruang
hampa
(vacuum cooling), dan pendinginan menggunakan es (icing). Pada
penelitian ini
metode tersebut dilakukan dengan harus mempertimbangkan beberapa
hal, antara
lain jenis bahan yang didinginkan, sifat fisiologis bahan, biaya,
dan juga fasilitas
yang tersedia sehingga dapat dilakukan pemilihan metode pendinginan
yang tepat.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian menggunakan
teknik
pendinginan es (icing) yang lebih dikenal dengan istilah teknik
pendinginan top icing
dengan cara mencurahkan hancuran es diatas sayuran, dengan
pertimbangan bahwa
teknik pendinginan ini relatif sangat murah dan mudah diterapkan di
kalangan petani
sayuran. Sehingga target khusus dari penelitian ini bahwa sayuran
dapat
dipertahankan kesegarannya dan dapat diketahui penurunan jumlah
total mikroba
melalui teknik pendinginan sederhana selama penyimpanan.
1
Komuditas holtikultura merupakan salah satu usaha agribisnis dalam
sektor
pertanian, yang ditunjang oleh permintaan pasar dalam negeri maupun
ekspor yang
semakin meningkat. Dipihak lain, sumber alam yang tersedia masih
mendukung
untuk meningkatkan agribisnis holtikultura khususnya sayur-sayuran.
Sayuran
merupakan salah satu sumber vitamin, mineral dan zat gizi yang
dibutuhkan
manusia dalam menu makanan sehari-hari. Selain itu sayuran
berfungsi sebagai
sumber karbohidrat dan protein (Anon, 1992).
Setelah panen, produk hortikultura mengalami kemunduran mutu,
terlebih
lagi jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen
yaitu
penyimpanan sementara produk lebih dari satu hari. Hal ini
dikarenakan sayuran
yang telah dipanen, masih melangsungkan aktivitas hidupnya seperti
respirasi, dan
transpirasi sehingga kehilangan substrat dan air tidak dapat
diganti dan mulailah
terjadi proses kemunduran atau deteriorasi, yaitu terjadinya
pelayuan produk
hortikultura. Pelayuan pada produk ini menyebabkan bahan menjadi
kurang menarik
dengan tekstur yang kurang baik, dengan kandungan vitamin C-nya
jauh lebih kecil
dibandingkan dengan sayuran yang masih segar, sehingga kualitas
produk menjadi
rendah dan menyebabkan nilai pasar menjadi menurun. Kehilangan
karena proses
pelayuan dan pembusukan pada sayuran daun dilaporkan sangat tinggi
terlebih
dinegara-negara sedang berkembang yang dapat mencapai 40-50%
(Kader, 2002).
Pendinginan yang baik sangat diperlukan untuk mempertahankan
mutu
produk agar tetap baik ketika sampai ke konsumen. Perlakuan
pendinginan dapat
menurunkan suhu bahan dan menekan penguapan sekaligus mengurangi
susut pasca
panen sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Beberapa cara
pendinginan
yang dilakukan antara lain dengan memasukkan bahan yang didinginkan
dalam
ruang pendingin (room cooling), menggunakan hembusan udara (force
air cooling),
pendinginan menggunakan air (hydrocooling), pendinginan dalam ruang
hampa
(vacuum cooling), dan pendinginan menggunakan es (icing). Pada
penelitian ini
metode tersebut dilakukan dengan harus mempertimbangkan beberapa
hal, antara
lain jenis bahan yang didinginkan, sifat fisiologis bahan, biaya,
dan juga fasilitas
yang tersedia sehingga dapat dilakukan pemilihan metode pendinginan
yang tepat.
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan penelitian menggunakan
teknik
pendinginan es (icing) yang lebih dikenal dengan istilah teknik
pendinginan top
2
icing dengan cara mencurahkan hancuran es diatas sayuran, dengan
pertimbangan
bahwa teknik pendinginan ini relatif sangat murah dan mudah
diterapkan di
kalangan petani sayuran. Sehingga target khusus dari penelitian ini
bahwa sayuran
dapat dipertahankan kesegarannya dan dapat diketahui kontaminasi
jumlah total
mikroba dari teknik pendinginan sederhana selama penyimpanan.
