MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN T E S I S Oleh AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011 PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
227
Embed
Oleh AGUSTINA HELENA SAMOSIRmagisterseniusu.weebly.com/uploads/1/8/0/0/1800340/tesis-agustina... · Sekolah Menengah Pertama Kristen Immanuel Medan , lulus tahun 1987 3. Sekolah Menengah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN:
PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN
T E S I S
Oleh
AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011
PROGRAM STUDI MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI
FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2014
i
MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN:
PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN
TESIS
Oleh
AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
2 0 1 4
ii
MUSIK DALAM IBADAH
GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI, DAN PERUBAHAN
T E S I S
Untuk memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) dalam Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara
Oleh
AGUSTINA HELENA SAMOSIR NIM. 127037011
PROGRAM STUDI
MAGISTER (S-2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N
2 0 1 4
iii
Judul Tesis MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN: PENGGUNAAN, FUNGSI DAN PERUBAHAN
Nama : Agustina Helena Samosir Nomor Pokok : 127037011 Program Studi : Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Menyetujui
Komisi Pembimbing,
Dr. Martongo Sitinjak, M.Th. _____________________________ Ketua
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni Ketua, Drs. Irwansyah, M.A. NIP 196212211997031001
Fakultas Ilmu Budaya Dekan, Dr. Syahron Lubis, M.A. NIP 195110131976031001
iv
Tanggal lulus:
Telah diuji pada
Tanggal :
PANITIA PENGUJI UJIAN TESIS
Ketua : Drs. Irwansyah, M.A (_________________________) Sekretaris : Drs. Torang Naiborhu, M.Hum (_________________________) Anggota II : Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. (_________________________) Anggota I : Dr. Martongo Sintinjak, M.Th (_________________________) Anggota III : Drs. Bebas Sembiring, M.Si. (_________________________)
v
ABSTRACT This study discusses the Music In Worship HKBP Pasar Melintang, covers three aspects, namely: (1) The use of music in ritual HKBP ‘Market Crossing; (2) The function of music in worship HKBP Pasar Melintang; and (3) Changes in the composition of music includes hymns and the use of musical instruments as accompaniment hymns. In discussing these three aspects, the author uses the theory of Alan P. Merriam on the use and function; theory of Carol R. Ember and Sztompka for theory change. The study of aspects of the use of music in worship can be concluded that the variation of musical worship hymns to build more vivid and passionate. The use of hymns in worship at HKBP Pasar Melintang always adapted to HKBP ritual. Considerations in the selection of hymns of worship based on the text to align to the theme song of the week. Hymn melody is not the main cause of the results of the research, it has been found that there are some hymns from the buku Ende HKBP uses the same melody but different meanings poem. The study of aspects of the function of music in worship shows that Alan P. Merriam theory can be applied in accordance with the opinion of his congregation. Research results in a change aspects of music in worship HKBP, found that there are some differences in the composition of hymns HKBP the composition of hymns at first. Changes seen in the melody, rhythm and harmony. Other changes have occurred is a change in the mindset of people HKBP about musical understanding in worship, giving rise to a wide variety of musical forms. This condition is seen ranging from the use of harmonium, trumpet, organ, brass / brass bands, musical ensembles (two or more keyboards, merging traditional music), a full band and the use of music box. Keywords: HKBP Pasar Melintang, Use, Function and Change
vi
ABSTRAK
Penelitian ini membahas Musik Dalam Ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang meliputi tiga aspek, yakni: (1) Penggunaan musik sesuai dengan tata ibadah gereja HKBP Pasar Melintang; (2) Fungsi Musik dalam ibadah Gereja HKBP Pasar Melintang; dan (3) Perubahan musik meliputi perubahan dalam hal komposisi musik dari himne dan perubahan penggunaan alat musik dalam mengiringi himne. Dalam membahas tiga aspek tersebut, penulis menggunakan pendekatan teori Alan P. Merriam tentang uses and function dan teori dari Carol R. Ember dan Sztompka tentang teori perubahan. Hasil dari penelitian dalam aspek pengunaan musik dalam ibadah dapat disimpulkan bahwa variasi musik dalam mengiringi himne dapat memberikan suasana ibadah lebih hidup dan bergairah. Penggunaan lagu-lagu himne dalam ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang selalu disesuaikan dengan tata ibadah HKBP. Pertimbangan pemilihan himne dalam ibadah didasarkan pada teks nyanyian agar mendukung makna dari tema minggu. Melodi himne bukan hal yang utama sebab dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada beberapa himne dari Buku Ende (BE) HKBP yang menggunakan melodi yang sama akan tetapi makna syair yang berbeda. Hasil penelitian dalam aspek fungsi musik dalam ibadah menunjukkan bahwa teori Alan P. Merriam dapat diaplikasikan sesuai dengan pendapat jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang. Hasil Penelitian dalam aspek perubahan musik dalam ibadah gereja HKBP ditemukan bahwa terdapat beberapa perbedaan komposisi himne HKBP dengan komposisi himne pada awalnya. Perubahan dapat dilihat dalam hal melodi, ritem dan harmoni. Perubahan lainnya adalah telah terjadi perubahan pola pikir warga gereja HKBP tentang apa yang dimaksud dengan musik pengiring dalam ibadah sehingga memunculkan berbagai variasi bentuk musik pengiring. Kondisi ini dapat dilihat mulai dari penggunaan harmonium, terompet, organ, musik tiup/brass band, ansambel musik (dua atau lebih keyboard, penggabungan musik tradisional), full band dan penggunaaan music box gereja. Kata kunci: HKBP Pasar Melintang, Penggunaan, Fungsi dan Perubahan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala
berkat, rahmat dan karunia-Nya yang membimbing dan menyertai penulis dalam
penyelesaian studi di Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian
Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara Medan.
Tulisan dalam bentuk tesis ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Magister Seni (M.Sn.) pada Program Studi Magister (S-2)
Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara Medan.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada kedua orang tua penulis, yaitu Bapak Kol. L. Samosir dan Ibu R.
Simanjuntak, nasehatmu ibu senantiasa mengiringi langkahku di manapun aku
berada. Segala yang Bapak dan Ibu berikan (doa dan nasehat) membawaku
mencapai jenjang pendidikan yang lebih tinggi, saya tidak mampu membalasnya
dengan apapun.
Kepada Suami saya tercinta, Cst Ir. J Hutabarat., yang tidak pernah lelah
mendukung dan memotivasi saya dengan moril maupun materil dalam
perkuliahan hingga selesainya penulisan tesis ini. Tidak lupa terimakasihku
kepada anakku yang sangat kucinta dan kusayangi, Josua Steven Hutabarat, Jovan
Matthew Hutabarat dan Irma Pratiwi Samosir. Hanya tesis ini yang dapat saya
persembahkan sebagai tanda terima kasih atas cinta dan kasih sayang kalian
kepadaku. Dalam kesempatan ini juga, saya mengucapkan terima kasih buat
viii
keluarga besar Hutabarat dan keluarga besar Samosir atas segala dukungan dan
doa bagi penulis dalam proses penyelesaian studi S-2 di Prodi Pengkajian dan
Penciptaan Seni Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
Tidak lupa saya berterima kasih kepada Ibu Pdt. Ruth Betty Panjaitan,
S.Th, Ibu Bibelvrouw Nawaris Marpaung, NHKBP Pasar Melintang dan Tim
Musik HKBP Pasar Melintang atas segala dukungan dan informasi yang diberikan
dalam penyelesaian tesis ini.
Secara akademik penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.
Dr. dr. Syahril Pasaribu., DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K)., selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara, dan Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan
Fakultas Ilmu Budaya, yang telah memberi fasilitas, sarana dan prasarana belajar
bagi penulis sehingga dapat menuntut ilmu di kampus Universitas Sumatera Utara
ini dengan baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ketua
Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara, Drs. Irwansyah, M.A., dan Sekretaris,
Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum., atas bimbingan akademis dan arahan yang
diberikan.
Terima kasih yang sebesar-besarnya juga saya ucapkan kepada Bapak Drs.
Setia Dermawan Purba, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Dr.
Martongo Sitinjak, M.Th., sebagai Dosen Pembimbing II atas semua tuntunan,
nasehat serta bimbingannya dan memotivasi penulis supaya tetap semangat dan
terus maju tidak menyerah. Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen
ix
Penguji Drs. Bebas Sembiring, M.Si., yang memberikan koreksi dan kritikan demi
perbaikan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua dosen Program Studi
Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni atas ilmu yang telah diberikan
selama ini. Begitu juga kepada Bapak Drs. Ponisan sebagai pegawai adminsitrasi,
terima kasih atas segala bantuannya selama ini. Penulis juga mengucapkan
terimakasih untuk seluruh teman-teman di Prodis Magister (S.2) atas segala
bantuan dan kerjasama yang telah terbangun selama ini. Penulis berharap kiranya
tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.
Tentu tesis ini masih jauh dari kesempurnaannya, karena itu kepada semua
pihak, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun
pada tesis ini.
Medan, Agustus 2014 Penulis Agustina Helena Samosir
NIM. 127037011
x
DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS DIRI 1. Nama : Agustina H. Samosir 2. Tempat/Tgl. Lahir : 17 Agustus 1971 3. Jenis Kelamin : Perempuan 4. Agama : Kristen Protestan 5. Kewarganegaraan : Indonesia 6. Nomor Telepon : 0812 6549 731 7. Alamat : Jl. Abdul Hamid (Ayahanda) No. 54
Medan 8. Pekerjaan : Dosen Musik di Universitas Negeri Medan
Guru Musik di SMKN 11 Medan PENDIDIKAN 1. Sekolah Dasar Swasta Kristen Bersubsidi, lulus tahun 1984 2. Sekolah Menengah Pertama Kristen Immanuel Medan , lulus tahun 1987 3. Sekolah Menengah Musik (SMM) 11 Medan, lulus tahun 1991 4. Sarjana Musik Fakultas Bahasa dan Seni Universitas HKBP Nommensen
Medan, lulus tahun 1997. 5. Akta IV dari Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Medan, lulus tahun 1999 6. Mahasiswa Program Studi Magister (S-2) Penciptaan dan Pengkajian Seni di
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan Tahun Akedemik 2012/2013.
xi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar pustaka.
Medan, Agustus 2014
Agustina H. Samosir NIM 127037011
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i ABSTRACT ................................................................................................... v ABSTRAK ..................................................................................................... vi KATA PENGANTAR . ................................................................................. vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... x HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ xi DAFTAR ISI .................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvi DAFTAR TABEL ............................................................................................. xvii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1 1.2 Pokok Permasalahan ................................................................. 7 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 8 1.4 Manfaat Penulisan ................................................................... 8 1.5 Tinjauan Pustaka ………………………………………………. 9
1.6 Kosep ..................................................................................... 12 1.6.1 Gereja ............................................................................. 12 1.6.2 Musik gereja ................................................................... 15 1.6.3 Musik dalam ibadah ........................................................ 16 1.6.4 Musik tiup ...................................................................... 17 1.6.5 Defenisi musik koor ....................................................... 18 1.6.6 Music box gereja (MBG) ................................................ 21 1.6.7 Jemaat ............................................................................ 23
1.6.8 Ibadah ............................................................................ 24 1.6.9 Syair lagu ...................................................................... 24
1.7 Teori ....................................................................................... 25 1.7.1 Teori fungsionalisme ..................................................... 25 1.7.2 Teori perubahan ............................................................. 28
1.8 Metode Penelitian ..................................................................... 30 1.8.1 Pendekatan penelitian ..................................................... 30 1.8.2 Lokasi penelitian ............................................................ 32 1.8.3 Observasi/teknik pengumpulan data ............................... 32 1.8.4 Wawancara .................................................................... 33 1.8.5 Dokumentasi .................................................................. 34
1.8.6 Analisis data ................................................................... 34 1.8.7 Pengecekan keabsahan data ........................................... 35 1.8.8 Tahap-tahap penelitian .................................................... 36 1.8.9 Tahap pekerjaan lapangan .............................................. 38 1.8.9.1 Memahami latar penelitian ................................. 38
xiii
1.8.9.2 Memasuki lapangan .......................................... 38 1.8.9.3 Berperan serta mengumpulkan data ................... 39
BAB II TINJAUAN UMUM GEREJA HKBP ......................................... 40 2.1 Sejarah Berdirinya HKBP ......................................................... 40 2.2 Sejarah Singkat Gereja HKBP Pasar Melintang ........................ 53
2.2.1 Latar Belakang Pendirian Gereja .................................... 53 2.2.2 Susunan Struktur Gereja ................................................. 57 2.2.3 Kegiatan Gereja .............................................................. 62 2.2.4 Pembangunan Gereja HKBP Pasar Melintang ................. 63
BAB III TATA IBADAH GEREJA HKBP DAN PERKEMBANGAN
MUSIK GEREJA ........................................................................ 65 3.1 Tata Ibadah ............................................................................... 65 3.1.1 Beberapa istilah asing dalam tata ibadah gereja
HKBP…….................................................................... 65 3.1.2 Dasar-dasar teologis tata ibadah hari minggu HKBP…. . 67 3.1.3 Dasar teologis tata ibadah minggu HKBP menurut F.
Tiemeyer ……. ............................................................. 75 3.1.4 Urutan mata acara ibadah HKBP dalam edisi 1904 dan
1998……. ..................................................................... 78 3.1.5 Urutan mata acara menurut Justin Sihombing ……. ...... 86 3.1.6 Kalender gerejawi (Almanak) HKBP ……. ................... 90 3.1.7 Tata ibadah HKBP dan artinya……. ............................. 92 3.2 Perkembangan Musik Gereja Sebelum Musik Gereja HKBP ......... 97
3.2.1 Perjanjian Lama ............................................................. 97 3.2.2 Jaman gereja mula-mula ................................................ 99 3.2.3 Himne Latin .................................................................. 101 3.2.4 Jaman kegelapan dan paman pertengahan ...................... 102 3.2.5 Jaman reformasi Protestan ............................................. 103 3.2.6 Pietisme ......................................................................... 105 3.2.7 Moravian ....................................................................... 106 3.2.8 Nyanyian Mazmur ......................................................... 106
3.3 Perkembangan Himne Gereja HKBP ....................................... 114 BAB IV PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK DALAM IBADAH
GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN .................... 122 4.1 Pengantar ................................................................................. 122
4.2 Penggunaan Alat Musik di HKBP Pasar Melintang .................. 126 4.3 Penggunaan Himne Sesuai Dengan Tata Ibadah Gereja HKBP . 131
4.3.1 Penggunaan himne dalam ibadah Advent. ..................... 132 4.3.2 Penggunaan himne dalam ibadah Natal ……. ................ 137 4.3.3 Penggunaan himne dalam ibadah Tahun Baru. .............. 140
xiv
4.3.4 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Epiphanias ... 143 4.3.5 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Jumat Agung 148 4.3.6 Penggunaan himne dalam ibadah Kebangkitan Tuhan
Yesus ............................................................................ 153 4.3.7 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Kenaikan
Tuhan Yesus. ................................................................ 158 4.3.8 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Turunnya
Roh Kudus .................................................................... 163 4.3.9 Penggunaan himne dalam ibadah Minggu Trinitatis ….. 167 4.3.10 Penggunaan himne dalam ibadah-ibadah Lainnya ......... 170 4.4 Fungsi Musik di Gereja HKBP Pasar Melintang ……. .............. 171
BAB V PERUBAHAN MUSIK GEREJA DALAM IBADAH DI HKBP PASAR MELINTANG MEDAN..................................... 179
5.1 Perubahan dalam Komposisi Himne ……. ............................... 180 5.2 Perubahan Penggunaan Alat Musik Dalam Ibadah gereja
HKBP ……. ............................................................................ 189 5.2.1 Alat musik tiup ……. ..................................................... 190 5.2.2 Organ ……. ................................................................... 194 5.2.3 Format ansambel ……. .................................................. 195 5.2.4 Band ……. ..................................................................... 197 5.2.5 Music box gereja ……. .................................................. 200 5.3 Perubahan Musik di Beberapa Gereja di Kota Medan ……. .......... 201 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 203
2.1 Logo Gereja .............................................................................................. 45 2.2 Badan Organisasi Gereja HKBP ................................................................ 48 2.3 Denah Gereja HKBP Pasar Melintang ........................................................ 56 2.4 Bagan Organisasi Gereja HKBP Pasar Melintang ....................................... 59 2.5 Hasil Akhir Pembangunan Altar Gereja ..................................................... 64 4.1 Lagu Buku Ende No. 38 “Paruak Ma Harbangan i“ ................................. 134 4.2 Lagu Buku Ende No. 390 “Advent“ ............................................................ 136 4.3 Lagu Buku Ende No. 54 “Sonang ni Borngin i“ ......................................... 138 4.4 Lagu Buku Ende No. 53 “Di Betlehem do Tubu“ ........................................ 139 4.5 Lagu Buku Ende No. 66 “Debata Baen Donganmi“ ................................... 141 4.6 Lagu Buku Ende No. 64 “Naung Moru Do Muse Sataon“ .......................... 142 4.7 Lagu Buku Ende No. 74 “Sai Marlas Ni Roha Hita“ .................................. 146 4.8 Lagu Buku Ende No. 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu“ .................................. 147 4.9 Lagu Buku Ende No. 83 “Na Lao Do Biru-Biru i“ ..................................... 150 4.10 Lagu Buku Ende No. 84 “Aut Na Ginorga Tu Rohangku“ ........................ 152 4.11 Lagu Buku Ende No. 92 “Puji Ma Namanaluhon“ ................................... 156 4.12 Lagu Buku Ende No. 96 “Nungga Talu Hamatean“ ................................. 157 4.13 Lagu Buku Ende No. 97 “ Ingoton Ma Sadarion“ .................................... 161 4.14 Lagu Buku Ende No. 98 “Naung Manaek Do Ho “ ................................... 162 4.15 Lagu Buku Ende No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti “ ........................ 164 4.16 Lagu Buku Ende No. 106 “Ale Tuhan Amanami “ .................................... 166 4.17 Lagu Buku Ende No. 106 “Ditmpo Ho Do Au “........................................ 168 4.18 Lagu Buku Ende No. 111 “Patimbul Be Ma Sangap “ .............................. 169 5.1 Partitur lagu ”Come, O Come, in Pious Lays” ........................................... 183 5.2 Partitur lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate” ................................................... 184 5.3 Analisis Lagu ........................................................................................... 185 5.4 Pola Iringan .............................................................................................. 186 5.5 Partitur Lagu „Valent Will ich Geben“ ...................................................... 186 5.6 Partitur Lagu ”Behama Panjalongku” ........................................................ 187 5.7 Analisis Perubahan Melodi ....................................................................... 188 5.8 Analisis Perubahan Harmoni ..................................................................... 189 5.9 Format Duet Keyboard Dalam Mengiringi Ibadah ..................................... 197 5.10 Format Band Dalam Mengiringi Ibadah .................................................. 199
xvi
DAFTAR TABEL
4.1 Bagian Nyanyian Dalam Buku Ende HKBP .............................................. 170
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Musik memegang peranan penting dalam masyarakat jaman sekarang,
karena musik mempunyai kegunaan dan fungsi di dalam kehidupan manusia.
Terlebih dari semuanya itu, musik dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan. Bruno
Nettl mengatakan bahwa tulisan awal dari etnomusikolog sering berdasar pada
anggapan dalam sejarah, kebudayaan manusia dalam menggunakan musik untuk
mencapai satu tujuan akhir. Musik dipakai sebagai alat untuk menyampaikan arti,
identitas diri dari masyarakat itu sendiri. Acapkali manusia cenderung
menyalahgunakan kata penggunaan dan fungsi dari musik itu sendiri. Meskipun
ada kesamaan, tetapi dua kata tersebut mempunyai arti yang berbeda.1
Musik menurut Webster dictionary adalah; (1) the art and science of
combining vocal or instrumental sounds or tones in varying melody, harmony,
rhythm, and timbre, especially as to form structurally complete and emotionaly
expressive compositions; (2) the sounds or tones so arranged, or the arrangement
of these.2
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata musik didefinisikan sebagai
berikut; (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara dalam urutan atau
kombinasi, dan hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi (suara) yang
mempunyai kesatuan dan kesinambungan; (2) nada atau suara yang disusun
1Bruno Nettl, The Study of Ethnomusicology : Twenty – Nine Issues and Concept
(Urbana: University of Illinois Press, 1983 ), hal. 147-148. 2Jean L. McKechnie, ed., Webster’s New Twentieth Century Dictionary of the English
Language, (New York: Prentice Hall Press, 1979), hal. 1184.
2
sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu, dan keharmonian (terutama
yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi itu).3
Dari definisi musik tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa musik
adalah seni dalam memadukan nada atau suara menjadi sebuah karya yang dapat
dinikmati dengan atau tanpa diiringi alat musik. Musik juga adalah hasil karya
yang memadukan suara dan nada yang kemudian menjadi suatu irama yang
harmonis, yang dalam konteks kita sekarang disebut sebagai lagu atau apabila
dilengkapi dengan kata-katanya menjadi nyanyian.
Kata musik banyak digunakan dalam berbagai kebudayaan dan juga
keagamaan. Dalam hal kebudayaan, dapat dilihat bagaimana musik itu digunakan
untuk mengiringi rangkaian upacara yang dilaksanakan. Musik mempunyai peran
penting di sana sebagai bagian yang tidak terlepaskan dalam sebuah upacara.
Dalam hal keagamaan, musik digunakan untuk mengiringi nyanyian ibadah dan
acara keagamaan lainnya. Peran musik menjadi penting dalam ibadah karena
dengan adanya musik, maka jemaat akan terbantu dalam mengekspresikan
imannya.
Penggunaan musik dalam hubungannya dengan keagamaan dapat dilihat
dalam gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Gereja HKBP adalah Gereja
Protestan terbesar di kalangan masyarakat Batak, bahkan juga di antara Gereja-
gereja Protestan yang ada di Indonesia. Gereja ini tumbuh dari misi RMG
(Rheinische Missions-Gesselschaft) dari Jerman dan resmi berdiri pada 7 Oktober
1861. Gereja HKBP adalah gereja yang berasaskan ajaran Lutheran, HKBP juga
3Lukman Ali, ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994),
hal. 676.
3
menjadi anggota dari Federasi Lutheran se-Dunia (Lutheran World Federation)
yang berpusat di Jenewa, Swiss. Pemerintah Indonesia mengakui HKBP melalui
Beslit No. 48 tanggal 11 Juni 1931, yang tercantum dalam Staatblad Tahun 1932
No. 360 dan Surat Keputusan Direktur Jenderal Bimas Kristen Protestan
Departemen Agama No. 33 tahun 1988 tanggal 6 Pebruari 1988.
Pengakuan pemerintah terhadap gereja HKBP telah sesuai dengan amanat
Undang-Undang Dasar (UUD) tahun 1945 Bab XI Pasal 29 ayat 1 dan 2 tentang
agama dan kebebasan beragama. Pasal 1 berbunyi bahwa Negara berdasarkan atas
Ketuhanan Yang Maha Esa, selanjutnya pasal 2 berbunyi Negara menjamin
kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan UUD
1945 negara bertanggung jawab untuk melindungi, memajukan, dan memenuhi
kebebasan beragama sebagai hak asasi manusia. Negara juga harus menjamin
bahwa seseorang tidak diperlakukan secara diskriminatif atas dasar agama yang
diyakini dan ibadah yang dijalankannya.
Musik gereja ditampilkan untuk mengekspresikan tujuan dalam
menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan. Sebuah ibadah dengan tujuan
penginjilan itu sendiri akan dipenuhi jemaat ketika pelaksanaannya diperlengkapi
oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah sarana kebenaran keselamatan
besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat ditanggapi oleh manusia akan
menghasilkan proses menjadikannya Kristen.
Musik dalam gereja HKBP memiliki peran penting dalam setiap ibadah
yang dilaksanakan baik dalam lingkup gereja maupun di luar gereja. Dalam
4
lingkup gereja dapat dilihat bahwa hampir sepertiga tata ibadah adalah dengan
musik (baik nyanyian jemaat, koor, song leader dan musik iringan ibadah). Untuk
ibadah yang dilaksanakan di luar lingkup gereja, seperti ibadah weyk, acara
kebaktian pesta perayaan dan ibadah bagi jemaat meninggal semuanya tidak
terlepas dari musik.
Pengertian kebaktian (ibadah) dalam penelitian ini adalah suatu pertemuan
umat Allah dan jemaat dalam bentuk dialog, bahwa Allah berfirman dan manusia
mendengar, Allah memberi dan jemaat menerima serta mengucap syukur, Allah
mengampuni dan jemaat memuji namaNya. Kebaktian merupakan suatu upacara,
kesempatan jemaat bersekutu di dalam Kristus, bersama-sama mendengarkan
firman Tuhan supaya jemaat diperlengkapi untuk hidup.
David B. Pass berpendapat bahwa sifat musik gereja ditentukan oleh sifat
gereja, dan sifat gereja ditentukan oleh misinya, oleh karena itu dapat dipahami
bahwa penggunaan musik ibadah yang tepat adalah ketika memahami eklesiologi;
memahami sifat dari gereja; memahami bagaimana ibadah, dan musik ibadah dan
bagaimana musik gereja berfungsi di dalam gereja. Dari pendapat tersebut dapat
dipahami bahwa musik dalam gereja bukan semata-mata sebagai pelengkap
ibadah akan teapi musik dalam ibadah mempunyai tujuan yang lebih filosofi.
