Top Banner
BAB I PENDAHULUAN I. Pengertian dan Latar Belakang Gerakan Oikumene. 1. Pengertian Etimologi. Kata Ekumene {Ecumnen – Inggris} atau Oikumene diambil bahasa Yunani { yang terdiri dari dua suku kata, yakni “Oikos” { berarti Rumah dan “Mene”{}” artinya “Berdiam” atau Tempat berdiam”. Istilah Oikumene ini adalah Istilah yang digunakan dalam dunia militer. Istilah Oikumene ini, menunjuk kepada keseluruhan tempat atau wilayah di bumi yang dihuni oleh manusia. Oikumene dalam Zaman Yunani Kuno, di bawah Pemerintahan Alexander Agung, ini menunjuk kepada keseluruhan bagian bumi yang di diami oleh manusia. Kata ini seringkali digunakan untuk menyebut daerah- daerah yang di diami oleh orang-orang Yunani, 1
94

Oikumenika GEREJA

Jan 15, 2017

Download

Education

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Oikumenika GEREJA

BAB I

PENDAHULUAN

I. Pengertian dan Latar Belakang Gerakan Oikumene.

1. Pengertian Etimologi.

Kata Ekumene {Ecumnen – Inggris} atau Oikumene diambil bahasa

Yunani { yang terdiri dari dua suku kata, yakni “Oikos”

{ berarti Rumah dan “Mene”{}” artinya “Berdiam” atau

Tempat berdiam”. Istilah Oikumene ini adalah Istilah yang digunakan

dalam dunia militer. Istilah Oikumene ini, menunjuk kepada

keseluruhan tempat atau wilayah di bumi yang dihuni oleh manusia.

Oikumene dalam Zaman Yunani Kuno, di bawah Pemerintahan

Alexander Agung, ini menunjuk kepada keseluruhan bagian bumi

yang di diami oleh manusia. Kata ini seringkali digunakan untuk

menyebut daerah-daerah yang di diami oleh orang-orang Yunani,

sedangkan daerah yang tidak di diami oleh Orang bukan Yunani tidak

disebut Ekumene.

Dalam bahasa Yunani Koine di bawah kekaiseran Romawi dan dalam

perjanjian Baru, kata Oikumene secara harafiah artinya dunia, namun

yang dimaksud adalah Dunia di bawah kekuasaan Romawi. Dalam

Surat Ibrani 2:5 kata Oikumene ten mellousan {

memberikan makna yang merujuk kepada

Kerajaan Yesus Kristus yang akan datang { Dunia yang akan datang }. 1

Page 2: Oikumenika GEREJA

Kata Oikumene ini pada awal tidak memiliki makna yang berkaitan

atau berhubungan dengan kehidupan Gereja atau Kekristen.

Namun sejak Konsili di Nicea, { 325 }, yang merupakan Konsili

Oikumene pertama. Istilah Oikumene ini diterima dan disahkan atau

diteguhkan pemakaiannya sebagai Istilah Gerejawi.

Dalam Konsili pertama ini mengundang semua perwakilan Gereja

yang ada di Wilayah Kekaiseran atau Wilayah Kekuasaan Romawi,

dan Istilah Oikumene ini, yang disebut sebagai Wilayah Kekuasaan

Romawi, dan dalam kenyataan inilah dikenal sebagai “Selurh Dunia”

pada waktu itu. Dengan kata lain, dalam pandangan Politik dan

Keagamaan, maka memang pada waktu itu “hanya Wilayah Romawi

yang dipahami sebagai Wilayah yang di diami Manusia dan

sekaligus Masyarakat Gereja.

Kata Oikumene ini merupakan padanan atau Sinonim dari kata yang

juga dipakai dalam istilah Gereja yakni “Katolik” { Catholica- Latin }.

dan “Univaersal”. Ketiga Istilah ini merujuk pada pengertian yang

sama yakni menunjuk pada ruang lingkup, hakekat dan tugas

Gerejawi yang meliputi seluruh dunia dan makhluk. Dalam

pengertian ini, maka Gerakan Oikumen selalu dikaitkan dengan

gerakan untuk keutuhan yang mengumpulkan kembali serta menjaga

keutuhan atau integritas Gereja. Dalam zaman modern ini Oikumene

adalah upaya penyatuan atau kerjasama antara denominasi-

denominasi Gereja yang berbeda. Dalam kontekes ini, telah

2

Page 3: Oikumenika GEREJA

dianggap adanya kesatuan Umat yang percaya di antara golongan-

golongan Kristen yang berbeda-beda. Pekerjaan atau pelayanan

oikumene berlangsung dalam bentuk negosiasi di antara komisi-

komisi dari berbagai denominasi serta melalui pembicaraan dengan

berbagai organisasi interdenominasional serpti Dewan Gereja-Gereja

se- Dunia, tentang Topik-topik yang relevan termasuk Baptisan,

Ekaristi { Perjamuan Kudus}, dan pelayanan Kriisten lainnya.

2. Latar Belakang Gerakan Oikumene.

Gereja Katolik Roma Dan Gerakan Oikumene.

Sikap Gereja Katolik Roma terhadap Gerakan oikumenis ditentukan

atas dasar pemahaman bahwa Gereja yang benar adalah pengakuan

Imannya hanya Gereja yang dipimpin oleh Paus, sebagai wakil

Kristus. Keesaan Gereja selaku tubuh Kristus telah menjadi nyata

dalam Gereja Katolik Roma di bawah pimpinan pengganti Petrus wakil

Kristus oleh sebab itu tidak perlu suatu Gerakan Oikumenis, karena

keesaan Gereja sudah ada dalam Gereja Katolik Roma. Atas dasar

dogtrin ini, maka Gereja Katolik Roma menentukan sikap sebagai

berikut :

Gereja Katolik Roma tidak mau ikut secara resmi dalam kegiatan-

kegiatan Oikumene.

Kepausan Gereja Katolik Roma mengeluarkan beberapa surat

keputusan yang menolak gerakan Oikumenis dan mempertegas

3

Page 4: Oikumenika GEREJA

ajarannya bahwa Gereja Katolik Roma adalah satu-satunya Gereja

yang benar.

Paus juga melarang orang Roma Katolik untuk menghadiri Sidang

DGD. Di Amesterdam dan Evanston.

Namun demikian pada konperensi Faith and Order di Edinburg tahun

1937. Hadir dalam konperensi itu Lima Orang Katolik Roma, yang tidak

mewakili Gereja Katolik Roma, dan harus diingat bahwa sebelum

perang dunia kedua memang semangat orang-orang protestan untuk

mencari hubungan dengan Gereja Katolik Roma juga kurang, bahkan

beranggapan bahwa Gereja ini sesat, hanya beberap tokoh seperti

Brent dan Soderblom’ menegaskan bahwa Oikumene tanpa Gereja

Katolik Roma belum lengkap. Dalam hal ini bukan berarti bahwa tidak

ada usaha-usaha untuk gerakan Oikumene dari Katolik Roma….. ?

3. Gereja-Gereja Ortodoks Dan Gerakan Oikumene.

Perlu diingat bahwa “Gereja Katolik Roma dan Gereja-Gereja

Orthodox mempunyai doktrin yang sama mengenai Ekklesiologi,

bahwa Gereja adalah kelanjutan dari Para Rasul dan dalam hal ini

berbeda dengan Gereja Kristen { Protestan }

Hal ini menimbulkan persoalan dalam diskusi/percakapan Oikumene

antara DGD dan Gereja Katolik Roma dan juga dalam percakapan

Gereja-Gereja Orthodox dengan DGD.

4

Page 5: Oikumenika GEREJA

Aspek-aspek yang menarik dalam diskusi atau percakapan Oikumenis

antara Gereja-Gereja Orthodox dan Kristen {Protestan}, sebagai

berikut :

1. Gereja-Gereja Orthodox.

Memahami bahwa Ekklesiologi sebagai “Ciptaan Roh Kudus” yang

menyelamatkan melalui pelayanan-pelayanan Sakramen, dan

menyatakan, bahwa dogtrin atau pengajaran mereka dirusmuskan

tanpa kekeliruan dan di bawah pimpinan Roh Kudus yang

didasarkan atas tradisi Rasuli serta melalui tujuh konsili

Oikumenis. Sperti Konsili pertama di Nicea tahun 325, dan kedua

juga di Nicea tahun 787.

2. Gereja Roma Katolik.

Pandangan Gereja Roma Katolik bahwa ada perbedaan dengan

Gereja-Gereja Orthodox di mana Roma Katolik beranggapan bahwa

ajaran Gereja harus terbuka, sebab melalui Paus yang tidak

keliru atau konsili Roh Kudus dapat menambahkan ajaran-ajaran

Gereja baru. Di mana dalam Katolik Roma Uskup sebagai

Penjamin kebenaran dan keesaan Gereja, namun kedudukan Paus

sebagai pengganti Rasul Petrus, tidak lebih tinggi atau Istimewa

dari Uskup-uskup yang lain. Hal ini menyebabkan perbedaan

sehingga terjadilah apa yang disebut dengan Schisma {Perpecahan}

dalam Gereja yakni antara Gereja Timur dan Barat.

5

Page 6: Oikumenika GEREJA

Bagi Gereja-Gereja Orthodox Oikumene { Keesaan Gereja } pada

dasarnya adalah Bersifat Rohani dan dilambangkan dalam

“Patriarkhat Oikumene Constantinopel” yang berbeda dengan

keuskupan Roma Katolik yang menuntut Primat { Kedudukan

Tertinggi } Yuridis di Gereja, di mana hanya Gereja mempunyai

Primat kehormatan.

6

Page 7: Oikumenika GEREJA

BAB II

SEJARAH GERAKAN OIKUMENE WCC.{ DEWAN GEREJA SEDUNIA }

A. Sejarah Gerakan Oikumene Hingga Konfrensi Edinburg 1910.

Pada Zaman Reformasi, Gereja Katolik Roma, diperhadapkan dengan

Schisma { Perpecahan } dengan Gereja Orthodox Yunani tahun 1054, pada

saat itu Gereja terancama perpecahan bersar-besaran, walaupun Marthen

Luther dikucilkan, namun tetap diusahakan perdamain dengan pengikut-

pengikutnya, Golongan Injili. Hal ini dilakukan demi kesatuan Gereja Kristen

terhadap ancaman Turki. Usaha-usaha ini dilakukan dengan

pertimbangan-pertimbangan politik, yang menghasilkan dialog Agama di

Leipzig tahun 1539, di Hagenau tahun 1540; di Worms tahun 1540, dan di

Regensburg { Ratisbon 1541 }, di Wilayah Kekaisaran Jerman dan Colloquium

di Poissy 1561 di Prancis, namun semua usaha ini gagal alias tidak

mendapat titik temu atau persetujuan bersama.

Bagi golongan Injili usaha yang sama ternyata tidak mencapai satu

kesatuan, walaupun sama-sama memberi kritikan kepada Gereja Katolik

Roma, tetapi mengenai Perjamuan Kudus terjadi pemisahan antara

pengikut Marthen Luther dengan golongan Injili di Jerman Selatan dan Swis.

Pada tahun 1529 usaha perdamaian yang dilakukan melalui pembicaraan di

Marburg juga tidak berhasil, dan pada tahun 1549 Calvin dan Bullinger

berhasil dalam usaha untuk mempersatukan Reformasi Swis melalui apa

7

Page 8: Oikumenika GEREJA

yang disebut dengan “Consensus Tigurinus” akan tetapi terjadi perpecahan

dengan para pengikut Luther tidak dapat dipulihkan.

B. Terntuknya Dewan Gereja-Gereja se-Dunia { WCC }.

Seperti dikatakan bahwa Tujuan dan sasaran Oikumene adalah untuk

mewujudkan kesatua Gereja. Oleh karena itu ada banyak usaha untuk

mewujudkan tujuan tersebut, muncul dalam beberapa bidang khususnya

“Bidang Penginjilan” Namun dalam proses perkembangannya Penginjilan

sedunia muncul berbagai masalah, yakni Perbedaan dalam metode

Penginjilan. Metode penginjilan ini muncul dari Teolog-Teolog Liberal di

dalam setiap konfrensi Penginjilan sedunia. Hal ini menghasilkan dua aliran

Penginjilan, yakni Aliran penginjilan Oikumen Sedunia { WCC}, dan

Golongan Injil { Golongan Evangelical }.

Gerakan Oikumene yang memiliki tujuan dan sasaran yang murni, diwarnai

dan dikuasai oleh Golongan WCC { Gereja sedunia } dengan konsep

penginjilan Liberal, yang berbeda dengan golongan injili. Akhirnya istilah

penginjilan dalam kontex Oikumene ini lebih cenderung pada golongan

WCC, yang lebih menunjuk pada golongan Liberal di Korea dan

Amerika Serikat.

Faktro yang menimbulkan gerakan Oikumene yakni Kerjasama dalam

bidang Penginjilan, Pendidikan dan Pelayanan Pemuda-Pemudi. Life and

Work, Faith and Order and Organic Church Union” merupakan factor yang

tidak langsung dalam gerakan Oikumene. Faktor yang menimbulkan

8

Page 9: Oikumenika GEREJA

gerakan Oikumene yang langsung adalah “Konfrensi Penginjilan sedunia” di

Edinburg 1910. Konfrensi tersebut adalah titik tolak menentukan Penginjilan

sedunia abad ke 19 dan 20 dalam sejarah Gereja.