1.2. Urgensi Penelitian
lagi jika mengalami penundaan dalam pendistribusian ke konsumen
yaitu
penyimpanan sementara produk lebih dari satu hari. Hal ini
dikarenakan sayuran
yang telah dipanen, masih melangsungkan aktivitas hidupnya seperti
respirasi, dan
transpirasi. Dari sinilah maka kehilangan substrat dan air tidak
dapat diganti dan
mulailah terjadi proses kemunduran atau deteriorasi, yaitu
terjadinya pelayuan
produk hortikultura dan ditumbuhi mikroba karena adanya lecet pada
produk saat
panen yang kurang hati-hati.
Teknik pendinginan yang baik sangat diperlukan untuk
mempertahankan
mutu produk agar tetap baik ketika sampai ke konsumen. Perlakuan
pendinginan
dapat menurunkan suhu bahan dan menekan penguapan sekaligus
mengurangi susut
pasca panen sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Beberapa
cara
pendinginan yang dilakukan antara lain dengan memasukkan bahan
yang
didinginkan dalam ruang pendingin (room cooling), menggunakan
hembusan udara
(force air cooling), pendinginan menggunakan air (hydrocooling),
pendinginan
dalam ruang hampa (vacuum cooling), dan pendinginan menggunakan es
(icing).
Pada penelitian ini metode tersebut dilakukan dengan harus
mempertimbangkan
beberapa hal, antara lain jenis bahan yang didinginkan, sifat
fisiologis bahan, biaya,
dan juga fasilitas yang tersedia sehingga dapat dilakukan pemilihan
metode
pendinginan yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan
penelitian
menggunakan teknik pendinginan es (icing) yang lebih dikenal dengan
istilah teknik
pendinginan top icing dengan cara mencurahkan hancuran es diatas
sayuran, dengan
pertimbangan bahwa teknik pendinginan ini relatif sangat murah dan
mudah
diterapkan di kalangan petani sayuran dan dicari kontaminasi jumlah
total mikroba.
1.3. Tujuan Khusus
kesegarannya dan dapat diketahui kontaminasi jumlah total mikroba
melalui teknik
pendinginan sederhana top icing selama penyimpanan dalam styrofoam
box.
3
Dari penelitian saya sebelumnya melalui dana penelitian hibah
bersaing
tahun 2013 dan tahun 2014 diperoleh bahwa petani sayuran di daerah
Candi Kuning,
Desa Baturiti, Kabupaten Tabanan umumnya mendistribusikan sayuran
secara
langsung menggunakan bak terbuka dengan wadah keranjang bambu dan
krat
keranjang plastik sehingga diterapkan teknologi pendinginan
sederhana dengan es
yang dihamparkan di dalam styrofoam box bersama dengan sayuran.
Salah satu
hasil penelitian ini diperoleh persentase es terbaik yang digunakan
sebanyak 75 %
dengan perbandingan antara es dan sayuran adalah 1 : 3.
2.2. Sayuran Berdaun
Sayuran merupakan tanaman atau bagian tanaman yang dapat dimakan
atau
dilalap untuk makanan utama, pelengkap, atau sekedar u ntuk
pembangkit selera
tetapi ada juga dimanfaatkan sebagai hiasan. Daun berfungsi sebagai
penghasil
senyawa karbon melalui proses fotosintesis, disamping itu daun juga
berfungsi
mengontrol transpirasi dari tanaman. Sayuran daun termasuk dalam
jenis sayuran
yang mudah sekali mengalami kerusakan karena bentuk morfologisnya
yang sangat
mudah terkoyak oleh sentuhan alat maupun tangan manusia. Setelah
panen sayuran
daun tidak mendapat suplai air dari tanaman induknya, sehingga
tidak dapat
menggantikan kandungan airnya yang hilang melalui transpirasi.
Kehilangan air
dari daun setelah panen akan mengurangi umur simpan. Sayuran daun
yang dikenal
dipasaran, misalnya: sawi, selada, bayam, kangkung, petsai, dan
kubis, yang
memiliki nilai komersial tinggi (Kays, 1991).
Permintaan pasar terhadap sayuran berdaun cukup tinggi, ini
dapat
ditunjukkan dari tingkat penjualan beberapa jenis sayuran daun,
yang dijual di
empat supermarket yang ada di Kota Denpasar, seperti ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Data penjualan sayuran daun di beberapa Supermarket Kota
Denpasar (kg)
pada Bulan Mei 2003
Tiara Dewata 4500 2250 450 2250
Matahari Duta 145 112 85 120
Ramayana Bali
Sumber : Survei Bayu S. Wibowo, (2004).