Penggunaan musik dalam gereja HKBP dapat dilihat dari penggunaan
musik (himne dan paduan suara) selalu dikaitkan dengan tema ibadah seperti,
ketetapan tentang jemaat, resort, distrik baru, yayasan, lembaga, dan komisi,
demikian juga yang berhubungan dengan personalia; dan (q) Menerima usul
amandemen terhadap Aturan Peraturan HKBP.
2. Sekertaris Jenderal Tugasnya
Adapun tugas dari Sekertaris Jenderal adalah sebagai berikut; (a) Menyertai
Ephorus memimpin HKBP bersama-sama dengan kepala departemen; (b)
Memimpin administrasi HKBP sesuai dengan Aturan Peraturan HKBP; (c)
Mewakili Ephorus melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh Ephorus
sesuai dengan kebutuhannya; (d) Menerima laporan pelayanan dari organ-
organ pelayanan di bawahnya; (e) Bersama-sama dengan kepala departemen
menyertai Ephorus menyusun Berita Pelayanan, Rencana Tahunan, dan
Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Tahunan HKBP, yang akan mereka
sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode; Laporan Pertanggungjawaban dan
Rencana Strategis ke Sinode Agung; (f) Mempersiapkan segala keperluan
yang berkenaan dengan pelaksanaan Sinode Agung dan rapat-rapat lain
ditingkat Pusat; (g) Bersama-sama dengan Ephorus dan kepala departemen
menyelenggarakan Rapat Pimpinan HKBP; dan (h) Membuat evaluasi dan
menyampaikan pertanggungjawaban kepada Ephorus melalui laporan rutin.
51
3. Kepala Departemen Koinonia Tugasnya
Tugas dari Departemen Koinonia adalah; (1) Menyertai Ephorus bersama-
sama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen lainnya memimpin
HKBP; (2) Mengkordinasikan perencanaan dan pelaksanaan semua usaha
yang mengembangkan dan meneguhkan persekutuan seluruh warga HKBP di
semua tingkat, persekutuan oikumenis di tingkat lokal, nasional, regional dan
internasional; (3) Menyusun kebijakan-kebijakan, peraturan-peraturan, dan
pedoman-pedoman yang perlu dalam kegiatan mengembangkan dan
meneguhkan persekutuan sel uruh warga di semua tingkat, dan menjadi
pegangan semua petugas; dan (4) menyertai Ephorus menyusun Berita
Pelayanan, Rencana Tahunan, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja
Tahunan HKBP, yang akan mereka sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode;
Laporan Pertanggungjawaban dan Rencana Strategis ke Sinode Agung.
4. Kepala Departemen Marturia
Tugas dari Departemen Marturia adalah; (1) Menyertai Ephorus bersama-
sama dengan Sekretaris Jenderal dan kepala departemen lainnya memimpin
HKBP; (2) Mengkordinasikan perencanaan dan pelaksanaan pekabaran Injil di
setiap tingkat pelayanan HKBP; (3) Menyusun kebijakan-kebijakan,
peraturan-peraturan, dan pedoman-pedoman yang perlu dalam pekerjaan
pemberitaan firman Allah yang akan menjadi pegangan bagi semua pelayan di
semua tingkat pelayanan; dan (4) Bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal
dan kepala departemen lainnya menyertai Ephorus menyusun Berita
Pelayanan, Rencana Tahunan, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja
52
Tahunan HKBP, yang akan mereka sampaikan ke Majelis Pekerja Sinode;
Laporan Pertanggungjawaban dan Rencana Strategis ke Sinode Agung.
5. Kepala Departemen Diakonia
Tugas Departemen Diakonia adalah; (1) Manyertai Ephorus bersama-sama
dengan Sekretaris Jenderal dan kepada departemen lainnya memimpin HKBP;
(2) Mengkordinasikan pengelolaan semua pelayanan social yang
berhubungan dengan pemberian bantuan kepada yang kesusahan, demikian
juga yang berhubungan dengan yayasan pendidikan dasar, menengah, dan
yayasan pendidikan tinggi, yayasan kesehatan dan pengembangan masyarakat
di setiap tingkat pelayanan; dan (3) Menyusun kebijakan-kebijakan, peraturan-
peraturan, dan pedoman-pedoman yang perlu dalam pekerjaan diakonia yang
menjadi pegangan bagi semua pelayan di semua tingkat pelayanan.
6. Praeses
Tugas Praeses adalah (1) Memimpin distrik bersama-sama dengan para kepala
bidan; (2) Menyusun rencana strategis dan program kerja tahunan distrik sesuai
dengan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, dan Rapat Pimpinan
HKBP;(3) Membina dan menggembalakan pelayan-pelayan tahbisan dalam
pekerjaan yang sesuai dengan tugas pelayanannya masing-masing; (4)
Membimbing dan mengawasi semua kegiatan yan berkenaan dengan kerohanian
dan kekayaan di jemaat-jemaat dan resort-resort;(5) Memimpin sinode distrik,
majelis pekerja sinode distri dan rapat pimpinan distrik; (6) Meresmikan jemaat-
jemaat dan ressort-ressort baru yang sudah ditetapkan oleh Pimpinan HKBP; (7)
Mengunjungi jemaat-jemaat dan memimpin pesta-pesta jubileum jemaat; (8).
53
Melantik pelayan-pelayan tahbisan penuh waktu pada jabatannya masing-masing
di distrik itu; (9) Menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di jemaat dan
ressort yang tidak dapat diselesaikan oleh majelis ressort; dan (10) Mengawasi
pelaksanaan keputusan Sinode Agung, Majelis Pekerja Sinode, sinode distrik,
rapat majelis pekerja sinode distrik, dan rapat distrik.
2.2 Sejarah Singkat Gereja HKBP Pasar Melintang Medan
Pembahasan sejarah HKBP Pasar Melintang Medan meliputi asal mula
mendirikan gereja; bagaimana susunan Haparladoon ( susunan personalia
pengurus gereja) dan melihat pembangunan gereja HKBP Pasar Melintang pada
awalnya. Penulis menyadari bahwa banyak hal yang tidak terakomodasi dalam
penulisan sejarah gereja HKBP Pasar Melintang. Langkah-langkah yang penulis
lakukan dalam menyusun sejarah HKBP Pasar Melintang adalah dengan
melakukan wawancara terhadap otoritas gereja HKBP Pasar Melintang dan juga
jemaat gereja HKBP Melintang yang ikut terjun dalam pendirian gereja HKBP
Pasar Melintang.
2.2.1 Latar belakang pendirian gereja HKBP Pasar Melintang Medan
Lahirnya keinginan pendirian gereja Pasar Melintang Medan tidak
terlepas dari kondisi ibadah minggu di gereja HKBP Sei Putih yang semakin
ramai dimana jemaat gereja yang terus bertambah yang datang dari desa
naualu. Oleh karena itu ruangan gereja tidak mampu lagi menampung jumlah
jemaat yang semakin banyak. Melihat kondisi tersebut muncullah ide dari
54
Dewan Pembangunan HKBP Sei Putih yang bertempat tinggal di sekitar Pasar
Melintang untuk mendirikan gereja. Beberapa anggota Dewan Pembangunan
tersebut adalah:
1. Bapak M.L.P Siamnjuntak (+)
2. Bapak Drs. P.S. Marbun
3. Bapak Dr. H.T. Sitanggang, SKM
4. Bapak St. C.H. Hutabarat
Dalam menindklanjuti rencana pembangunan gereja sebagai tempat doa dan
ibadah bagi Tuhan, maka diadakanlah rapat di tanggal 5 November 1967 di
rumaha Bapak Dr. H.T. Sitanggang, SKM dan diikuti oleh 12 orang sintua dan
penetua.
Hasil dari rapat tersebut memutuskan untuk mendirikan gereja baru,
dan melalui rapat tersebut terpilihlah sponsor atau panitia Pembangunan gereja
HKBP Pasar Melintang, yaitu:
1. Ketua : Dr. H.T. Sitanggang, SKM
2. Bendahara : Drs. P.S. Marbun
3. Sekretaris : M.L.P. Simanjuntak
4. Anggota : - Semua Sintua
- Penatua dari Weik-weik
Pada tanggal 19 November 1967 dilaksanakan rapat lanjutan bertempat
di rumah Bapak M.L.P Simanjuntak untuk mengkonsolidasikan rencana
lanjutan pembangunan gereja dan juga untuk menambahi kepanitiaan. Rapat
55
ini juga sekalian mengumpulkan sambangan dana secara ikhlas dan
terkumpullah dana awal waktu itu sebesar Rp. 17.500,00,-.
Pada tanggal 28 Januari 1968 panitia mengadakan rapat di rumah
Bapak Drs. P.S. Marbun. Pada rapat ini membicarakan tentang letah dan
bidang tanah sebagai tempat lokasi pembangunan gereja. Ukuran tanah 8.00 M
x 12.00 dengan harga Rp. 200.000,00,-. Dalam rapat tersebut panitia
mengumpulkan dana dan melakukan pinjaman obligasi sehingga dana yang
terkumpul sebesar Rp.135.000,00,-.
Tanggal 18 Februari 1968 panitia melakukan rapat lanjutan di rumah
Bapak St. O.H Hutabarat. Pada rapat tersebut dilaporkan bahwa tanah untuk
pendirian gereja sudah didapat dimana ukuran tanah 25 M x 68,5 m = 1.712,5
M. Setelah pengurusan sertifikat tanah ternyata ada selisih perhitungan luas
lahan tanah pembangunan gereja menjadi 1.546 M dengan harga Rp.
81.000.000,00,-. Kekurangan dana untuk pembelian tanah diduluankan
sementara oleh Bapak M.P.L Simanjuntak; Bapak Drs. P.S. Marbun; Bapak
Dr. H.T. Sitanggang; dan Bapak St. O.H Hutabarat.
Setelah perencanaan awal selesai, pada tanggal 24 Februari 1968
beberapa utusan menemui otoritas gereja HKBP Sei Putih untuk meminta
persetujuan untuk mendirikan gereja yang diberi nama Gereja HKBP Pasar
Melintang Resort Medan II Seip Putih. Rencana pendirian gereja mendapat
tanggapan yang positif dengan memberikan izin mendirikan gereja setelah
melalui tahapan penilaian proposal yang diajuakan.
56
Pada tanggal 19 Februari 1968 pendirian gereja sudah dimulai dengan
ukuran gedung gereja 8M x 12M dengan kondisi yang apa adanya (masih
tahap darurat dimana atap gedung masih menggunakan atap rumbai, bangku
darurat dan lantai masih tanah). Di tanggal 31 Maret 1968 ibadah minggu awal
sudah dilakukan yang dipimpin oleh Bapak Pdt. K. Sitorus dengan dibantu
oleh penetua gereja Sei Putih dan pada saat itu juga gereja ini sudah mulai
mandiri dari gereja HKBP Sei Putih.
Berikut adalah denah gereja HKBP Pasar Melintang Medan
Gambar 2.3. Denah Gereja HKBP Pasar Melintang
Sumber : Google Map
Jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang masa 1970-an pada awalnya
adalah jemaat gereja HKBP Sei Putih (gereja HKBP Pasar Melintang dulunya
merupakan pagaran dari HKBP Sei Putih). Keberadaan jemaat HKBP Pasar
Melintang sekarang ini adalah berasal dari warga sekitar lokasi gereja dan
57
perantau (berdirinya berbagai sekolah yang tidak jauh dari lokasi gereja seperti
sekolah Farmasi, Universitas Prima, sekolah SMU Negari 4.24
2.2.2 Susunan struktur gereja HKBP Pasar Melintang
Pada Tanggal 20 Maret 1968 para penetua gereja HKBP Pasar Melintang
mengadakan rapat di rumah Bapak St. M.M Siregar yang membahas masa tugas
dari pengurus gereja dalam periode 4 tahun. Susunan pengurus gereja pada
periode 1968-1972 adalah sebagai berikut:
1. Guru Huria : St. M.B. Sitompul 2. Sekretaris Huria : St. K. Sinambela 3. Bendahara Huria : St. O.H. Hutabarat 4. Parartaon : St. D.J. Hutagalung 5. Seksi Pembangunan : St. M.M. Siregar 6. Seksi Sikola Minggu : St. M. Sitompul 7. Seksi Zending Batak : St. A. Situmeang 8. Seksi Diakonia : St. I. Situmeang 9. Seksi Koor : St. K. Sinambela 10. Seksi NHKBP : Tumpak Situmeang 11. Koor Ina : Bibilvrow H. Br. Tambunan
Pada tanggal 01 Agustus 1972 HKBP pimpinan pusat HKBP mengangkat M.P
Siahaan sebagai Guru Huria (disingkat dengan Gr.). Tetapi kurang lebih satu
tuhun kemudian, Gr. M.P Siahaan pindah ke gereja HKBP Marindal dan
digantikan oleh Gr. A.D Siahaan. Selama kurang lebih 7 tahun, Gr. A.D
Siahaan pindah tugas ke gereja Sidorame dan kemudian posisi ini digantikan
oleh Gr. S. Siagian dari gereja HKBP Pajak Baru Resort Belawan. Tahun
24Wawancara dengan Bapak Tobing di gereja HKBP Pasar Melintang, tanggal 27 Juli
2014.
58
1980-an susunan Pengurus gereja HKBP Pasar Melintang dibentuk dengan
susunan sebagai berikut:
1. Guru Huria : Gr. S. Siagian
2. Parartaon : St. M. Pangaribuan
3. Sekretaris : St. J. Pasaribu
4. Bendahara : St. R.S. Hutagaol
5. Dewan Pembangunan : St. O.H. Hutabarat
6. Dewan Ina : St. G. Siagian
7. Dewan NHKBP : St. K. Sinambela
8. Dewan Sekolah Minggu : St. H. Sitompul
9. Dewan Diakonia Sosial : St. W. Siagian
- St. D.J. Hutagalung
- St. S. Pardede
- St. P.M. Simatupang
- St. G.M. Panggabean
- St. J. Sianturi
- Cal. St. C. Pangaribuan, BA
- Cal. St. B. Nadeak
- Cal. St. E. Munthe
- Cal. St. Dr. H.T. Sitanggang
59
Gambar 2.4 Bagan Organisasi Gereja HKBP Pasar Melintang 2013/2014 Sumber : Gereja HKBP Pasar Melintang
Pembagian Tugas Dan Wewenang masing – masing Pengurus Gereja HKBP Pasar
Melintang Medan sebagai berikut :
1. Pendeta Ressort Sesuai dengan Pedoman Penatalayanan HKBP 2010, berikut
diuraikan Tugas Pendeta Ressort.Tugas pokok Pendeta Ressort yaitu
memimpin semua pelayanan di Ressort dan Sabungan.
60
Uraian Tugas Pendeta Ressort; (1) Bertanggung jawab kepada Ephorus
HKBP, Praeses di Distrik dan Rapat Ressort, laporan pertanggungjawaban
disampaikan secara periodik sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
Aturan dan Peraturan HKBP (2002); (2) Melaksanakan pembagian tugas
sesuai dengan keterampilan, minat dan talenta yang dimiliki para pelayan
penuh waktu yang menerima SK dari Ephorus HKBP. Sebelum menetapkan
pembagian tugas, Pendeta Ressort terlebih dahulu melakukan rapat koordinasi
dengan pelayan penuh waktu lainnya; (3) Mengawasi jalannya tugas para
pelayan penuh waktu yang telah disepakati atau ditetapkan; (4) Menerima
pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dari para pelayan penuh waktu di
wilayah pelayanannnya; (5) Menandatangani surat-surat keluar, akte lahir,
menyaksikan iman, nikah dan surat-surat keterangan lainnya; (6) Memimpin
rapat-rapat di sabungan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam
Aturan dan Peraturan HKBP (2002) atau menugaskan salah seorang dari
pelayan penuh waktu lainnya untuk mewakilinya; dan (7) Menyetujui isi warta
jemaat yang akan diwartakan pada setiap kebaktian minggu yang dipersiapkan
Guru Jemaat atau pelayan penuh waktu yang ditugaskan menyusunnya.
2. Guru Huria
Tugas Guru Huria adalah; (a) Memimpin jemaat setempat, merencanakan dan
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pelayanan sesuai dengan tritugas
panggilan gereja; (b) Mempimpin pelayan tahbisan sesuai dengan bidang
tugasnya masing-masing; (c) Memimpin rapat jemaat, rapat pelayan, rapat
61
pelayan tahbisan, dan rapat pemilihan pengurus-pengurus dewan, seksi, dan
panitia pembangunan; (d) Melaksanakan keputusan Sinode Agung, Majelis
rapat majelis resort dan rapat pelayan tahbisan; (e) Mengawasi, membimbing,
dan meningkatkan mutu pelayanan di bidang penatalayanan dan administrasi
jemaat; (f) Menerima laporan pertanggungjawaban setiap dewan; dan (g)
Menyampaikan laporan pelayanan, statistik, dan keuangan jemaat ke pendeta
ressort, dan rapat jemaat.
3. Bibelvrouw adalah perempuan yang menerima jabatan bibelvouw dari HKBP
melalui Ephorus sesuai dengan Agenda HKBP. Tugas Bibelvrouw adalah; (a)
Sebagaimana tertera dalam Agenda Pemberian Jabatan Bibelvrouw; (b)
Menyampaikan berkat tanpa menumpangkan tangan; (c) Menghadiri Rapat
Bibelvrouw.
4. Penatua gereja adalah yang menerima jabatan penatua dari HKBP melalui
pendeta ressort sesuai dengan Agenda HKBP. Syarat Menjadi Penatua; (a)
Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi penatua di jemaat; (b)
Rajin mengikuti kebaktian minggu dan perjamuan kudus; (c) Berperilaku
tidak bercela; (d) Paling sedikitnya berumur 25 tahun; (e) Sehat rohani dan
jasmani; (f). Dipilih oleh warga jemaat dari antara mereka dan ditetapkan oleh
Rapat Pelayan Tahbisan. Tugas Penetua gereja adalah; (1) Sebagai tertera
dalam Agenda Penerimaan Penatua HKBP; (2) Melaksanakan baptisan
darurat; (3) Menyusun statistik warga jemaat di lingkungannya masing-
62
masing; (4) Mengikuti sermon dan rapat penatua; dan (5) Menyampaikan
berkat tanpa menumpangkan tangan.
2.2.3 Kegiatan huria
Setelah Pdt. K. Sitourus dilantik sebagai pendeta gereja HKBP Pasar
Melintang pada tanggal 31 Maret 1968, Pdt. K. Sitourus langsung membentuk
partangiangan weik (kebaktian weik) yang dilaksanakan hari kamis malam pukul
08.00 wib. Pembagian weik di gereja HKBP Pasar Melintang Medan adalah
sebagai berikut:
1. Weik I : St. D.J. Hutagalung
2. Weik II : St. M. Simandalahi
3. Weik III : St. O.H. Hutabarat
4. Weik IV : St. K. Sinambela
5. Weik V : St. H. Sitompul
6. Weik VI : St. A. Situmeang
Aktivitas gereja dalam hal koor terlihat dari paduan suara yang dibentuk yang
setiap ibadah berparsitifasi melantunkan lagu pujian. Paduan suara terdiri dari:
Punguan Ina Parari Rebo (Koor Ibu yang latihan setiap hari Rabu); Koor Ama
(Koor kaum Bapak); koor gabungan Zion; Koor Ina Maria dan koor dari weik II.
Selama 3 bulan ibadah gereja selalu dipimpin dengan serunai yang
dimotori oleh St. K. Sinambela. Pada tanggal 22 September 1986 gereja membeli
Poti Marende buatan K. Hutagalung – Made in Sipaholon. Perkembangan
selanjutnya, pada tahun 1979 instrumen Poti Marende diganti dengan Elektone.
63
Untuk ibadah minggu yang dilaksanakan, gereja ini membagi tiga
kelompok, yakni:
1. Ibadah Sekolah Minggu : masuk pukul 07.30 wib - 08.45 wib
2. Ibadah Minggu Pagi : masuk pukul 09.00 wib - 10.00 wib
3. Ibadah Bahasa Batak : masuk pukul 10.00 wib - 12.00 wib
2.2.4 Pembangunan gereja HKBP Pasar Melintang
Pembangunan gereja dimulai 19 Februari 1068 dengan ukuran 8,00 M x
12,00 M dengan kondisi gedung gereja yang masih sederhana. Pembangunan
gereja selanjutnya dengan lantai permanen selesai dikerjakan pada tanggal 4 April
1971. Pada tanggal tersebut diadakan pesta ulang tahun ke III (pesta manuruk
gereja na imbaru artinya: pesta memasuki gereja baru) dimana ketua panitia pesta
ini adalah Bapak R.W. Sinambela.
Ketua pembangunan Bapak M.L.P Simanjuntak kemudian menyerahkan
seksi dewan pembangunan kepada Bapak D.J Panjaitan. Pada masa dewan
pembangunan yang baru, konsentrasi pembangunan gereja terpusat pada bagian
balkon gereja dan membangun dingding gereja dari beton. Pada tahun 1979,
gereja mengadakan pesta pembangunan untuk mengumpulkan dana yang
dikerjakan oleh Bapak B. Panjaitan.dana yang dihasilkan dari acara pesta
pembangunan ini kemudian dipakai untuk memperbaiki pagar yang permanaen.
Tanggal 21 Juni 1981 paniti pesta pembangunan yang di ketuai oleh
Bapak RTDH Pakpahan. Dana yang diperoleh dari acara pesta ini digunakan
64
kepada perbaikan plafon gereja, loudspeaker, pengecetan didngding gereja dengan
aksesorisnya.
Tanggal 8 Agustus 1982 pesta pembangunan gereja dilaksanakan untuk
memperbaiki mimbar depan gereja. Pada tanggal 7-8 Mei 1983 adalah lanjutan
dari pesta pembangunan tahun 1982. Ketua panitia acara ini adalah Bapak A.C.
Sagala, SH. Perencanaan akan pembangunan mimbar gereja dapat tercapai dengan
baik.
\
Gambar 2.5. Hasil Akhir Pembangunan Altar Gereja Sumber: Dokumentasi Pribadi
65
BAB III
TATA IBADAH GEREJA HKBP DAN PERKEMBANGAN MUSIK GEREJA
Pembahasan dalam Bab III adalah tentang liturgi gereja HKBP dan
perkembangan Musik gereja. Perkembangan musik gereja dalam penelitian ini
adalah himne dan juga alat musik yang digunakan dalam mengiringi nyanyian
ibadah di gereja HKBP.
3.1 Tata Ibadah 3.1.1 Beberapa istilah asing dalam tata ibadah gereja HKBP Dalam gereja HKBP, terdapat beberapa istilah-istilah kata asing yang tetap
digunakan hingga saat ini, seperti: Agenda, Votum, Liturgi, Cultus dan Introitus.
Berikut adalah penjelasan dari istilah-istilah tersebut di atas:
1. Agenda berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam bahasa Inggris
menunjukkan sebuah daftar tentang hal-hal yang akan dikerjakan;
kemudian kata itu digunanakan oleh gereja-gereja berbahasa Jerman
“Agende” atau “Kirchenagende”,yaitu sebuah buku yang mengumpulkan
tata ibadah yang dipakai oleh gereja antara lain; kebaktian minggu biasa,
kebaktian dengan perjamuan kudus, dengan babtisan, naik sidi,
pemberkatan nikah, penguburan, ordinasi (die Ordination zum
Predigtamt), dan lain-lain. Agenda padanannya sebelum masa Reformasi
disebut dengan “Agenda missarum” (perayaan messe), “Agenda
mortuorum” (perayaan mengenang para orang mati). Kumpulan Tata
Ibadah HKBP dikenal dengan nama “Agende” sesuai dengan pemakaian
66
kata itu oleh gereja-gereja asal para misionaris yang bekerja di Tanah
Batak (1861–1940).
2. Liturgi berasal dari bahasa Yunani “leiturgia” (leos yang artinya rakyat,
dan ergon yang artinya kerja): kerja bakti yg dilakukan warga kota
setempat; pajak yang dibayar oleh warga negara; ibadah dalam kuil; dalam
Perjanjian Baru: ibadah atau kebaktian kepada Tuhan (Kis.13:2); mata
acara suatu ibadah, termasuk juga kaidah, sistem atau aturannya.
3. Cultus berasal dari bahasa Latin sebagai padanan kata “latreia” dalam
Perjanjian Baru atau dalam bahasa Jerman disebut dengan “Gottesdienst”
yang artinya ibadah pada Allah; mencerminkan prinsip reformasi Marthin
Luther yg merujuk pada ibadah seutuhnya oleh manusia terhadap Allah,
termasuk tampilan luarnya, sehingga ibadah itu bukan buatan tangan
manusia, seolah-olah manusia dapat merebut kedudukan Allah yang bebas
mendirikan ibadah (tata) untuk Allah sendiri.
4. Votum berasal dari bahasa Latin yang artinya: keinginan, janji, keputusan,
pengesahan, dukungan suara, penyataan Allah bahwa Ia ada dan bersedia
menerima orang yang ingin bertemu dengan Allah. Unsur yang mengawali
ibadah gereja; kebaktian dimulai oleh Allah yg berjanji, yg menyatakan
diri berada.
5. Introitus berasal dari bahasa Latin yang artinya pengantar masuk suatu
prosesi; ayat introitus: sebuah nats Alkitab yang merujuk pada tahun
gerejawi yang berlaku pada hari minggu tertentu, yg berfungsi sebagai
panggilan beribadah.