1. Konferensi Edinburg 1910.

Dalam konferensi PI sedunia (Word Missionary Coference) bukan

merupakan pertemuan wakil setiap denominasi gereja tetapi pertemuan

para misi dan wakil dari setiap badan misi seluruh dunia. Latar belakang

denominasi adalah dari denominasi Presbiterian, Anglikan (gereja Inggris),

sampai kelompok Moravian, dll. Tujuan konferensi ini adalah untuk

mewujudkan tujuan dan metode PI sedunia tanpa adanya pengaruh warna

theologia dari denominasi gereja. Pokok pembahasan dalam konferensi ini

adalah “Bagaimana menyampaikan Injil Yesus Kristus pada dunia orang

kafir”. Konferensi ini membahas tentang strategi penginjilan, khususnya

membicarakan tentang agama non Kristen. Dan juga membentuk komisi

untuk integrasi dan kerjasama dalam penginjilan. Komisi ini sejak tahun

1912 menerbitkan majalah “International Review of Missions” sampai

sekarang.

Konferensi ini membentuk tiga lembaga yaitu IMC (International Mission

Comite). “Faith and Other” serta “Life and Work”. Berarti pertemuan ini

merupakan pertemuan yang murni untuk PI sedunia tanpa adanya pengaruh

warna theologia. Akan tetapi dalam konferensi ini muncul perbedaan konsep

tentang istilah dan pandangan terhadap dunia yang akan diinjili. Istilah dunia

bukan merupakan konsep yang bersifat theilogi tetapi lebih cenderung pada

9

Page 10: Oikumenika GEREJA

konsep yang bersifat geografis dan historical. Dunia dibagi menjadi dua

unsur struktur yaitu dunia Kristen dan dunia non Kristen. Oleh karena itu

dunia Kristen harus menguasai dunia non Kriste. Hubungan dua dunia ini

disebut Imperialisme Apostal dan konsep ini muncul dengan berbagai

macam istilah yang militan yaitu tentara, penguasa, perintah maju, komisi

perang, strategi dll. Walaupun salah imperialism nampak dalam konferensi

Edinberg yaitu konferensi yang mempunyai tujuan mewujudkan PI sedunia

tetapi konferensi tersebut menjadi suatu fondasi PI sedunia yang akan

mendatangkan masa depan cerah dan yang bisa mewujudkan tujuan

oikumene.

2. John R. Mott

John R. Mott merupakan seorang misionaris yang menggerakkan gerakan

oikumene. Dia adalah seseorang yang muncul dari SVW. Selama 40 tahun

dia menjadi pemimpin oikumene yang sangat aktif mengunjungi kurang

lebih 90 negara untuk gerakan oikumene yang bersifat interdenominasi dan

missioner melalu kehidupan penginjilan dan penggembalaan. Selain itu dia

juga mengelilingi dunia kurang lebih 2 juta mile. John R. Mott merupakan

ketua yang pertama dalam konferensi oikumene di Edinberg.

3. Munculnya dan Proses Berkembangnya WCC

Dua lembaga yaitu “Faith and Order” Life and World” dalam konferensi

Edinberg di atas tersebut berkembang menjadi factor yang melahirkan WCC

pada tahun 1948, di Amsterdam. Jadi WCC didirikan dengan kesatuan dua

lembaga. Sedangkan IMC berdiri sendiri. Pada tahun 1961 WCC mengambil

10

Page 11: Oikumenika GEREJA

alih IMC, lalu IMC diintegrasikan dalam WCC dan muncullah pemikiran

teologi Missio Dei (1950) dan pemikiran teologia bahwa PI harus termasuk

dalam gereja sebagai fungsi dan alat gereja.

Gerakan oikumene WCC merupakan gerakan yang lebih cenderung pada

hal organisasi dan struktur daripada hal spiritual, apalagi setelah WCC

dikuasai dan dipengaruhi oleh teologia liberal yang lebih cenderung pada

keselamatan social dan politik dari pada keselamatan jiwa. Tujuan dan jiwa

gerakan oikumene yang Alkitabiah sudah kehilangana arah yang tepat

bahkan semakin jauh dari tujuan semula yaitu yang bermaksud mewujudkan

kesatuan gereja.

Prose konferensi gerakan oikumene dan proses perkeembangan

gerakan oikumene WCC.

C. Gerakan Oikumene Injili (Konservatif)

Pada umumnya denominasi gereja yang terlibat dalam gerakan oikumene adalah

denominasi gereja yang bersifat liberal. Sedangkan denominasi gereja yang

bersifat konservatif atau injili tidak menjadi anggota WCC bahkan mereka

mendirikan lembaga sendiri untuk dapat menghadapi WCC. Di Indonesia

Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) adalah anggota WCC. Unutk menghadapi

11

Page 12: Oikumenika GEREJA

gerakan oikumene WCC, pihak injili dan konservatif membutuhkan lembaga yang

bersifat injili, maka berdirilah beberapa lembaga.

1. NAE (National Accosation Evangelism)

NAE didirikan di Chicago. Tujuan NAE yang sebenarnya bukan untuk

melawan WCC tetapi merupakan suatu respon terhadap ICCC (Komisi

International Church) dan menjadi aliran konservatif yang sangat ekstrim.

ICCC didirikan oleh Karl Makintler dan menyatakan bahwa ICCC melawan

liberalism, melindungi injil secara militant serta mengkritik kaum konservatif

yang kurang aktif. ICCC menuntut supaya denominasi gereja yang menjadi

anggota WCC mengundurkan diri dari WCC. Menurut mereka, membentuk

gereja dengan kaum liberal itu merupakan suatu hal yang mustahil dan tidak

Alkitabiah.

Pada masa kini diterbitkan majalah “Christian Becoan.” Dalam majalah ini

khotbah dan artikel pemimpin-pemimpin WCC dikritik. Oleh karena itu di

dalam kalangan mereka timbullah tantangan terhadap kepemimpinan

Makintier, sehingga pada tahun 1954 terjadilah perpecahan di dalam ICCC

dan Makintler dituduh menimbulkan perpecahan gereja dengan berbagai

tipuan, kebohongan dan ketidakbenaran. Akhirnya pemimpin-pemimpin gereja

yang termasuk dalam anggota ICCC mulai merasa bahwa mereka dianggap

sebagai pemecah-pemecah gereja. Dengan kesadaran ini, selanjutnya

diharapkan para pemimpin gereja dapat mendirikan suatu lembaga inijili yang

sehat.

12

Page 13: Oikumenika GEREJA

Pada tahun 1942 di Saint Luis diadakan pertemuan yang dihadiri oleh 200

wakil dari 34 denominasi gereja dan lembaga. Dalam pertemuan ini Harold

Ockenga dipilih sebagai ketua NAE. Sejak itu banyak gereja dan lembaga

konservatif yang kecewa pada ICCC mulai masuk NAE untuk menjadi

anggotanya. Dan pada tahun berikutnya diadakanlah pertemuan di Chicago

yang dihadiri oleh 1000 wakil dari 60 denominasi gereja (jumlah jemaat kurang

lebih 15 juta). Billy Graham yang adalah pengkhotbah dan penginjil terbesar

pada abad 20 merupakan pendukung gerakan ini. Seluruh peserta yakin dan

percaya bahwa gerakan ini diberkati Tuhan dan akhirnya gerakan ini tersebar

ke seluruh dunia. Namun gerakan ini juga mengandung pontensial

perpecahan, sebab di dalam gerakan ini banyak tokoh teologi yang memiliki

pandangan teologi liberal.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa di dalam setiap gerakan oikumen jelas ada

kekurangan dan kelemahannya, hal itu dikarenakan oleh keadaan manusia

yang terbatas. Namun semua gereja injili merasa tidak ada alasan untuk

menolak gerakan oikumene tersebut baahkan mereka mempraktekkan

gerakan ini melalui berbagai kegiatan kebangkitan rohani.

2. Gerakan Oikumene Melalui Kebangunan Rohani

Sejak tahun 1950, melalui Billy Graham terjadilah suatu kebangunan rohani.

Allah memakai Billy Graham secara luar biasa. Dimana Billy Graham

berkhotbah di situ banyak orang dari berbagai macam denominasi gereja

berbondong-bondong untuk datang, bahkan banyak denominasi gereja

menjalin kerja sama untuk mengadakan KKR dengan Billy Graham tanpa

13

Page 14: Oikumenika GEREJA

membedakan denominasi gereja. Seluruh denominasi gereja merindukan

berkat dan kasih karunia Tuhan, dan ibadah tersebut tanpa ada sikap

curigadan prasangka di setiap denominasi gereja tersebut. Walaupun KKR

Billy Graham tidak mempersatukan seluruh denominasi gereja namun dapat

meninggalkan azas yang mempersatukan gereja secara spiritual.

PANDANGAN THEOLOGIS

1. Pandangan Theologis WCC

Gerakan oikumene yang dimulai dari gerakan penginjilan sedunia, semakin lama

semakin berubah kea rah penginjilan yang bersifat politik dan social hingga

kehilangan konsep PI lintas budaya yang sebenarnya. Hal tersebut pantas

disebut sebagai “Ecumenical Political Mission”.

Setelah IMC diambil alih oleh pihak WCC. Konsep penginjilan yang tradisional

dikuasai oleh teologia yang menekankan pelayanan social (keselamatan social).

Akibatnya WCC lebih memperhatikan masalah politik, social dan ekonomi

daripada masalah rohani (bagaimana orang yang belum mendengar Injil Yesus

bisa dibawa kepada Kristus, dan bagaimana gereja di bumi bisa menjadi gereja

Allah?). Oleh karena itu pokok pembahasan dalam konferensi WCC sama

dengan pokok pembahasan yang dibicarakan dalam PBB yang selalu

membahas masalah politik dunia.

Kemudian teologi-teologi yang mengubah konsep gerakan oikumene yang

pernah muncul sejak konferensi Edinberg dan dalam setiap konferensi WCC

juga mempengaruhi keadaan konsep oikumene pada zaman ini. Khususnya

14

Page 15: Oikumenika GEREJA

teologi yang menekankan keselamatan social yang muncul sejak 1950, akhirnya

mengakibatkan teologi pembebasan berkembang dengan leluasa, hal ini sangat

membahayakan konsep keselamatan dan PI sedunia yang bersifat tradisi.

Proses Pengaruh Pandangan Liberal Dalam Gerakan Oikumene

Sebelum perang dunia ke-2 teologi Neo-ortodox sangat mempengaruhi bidang

penginjilan, namun setelah perang selesai, situasinya menjadi berubah dan

kemudian pandangan liberal muncul kembali. Melalui pengaruh ini teologia

sekuler menyusup dalam pandangan penginjilan. Selanjutnya dalam setiap

konferensi oikumene dunia mempunyai tujuan menjalin kerjasama dalam bidang

penginjilan sehingga terjadilah perpecahan karena timbul beberapa perbedaan

pandangan teologia dari tokoh-tokoh di setiap denominasi gereja.

Pada tahun 1948 organisasi WCC berdiri dengan tujuan untuk mewujudkan

kesatuan gereja dalam setiap bidang, khususnya bidang penginjilan. Bidang

penginjilan ini mulai dikuasai oleh pandangan teologi. Hal ini menyebabkan

banyak denominasi gereja tidak setuju pada arah dan tujuan yang semakin

menyimpang dari pandangan teologia yang Injili tersebut dan akhirnya mereka

memisahkan diri dari WCC.

Sebenarnya pandangan teologia yang liberal sudah muncul sejak konferensi

pertama, tetapi hal itu tidak menyebabkan denominasi gereja di dunia mengalami

perpecahan secara langsung. Setelah konferensi Yerusalem, barulah teologia

liberal mulai secara langsung dan bahkan hal itu menjadi motto dalam

penginjilan sedunia.

15

Page 16: Oikumenika GEREJA

a. Konferensi Yerusalem 1928

How Mission? (metode) merupakan tema konfereni Edinberg, Way Mission

(keharusan) menjadi tema dalam konferensi Yerusalem. Hal ini berarti injil

Pietisme telah ditinggalkan dan muncul syncretistic Approach. Pandangan ini

sangat mengurangi nilai intisari Injil sebab agama kafir dinilai sebagai agenda

yang mengandung unsur Mesias.

Kemudian perhatian social (Social Concern) nampak. Konferensi Yerusalem

menyatakan bahwa “Injil Kristus bukan saja message untuk rohani pribadi

seseorang tetapi juga dunia struktur social dan hubungan ekonomi yang dia

tempati”. Dan juga “hal memisahkan kelahiran baru seorang pribadi dan

kelahiran baru social merupakan kekeliruan”. Pada waktu itu teologi Harnak,

Darwin, Ritsche Albrecht, Schlelermacher mulai mempengaruhi dunia

teologia. Dan hal ini melemahkan konsep penginjilan tradisi. Di konferensi

Yerusalem teologia pelayanan diganti dengan posisi teologia pertobatan. Dan

juga tidak bisa mengabaikan pengaruh teologia sinkritisme Hocking yaitu

dosen Harvad.

b. Konferensi Madras

Salah satu tema yang mendatangkan pertobatan adalah tema mengenai

hubungan agama Kristen dengan agama kafir dari H. Kreaemer. Dalam

bukunya “The Christian Message in a Non-Christian World”. H. Kreaemer

memandang bahwa Poin of Contact (titik pendekatan) sebagai Discontinuilty

(ketidaksinambungan) dalam hubungan antara agama Kristen dan agama

16

Page 17: Oikumenika GEREJA

non-Kristen. Namun di dalam konferensi banyak wakil dari denominasi gereja

lain yang protes, akhirnya konferensi mengakui nilai moral dan pengalaman

agama kafir. Konferensi ini membahas mengenai dialog dengan agama lain

yaitu bagaimana bisa menilai budaya non-cultural atau indigenization.

Kemungkinan dialog dengan agama lain sudah membahas pintu baha agama

Kristen bukan merupakan agama yang mutlak.