4
Kerusakan mekanis saat pemanenan dan serangan hama penyakit pada
saat
tanaman masih di lahan akan sangat berpengaruh pada mutu produk.
Sayuran yang
telah layu, kering, dan telah berubah warna biasanya tidak diminati
oleh konsumen.
Keadaan yang demikian lebih ditandai dengan berakhirnya umur simpan
produk
(Kairupan, dkk., 2002). Untuk mencegah penurunan mutu dari suatu
produk dapat
dilakukan dengan mengatur kondisi penyimpanan, yaitu dengan
menggunakan
penyimpanan dingin. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan
cara
menghindarkan sayuran dan buah-buahan dari sinar matahari langsung
(Thompson,
1996).
kumpulan dari karakteristik dan atribut yang memberikan nilai
terhadap produk itu
sendiri, sehingga menyebabkan suatu komoditi memiliki nilai yang
dikehendaki
bagi pengguna akhir (Kader, 1985). Mutu sayuran sangat komplek
tergantung dari
tujuan penggunaan dan siapa atau ditingkat mana kita menentukan
mutu sayuran.
Faktor faktor yang mempengaruhi terhadap laju kemunduran mutu buah
dan sayuran
meliputi suhu, kelembaban, dan komposisi atmosfer.
Komponen mutu yang menjadi bahan pertimbangan penting dalam
menentukan
mutu dapat berupa karakteristik yang terlihat maupun yang tidak
terlihat.
Karakteristik terlihat seperti ; ukuran, warna, bentuk dan adanya
cacat secara
bersama-sama memberikan kenampakan produk. Komponen mutu yang
tidak
terlihat seperti ; cita rasa, tekstur, nilai nutrisi, tidak adanya
kerusakan fisiologi dan
mekanis secara internal akan menentukan apakah produk dapat dijual
kembali atau
tidak.
Pengaturan suhu sangat diperlukan dalam memperpanjang umur
simpan
sayuran. Menurut Setyowati, dkk., (1992) salah satu upaya yang
biasa dilakukan
adalah menyimpan produk pada ruangan yang bersuhu rendah. Suhu yang
rendah
diharapkan dapat menekan kegiatan penuaan maupun kegiatan mikroba
perusak. Di
dalam penyimpanan bersuhu rendah, kondisi yang harus
dipertimbangkan adalah
suhu, kelembaban, komposisi udara, dan tekanan. Pada produk
hortikultura, suhu
pendinginan diatas titik bekunya dapat memperpanjang umur
simpan.
5
Proses pendinginan yang baik dapat dibagi menjadi dua fase. Pertama
adalah
fase pendinginan untuk melepaskan panas lapang bahan, dan fase yang
kedua adalah
pendinginan untuk menjaga produk pada suhu optimum selama
penyimpanan dan
pendistribusiannya. Suhu optimum akan bervariasi untuk
masing-masing jenis
produk (Utama, dkk., 2002).
Menurut Wills, et al., (1981) pengaturan suhu yang baik dimulai
dengan
menghilangkan panas lapang produk secepatnya pada saat produk
dipanen.
Beberapa metode yang biasa digunakan antara lain : hydrocooling,
pemberian es
dalam kemasan, pemberian es di atas bahan (top icing), pendinginan
evaporasi,
pendinginan dalam ruangan pendingin, pendinginan dalam udara
mengalir, dan
pendinginan vakum. Penurunan suhu merupakan cara yang paling
penting untuk
mengurangi kerusakan bahan. Suhu yang tinggi umumnya dapat merusak
jaringan
hidup, sedang suhu yang rendah dapat menghambat metabolisme.
Penyimpanan
pada suhu rendah tidak saja menghambat kecepatan respirasinya
melainkan juga
menghambat kehidupan mikroorganisme (Fennema, 1976).
Pengelolaan suhu yang baik sangat penting untuk suksesnya pemasaran
buah
dan sayuran segar. Pengeluaran panas lapang dengan beberapa metode
pendinginan
adalah tahap awal di dalam pengelolaan suhu. Panas lapang
menunjukkan kebutuhan
pendinginan untuk menurunkan suhu bahan yang dibawa dari lapangan
saat dipanen
hingga mencapai suhu penyimpanan yang aman dalam jangka waktu
tertentu
(Thompson, 1996).
