-
1
OBJEKTIVITAS BERITA KONFLIK BASUKI TJAHJA PURNAMA
DENGAN DPRD DKI JAKARTA
(Studi Analisis Isi Tentang Obyektivitas Berita Konflik Antara
Basuki
Tjahja Purnama dengan DPRD DKI Jakarta Periode 18 Januari - 31
Maret
2015 Pada Portal Berita Detik.com)
Muhammad Afiq Naufal
Haryanto
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas
Sebelas Maret Surakarta
Abstract
The press or mass media in Indonesia has entered the reform era,
where
the press is freer. Free does not mean freedom to disseminate
news or any
information, but the meaning of free is fair and accountable to
standards of truth,
accuracy, objectivity and balance according to the theory of
social responsibility
of the press system. But this time, the mass media in Indonesia
are generally
owned by individuals who have political interests and was often
a media darling,
so objectivity of the mass media is unquestionable
This study aims to determine and review how Detik.com news
objectivity
in reporting the conflict between Ahok with the Jakarta
legislative Council. This is
because Detik.com a pioneer online news portal in Indonesia and
online news
portals frequently accessed by the people of Indonesia that
Detik.com must
consider the objectivity of their news because the objectivity
of news affecting the
quality of news.
In this study, researchers used the content analysis method by
collecting
data from counting of emerging news variable from conflict
between Ahok with
Jakarta legislative council on news portal Detik.com period
January 18 to March
31 , 2015 at a total sample of 50 news. The data analysis
technique used in this
research is descriptive to describe objectively and
systematically. From these results it can be concluded that the
overall Detik.com able to
meet factuality side but on the side of impartiality can not be
fulfilled because
there are still many who simply covering the news from one point
of view and
from the negative side .
Keywords: Content Analysis, Objectivity, Detik.com, News
Conflict.
-
2
Pendahuluan
Pers atau media massa di Indonesia telah memasuki era reformasi,
dimana
era reformasi ini, pers diberikan kebebasan. Kebebasan ini bukan
berarti bebas
menyebarluaskan berita atau informasi apapun, melainkan bebas
yang adil dan
bertanggung jawab sesuai teori sistem pers tanggung jawab sosial
yang
ditulisakkan Siebert, Peterson, dan Schramm bahwa pers harus
memberikan
informasian dengan standar kebenaran, akurasi, objektivitas
serta keseimbangan1.
Pers atau media massa sendiri memiliki peranan umum yaitu
mengontrol atau
mengkritik langkah pemerintah dan memberikan gambaran kepada
pemerintah
mengenai reaksi masyarakat terhadap keputusan yang dibuat oleh
pemerintah.
Seperti yang dikatakan Bernard C. Cohen bahwa beberapa peran
yang umum
dijalankan pers diantaranya sebagai pelapor artinya melaporkan
kebijakan-
kebijakan yang dibuat kepada masyarakat (informer), penafsir
yang diartikan
menafsirkan kebijakan-kebijakan pemerintah atau bahasa yang
sulit dipahami
menjadi bahasa yang dapat dipahami oleh publik (interpreter),
wakil dari publik
dengan kata lain melihat dan melaporkan reaksi publik
(representative of the
public), dan peran jaga yang artinya pengeritik pemerintah
(watchdog)2. Melihat
peran tersebut seharusnya pers atau media massa menjadi alat
kontrol sosial dan
bukan menjadi alat pendukung individu atau kelompok-kelompok
tertentu yang
memiliki kepentingan.
Di dalam teori sistem pers tanggung jawab sosial mengatakan
bahwa pers
harus menginformasikan dengan standar objektivitas. Objektif
merupakan
penggambaran keadaan sesuai fakta yang jauh dari pendapat diri
sendiri. Michael
Bugeja seorang pengajar jurnalisme di Iowa State berpendapat
bahwa objektif
adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang
anda harapkan3.
Edi Santoso seorang dosen Ilmu Komunikasi Universitas Soedirman
Purwokerto
berpendapat, objektivitas berita merupakan penyajian berita yang
bersifat netral,
1Nia Kurniati Syam. Sistem Media Massa di Era Reformasi:
Perspektif Teori Normatif Media
Massa. Bandung: MediaTor, 2006. Hal. 73 2Luwi Ishwar.
Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta: Kompas, 2007. Hal.
7-8
3Ibid, Hal. 44
-
3
tidak berat sebelah, dan selalu bekerja atas dasar fakta, bukan
pandangan atau
keyakinan pribadi4.