Secara khusus konsep Larger Evangelism (penginjilan luas) mulai dipakai

istilah ini pernah dipakai oleh John Motto. Konsep ini merupakan pemikiran

“Perluasaan pengaruh agama Kristen di seluruh lingkungan manusia” . Di

pihak gereja Reform yaitu J.H. Bavink mengakui perlunya pendekatan dalam

penginjilan terhadap agama kafir, jika perlu dialog dengan agama kafir bisa

dilakukan dengan memakai istilah “the silent work of God and Common

Grace”.

c. Konfereni Wellinggen 1952

Saat sesudah dan sebelum konferensi Welinggen dilaksanakan, merupakan

situasi yang paling mengecewakan dan putus asa dalam sejarah penginjilan.

Melalui adanya perang, benua China dan Korea menjadi negeri Komunis,

sehingga badan misi yang terbesar CIM (China Inland Mission) ditarik dari

ladang pelayanan dan kemudian tersebar di berbagai daerah di dunia ini

dengan air mata dan kesedihan.

Karena menyadari bahwa penginjilan agama Kristen menghadapi suatu

pencobaan lagipula pada tahun 1948 dalam konferensi WCC yang pertama

mulai dibahas tentang persatuan antara WCC and IMC dengan memberi

17

Page 18: Oikumenika GEREJA

pertanyaan mengenai hakekat PI dan gereja maka akhirnya timbul suatu

pernyataan dalam sebuah tema yang berjudul “Kewajiban PI Gereja”. PI

bukan merupakan salah satu fungsi gereja tetapi merupakan hakekat gereja

mak antara PI dan gereja harus bersatu.

d. Konferensi Gahna 1958

Dalam konferensi ini ada suatu keputusan. Yang pertama adalah mendirikan

TEF (Theological Education Fund) yang bertujuan untuk menghasilkan

banyak pemimpin gereja Negara ke-3 sambil meningkatan mutu pendidikan

teologia. Yang kedua adalah keputusan untuk persatuan WCC dan IMC.

Sekretaris IMC Newbegin menekankan hal itu dengan rumusan “gereja

adalah PI” bahwa perpisahan PI dan gereja mengakibatkan gereja di daerah

non-Kristen diasingkan (terisolir) secara internasional dan Negara menjadi

suatu hambatan dari segi ekonomi dan administrasi, lagipula menjadi

hambatan untuk gerakan oikumene. Namun banyak orang yang tidak setuju

mengenai integrasi antara WCC dan IMC dengan alasan kehilangan

kebebasan PI yang fleksibel.

e. Konferensi New Delhy: Konggres WCC III

Dalam konferensi ini pandangan teologia Hoekendlek yaitu Kerygma

(penyataan), Koinonia (Persekutuan) dan Diakonia (pelayanan) menjadi

pokok pandangan teologia PI WCC. Di dalam konferensi ini konsep

universalism muncul dengan kalimat “Yesus berfirman kepada mereka (orang

yang beragama lain) melalui kita, Yesus berbicara kepada kita melalui

mereka”.

18

Page 19: Oikumenika GEREJA

Khususnya di konferensi New Delhy muncullah suatu pandangan teologia

yang radikal yaitu Theology of Liberation (Theologia Pembebasan) dengan

berdasarkan pada kitab Keluaran 6:9. Pandangan teologi ini menekankan

bahwa penginjil pada zaman ini harus berani menghadapi penguasa,

melibatkan dirinya dalam kehendak Allah serta mengikuti perjuangan untuk

keadilan social seperti Musa. Inilah keselamatan yang sejati. Melalui

pandangan ini konsep keselamatan antara gereja Liberal dan Konservatif

semakin jauh.

f. Konferensi Upsala 1968

Humaniza menjadi salah satu bahan pokok pembicaraan. Kemanusiaan baru

merupakan tujuan PI. Menurut tema ini “penginjilan pada zaman dahulu

tujuan PI lebih cenderung pada konsep bahwa manusia menghadap Allah

daripada Allah menghadap manusia”. Sekarang persoalan yang paling

penting adalah dalam PI terdapat manusia sejati, oleh karena itu perhatian

gereja yang melaksanakan penginjilan yang sebenarnya adalah meletakkan

manusia sebagai tujuan PI dalam Kristus. Konsep ini dipengaruhi oleh

Shalom of Theologis dari Hoekendiek. Konsep ini menyebabkan gereja

terlibat dalam masalah social, politik, ekonomi serta hak-hak asasi manusia.

Missio De (P.I. Allah) menafsirkan bahwa konsep P.I yang bersifat apostolic

berubah menjadi konsep pelayanan. Konsep ini lebih menonjolkan pelayanan

social daripada penginjilan. Konsep ini menyebabkan WCC semakin dekat

pada pelayan-pelayan social.

19

Page 20: Oikumenika GEREJA

Akhirnya konsep “Missio Dei” memberikan penafsiran baru mengenai sejarah

dan dunia, khususnya pemilikan sikap yang lebih positif terhadap agama non-

Kristen. hal itu membuat konsep dialog dengan agama Kristen lebih

berkembang. Konferensi Upsala menghilangkan konsep keseimbangan

vertical (hubungan dengan Allah) dan horizontal (hubungan dengan sesama

manusia).

g. Konferensi Bangkok 1973

Tema yang dibahas dalam konferensi ini adalah Salvation Today. Konsep ini

menyajikan 4 sasaran:

(1) Keselamatan adalah perjuangan eksploitasi terhadap manusia untuk

mendirikan keadilan ekonomi social.

(2) Keselamatan terwujud dalam perjuangan untuk membangun martabat

manusia terhadap penindasan politik pada manusia.

(3) Keselamatan terwujud dalam perjuangan untuk mempersatukan gerakan

agar dapat mengatasi keterasingan antar umat manusia.

(4) Keselamatan dilaksanakan dalam perjuangan untuk menjadi pengharapan

yang berjuang terhadap keputusasaan dalam kehidupan manusia.

Kesimpulan: Konferensi Bangkok menolak keselamatan Alkitab dan

cenderung pada keselamatan social, politik serta ekonomi secara sepihak.

Oleh karena itu PI tradisi Alkitabiah diganti dengan usaha yang mengubah

struktur social dengan kata lain seluruh aktivitas manusia untuk keadilan

adalah PI.

20

Page 21: Oikumenika GEREJA

h. Konferensi Nairobi 1975: Kongres WCC V

Teologia pembebasan sangat menonjol dalam kongres tersebut. “Orang

Kristen diberi perintah oleh Tuhan untuk berjuang agar mewujudkan

kehendak Allah bagi kebebasan dan keadilan dalam masyarakat”. Dengan

konsep ini semua isu, perpecahan suku, sexual, kemiskinan, kejahatan social

politik dan kebersamaan merupakan factor yang harus diperhatikan dalam PI.

Demikianlah pandangan teologia liberal mengenai PI, yang mengubah

konsep oikumene yang Alkitabiah. Dalam setiap konferensi oikumene dunia,

terlihat upaya-upaya yang dilakukan untuk mewujudkan oikumene yang

sebenarnya, namun sering mengalami kegagalan karena adanya perbedaan

pandangan yang berbau teologia liberal dan konservatif.

Teologia Pembebasan

(1) Praxia

(2) Dependence Theory

(3) Kontext: Text

2. Pandangan Theologis Injili (berdasarkan Theologia Misiologi 1960-1970)

a. Konsili Berlin 1966

Pada tahun 1966 di Berlin pemimpin-pemimpin gereja dan seluruh dunia

berkumpul. Dalam konsili ini dinyatakan kembali bahwa PI sedunia

merupakan tujuan yang paling utama dalam Amanat Agung Tuhan Yesus.

Mereka menunjukkan bahwa konsep PI tersebut memang melaksanakan

21

Page 22: Oikumenika GEREJA

tanggungjawab social dan mandate dari berbagai segi budaya. Tetapi di

dalam PI bagaimanapun juga inti pemberitaan Injil harus menjadi yang

utama. Dan dalam hal tugas yang melaksanakan tanggungjawab social dan

budaya tersebut merupakan salah satu sisi dari Injil atau akibat dari

perwujudan pemberitaan Injil.

Tujuan konsep ini adalah untuk menjaga konsep PI tradisi dari kemungkinan

adanya pengaruh dan bahaya yang bisa menimbulkan potensi konsep Missio

Dei dan konsep kontekstualisasi yang ekstrim. Maksudnya ialah konsep

kontekstualisasi yang ekstrim dan Mission Dei yang bisa membuat teologia

missiologi menyimpang dari konsep PI melalui Amanat Agung di bumi secara

tradisional. Jika meletakkan konsep kebenaran, Injil tradisi itu menjadi dasar

mandate di bumi maka akan bisa menghadapi konsep PI liberal yaitu Missio

Dei dan kontekstualisasi yang ekstrim tersebut bahkan bisa juga merangkul

kedua konsep tersebut. Oleh karena itu konsili Berlin merupakan konsili yang

menyajikan pengarahan yang penting dalam misiologi bagi kaum Injili.

b. Konferensi Loussane 1974

Setelah konsili Berlin tahun 1966, konsili yang sekali lagi mempengaruhi

kalangan Injili adalah konsili Lousane. Memang konsili ini diadakan dengan

tujuan yang sama dengan konsili Berlin dan pengaruh dua pemimpin PI. Oleh

karena itu pengaruh tersebut tertuju pada arah teologi Misiologi. John Stoot

merupakan salah seorang tokoh yang sangat mempengaruhi konsep PI

kalangan injil. Menurutnya titik tujuan PI adalah penyebaran Injil, tanggung

jawab terhadap social merupakan akibat dari penyebaran injil pada waktu

22

Page 23: Oikumenika GEREJA

konsili Berlin. Tetapi lebih luas, penyebaran Injil mengandung konsep

penginjilan dan tanggungjawab social. Pandangan ini didasarkan pada

Yohanes 20:23.

Dan kemudian seorang tokoh yang sangat mempengaruhi teologi PI, adalah

Donald McGavran. Dia memberi pengaruh pada proses pembentukan teologi

PI. Injili dari sisi dimensi lain. Dia mempertahankan pernyataan Berlin dan

Lousane serta berperan mengikat penginjialan dengan budaya. Dia

menyebutnya sebagai teologia pertumbuhan gereja jika konsili Berlin

menekankan penginjilan, konsili Lousane menekankan penginjilan dan

budaya dengan mempertimbangkan budaya seperti misalnya dalam berbagai

variasi budaya yang bersifat mozaik dan pengembangan metode penginjilan.

Hal ini sangat mempengaruhi seluruh kalangan ilmu misiologi sebagai

sebutan Teologia Pertumbuhan Gereja. Dengan singkat, teologia ini

menekankan konsep penginjilan tradisi dan metode penginjilan yang harus

nampak sesuai dengan budaya setempat. Sebagai akibat dari itu gereja

bertumbuh. Pengaruh dua orang tersebut di Lousane teologia misiologi Injili

nampak dengan bentuk baru yaitu penginjilan, tanggungjawab social adan

pertimbangan budaya setempat. Pengaruh metode ini sampai awal tahun

1990, kemudian setelah memasuki tahun 1990 banyak metode dan evaluasi

buku yang dikembangkan dari konsep teologia tersebut.

c. Arah PI setelah McGavran.

Setelah McGravan, ada lagi gerakan yang menutupi kekuarangan dan

metode PI persatuan budaya dan penginjilan. Jika penginjilan dihubungkan

23

Page 24: Oikumenika GEREJA

dengan factor budaya setempat maka dari sisi lain ada juga kebaikannya

karena penginjilan bisa diilmiahkan. Namun metode penginjilan terlalu

berfokus pada hal ilmiah, maka unsur kekuatan (Dynamic) berkurang dalam

penginjilan. Terhadap masalah ini sebagai solusi muncullah beberapa teori

PI, misalkan Christianity With Power dari Craft, sedangkan :Sings and

Wonder” dari John Wimber dan “Power Encounter” dari Peter Wagner.

Masalah hubungan penginjilan dan tanggungjawab social masih timbul

sampai sekarang. Akan tetapi pihak kaum Injili tidak bisa menghindari

tanggungjawab social dari penginjilan. Dan juga akhir-akhir ini dari pihak

WCC (gerakan Oikumene) ada gerakan yang ingin kembali kepada PI tradisi.

Dahulunya kaum dunia mulai berubah menjadi PI holistic yaitu jiwa dan

jasmani manusia. Namun pihak WCC tetap mempertahankan PI. Allah terus

difokuskan pada Mission Dei yaitu perhatian terhadap unsur

ketidakmanusiawian dan kecemaran bumi serta masalah social dan politik.

Sebagai kesimpulan sampai sekarang gerakan oikumene tradisi masih sulit

terwujud karena dua kalangan yaitu kalangan Lousane dan gerakan WCC

dan konsep Oikumene memiliki pandangan yang berbeda karena pandangan

PI.

24

Page 25: Oikumenika GEREJA

III

GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA

A. DEWAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA

Salah satu bentuk gerakan oikumene di Indonesia adalah hadirnya DGI di tengah-

tengah gereja yang majemuk (beraneka ragam denominasi). Gagasan dasar

pembentukan DGI itu didorong oleh motivasi teologis bahwa “perlu dilakukan

musyawarah dan koordinasi dari gereja-gereja melalui suatu dewan yang dibentuk

oleh gereja-gereja itu sendiri” dan bahwa “kesatuan gereja-gereja di Indonesia

adalah suatu keharusan”. Akhirnya pada tahun 1948 terbentuklah panitia perancang

persiapan DGI di Jakarta. Dalam sidangnya di bulan November 1949, panitia ini

bermufakat bahwa DGI akan menjadi jembatan menuju kepada keesaan gereja-

gereja. Kesepakatan ini terbuka bagi penafsiran dan pemahaman bagaimana

mencapai tujuan tersebut, tetapi tidak dalam arti “membentuk satu gereja super”.