67
3.1.2 Dasar-dasar teologis tata ibadah hari minggu HKBP Uraian tentang dasar teologis tata ibadah HKBP diawali dengan paparan
dari segi historisnya, artinya memberi penjelasan kapan lahir, bagaimana lahirnya
serta mengapa dilahirkan sebuah dokumen yang namanya Liturgi (tata ibadah)
HKBP. Sejak awal pekabaran Injil di Tanah Batak tahun 1860-an, keinginan
untuk pengadaan sebuah liturgi atau tata ibadah Minggu dan peristiwa-pristiwa
gerejawi lainnya sudah menggema dan upaya untuk itu sudah dilakukan. Ini
nampak dari laporan-laporan para misionaris, seperti yang nampak dari laporan
kegiatan Pekabaran Injil di lembah Silindung Batak Toba oleh ketiga misionaris
setempat, yaitu I.L.Nommensen, P.H.Johannsen dan A.Mohri.25 Mungkin mereka
di tempat pelayanan masing-masing telah membuat gagasan-gagasan awal untuk
menciptakan tata badah Minggu, ibadah baptisan, perjamuan kudus, peneguhan
sidi, pernikahan, dan lain-lain. Kemungkinan ini semua telah bermuara pada
sebuah buku Agenda, edisi pertama ialah Agenda 1904, dilengkapi dengan
pedoman pemakaiannya, yang diterbitkan pada tahun 1906 dalam bahasa Jerman
dan untuk edisi Batak Toba tahun 1907. Agenda 1904 dan buku pedoman tersebut
menjadi acuan bagi paparan kita dalam mencari dasar-dasar teologis dan praktis
sebuah Agenda HKBP serta menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan revisi
Agenda HKBP untuk masa mendatang.26 F.Tiemeyer mengkaji kembali apa
25I.L. Nommensen, Missionsarbeit in Silindung, dalam : “Berichte der RMG”, Juni 1866,
hal.167-182 ; I.L. Nommensen, Aus Huta Dame im Bataklande, dalam: “Berichte der RMG”, Juli 1874, hal.193-206; dll. Lihat juga buku J.R.Hutauruk, Menata Rumah Allah. Kumpulan tata gereja HKBP, Kantor Pusat HKBP, 2001, hal.10-11, bahwa urutan mata acara ibadah Minggu : pembacaan dasa titah – pengakuan dosa – janji pengampunan dosa, sudah sejak dini dilakukan.
26“Agenda”, Nirongkom di Pangarongkomon Mission di Narumonda, Sianta – Toba, 1904, selanjutnya dikutib dengan singkatan: Agenda, Edisi 1904. Buku pedoman yang dimaksud ialah “Aturan ni Ruhut di angka huria na di tongatonga ni Halak Batak.”, Nirongkom di Panagarongkoman Mission di Si Antar – Toba, 1907, hal.1-35.
68
sebenarnya dasar teologis dari sebuah liturgi (tata ibadah gereja) yang evangelis (
istilah yang lebih popular ialah injili), atau dengan kata lain apa saja yang paling
fundamental dari sebuah agenda gerejawi yang berdasarkan teologi reformatories
M. Luther atau J .Calvin maupun para reformator lainnya. Dasar teologis yang
sangat fundamental menurut Tiemeyer adalah bahwa karya Tuhan Allah sendiri
yang selalu mendominasi sebuah tata ibadah yang otentik sebagaimana ditemukan
kembali oleh para reformator M. Luther dan J. Calvin. Tiemeyer mengatakan
bahwa upaya mencari makna dan hakekat sebuah tata ibadah evangelis
(evangelische Gottesdienst) atau istilah yang lebih dikenal dengan kata ibadah
injili ialah memperlihatkan aksi jemaat yang menunjukkan kepatuhannya terhadap
Allah yang hidup itu. Karena arti tata ibadah yang paling mendasar ialah
perbuatan/tindakan Allah bersama jemaatNya. Allah menghukum dan menghajar.
Allah menegur dan mengampuni. Tiemeyer mengatakan, bahwa tidak ada
perbedaan antara pendeta ( pengkhotbah = Prediger) dan liturgis. Di sini pendeta
dan liturgis sebagai manusia biasa tidak bakal melewati batas antara Allah dan
manusia. Allah telah menyatakan diriNya kepada manusia dan tidak bakal
membagikan kemuliaan-Nya dengan siapapun dari antara manusia.
Tiemeyer telah melakukan pemantauan terhadap berbagai tata ibadah
gerejawi yang pernah dipakai oleh Gereja – gereja dengan tujuan untuk
menunjukkan bahwa sepanjang sejarahnya gereja sepanjang abad itu selalu jatuh
bangun dalam mempertahankan hal-hal yang fundamental dari sebuah tata ibadah.
Salah satu yang paling utama ialah tindakan Allah, Allah yang bertindak, Allah
yang hadir dan manusia merespons kehadiran Allah yang mulia dan agung itu.
69
Dalam lima periode, beliau melihat gereja-gereja itu jatuh bangun dalam
mempergumulkan ke-injil-an dari tata ibadah kristiani itu. Beliau mengibaratkan
perjalanan dari tata ibadah injili itu telah melalui lima stasi / persinggahannya
secara historis, yaitu: Yerusalem, Roma, Wittenberg dan Geneva, kemudian
zaman pasca-reformasi, rasionalisme dan kultur protestantisme Eropa.
Zaman Israel, pada setasi pertama di Yerusalem nampak, bahwa ibadah
pada bait suci memperlihatkan kehadiran Allah yang hidup itu. Sepanjang
perjalanan sejarah bangsa Israel selalu nampak bahwa sebuah tempat tertentu
(sebuah kemah nomadis, tabut pada zaman perjalanan di gurun pasir atau sebuah
tempat yang menetap pada zaman sebelum dan sesudah pembuangan),
fenomenanya tetap sama, yaitu “Allah hadir, mari kita sujud di hadapan-Nya,
demikian yang terjadi pada awalnya. Ketika batas antara Allah dan manusia
dilewati, maka para imam Israel atas kekuatan / kekuasaan jabatannya, mereka
telah membangun ibadah untuk Allah, dan pada saat itulah menghilang kehadiran
Allah. Kehadiran Allah telah menghilang, dan sebagai gantinya ialah ibadah
(“Gottesdienst”) tanpa Allah. Kemudian utusan Allah yaitu Kristus datang
memasuki sejarah bangsa Israel. Firman Allah menjadi daging. Tetapi Kristus
tidak diterima, manusia ingin menguasai Allah dalam bait suci. Kristus
menjatuhkan hukuman. Bait Suci di Yerusalem musnah, tinggal puing-puing.
Demikian Tiemeyer menggambarkan perubahan makna ibadah di Yerusalem,
yang tadinya berpusat pada kehadiran Allah, tetapi oleh kehadiran para imam
Israel tempat Allah telah direbut oleh para imam, dengan demikian imam jadi
pusat ibadah.
70
Zaman Israel kemudian digantikan oleh zaman Kekristenan. Tiemeyer
merujuk ke nats Alkitab Mateus 7:29 sebagai karakteristik dari pemberitaan
Yesus: “sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti
ahli-ahli Taurat mereka”. Demikian beliau mengutipnya serta menambahkan,
bahwa Yesus menerima kewibawaan / kuasa dari Allah; Yesus bukan
mengandalkan wibawa / kuasa sendiri. Kini Allah kembali hadir dan bertindak
dalam ibadah yang dipimpin oleh Yesus. Kehadiran Allah dipertegas lagi oleh
nats Alkitab Lukas 4: 21: ” Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: ‘Pada
hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya’. Dan pada akhir hidup-
Nya, Yesus mendirikan Perjamuan Kudus (“Abendmahl”) sebagai ibadah. Rasul
Paulus melanjutkan ibadah yang mengedepankan kehadiran Allah dalam ibadah
Perjamuan Kudus: “ dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-
mecahkannya dan berkata: “Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu;
perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku! ( 1 Korintus. 11:24 ). Inilah menurut
beliau bentuk yang sangat sederhana yang dilayankan oleh Yesus, yaitu makan
roti dan minum anggur; bentuk yang sangat sederhana ini dipakai oleh Yesus
untuk mencerminkan kebesaran dan kehadiran Allah yang berbuat itu. Inilah suatu
ketegangan yang indah, yang nampak dalam ibadah yang dipimpin oleh Yesus:
ketegangan antara unsur roti dan anggur yang bersifat sementara itu dan dalam
bentuknya yang sederhana itu (kata-kata yang biasa tanpa seremoni) dengan
kemuliaan yang abadi dari Tuhan Allah yang hidup itu. Namun ketegangan ini
akhirnya sirna oleh ulah manusia yang tidak sabar dan rindu akan kehadiran
Tuhan Allah. Lagi-lagi terjadi penyimpangan oleh ulah dan perbuatan para pejabat
71
gerejawi abad ke-2. Kehadiran Allah dalam ibadah telah digantikan oleh kegiatan
seremonial para pejabat gerejawi itu. Kehadiran Allah dalam Perjamuan Kudus
telah digantikan oleh unsur-unsur yang diilahikan (roti dan anggur; “die
vergotteten Elemente Brot und Wein”). Artinya, kini yang bertindak ialah manusia
bukan lagi Allah. Imam maju ke depan dan mengorganisasi ibadah itu,
menguasainya, bertindak dan memutuskan melalui seremonial yang saleh. Dalam
hal ini, Tiemeyer menyimpulkan bahwa kini yang terjadi ialah: Ibadah – tanpa
Allah (“Gottesdienst – ohne Gott”).
Zaman Romawi, Pusat ibadah Gereja Katolik Roma ialah Missa, yang
pada hakekatnya adalah Perjamuan Kudus. Dalam Missa Allah telah
dimaterialisasikan (“Gott ist dinglich geworden”) dalam sebuah peti sakral yang
dikenal dengan nama Hostie yang artinya tempat roti yang sudah berubah jadi
tubuh Kristus. Melalui pelayanan ritus seorang imam, maka roti dan anggur itu
telah diilahikan. Ketegangan antara Allah dan manusia telah dihancurkan. Gereja
yang merayakan itu memiliki, berkuasa atas Allah dalam peti sacral hostie.
Kristus telah hadir dalam peti tersebut. Gereja telah menguasai Allah, gereja telah
berkuasa atas Allah, bukan lagi sebaliknya Allah menguasai Gereja. Kejatuhan
dalam dosa telah kembali terjadi di tempat kudus.
Zaman Reformasi abad ke-16. reformator M. Luther dan J. Calvin
bukanlah mereformasi kehidupan kultis gereja, sekalipun mereka menilai Messe
itu sebagai suatu pengilahian (“Abgotterei”) dan oleh karenanya perlu ditiadakan.
Bagi kedua reformator ini, adalah suatu hal yang sangat mendasar bahwa tindakan
Allah sendiri yang terjadi dalam sebuah ibadah dan hendaknya jangan ada yang
72
merampok kemuliaan Allah dalam tempat suci. Ketegangan antara Allah dan
manusia harus ditegakkan kembali: “Allah tidak bertempat tinggal di rumah bait
suci buatan manusia” (Kis.17:24). Dalam ibadah itu harus nyata adanya
perbedaan kualitatif antara Allah dan manusia, dan keduanya jangan
dicampuradukkan, melainkan dalam ibadah itu harus nampak kekuatan dan
anugerah Allah, bahwa Dia yang kudus itu mendekatkan diri kepada orang-orang
berdosa dan Dia memang membutuhkan orang-orang berdosa dalam
pelayanannya masing-masing. Dengan demikian Allah yang kembali hadir dalam
ibadah sebagai Hakim dan juga sebagai Juru Selamat. Suara Allah yang
mengatakan Tidak pada tindakan-tindakan penuh dosa kembali terdengar nyaring
dalam ibadah, tetapi juga suaraNya yang mengatakan Ya berlaku bagi orang
berdosa. Beliau mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi hanya melalui firman
Allah dan bukan melalui Messe. Sekali lagi beliau mengulangi, bahwa melalui
Messe, dalam roti dan anggur yang telah diilahikan itu, Gereja telah menampilkan
diri sebagai pemilik, sebagai yang mempunyai. Tetapi firman Allah itu tak akan
pernah dapat dimiliki atau dikuasai oleh siapapun, melainkan firman Allah itu
mengajar supaya sabar dan berpengharapan. Beliau mengutip nats Alkitab Rom
8:24: ” Sebab kita diselamatkan dalam pengharapan. Tetapi pengharapan yang
dilihat, bukan pengharapan lagi; sebab bagaimana orang masih mengharapkan
apa yang dilihatnya”. Semua reformator sependapat akan arti dan makna sebuah
ibadah yang injili / evangelis itu. Mereka beda hanya dalam menentukan bentuk
luarnya. Perbedaan antara Luther, Calvin dan Zwingli hanya dalam bentuk
luarnya, bukan secara kualitatif tetapi hanya secara kuantitatif.
73
Luther berpijak pada tradisi lama yaitu liturgi Messe ketika dia
memperkenalkan tata ibadahnya, yaitu Messe Jerman. Tetapi bagi Luther Messe
Jerman ini tidak dianggap bersifat hukum / aturan ibadah yang harus dipatuhi atau
dilaksakan Menurut Tiemeyer, ada perbedaan antara kosep liturgi antara M.
Luther dan J. Calvin. Menurutnya, Calvin mengambil pijakannya dari tradisi
alkitabiah. Beliau mengetahui, bahwa ketika Calvin melayani di Strassburg beliau
sudah mengenal sebuah buku nyanyian yang dikenal dengan nama Nyanyian
Mazmur, dan buku nyanyian ini beliu perkenalkan kepada jemaatnya di Geneva
sebagai “Nyanyian rakyat” (Volksgesang). Buku liturgi karangan Calvin tahun
1545 memanfaatkan Nyanyian Mazmur tersebut. Aspek kuantitatif dari sebuah
tata ibadah adalah relative dan tidak mengurangi esensinya atau istilah yang beliau
pakai “kualitasnya” sebuah tata ibadah.
Zaman pasca-reformasi, menurut Tiemeyer terjadi juga penyimpangan
dalam Gereja zaman pasca-reformasi di kalangan Gereja reformasi. Aliran
Ortodoksi telah menjadikan tata ibadah itu sebagai suatu pemberitaan ajaran
(“Lehrverkuendigung”). Firman Allah telah menjadi buku hukum/aturan
(“Gesetzbuch”). Dan isinya telah disimpan dalam sebuah lemari buatan roh
manusia. Tetapi, demikian beliau, Roh Allah tidak identik dengan roh manusia.
Roh Allah berembus ke mana Dia inginkan. Roh Allah tidak mau berkompromi
dengan roh manusia sekalipun ajaran yang benar itu dibutuhkan.
Aliran Ortodoksi ketika itu berseberangan dengan aliran Pietisme. Struktur
pemikiran pietisme ialah “Mistik dan Injil”. Berangkat dari pemikiran inilah maka
kaum Pietisme selalu menekankan kehidupan (“Leben”) dan tidak ajaran
74
(“Lehre”). Dan sikapnya terhadap Gereja resmi (arus utama) tidaklah besahabat,
malahan anti-gereja. Yang diutamakan bukan ajaran ortodoksi, tetapi kehidupan
jiwa-jiwa dalam hubungan pribadi yang sangat hangat dan emosional dengan
Allah, dengan kata-kata yang membelai seperti: ‘Yesus sang bayi yang cantik,
buah hati yang setia.’ (“ lieben Jesulein’, dem ‘treuen Herzlein”). Dosa dirasakan
sangat menekan dan ini terjadi secara mistis. Dalam hal ini kebenaran hanya oleh
iman sudah sangat menurun. Yang menjadi pergumulan pokok dalam kehidupan
ini ialah bagiamana seseorang dapat meraih kekudusan/kesalehan. Dalam hal ini
ia mengatakan, bahwa yang terjadi di sini ialah bahwa manusialah yang
mengambil prakarsa dan yang ingin memisahkan diri dari ’Dunia, Gereja dan
Dosa’, tetapi hasilnya ialah bahwa manusia tetap tinggal sebagai orang yang
ditipu oleh dosa. Demikian penyimpangan yang terjadi dalam aliran atau kaum
Pietisme.
Tetapi bukan hanya dalam gerakan kegerejaan, seperti dalam Pietisme itu
terjadi penyimpangan; penyimpangan terjadi juga akibat aliran atau semangat
Rasionalisme dan Kulturprotestantisme, sebagaimana masih menguasai pemikiran
dan pola pikir manusia Barat sezaman para misionaris Jerman yang melayani di
Tanah Batak. Beliau hanya ingin mengangkat yang paling pokok dari kedua aliran
itu yang mempengaruhi pola pikir dan sikap menggereja atau beragama ketika itu.
Misalnya nilai-nilai kemanusiaan seperti kebaikan (Tugend), kesejahteraan
(Wohlfahrt), solidaritas persaudaraan (Bruederlichkeit) dianggap sebagai ibadah –
pengganti (Ersatz-Gottesdienst) manusia Barat saat itu, yang memang adalah
anggota Gereja di Jerman saat itu. Dan sejak Schleiermacher ( seorang tokoh
75
teologi abad ke-19 di Jerman ) sangat menguasai diskusi tentang tata ibadah dan
sedang mempengaruhi pola pikir teologis para pendeta di Jerman termasuk para
misionaris Jerman di Tanah Batak, artinya juga mereka yang sedang
mendiskusikan pembaharuan tata ibadah untuk Gereja Batak HKBP. Alasannya
mengatakan demikian ialah bahwa lahirnya Agenda Union yang lama (die alte
Unionsagende buat Gereja Senegeri Prusia atau lazim disebut Gereja Evangelis
Union) sangat banyak dipengaruhi oleh Teologi Schleiermacher, yang berpusat
pada perasaan manusia yang sangat bergantung pada suatu kekuasaan diatasnya
atau diluarnya (“das schlechthinnige Abhaengigkeitsgefuehl”). Agenda Union
itulah yang dipakai saat menyusun tata ibadah Gereja Batak (HKBP) edisi
pertama.
3.1.3 Dasar teologis tata ibadah minggu HKBP menurut F. Tiemeyer
Untuk menjadikan dasar teologis tata ibadah Minggu HKBP, Tiemeyer
mengambil alih dasar teologis tata ibadah injili sebagaimana ia temukan dalam
sejarah tata ibadah. Tata ibadah yang sudah dipaparkan mulai dari zaman umat
Yahudi hingga zaman pasca-Reformasi. Kesimpulannya ialah bahwa tata ibadah
Injili selalu mengedepankan tindakan Allah bersama jemaat-Nya. Itulah yang
diisyaratkan ibadah yang diawali oleh rumusan ’Dalam nama Bapa, Anak dan
Roh Kudus’ (Votum). Ibadah Injili bukan dibuka oleh sebuah nyanyian (oleh
jemaat). Ini mau menjelaskan, bahwa manusia (dalam hal ini liturgis) bukan
bertindak atas kekuatan atau wibawa jemaat atau pribadi sendiri tetapi atas
penugasan Allah yang berindak itu. Dan makna serta arti sebuah nyanyian yang
76
dinyanyikan bersama oleh jemaat dan pendeta (liturgis) hendaknya
mengisyaratkan pernyataan bersama akan kehadiran Allah dan kerelaan jemaat
untuk sujud dan berdoa di hadapan Allah. Suara Allah yang gemuruh hendaknya
bergaung untuk menyadarkan manusia supaya rela melepaskan diri dari roh yang
selalu ingin menguasai (Allah). Suara Allah seperti itu pernah didengar oleh Musa
saat dia menggembalakan ternak mertuanya Yetro: “Janganlah datang dekat-
dekat: tanggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat, di mana engkau berdiri
itu, adalah tanah yang kudus.” ( Kel. 3:5). Kutipan ini mau mengingatkan setiap
orang yang mau menyusun atau membaharui tata ibadah (HKBP) agar selalu
mewaspadai bahwa pengaruh kehadiran Allah selalu membangkitkan rasa kagum
dan gentar (“Erschrecken”, harafiah “terkejut”), penyesalan (Reue) dan pertobatan
(Busse). Itulah sebabnya dalam ibadah nampak unsur pengakuan dosa dari pihak
jemaat (bersama liturgis). Baik liturgis maupun jemaat sama-sama pihak yang
berdosa di hadapan Allah. Ketergerakan hati dan pikiran mengaku dosa
mendorong manusia untuk rindu menerima pengampunan dosa melalui janji
anugerah melalui pembacaan firman Allah (yang dikutib dari Alkitab). Setiap
orang akan tergerak hatinya mengatakan: “ya Tuhan Yesus, seandainya Engkau
tidak ada dekatku, apalah saya ini!”.
Pengakuan dosa dan pengampunan dosa tersebut dilanjutkan oleh sebuah
doa jemaat. Doa tersebut akan mengantar pengkhotbah yang akan memberitakan
firman Tuhan, artinya pengkhotbah bertindak sebagai mulut Allah pada hal dia
juga adalah orang berdosa; dan itulah sebabnya jemaat mendoakan pengkhotbah
dan jemaat itu sendiri, agar Allah sendiri yang akan membuka hati, mulut dan
77
telinga mereka untuk memahami dan menerima firman Tuhan. Doa ini dilanjutkan
dengan sebuah nyanyian khusus untuk menghantar khotbah yang akan segera
disampaikan oleh pengkhotbah. Melalui khotbah Allah berbicara kepada jemaat
yang datang dalam sikap penyesalan dan rasa serba kekurangan. Allah datang
melalui firman yang disampaikan melalui khotbah. Allah menyampaikan
pengampunan dosa terhadap jemaat yang berhimpun itu. Allah menyampaikan
seluruh kekayaan anugerahnya kepada jemaat. Ini pula yang diisyaratkan salam
anugerah dari pengkhotbah. Inti sari dari khotbah ialah: firman Allah selalu punya
kekuatan untuk mengikat (bindend) dan membebaskan (loesend). Jemaat terikat
untuk tetap setia terhadap tuntutan Allah: “engkau adalah milik-Ku!”. Allah
membebaskan orang-orang yang telah menyesali dosa-dosanya: ”’pergilah dalam
damai, imanmu telah menolong engkau!’”. Kemudian pengkhotbah dan jemaat
mengucapkan doa ucapan terimakasih kepada Allah yang mencurahkan
anugerahnya yang melimpah itu dan ini diakhiri dengan sebuah nyanyian.
Memang anugerah Allah tidak akan berkesudahan. Setiap hari kasih karunianya
selalu baru. Dalam situasi yang demikian, jemaat bangkit berdiri untuk
mengucapkan Pengakuan Percaya (Kredo). Artinya, melalui firman Allah yang
disampaikan melalui khotbah, jemaat dipanggil kembali untuk mengucapkan
pengakuan umat Allah sepanjang abad kepada Allah bersama-sama dengan
seluruh umat Allah di dunia ini, baik jemaat terdahulu, maupun jemaat terkini dan
jemaat yang akan datang. Bersama-sama dengan umat Allah sepanjang zaman,
jemaat yang berkumpul itu patut mengucapkan kembali Pengakuan Percaya yang
universal itu. Menurut Tiemeyer, di sini yang berbicara bukan perasaan (Gefuehl)
78
yang sangat subjektif itu, tetapi Pengakuan sekalipun dengan kata-kata yang
diulangi dan dengan pikiran yang cerah. Kemudian jemaat bernyanyi. Melalui
nyanyian itu, jemaat diingatkan akan tanggungjawab jemaat terhadap kehidupan
orang-orang yang berkekurangan, terhadap tanggungjawab jemaat terhadap tugas
pelayanan Allah di seluruh dunia (diakonia). Itulah alasannya maka jemaat
mengumpulkan persembahan (Kollekte) sesudah selesai khotbah. Kemudian
dilanjutkan dengan doa penutup. Jemaat menyampaikan doa pujian dan terimaksih
atas perbuatan Tuhan Allah di dalam dan melalui firman-Nya dan kepedulian
Allah kepada Gereja-Nya dalam segala kekuatan dan kekurangannya, dan atas
kesempatan yang diberikan oleh Allah kepada jemaat-Nya untuk menyampaikan
persembahannya ke hadapan takhta Tuhan Allah yang mulia itu; dan ini semuanya
permohonan itu dirangkum dalam doa “Bapa kami”. Dan di dalam berkat Allah
dan janji perlindungan-Nya bagi jemaat yang selalu menghadapi berbagai cobaan,
serta diakhiri nyanyian permohonan: Sai tiop ma tanganhu (So nimm denn meine
Haende), maka jemaat kembali ke dunia sehari-hari, menjalani kehidupan
sehariannya, dan di sana akan mempelajari, bahwa seluruh hidup ini adalah
sebuah ibadah kepada Tuhan Allah (Gottesdienst), bahwa hidup kita seutuhnya
adalah sebuah pertobatan
3.1.4 Urutan mata acara ibadah HKBP dalam agenda edisi 1904 dan 1998.
Uraian teologis di atas telah sekaligus memperkenalkan urutan mata acara
ibadah yang diinginkan oleh F. Tiemeyer. Keinginan tersebut tidak jauh dari
susunan mata acara ibadah HKBP yang menurut Edisi 1904 dikenal dengan nama
79
“Agende” HKBP. Urutan mata acara ibadah tersebut disusun dalam 23 mata acara
seperti berikut:
1. Marende (Bernyanyi)
2. Pasu -pasu (Votum )
3. Manjaha sada ayat na tongon tu ganup Minggu manang ari pesta sian
bagian .IIA. (Membaca ayat sesuai dengan tema minggu atau acara pesta
dari bagian II A)
4. Martangiang sian bagian II D ); Huria mandok: Amen! (Berdoa diambil
bagian II D) Jemaat menyambut : Amin!