Penyimpanan produk dengan kontak es (contact ice) atau timbun es
(top ice)
dapat memberikan pre-cooling yang efektif, baik dengan cara
menaburkan hancuran
es sehingga terjadi kontak dengan produk maupun menaruhnya di atas
tumpukan
peti kemas. Pendinginan dengan air (hydrocooling) adalah cara
pendinginan yang
populer. Jika dilakukan secara baik, mungkin cara ini yang paling
cepat dan efektif
untuk menghilangkan kalor. Untuk mendapatkan hasil yang baik, suhu
air
seharusnya mendekati titik beku (Soesarsono, 1981).
Air merupakan konduktor yang baik dari energi panas dibandingkan
dengan
udara. Hydrocooling bisa berlangsung lebih cepat bila kontak air
dengan produk
lebih banyak dan suhu yang ada sebisa mungkin mendekati 0 ºC. Di
negara-negara
maju, hydrocooling dilakukan dengan cara menempatkan produk pada
konveyor
yang dilewatkan di bawah shower yang menyemprotkan air dingin.
Hydrocooling
dapat juga membersihkan produk dari sisa-sisa kotoran setelah
proses pemanenan,
6
akan tetapi metode ini juga bisa menimbulkan kontak antara produk
dengan
mikroorganisme pengganggu. Hal ini biasa terjadi bila produk masih
bercampur
dengan tanah atau masih dalam keadaan yang kotor. Keuntungan lain
dari
pendinginan hydrocooling ini adalah kecilnya kehilangan berat bahan
selama proses
(Mitchell dalam Kader , 2002).
Lama pendinginan atau waktu pendinginan dengan hydrocooling
sangat
dipengaruhi oleh ukuran dan densitas produk. Secara umum, produk
besar dan padat
membutuhkan waktu pendinginan yang lebih lama dibandingkan produk
yang lebih
kecil. Pre-cooling produk hortikultura setelah panen untuk
menurunkan suhu produk
secepatnya bermaksud untuk menghilangkan panas lapang dengan cepat
sehingga
laju aktivitas metabolisme berlangsung sangat lambat. Penyimpanan
dingin lebih
cenderung hanya berfungsi Untuk mempertahankan suhu yang telah
dicapai setelah
pre-cooling (Fennema, 1976).
Es bisa digunakan untuk pendinginan dengan cara meletakkannya
berdekatan
atau kontak langsung dengan produk yang digunakan. Es yang telah
dihancurkan
atau telah berbentuk serpihan dapat ditambahkan pada saat
pengemasan.
Penggunaan es hanya bisa dilakukan pada produk yang tidak sensitif
terhadap suhu
rendah (seperti wortel, jagung manis, selada (lettuce), bayam,
lobak, brokoli, dan
daun bawang), toleran terhadap air, dan menggunakan pengemas yang
juga toleran
terhadap air (fiberboard yang dilapisi lilin, plastik, styrofoam
dan polypropylene /
poam polystyrene) (Kitinoja, et al., 1995).
2.5. Mikroba
(uniseluler) maupun bersel banyak (multiseluler). Pertumbuhan
secara umum dapat
didifinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen
didalam sel
hidup. Pertambahan ukuran yang diakibatkan oleh bertambahnya air
atau karena
penumpukan lemak, bukan merupakan pertumbuhan. Pada
mikroorganisme,
petumbuhan individu (sel) dapat berubah langsung menjadi
pertumbuhan sel dan
pertumbuhan populasi, serta sebagai satu kesatuan populasi yang
terjadi. Ukuran sel
tergantung dari kecepatan pertumbuhannya. Semakin baik zat nutrisi
didalam
substrat tempat tumbuhnya, mengakibatkan pertumbuhan sel semakin
cepat dan
ukuran sel semakin besar (Wikipedia, 2013).
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Bahan dan Alat
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah sayuran bunga,
buah, dan
sayuran daun yang diperoleh dari kebun petani Desa Candi Kuning,
Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Sayuran yang dipilih
adalah sayuran
dengan kualitas ekspor yakni brokoli, tomat, dan bawang pere
(Rukmana, 1994).
Selain itu bahan pendukung lainnya adalah es curah untuk
pendinginan dan air
untuk bahan pencuci sayuran.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain styrofoam
box yang
berukuran (31 x 21 x 28) cm, pocket thermometer merk MDEL 5371,
digital
thermometer TM-900, truk pengangkut, timbangan digital merk Bonzo
model 393,
timbangan (merk five goats), dan sealer selotape.