Namun saat ini, media massa di Indonesia sebagian besar dimiliki
oleh
individu-individu yang memiliki kepentingan politik, sehingga
keobjektivisan
media massa sekarang ini perlu dipertanyakan khususnya ketika
media tersebut
meliput lawan politik dari pemilik media tersebut atau sosok
yang mencuri
perhatian khalayak dan dapat menyenangkan media massa (media
darling).
Seperti halnya Detik.com, yang selalu memberitakan Ahok ketika
menjadi
Gubernur DKI Jakarta hingga puncaknya ketika terjadi konflik
antara Ahok
dengan DPRD DKI Jakarta. Sehubungan dengan itu, peneliti
tertarik untuk
meneliti keobjektivitasan berita konflik Ahok dengan DPRD DKI
Jakarta pada
portal berita Detik.com tersebut dengan metode analisis isi.
Menurut Holsti,
metode analisis isi merupakan suatu teknik untuk mengambil
kesimpulan dengan
mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu pesan
secara objektif,
sistematis, dan generalisasi.5 Dengan demikian peneliti akan
mengambil
kesimpulan secara umum dengan melihat karakteristik khusus yang
telah
ditentukan.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat
dirumuskan
rumusan masalahnya adalah “Bagaimana objektivitas berita konflik
antara Ahok
dengan DPRD DKI Jakarta pada portal berita Detik.com periode 18
Januari – 31
Maret 2015?”
4Edi Santoso. Memaknai Ulang Objektivitas dalam Media Massa
(Sebuah Apresiasi pada Praktik
Jurnalisme Subyektif). Purwokerto: Ilmu Komunikasi Unsoed, 2011.
Hal. 2 5Dewan Pers. Menyingkap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar
di Indonesia. Jakarta: Pusat
Kajian Media dan Budaya Populer, Dewan Pers, dan Departemen
Komunikasi dan Informatika,
2006. Hal. 33
-
4
Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menjelaskan
objektivitas berita konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta
pada portal
berita Detik.com periode 18 Januari – 31 Maret 2015.
Telaah Pustaka
1. Teori Sistem Normatif Media Massa
Terdapat empat teori sistem normatif media massa yang
ditemukan
Siebert, Peterson, dan Schramm yaitu (a) Teori Sistem Pers
Otoriter, (b) Teori
Sistem Pers Bebas, (c) Teori Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial,
(d) Teori
Sistem Pers Soviet. Dennis McQuail menambahkan dua teori sistem
normatif
media massa, yaitu (e) Teori Sistem Pers Pembangunan dan (f)
Teori Sistem Pers
Demokratis Partisipan6.
a) Teori Sistem Pers Otoriter
Teori ini pada umumnya diterapkan oleh negara yang menggunakan
sistem
politik otoriter, dimana prinsip umum dalam teori pers otoriter
ini adalah pers
dilarang melakukan hal-hal yang dapat merusak wewenang yang
berlaku, pers
harus tunduk kepada penguasa/otoritas kekuasaan, pers harus
menghindari
perbuatan yang menentang nilai-nilai moral dan politik kaum
mayoritas,
penyensoran diberlakukan untuk menerapkan prinsip-prinsip yang
dianut,
kecaman terhadap pemegang kekuasaan/otoritas tidak dibenarkan,
wartawan
dan profesional tidak memiliki independensi dalam organisasi
medianya.
b) Teori Sistem Pers Bebas
Teori ini diterapkan oleh negara yang menganut sistem demokrasi
liberal
dan reaksi dari adanya sistem pers otoriter. Prinsip yang
diterapkan dalam
teori sistem pers bebas ini adalah tidak ada penyensoran dalam
penyiaran,
setiap orang bebas memiliki media tanpa adanya surat izin,
kecaman terhadap
pemerintah tidak dapat dipidanakan, wartawan memiliki otonomi
yang kuat
profesional yang kuat dalam organisasi medianya.
6Nia Kurniati Syam. loc.cit. Hal. 72
-
5
c) Teori Sistem Pers Tanggung Jawab Sosial
Teori ini terbentuk karena teori sistem pers bebas dianggap
telah
melenceng dari tujuan kebebasan pers yang sebenarnya dan tidak
mampu
melindungi kepentingan masyarakat. Prinsip yang diterapkan dalan
teori ini
adalah pers harus memenuhi dan menerima kewajiban tertentu
kepada
masyarakat, kewajiban tersebut menyangkut keinformasian dengan
standar
kebenaran, akurasi, objektivitas dan keseimbangan, pers bebas
dalam
melaksanakan tugasnya, pers berisfat plural dan merefleksikan
kebhinekaan
masyarakat dengan menampilkan berbagai sudut pandang dan
memberikan
jaminan hak jawab, pers harus menghindari dari setiap upaya yang
mengarah
pada tindakan kejahatan, merusak tatanan sosial/meyakiti
kelompok minoritas,
masyarakat berhak untuk menuntut standar kinerja yang tinggi
dari pers
sehingga intervensi dibenarkan karena pers merupakan public
good, dimana
wartawan bertanggung jawab terhadap masyarakat, pemilik pers dan
pasar.