5. Pandita mandok: Didongani Debata ma hamu!; Huria mandok: Amen!
Tangihon hamu ma patik ni Debata: ( manang singungkun angka patik tu
na torop i ). Terjemahan bebas: Pendeta berkata: Tuhan menyertai seluruh
jemaat: Jemaat menyambut dengan kata : Amin.
6. Huria mandok di ujung : “Ale Tuhan Debata! Sai pargogoi ma hami,
mangulahon na hombar tu patikmi!” Amen! (jemaat mengatakan: ya
Tuhan! Kuatkanlah kami melakukan titahMu)
7. Marende huria: “O Jesus Panondang di portibi on” (No.24)27; manang
No.21,3: “Paian Panondangmu ale Panondang i. Ambati ma na lilu di
hasiangan i.”; manang ayat ni Ende na asing pinillit, jadi do.
8. Panopotion di dosa: Tatopoti ma dosanta! ( Dijaha tangiang on, manang
sada na asing taringot tu panopotion, na tarsurat di bag. II B ).28
Pengampunan dosa (membaca doa atau ayat tentang pengampunan yang
tertulis pada bagian II B).
9. Pandita mandok: Bege hamu ma baga-baga ni Debata, taringot tu
hasesaan ni dosa: “Molo tatopoti angka dosanta, haposan do Ibana jala
bonar, manesa dosanta jala paiashon hita sian saluhutna hadeduhon i.”
27Nomor ini adalah nomor Buku Logu (BL) dari Buku Ende HKBP; nomor BL sudah berubah, sehingga nomor 24 sudah menjadi nomor 143 dalam BL yang dipakai HKBP kini.
28Isi doa yang sudah ditiadakan dari Agenda yang kini dipakai oleh HKBP ialah :” Angkup ni i, sai dongani ma hami, ingani ma rohanami marhite-hite Tondimi, asa lam ture roha dohot parangenami tu joloan on, asa unang be hualo hami roham na denggan jala na badia i, asa sonang hami saleleng di tano on, sonang dohot sogot di lambungmi, dung ro panjoum di hami. Amen!
80
Manang hata baga-baga nasing na tarsurat di bagian II C. Pendeta
mengatakan: dengarkanlah janji Tuhan tentang pengampunan dosa: “bila
kita mengakui dosa-dosa yang telah kita lakukan, Tuhan akan menghapus
dosa-dosa kita.
10. Huria marende: “Amen, Amen, Amen na tutu do i, Sai marhasonangan na
porsea i. Sesa do dosana salelengna i, Lehonon ni Jesus haposanta i!”
(jemaat bernyanyi: Amin, Amin, Amin, Yang percaya akan selalu
mendapatkan suka cita selama-lamanya.
11. Pandita mandok: Tabege ma hata ni Debata turpuk ni ari Minggu on:
(jahaon sian Evangelium manang sian Epistel manang sian Padan na
Robi, na so sipajojoron di na sadari i di parjamitaan). Pendeta
mengatakan: mari kita dengarkan nats pada minggu ini.
12. Pandita mandok : Martua do angka na tumangihon hata ni Debata, jala
na umpeopsa. Amen! (Pendeta: diberkatilah orang yang mendengarkan
firman Tuhan dan melakukannya. Amin!)
13. Huria mandok : “Hatami ale Tuhanhu, arta na ummarga i.” (Jemaat
menyambut dengan lagu “Firman mu ya Tuhan, Harta yang paling
berharga)
14. Pandita mandok : Tahatindanghon ma hata haporseaonta , ( rapmandok
Pandita dohot huria ): …. (Pendeta: marilah kita mengucapkan Pengakuan
dan 2, Judgenbundlieder, Missionsharfe, Musikant, Rettungsjubel, Reichslieder,
Sankey Lieder, Sangergruss, Siegeslieder, Singet dem Herrn, Unser Lied ,
48Wawancara dengan Pdt B. Lumbantobing, MTh, di Pematang Siantar 10 januari 2011.
120
Vereinslieder, Wehr – und Waffenlieder, Zangbundel J. De Herr, Zangbundel
Leger des Heils, Zoeklicht dan “Selesele” semuanya berjumlah 26 sumber lagu49.
Tahun 1999 diterbitkan Buku Ende HKBP berbahasa Indonesia yang
disebut dengan “Kidung Jemaat HKBP” yang dikerjakan oleh Pdt. Waldemar
Silitonga yang pada saat itu memegang jabatan sebagai kepala Biro Musik HKBP.
Pada Tahun 2003, melalui Rapat Pendeta HKBP yang diselenggarakan
tanggal 8-10 Oktober menyepakati penggunaan Buku Ende Suplemen HKBP
yang berjudul “Sangap di Jahowa” dalam ibadah gereja HKBP. Jumlah nyanyian
Buku Ende Suplemen adalah sebanyak 306 nyanyian yang disesuaikan dengan
tema gereja. Buku Ende HKBP dan Buku Ende Suplemen kemudian disatukan
dalam cetakan berikutnya sehingga jumlah nyanyian jemaat HKBP sampai saat ini
berjumlah 862 buah.
Sumber lagu-lagu dalam “Sangap di Jahowa” banyak berasal dari lagu-
lagu koor dan lagu Sekolah Minggu, himne lagu gereja-gereja Barat dan lagu-lagu
tradisi Batak. Lagu-lagu ini kemudian diterjemahkan serta sebagian lagu
diarransemen kembali dari buku Lutheran Worship; Zangbundel; with one Voice;
Evangelisches Gesangbuch; Libens lieder; Gesange aus Tize; Hyms for The
Living Church; Thuma Mina; The Book Of Hyms; Singing Youth ; Global Praise;
Kidung Pujian Kristen; Mazmur dan Nyanyian Rohani.
Beberapa lagu Suplemen “Sangap di Jahowa” diantaranya: Las Rohangku
Lao Mamuji (BE 656) Ale Amanami (BE 840); Husomba Ho Tuhan (BE 857);
Dison Adong Huboan Tuhan (BE 848); Sangap Ma di Debata (BE 582); Nunga
49Kantor Pusat HKBP. Buku Ende HKBP. (Pematang Siantar: Percetakan HKBP, 1990).
121
hehe Kristus (BES 632); Beta hita ale dongan (BES 661); Begema Tuhan i (BES
660); Hupillit asa marparbue (BES 727); O Tuhan togu-togu ma (BES 743).
Penambahan lagu nyanyian dalam ibadah gereja HKBP saat ini tidak
terbatas pada Buku Ende HKBP dan Kidung Jemaat, akan tetapi sering dengan
dinamika dan perkembangan teknologi maka sebahagian gereja HKBP sudah
melakukan ibadah alternatif dengan konsep lagu nyanyian diambil dari lagu-lagu
pop rohani seperti yang dilakukan oleh gereja Karismatik. Lagu-lagu disesuaikan
dengan tema gereja dan juga tidak merubah liturgi gereja HKBP. Jadi tata ibadah
yang digunakan tetap seperti konsep awalnya, hanya lagu-lagu yang dinyanyikan
bersumber dari luar Buku Ende HKBP dan Kidung Jemaat.
Dari hasil observasi lapangan, penulis menemukan konsep ini di gereja
HKBP Pasar Melintang Medan. Khusus untuk ibadah alternatif, gereja ini
memilih lagu-lagu pop rohani yang banyak dinyanyikan oleh gereja Karismatik
dalam ibadah gereja. Penentuan lagu-lagu untuk ibadah alternatif ini disusun oleh
Bibelvrouw dengan tetap memperhatikan tema gereja saat itu. Instrumen
pengiring ibadah dalam ibadah alternatif di gereja HKBP Pasar Melintang tidak
terfokus pada instrumen tunggal akan tetapi sudah menggunakan Musik Band
yang terdiri dari; keyboard, gitar elektrik, bass dan drum. Terkadang dalam
beberapa acara besar kalender gereja HKBP dan juga perayaan-perayaan gereja
yang dilakukan, tak jarang musik tiup juga ikut ambil bagian dalam mengiringi
ibadah.
122
BAB IV
PENGGUNAAN DAN FUNGSI MUSIK DALAM IBADAH GEREJA HKBP PASAR MELINTANG MEDAN
4.1 Pengantar
Dalam Bab ini, penulis akan membahas penggunaan alat musik dalam
mengiringi ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang dan penggunaan himne sesuai
dengan tata ibadah gereja HKBP. Kata penggunaan dan fungsi dalam penelitian
ini memiliki pengertian seperti apa yang sudah dibicarakan dalam Bab I. Menurut
Bronislaw Malinowski, yang dimaksud fungsi itu intinya adalah bahwa segala
aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sejumlah keinginan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
kehidupannya. Kesenian sebagai contoh dari salah satu unsur kebudayaan, terjadi
karena pada dasarnya manusia ingin memuaskan keinginan nalurinya terhadap
keindahan. Ilmu pengetahuan juga timbul karena keinginan naluri manusia untuk
tahu. Teknologi seperti halnya penemuan alat-alat musik elektronik adalah untuk
memenuhi keindahan di bidang bunyi-bunyian. Internet pula diciptakan untuk
berkomunikasi di dunia maya atau virtual. Namun banyak pula aktivitas
kebudayaan yang terjadi karena kombinasi dari beberapa macam human need itu.
Dengan pemahaman ini seorang peneliti bisa menganalisis dan menerangkan
banyak masalah dalam kehidupan masyarakat dan kebudayaan manusia.50 Sesuai
dengan pendapat Malinowski, musik di dalam kehidupan jemaat di gereja HKBP
Pasar Melintang Medan tetap eksis dan berkembang karena diperlukan untuk
50Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi 1. hal.171.
123
memuaskan suatu rangkaian keinginan naluri masyarakat pendukungnya yang
haus akan cinta kasihnya kepada agama Kristen. Musik menjadi unsur penting di
dalam ibadah yang mereka laksanakan. Dengan menggunakan musik, para jemaat
dapat dengan khidmat memuji, menyembah, dan berdoa kepada Tuhan. Musik
memberikan sumbangannya sebagai sarana komunikasi antar jemaat dan Tuhan
serta antara jemaat dengan pendeta, dan sesama mereka.
A.R. Radcliffe-Brown mengemukakan bahwa fungsi sangat berkait erat
dengan struktur sosial masyarakat. Bahwa struktur sosial itu hidup terus,
sedangkan individu-individu dapat berganti setiap masa. Dengan demikian,
Radcliffe-Brown yang melihat fungsi ini dari sudut sumbangannya dalam suatu
masyarakat, mengemukakan bahwa fungsi adalah sumbangan satu bagian aktivitas
kepada keseluruhan aktivitas di dalam sistem sosial masyarakatnya. Tujuan fungsi
adalah untuk mencapai tingkat harmoni atau konsistensi internal, seperti yang
diuraikannya berikut ini.
By the definition here offered ‘function’ is the contribution which a partial activity makes of the total activity of which it is a part. The function of a perticular social usage is the contribution of it makes to the total social life as the functioning of the total social system. Such a view implies that a social system ... has a certain kind of unity, which we may speak of as a functional unity. We may define it as a condition in which all parts of the social system work together with a sufficient degree of harmony or internal consistency, i.e., without producing persistent conflicts can neither be resolved not regulated (1952:181).
Dalam terjemahan bebas dikatakan bahwa definisi 'fungsi' adalah kontribusi
aktivitas parsial menjadi bagian aktivitas keseluruhannya. Fungsi dari penggunaan
sosial tertentu merupakan kontribusi itu membuat total kehidupan sosial sebagai
124
fungsi sistem sosial keseluruhan. Kita dapat mendefinisikan sebagai suatu kondisi
di mana semua bagian dari sistem sosial bekerja sama dengan tingkat yang cukup
harmoni atau konsistensi internal.
Sesuai dengan pandangan Radcliffe-Brown, musik di dalam kehidupan
jemaat HKBP Pasar Melintang Medan, merupakan bahagian dari struktur sosial
mereka. Musik dalam hal ini merupakan salah satu bahagian aktivitas yang bisa
menyumbang kepada keseluruhan aktivitas, yang pada akhirnya akan berfungsi
bagi kelangsungan kehidupan budaya masyarakat pengamalnya, dalam hal ini
jemaat gereja HKBP tersebut. Fungsinya lebih jauh adalah untuk mencapai tingkat
harmoni dan konsistensi internal. Pencapaian kondisi itu, dilatar belakangi oleh
berbagai kondisi sosial, budaya, dan religi.
Bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba menerapkannya dalam
etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam membedakan pengertian fungsi
ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan
pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar
etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika
kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan
(the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa
dilakukan, atau sebagai bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau
dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain
(1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara
penggunaan dan fungsi sebagai berikut.
Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover
125
uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).
Dari kutipan di atas, secara umum dapat diartikan bahwa musik digunakan
dalam situasi tertentu dan menjadi bagian dari mereka, tetapi mungkin atau tidak
mungkin juga memiliki fungsi yang lebih dalam. Jika seorang kekasih
menggunakan lagu untuk kekasihnya, maka fungsi musik tersebut dapat dianalisis
sebagai fungsi kesinambungan dan pelestarian keturunan. Ketika seseorang
menggunakan musik untuk pendekatan Tuhan, ia juga menggunakan mekanisme
tertentu dalam hubungannya dengan mekanisme lain seperti tari, doa, ritual yang
diselenggarakan, dan seremonial. Fungsi musik di sisi lain, tidak dapat dipisahkan
dari sini fungsi agama yang mungkin dapat diartikan sebagai pembentukan rasa
aman dalam alam semesta. Kata "Guna" mengacu pada situasi di mana musik
yang digunakan dalam tindakan manusia; kata "Fungsi" lebih menyangkut pada
tujuan pelayanan yang lebih luas.
Dari kutipan di atas dapat dipahami bahwa “Penggunaan” menunjukkan
situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan
dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang
lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, sesuai
126
dengan Merriam, penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan
fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.
4.2 Penggunaan Alat Musik di Gereja HKBP Pasar Melintang
Kebaktian minggu adalah ibadah yang dilaksanakan di gereja setiap hari
Minggu merupakan suatu persekutuan hidup dengan Tuhan dan juga sesama
anggota jemaat lainnya. Kebaktian minggu merupakan suatu pertemuan yang
terbuka, dimana umat Kristen berkumpul bersekutu kepada Tuhan dengan sesama
manusia. Sitompul51 mengatakan: “Kebaktian Minggu adalah persekutuan
dengan Allah dan sesama manusia dalam menjawab kasih Allah dengan
mengucap syukur dan memuji namaNya serta mengingat karya Tuhan.“ Born
Strom52 mengatakan Kebaktian Minggu yaitu suatu upacara, sebagainya
contohnya adalah kebaktian pada hari Minggu pagi digereja HKBP Pasar
Melintang. Saat kebaktian Minggu pagi ini jemaat bersama-sama menelaah dan
mendengarkan Firman Tuhan supaya mereka diperlengkapi untuk hidup bersama.
Bersama-sama mereka bernyanyi memuji Allah, sebagai tanda ucapan syukur atas
anugerah Allah dan bersama-sama berdoa untuk kehidupan mereka sendiri, untuk
saudara-saudara, untuk musuh-musuh serta untuk dunia ini dengan suka dukanya.
Musik di dalam kehidupan jemaat HKBP Pasar Melintang Ressort Pasar
Melintang digunakan di dalam berbagai kegiatan. Penggunaan yang utama musik
ini adalah di dalam ibadah-ibadah mereka. Di antaranya adalah ibadah hari
3. Minggu Ketiga (Gaudete): dua batang lilin ungu dan satu lilin merah
jambu
4. Minggu Keempat: tiga batang lilin ungu dan satu lilin merah jambu
5. Malam Natal: keempat liin dan satu lilin natal berwarna putih di tengah
rangkaian lilin adven.
6. Hari Raya Natal: semua lilin dinyalakan.
Lilin dan warna liturgi ungu melambangkan warna pertobatan dan penyesalan
yang ditandai oleh masa puasa. Lilin merah jambu dinamai juga lilin "Sukacita"
(Gaudete) dan lilin ini berasal dari sejarah Advent. Puasa pada masa Advent
dibuka pada hari Minggu yang ketiga sebagai penantian akan peristiwa besar yang
akan datang. Seringkali sebatang lilin putih dinyalakan di tengah lingkaran. Ini
adalah Lilin Kristus (lilin natal), yang melambangkan kelahiran Kristus. Lilin ini
dinyalakan pada Malam Natal atau pada hari Natal itu sendiri.
Untuk mendukung situasi dan makna akan minggu Advent maka lagu-lagu
yang dinyanyikan oleh jemaat dalam minggu advent di gereja HKBP adalah lagu
nyanyian dimana teksnya melambangkan sukacita dalam menyambut kedatangan
Tuhan Yesus. Sebagai bahan analisis, penulis akan mengambil dua lagu yang
dinyanyikan dalam ibadah Advent di gereja HKBP. Lagu yang pertama adalah
Buku Ende No. 38 ” Paruak ma Harbangan i”.
134
Gambar 4.1. Lagu Buku Ende No. 38 “Paruak Ma Harbangan i“
Sumber: Buku Ende HKBP
Dari Teks lagu di atas dapat diartikan bahwa lagu ini sangat mendukung
makna Advent secara keseluruhan. Paruakma harbangani ai nungga ro Rajanta i
memiliki arti bahwa membuka pintu-pintu hati manusia sebab Tuhan Yesus yang
dikenal sebagai Raja dari segala raja akan datang ke dunia ini. Sigonggom raja
sasude, sitobus hajolma on pe, memiliki arti bahwa Ia adalah raja yang
mengayomi semua manusia dan Ia adalah penebus manusia. Kalimat Siboan
hatuaon, pasuang hasonangan memiliki arti bahwa Tuhan Yesus adalah pembawa
berkat dan sukacita. Kalimat terakhir bait pertama ditutp dengan Ipe tapuji ma,
Tuhanta Debata yang memiliki arti bahwa kita manusia harus dengan sungguh-
sungguh memuji Dia dalam kehidupan ini.
Dalam Bait keempat dikatakan O Jesus, Roma Ho tuson, ai nungga
ungkap rohangku menggambarkan keterbukaan hati manusia didalam menyambut
kedatangan Tuhan Yesus. Patongon asi ni roha, Patolhas denggan basaM
mengandung arti bahwa kedatangan yesus adalah merupakan belas kasihanNya
bagi manusia yang penuh dengan dosa sehingga Yesus datang kedunia didalam
135
menggenapi firman Tuhan. Kalimat berikutnya mengatakan Tu ahu marhite
tondiMi, togihon au tu surgoi menggambarkan bahwa manusia menginginkan
Yesus memberikan kuasa Roh Kudus dan mengharapkan sukacita dengan
mengikut sertakan manusia kedalam kerajaan surgawi. Kalimat terakhir bait
keempat mengatakan Ai naeng tongtong disi, hupuji goarMi memberikan arti
yang jelas akan pengharapan manusia. Manusia mengharapkan kelak di akhirat ia
bisa bersama-sama dengan Tuhan, dan disana manusia bernyanyi, bersukacita
memuliakan dan memuji Tuhan.
Lagu yang kedua adalah Buku Ende No. 590 ”Advent”. Berdasarkan teks
nyanyian dijelaskan bahwa Advent adalah waktu untuk manusia dalam
mempersiapkan diri menyambut kedatangan Juru S’lamat (Advent ido ditingkion
namarsaringar di tano on, ingkon rade rohantai, managam Sipalua i). Di ayat
dua dikatakan bahwa Advent adalah sukacita didalam dunia sebagai tanda
kedatangan Tuhan Yesus bagi jemaatnya (Advent, gok olopolop do di langit ni
parlangitan i, mandok naro ma Tuhan i manopot huriaNa i).
136
Gambar 4.2. Lagu Buku Ende No. 390 “Advent“ Sumber: Buku Ende HKBP
Dari kajian teks lagu Buku Ende No. 38 ”Paruak Ma Harbangan i” dan lagu
Buku Ende No. 390 ”Advent” maka dapat disimpulkan bahwa kedua lagu tersebut
sesuai dinyanyikan pada masa Advent I-IV. Pilihan lagu-lagu lainnya untuk
ibadah advent di gereja HKBP adalah sebagai berikut:
1. BE. No. 39 ”Heha Ma Panjalongku” 2. BE. No. 40 ”Las Be Ma Rohamuna” 3. BE. No. 41 ”Parripe Ni Tuhanta” 4. BE. No. 42 ”Hamu Sude Naung Tinoruan” 5. BE. No. 43 ”Padiri Rohamuna” 6. BE. No. 44 ”Hamuna Na Porsea i Sai Tomu Tuhan Jesus i” 7. BE. No. 45 ”Hosianna Anak Ni Raja David” 8. BE. No. 591 ”Boru Sion” 9. BE. No. 592 ”Hosianna Di Anak ni Raja Daud 10. BE. No. 593 ”Na Hinirim Na Sai Laon 11. BE. No. 594 ”Sai Ro Ma Ho Immanuel
137
4.3.2 Penggunaan himne dalam ibadah Natal
Dalam bahasa Inggris, kata Christmas (Hari Natal) dipastikan berasal dari
kata Cristes maesse, frasa dalam bahasa Inggris yang berarti Mass of Christ (Misa
Kristus). Kadang-kadang kata Christmas disingkat menjadi Xmas. Dalam bahasa
Yunani, X adalah kata pertama dalam nama Kristus (Christos). Huruf ini sering
digunakan sebagai simbol suci. Tradisi Natal diawali oleh Gereja Kristen
terdahulu untuk memperingati sukacita kehadiran Juru Selamat "Mesias" di dunia.
Sampai hari ini, Hari Raya Natal adalah hari raya umat Kristen di dunia untuk
memperingati hari kelahiran Yesus Kristus. Secara tarikh, tidak ada tanggal
berapa tepatnya hari lahir Kristus, namun kalender masehi telah menetapkan
tanggal memperingati/merayakan Hari Natal pada tanggal 25 Desember. Pada hari
itu, gereja kemudian mengadakan ibadah perayaan keagamaan khusus. Selama
masa Natal, umat Kristen mengekspresikan cinta-kasih dan sukacita mereka
dengan bertukar kado dan menghiasi rumah mereka dengan daun holly dan pohon
Natal. Kelahiran Tuhan Yesus adalah penggenapan dari nubuat yang sudah ada
dalam Kitab Suci. Melalui nubuat ini, manusia diingatkan bahwa Yesus Kristus
adalah pusat dari rencana Allah bagi dunia.
Sesuai dengan makna Natal yang sudah dijelaskan di atas, maka pemilihan
lagu dalam ibadah Natal yang dilakukan di gereja HKBP akan disesuaikan dengan
teks nyanyian. Berikut adalah analisis terhadap dua lagu yang dinyanyikan dalam
ibadah Natal di gereja HKBP Pasar Melitang, yaitu BE No. 54 ”Sonang ni
Bornginna i”.
138
Gambar 4.3. Lagu Buku Ende No. 54 “Sonang ni Bornginna i“ Sumber: Buku Ende HKBP
Teks lagu ”Sonang ni Bonginna i” mengandung makna tentang kelahiran Tuhan
Yesus di dunia ini. Kalimat Sonang ni bognginna i uju ro Jesus i. Sonang modom
do halak sude, holan dua na dungo dope; mangingani Anakna, Jesus Tuhanta i
menggambarkan pada malam kudus, malam yang tenang disaat dunia terlena,
hanya dua yang berjaga terus untuk menjaga Anak yang kudus. Bait kedua
nyanyian ini adalah Denggan ni bornginna i, uju ro Jesus i, tu parmahan di
Betlehem i, dipaboa na disurgoi; nungga ro Sipangolu, Jesus Tuhanta i
mengandung makna bahwa kabar kelahiran Tuhan Yesus telah diberitahukan
kepada para pengembala di Betlehem pada saat itu. Kabar kelahiran Sang Juru
Slamat menjadi sukacita bagi orang kristen sebab Ia adalah penebus dosa
manusia. Dari makna syair tersebut, maka lagu ini sangat mendukung konteks arti
dari Natal sehingga nyanyian ini selalu dinyanyikan dalam ibadah Natal.
139
Lagu kedua sebagai bahan analisis penulis adalah nyanyian BE No. 53 ”Di
Betlehem do Tubu”. Lagu ini dengan jelas menceritakan lokasi tempat kelahiran
Tuhan Yesus, sehingga teks nyanyian ini mendukung makna dari ibadah Natal
yang dilakukan di gereja HKBP Pasar Melintang Medan.