3.2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Pascapanen,
Fakultas
Teknologi Pertanian, Universitas Udayana terhadap perancangan bahan
kemasan
styrofoam box dan analisis tingkat kerusakan secara visual (warna,
dan tekstur),
perubahan berat, perubahan suhu dalam styrofoam box dan analisis
total mikroba
sayuran dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Pangan, Fakultas
Teknologi
Pertanian, universitas Udayana.
Pada penelitian ini, dilakukan rancangan percobaan
menggunakan
Rancangan Percobaan Acak Kelompok terdiri dari dua faktor, factor
pertama yaitu
percobaan teknik pre-cooling dalam styrofoam box untuk memperlambat
laju
kemunduran mutu dan memperpanjang kesegaran sayuran. Teknik
pendinginan ini
terdiri dari 2 (dua) level, yaitu :
P0 = Tanpa pendinginan sebagai kontrol
P1 = Top ice cooling dengan jumlah es 75%
Faktor kedua yaitu sayuran segar, terdiri dari 3 (tiga) level,
yaitu :
S1 = brokoli
S2 = tomat
S3 = bawang pre
Percobaan diulang tiga kali. Penyimpanan dilakukan selama 6 hari
dan pengamatan
terhadap parameter penelitian dilakukan setiap 60 jam
penyimpanan.
8
3.4. Penyiapan Sayuran
1. Penerimaan Bahan
Dalam penelitian ini bahan yang digunakan adalah tiga jenis sayuran
(brokoli,
tomat dan bawang pre), dimana berat sampel 0, 55 kg dengan 54 unit
percobaan
yang diperoleh dari kebun petani Desa Candi Kuning, Kecamatan
Baturiti,
Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali.
2. Sortasi
Sortasi dilakukan dari sayuran yang tidak memenuhi kriteria mutu
pasar yang
dituju, seperti sayuran yang terlalu kecil atau terlalu besar,
sayuran yang
mengalami malformasi, sayuran dengan luka mekanis, rusak, cacat,
busuk, dan
terinfeksi penyakit.
3. Pencucian
dilakukan dengan mencelupkan sayuran sambil dibersihkan dari
kotoran-kotoran
yang mungkin terbawa saat pemanenan. Tahap berikutnya sayuran
ditiriskan
untuk beberapa saat sehingga air yang ada pada sela-sela daun atau
bunga
berkurang (kurang lebih satu menit).
4. Penimbangan
sayuran yang digunakan dalam penelitian. Setelah diberi perlakuan
pencucian
sayuran kembali ditimbang, berat inilah yang selanjutnya dijadikan
berat awal
bahan.
Teknik pendinginan dilakukan dengan mengisi es dalam Styrofoam
box
kemudian sayuran dimasukkan dalam Styrofoam box dan ditimbun es
selama
penyimpanan. Produk dengan kontak es (contact ice) atau timbun es
(top ice)
dapat memberikan pendinginan yang efektif, baik dengan cara
menaburkan
hancuran es sehingga terjadi kontak dengan produk maupun menaruhnya
di atas
tumpukan peti kemas.
Setelah dicuci, sayuran ditiriskan selanjutnya dimasukkan ke
dalam
styrofoam box yang sebelumnya telah diisi es sebanyak 75%. Es curah
dan air es
9
permukaan sayuran. Perbandingan sayuran dengan jumlah es yang
digunakan adalah
1 : 3. Tahapan terakhir dalam proses penelitian ini adalah
penutupan box
menggunakan sealer selotape. Kontrol yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
sayuran yang tidak diberi perlakuan apapun dan disimpan dalam
keranjang terbuka.
Selanjutnya keranjang ini ditempatkan bersama-sama box yang lain
pada suhu ruang
penyimpanan (30+2 o C). Parameter pengamatan sayuran dilakukan
secara obyektif
dan secara obyektif terhadap bunga brokoli, daun bawang pre dan
buah tomat.
Secara objektif dilakukan pengamatan terhadap suhu menggunakan
pocket
thermometer MDEL 5371 dan digital thermometer TM-909, dan
pengamatan berat
menggunakan timbangan, sedangkan secara subjektif dilakukan uji
numerik
terhadap kerusakan tekstur dan warna.