(Bandingkan dengan Dewan Gereja-gereja sedunia).

Pada tanggal 25 Mei 1950 pukul 12.00 WIB di Jakarta, sesuai dengan notulen,

konferensi pembentukan DGI berhasil mendirikan DGI. Konferensi pembentukan

DGI itu juga merupakan konferensi sekaligus sidang raya I DGI. Tujuan DGI adalah

untuk membentuk gereja Kristen yang Esa di Indonesia, isi dan rumusan tentang

usaha-usaha mencapai tujuan DGI tersebut cukup lama dipersoalkan dalam sidang

raya I DGI.

Nama DGI akhirnya berubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI)

pada tahun1984 dalam keputusan sidang raya DGI-X di Ambon.

25

Page 26: Oikumenika GEREJA

1. Latar Belakang

Salah satu maksud pendirian DGI adalah dalam rangka membentuk gereja

Kristen yang esa di Indonesia. Hal ini didorong oleh semakin meresapnya jiwa

oikumenis sebagai ungkapan dari pemahaman sikap teologis baru, yakni:

bersama-sama selaku satu gereja menjalankan tugas missioner dan diaconal

dari gereja yang esa di Indonesia.

Dalam buku “Dua puluh lima tahun DGI”, Dr. TB Simatupang menunjuk pada

lima jenis pengaruh yang nyata dalam sejarah pembentukan DGI.

Kelima jenis pengaruh tersebut sebagai berikut:

a. Alkitab (Yohanes 17:21) dan pengakuan iman (Kredo)

b. Nasionalisme di Indonesia dan pasca perang Dunia II

c. Pengalaman pemuda Kristen dalam Christianity Student Vereninging (CSV:

perhimpunan mahasiswa-mahasiswa Kristen) dan pada sekolah Theologia

Tinggi (sekarang Sekolah Tinggi Theologia) di Jakarta.

d. Pengalaman pada masa Jepang

e. Pengaruh gerakan oikumenis dari luar (IMG, WSCF, DGD) dan pengaruh

para tokoh di kalangan pekabaran injil.

2. Pembentukan DGI

Konferensi gereja-gereja di Indonesia yang disebut konferensi persiapan

pembentukan dewan gereja-gereja di Indonesia berlangsung tanggal 6-13

November 1949. Konferensi ini sangat penting, karena merupakan langkah untuk

menentukan persiapan gereja-gereja di Indonesia memasuki zaman baru dalam

sejarah bangsa dan sejarah gereja. Gereja-gereja yang hadir dalam konferensi

26

Page 27: Oikumenika GEREJA

tersebut menyatakan pengakuan bahwa perpisahan dan perpecahan berarti

ketidaktaatan kepada kehendak Allah untuk menyatkaan keesaan gereja selaku

tubuh Kristus.

Konferensi pembentukan DGI berlangsung di STT Jakarta, pada tanggal 21-28

Mei 1950. Pada tanggal 25 Mei 1950, bertepatan dengan hari raya Pentakosta,

mereka yang hadir menanyakan berdirinya DGI.

“Kami anggota-anggota konferensi Pembentukan Dewan Gereja-gereja di

Indonesia, mengumumkan dengan ini, bahwa sekarang dewan gereja-gereja di

Indonesia telah didirikan, sebagai tempat permusyawaratan dan usaha bersama

dari gereja-gereja di Indonesia menuju kepada keesaan gereja-gereja di

Indonesia, seperti termaktup dalam anggaran dasar dewan gereja-gereja di

Indonesia, yang telah ditetapkan oleh sidang pada tanggal 25 Mei 1950.

3. Keunikan DGI

Bila dibandingkan dengan Dewan Gereja Nasional yang terdapat di Negara-

negara lain, DGI memiliki keunikan dan memiliki tujuan yang tegas dan jelas

yakni: pembentukan gereja yang esa di Indonesia. Dengan demikian

keanggotaannya jelas hanya diperuntukkan bagi gereja saja, yang berarti tidak

menerima organisasi maupun badan atau yayasan Kristen lain sebagai

anggotanya.

Untuk mencapai tujuan tersebut para anggota DGI dapat melakukan

musyawarah dan usaha bersama, bekerjasama. Keunikan itu didasarkan pada

doa Tuhan Yesus supaya mereka semua menjadi satu ….supaya dunia percaya,

bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yohanes 17:21).

27

Page 28: Oikumenika GEREJA

4. Usaha-usaha DGI

a. Meningkatkan kesadaran dan penghayatan warga jemaat untuk lebih

menempatkan persekutuan dalam kesatuan Roh (Ef 4:3) dengan

mengadakan kebaktian dan perjamuan kudus bersama.

b. Meningkatkan kebersamaan dalam pelayanan dan kesaksian (Kis 2:42).

c. Meningkakan rasa persaudaraan dan sikap tolong menolong (Gal 6:2).

Usaha-usaha tersebut di atas dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok tugas

bersama (PTPB), yang ditetapkan dalam setiap sidang raya untuk dilaksanakan

bersama-sama, dengan melihat seluruh Indonesia sebagai wilayah pelayanan

dan kesaksian bersama.

5. Keanggotaan DGI

a. Gereja di Indonesia, yaitu gereja yang berkedudukan di Indonesia dan

mempunyai tata cara gereja sendiri.

b. Mempunyai anggota dewasa yang sudah dibaptis/sidi sekurang-kurangnya

2000 orang.

c. Menunjukkan kerjasama yang baik dengan gereja-gereja tetangganya

d. Menyatakan persetujuannya secara tertulis terhadap tata dasar PGI serta

kesediaannya untuk melaksanakan semua hak dan kewajibannya sebagai

gereja dengan sungguh-sungguh.

e. Mencantumkan keterangan “Anggota PGI” di belakang namanya.

6. Hak dan Kewajiban DGI

28

Page 29: Oikumenika GEREJA

a. Kemandirian dan karunia masing-masing anggota gereja dihormati

sepenuhnya dalam rangka persekutuan dan kekeluargaan di antara gereja-

gereja anggota.

b. Gereja anggota bertanggungjawab terhadap keputusan-keputusan yang telah

disepakati bersama dan berkewajiban untuk melaksanakannya.

c. Urusan dalam masing-masing gereja anggota hendaknya tidak dicampuri

oleh siapapun juga yaitu campur tangan dari pihak lain di luar kemauan

gereja anggota yang bersangkutan.

d. Gereja-gereja anggota membuka diri untuk menerima pelayaan dari alat-alat

kelengkapan PGI dan dari gereja-gereja anggota lain.

e. Gereja anggota menempatkan pelaksanaan tugas panggilannya dalam

rangka pelaksanaan PTPB.

f. Gereja anggota Pemahaman Bersama Iman Kristen (PBIK) di Indonesia dan

melaksanakan Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM)

g. Gereja anggota memberikan sumbangan yang sepadan dengan anugerah

yang diterimanya dalam usaha untuk mencapai kemandirian di bidang

teologis, daya dan dana bagi semua gereja dan untuk membiayai

pelaksanaan keputusan bersama.

7. Pengorganisasian DGI

Pada sidang raya I DGI, pembahasan lebih dititikberatkan pada masalah-

masalah organisatoris, untuk menyelesaikan apa yang telah dikerjakan oleh

Panitia Konferensi Persiapan tanggal 6-13 November 1949 itu.

29

Page 30: Oikumenika GEREJA

a. Anggaran Dasar

Pada sidang raya I DGI, telah disahkan Anggaran Dasar (AD) yang kemudian

menjadi salah satu alat organisasinya. Selain AD disahkan dan diterima pula

Anggaran Rumah Tangga (ART), yang menjadi acuan operasional DGI.

b. Perlengkapan

Selaras dengan AD DGI pasal 6, di dalam tubuh DGI dikenal adanya sidang-

sidang dan badan-badan sebagai berikut:

1) Sidang Raya adalah:

a) Sidang dari para utusan seluruh anggota DGI

b) Badan tertinggi dalam struktur DGI

c) Mempunyai hak untuk menelorkan keputusan-keputusan yang

prinsipil, misalnya:

i) Hak-hk untuk menempatkan dan mengangkat badan pekerja

ii) Melakukan perubahan/penambahan AD

iii) Pembubaran DGI dan lain-lain

2) Badan Pekerja adalah:

a) Anggotanya dipilih dan diangkat oleh SR DGI

b) Memiliki masa kerja tertentu

c) Tugasnya: menjalankan keputusan-keputusan SR DGI

i) Menyiapkan bahan/usulan untuk sidang berikutnya

ii) Menyiapkan konsep anggaran belanja DGI

iii) Melaporkan/mempertanggungjawabkan hal-hal tersebut pada

sidang berikutnya.

30

Page 31: Oikumenika GEREJA

d) Bertugas menjalankan kepemimpinan DGI melalui BPH-nya

e) Sehubungan dengan tugas menjalankan kepemimpinan DGI melalui

BPH-nya maka berhak mengangkat pihak-pihak tertentu dalam rangka

mendukung pelaksanaan tugasnya.

Sejak SR III DGI (di Jakarta 8-17 Juli 1956) dikenal badan pekerja

lengkap (BPL), mengingat semakin berat dan meluasnya tugas yang

diembannya. Sehingga dikenal adanya BPL dan Badan Pekerja Harian

(BPH).

3) Badan-badan lainnya adalah:

a) Komisi-komisi, panitia-panitia dll

b) Diangkat oleh SR DGI untuk mengemban tugas khusus

c) Mempertanggungjawabkn segala pekerjaannya kepada SR DGI

4) Lembaga DGI adalah:

a) Sebuah kapal, tersalib yang tengah berlayar di seluruh perairan dunia

dengan muatan Iman – Persekutuan – Pengharapan.

b) Artinya: kapal oikumenika yang di tengah-tengahnya tertanam salib itu

mengingatkan tentang kapal yang dipergunakan oleh Tuhan Yesus

beserta para murid-Nya di tasik Galilea.

8. Sidang-sidang Raya DGI/PGI

Sampai dengan tahun 1995 DGI telah mengadakan Sidang Raya sebanyak 12

kali. Beberapa sidang raya tersebut (kecuali SR I DGI), biasanya menggunakan

tema-tema tertentu yang dijadikan arahan bagi setiap SRl; dilakukan

berdasarkan pertimbangan yang masak. Karena tema-tema yang dipakai

31

Page 32: Oikumenika GEREJA

biasanya dihubungkan dengan konteks pergumulan gereja-gereja dan

masyarakat di Indonesia dan di dunia; selain itu tentunya juga dikaitkan dengan

kehidupan oikumene itu sendiri.

No URUTAN SIDANG RAYA TANGGAL TEMPAT1 Sidang Lengkap I (pembentukan

DGI)21-28 Mei 1950 Jakarta

2 Sidang Lengkap II DGI 20-30 Juni 1953 Jakarta3 Sidang Lengkap IIi DGI 8-17 Juli 1956 Jakarta4 Sidang Lengkap IV DGI 3-13 Juli 1960 Jakarta5 Sidang Lengkap V DGI 3-14 Mei 1964 Jakarta6 Sidang Lengkap VI DGI 29 Okt-8 Nov

1967Makasar

7 Sidang Raya VII DGI 18-28 April 1971 Pematang Siantar8 Sidang Raya VIII DGI 1-12 Juli 1976 Salatiga9 Sidang Raya XI DGI 19-31 Juli 1980 Tomohon10 Sidang Raya X DGI 21-31 Okt 1984 Ambon11 Sidang Raya XI DGI 23-30 Okt 1994 Jayapura

B. DEWAN GEREJA-GEREJA WILAYAH

Sebetulnya, sebelum DGI dibentuk ada badan-badan berupa Dewan Gereja-gereja

Wilayah, yang berperanan penting di dalam pembentukan DGI.

Badan-badan gereja wilayah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Badan Permusyawaratan gereja-gereja di Indonesia (DPG), Yogyakarta

2. Majelis Usaha Kristen di Indonesia Timur, tahun 1947 di Malino Sulawesi

3. Dewan gereja-gereja Kristen Tiong Hoa di Indonesia (DGTI), tahun 1948 di

Bandung.

4. Dewan Kristen di Sumatra, tahun 1949 di Medan.

Tetapi anehnya, sejak terbentuknya DGI selama 15 tahun (1950-1964) badan-badan

tersebut tidak lagi memiliki peranan yang berarti. Hal tersebut diakibatkan oleh

32

Page 33: Oikumenika GEREJA

kenyataan bahwa daerah di mana badan-badan tersebut beroperasi, tidak terdapat

pertentangan oikumenis tingkat wilayah yang berarti. Penyebabnya antara lain,

karena perhatian gereja-gereja anggota DGI dalam hubungannya dengan keesaan

lebih menitikberatkan pada upaya-upaya yang dilakukan pada lingkup nasional

melalui wadah DGI. Disamping itu, perkembangan politik, ekonomi dan lain-lainnya

yang bersifat nasional, seolah-olah menuntut supaya DGI lebih bdaripada badan-

badan tersebut.

Namun setelah tahun 1964, dirasakan kembali perlu adanya badan-badan daerah

yang kemudian dikenal sebagai Dewan Gereja-gereja Wilayah, yang ditempatkan di

beberapa daerah di Indonesia.