Gambar 4.4. Lagu Buku Ende No. 53 “Di Betlehem do Tubu“ Sumber: Buku Ende HKBP
Teks bait pertama dalam lagu nyanyian ini menggambarkan bahwa Betlehem
adalah tempat dimana Tuhan Yesus dilahirkan. Melalui kelahiran Tuhan Yesus,
maka Raja yang diharapkan manusia telah datang kedunia. Pada bait kedua
dikatakan Tu holong ni rohaNa hubonom rohangku, hulehon di Ibana sude na
diau on. Olo, olo sude na ni au on. Bait ini menggambarkan bagaimana manusia
membenamkan hatinya ke dadalam kasih Tuhan, melalui itu maka manusia
menyerahkan semua miliknya kepadaNya. Pernyataan ini kembali diulang dengan
Dari dua lagu yang dianlisis di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teks
nyanyian dari dua lagu tersebut sangat mendukung akan arti dari Natal. Selain dua
140
lagu di atas, ada beberapa nyanyian yang menjadi refrensi dalam pemilihan lagu
ibadah Natal di gereja HKBP Pasar Melintang, diantaranya adalah:
1. BE. No. 46 ”Na Sian Ginjang Do Au Ro” 2. BE. No. 48 ”Ria Ma Hita Sasude” 3. BE. No. 49 ”Sai Ro Ma Tu Bara” 4. BE. No. 50 ”Marende Ma Hamu” 5. BE. No. 56 ”Sai Ro Ma Hamuna” 6. BE. No. 57 ”Nungga Jumpang Muse Ari Pesta i” 7. BE. No. 62 ”Hahalas Ni Roha Godang” 8. BE. No. 598 ”Bege Ende Ni Suruan” 9. BE. No. 608 ”O Betlehem Na Metmet i” 10. BE. No. 615 Tarbege Surusuruan Marende” 11. BE. No. 618 ”Ulina i Di Borngin Na Badia”
4.3.3 Penggunaan himne dalam ibadah Tahun Baru
Ibadah Tahun Baru di gereja HKBP dilaksanakan 7 hari setelah ibadah
Natal. Gereja HKBP menyakini bahwa Tuhan Allah yang tidak ber-Awal dan
tidak ber-Akhir; Allah yang kekal sampai selama-lamanya. Tahun dan Hari Tuhan
tidak terbatas dan berakhir, akan tetapi tahun dan hari kehidupan manusia cepat
berlalu. Gereja HKBP mengucap syukur kepada Tuhan karena Ia senantiasa
menghidupi dan memelihara manusia; mencukupkan kebutuhan hidup dan
pekerjaan manusia yang selalu diberkati.
Melalui ibadah Tahun Baru, jemaat gereja HKBP merenungkan segala
perbuatan yang dilakukan selama satu tahun yang lampau. Melalui perenungan ini
sepatutnya manusia malu dihadapanNya karena banyak hari-hari pengasihanNya
disia-siakan oleh manusia. Melalui ibadah tersebut, jemaat HKBP memohon
pengampunan dan penghapusan akan dosa dan segala kesalahan yang diperbuat.
Dan melalui ibadah ini juga, jemaat HKBP menyerahkan seluruh hidupnya dalam
tangan pengasihan Tuhan.
141
Dari makna ibadah Tahun Baru yang sudah dijelaskan di atas, maka
pemilihan nyanyian dalam ibadah Tahun Baru di gereja HKBP Pasar Melintang
juga akan merujuk kepada makna Tahun Baru bagi gereja HKBP. Berikut adalah
analisis terhadap dua nyanyian pada ibadah Tahun Baru yang dilaksankan di
gereja HKBP.
Gambar 4.5. Lagu Buku Ende No. 66 “Debata Baen Donganmi “ Sumber: Buku Ende HKBP
Bait pertama lagu ”Debata Baen Donganmi” adalah debata baen donganmi lao
mangula ualonmu menggambarkan bahwa jemaat gereja HKBP menyadari penuh
bahwa dalam menjalani kehidupan dalam tahun yang baru akan senantiasa
menggantungkan seluruh hidupnya kepada Tuhan. Baen Ibana haporusanmu, sai
menggambarkan bahwa jemaat HKBP akan menjadikan Tuhan adalah sebagai
pegangan hidupnya dalam menjalani hari-hari kedepan, segala status kehidupan
kiranya dihilangkan dan merendahkan hati, biarlah Allah senantiasa menyertaimu.
Makna syair lagu ”Debata Baen Donganmi” mendukung konsep ibadah Tahun
142
Baru yang menekankan akan penyerahan hidup yang penuh kepada Tuhan serta
meminta pertolongan dan penyertaan Tuhan setiap saat dalam kehidupan
jemaatnya.
Lagu kedua yang menjadi bahan analisis adalah BE No. 64 ”Naung Moru
Do Muse Sataon”.
Gambar 4.6. Lagu Buku Ende No. 64 “Naung Moru Do Muse Sataon “ Sumber: Buku Ende HKBP
Bait pertama lagu ini adalah naung moru do muse sataon, huhut lam suda
bohalhi. Beha do ahunasai laon, ture dopangalahonki? Lam ganda haporsea on
hu, nang holong ni rohangku pe; di Jesus dohot Debatangku, nang didonganhu
sasude? Menggambarkan bahwa jemaat menyadari setahun telah berlalu maka
makin dekatlah ajalku. Intropeksi diri akan segala tindak tanduk yang dilakukan
selama satu tahun ini menjadi penting dilakukan agar mengetahui apakah benar.
143
Selain itu, pertanyaan yang mendasar bagi jemaat HKBP adalah apakah iman,
kecintaan kepada Tuhan dan sesamanya semakin baik dan meningkat?
Perenungan ini diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih baik dalam
tahun yang baru.
Pada bait kedua dikatakan Aut alusanhu Debatangku, ra, tung maila au
disi. Marningot salpu ni rohangku, ro di sude ulaonhi. Ai dosa do binahen ni
tangan, gok dosa nang rohangku; nang pat, nang mata, nang pamangan luhut
marsal do hape. Bait ini menggambarkan bahwa jika jemaat memberi jawaban
akan pertanyaan pada bait pertama di atas, tentu akan malu mengingat sifat
kecongkakan. Tanganku mengerjakan dosa, hatikupun penuh cela, kaki, mata dan
lidah juga ikut membuat dosa.
Syair lagu yang menekankan akan intropeksi diri dan kesadaran yang
penuh akan sifat dasar manusi yang penuh dengan dosa selama satu tahun, tentu
mendukung kontek ibadah Tahun Baru yang dilakukan di gereja HKBP Pasar
Melintang. Selain lagu tersebut di atas, ada beberapa lagu yang menjadi refrensi
dalam ibadah Tahun Baru di Gereja HKBP Pasar Melintang, yaitu:
1. BE. No. 63 ”Jesus Ho Do Sai Tongtong” 2. BE. No. 65 ”Majumpang Taon Na Imbaru” 3. BE. No. 67 ”Hamu Ale Donganhu” 4. BE. No. 68 ”Marsilelean Angka Taon” 5. BE. No. 70 ”Naung Salpu Taon Naburuki”
4.3.4 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Epiphanias
Epifani dirayakan oleh Gereja Katolik ritus latin pada 6 Januari, namun
Gereja memperbolehkan Konferensi Uskup setempat untuk menggeser hari raya
ini ke hari Minggu terdekat. Sebagai mana kata-kata serapan lain dalam kosakata
144
gerejawi (ekaristi, liturgi, epiklese, dsb), kata Epifani berasal dari bahasa Yunani,
dan berarti “manifestasi” atau “pewahyuan”.
Epifani mulai dirayakan pada abad ke-3 di Gereja Timur pada 6 Januari
dengan maksud untuk menghormati Pembaptisan Kristus. Lambat laun, Epifani
diperhitungkan sebagai salah satu dari tiga festival Gereja yang utama selain
Paskah dan Pentakosta. St.Yohanes Krisostomus yang berkhotbah di Anthiokia
pada 6 Januari 387 menjelaskan mengapa Epifani menjadi perayaan yang lebih
agung dibandingkan dengan Natal. “Mengapa hari ini disebut Epifani? Karena
bukan ketika Ia lahir, Ia bermanifestasi (menyatakan diri) kepada semua orang,
namun ketika Ia dibaptis. Hingga pada hari inilah Ia tidak dikenal oleh orang
banyak.” Pusat ritual dalam liturgi Timur adalah pemberkatan meriah atas air
baptis.
Epifani muncul dalam kalender Gereja Barat pada abad ke-4 namun
dengan fokus yang berbeda. Alih-alih merayakan pembaptisan Kristus, Epifani
dihubungkan dengan manifestasi Kristus pada bangsa kafir yang hadir dalam
pribadi Tiga Orang Majus. Teks-teks kuno menyebutkan bahwa Pembaptisan
Kristus dan Mukjizat Perjamuan Nikah di Kana juga dirayakan dalam perayaan
tersebut. Ketika terjadi pembaharuan liturgi pada 1955, maka tidak ada lagi vigili
dan oktaf (suatu masa 8 hari pasca hari raya) Epifani, selain itu Pesta Pembaptisan
Tuhan kini dirayakan pada hari Minggu setelah Epifani. (Pembaharuan ini
kemudian diikuti dengan penetapan aturan yang memperbolehkan konferensi
uskup setempat untuk menggeser Epifani ke hari Minggu antara 2-8 Januari, agar
Epifani bisa dirayakan oleh umat secara meriah, mengingat situasi dan kondisi
145
daerah setempat yang tidak memungkinkan untuk menjadikan Epifani sebagai hari
libur nasional).
Liturgi yang berkaitan dengan Epifani seharusnya mengandung 3 aspek,
yaitu: kunjungan orang majus, pembaptisan Kristus, dan mukjizat di Kana, dan
memang, Ibadat Pagi (Laudes) pun mengekspresikan betapa kaya makna Epifani
dalam antifon Kidung Zakharia: “Hari ini pengantin surgawi disatukan dengan
Gereja, sebab di Yordan Kristus membasuh dosa umat-Nya. Para sarjana bergegas
membawa persembahan untuk perkawinan raja, dan para tamu bergembira atas air
yang diubah menjadi anggur, alleluya.”
Makna Epifani menjadi semakin jelas jika melihat hubungan antara bacaan
Injil pada Epifani dengan Paskah. Sebagai contoh Yesus mendapat tekanan dari
penguasa yaitu Raja Herodes pada saat kelahiran-Nya, pun dari pemimpin Yahudi
menjelang penyaliban-Nya. Yesus menyatakan diri-Nya kepada bangsa kafir
yang terwakilkan melalui para majus, dan adalah bangsa kafir pula, yaitu perwira
romawi, yang kemudian mengenali Yesus sebagai Anak Allah pada kaki salib.
Peristiwa yang paralel ini mengingatkan kita bahwa Liturgi gereja mempunyai
“tema besar”, yaitu bahwa, sebagai Gereja yang Satu, Kudus, Katolik, dan
Apostolik, kita selalu merayakan misteri Paskah; hidup, wafat, dan kebangkitan
Yesus Kristus!
Istilah Epifani dalam gereja HKBP dikenal dengan sebutan Epiphanias.
Makna Epiphanias bagi gereja HKBP adalah bersyukur karena Engkau
menyatakan kasih dan pengasihanNya dalam AnakMu Tuhan Yesus yang menjadi
manusia, untuk menyelematkan dan menebus manusia. Gereja HKBP merasakan
146
Kasih Tuhan yang tidak dapat diukur panjang dan lebarnya, tidak tersalami
dalamnya dan tidak terhingga tingginya. Berdasarkan makna Epiphanias dalam
gereja HKBP maka seluruh lagu nyanyian dalam ibadah minggu Epiphanias akan
mendukung tujuan di atas. Berikut adalah analisis terhadap dua lagu nyanyian
dalam ibadah minggu Epiphanias. Lagu pertama adalah BE 74. Sai Marlas Ni
Roha Hita.
Gambar 4.7. Lagu Buku Ende No. 74 “Sai Marlas Ni Roha Hita“ Sumber: Buku Ende HKBP
Bait pertama lagu ini dimulai dengan kata Sai marlas ni roha hita ale dongan
Krsiten i, sai tapuji ma Tuhanta napasaehon dosa i mengandung arti bahwa
marilah kita bersuka cita umat Kristen beriman, kita puji Tuhan Allah penebus
manusia. Lanjutan bait pertama adalah Ditogihon Jesus I, hita huria i. Naung
dijakkon Debatanta hita on baen anakhonNa berarti Yesus datang mendesak
masuk kejemaatNya, Tuhan Allah menerima kita menjadi AnakNya. Pada bait
ketiga dikatakan O hamu ale pardosa molo naeng sonang hamu. Sai tangihon ma
soara ni Tuhanta i burju mengandung arti datanglah orang berdosa jika mau
147
bahagia, dan dengarkanlah seruan dari Tuhan yang rahman. Sai pauba rohana,
jangkom Jesus i tutu. Asa saut paluaonNa tondimuna sian dosa artinya ubalah
perangaimu, sambut Yesus, Penebus agar jiwamu selamat dari dosa dan yang
jahat. Dari penjelasan makna teks di atas maka dapat dilihat teks nyanyian sesuai
dan mendukung makna Epiphanias sebagai wujud pengasihan Tuhan
penyelematan dan penebusan manusia.
Lagu kedua yang dianalisis adalah BE No 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu”.
Pada bait pertama disebutkan Hehe Ma Hamu Parbegu asa tung tiur hamu. Ai
naung binsar di ginjangmu do panondang dihamu. Haholomon munai, disondangi
jesus i mengandung arti bangkitlah hai orang kafir dan bersinarlah terang. Di
atasmu sudah hadir sinar kasih cemerlang. Suasana yang kelam kini menjadi
terang. Dari bait pertama ini dapat dilihat bahwa kasih Kristus mendatangkan
sukacita bagi orang Kristen.
Gambar 4.8. Lagu Buku Ende No. 72 “Hehe Ma Hamu Parbegu“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait keempat dikatakan Jesus sondang ni tondingku na patiur sasude, sai
palua ma rohangku sian dosa sasude. Taiti dohot rohangku tu na tiur i tongtong
148
mengandung arti bahwa Yesus adalah cahaya jiwaku yang menyorot dunia, tolong
lepaskan aku dari dosa dan cela, dan arahkan jiwaku menghampiri sinarMu. Dari
bait empat ini dapat dilihat bahwa hanya Tuhan yang mampu untuk memberikan
pertolongan dalam melepaskan belenggu dosa manusia.
Dari dua lagu di atas dapat simpulkan bahwa teks lagu nyanyian mendukung tema
minggu Epiphanias.
4.3.5 Penggunaan himne dalam ibadah minggu Jumat Agung
Jumat Agung adalah Hari Jumat sebelum Paskah, yang perhitungan
tanggalnya berbeda antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Paskah jatuh pada hari
Minggu pertama sesudah Bulan Purnama Paskah, bulan purnama pada atau
sesudah 21 Maret, yang dijadikan tanggal dari vernal equinox. Perhitungan Barat
menggunakan Kalender Gregorian, sedangkan perhitungan Timur menggunakan
Kalender Julian, di mana tanggal 21 Maret-nya kini bertepatan dengan tanggal 3
April menurut kalender Gregorian. Perhitungan-perhitungan untuk menentukan
tanggal bulan purnama tersebut juga berbeda. Karena Paskah di Gereja Barat
dapat jatuh pada salah satu tanggal mulai tanggal 22 Maret sampai 25 April
menurut kalender Gregorian, maka Jumat Agung dapat jatuh antara tanggal 19
Maret sampai 22 April. Dalam Gereja Timur, Paskah dapat jatuh antara 22 Maret
sampai 25 April menurut kalender Julian (antara 4 April dan 8 Mei menurut
kalender Gregorian, untuk periode 1900 dan 2099), jadi Jumat Agung dapat jatuh
antara 19 Maret dan 22 April (atau antara 1 April dan 5 Mei menurut kalender
Gregorian).
149
Ibadah Jumat Agung dalam gereja HKBP dikenal dengan Ibadah
mengenang Kematian Tuhan Yesus. Makna Jumat Agung dalam gereja HKBP
adalah menunjukkan kasih Tuhan jauh lebih besar dari kasih ibu bapa kepada
anak-anaknya. Anugrah kasihNya tak ternilai karena AnakMu yang tunggal
menjadi manusia, menderita sengsara, dihina dan disesah hingga disalibkan, dan
mati untuk manusia. Segala hutang dosa manusia telah dihapuskan dan
diselamatkan dari kuasa dosa, maut dan iblis. Oleh sebab itu, jemaat gereja HKBP
memuji Tuhan yang kudus karena dengan kematiannya, manusia didamaikan dan
dipersatukan dengan Allah Bapa.
Melalui ibadah Jumat Agung, jemaat gereja HKBP menyadari bahwa
Allah yang menanggung dosa seluruh umat manusia. Pengharapan jemaat HKBP
adalah peneguhan bagi keampunan dosa dan damai yang telah dianugrahkan
Tuhan bagi umat manusia. Kuduskanlah kami agar dipersatukan didalam
persekutuan yang Kudus di Surga. Salibkan kemanusian kami yang lama dengan
segala keinginan yang tidak baik didalamnya, agar jemaat kudus menghadap Bapa
di surga. Warga gereja HKBP membuka hati karena mereka adalah milikNya.
Pengharapan lainnya dari peringatan Jumat Agung dalam gereja HKBP adalah
penguatan iman warga gereja HKBP agar teguh sampai akhir hidup; seluruh
anggota jemaat memberitakan kasih dan jalan kehidupan seperti yang Tuhan
perbuat; dan jemaat HKBP menyadari bahwa mati dan hidup manusia adalah tetap
bersama Tuhan. Sebagai pengharapan terakhir dari ibadah Jumat Agung adalah
warga gereja HKBP menginginkan kemurahan Tuhan untuk mengingat
150
jemaatNya di dalam kemulianMu dan di dalam kesentosaan bersama dengan
Allah di surga.
Dengan melihat makna ibadah Jumat Agung dalam gereja HKBP di atas,
maka pemilihan nyanyian dalam ibadah tersebut tidak akan terlepas dari teks
nyanyian yang mendukung makna dari ibadah. Dalam hal ini, penulis akan
membahas dua lagu himne yang dinyanyikan pada ibadah Jumat Agung. Lagu
yang pertama adalah BE No. 83 “Na Lao Do Birubiru I” dan BE No. 84 “Aut Na
Ginorga Tu Rohangku.
Gambar 4.9. Lagu Buku Ende No. 83 “Na Lao Do Birubiru i“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama disebutkan Nalao do Biru-biru i, mamorsan angka dosa. Ni
nasa hajolmaon di benget ni rohana. Diporsan sahit ta i, di lehon do diriNa i tu
151
tangan ni pamunu. Ditaonido na bernit i, rodi na tos hosaNa i, didok naeng
porsanonhu mengandung arti bahwa Sang Anak domba maju terus memikul dosa
dunia. Ia rela dan tabah menebus dosa orang bersalah. Ia merasakan sakit dan
lesu, Ia disiksa tanpa mengeluh, Ia dihina dan dicerca dan Ia mati di salibkan di
Golgata. Pada bait ketiga dikatakan Na olo do au ale Amang sian sandok
rohangku, pasauthon lomo ni rohaM, rohaM sambing do guru. O holong ni
rohaNa i, tung aha dotudisanMi, na songon Ho margogo. Dilehon Debata hape,
AnakNa lao manaon sude, sitaonon ni na mago memiliki pengertian ya Bapa,
akan kutempuh dengan hati yang tulus, niatku dalam mulutMu. Tugaskulah
sabdaMu, alangkah ajaib kasihNya. Apakah yang bisa dibandingkan manusia
dengan pengutusan anakNya ke dunia ini? Ya Tuhan, engkau perkasa yang
meretakkan kuburan dan azab manusia. Dalam bait keempat menguatkan arti dari
penyerahan diri manusia, manusia menyadari bahwa ia adalah milik Tuhan baik
mati maupun hidup. Berikut adalah kalimat dari bait keempat saleleng ahu
mangolu, naeng ingotonhu Jesus. Sude na binahenMi di ahu, hataM naeng
hupatulus. Ho naeng haholonganhu do, huhut ihuthononhu do di dalan
hangoluan. Tung ingkon Ho nampuna au, mangolu manang mate au, sai Ho do
tioponhu mengandung arti bahwa sepanjang masa hayatku aku mengingat Yesus
selalu. Semua kasih sayangMu akan tetap kuurus. Engkau adalah sinar jiwaku,
bila jiwaku terbentur, Engkau tinggal di dalam hatiku. Tuhan adalah pemilik
diriku, baik hidup ataupun mati. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa lagu
ini mendukung arti ibadah Jumat Agung secara keseluruhan.
152
Lagu kedua sebagai bahan analisis adalah BE No.84 “Aut na Ginorga Tu
Rohangku”. Bait pertama lagu ini dikatakan Aut na ginorga tu rohangku, bohiM
dinalao mate Ho. Aut na huingot o Tuhanhu, tongtong panghophopMi diau. Ai Ho
do paluahon ahu, dosangku do pinorsanMi; didaoni Ho parsahiton hu; martua au
binahenni mengandung arti bila kuukir dalam hati wajahMu pada salibMu. Seraya
aku menghayati pengorbananMu padaku. Engkaulah juru slamat dunia; engkaulah
yang memikul segala dosaku; Engkau menyembuhkan luka-lukaku agar aku
sentosa dan teduh.
Gambar 4.10. Lagu Buku Ende No. 84 “Aut Na Ginorga Tu Rohangku“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait kedua dikatakan Sai jalo m’au ale Tuhanku baen upa ni na tinaonMi.
Sai naeng ingoton ni rohangku tung sasude binahenMi. Humophop au pardosa
godang, dibahen holong ni rohaM, hinorhon ni tarbaen au sonang, laho
mandapothon banuaM mengandung arti sambutlah aku ya Tuhanku, sebagai upah
siksaMu; akan kuukir di benakku semua perbuatan yang Tuhan berikan padaku.
153
Engkau membela aku dari segala dosa dan oleh karena itu aku bersukacita dan
bergembira menuju pintu sorgaMu. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa
lagu nyanyian ini mendukung akan arti dari ibadah Jumat Agung seperti yang
sudah dijelaskan di atas. Selain dua himne tersebut, berikut beberapa himne yang
dinyanyikan dalam ibadah Jumat Agung:
1. BE. No. 76 ”Sada Nama Sangkap Ni Rohangku” 2. BE. No. 77 ”Hamu Saluhut Halak” 3. BE. No. 78 ”O Ulu Na Sap Mudar” 4. BE. No. 86 ” Silang Na Badia” 5. BE. No. 619 ”Di Golgota” 6. BE. No. 622 ”Mansai Nalnal Di Angka Partingkian”
4.3.6 Penggunaan himne dalam ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus
Tanpa kebangkitan, iman Kristen tidak mungkin muncul. Murid-murid-
Nya hanyalah simbol kekalahan dan kehancuran. Mungkin mereka akan
mengingat Yesus sebagai guru terkasih mereka, dan penyaliban hanya akan
melenyapkan harapan akan mesias. Salib akan kelihatan menyedihkan dan
memalukan sebagai akhir karir Yesus. Kekristenan mula-mula sangat bergantung
kepada kepercayaan murid-murid-Nya bahwa Tuhan telah membangkitkan Yesus
dari kematian.
Jika ditanya mengapa kebangkitan Yesus Kristus disebut sebagai bukti
diri-Nya adalah Anak Allah? Jawabnya adalah (1) Dia bangkit dengan kuasa-Nya
sendiri. Dia mempunyai kuasa untuk memberikan nyawa-Nya dan untuk
mengambilnya kembali (Yohanes 10:18). Ini tidak bertentangan dengan pasal lain
yang menyatakan Yesus dibangkitkan oleh kuasa Bapa, karena Bapa dan Anak
bekerja bersama-sama, seperti halnya penciptaan, tiga pribadi Allah, yaitu: Bapa,
154
Anak dan Roh Kudus bekerja sama secara harmonis; dan (2) Secara jelas Yesus
telah menyatakan bahwa Ia adalah Anak Allah, kebangkitan-Nya dari kematian
merupakan materai/persetujuan dari Allah Bapa akan kebenaran pernyataan-Nya.
Jika Allah tidak menyetujui pernyataan Yesus sebagai Anak Allah, maka Allah
tidak akan membangkitkan Yesus dari kematian. Kenyataannya Allah
membangkitkan Yesus dari kematian, seolah Allah Bapa mengatakan: "Engkaulah
Anak-Ku, hari ini Aku menegaskan sejelas-jelasnya."
Khotbah Petrus saat hari Pentakosta juga berdasar kepada Kebangkitan
Kristus (Kisah Para Rasul 2:14-40). Tidak sekedar tema khotbah, tetapi
maka semua ajaran kekristenan akan hilang. Kebangkitan merupakan; (1)
Penjelasan kematian Yesus; (2) Penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama
tentang Mesias; (3) Sumber kesaksian murid-murid; (4) Alasan pencurahan Roh
Kudus; dan (5) Menegaskan posisi Yesus sebagai Mesias dan Raja.
Tanpa kebangkitan, posisi Yesus sebagai Mesias dan Raja tidak akan
terjelaskan. Tanpa kebangkitan, pencurahan Roh Kudus akan meninggalkan
misteri yang tidak dapat dijelaskan. Tanpa kebangkitan, sumber kesaksian murid-
murid hilang. Kebangkitan adalah penggenapan dari nubuat mengenai Mesias
yang akan bangkit di dalam Mazmur 16:10, 'tidak membiarkan Orang Kudus-Mu
melihat kebinasaan.' Jelaslah bahwa khotbah pertama kekristenan berdasar kepada
Yesus yang telah bangkit. Perjanjian Baru bergaung kepada fakta Kebangkitan
Yesus. Injil-injil mencatat pernyataan Yesus bahwa Ia akan dikhianati, dibunuh
dan bangkit lagi. Mereka menyaksikan bahwa kubur telah kosong dan Ia
155
menampakkan diri kepada murid-murid-Nya seperti yang telah dikatakan-Nya.
Kisah Para Rasul mencatat Kebangkitan Kristus sebagai fakta dan membuatnya
menjadi pusat pengajaran. Surat-surat dalam Perjanjian Baru dan Kitab Wahyu
menjadi tak berarti tanpa kebangkitan Yesus. Kebangkitan diterima baik oleh: (1)
Keempat Injil yang terpisah; (2) Sejarah kekristenan mula-mula (Kisah Para
Rasul); dan (3) Surat-surat: Paulus, Petrus, Yohanes, Yudas, dan Surat Ibrani.