10
Variabel pengamatan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi
suhu produk,
perubahan berat, dan pengamatan subyektif terhadap kerusakan
tekstur dan warna.
1. Suhu Produk
Perubahan suhu selama penyimpanan diukur setiap 48 jam selama 12
hari
terhadap sayuran (brokoli, tomat dan bawang pre). Pengukuran suhu
menggunakan
pocket thermometer MDEL 5371 dan digital thermometer TM-909.
2. Berat Produk
Pada penelitian ini berat bahan diketahui dengan menimbang sayuran
dan diukur
setiap 48 jam selama 12 hari terhadap sayuran (brokoli, tomat dan
bawang pre).
Timbangan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan
digital merk
Bonzo model 393.
3. Uji Subyektif
tekstur dan kerusakan warna sayuran meggunakan uji skor (Soekarto,
1985).
Kriteria dan skala numerik untuk uji skor tekstur sayuran brokoli
dapat dilihat pada
Tabel 2., untuk sayuran bawang pre dapat dilihat pada Tabel 3.,
untuk sayuran tomat
dapat dilihat pada Tabel 4. Sedangkan kriteria dan skala numerik
untuk uji skor
warna sayuran brokoli dapat dilihat pada Tabel 5., untuk sayuran
bawang pre dapat
dilihat pada Tabel 6., untuk sayuran tomat dapat dilihat pada Tabel
7.
Tabel 2. Kriteria dan skala numerik uji skor tekstur sayuran
brokoli
Kriteria Skala Numerik
Tegar dan agak pucat
Agak layu (dipasarkan terbatas)
Layu/lembek (tangkai sebagian membusuk)
5
4
3
2
1
Keterangan :
Agak layu : > 25 % sayuran layu
Layu/lembek : > 50 % sayuran layu (bisa dikonsumsi, tetapi
tidak
bisa dipasarkan)
11
Tabel 3. Kriteria dan skala numerik uji skor tekstur sayuran bawang
pere
Kriteria Skala Numerik
Tegar dan agak pucat
Agak layu (dipasarkan terbatas)
Layu/lembek (tangkai sebagian membusuk)
5
4
3
2
1
Keterangan :
Agak layu : > 25 % sayuran layu
Layu/lembek : > 50 % sayuran layu (bisa dikonsumsi, tetapi
tidak
bisa dipasarkan)
Sangat layu : > 75 % sayuran layu
Tabel 4. Kriteria dan skala numerik uji skor tekstur sayuran
tomat
Kriteria Skala Numerik
Tegar dan agak pucat
Agak layu (dipasarkan terbatas)
Layu/lembek (tangkai sebagian membusuk)
5
4
3
2
1
Keterangan :
Agak layu : > 25 % sayuran layu
Layu/lembek : > 50 % sayuran layu (bisa dikonsumsi, tetapi
tidak
bisa dipasarkan)
Sangat layu : > 75 % sayuran layu
Tabel 5. Kriteria dan skala numerik untuk uji skor warna sayuran
brokoli
Kriteria Skala Numerik Hijau segar 5
Hijau 4
tegar/keras
Agak hijau : < 10 % daun kuning
Hijau agak kekuningan : >25 % dari permukaan daun kuning
(berpengaruh pada
harga)
12
Tabel 6. Kriteria dan skala numerik untuk uji skor warna sayuran
bawang pre
Kriteria Skala Numerik Hijau segar 5
Hijau 4
Hijau segar : warna daun hijau segar dan tekstur masih
tegar/keras
Hijau : warna daun hijau pucat, tekstur kurang keras
Agak hijau : < 10 % daun kuning
Hijau agak kekuningan : >25 % dari permukaan daun kuning
(berpengaruh pada
harga)
Hijau kekuningan : >50 % permukaan daun kuning (tidak bisa
dipasarkan)
Tabel 7. Kriteria dan skala numerik untuk uji skor warna sayuran
tomat
Kriteria Skala Numerik Merah kehijauan segar 5
Merah kehijauan 4
Merah kekuningan 3
Keterangan :
Merah kehijauan segar : warna merah kehijauan segar dan tekstur
masih tegar/keras
Merah kehijauan : warna merah kehijauan terang, tekstur kurang
keras
Merah kekuningan : < 10 % warna merah kehijauan terang
Merah : >25 % dari permukaan buah merah (berpengaruh pada
harga)
4. Total Mikroba
Analisa total mikroba dilakukan dengan metode hitungan cawan petri
dengan
metode tuang (buckle et al, 1982). Sebanyak 10 gram sampel
dihancurkan,
kemudian dimasukkan ke dalam botol pengenceran yang telah berisi 90
ml
bacteriological pepton water 0,1%, sehingga diperoleh pengenceran
10 -1
dan
dikocok sampai homogen, kemudian dipipet sebanyak 1 ml dari
pengenceran 10 -1
dimasukkan dalam tabung yang berisi 9 ml bacteriological pepton
water 0,1%
sehingga didapat pengenceran 10 -2
. Selanjutnya dibuat serial pengenceran sampai
10 -8
. Gram sampel diperoleh dengan menghitung jumlah koloni bakteri
cawan petri
dikalikan dengan faktor pengenceran.