1. Pembentukan Dewan Gereja-gereja Wilayah:

Pada tanggal 24 Agustus 1964 Badan Pekerja Harian DGI menunjuk 10 gereja di

10 wilayah untuk bertindak selaku pengundang pertemuan dalam rangka

pembentukan Dewan Gereja-gereja Wilayah (DGIW), sehingga diharapkan

dapat terbentuk DG di wilayah-wilayah Sumatra, Kalimantan, Sulawesi Utara –

Tengah, Sulawesi Tenggara – Selatan, Jawa Barat (dan Jakarta Raya), Jatim-

Bali, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Barat. Di kemudian hari setelah

terbentuknya beberapa DGW yang direncanakan itu hanya sedikit dari jumlah

tersebut yang aktif melakukan fungsinya dengan semestinya.

2. Hakekat dan Wujud DGW

Karena tugas DGW adalah untuk memperkuat DGI dalam mencapai keesaan

gereja-gereja di Indonesia, maka DG dapat dianggap sebagai cabang BPH DGI,

meskipun pembentukan dan kegiatannya adalah menjadi tanggungjawab dari

33

Page 34: Oikumenika GEREJA

gereja-gereja di wilayah masing-masing. Sifat dualistis DGW inilah yang

mengakibatkan DGW-DGW kurang dapat memperkuat keesaan dari gereja-

gereja (tujuan DGI) di Indonesia.

Bertolak dari kenyataan itu, maka dalam SR VII DGI di Pematang Siantar

ditegaskan kembali bahwa tugas DGW adalah menjadi alat gereja-gereja untuk

menyatakan keesaan gereja di suatu wilayah. Dengan demikiansifat dualistis

yang ada dapat dihilangkan.

Tugas DGW diuraikan dalam kegiatan-kegiatan yang berupa:

a. Penyelenggaraan musyawarah-musyawarah untuk gereja-gereja

b. Membantu gereja-gereja melakukan usaha-usaha yang direncanakan

c. Menciptakan kemungkinan bagi gereja-gereja sewilayah untuk melakukan

usaha bersama dalam melaksanakan misi gereja masing-masing.

d. Membantu BPL dan BPH DGI dalam menjalankan keputusan-keputusan yang

diambil oleh SR DGI.

Sejak DGI berganti nama menjadi PGI, maka DGW pun ikut berganti nama

dengan sendirinya dan kita lebih dikenal sebagai PGI wilayah.

C. LIMA DOKUMEN KEESAAN GEREJA (LDKG)

1. Latar Belakag Penetapan LDKGP

Setelah sidang raya IX di Tomohon 1980, DGI merumuskan lima dokumen yang

harus menjadi pegangan untuk gereja yang esa, yang pada waktu itu akan

dibentuk di Indonesia pada SR X di Ambon 1984. Konsep-konsep disusun oleh

DGI dan dikirim kepada gereja-gereja anggota untuk dibicarakan. Selanjutnya,

34

Page 35: Oikumenika GEREJA

sidang BPL-DGI di Rantepoa 1983 menetapkan naskah dari konsep-konsep

tersebut untuk sidang raya DGI di Ambon. Konsep-konsep itu dibahas gereja-

gereja anggota DGI dalam konsultasi-konsultasi wilayah. Akhirnya dokumen-

dokumen itu diterima di dalam sidang raya X DGI di Ambon 1984.

2. Penjelasan Isi

LDKG diterima secara sah dalam SR PGI X di Ambon, yakni:

a. Pokok-pokok tugas panggilan bersama (PTPB) 1984-1989, semacam GBHN

untuk PGI, di dalamnya apa yang harus dikerjakan oleh gereja-gereja

selama periode 1984-1969.

b. Pemahaman Bersama Iman Kristen di Indonesia (PBIKI), suatu pengakuan

iman yang menggantikan pemahaman bersama dari tahun 1967 (yang tidak

pernah diterima secara resmi).

c. Piagam Saling Mengakui dan Saling Menerima (PSMSM) di antara gereja-

gereja anggota Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, semacam BEM

untuk gereja-gereja anggota PGI dengan perbedaan bahwa PSMSM lebih

singkat dan lebih kongkrit dari pada BEM, karena mengatur, saling mengakui

secara praktis dan tidak hendak mendalami masalah-masalah teologis

berkaitan dengan saling menerima.

d. Tata Dasar Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia yang menggantikan tata

dasar lama. Mencantumkan nama yang baru untuk dewan gereja-gereja di

Indonesia dan mencantumkan Pancasila sebagai satu-satunya asas untuk

hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sesuai dengan undang-

undang bagi organisasi-organisasi masa (ormas).

35

Page 36: Oikumenika GEREJA

e. Kemandirian teologi, daya dan dana secara khusus membahas masalah

pendewasaan gereja-gereja di Indonesia (band Ef. 4:13), supaya gereja-

gereja di Indonesia dapat bebas dari ketergantungan pada gereja-gereja luar

negeri dalam soal pembiayaan dan dalam soal teologi. Gereja-gereja di

Indonesia diharapkan dapat mempergunakan dan mengembangkan daya

anggota-anggota gereja sendiri.

Pembahasan selanjutnya dapat disimak dalam buku Menuju Keesaan Gereja,

oleh Christian de Jonge (BPK Gunung Mulia, 1990) halaman 126-132. Buku

yang membahas LDKG secara terperinci adalah dalam kemantapan

Kebersamaan Menapaki Dekade Penuh Harapan PGI, (BPK Gunung Mulia,

1991).

D. KELOMPOK-KELOMPOK GEREJAWI DI INDONESIA

1. Mengenal Kehadiran Aliran-aliran Gerejawi di Indonesia.

Kata “aliran” dalam konteks gerejawi, biasanya disamakan dengan kata “sekte”

atau “denominasi". Di Indonesia banyak dijumpai alirang gerejawi yang berasal

dari luar Indonesia, hal ini disebabkan karena agama asli orang Indonesia

adalah agama suku. Bersamaan dengan kedatangan bangsa-bangsa lain ke

Indonesia, maka secara tidak langsung budaya dan agama masuk bersama-

sama dengan para pendatang tersebut.

Secara singkat dapat disebutkan contoh-contoh alirang gereja yang ada di

Indonesia sebagai berikut:

a. Calvinis (GKI, GKJ, dll)

36

Page 37: Oikumenika GEREJA

b. Lutheran (HKBP)

c. Methodis (Gereja Methodis/Wesleyan)

d. Baptis (GBI, PIBI, KGBI, Baptis Independent)

e. Advent (Gereja Advent Hari Ketujuh)

f. Salvation Army (Bala Keselamatan)

g. Pantekosta (GPDI, GPPS, GDP, GSJA, dll)

h. Bethel (GBI, GBT, dll)

i. Kharismatis (gereja-gereja/persekutuan dengan nama baru)

2. Wadah/Organisasi Gerejawi di Indonesia

Selain PGI, rupanya terdapat dua buah wadah lain (di lingkungan Gereja

Kristen) yang bersifat nasional seperti PGI, yakni: Persekutuan Injili Indonesia

(PII) dan Dewan Pantekosta Indonesia (DPI) serta satu buah lagi di lingkungan

gereja Katolik, yakni: KWI (Konferensi Waligereja Indonesia). PGI dengan

tujuannya menguasahakan keesaan gereja-gereja di Indonesia, membuka diri

untuk melakukan hubungan dan kerjasama mereka. Dengan demikian, adanya

prasangka dari masing-masing pihak perlu dilukis secara bijaksana. Diharapkan

perlu saling menjaga, agar diantara wadah-wadah gerejawi (PGI, PII, DPI dan

KWI) tidak terjadi perpecahan. Di bawah ini akan dibahas satu persatu.

3. Persekutuan Injili Indonesia (PII)

PII didirikan pada tahun 1971, di Jakarta. Pada hakekatnya PII merupakan

persekutuan dari orang-orang, badan-badan dan gereja-gereja yang berpaham

Injili (evangelical), yang ingin menghayati hubungan dan kerjasama di

dalamnya. PII adalah lembaga gerejawi yang bersifat interdenominasional.

37

Page 38: Oikumenika GEREJA

Anggota PII yang berupa organisasi gereja ada yang menjadi anggota PGI

sekaligus, misalnya Gereja Bethel Indonesia (GBI), GPPS, GIA, GBIS dll. Di

dalam beberapa hal, PII sudah menjalin hubungan kerjasama dengan pihak

PGI, misalnya dalam kegiatan penataran/up grading pendeta.

a. Tujuan

1) Menggalang persekutuan sebagai perwujudan organism yang hidup

sebagai Tubuh Kristus yang kudus dan am.

2) Mendorong usaha-usaha pekabaran Injil yang dilakukan oleh gereja,

lembaga-lembaga gerejawi dan badan-badan misi Injil

b. Usaha-usaha yang dilakukan

1) Memajukan pekabaran Injil dengan cara membantu anggota-anggota PII

dalam pelayanan di bidang penginjilan, pendidikan teologi dan

pendidikan umu, pelayanan social, kesehatan dan pengembangan

masyarakat, pelayanan komunikasi masa, pelayanan kategorial misalnya

wanita, pemuda, mahasiswa, anak-anak, golongan professional dll.

2) Membela dan meneguhkan berita Injil dengan cara memelihara kemurnia

asas Injili

3) Mewujudkan persekutuan dan pelayanan dalam terang Tuhan dengan

cara mengintensifkan komunikasi serta meningkatan moral dalam rangka

koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam rangka koordinasi, integrasi

dan sinkronisasi usaha-usaha elayanan anggota-anggota PII.

4) Membantu pemerintah dalam usaha menyukseskan pembangunan

nasional.

38

Page 39: Oikumenika GEREJA

5) Menjalin kerjasama internasional dalam bidang penginjilan, pendidikan

dan pelayanan masyarakat.

c. Pengakuan Iman

Sebagai persekutuan yang terpanggil untuk bersekutu dan memberitakan

Injil, kami percaya bahwa:

1) Alkitab adalah Firman Allah yang diilhamkan tanpa salah dan merupakan

otoritas tertinggi dalam segala segi kehidupan manusia.

2) Allah adalah Esa yang keberadaanNya kekal di dalam tiga oknum, Allah

Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus.

3) Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, lahir dari anak dara

Maria, suci, sempurna tanpa dosa. Ia mati sebagai penebus, dikuburkan,

bangkit pula dari antara orang mati, naik ke sorga, duduk di sebelah

kanan Allah Bapa dan akan datang kembali dalam kuasa dan kemuliaan.

4) Roh Kudus memeteraikan orang-orang beriman menjadi anak-anak Allah

dan memimpin mereka untuk hidup suci dan mampu bersaksi bagi Tuhan

Yesus Kristus.

5) Keselamatan manusia diperoleh hanya oleh iman pada penebusan darah

Yesus Kristus melalui pekerjaan oleh Roh Kudus.

6) Persekutuan orang-orang beriman sebagai Tubuh Kristus merupakan

perwujudan Gereja yang Kudus dan Am.

7) Kebangkitan berlaku bagi semua orang mati, bagi yang percaya

mendapat hidup kekal dan bagi yang tidak percaya kebinasaan kekal.

39

Page 40: Oikumenika GEREJA

d. Hubungan dan Kepentingannya

1) Dengan Pemerintah

a) PII berfungsi untuk menyalurkan aspirasi kaum Injili Indonesia kepada

pemerintah RI.

b) PII berfungsi untuk menyalurkan harapan dan penyampaian informasi

dari pemerintah kepada anggota-anggota PII

c) PII berfungsi memberikan sumbangan gagasan-gagasan kepada

pemerintah dalam rangka kerukunan antar umat beragama.

2) Dengan Gereja

a) PP-PII dapat menjalin hubungan kerjasama dengan gereja-gereja dan

lembaga-lembaga gerejawi yang bukan anggota PII.

b) PP-PII membantu menyelesaikan masalah-masalah yang timbul di

antara sesama anggota PII dengan gereja-gereja dan lembaga-

lembaga gerejawi lainnya.

3) Dengan Dunia Internasional

a) PII berfungsi untuk menyalurkan aspirasi kaum Injili Indonesia kepada

dunia internasional

b) PII berfungsi membantu para anggotanya dalam rangka kerjasama

dengan gereja-gereja dan lembaga-lembaga gerejwai secara

internasional.

c) PP-PII mewakili PII dalam memberikan saran dan rekomendasi

badan-badan misi Injili dari luar negeri yang akan melayani.

40

Page 41: Oikumenika GEREJA

d) PII adalah anggota World Evangelical Fellowship, Community

Evangelization dan Evangelical of Asia (Agustus 1982).

4. Dewan Pantekosta Indonesia (DPI)

DPI yang didirikan pada tahun 1979 di Surabaya, merupakan lembaga

koordinatif dari gereja-gereja yang berpaham Pantekosta. DPI belum

menunjukkan bentuk kerjasama dengan PGI.

a. Tujuan

1) Memupuk kerjasama antar gereja yang beraliran Pantekosta

2) Membina kerjasam antara para pendeta gereja Pantekosta seluruh

Indonesia.

b. Keanggotaan: anggotanya meliputi 37 gereja

c. Sejarah ringkat

1) Atas prakarsa pengurus pusat GPDI (Pdt. Lesnussa Lumoindong, RM

Suprapto) kira-kira 1961 didirikanlah Dewan Kerjasama Gereja-gereja

Aliran Pantekosta di Bandung, dengan ketua-ketuanya, Pdt. Lesnussa

dan Pdt. Korompis (Bandung) dan Sekretarisnya adalah (alm) Gideon

Sutrisno

2) Tahun 1970 Pdt. Lesnuss meninggal dunia

3) Setelah tahun 1970, Dewan Kerjasama Gereja-gereja Aliran Pantekosta

menggabungkan diri dengan Goikar.