Makna ibadah minggu Kebangkitan Tuhan Yesus bagi gereja HKBP
adalah ungkapan terimakasih dan pujian umat manusia karena melalui
Kebangkitan telah melahirkan pengharapan yang hidup. Dia adalah Juru Selamat
dan hidup serta Tuhan kami dan menjadi Kepala yang harus ditaati. Melalui
kebakitanNya, iblis, dosa dan maut telah ditaklukkan dan warga gereja HKBP
tidak akan takut lagi menghadapinya dan segala sengatnya karena kemenangan
Tuhan kami, Panglima perkasa yang menuntun kami dari kematian hingga kepada
kebangkitan daging. Melalui Kebangkitan Tuhan Yesus, wagra gereja HKBP
memohon kasih dan pertolongan Tuhan agar warga gereja tidak bimbang dalam
menghadapi maut.
Dari makna Kebangkitan Tuhan Yesus, maka pemilihan himne dalam
ibadah ini akan disesuaikan dengan makna tersebut. Berikut adalah analisis
terhadap dua himne yang dinyanyikan sewaktu ibadah minggu Kenaikan Tuhan
Yesus, yaitu: BE No. 92 ”Puji Ma Na Manaluhon” dan BE No. 96 ”Nungga Talu
Hamatean”.
156
Gambar 4.11. Lagu Buku Ende No. 92 “Puji Ma Na Manaluhon“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama dikatakan Puji hamu namanaluhon dosa hamatean i,
Puji ma na pangoluhon saluhut pardosa i. Jesus na dung mate i, las roham o
huria Na, ala namamillit ho, Jesus i mangolu do mengandung arti Pujilah yang
menaklukkan dosa kerajaan maut. Pujilah yang membebaskan manusia yang sesat.
Yesus yang telah wafat, sambut Dia hai jemaat, agar kau hidup tenang, Yesus
bangkit dan menang..
Bait kedua dikatakan Tole hita mangendehon halalas ni roha i. Dohot
marolopolophon sangap ni na monang i. Na tongtong mangolu i, Tole hita
mangendehon halalas ni roha di parngolu Jesus i mengandung makna bahwa
manusia menyanyikan kesukaan ceria dan juga mengelu-elukkan hormat bagi
Yesus pemenang hidup yang kekal. Manusia menyanyikan dan merayakan hari
kebangkitannya. Dari makna teks tersebut di atas maka dapat dilihat bahwa lagu
nyanyian ini mendukung tujuan ibadah minggu Kebangkitan Tuhan Yesus.
157
Lagu kedua sebagai bahan analisis diambil dari BE No. 96 ”Nungga Talu
Hamatean”
Gambar 4.12. Lagu Buku Ende No. 96 “Nungga Talu Hamatean“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama dikatakan nungg talu hamatean dibahen Tuhan Jesus i. Ai
nahehe di Ibana songon nadidok nai. Haleluya, haleluya nunga hehe Jesus i;
Haleluya, haleluya nunga hehe Jesus i mengandung arti Yesus telah menaklukkan
kematian, Ia bangkit dari makam berdasarkan janjiNya. Haleluyah, haleluyah,
Yesus bangkit dan jaya. Selanjutnya pada bait ketiga dikatakan Marlas niroha ma
hita ala hehe Jesus i. Ai malua sude hita sian hamagoan i. Haleluya, haleluya
nunga hehe Jesus i; Haleluya, haleluya nungga hehe Jesus i mengandung arti
bahwa dengan kebangkitan Yesus maka manusia bersuka cita karena sudah
dibebaskan dari dosa yang kelam. Haleluyah, haleluyah, Yesus bangkit dan jaya.
Dari dua himne yang dianalisis di atas dapat dilihat bahwa teks nyanyian dalam
ibadah bertujuan mendukung makna dari ibadah Kebangkitan Tuhan Yesus.
158
Selain dua lagu himne di atas, berikut adalah beberapa lagu nyanyian yang
dinyanyikan dalam ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus:
1. BE. No. 89 ”Ate Di Dia Soropmi” 2. BE. No. 90 ”Sai Tapuji Debatanta” 3. BE. No. 93 ”Pesta Paskah Hatuaon” 4. BE. No. 94 ”Ale Tondingku Naung Hehe” 5. BE. No. 637.a ”Patimbul Ma Huaso Ni Goar Ni Jesus i”
4.3.7 Penggunaan himne dalam ibadah Kenaikan Tuhan Yesus
Makna dari Kenaikan Tuhan Yesus ke surga dapat dilihat dalam Injil Mat.
21:43; Kis. 1”8,11 yang mengatakan bahwa menjadi orang Kristen adalah sebuah
kepercayaan, karena ada Roh Kudus yang tinggal dan diam dalam hidup orang
percaya, serta mau meresponi keberadaan Roh Kudus. Matius 21:43 "Sebab itu,
Aku berkata kepadamu, bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari padamu dan
akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan
itu." Ayat di atas membuktikan bahwa kita sebagai orang percaya di beri kuasa
dan otoritas oleh Tuhan sebagai bangsa cangkokan bukan sebagai bangsa pilihan,
yang sebenarnya sebagai bangsa plilihan adalah Israel karena tidak berkenan
kepada Tuhan, sehingga di tolak oleh Tuhan. Ditolak karena tidak menghasilkan
buah kerajaan. Jangan kita bangga karena hanya mempunyai status sebagai orang
Kristen karena fasilitas tetapi tidak berfungsi secara maksimal. Ketika kita diberi
kepercayaan dan diberi tanggung jawab kepada Tuhan itu menunjukkan
kedewasaan. Oleh karena itu Gereja harus jadi dewasa, artinya siap diberi
kepercayaan dan tanggung jawab untuk menghasilkan buah kerajaan. Kisah Rasul
1:11 "dan berkata kepada mereka: "Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu
159
berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu,
akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke
sorga." Kis. Rasul 1:8 "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus
turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."
Yesus naik ke Sorga supaya warga gereja terlibat dalam rencana Tuhan,
(1) Yesus Naik Ke Sorga untuk Menyediakan Tempat bagi kita. Rumah
sebenarnya bukan bangunannya melainkan bagaimana suasana rumah tersebut,
apakah membuat kenyamanan dan kerasan untuk tinggal di situ, adakah fellowship
atau persekutaannya. Oleh karena itu kekristenan sangat dibutuhkan sekali
hubungan (fellowship); (2) Yoh. 14:1 "Janganlah gelisah hatimu; percayalah
kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat
tinggal. Jika tidak demikian, tentu Aku mengatakannya kepadamu. Sebab Aku
pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu."; (3) Yesus Naik ke Sorga untuk
Kembali sebagai Raja atas segala Raja. (Wahyu 21: 1-4) "Lalu aku melihat langit
yang baru dan bumi yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang
pertama telah berlalu, dan laut pun tidak ada lagi." Perumpamaan untuk
kedatangan Tuhan Yesus seperti lima gadis bijaksana dan lima gadis bodoh. Apa
yang membedakan antara mereka yaitu persiapan. Orang yang mempunyai
persiapan dalam hidupnya itulah yang menunjukkan pengharapannya bahwa
Tuhan akan dan pasti datang kedua kali untuk menggenapi setiap janjinya dengan
sempurna. Pastikan diri kita untuk percaya bahwa Yesus telah naik ke Sorga untuk
menggenapi janji-janjiNya yaitu kita akan menjadi orang-orang yang didewasakan
160
dan diberdayakan, Tuhan Yesus akan menyediakan tempat di sorga dan Tuhan
Yesus pasti datang kedua kali untuk menjadi Raja atas segala Raja.
Makna Kenaikan Tuhan Yesus bagi gereja HKBP adalah bahwa mereka
mereka meyakini Tuhan Yesus Kristus telah naik ke surga dan duduk disebelah
kanan Allah Bapa. Kekuasaan dan kemuliaan jemaat persembahkan sampai
selama-lamanya. Jemaat bersukacita karena Engkau telah menang dan Allah telah
mengangkat Engkau menjadi Raja atas segala sesuatu. Jalan Tuhan penuh rahasia,
Engkau telah merendahkan diriMu serendah-rendahnya, kemudian Engkau
menjadi lebih tinggi di atas segala sesuatu dan menerima Nama yang terindah atas
segala Nama, dan supaya semua orang bertekuk lutut menyembah Engkau, dan
segala lidah mengaku, bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Gereja HKBP
berterima kasih karena Engkau telah membuka jalan ke surga, Engkau menjadi
Iman Besar bagi manusia untuk selama-lamanya.
Dengan makna Kenaikan Tuhan Yesus di atas, maka pemilihan lagu dalam
ibadah yang dilakukan di gereja HKBP akan dikaitkan dengan teks yang
mendukung makna Kenaikan Tuhan Yesus. Berikut ini, penulis akan menganalisis
dua buah lagu yang dinyanyikan dalam ibadah Kenaikan Tuhan Yesus di gereja
HKBP Pasar melintang, lagu pertama adalah BE No. 97 “Ingoton Ma Sadarion”
161
Gambar 4.13. Lagu Buku Ende No. 97 “Ingoton Ma Sadarion“
Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama dikatakan Ingoton ma sadarion parnaek ni Tuhan Jesus. Tu
habangsaNa na tongtong, naso tarbaen be meret. Tasomba ma Tuhan tai, naung
mulak tu Amana I; tapujima Ibana mangandung arti bahwa umat gereja harus
merayakan dan merenungkan Hari Kenaikan Yesus. Ia naik ke tahta yang megah,
yang tidak akan runtuh. Sembahlah Dia yang jaya, yang pulang pada Bapanya;
terpujilah namaNya.
Pada bait keempat dikatakan Ai mulak do Tuhanta I di ari paruhuman. Sai
dabuonNa do disi sude parhajahaton tu api na so mintop i. alai haholonganNa I,
tu surgo bahennNa mengandung arti bahwa warga gereja HKBP percaya Tuhan
akan datang kelak di hari penghakiman. Semua orang bejat dihalau dan
dicampakkan kedalam api neraka; tetapi orang-orang yang beriman akan Tuhan
tempatkan di surga. Dari makna syair di atas dapat dilihat bahwa teks lagu
mendukung makna ibadah Kenaikan Tuhan Yesus.
162
Lagu kedua yang menjadi bahan analisis adalah BE No. 98 “Naung
Manaek Do Ho”.
Gambar 4.13. Lagu Buku Ende No. 98 “Naung Manaek Do Ho“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama dikatakan Naung manaek do Ho lao tu surgo i. Ale Jesus Raja
nami, Ho do ihuthonon nami. Ho partogi i, lao tu surgo i mengandung arti bahwa
Yesus naik ke surga, Ia adalah Raja yang kami ikuti sampai mati. Tuntun umatMu
masuk surga. Selanjutnya pada bait kedua dikatakan Maol do dalan I, togu hami
on; asa tung malu hami, sian angka musu nami. Na di tano an, togu hami on
mengandung arti bahwa warga gereja HKBP menyadari perjalanan hidup manusia
di dunia ini penuh dengan kesulitan dan oleh karena itu manusia membutuhkan
tuntunan yang dari pada Tuhan agar semua jalan yang penuh pergumulan dapat
dilalui dengan sukacita. Dari dua lagu yang dianalisis di atas dapat disimpulkan
bahwa teks dari dua lagu tersebut sangat mendukung akan makna dari ibadah
minggu Kenaikan Tuhan Yesus. Selain dua lagu tersebut, beberapa lagu yang
menjadi refrensi nyanyian dalam ibadah minggu Kenaikan Tuhan Yesus adalah:
163
1. BE No. 99 “O Ulubalang Na Gogo” 2. BE No. 100 “Mardongan Olop-Olop Manaek Tuhanta i” 3. BE No. 101 “Taiti Gogo Ihut Tu Ho” 4. BE No. 636 “Jesus Do Raja Bolo i” 5. BE No.638 “Patimbul Tuhan i”
4.3.8 Penggunaan himne dalam ibadah Turunnya Roh Kudus
Ibadah Turunnya Roh Kudus disebut juga dengan Hari Pentakosta
merupakan puncak dari rangkaian 50 hari masa acara/peringatan sekitar Paskah,
dimulai dari minggu sengsara Tuhan Yesus yang berakhir pada hari Perjamuan
Malam dan penyaliban Yesus disusul dengan kematian Yesus, lalu
kebangkitanNya yang dirayakan sebagai Paskah. Kemudian Yesus memberikan
Amanat Agung Penginjilan dan 40 hari setelah hari Paskah, Yesus naik ke surga.
Sepuluh hari kemudian atau 50 hari setelah Paskah, pada hari Pentakosta, terjadi
Pencurahan Roh Kudus kepada murid seperti yang sudah dijanjikan oleh Yesus.
Hari Pentakosta adalah akhir dari penebusan dan pelayanan Yesus dibumi
sebelum Ia mengutus Roh Kudus sebagai penerus usahaNya mendampingi para
muridNya, namun Hari Pentakosta sekaligus menjadi awal sejarah gereja, sebab
sejak itu terjadi Pekabaran Injil keseluruh dunia dan dimana-mana berdiri gereja-
gereja Kristen sampai dengan saat ini.
Harapan warga gereja HKBP pada hari Pentakosta adalah Roh Kudus
mempersatukan jemaatNya agar saling menerima dan saling mengasihi selaku
anggota Tubuh Kristus yang Kudus. Jemaat mengharapkan limpahkan karunia
agar semakin banyak pemberita Injil, pengajar dan rela mengasihi sesamanya
manusia.
164
Melalui makna dari hari Pentakosta yang sudah dijelaskan di atas, maka
pemilihan himne dalam ibadah akan disesuaikan sesuai dengan makna tersebut.
Dalam hal ini, penulis akan menganalisis dua lagu yang dinyanyikan dalam
ibadah minggu Pentakosta di gereja HKBP Pasar Melintang. Himne pertama
adalah BE No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti”. Bait pertama dikatakan O
Tondi Parbadia i, bongoti roha name be, ro, sipatiur roha. O sondang sian
surgoi, sondangi roha name be, tu halalas ni roha. Asa masa patupahon,
pinodahon ni hataMu. Sai tu hami ma rohaMu mengandung arti ya Rohul kudus
datanglah ke dalam hati yang resah, pelita hati kami. Ya sinar kasih yang terang,
sinari hati yang kelam, penghibur hati kami. Agar kuat melakukan, pengajaran
firman Tuhan. Jangan lupakan kami. Dari pengertian di atas dapat dipahami
bahwa warga gereja HKBP bahwa Rohul Kudus datang kedunia sebagai
penghibur hati manusia; sebagai penguat hati manusia untuk memberitakan firman
Tuhan keseluruh dunia.
Gambar 4.14. Lagu Buku Ende No. 102 “O Tondi Porbadia I Bongoti“ Sumber: Buku Ende HKBP
165
Pada bait kelima dikatakan Ho batu mamak na togu na tau ojahan situtu, paojak
rohanami tu hata hasintongan i. tung unang olo lilu be, nang sada sian hami.
Lehon roha na tumogo, na umburju manggoari Jesus Kristus Tuhannami
mangandung arti kau batu karang yang teguh, landasan yang sungguh teguh.
Tegakkan iman kami dan jaga kami senantiasa agar tak seorang pun jemaatnya
sesak dengan pedang rohani. Bina jiwa yang terkuat, lebih giat menyaksikan
Kaulah Yesus Tuhan Kami.
Lagu himne kedua yang di analisis adalah BE No. 106 “Ale Tuhan
Amanami”. Pada bait pertama dikatakan Ale Tuhan Amanami, namorholong roha
i. suru TondiMi tu hami angka natinoguMi. Paimbaru tondingki, gabe joroMi ma
I, sai olio pangidoanhu, sian asi ni rohaMu mengadung arti ya Bapa Tuhan kami,
Tuhan yang maha pengasih. Masuklah kedalam hati dan pimpinlah kami.
Pugarlah jiwa kami supaya menjadi bait yang kudus. Ya Tuhan dengarkanlah
doaku dalam kasih setiaMu.
166
Gambar 4.15. Lagu Buku Ende No. 106 “Ale Tuhan Amanami“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait enam dikatakan Tondi sai ajari ahu jala togutogu ma, asa au
marpangalaho na badia na tama. Sai paburju rohangku mangoloi hataM
tongtong, asa molo ro ajalhu sahat au tu ingananMu mengandung arti bahwa
melalui Roh Kudus, manusia mengharapkan mereka di ajar, dituntun dengan budi
pekerti agar senantiasa kudus dihadapan Tuhan. Melalui Roh Kudus, manusia
menginginkan agar hatinya digiatkan untuk mentaati firman Tuhan. Dengan
melakukan semua itu, ia berharap agar disaat ajal menjemput, aku tiba di rumah
Bapa di surga. Beberapa lagu yang menjadi refrensi nyanyian dalam ibadah
minggu Turunnya Roh Kudus adalah:
1. BE No. 103 “O Pangapul Na Lumobi” 2. BE No. 105 “Ro Ma Tondi Porbadia” 3. BE No. 109 “Sai Songgopi Hami On” 4. BE No. 640 “Haholongan Sian Ginjang”
167
4.3.9 Penggunaan himne dalam ibadah Trinitatis
Makna Trinitatis dalam gereja HKBP adalah dimana warga jemaat penuh
dengan sukacita karena Tuhan telah memperlihatkan dan menyatakan kasih dan
pengasihanNya, memberikan pengampunan dosa, memberikan kehidupan yang
kekal, harta surgawi dan pada waktunya akan memberikan penghukuman kelak.
Semua ini disadari oleh warga gereja HKBP sebagai sesuatu yang tidak ternilai
dengan apapun di dunia ini, karena yang tidak pernah dipahami manusia telah
Tuhan ungkapkan kepada kami; yang tidak pernah dilihat manusia Tuhan telah
nyatakan kepada kami; yang tidak dapat diberikan diberikan dunia ini Tuhan
limpahkan kepada kami; oleh karena itu warga gereja HKBP menyerahkan Tubuh
Jiwa, Roh dan segala yang ada pada kami, agar Tuhan melayakkan kami
menerima kerajaan Tuhan di surga. Dari makna akan Trinitatis di atas, maka
dalam ibadah minggu Trinitatis pemilihan lagu yang dinyanyikan akan sesuai
dengan teks himne. Berikut adalah dua lagu yang dinyanyikan dalam ibadah
Trinitatis yang dijadikan penulis sebagai bahan analisis. Lagu yang pertama
adalah BE No. 116 “Ditompa Ho Do Au.
168
Gambar 4.16. Lagu Buku Ende No. 116 “Ditompa Ho Do Au“ Sumber: Buku Ende HKBP
Pada bait pertama dikatakan Ditompa Ho do au, sondangi rohangkon. Tung basa-
basaMi sudena di au on. Gomgomi pamatangku, naeng Ho do aloanhu. Sai lehon
ma gogongku, lomoM naeng ulaonhu. Urupi, tatap au tutu, panompa na burju
mengandung arti bahwa warga gereja percaya Tuhan adalah pencipta manusia dan
menyinari jiwa. Jiwaku kuserahkan menjadi persembahan yang kudus bagi Tuhan.
Semua tenagaku akan kugunakan dalam jemaat Tuhan. Jemaat menyadari akan
keterbatasan manusia sehingga senantiasa memohon pertolongan dan penyertaan
Tuhan senantiasa dalam perjalanan hidupnya.
Bait keempat dikatakan Ale Debatangki, Sitolusada i. Bongoti rohangki,
parbadiai ma i. sai Ho ma lam hutanda, gogongku lam paganda; manangkap
haluaon, maniop hatuaon, ni Ama, Anak, Tondi I na tong pujion i mengandung
arti ya Bapa, Anak dan Roh Kudus, akulah milikMu siapkanlah hatiku menjadi
169
bait kudus. Jelaskan kepadaku kasihMu yang bermutu; aku bahagia menyebut
Bapa, Anak dan Roh.
Lagu kedua sebagai bahan untuk analisi adalah BE No.111 “Patimbul Be
Ma Sangap”.
Gambar 4.17. Lagu Buku Ende No. 111 “Patimbul Be Ma Sangap“ Sumber: Buku Ende HKBP
Bait pertama dikatakan Patimbul be ma sangap ni Jahowa Debatanta. Dokma
mauliate i tu Debata Amanta. Ai pardangolan i do sude, nang saluhut na jorbut
pe dialo Debatanta memiliki arti bahwa warga gereja HKBP haruslah
memuliakan Allah semesta atas segala rahmatnya, yang membebaskan umatNya
dari mara bahaya Allah sungguh baik dan benar, denganNya terwujud damai yang
besar sehingga berakhirlah segala permusuhan.
Bait kedua dikatakan Tongtong sombaon nami Ho, mamuji salelengna.
Dibaen na digonggomi Ho huriaMu sasude. Naso tardodo gogoMi, sai ingkon
saut do rohaMi; on pe martua hami memiliki arti bahwa jemaat gereja HKBP
memuji, menyembah dan bersyukur setiap masa karena Engkaulah Allah dan
Bapa yang memerintah dunia. Hikmat Tuhan tak ternilai dan semua rencanaNya
170
akan terwujud bagi setiap umatNya dan oleh sebab itu jemaat gereja HKBP
sungguh beruntung.
Dengan melihat makna teks lagu ini, maka dapat dilihat lagu himne ini
mendukung makna dari Trinitatis. Berikut adalah beberapa refrensi lagu dalam
ibadah minggu Trinitatis di gereja HKBP Pasar Melintang:
1. BE No. 110 “Haleluya Pinuji Ma” 2. BE No. 114 “Ale Jahowa Debata” 3. BE No. 115 “Tuhan Debata” 4. BE No. 641 “O Tondi Porbadia i” 5. BE No. 646a “Sai Gohi Roha Dohot Tondingku”a
4.3.10 Penggunaan himne dalam ibadah-ibadah lainnya
Di gereja HKBP masih terdapat kebaktian ibadah lainnya selain yang
sudah dipaparkan di atas, dimana pemilihan lagu nyanyian akan disesuaikan
dengan teks sehingga lagu-lagu dalam ibadah tersebut mendukung konteks ibadah
yang dilaksanakan. Berikut adalah bagian nyanyian dalam konteks ibadah yang
dilakukan di gereja HKBP secara umum:
No Pembangian Himne Buku Ende 1 Lagu Pujian BE No 1-17
BE No 557-589 2 Lagu Pengampunan Dosa BE No 161-182
BE No 681-701 3 Lagu Hidup Beriman BE No 183-235 4 Lagu Masa Pergumulan BE No 279-298
BE No 731-752 5 Lagu Tentang Ajal Manusia BE No 329-340 6 Lagu Tentang Akhir Zaman BE No 341-355 7 Lagu Baptisan BE No 144-147 8 Lagu Perjamuan Kudus BE No 153-155 9 Lagu Pernikahan BE No 158-160
Tabel 4.1. Bagian Nynyian dalam Buku Ende HKBP
Sumber: Buku Ende HKBP
171
4.4 Fungsi Musik di HKBP Pasar Melintang
Pada Bab I telah diterangkan bahwa ada sepuluh fungsi musik menurut
teori Allan P. Merriam. Penulis akan mengaplikasi kesepuluh teori ini untuk
melihat fungsi musik di gereja HKBP Pasar Melintang. Kesepuluh fungsi musik
tersebut adalah sebagai berikut; (1) Fungsi pengungkapan emosional; (2) Fungsi
pengungkapan estetika; (3) Fungsi hiburan; (4) Fungsi komunikasi; (5) Fungsi
perlambangan;(6) Fungsi reaksi jasmani; (7) Fungsi yang berkaitan dengan norma
social; (8) Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan; (9) Fungsi
kesinambungan kebudayaan; dan (10) Fungsi pengintregasian masyarakat. Untuk
mendapatkan bagaimana pendapat jemaat di gereja HKBP Pasar Melintang
tentang fungsi musik, penulis melakukan wawancara dan juga menyebarkan
kuesioner dengan pertanyaan terbuka yang memungkinkan responden
memberikan pendapatnya seputar pertanyaan yang diajukan. Berikut adalah fungsi
musik menurut jemaat gereja HKBP:
1. Fungsi Pengungkapan Emosional. Musik di gereja HKBP Pasar Melintang
(himne, koor, song leader dan musik instrumen) bukan diposisikan hanya
sebagai pelengkap/pengisi dalam sebuah ibadah, akan tetapi musik gereja
harus mampu untuk senantisa membantu penguatan akan konteks ibadah.
Musik dalam gereja harus mampu membantu untuk mempertajam
pengungkapan makna iman. Kegiatan ibadah tidak jatuh hanya pada ruang
akal-perasaan semata, tetapi membantu mengekspresiksan sedikit jauh
kedalaman (depth) spiritual. Melalui musik gereja, ruang spiritual
penghayatan dan kesadaran tentang kebesaran kuasa dan kasih Tuhan,
172
orang-orang percaya menjadi lebih diperkaya dalam iman. Contoh BE No.
10. Fungsi Pengintegrasian Masyarakat. Himne dalam ibadah yang
dinyanyikan itu untuk membina hubungan yang personal dengan anggota
jemaat pada umumnya. Dalam hal ini himne merupakan bagian yang
integral dengan jemaat. Mereka memuji Tuhan untuk menguatkan
persekutuan dengan jemaat. Melalui puji-pujian yang mereka nyanyikan,
mereka sedang merajut bersama persekutuan sebagai tubuh Kristus.