Data yang diperoleh dianalisa dengan sidik ragam dan apabila
terdapat
pengaruh nyata antara masing-masing perlakuan, maka dilanjutkan
dengan uji
Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
3.7. Peta Jalannya Penelitian (Roadmap Penelitian)
Tahap
penelitian
4.1. Perubahan Berat Produk
Perubahan berat produk selama penyimpanan dingin dengan teknik top
icing
dapat dilihat pada Tabel 8. dan grafik perubahan berat produk dapat
dilihat pada
Gambar 3.
Perlakuan Hari
Gambar 3. Menunjukkan bahwa selama penyimpanan dingin terjadi
peningkatan
berat pada penyimpanan hari ke-3 dan penurunan berat pada hari
ke-6. Hal ini
disebabkan karena saat penyimpanan hari ke-3 terjadi penyerapan air
es oleh produk
dan saat penyimpanan hari ke-6 produk telah rusak dan terjadi
perubahan tekstur
produk.
15
Sedangkan perlakuan tidak berbeda nyata terhadap perubahan berat
pada
perlakuan KT, KP, KB, PT, PP, PB selama penyimpanan ditunjukkan
pada grafik
Gambar 4.
4.2. Kandungan Total Mikroba
Total mikroba produk selama penyimpanan dingin dengan teknik top
icing
dapat dilihat pada Tabel 9. dan grafik perubahan total mikroba
produk dapat dilihat
pada Gambar 5.
B ER
A T
(G R
No Kode Sampel Ulangan
1 KB U1 1,5 x 10 5 1,7 x 10
7 2,7 x 10
2 KB U2 1,5 x 10 5 1,9 x 10
7 2,6 x 10
3 PB U1 3,8 x 10 4 2,5 x 10
7 3,0 x 10
4 PB U2 3,8 x 10 4 2,4 x 10
7 2,9 x 10
5 KT U1 2,7 x 10 5 3,8 x 10
5 2,2 x 10
6 KT U2 2,7 x 10 5 5,1 x 10
5 2,4 x 10
7 PT U1 1,0 x 10 3 6,8 x 10
7 2,8 x 10
8 PT U2 1,0 x 10 3 5,8 x 10
7 2,9 x 10
9 KP U1 2,5 x 10 6 8,2 x 10
6 2,2 x 10
10 KP U2 2,5 x 10 6 1,4 x 10
7 2,9 x 10
11 PP U1 1,5 x 10 6 2,1 x 10
7 2,9 x 10
12 PP U2 1,5 x 10 6 1,6 x 10
7 2,4 x 10
Tabel 8. Menunjukkan bahwa selama penyimpanan dingin terjadi
peningkatan total
mikroba. Hal ini disebabkan karena produk memang telah tercemar
mikroba pada
hari ke-0 yaitu pada saat setelah dipanen sehingga saat disi,pan
dingin produk
mengandung mikroba.
Rencana tahapan berikutnya adalah penyempurnaan hasil dan
pembahasan
untuk sayuran brokoli, sayuran tomat dan bawang prey serta analisa
data statistik
semua sayuran. Parameter yang dibahas meliputi : perubahan berat,
total mikroba,
laju respirasi, perubahan suhu dan uji organoleptik.
Analisa statisti dilakukan terhadap data yang diperoleh dengan
analisa sidik
ragam dan apabila terdapat pengaruh nyata antara masing-masing
perlakuan, maka
dilanjutkan dengan uji BNT (Steel dan Torrie, 1993). Pengujian
organoleptik
terhadap warna, tektur, tingkat kekeringan, dan penerimaan mutu
visual secara
keseluruhan dilakukan oleh 10 orang panelis dengan uji skor skala
numerik
(Soekarto, 1985).