4) Tahun 1976 Pdt. Bolan (anggota MPR) selaku ketua GPDI memprakarsai

persekutuan Pantekosta Indonesia (PII)

41

Page 42: Oikumenika GEREJA

5) Tahun 1978, PPI dan Dewan Kerjasama bergabung dengan nama

Persekutuan Pantekosta Indonesia dan diresmikan tahun 1979 di

Surabaya oleh Mentri Agama RI Bp. Alamsyah Ratu PN

6) Beberapa anggota keluar dengan alasan tidak mau ikut berpolitik

7) Secretariat sekarang di Jl. Prof Dr. Supomo 47 Jakarta.

5. KESIMPULAN TENTANG GERAKAN OIKUMENE DI INDONESIA

a. Muncul dan perkembangan Gerakan Oikumene di Indonesia diilhami oleh

gerakan Oikumene di bagian dunia lain yang merupakan tempat asal

pembawa agama-agama Kristen ke Indonesia, yakni Eropa.

b. Gerakan Oikumene di Indonesia sebenarnya diawali oleh kegiatan

perorangan Kristen dari berbagai bidang kehidupan dan baru melibatkan

Gereja sebagai lembaga. Pola gerak yang serupa terlihat di Eropa.

c. Dengan adanya oikumene di Indonesia dalam diri:

1) PGI dengan 54 anggota gereja

2) PII dengan anggota yang terdiri dari

a) 29 organisasi gereja

b) 48 Yayasan

c) 15 Sekolah-sekolah Teologia

d) 9 orang (kelompok pribadi)

3) DPI dengan 37 buah gereja

42

Page 43: Oikumenika GEREJA

Menunjukkan adanya intensivitas gerak lembaga oikumenis di Indonesia

sehingga praktis semua umat Kristen melalui Gereja Protestan sudah

diwadahii di dalamnya.

d. Kebhinekaan sifat anggota di dalam lembaga gerakan oikumene itu

menunjukkan kesungguhan pengurus masing-masing lembaga untuk

mengikat dan mendukung segala potensi yang ada.

e. Persamaan tujuan pokok ketiga lembaga gerakan oikumenis itu

menunjukkan homogenitas dan kesatuan gerakan oikumenis di Indonesia.

6. HUBUNGAN OIKUMENE DENGAN PERSATUAN DAN KESATUAN BANGSA

a. Pada umumnya ungkapan “persatuan dan kesatuan bangsa” itu diucapkan

dalam satu frasa sehingga sudah menyerupai sebuah ungkapan yang utuh

(tidak terpisah-pisah)

b. Apabila kesatuan itu sudah merupakan keesaan, kemanunggalan sesuatu

ke dalam satu unit dan menunjukkan suatu sifat yang tetap maka persatuaan

merupakan penggabungan atau kumpulan menjadi satu serta proses

menyatunya dari beberapa bagian.

c. Heterogenitas bangsa Indonesia dalam berbagai hal (suku, bahasa daerah,

kebiasaan, dll) mudah terpecah-pecah apabila semangat kesatuan dan

persatuan tidak menjiwainya. Pada dasarnya, oikumene sebagai sikap

mental menunjukkan adanya kesadaran mengenai kesatuan Gereja yang

menunjang pengembangan “persatuan dan kesatuan bangsa.”

d. Semangat oikumenis yang selalu berusaha memelihara kesatuan Roh oleh

ikatan damai sejahtera merupakan proses social yang asosiatif di dalam

43

Page 44: Oikumenika GEREJA

hidup bermasyarakat dan merupakan hal yang positif bagi pembinaan

bangsa yang sedang membangun.

7. HUBUNGAN OIKUMENE DENGAN PAK

a. PAK dalam rumusan DGI adalah “mengajak”, membantu menghantar

seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus

sehingga dengan pimpinan Roh Kudus, ia datang ke dalam persekutuan

dengan Tuhan.

b. Sebagai tenaga teknis di bidangnya, pendidikan dalam PAK harus memiliki

kemampuan/penguasaan teknis untuk menjalankan fungsinya apabila ia

ingin berhasil dalam tugasnya.

c. Dalam rumusan di atas terlihat bahwa pendidik di bidang PAK sebenarnya

menjalankan tug/misi gereja sehingga ia tidkmungkin memberikan sesuatu

kepada orang lan yang tidak dimilikinya termasuk sikap mental/rohani yang

oikumenis.

8. DAFTAR ANGGOTA PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)

44

Page 45: Oikumenika GEREJA

IV

KESATUAN GEREJA YANG ALKITABIAH

Seperti telah dikatakan baha tujuan gerakan oikumenis yang dikehendaki oleh semua

kalangan semakin jauh dari tujuan oikumenis yang Alkitabiah karena perbedaan

teologia dalam PI. Sampai sekarang dua gerakan oikumene yaitu kaum WCC dan kaum

Injili masih memiliki pandangan yang berbeda terhadap konsep oikumene. Kaum WCC

terus berusaha untuk mewujudkan oikumene dengan mempertahankan konsep PI yang

berhubungan dengan humanism yaitu memulihkan manusia secara jasmani. Kaum

WCC ingin mempersatukan gereja di bumi dengan pandangan sekuler dan gereja

Tuhan dianggap sebagai gereja bagian di dunia.

Gereja harus menghadapi diri di dunia social, politik, ekonomi dan setiap kebutuhan

umat manusia, dengan kata lain tujuan oikumene bisa terwujud jika seluruh gereja

Tuhan menjadi satu dalam pandangan tersebut. Oleh karena itu sampai sekarang kaum

WCC mempertahankan pandangan oikumene tersebut dan menentang pandangan

oikumene kaum Injili yang dianggap kurang memperhatikan factor humanism. Memang

ada upaya untuk menjalin kerjasama antara denominasi gereja dan kaum Injili. Mereka

sudah mulai memperhatikan factor kebutuhan jasmani manusia yaitu kebutuhan social

dan politik. Dengan kata lain konsep keselamatan manusia secara total (Holistik) mulai

diperhatikan. Sementara dari pihak WCC juga ada suatu upaya yang ingin melepaskan

diri dari pandangan oikumene yang selama ini sering dikritik oleh pihak Injili serta

banyak denominasi gereja yang pernah menjadi anggota WCC mulai meninggalkannya.

45

Page 46: Oikumenika GEREJA

Tuhan menghendaki gereja-Nya menjadi satu, untuk itu semua gereja dipanggil oleh

Tuhan. Oleh sebab itu tujuan oikumene merupakan suatu amanat Tuhan yang tidak

bisa dihindari oleh gereja Tuhan. Semua gereja Tuhan harus berusaha untuk

menciptakan kesatuan melalui gerakan oikumene, akan tetapi ada beberapa factor

yang harus didasarkan untuk mewujudkan oikumene tersebut.

A. WIBAWA DAN INSPIRASI ALKITAB YANG MUTLAK

Allah tidak membiarkan umat manusia mengabaikan dan mencurigai hakekat

kebenaran yang kekal tentang adanya manusia, dosa, keselamatan, kebinasaan

abadi, keselamatan abadi, etika moral, kehendak bebas, penyembahan berhala dan

hawa nafsu. Untuk itu Allah memberi wahyu yang nyata dan itu dikatakan sebagai

wahyu khusus. Wahyu ini dikandung dalam Alkitab.

Kehendak Allah yang kudus diwahyukan kepada para penulis Alkitab yang diilhami

Roh Kudus. Dia adalah Allah yang menciptakan seluruh isi langit dan bumi, Ia

sebagai Allah yang setia dan yang kekal. Dalam seluruh tindakan-Nya memiliki

kasih, keadilan dan kesempurnaan. Ia berada sebagai Allah Bapa, Allah Anak serta

Allah Roh Kudus. Allah telah berfirman melalui Firman-Nya dengan hikmat, tindakan

dan karya-Nya yang agung serta kepribadian Yesus Kristus.

Inkarnasi Yesus Kristus merupakan suatu karya yang ilahi dan supernatural yang

mewujudkan kehendak Allah. Allah menyatakan Diri-Nya melalui Yesus Kristus dan

Yesus tidak berubah dari kemarin, sekarang dan sampai selama-lamanya. Oleh

sebab itu kebenaran Allah tidak berubah dari zaman ke zaman. Memang penerapan

kebenaran Firman Tuhan berlaku di dalam suatu situasi yang khusus dan pasti ada

perubahannya, akan tetapi kebenaran Firman itu tidak bisa berubah.

46

Page 47: Oikumenika GEREJA

Allah hendak menyatakan diri-Nya dengan inkarnasi manusia yang telah

dinubuatkan dalam Alkitab yang ditulis oleh para nabi dan rasul melalui bahasa

manusia kepada setiap suku. Oleh karena itu kitab PL dan PB yang tertulis dengan

pengilhaman Allah menjadi suatu yang diimani dan hukum yang jelas satu-satunya

dalam setiap generasi. Alkitab yang ditulis oleh para penulis yang hidup di setiap

zaman yang berbeda memperlihatkan kesatuan yang sempurna sebagai wahyu

terhadap Allah yang Esa dan setia. Oleh sebab itu Alkitab merupakan standard dan

ukuran sempurna yang mampu membawa umat manusia di dalam keselamatan.

Gerakan apapun harus didasarkan pada kebenaran Firman Tuhan. Tanpa

pengakuan iman terhadap Alkitab gerakan oikumene tidak mungkin terwujud. Jika

kita tidak meletakkan Alkitab sebagai titik tolak permulaan iman kita, maka segala

sesuatu yang ingin kita wujudkan menjadi sia-sia.

B. DOKTRIN MENGENAI JIWA DAN HIDUP YANG KEKAL

Setiap manusia merupakan jiwa yang kekal yang tidak binasa dan yang berada

dalam satu tubuh. Bila manusia percaya kepada Yesus Kristus maka dosanya akan

diampuni. Seseorang yang telah diselamatkan menjadi ciptaan baru dan masuk di

dalam jalan hidup yang kekal. Seorang manusia yang diselamatkan mulai hidup

sebagai anggota umat Tuhan dalam tubuh Yesus Kristus kemudian tubuh dan jiwa

akan dibangkitkan sebagai manusia yang hidup kekal dalam waktu yang ditentukan

Allah setelah kematian tubuh.

Dalam I Korintus 15:52 dikatakan bahwa orang yang mati akan hidup dengan tubuh

yang tidak fana dan akan mengalami perubahan. Ayat 50-56 merupakan suatu

penjelasan yang lebih jelas tentang doktrin tersebut. Menurut doktrin ini Allah

47

Page 48: Oikumenika GEREJA

memberikan dua hadiah dan itu adalah hidup berlimpah sekarang dan hidup kekal

yang akan datang. Diantara dua kebenaran ini, kebenaran yang kedua melebihi

yang pertama yang tidak bisa dibandingkan. Tetapi kedua-duanya tidak bisa saling

dipisahkan. Hidup berlimpah-limpah yang dinikmati oleh orang percaya telah mulai

menjadi bagian hidup yang kekal. Hidup yang kekal dihasilkan dengan kebenaran,

damai sejahtera, keadilan, persekutuan, kesetiaan, rendah hati dan keberanian

secara nyata. Oleh karena itu hidup yang kekal merupakan suatu hidup bersama

dengan Allah dalam masa yang akan datang sekaligus juga pada masa sekarang.

Orang yang sudah diselamatkan tidak bisa hanya menunggu hidup kekal yang akan

datang, dan orang yang sudah diselamatkan tidak bisa hanya menikmati hidup yang

berlimpah di dunia ini tanpa menantikan hidup yang kekal. Konsep keselamatan

yang Alkitabiah adalah seimbang antara keduanya. Orang yang diselamatkan harus

berusaha untuk menghasilkan buah-buah Roh Kudus dan bisa mencerminkan hidup

kekal yang diberikan oleh Allah. orang yang diselamatkan dan telah sungguh lahir

baru, pasti memperhatikan kebutuhan sesamanya sebagai orang yang sedang

menikmati hidp berkelimpahan secara rohani di dunia dan akan menantikan sampai

hidup yang kekal terwujud.

Dalam gerakan oikumene perlu diperhatikan tentang konsep keselamatan yang

Alkitabiah. Pihak WCC hanya berfokus pada konsep keselamatan hidup yang

berlimpah-limpah di bumi ini yaitu pemulihan manusia secara social, politik, ekonomi

serta semua hak-hak asasi manusia. Dalam tujuan gerakan oikumene jika kita

kehilangan salah satu konsep antara dua konsep tersebut maka sasaran dan tujuan

oikumene akan tersesat. Mengapa demikian? Karena Yesus datang ke dunia untuk

48

Page 49: Oikumenika GEREJA

memulihkan manusia secara holistic. Tetapi factor pemulihan jasmani tidak bisa

mendahului factor rohani.

C. DOKTRIN KESELAMATAN KEKAL DAN KEJATUHAN UMAT MANUSIA

Allah menciptakan langit dan bumi dan yang tidak ada dengan kemuliaan dan

Firman-Nya. Allah menciptakan Adam dan Hawa menurut gambaran-Nya, bahkan

hendak bersekutu bersama dengan mereka. Akan tetapi kedua orang ini melakukan

pengkhianatan terhadap Allah karena pengaruh godaan setan. Walaupun mereka

menyimpang dari Sang Pencipta mereka, tetapi mereka adalah ciptaan yang

memiliki tanggungjaab pada Allah. Oleh karena itu manusia tidak bisa berbalik

kepada Allah dengan meninggalkan anugerah-Nya karena manusia telah jatuh

dalam dosa.