Persekutuan yang hangat antar tim musik dapat tercipta apabila dapat
dikembangkan rasa saling percaya, saling menghargai pendapat dan talenta
yang ada, menjalin komunikasi yang terbuka tanpa harus mengorbankan
dan melukai perasaan orang lain. Setiap ide atau pemikiran untuk
mengembangkan musik gereja hendaknya dibicarakan bersama. Sebab
bagaimana pun dibutuhkan sebuah kerja sama tim yang berakar dari sebuah
persekutuan yang hangat dalam pelayanan untuk melakukan pekerjaan
yang besar dari Allah. Contoh BE No. 656. Parhahamaranggion” (ayat 1.
Parhahamaranggion i lam hot jala togu. Singkop ma hasadaon i di Jesus i
burju. Rap sauduran hita be marholong na tutu, mar dame, mar las
rohama di Jesus i tutu).
177
Selain fungsi musik menurut Merriam di atas, masih terdapat beberapa fungsi
musik lainnya bagi jemaat gereja HKBP Pasar Melintang seperti:
1. Sebagai wadah pendewasaan iman Jemaat. Tim musik, song leader dan
paduan suara gereja mengadakan latihan satu kali dalam seminggu.
Sebelum latihan dimulai biasanya terlebih dahulu diawali dengan
kebaktian singkat dan adanya pendalaman Alkitab. Melalui kegiatan
ini tim musik, song leader dan kelompok-kelompok paduan suara
gereja dibekali dengan firman Tuhan56.
2. Lambang keberhasilan. Bila suatu gereja HKBP mampu mengorganisir
semua sumber daya yang dimiliki dan sekaligus mengembangkannya
maka akan terlihat kepaduan sebuah tim musik, song leader dan paduan
suara. Keberhasilan ini tentu akan berdampak dalam ibadah kebaktian,
penampilan dan persiapan yang baik akan memberikan kualitas musik
gereja yang baik pula57.
3. Sebagai wadah bertukar pikiran baik dalam pergumulan kehidupan
sehari-hari maupun dalam hal pembicaraan tentang iman. Sebelum
latihan dimulai biasanya tim musik ini melakukan pembicaraan tentang
pergumulan sehari-hari baik dalam hal keluarga, pekerjaan, cita-cita,
cinta, dan yang lainnya58.
56Wawancara dengan Joy Ferianto Manullang (Pemain Keyboard) di Gereja HKBP Pasar
Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 57Wawancara dengan Wati Damanik anggota paduan suara) di Gereja HKBP Pasar
Melintang, Minggu 15 Juni 2014. 58Wawancara dengan Veli Sianipar (song leader) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Sabtu
28 Juni 2014.
178
4. Sebagai motivasi mengikuti ibadah minggu dan pelayanan-pelayanan
lainnya diluar ibadah minggu.59 Menjadi anggota tim musik
mengharuskan seseorang harus menghadiri kebaktian setiap minggu
demi memberikan pelayanan yang terbaik.
5. Merupakan wadah pembelajaran musik. Menjadi anggota tim musik
mengharuskan seseorang mengikuti latihan musik gereja. Dalam latihan
mereka mendapatkan berbagai pengetahuan musik dalam hal cara
membaca notasi, nilai not, tempo, dan yang lainnya. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya bahwa banyak latar belakang tim musik gereja
di HKBP Pasar Melintang Medan yang memahami musik secara
otodidak.60
6. Merupakan eksistensi jemaat dalam pelayanan gereja. Menjadi salah
satu dari tim musik menunjukkan eksitensi seseoarang dalam pelayanan
di gereja61.
7. Tempat menemukan pasangan hidup. Salah satu tim musik yang ada di
HKBP Pasar Melintang Medan menemukan pasangan hidupnya melalui
aktivitas melayani musik di gereja.62
59Wawancara dengan Josua Sinurat (Pemain Bass) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014.
60Wawancara dengan Irwin Pangaribuan (Pemain Drum dan Bass) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Minggu 15 Juni 2014.
61Wawancara dengan Felix Silitonga (Gitaris) di Gereja HKBP Pasar Melintang, Sabtu 28 Juni 2014
62Ibid., wawancara dengan Irwin Pangaribuan.
179
BAB V
PERUBAHAN MUSIK GEREJA DALAM IBADAH DI HKBP PASAR MELINTANG MEDAN
Dalam pembicaraan tentang musik gereja sering kali di jumpai istilah
musik di asumsikan dengan rangkaian nada yang dimainkan oleh para pemain
dalam bentuk instrumen lagu atau dalam bentuk harmoni yang dimainkan untuk
mengiringi lagu/pujian yang dinyanyikan oleh soloist, vokal group, koor dan
jemaat. Pendapat seperti ini sebenarnya tidak dapat mendefenisikan pengertian
musik gereja secara keseluruhan sebab ada hal lain yang penting diperhatikan,
yaitu sifat musik gereja tidak semata-mata dilihat dari jenis musik yang
ditampilkan.
Saat ini dapat dilihat bahwa gereja HKBP sedang mengalami sebuah
“revolusi” dalam musik gereja. Ada kecendrungan sebahagian besar masyarakat
HKBP untuk melakukan pembaharuan-pembaharuan dalam pelayanan musik
sehingga memunculkan perubahan musik dalam ibadah.
David B.Pass berpendapat bahwa sifat musik gereja ditentukan oleh sifat
gereja, dan sifat gereja ditentukan oleh misinya, oleh karena itu dapat dipahami
bahwa penggunaan musik ibadah yang tepat adalah maka ketika memahami
eklesiologi; memahami sifat dari gereja; memahami bagaimana ibadah, dan musik
ibadah dan bagaimana musik gereja berfungsi di dalam gereja.
Selanjutnya beliau mengatakan bahwa ada tiga tujuan dasar dari musik
gereja, yaitu: kerygma (pewartaan), koinonia, (persekutuan), dan leitourgia
(untuk melayani). Ketiga unsur di atas saling terkait dan diperlukan gereja untuk
180
memenuhi misinya menyampaikan pesan dan pengampunan kepada dunia.
Ibadah yang seimbang harus mencerminkan tiga model ini secara teratur, kreatif,
sistematis, dan hati-hati.
Menurut Carol R. Ember (1987:32), suatu kebudayaan tidaklah pernah
bersifat statis, melainkan selalu berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu,
bergantinya generasi, serta perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan
masyarakat. Merriam (1964:172) mengemukakan bahwa perubahan dapat berasal
dari dalam lingkungan kebudayaan atau internal, dan perubahan juga dapat berasal
dari luar kebudayaan atau eksternal. Perubahan secara internal merupakan
perubahan yang timbul dari dalam dan dilakukan oleh pelaku- pelaku kebudayaan
itu sendiri dan disebut juga inovasi. Sedangkan perubahan eksternal merupakan
perubahan yang timbul akibat pengaruh dari luar lingkup kebudayaan tersebut.
5.1 Perubahan dalam Komposisi Himne
Dari aspek sejarah diketahui bahwa masuknya musik Barat dalam
masyarakat Batak Toba tidak terlepas dari peran missionaris dalam Pekabaran
Injil di tanah Batak. Musik menjadi salah satu sarana yang digunakan missionaris
dalam menarik simpatik masyarakat agar mau menerima kedatangan mereka dan
dengan proses belajar musik yang dilakukan missionaris pada waktu itu, orang
Batak Toba mulai belajar musik tradisi Barat.
Selain musik, missionaris juga mengajarkan lagu-lagu nyanyian/himne
gereja Lutheran yang sebelumnya teks lagu diterjemahkan dalam bahasa Batak.
Perkembangan selanjutnya, sebahagian besar himne gereja HKBP bersumber dari
himne Lutheran.
181
Tradisi bernyanyi dalam gereja HKBP sampai saat ini sudah berjalan
kurang lebih 152 tahun. Kebanyakan warga gereja HKBP menyadari bahwa lagu-
lagu himne bersumber dari himne lutheran dengan syair yang diterjemahkan
dalam bahasa Batak Toba.
Dalam penelitian ini, penulis menemukan bahwa selain syair yang sudah
diterjemahkan, terdapat sebahagian himne dalam Buku Ende dengan perubahan-
perubahan dalam komposisi musik. Hal ini terjadi dikarenakan dua faktor, yaitu
dikarenakan penyesuaian teks dan komposisi awal yang lebih sulit sehingga lebih
susah untuk dipelajari dan dinyanyikan. Perubahan komposisi musik dapat dilihat
dari perubahan tonalitas, melodi, harmoni dan pola iringan.
Perubahan dalam tonalitas diakibatkan kerumitan dalam hal membaca
notasi, oleh karena itu banyak tonalitas himne gereja HKBP diturunkan. Sebagai
contoh, jika himne Lutheran menggunakan tonalitas E Mayor, maka dalam Buku
Logu akan dituliskan menjadi Es Mayor; jika lagu dalam A Mayor maka dalam
Buku Logu akan dituliskan dalam As Mayor.
Hal di atas dapat dipahami sebuah proses pemudahan dalam bermain
musik karena musisi Batak Toba lebih nyaman bermain dalam tangga nada mol
dari pada tangga nada kres. Kerumitan bermain musik dalam tangga nada kres
(misalnya lagu dalam 4 kres) dapat dilihat pada instrumen tiup; trumpet akan
main dalam 6 kres dan Saxophone Alto akan dimaainkan dalam 7 kres. Bermain
musik dalam 5 kres dan selanjutnya akan memerlukan latihan yang cukup lama
diakibatkan posisi penjarian dalam tangga nada kres.
182
Menurut pangaribuan, seringkali dalam setiap mengiringi ibadah di gereja
HKBP, tim musik tiup kewalahan memainkan lagu dalam dalam 3 kres dan 4
kres, sehingga pemain tiup meminta pemain keyboard untuk melakukan transpose
turun satu kali sehingga bunyi yang dihasilkan sebenarnya menjadi 3 mol dan 4
mol.63
Perubahan dalam hal melodi terjadi karena terkait pola meter dari syair
sehingga menyebabkan nilai melodi menjadi di augmentasi dan dimunuentasi
serta penambahan melodi baik dengan menggunakan passing tone atau dengan
teknik lainnya. Perubahan komposisi musik dalam hal harmoni terjadi karena
perubahan melodi dan hal ini juga berpengaruh pada perubahan polo iringan.
Perubahan dalam empat aspek yang sudah dijelaskan di atas setidaknya
akan mempengaruhi ’musikalitas’ lagu himne yang bagaiman pada awalnya karya
tersebut diciptakan. Hilangnya beberapa unsur musik ini juga akan berpengaruh
pada sebahagian pandangan warga gereja HKBP yang mengatakan bahwa
komposisi musik gereja kurang terasa monoton. Dalam hal analisis perubahan
dalam komposisi musik, penulis akan mengambil dua karya himne Lutheran dan
dua karya himne HKBP. Lagu pertama berjudul ”Come, O Came, in Pious Lays”
dengan lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate.
63Wawancara dengan Johannes Pangaribuan, S.Sn pada tanggal 17 Mei 2014. Ia adalah
pemain musik tiup dan juga pemain drum.
183
Gambar 5.1 Partitur Lagu ”Come, O Come, in Pious Lays” Sumber: HymnBook for Christian Worship
184
Gambar 5.2 Partitur Lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate” Sumber: Buku Logu HKBP
Hasil Analisis:
1. Dalam hal tonalitas dapat dilihat bahwa lagu ”Come, O Come, in Pious Lays”
dimainkan dalam D Mayor, sedangkan dalam Buku Logu ”Nasa Jolma Ingkon
Mate” dimainkan dalam C Mayor.
2. Dalam hal melodi dapat dilihat bahwa terjadi perubahan dalam lagu ”Nasa
Jolma Ingkon Mate”. Perubahan dalam hal nilai not terjadi karena ada
augmentasi dan dimunuentasi. Perubahan lainnya adalah pengurangan beberapa
melodi pada lagu ”Nasa Jolma Ingkon Mate”. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat dalam partitur berikut:
185
Gambar 5.3 Analisis Lagu Sumber: HymnBook dan Buku Logu
3. Dalam hal perubahan harmoni terjadi pada hampir seluruh birama, sebagai
contoh dalam bar pertama ketukan kedua pada lagu pertama dalam Bm (tingkat
vi) sedangkan ketukan kedua dalam lagu kedua adalah C (tingkat I). Pada
ketukan keempat juga berubah dari tingkat IV pada lagu pertama dan lagu
kedua pada tingkat ii.
4. Dalam hal perubahan pola iringan lagu pertama lebih dinamis bila
dibandingkan dengan lagu kedua. Bagian kunci F pada lagu pertama
didominasi note seperdelapan sedangkan untuk lagu kedua lebih didominasi
not seperampat
186
Gambar 5.4 Pola Iringan Sumber: HymnBook dan Buku Logu
Lagu kedua sebagai bahan analisis adalah lagu ” Valent will ich Geben” dan lagu
”Behama Panjalongku”.
Gambar 5.5 Partitur Lagu ”Valent will ich Geben” Sumber: Harmonium – Schuile dalam Von Friederich Eckhardt
187
Gambar 5.6 Partitur Lagu ”Behama Panjalongku” Sumber: Buke Ende dan Buku Logu
Hasil Analisis:
1. Dalam hal tonalitas dapat dilihat bahwa lagu ”Valent will ich Geben” dan lagu
”Behama Panjaolongku” sama-sama dimainkan dalam C Mayor.
2. Dalam hal melodi dapat dilihat bahwa terjadi perubahan dalam lagu ”Behama
Panjalongku”. Perubahan dalam penggunaan alterasi pada melodi lagu dan
munculnya melodi baru terutama pada dua birama terakhir.
188
Gambar 5.7 Analisis Perubahan Melodi Sumber: Harmonium Schuile dan Buke Ende
3. Dalam hal perubahan harmoni terlihat jelas pada birama 5-7. Birama kelima
ketukan tiga, lagu pertama dalam harmoni D (II) sedangkan lagu kedua dalam
G7 (V7).
189
Gambar 5.8 Analisis Perubahan Harmoni Sumber: Harmonium Schuile dan Buke Ende
4. Dalam hal pola iringan bahwa lagu ”Valent will ich Geben” dan lagu ”Behama
Panjaolongku” adalah hampir sama, tidak terdapat perubahan yang mendasar.
5.2 Perubahan Penggunaan Alat Musik dalam Ibadah Gereja HKBP
Penggunaan instrumen musik sangat penting artinya bagi jemaat, karena
melalui musik anggota jemaat tertolong untuk menginternalisasikan makna ibadah
dan kehikmatan penyembahan kepada Allah dalam kebaktian. Dengan kata lain
musik di dalam gereja berkuasa dan mempunyai peranan penting di dalam
pembinaan rohani anggota jemaat. Oleh karena itu kedudukan atau penggunaan
instrumen musik dalam kebaktian gereja, bukanlah sebagai tambahan melainkan
merupakan hal yang integral sejak awal sampai berakhirnya kebaktian.
190
Luther D. Reed64, mengatakan: “Fungsi utama dari musik ialah: “to clothe
the text of liturgi” (Pembungkus teks liturgi). To clote sama dengan melapisi,
menutupi. Musik itu adalah sebagai pembungkus teks liturgi agar teks liturgi
dapat lebih indah, lebih mudah dihayati.65 Sebab jika ditinjau dari sudut
praktisnya, kegunaan musik itu bukan hanya kepada yang menyanyikannya, tetapi
juga kepada orang-orang yang mendengarkan.
Dengan demikian musik dapat dikatakan sebagai alat puji-pujian dan
sebagai alat untuk memberitakan Firman Allah. Dengan kata lain penggunaan
instrumen musik dalam kebaktian adalah tata cara yang diorganisir di dalam
pelaksanaan kebaktian. Maka dalam ibadah HKBP haruslah tercipta komunikasi
yang baik antara Tuhan dengan manusia. Komunikasi yang dimaksud adalah
hubungan antara jemaat yang hadir di dalam kebaktian dengan Tuhan yang hadir.
5.2.1 Alat musik tiup
Dalam konteks tradisi umat Allah dalam Perjanjian Lama, terompet
digunakan pada masa peperangan dan tiupan terompet digunakan sebagai adanya
tanda bulan baru, tahun Yobel, gerakan militer, upacara sipil, penobatan raja,
puji-pujian, serta penyembahan. Pada dasarnya alat musik ini dibuat bukan untuk
mengiringi pujian, tetapi untuk memberikan tanda/ peringatan.66
Seiring dengan penyebaran agama Kristen Protestan, para misionaris turut
membangun sarana-sarana seperti pendidikan dengan membuka sekolah,
64Luther D. Reed, Workship A Study of Corpurate Devation, Philadelphia: 1959), hal.,
159. 65Ibid. hal., 160. 66E. Martasudjita dan Karl Edmund, Musik Gereja Zaman Sekarang. (Yogyakarta: Pusat
Musik Liturgi, 2009), hal., 35-36.
191
kesehatan dengan membuka rumah sakit dan balai pengobatan maupun
membangun sarana transportasi. Hal ini mendorong berakarnya agama Kristen di
dalam budaya masyarakat Batak Toba. Perubahan itu selaras dengan konsep
hidup orang Batak Toba di dunia, yaitu mencari hamoraon (kekayaan), hagabeon
(memiliki keturunan yang berhasil), dan hasangapon (kemuliaan atau
kehormatan).
Kebaktian menjadi bagian dari masyarakat Batak Toba Kristen. Perhatian
masyarakat terhadap eksistensi gereja juga didorong oleh pengetahuan tambahan
terhadap pengenalan musik-musik gereja yang berasal dari Eropa. Setiap acara
kebaktian gereja, jemaat dikenalkan dengan lagu-lagu melalui notasi Barat.
Bersamaan dengan itu para misionaris memperkenalkan alat-alat musik seperti:
trumpet, saksofon alto, saksofon tenor, trombon, dan Bariton. Instrumen tersebut
dipakai untuk mengiringi nyanyian-nyanyian gereja.
Para misionaris juga mengajarkan bagaimana cara memainkan alat musik
tersebut kepada sekelompok warga jemaat yang dianggap sungguh-sungguh
mengikuti ajaran agama Kristen dan mempunyai minat dan perhatian yang tinggi
untuk bermain musik. Mereka diajar mengenal notasi musik yang ada. Melalui
proses belajar yang cukup lama, akhirnya beberapa warga jemaat mahir
memainkan ensambel musik tiup tersebut.
Pengetahuan tentang alat-alat musik organ dan brass sama sekali masih
baru bagi masyarakat Batak Toba, demikian juga tentang musik gereja yang
bertangga nada diatonik. Instrumen musik brass yang pertama hanya terdiri dari
sebuah trumpet, yang digunakan untuk mengiringi kebaktian di gereja yang
192
dimainkan oleh Berausgegeben Van D. Johansen Ruhlo, putra Nommensen
sendiri, mengingat saat itu belum ada warga jemaaat Batak Toba yang dapat
memainkannya.
Perkembangan agama Kristen Protestan semakin lama semakin pesat dan
pertunjukan solo trumpet tidak sanggup lagi mengimbangi tingkat intensitas
paduan suara jemaat, sehingga ditambahlah trumpet tersebut menjadi empat buah.
Untuk itu Johansen terpaksa harus mengajari beberapa warga untuk
memainkannya, juga mengajarkan notasi balok khususnya yang tertuang dalam
Buku Logu, buku nyanyian pokok gereja HKBP.
Setelah penjajahan berakhir tahun 1943, para zending Jerman juga
meninggalkan Tanah Batak, namun aktivitas kerohanian tetap berjalan. Para
Pendeta yang telah diajar kerohanian dan pengenalan musik oleh para misionaris
mengambil alih kepemimpinan gereja. Selain digunakan untuk kegiatan gereja,
brass band juga digunakan mengiringi kegiatan-kegiatan para militer Jepang yang
hendak berperang, seperti saat pemberangkatan tentara yang hendak berperang.
Menurut Bapak St. Edison Pasaribu dalam Pardede mengatakan bahwa
awal sejarah masuknya alat musik tiup di HKBP dapat ditelusuri mulai dari gereja
HKBP Pearaja yang mendapatkan sumbangan dari Misionaris Jerman. Setelah
alat musik tiup diserahkan kepada jemaat di sana, kemudian Misionaris Jerman
mengiringi kegiatan ibadah dengan menggunakan alat musik tiup. Setelah itu,
mereka mengumpulkan jemaat yang benar-benar mau belajar alat musik tiup
tersebut. Setelah beberapa bulan kemudian, Misionaris dari Jerman pun berangkat
193
dari Pearaja dan kebaktian di gereja Pearaja sudah diiringi oleh alat musik tiup
yang pemainnya adalah jemaat HKBP Pearaja.
Masuknya alat musik tiup ini semakin memperluas kabar ke hampir
seluruh Distrik II Silindung dan kerinduan jemaat dari berbagai gereja di
sekitarnya untuk beribadah di gereja Pearaja. Alat musik tiup yang sudah ada
dipakai dan dirawat sedemikian rupa supaya tetap terpelihara dan bisa digunakan
dalam waktu yang sangat lama.
Alat musik ini masih tetap dipergunakan sampai pada tahun 1974 di
HKBP Pearaja. Namun setelah hampir beberapa puluh tahun dipergunakan,
ternyata tidak ada lagi yang mempergunakannya setelah tahun 1974. Bahkan
anggota Gereja HKBP Pearaja sendiri tidak mengetahui mengapa alat musik
tersebut tidak nampak lagi. Menghilangnya alat musik tiup tersebut mempunyai
efek yang negatif dalam kemerosotan jemaat yang mengikuti kebaktian di gereja
tersebut, dengan alasan bahwa ternyata alat musik tiup tersebut mempunyai
dampak yang sangat besar dalam proses pelaksanaan ibadah di gereja. Tanpa
adanya yang mengiringi lagu-lagu pujian di gereja jadi terasa hambar dan tidak
meresap ke dalam hati, demikian tutur Bapak St. Edison Pasaribu.
Sampai tahun 1975, alat musik tiup juga sudah dipadu dengan poti
marende yang pada awalnya juga adalah merupakan sumbangan dari para
Misionaris Jerman yang datang ke Pearaja untuk melihat perkembangan dari
gereja tersebut. Poti marende ini juga disumbangkan supaya dipadu dengan alat
musik tiup. Sama halnya seperti proses awal diberikannnya alat musik tiup, para
missionaris juga mengajari jemaat setempat yang mempunyai minat dalam hal
194
memainkan poti marende. Setelah sekian lama prosesnya, akhirnya ada juga
beberapa orang yang mahir menggunakannya. Kemudian dalam setiap kebaktian,
alat musik tiup digabungkan dengan poti marende sehingga lebih merdu dan
membuat jemaat lebih bersemangat dalam menyanyikan lagu-lagu pujian.
Dari sejarah yang sudah diteliti melalui wawancara tersebut, beliau juga
masih sempat menyimpan satu sejarah yang sudah lama tersimpan dan selalu
diingat ketika ditemukannya kembali alat musik tiup tersebut pada tahun 1992 di
bagian belakang gereja HKBP Pearaja namun tidak lengkap lagi seperti yang dulu
dan sudah dalam keadaan tidak bisa dipergunakan lagi. Sangat disayangkan jika
alat musik tersebut sudah tidak bisa dipergunakan namun muncul secara tiba-tiba
dan mengherankan semua anggota jemaat pada masa itu. Sehingga setelah tahun
1975, hanya poti marende67 yang digunakan dalam mengiringi kebaktian setiap
hari minggunya.
5.2.2 Organ
Organ sudah dikenal di Silindung tepatnya di gereja Pearaja berkat
sumbangan seorang dermawan yang merupakan salah satu jemaat di gereja.
Beliau menyumbangkan sebuah organ yang mempunyai beberapa nada yang
sudah mengimbangi penggunaan alat musik tiup dan poti marende jika dipadu.
Penggunaan organ ini akhirnya menutup masa penggunaan poti marende yang
masih tersimpan sampai sekarang di gereja tersebut. Dari hasil yang ditemukan
dari beberapa gereja yang sudah diteliti, ada beberapa gereja yang menggunakan
67Poti Marende adalah sebutan untuk Orgel.
195
poti marende yang masih disimpan di gereja masing-masing, yakni gereja
Simanungkalit, Ressort Sipoholon I, dan gereja Pintubosi, Ressort Sipoholon VI.
Menurut mereka poti marende dibuat oleh generasi sebelumnya karena sudah
diajari oleh seorang keturunan Jerman yang pekerjaannya adalah membuat poti
marende di Jerman dan datang ke tanah Batak untuk membantu proses pembuatan
poti marende supaya dipergunakan di setiap gereja. Hal ini berlangsung sudah
berpuluh-puluh tahun.
Menjelang akhir abad 18 mutu musik organ dalam ibadat tidak lagi seperti
tahun 1750-an. Jabatan organis merupakan suatu tugas sampingan dan sering
dipegang oleh orang pensiunan. Maka komposisi organ pun menurun. Dalam
ibadat selama abad 19 permainan organ terbatas pada iringan nyanyian Gregorian
dalam Katolik. Komposisi semacam ini diciptakan banyak selama abad 19.
Perkembangan organ Gereja pada awal abad 19 pun mengalami penurunan drastis
dan hampir hilang, dibandingkan dengan piano yang mengalami peningkatan
ekspresi, dimana organ dirasakan statis.
5.2.3 Format ansambel
Format ansambel musik adalah gabungan dari berbagai instrumen musik
seperti dua atau tiga keyboard; keyboard dengan saxophone, keyboard dengan
organ dan berbagai bentuk lainnya. Perkembangan musik yang demikian
dirasakan pekembangannya pada tahun 2000-an, dimana kemajuan teknologi yang
semakin meningkat dan arus informasi tantang musik yang meningkat.