6.1. KESIMPULAN
1. Penyimpanan dingin dengan metode top icing dapat memperpanjang
umur
simpan sayuran brokoli, tomat dan bawang prey.
2. Penyimpanan dingin hanya dapat mempertahankan kesegaran dari
sayuran
brokoli, tomat dan bawang prey tetapi terdapat pula total mikroba
pada produk
sayuran brokoli, tomat dan bawang prey yang memang telah terkandung
dari
mulai dipanen.
7.2. SARAN
Setelah diketahui adanya mikroba dari sejak dipanen maka perlu
dilakukan
penelitian lanjutan untuk efisiensi pengangkutan sayuran dengan
pendinginan
metode top icing selama pendistribusiannya.
19
Anonimous. 1992. Sayur Komersial. Penebar Swadaya, Jakarta.
Buckle, K. A., R. A. Edwars, G. H.Fleet, R. A.Souness and M.
Woolton. 1982. Ilmu
Pangan. Terjemahan Hari Purnomo dan Adiono. U-I Press,
Jakarta.
Bayu S. Wibowo. 2004. Aktivitas Penanganan Pasca Panen dikaitkan
dengan Faktor
Perilaku Konsumen terhadap Pembelian di Supermarket khususnya
produk
Sawi Caisim (Brassica juncea, L) (Studi kasus di wilayah Kota
Denpasar).
Skripsi Bagian Teknik Pertanian program Studi Teknologi
Pertanian,
Universitas Udayana, Bukit Jimbaran.
Fennema, O.R. (Editor), 1976. Principles of Food Science. Part I.
Food Chemistry.
Marcel Dekker, Inc New York and Basel.
Kader, A.A. 1985. Postharvest Biology and Technology: An overview.
In
Postharvest Technology of Horticultural Crops. Cooperative
Extention.
University of California. Div. of Agriculture and Natural
Resources,
California.
Kader, A.A. 2002. Postharvest Technology of Horticultural Crops. 3
rd
Edition.
California.
Kays, S. J. 1991. Postharvest Physiology of Perishable Plant
Products. Van
Nostrand Reinhoid, New York.
Kitinoja, L., and Kader, A.A., 1995. Small-Scale Postharvest
Handling Practices. A
Manual For Horticultural Crops. 3 rd
Edition. Department of Pomology
Kairupan, S.M.E. and Lengkey, Ch.C.E., 2002. Faktor-faktor
Penanganan
Pascapanen yang Mempengaruhi Mutu Buah dan Sayuran.
Postharvest
Handling Workshop. Kerjasama Texas A&M University dengan
Teknologi
Pertanian Fakultas Pertanian UNSRAT Manado.
Rukmana, R., 1994. Budidaya Kubis Bunga dan Brokoli. Kanisius,
Jakarta.
Soekarto, S.T, 1985. Penilaian Organoleptik. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.
Soesarsono,W., 1981. Penyimpanan Buah-buahan, Sayur-sayuran, dan
Bunga-
bungaan. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Setyowati, Niwan R. dan Budiarti., 1992. Pascapanen Sayur. PT.
Penebar Swadaya,
Jakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1993. Prinsip dan Prosedur
Statistika Suatu
Pendekatan Biometrik. Penerjemah B. Sumantri. PT. Gramedia
Pustaka
Utama, Jakarta.
Thomson, A.K., 1996. Postharvest Teknology of Fruit and Vegetables.
Blackwell
Science Ltd. Victoria, Australia.
Utama, M.S., Jeferson W.G dan Dewa G.M.P., 2002. Teknologi
Pascapanen
Hortikultura. Program studi teknologi Pertanian UNUD Denpasar
dan
ECFED Program Texas A&M University Texas, USA.
Wills, R.H.H., Lee, T.H., Graham. D, Mc Glasson. W.B, and Hall.
E.G, 1981.
Postharvest. An Introduction to The Physiology and Handling of
Fruit and
Vegetables. New South wales University Press.
http://id.wikipedia.org/wiki/Mikroorganisme. 6 April 2013.
Lampiran 2. Foto-Foto Penelitian
21
Top icing pada tomat
23
Produk kiri disimpan dingin dan produk kanan disimpan suhu kamar
(26
0 C)