Jika kita tidak berbalik kepada Sang Penebus, maka kita akan terus berada dalam

keadaan dosa. Akan tetapi manusia bisa diampuni, dibenarkan bahkan mendapat

hidup yang kekal melalui kematian Sang Penebus yaiut Yesus Kristus. Oleh sebab

itu kita yang dipilih Allah untuk menjadi umat Tuhan bisa menjadi Imamat Rajani.

Inilah penebusan yang kekal. Penebusan kekal tidak diperoleh melalui agama,

kehidupan moral dan konsep manusia. Penebusan yang kekal hanya datang melalui

Yesus Kristus dan iman orang yang percaya pada karya penebusan-Nya.

Theologia kalangan Injili menolak doktrin universalisme dan mempertahankan

bahwa seluruh umat manusia akan diselamatkan karena doktrin keselamatan

universalisme bukan merupakan wahyu Alkitab. Kaum liberal tidak mengakui asal

dosa manusia serta adanya sorga dan neraka. Meraka hanya mengakui dosa social

dan politik. Oleh karena itu kaum WCC mengangkat teologia pembebasan sebagai

49

Page 50: Oikumenika GEREJA

semboyan dalam gerakan mereka. Hal itu menyebabkan mereka berfokus pada

keselamatan manusia secara sossial, politik dan ekonomi.

D. DOKTRIN KRISTOLOGI YANG MENJADI PENGANTARA SATU-SATUNYA

Seorang pengantara satu-satunya adalah Yesus Kristus yang lahir dari darah Maria

melalui Roh Kudus. Dia adalah Alah dan Manusia sempurna. Dia menyatakan kasih

Ilahi melalui kematian-Nya terhadap manusia, melepaskan manusia dari dosa dan

bahkan memperdamaikan manusia dengan Allah. Oleh karena itu, tidak ada jalan

perdamiaan dengan Allah tanpa lewat Yesus Kristus. Selain nama Yesus tidak ada

nama penebus lain.

Umat manusia yang mempunyai latar belakang ekonomi, bahasa, budaya dan suku

yang berbeda-beda, bisa berdamai dengan Allah hanya melalui iman pada Yesus

Kristus. Memang kaum Injili cukup mengerti, apabila orang-orang yang masih belum

mendengar dan mengenal pada Kristus serta gereja Tuhan bukan merupakan

kesalahan mereka sendiri. Kaum Injili tidak setuju jika ajaran agama, filsafat,

kepercayaan dan kebudayaan modern tidak bisa mengulaskan kabar tentang

keselamatan manusia. Kaum Injili percaya bahwa orang yang tidak percaya Yesus

akan binasa dan percaya juga bahwa Allah memiliki kedaulatan. Oleh karena itu

gereja Tuhan diberi suatu tanggung jawab untuk menyatakan doktrin Kristologi yaitu

Yesus Kristus yang adalah Mesias satu-satunya yang bisa menyelamatkan.

Kaum WCC meletakkan Yesus sebagai seorang Mesias yang nampak untuk

menyelesaikan dan membebaskan umat manusia dari penindasan social dan politik.

Yang lebih ekstrim lagi yaitu pandangan bahwa Yesus adalah seorang yang pernah

hidup dan berjuang untuk masyarakat tertindas dan Ia dianggap sebagai seorang

50

Page 51: Oikumenika GEREJA

yang bersejarah. Dia bukan seorang Mesias tetapi Dia adalah seorang pejuang

yang selalu memihak pada masyarakat yang tertindas. Dan menurut para theologia

liberal WCC, di dalam agama dan budaya orang kafir ada unsur dan potensi Mesias.

Allah telah menyatakan Diri-Nya di dalam budaya agama dan dengan bentuk agama

dan budaya setempat. Oleh karena itu agama Kristen tidak boleh mempertahankan

konsep keselamatan tradisi dan menghargai nilai-nilai budaya dan agama kafir.

Dalam gerakan oikumene, konsep Kristologi yang benar merupakan dasar titik tolak

permulaan tujuan gerakan oikumene. Jka konsep ini hilang arah dan tujuan gerakan

oikumene tidak jelas. Yesuslah yang menekankan adanya kesatuan gereja. Dalam

gerekan oikumene, Yesus Kristus tidak dinyatakan sebagai Mesias satu-satunya

yang bisa menyelamatkan iman manusia. Sehingga hal itu sama dengan sebuah

kapal yang berlayar menuju ke suatu tujuan tanpa kemudi.

E. EKKLESIOLOGI YANG MENJADI TUBUH KRISTUS DAN MILIK ALLAH

Allah Bapa sedang memanggil umat manusia pada persekutuan yang didasarka

pada tubuh Yesus Kristus dengan mendirikan gereja yang apostolic, universal, suci

dan satu oleh Roh dan Firman-Nya. Dengan Roh dan Firman yang sama Allah

memimpin dan melindungi gereja Yesus Kristus tanpa melihat suku, klasifikasi,

kelompok, status, budaya dan kondisi ekonomi. Dan Allah bersatu dengan umat-Nya

di seluruh dunia secara rohani sambil membentuk gereja Tuhan di bumi. Gereja ini

berbeda dengan bentuk kelompok, persekutuan dan jemaat yang disebut sebagai

gereja, denominasi, konsili dan konferensi. Perintah Allah yang jelas dalam ajaran-

Nya untuk memuridkan seluruh etnik, membaptiskan dan menjadikan anggota

gereja yang punya tanggung jawab. Oleh karena itu gerakan PI sedunia melakukan

51

Page 52: Oikumenika GEREJA

suatu usaha dan perjuangan yang ingin mewujudkan perintah Tuhan di dalam

seluruh suku bangsa. Perintah ini harus dilaksanakan oleh seluruh jemaat di dunia

yang telah ditebus. Akan tetapi pihak WCC membatasi hakekat gereja yang

sebenarnya dengan mengubah Amanat Agung Tuhan Yesus.

Gereja merupakan tubuh Yesus Kristus dan gereja harus melaksanakan amanat

Agung Tuhan, namun tugas gereja bukanlah mengubah dunia secara politik dan

social tetapi mengubah dunia dengan ajaran Yesus Kristus. Adanya gereja tidak

berada di tengah-tengah dunia tetapi berada di tengah-tengah dunia. Gereja harus

membuat umat manusia melihat kasih karunia dan kemuliaan Allah, gereja juga

harus mampu mencerminkan kebenaran Injil Yesus Kristus dan bahkan haruss juga

mampu mencerminkan kebenaran Injil Yesus Kristus dan bahkan harus bisa

membawa umat manusia kepada keselamatan yang abadi. Ekklesiologi yang benar

menentukan arah dan tujuan gerakan oikumene yang benar.

Jika pandangan terhadap ekklesiologi saling berbeda maka tidak akan bisa

mencapai oikumene yang Alkitabiah. Sampai saat ini pihak WCC dan Injili saling

berbeda pendapat terhadap ekklesiologi. Bagi kaum Injili adanya gereja adalah

menjalankan dan meneruskan perintah Tuhan Yesus Kristus yaitu Amanat Agung,

sedangkan bagi kaum WCC gereja adalah berperan dalam masyarakat dengan

mengangkat masalah social, politik dan ekonomi. Karena pendapat yang saling

berbeda tersebut, maka wujud gerakan oikumene sulit tercapai sebab makna dan

tujuan gerakan oikumene harus didasarkan di atas konsep ekklesiologi yang benar.

F. ZAMAN EKKATOLOGI DAN PENGINJILAN

52

Page 53: Oikumenika GEREJA

Alkitab berulang kali menyatakan bahwa ada pemerintahan Allah yang sempurna,

akhir zaman, hari penghakiman yang akan terwujud di sorga dan bumi baru.

khususnya dalam Matius 24:14 menegaskan baha tanda akhir zaman sedang nyata

dan akan nyata. Oleh karena itu bagi kaum Injili, doktrin gereja PI sedunia

merupakan suatu kewajiban gereja yang harus dilaksanakan sampai pada akhir

zaman, sebab kita betul-betul percaya bahwa eskatologi yang tercatat dalam Alkitab

pasti akan terwujud secara literal. Kita semua akan percaya bahwa Yesus akan

memerintah umat-Nya di bumi dan sorga baru.

Pemerintahan Allah yang terpecah karena penghiantan manusia dari dosanya akan

terwujud dengan mulia pada waktu akhir zaman. Tetapi sebelum kenyataan ini

terjadi, Allah akan menunggu sampai Injil Yesus tersebar kepada seluruh umat

manusia, agar setiap pribadi mendapat kesempatan untuk mengakui Yesus sebagai

Juru Selamatnya. Pada akhir zaman, Tuhan akan memulihkan, menyucikan dan

melenyapkan kesedihan dan air mata para umat-Nya. Di sana tidak ada lagi

penderitaan, kesengsaraan, air mata, ratapan dan maut. Yang ada hanyalah

sukacita dan kasih. Kita yang percaya pada Alkitab sangat menantikan kejadian

tersebut dengan iman.

Eskatologi merupakan puncak Injil. Oleh karena itu, dalam gerakan oikumene

kenyataan ini menjadi suatu tujuan dan arah paling utama. Mengapa kita semua

berusaha untuk mewujudkan tujuan gerakan oikumene? Karena kesatuan gereja di

bumi ini merupakan kesatuan bayangan yang akan nyata pada kesatuan di sorga.

Pihak kaum liberal membatasi konsep eskatologi di bumi ini. Menurut mereka jika

manusia dan keadaan social, politik, ekonomi bisa pulih maka hal itu berarti

53

Page 54: Oikumenika GEREJA

eskatologi sudah terwujud di bumi. Menurut kaum Liberal sorga dan neraka tidak

ada. Kerajaan sorga hanya akan terwujud di bumi. Jika pandangan ini benar, maka

tujuan gerakan oikumene sulit terwujud.

G. GERAKAN OIKUMENE YANG ALKITABIAH

Seperti telah dikatakan bahwa PI duna tidak bisa mengecualikan kesatuan dan

kerjasama antara denominasi gereja. Bahkan Alkitab menuntut adanya integrasi

gereja. Apabila jiwa kesatuan dan integrasi nampak, maka PI menjadi lebih efektif.

Sikap yang menentang gerakan oikumene WCC tidak membenarkan perpecahan

gereja dan system gereja local. Masalahnya gerakan oikumene WCC terlalu luas

dalam konsep oikumene. Selanjutnya pemikiran bahwa kesatuan gereja yang

bersifat organisasi dan sistematis adalah berguna untuk PI tidak benar. Gereja

Katolik merupakan suatu organisasi yang tidak mengizinkan denominasi gereja dan

kelompok itu sendiri.

Tidak bisa dikatakan bahwa gereja yang menjadi kesatuan dengan struktur dan

organisasi adalah gereja Allah yang hidup. Akan tetapi tidak bisa juga dikatakan

bahwa walaupun ada banyak denominasi gereja, gereja di pihak Protestan adalah

gereja yang hidup. Hal tersebut membuat denominasinisme diterapkan pada Negara

lain. Khususnya dalam bidang PL, pihak yang menyampaikan Injil harus lebih

dahulu mengerti alasan permulaan denominasi gereja dari segi sejarah, budaya dan

Alkitab. Khususnya Indonesia terdir dari berbagai macam budaya, suku dan bahasa.

Oleh karena itu semua orang tidak bisa menjadi anggota sebuah denominasi gereja

karena latar belakang gereja, budaya dan bahasa mereka secara sembarangan.

54

Page 55: Oikumenika GEREJA

Dalam konsep gerakan oikumene, pasti timbul berbagai macam tantangan yang

berhubungan dengan hal tersebut khususnya warna teologia yang dimiliki setiap

denominasi gereja. Awal tujuan gerakan oikumene adalah supaya bisa bekerjasama

Amanat Agung Tuhan dalam biang penginjilan. Oleh seba itu, baik pihak Injili

maupun pihak WCC harus bekerja keras untuk mencapai tujuan itu sebagai mitra

kerja. Di lapangan PI di seluruh dunia dimana-mana khususnya di egera ketiga yang

beragama Islam, Hindu, Budha, Animisme, dll. Kristen merupakan kelompok

minoritas. Di Amerika, Korea dan Eropa merupakan kelompok Kristen mayoritas,,,

oleh karena itu Kristen tidak dituntut untuk menjadi satu tetapi seperti Negara yang

ketiga khususnya di Indonesia orang kafir merupakan jumlah minoritas. Kenyataan

ini menjadi alasan untuk menjalankan gerakan oikumene antara denominasi gereja.

Dan juga agama Kristen dianggap agama Barat, anti social dan pemerintah di

Negara anti Kristen. Dengan situasi ini Protestan yang terus terpecah-pecah antar

denominasi gereja tidak dapat mempengaruhi masyarakat sebaliknya hanya akan

membahayakan keberadaan gereja masyarakat setempat.

Setiap gereja dan pemimpin harus mengajar jemaat mengenai konsep kesatuan

gereja. Namun gerakan ini sering menghadapi banyak tantangan karena

mengandung dua masalah: (1) Doktrin gereja, (2) Kesatuan. Dua masalah ini

mengandung suatu persoalan yang sangat rumit. Jika terlalu menekankan prinsip

Alkitab maka kesatuan sulit terwujud, sementara jika terlalu menenkankan kesatuan

maka mengorbankan kebenaran. Inilah pergumulah kita. Oleh karena itu banyak

pihak berkata bahwa kebenaran dan kesatuan mustahil terwujud. Tetapi walaupun

55

Page 56: Oikumenika GEREJA

ada banyak hambatan dan tantangan dalam kesatuan, tetapi semua pihak harus

berusaha dengan memiliki konsep bahwa kesatuan Alkitab akan terwujud.