196
Pada era tersebut, sudah semakin banyak sarjana musik yang dihasilkan
oleh berbagai institusi musik di Indonesia, secara khusus di kota Medan, seperti:
Prodi Seni Musik Universitas HKBP Nommnsen Medan, Jurusan Etnomusikologi
USU, Seni Musik Universitas Negeri Medan dan Sekolah Menengah Musik 11.
Keempat institusi formal ini setidaknya telah membawa perubahan dalam hal
format mengiringi ibadah karena baik alumni, mahasiswa dan siswa kebayakan
aktif juga melayani di gereja masing-masing.
Pada tahun 2002 sampai sekarang, Prodi Seni Musik UHN secara
berkesinambungan sudah menggunakan format ini melalui penjemaatan kegereja-
gereja HKBP yang ada di Sumatra Utara. Pada tahun 2000 an yang lalu, musik
pengiring ibadah masih mayoritas organ tunggal, ini ditemui hampir sebahagian
gereja HKBP di kabupaten Tapanuli, Kabupaten Samosir, Kota Siantar, Kota
Tanjung Balai, Kabupaten Deli Sedang, Kabupaten Kaban Jahe dan kota
Pangkalan Susu.68
Pelayanan Musik gereja HKBP Pasar Melintang dibagi atas dua bagian;
(1) untuk kebaktian siang dalam bahasa Batak Toba menggunakan ansambel
musik keyboard (keyboard 1 memainkan suara organ dan keyboard 2 memainkan
suara piano).
68Wawancara dengan Drs. Kamaluddin Galingging, M.Sn – Kaprodi Seni Musik Fak.
Bahasa dan Seni Univ. HKBP Nommensen, 17 Mei 2014 di Medan.
197
Gambar 5.9 Format Duet Keyboard dalam Mengiringi Ibadah Sumber: Dokumentasi Pribadi
5.2.4 Band
Suatu kebudayaan tidaklah pernah bersifat statis, melainkan selalu
berubah. Hal ini berhubungan dengan waktu, bergantinya generasi, serta
perubahan dan kemajuan tingkat pengetahuan masyarakat. Perubahan dalam
penggunaan musik digereja HKBP dapat dilihat dari penggunaan Band dalam
mengiringi ibadah.
Musik Band menjadi alat musik pengiring di gereja HKBP Medan mulai
menjamur sekitar tahun 2004. Ini mau tidak mau adalah karena adanya pengaruh
dari musik ibadah yang ada di gereja tetangga. Banyaknya warga jemaat HKBP
yang beribadah di gereja tersebut, mendorong otoritas gereja untuk bersikap dan
mengambil sebuah langkah dalam memecahkan permasalahan ini.
198
Alasan sebahagian warga gereja, adalah penggunaan alat musik dan lagu-
lagu yang ditawarkan di gereja tersebut lebih bisa diterima jemaat dari pada lagu
himne HKBP. Untuk mengantisipasi ini, otoritas gereja diberbagai ressort mulai
membuat ibadah alternatif khusus bagi jemaat yang menginginkan konsep ibadah
seperti itu.
Dengan demikian, permintaan format musik band mulai dibentuk
diberbagai gereja HKBP yang melaksanakan ibadah alternatif. Pergeseran lagu
himne gereja HKBP mulai digantikan dengan musik pop rohani pada ibadah
alternatif. Dengan pelaksaan ibadah ini, setidaknya para muda/i gereja HKBP
Pasar Melintang tidak lagi beribadah digereja lain, akan tetapi mereka sudah
senang beribadah di gereja sendiri.
Untuk kebaktian alternatif yang dilaksanakan sekali sebulan setiap
minggu keempat adalah band. Personil musik band dan song leader didominasi
oleh pemuda/i gereja. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan
Ibu Pendeta Ressort diketahui bahwa ibadah alternatif ini segaja dilakukan untuk
menampung aspirasi kaum muda/i yang menginginkan musik yang lebih hidup
dan tidak ”konvensional”. Akan tetap kemampuan sumber daya manusia di gereja
yang memiliki kemampuan dibidang musik dianggap masih sangat minim
sehingga ibadah alternatif ini masih dilaksanakan sekali sebulan. Waktu yang
demikian lama dapat dimanfaatkan oleh tim musik dan song leader untuk melatih
lagu pop rohani berulang kali dalam hari-hari yang berbeda, sehingga para
personil musik lebih siap ketika tampil melayani ibadah gereja.
199
Gambar 5.10 Format Band dalam Mengiringi Ibadah Sumber: Dokumentasi Pribadi
Wawancara yang dilakukan penulis dengan tim musik dan song leader
ditemukan bahwa hampir seluruhnya mereka tidak mempunya basic musik yang
didapat melalui institusi musik formal. Sebahagian dari mereka memperoleh
pengetahuan musik dari aktivitas privat musik dan sebagian lagi memperoleh
pengetahuan musik belajar otodidak.
Perubahan yang terjadi bukan hanya semata-mata dalam hal pergantian
sumber nyanyian, akan tetapi ada hal yang fundamental seperti kaitan himne
dengan tata ibadah. Liturgi gereja HKBP sudah disusun sedemikian rupa dan
disesuaikan dengan teks nyanyian di Buku Ende. Artinya, nyanyian untuk ibadah
Jumat Agung harusnya mendukung makna tentang kematian Tuhan Yesus
sehingga pesannya dapat diterima jemaat dengan baik akan tetapi di Ibadah
alternatif, nyanyian ini diganti dengan lagu pop rohani yang berjudul ”Kasih Yang
Sempurna”. Perubahan makna terjadi dalam situasi ini, lagu ”kasih Yang
200
Sempurna” dapat dinyanyikan dalam berbagai konteks kehidupan jemaat; baik itu
dalam konteks sukacita dan lain sebagainya. Dilain hal lagu ”O Ulu Na Sap
Mudar” hanya dinyanyikan dalam kebaktian Jumat Agung karena pemilihan teks,
melodi dan harmoni mendukung makna Jumat Agung.
5.2.5 Music box gereja (MBG)
MBG mulai dikenal secara luas sekitar 6 tahun yang lalu, MBG ini
merupakan perangkat yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
musik liturgi dalam gereja HKBP pada awalnya. Obsesi tim musik gereja / liturgi
adalah membangkitkan semangat pujian dalam setiap ibadah dengan pelayanan
musik yang terbaik untuk Tuhan kita Yesus Kristus. MBG adalah satu perangkat
laptop yang menggunakan platform LINUX serta berfungsi khusus mengiringi
nyanyian / lagu. Program ini dirancang dan disusun secara profesional oleh Tim
IT MBG bekerja sama dengan para musisi yang khusus memahami musik liturgi
dan profesional yang dipimpin oleh St. Drs. Nurdin Doloksaribu, MSi untuk
melakukan rekaman lagu-lagu gereja sesuai dengan partitur yang resmi baik yang
dikeluarkan Yamuger atau Terbitan Lembaga Gereja lainnya. Iringan musik MBG
disesuaikan dengan karakter lagu dan tema lirik sehingga ada berbagai type
iringan musik yang telah kami buat dalam MBG ini yaitu : Orchestra Classic,
Orchestra Populer, iringan full band, etnis (tradisional).
Lembaga gereja yang pertama kali menggunakan MBG ini adalah HKBP,
kemudian Tim MBG melakukan perluasan pelayanan ke seluruh denominasi
gereja di Indonesia (GKI, GKPI, GKPS, GBKP, Gereja Kharismatik, GKJ, Gereja
201
Pasundan, Toraja, GPIB, Gereja Indonesia bagian Timur dalam hal ini gereja-
gereja di Irian Jaya). MBG ini telah disosialisasikan di YAMUGER Jakarta,
seluruh pendeta gereja HKBP dan di berbagai gereja denominasi Indonesia.
Tim musik MBG dipimpin oleh bapak St. Drs Nurdin Doloksaribu, MSi
dibantu oleh para musisi Hendro Lumantoruan (musisi / guru musik dan pengajar
koor di HKBP Perumnas II Bekasi), Junaedi Baroes (Guru musik / musisi dan
pengajar koor di GBKP, dan sedang menyelesaikan study musik S1 di Institut
Kesenian Jakarta dan juga seorang musisi ethnis khusus Karo), Pendeta JAU
Doloksaribu, M.Min.
5.3 Perubahan Musik di beberapa Gereja HKBP Di Kota Medan
Untuk melihat perubahan konsep musik gereja secara lebih luas lagi,
penulis melakukan observasi di beberapa gereja HKBP di Kota Medan. Melalui
aktivitas tersebut penulis menemukan beberapa format musik yang ada di gereja
HKBP selain yang ada di HKBP Pasar Melintang, diantaranya adalah.
1. Format Ansambel Keyboard dan Alat Musik Saxophone. Di gereja
HKBP Ressort Melati Satu Helvetia, HKBP Dame Simpang Zipur dan
HKBP Simpang Limun memakai format musik ini dalam ibadah
kebaktian yang dilakukan. Keyboard bertugas untuk memblok suara
organ sedangkan saxophone memainkan melodi dan kadang kala
melakukan improvisasi kecil terhadap melodi yang dimainkan
2. Format Keyboard dengan Style. Penulis menemukan format ini
dimainkan di gereja HKBP Simpang Limun. Sistem permainan format ini
202
adalah dengan memilih style yang cocok dengan lagu-lagu yang
dinyanyikan dalam ibadah tersebut.
3. Format MBG. Dari beberapa gereja yang penulis observasi, penulis
menemukan pada ibadah kebaktian di gereja HKBP Simpang Limun
penggunaan Music Box dalam mengiringi ibadah kebaktian. Biasanya
musik di set terlebih dahulu dalam satu folder (lagu-lagu yang akan
dinyanyikan pada acara minggu).
4. Format Organ Tunggal. Format ini penulis temukan di gereja HKBP
Sudirman. Konsep ini lebih dengan eloborasi suara-suara instrumen yang
ada dalam perangkat organ, sehingga meskipun satu orang yang
mengiringi ibadah akan tetapi dengan kreatif organis dapat memunculkan
suara organ yang lebih variatif.
203
BAB VI
P E N U T U P
6.1 Kesimpulan
Musik dalam gereja HKBP dimaknai dalam beberapa hal, yaitu: himne,
koor dan alat musik pengiring. Ketiga bagian ini menjadi bagian yang integral
dalam pelaksanaan ibadah. Penggunaan musik dalam ibadah gereja HKBP Pasar
Melintang selalu disesuaikan dengan makna dari kebaktian minggu, sehingga
seluruh himne dan koor yang dinyanyikan jemaat seluruhnya mendukung akan
tema ibadah minggu.
Penggunaan alat musik di gereja HKBP Pasar Melintang dapat dilihat
dalam ibadah yang dilakukan. Untuk ibadah Sekolah Minggu menggunakan solo
keyboard dengan memakai style; ibadah Minggu Pagi menggunakan format Band;
dan Ibadah Minggu Umum menggunakan duet keyboard. Penggunaan variasi
instrumen pengiring nyanyian ibadah di gereja HKBP Pasar Melintang dapat
meningkatkan partisipasi jemaat dalam kebaktian dan juga mendorong kehadiran
jumlah jemaat yang datang beribadah semakin meningkat.
Teori fungsi musik yang dikemukakan oleh Merriam secara keseluruhan
terdapat di gereja HKBP Pasar Melintang meliputi; Fungsi Pengungkapan
Emosional; Fungsi Penghayatan Estetis; Fungsi Hiburan; Fungsi Komunikasi;
Fungsi Perlambangan; Fungsi Reaksi Jasmani; Fungsi yang berkaitan dengan
norma-norma sosial; Fungsi Pengesahan Lembaga Sosial dan Upacara Agama;
Fungsi Kesinambungan kebudayaan; dan Fungsi Pengintegrasian Masyarakat.
Fungsi musik selain apa yang dikemukakan oleh Merriam menurut jemaat di
204
HKBP Pasar Melintang adalah sebagai berikut: (1) Wadah pendewasaan iman
jemaat; (2) Lambang keberhasilan; (3) Wadah bertukar pikiran; (4) Sebagai
motivasi; (5) wadah pembelajaran musik; dan (6) Tempat menemukan pasangan
hidup.
Dalam hal perubahan musik di Gereja HKBP dapat dilihat melalui
perubahan terhadap komposisi himne Lutheran pada himne Buku Ende.
Perubahan dalan variasi/bentuk instrumen mengiringi nyanyian dalam ibadah
HKBP dapat dilihat mulai dari musik harmonium sampai dengan music box
gereja. Perubahan lainnya adalah dalam hal penggunaan lagu-lagu pop rohani
menggantikan himne Buku Ende pada ibadah Minggu Pagi.
6.2 Saran
Dengan mengkaji tulisan ini, diharapkan terjadinya penelitian-penelitian
lanjutan tentang topik Musik Dalam Ibadah ini yang akan dijadikan sebagai
perbendaharaan baru dalam mengenal lebih lanjut bagaimana penggunaan, fungsi
dan perubahan musik gereja, antara lain disarankan:
1. Meneliti lebih lanjut tentang proses adaptasi himne dalam Buku Ende HKBP.
2. Penelitian lanjutan tentang kajian teks himne gereja HKBP.
3. Membuat penelitian tentang pengaruh MBG dalam ibadah gereja HKBP.
205
KEPUSTAKAAN
Abineno, C. H. 1993. Ibadah Jemaat. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Abineno, C. H. 2005. Unsur-unsur Liturgi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Ali, Lukman, 1994. ed., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, Jakarta:
Balai Pustaka Anscar, Chupungco. 1987. Penyesuaian Liturgi Dalam Budaya. Yogyakarta:
Kanisius. Banoe, Pono. 2003. Pengantar Pengetahuan Harmoni. Yogyakarta: Kanisius. Bogdan dalam Moeloeng J. Lexy. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosda Karya. Brink. 1956. Ibadah Minggu. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Bruno. Nettl, 1983. The Study of Ethnomusicology : Twenty – Nine Issues and
Concept. Urbana: University of Illinois Press. Christanday, Andreas. 2008. Pujian dan Penyembahan. Yogyakarta: Gloria. Cutter, Benjamin. t.t. Harmonic Analisis. Pennsylvania: Oliver Ditson Company. Edwin, Liemohn. 1968. The Organ and Choir in Protestant Worship. Philadephia:
Fortress Press. Eskew, Harry and Hugh T. McElrat. 1995. Sing with Understanding, 2nd ed.,
Nashville: Church Street Press. H.M. Best & D. Huttar, 1978. “Music, Musical Instrument,” in Merryl C. Tenney,
ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible, Grand Rapids: Eerdmans.
HKBP. 1907. Majalah Immanuel. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2004. Kidung Jemaat HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2011. Agenda HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP. 2011. Buku Ende HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. HKBP.2006. Buku Logu HKBP. Pematang Siantar: Percetakan HKBP. Hoofdbestuur ni HKBP, tt. Eben-Ezer: 75 taon huria Kisten Batak Protestant,
Laguboti: Sendings-Werkplatsen. Huttar, D. & H.M. Best &, 1978. “Music, Musical Instrument,” in Merryl C.
Tenney, ed., The Zondervan Pictorial Encyclopedia of the Bible. Jean L. McKechnie, ed., 1979. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of
the English Language. New York: Prentice Hall Press. Julian, John. 1985. Dictionary of Hymnology-vol. 2. Grand Rapids: Kregel
Publications. Leafblead. Bruce, 1999. “Music and Worship (Syllabus).” Southwestern Baptist
Theological Seminary. Leigh, W. Rowald. 1984. Pujian dan Penyembahan. Jakarta Barat: Mimery Press Lembaga Alkitab Indonesia. 2000. Holy Bible. Jakarta: LAI. Lembaga Alkitab Indonesia. 2003. Alkitab. Jakarta: LAI. Lof Land dalam Moeloeng J. Lexy. 1984. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung:
Rosda. Lukman Ali, ed., 1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke 2, (Jakarta:
Balai Pustaka. M. Soeharto, 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramadia Widia Sarana Indonesia.
206
Malinowski, 1987. “Teori Fungsional dan Struktural,” dalam Teori Antroplologi.
Martin, Ralph. 1964. Worship in the Early Church. London: Marshall, Morgan & Scott.
Mawene. 2004. Gereja Yang Bernyanyi. Yogyakarta: Penerbit Andi. McDowell, Josh The New Evidence that Demands a Verdict, Thomas Nelson
Publisher. McKechnie, Jean L, ed., 1979. Webster’s New Twentieth Century Dictionary of
the English Language. New York: Prentice Hall Press. Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Evaston Ill: Northwestern
University Press. Mneil, Rhdorrek. J. 1998. Sejarah Musik II. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Nadeak, Moksa, 1995. Krisis HKBP. Biro Informasi HKBP. Nettl, Bruno. 1964. Theory And Methode In Ethnomusicology. Newyork: The Free
Press Of Glencoe. Nettl, Bruno. 1983. The Study of Ethnomusicology: Twenty–Nine Issues and
Concept. Urbana: University of Illinois Press. Pandopo, H.A, 11984. Menggubah Nyayian Jemaat: Penuntun Untuk Pengadaan
Nyayian Gereja. Jakarta:BPK Gunung Mulia Prier, Karl Edmund. 1991. Sejarah Musik I. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Prier, Karl Edmund. 1995. Pedoman Untuk Nyayian dan Musik Dalam Ibadat
Dokumen Universal Laus. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Prier, Karl Edmund. SJ. 1979. Ilmu Harmoni. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. Radcliffe-Brown, A.R., 1952. Structure and Function in Primitive Society.
Glencoe: Free Press. Riedel, Johannes. 1967. The Lutheran Chorale, Its Basic Traditions. Minneapolis:
Augsburg Publishing House Rowald, Leigh, W, 1984. Pujian dan Penyembahan. Jakarta Barat: Mimery Press Sallee, James. 1978. A History of Evangelistic Hymnody. Grand Rapids: Baker
Book House. Saragih Winnardo. 2008. Misi Musik. Yogyakarta: Percetakan Andi Offset. Siagian. Johanna Riris, 2001. Satu Visi Menuju HKBP Yang Baru. Tarutung:
Kantor Pusat HKBP. Sihombing, J., 2000. Homiletik (Poda Parjamitaon) Dohot Deba Hatorangan Na
Mardomu Tu Agenda. Tarutung: Penerbit HKBP Sihombing, T. “ Parningotan di ari 7 Oktober 1861-1951”, dalam Immanuel 1861-
Pecetakan HKBP. Sitanggang, R. L. 2002. Kebaktian Minggu yang Beranekaragam. Jakarta: BPK
Gunung Mulia. Sitompul A.A. 1993. Kebaktian Minggu. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Sitompul, Binsar, 1986. Paduan Suara dan Pemimpinnya. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Soeharto, M, 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramadia Widia Sarana Indonesia.
207
Spradley, P. James. 1997. Etnografi dan Kebudayaan. Metode Etnografi. terj. Misbah Zulfa Elizabeth.
Takari Muhammad, 2005 “Musik Populer Batak Toba: Kajian Terhadap Aspek Sejarah, Fungsi dan Struktur”, Studi Kultura, Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan, Nomor 10 Tahun 5 Agustus.
Takari Muhammad. 2008. ”Masyarakat Kesenian di Indonesia.” Studia Kultura Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Warneck, J. 1952. “Sechzing Jahre Batakmission in Sumatera (60 tahun Mission – Batak di Sumatera).” Berlin.
Wilson, F. John. 1965. An Introduction to Church Music. Chicago: Moody Press. Zain Badudu. 1996. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
208
GLOSSARIUM
Advent, berasal dari bahasa Latin Adventus yang artinya Kedatangan. Minggu Advent adalah minggu-minggu dalam menyambut kelahiran Tuhan Yesus.
Agenda, berasal dari bahasa Latin yang artinya dalam bahasa Inggris menunjukkan sebuah daftar tentang hal-hal yang akan dikerjakan; kemudian kata itu digunanakan oleh gereja-gereja berbahasa Jerman “Agende” atau “Kirchenagende”,yaitu sebuah buku yang mengumpulkan tata ibadah yang dipakai oleh gereja antara lain; kebaktian minggu biasa, kebaktian dengan perjamuan kudus, dengan babtisan, naik sidi, pemberkatan nikah, penguburan, ordinasi (die Ordination zum Predigtamt), dan lain-lain.
Bibelvrouw, adalah perempuan yang menerima jabatan bibelvouw dari HKBP melalui Ephorus sesuai dengan Agenda HKBP. Tugasnya adalah turut membantu Pendeta Ressort dalam pelayanan firman Tuhan bagi jemaat gereja HKBP.
Buku Ende, merupakan kumpulan himne-himne gereja HKBP
Buku Logu, edisi harmoni empat suara yang dipakai sebagai iringan dari lagu himne gereja HKBP
Cultus, berasal dari bahasa Latin sebagai padanan kata “latreia” dalam Perjanjian Baru atau dalam bahasa Jerman disebut dengan “Gottesdienst” yang artinya ibadah pada Allah
Durung-durung, adalah persembahan yang dibarikan oleh jemaat. Biasanya dilakukan dua kali di gereja HKBP yaitu sebelum khotbah dan sesudah khotbah.
Doksologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ucapan pemuliaan. Doksologi dalam liturgi adalah pernyataan pujian kepada Allah Tritunggal yang menghakiri Doa Syukur Agung, Madah pujian atau Gloria disebut doksologi besar. Ayat ‘kemuliasan kepada Bapa dan Putera dan Roh Kudus…” yang ditambahkan pada Mazmur dan Kidung dalam Ibadat Harian disebut doksologi kecil.
Estomihi, adalah tema minggu Jadikan bagiku gunung batu perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku.
Exaudi, artinya dengarkanlah suaraku ya Tuhan
209
Guru Huria, adalah sebuatan untuk Guru Jemaat yang bertugas membantu Pendeta Resort dalam menjalankan pelayanan gereja kepada jemaat HKBP.
Harmoni, adalah perihal keselarasan paduan bunyi atau secara teknis meliputi
susunan, peranan, dan hubungan dari sebuah paduan bunyi dengan sesamanya maupun bentuk keseluruhan.
Ibadah, mempunyai pengertian yang sama dengan ‘kebaktian’ adalah merupakan
pertemuan umat Allah dan jemaat dalam bentuk dialog dimana Allah berfirman dan manusia mendengar.
Introitus, berasal dari bahasa Latin yang artinya pengantar masuk suatu prosesi Invocavit, artinya bila Ia berseru kepadakau, aku akan menjawab-Nya Jemaat, yaitu persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang
di satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen Jubilate, artinya pujilah Tuhan hai segala bangsa Judika, artinya luputkanlah aku ya Tuhan Kantate, artinya nyanyikanlah nyanyian baru bagi Allah Kidung Jemaat, kumpulan himne gereja dengan syair berbahasa Indonesia Letare, artinya bersukacita Liturgi, berasal dari bahasa Yunani “leiturgia” (leos yang artinya rakyat, dan
ergon yang artinya kerja) Mazmur, yaitu Doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus
mendapat tempat liturgis sendiri di dalam ibadah dan Mazmur adalah nama salah satu Buku dalam Alkitab Perjanjian Lama.
MBG, adalah suatu perangkat laptop yang menggunakan platform Linux dan
berfungsi untuk mengiringi lagu/nyanyian dalam ibadah. Melodi, adalah rangkaian dari sejumlah nada atau bunyi yang di tanggapi
berdasarkan perbedaan tinggi-rendah atau naik turunnya. Miserekordias Domini, artinya tanah ini penuh dengan kasih Allah. Okuli, artinya mataku tetap terarah kepada Tuhan
210
Palmarum, artinya minggu Palma Paskah, artinya kebangkitan Tuhan Yesus Pendeta Resort, adalah sebagai pemimpin gereja dalam lingkup Ressort. Ia
bertugas memimpin semua pelayanan di gereja Ressort.
Penatua gereja adalah Warga jemaat yang mempersembahkan dirinya menjadi
penatua di jemaat. Sebuatan lain dari Penetua gereja adalah ‘sintua’.
Pentakosta, artinya Turunnya Roh Kudus Remeniscere, artinya ingatlah segala rahmatMu dan kasih setiaMu ya Tuhan Quasimodo Geniti, artinya seperti bayi yang baru lahir Ritme, dapat disebt sebagai irama atau variasi pengaturan dari durasi nada yang
tidak teratur dalam satu pola metric ( birama ). Syair, adalah teks atau kata-kata lagu, dengan kata lain suatu komposisi puisi
yang sering dilakukan. Tangga nada, adalah susunan nada-nada secara berurutan dengan pola jarak
tertentu, yang dimulai dengan nada dasr samapai kepada nada oktaf. Tempo, merupakan cepat-lambatnya suatu komposisi musik dinyanyikan ataupun
melalui musik instrumental. Trinitatis, artinya memperingati Allah Tritunggal Septuagesiama, adalah 70 hari sebelum kebangkitan Tuhan Yesus Sexagesimama, adalah 60 hari sebelum Kebangkitan Tuhan Yesus Weyk, adalah sebuah sebutan yang menggambarkan pemetaan wilayah
berdasarkan blok/daerah dimana warga jemaat gereja HKBP bertempat tinggal. Pada umumnya, setiap weyk akan mengadakan partangiangan weyk (ibadah weyk) pada setiap hari rabu dan hari kamis sesuai dengan jadwal yang sudah diatur oleh gereja sebelumnnya. Setiap weyk ikut serta secara aktif dalam berbagai kegiatan/acara yang dilaksanakan oleh gereja.
Votum, berasal dari bahasa Latin yang artinya: keinginan, janji, keputusan, pengesahan, dukungan suara, penyataan Allah bahwa Ia ada dan bersedia menerima orang yang ingin bertemu dengan Allah.