Alkitab mengajar bahwa semua itu merupakan kebenaran, kasih, persekutuan dan

kesatuan. Supaya kit bisa memiliki konsep kesatuan yang benar, maka perlu

meninjau kesatuan yang Alkitabiah.

1. Kesatuan Dalam Allah.

Yohanes 17:23 merupakan nats yang membahas tentang oikumene. Namun

nats tersebut menekankan adanya kesatuan dalam kemuliaan Allah. “Aku di

dalam mereka dan Engkau di dalam Aku supaya mereka sempurna menjadi

satu, agar dunia tahu, bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa

Engkau mengasihi mereka, sama seperti Engkau mengasihi Aku”. Tempat

dimana yang tidak ada kemuliaan Allah dan iman yang bersatu dengan Allah

jelas tidak ada kesatuan. Yesus sendiri menegaskan hal itu dalam Yohanes

15:1-8. Dalam ayat 5 “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.

Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, Ia berbuah banyak,

sebab di luar Aku kamu tidak dberbuat apa-apa”. Di luar Yesus, segala sesuatu

akan sia-sia, tidak terkecuali orang Kristen, mereka adalah sesuatu yang tidak

bisa dipisahkan dari Yesus Kristus, seperti batang pohon anggur dan rantingnya.

Berbagai macam usaha, gerakan, organisasi, rencana, visi dan kesatuan tanpa

Yesus tidak berarti. Iman terhadap Yesus Kristus merupakan suatu dasar yang

hanya bisa memulai segala sesuatu. Oleh sebab itu dalam gerakan oikumene

mestinya ada pengakuan iman terhadap Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh

Kudus.

56

Page 57: Oikumenika GEREJA

Dalam surat Paulus, kebenaran itu sangat ditegaskan oleh Paulus. “Kasih

karuniadan damai sejahtera dari Allah Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus

menyertai kamu. Aku senantias mengucap syukur kepada Allahku karena kamu

atas kasih karunia Allah yang dianugerahkanNya kepada kamu dalam Kristus

Yesus” (1 Korintus 1:3-4). Allah yang memanggil kamu kepada persekutuan

dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita adalah setia (ayat 9).. Selain nats

ini di dalam setiap surat yang Paulus tulis, Paulus menegaskan bahwa dia

dipanggil oleh Allah sebagai rasul di dalam Yesus menurut kehendak Allah.

Paulus tidak bisa membayangkan bahwa dia adalah seorang rasul yang

dipanggil oleh Allah di luar Yesus Kristus.

Paulus merupakan seorang murid yang meneruskan pola dan jalan kehidupan

Yesus Kristus. Ia juga memiliki jiwa Yesus dalam melaksanakan tugas PI. Dia

selalu mengajak jemaat-jemaat yang didirikannya untuk mewujudkan kesatuan

yang hanya ada di dalam Yesus Kristus. Dan selain Yesus tidak ada factor lain

yang dapat digantikan dengan Yesus. Di dalam 1 Kor 1:10-17, 3:1-18 ketika

terjadi perpecahan dalam jemaat-jemaat di dalam gereja Korintus ada beberapa

golongan yaitu gologan Paulus……………………………………….tidak terbagi-

bagi dan selain Yesus tidak ada orang-orang tertentu sebagai dasar gereja.

Yesus adalah dasar gereja.

Jelas kebenaran ini menunjukkan bahwa Yesus merupakan satu-satunya yang

mempersatukan seluruh umat Tuhan. Untuk itu semua umat Tuhan dituntut

menyatakan pengakuan iman terhadap penebusan, pengorbanan, kebangkitan

57

Page 58: Oikumenika GEREJA

dan kedatangan Yesus sebagai Mesias satu-satunya. Oleh sebab itu tanpa

factor tersebut kesatuan tidak mungkin terwujud.

Teologia Liberal di WCC yang dipengaruhi filsafat dunia dan historical criticism

yang mengurangi nilai wibawa Alkitab dan Kristologi menyebabkan gerakan

oikumene yang diusahakan oleh pihak Injil terhambat. Alkitab berkali-kali

menekankan kesatuan hanya akan terjadi dalam Allah Tritunggal.

2. Kesatuan Melalui Karya Roh Kudus

Kesatuan merupakan karya Roh Kudus. Ketika Roh Kudus bekerja pada jemaat

gereja mula-mula pada hari Pentakosta, para jemaat saling menolong dan

membagikan persekutuan kasih dalam kesehatian. Mereka mempraktekkan

prinsip ekonomi yang rohani untuk kebutuhan orang lain. Oleh karena itu Alkitab

menyebut Roh Kudus sebagai persekutuan Roh Kudus (2 Kor 13:13). Rasul

Paulus berkata bahwa jemaat Tuhan diperdamaikan dengan Allah dan jemaat

melalui salib Kristus dalam Roh Kudus (Ef 2:16-19). Ini berarti kesatuan antara

jemaat dan gereja telah terwujud. Dalam Injil Yohanes 17:22 Yesus tidak

menasehati untuk menjadi satu tetapi berfirman bahwa kesatuan sudah nampak.

Yesus berdoa supaya kesatuan ini tetap terpelihara.

Pada hakekatnya kesatuan umat Tuhan sudah terwujud sejak zaman Yesus.

Oleh karena itu upaya-upaya gerakan oikumene merupakan sesuatu yang

bertentangan dengan doa Yesus. Setelah gereja Tuhan bertumbuh secara

kuantitas perlu adanya suatu mekanisme yang sistimatis untuk menjalankan

gereja Tuhan muncul. Sebenarnya Allah tidak menghendaki gereja Tuhan

menjadi sesuatu yang bersifat organisasi manusia, namun setiap situasi zaman

58

Page 59: Oikumenika GEREJA

menuntut gereja Tuhan berubah. Contohnya, Tuhan tidak menghendaki gereja

mula-mula menjadi gereja Katolik yang sekarang ini. Namun setelah titah kaisar

Konstantinopel, gereja yang diakui oleh kerajaan Romawi sebagai agama resmi

yang dianut oleh masyarakat maka gereja Tuhan mulai menjadi suatu organisasi

yang bersifat sekuler. Dan setelah reformasi gereja lahirlah gereja Protestan

yang terpisah dari gereja Katolik. Jadi yang mestinya mewujudkan tujuan

oikumene justru melahirkan banyak doktrin gereja. Hal seperti ini menyebabkan

tujuan gerakan oikumene mundur dari tujuan oikumene yang sebenarnya.

Akibatnya sampai saat ini di setiap Negara yang mayoritas Kristen mengalami

perpecahan gereja. Banyaknya denominasi gereja yang memang bisa diterima

sebagai suatu kenyataan dari kelemahan dan keterbatasan manusia, akan tetapi

seluruh denominasi gereja harus berusaha supaya kesatuannya bisa terwujud

dalam Roh Kudus.

Di dalam Sejarah Gereja sudah pernah ada gerakan oikumene melalui gerakan

PI sedunia khususnya abad 19. Gerakan ini merupakan gerakan yang berasal

dari Roh Kudus. Sayangnya ada suatu kelemahan pada gereja Indonesia yaitu

nasib sstiap denominasi gereja tergantung pada pemimpin-pemimpin tertentu

yang saling mencari jasa dan keuntungan pribadi. Pendapat dan pengalaman

seorang pemimpin denominasi gereja maupun lembaga Kristen sering

menentukan arah dan warna doktrin gereja, oleh sebab itu doa Yesus dalam

Yohanes 17 selalu dihalangi.

3. Kesatuan Dalam Kebenaran Mutlak

59

Page 60: Oikumenika GEREJA

Gerakan oikumene WCC mengindari doktrin gereja dengan menunjukkan slogan

bahwa doktrin gereja memecahkan, kasih mempersatukan”. Oleh sebab itu

sebagai akibatnya gerakan oikumene WCC CC menjadi gerakan yang terlalu

ekstrim sampai merangkul doktrin gereja yang berbahaya seperti teologia

pembebasan. Hal itu menunjukkan bahwa gerakan oikumene WCC mengandung

suatu bahaya karena gerakan tersebut tidak diadakan dalam kebenaran.

Menurut Kis 2:42 “Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam

persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa”.

Di dalam nats ini pengajaran harus diterjemahkan sebagai dasar kebenaran

agama Kristen. Gerakan oikumene di luar kebenaran Firman Tuhan merupakan

suatu mimpi yang akan melayang.

Akhirnya kita tidak memandang kesatuan gereja yang bersifat organisasi dan

denominasi gereja, yang biasanya diartikan dengan beraneka ragam dalam

kesatuan, seperti yang telah dikatakan dalam 1 Korintus 12:12 “Karena sama

seperti tubuh itu satu dan anggota-anggotanya banyak, dan segala anggota itu,

sekalipun banyak, merupakan satu tubuh, demikian pula Kristus”. Walaupun ada

perbedaan antara denominasi gereja yang percaya pada dasar kebenaran tetapi

semuanya sudah menjadi satu di dalam Yesus Kristus. Penekanan adanya

kesatuan bermaksud bukan memisahkan kesatuan yang telah nampak dalam

Yesus, namun sebaliknya untuk mempersatukan. Kebenaran dan kesatuan

seharusnya mengandung suatu persamaan dan tidak saling bertentangan. Kita

harus berusaha supaya factor manusia tidak mencemarkan tujuan gerakan

oikumene yang sudah ada dalam doa Yesus.

60

Page 61: Oikumenika GEREJA

H. PEDOMAN DAN TINDAKAN UNTUK KESATUAN GEREJA

Erickson yang menjadi dosen di Southestern Baptist Theological Seminary memberi

sarana kepada gerakan kesatuan gereja yang efektif. Menurut Erickson kita bisa

melakukan apa yang kita perbuat untuk kesatuan melalui doa Yesus untuk kesatuan

gereja.

1. Gereja Yesus Kristus adalah satu. Seluruh orang percaya yang terikat pada

Tuhan dan satu dalam Kristus merupakan anggota Roh Kudus (1 Kor 12:13).

2. Integrasi rohani orang percaya harus diungkapkan melalui praktek kasih,

persekutuan dan persahabatan. Walaupun orang percaya itu saling berbeda dari

segi organisasi namun harus menerima pengakuan dari pihak lain bahwa

mereka sendiri adalah satu sebagai orang percaya.

3. Dari segala bentuk orang Kristen sedapat mungkin harus menjalin kerjasama.

Walaupun tidak bisa kompromi dalam hal mempraktekkan doktrin gereja namun

dalam hal kekeuatan harus menjadi satu, dengan kata lain betapa pentingnya

orang Kristen diberi kesempatan yang bisa membuat mereka menjadi satu dalam

Kristus dengan meletakkan berbagai perbedaan yang ada dalam kekristenan.

Hal menjadi satu merupakan suatu bukti yang harus diperlihatkan pada dunia.

Hal itu sekaligus juga harus menjadi kesempatan pelayanan yang bisa

memanfaatkan sumber daya kita dengan benar.

4. Perlu hati-hati dalam menyusun dasar-dasar doktrin gereja dan tujuan lingkup

persekutuan. Menurut Erickson sejak tahun 1910 di konferensi misi Edinberg

banak bahan yang pokok digantikan dengan Amanat Agung sebagai pokok

perhatiannya tetapi sampai sekarang Amanat Agung Yesus masih merupakan

61

Page 62: Oikumenika GEREJA

tugas utama bagi gereja. Akibatnya kegiatan-kegiatan yang tidak bisa memberi

jasa yang hanya membutuhkan dana dan waktu tidak bisa dibenarkan dan harus

kembali kepada tujuan gerakan oikumene gereja yang sebenarnya.

5. Kita harus mempunyai suatu kewajiban untuk memelihara gereja dari gerakan

kesatuan dan dari lembaga yang melemahkan daya gereja rohani. Sampai saat

ini gereja yang masih bertumbuh adalah gereja Injili dan konservatif. Mereka

percaya bahwa gereja Injili dan konservatif memiliki daya untuk mewujudkan

kesatuan gereja. Oleh sebab itu kita harus menilai dan menghindari lembaga-

lembaga yang mengurangi daya serta kesatuan kita secara serius.

6. Orang percaya tidak boleh meninggalkan gereja induk mereka. Jika gereka induk

memiliki kemungkinan untuk menyelesaikan segala permasalahan maka gereja

induk harus terus menjalankan tugas tanpa menyerah. Seperti kaum Injili dan

konservatif, karena ada permasalahan dalam gereja mereka maka kaum injili

dan konservatif memisahkan diri dari pihak oikumene yang dilakukan secara

sepihak. Hal ini menyebabkan pendapat dan usulan pihak injili dan konservatif

tidak bisa dibahas oleh pihak oikumenis.

7. Semua orang Kristen perlu mengevaluasi motifasi dan tujuan adanya perpisahan

dan perpecahan gereja. Apakah motifasi dan perpecahan gereja terjadi karena

kepercayaan dan prinsip yang benar atau merupakan ambisi seorang pribadi dan

pergumulan kepribadian. Jika orang percaya memiliki iman dan tujuan yang

sama terpisah berarti hal itu menjadi ketidakpercayaan terhadap The Cause of

Christ.

62

Page 63: Oikumenika GEREJA

8. Jangan mengkritik dan memojokkan pihak lain baik itu secara pribadi, secara

organisasi gereja maupun secara denominasi gereja karena adanya perbedaan

dan ketidaksamaan, tetapi hendaklah satu sama lain saling membantu,

memperbaiki dan menolong melalui kebenaran dalam proses kesatuan. Prinsip

Kristen adalah melakukan segala sesuatu dengan jiwa dan kasih Yesus Kristus

sebab kebenaran senantiasa terikat pada kash.

63