d) Teori Sistem Pers Soviet
Teori sistem pers yang muncul di negara Uni Soviet. Prinsip
utama yang
digunakan adalah pers merupakan kaki tangan penguasa, pihak
swasta tidak
boleh memiliki media, pers harus memberikan pemikiran yang
lengkap dan
objektif megenai masyarakat dan dunia sesuai ajaran Marxisme
dan
Leninisme, masyarakat dapat melakukan sensor dan memberikan
hukuman
utuk mencegah publikasi yang bersifat antisosial.
e) Teori Sistem Pers Pembangunan
Teori sistem pers ini muncul pada tahun 60an dan banyak
digunakan di
negara-negara berkembang. Prinsip yang digunakan pada sistem ini
adalah
pers harus menginformasikan tugas-tugas positif pembangunan
sesuai
kebijakan, kebebasan pers dibatasi oleh kebutuhan masyarakat
negara
berkembang dan ekonomi, mengutamakan budaya dan bahasa
nasional,
memprioritaskan informasi dan isi berita tentang negara-negara
tetangga,
wartawan memiliki kebebasan dan tanggung jawab dalam
menjalankan
tugasnya, pemerintah dapat ikut campur, memberikan batasan
dan
penyensoran demi kepentingan negara.
-
6
f) Teori Sistem Pers Demokratis Partisipan
Teori sistem pers ini banyak diterapkan di negara-negara
berkembang
yang menganut sistem liberal. Prisip dari sistem pers ini adalah
setiap orang
berhak mendapatkan akses terhadap media dan berhak untuk
dilayani, media
tidak tunduk kepada pemerintah, keberadaan media ditujukan
untuk
kepentingan khalayak bukan golongan, setiap individu atau
kelompok bebas
memiliki media, kebutuuhan sosial tertentu yang terkait dengan
media tidak
cukup dikemukakan melalui tuntutan konsumen secara individual
ataupun
negara dan berbagai sasaran utama kelembagaan.
2. Berita
Berita adalah informasi terkini mengenai peristiwa yang telah
terjadi atau
belum diketahui sebelumnya7. Menurut Melvin Mencher (2003)
berita memiliki
dua poin dalam definisinya, yaitu berita adalah sebuah informasi
tentang jeda dari
alur normal dari sebuah kegiatan, mengalami masukan yang
diharapkan dan
penyimpangan dari norma. Kedua, berita adalah informasi yang
dibutuhkan orang
untuk berdiskusi untuk hidupnya8.
Melihat dari dua definisi di atas, berita merupakan pelaporan
peristiwa
yang sedang terjadi berdasarkan fakta yang diolah oleh media
agar masyarakat
mengetahui peristiwa tersebut agar dapat didiskusikan.
Ada dua kategori berita menurut Sumadiria yakni berita berat
(hard news)
dimana berita ini menyangkut kepentingan orang banyak dalam
hubungannya
dengan kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) yang kedua adalah
berita ringan
(soft news) dimana berita ini menyangkut kepentingan sekelompok
pembaca
tertentu atau daerah tertentu dan terkadang tidak terlalu
dibutuhkan9.
Di dalam berita terdapat elemen-elemen yang menjadi dasar sebuah
berita.
Menurut Septiawan Santana ada sepuluh elemen nilai berita,
yaitu10
7Wahyu Wibowo. Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta: PT Kompas
Media Nusantara, 2009.
Hal.13 8Dewan Pers. op.cit. Hal. 7
9Haris Sumadiria. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan
Feauture. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media, 2006. Hal. 65 10
Septiawan Santana, Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2005. Hal. 18
-
7
a) Immediacy (kesegaran peristiwa)
b) Proximity (kedekatan peristiwa)
c) Consequence (mengandung nilai konsekuensi atau dampak)
d) Conflict (konflik atau peperangan)
e) Oddity (peristiwa yang jarang terjadi)
f) Sex (seks)
g) Human interest (peristiwa yang menarik emosi)
h) Prominence (orang terkenal)
i) Suspense (peristiwa yang ditunggu-tunggu)
j) Progress (perkembangan peristiwa)
3. Objektivitas Berita
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, objektif adalah mengenai
keadaan
yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pedapat atau pandangan
pribadi. Michael
Bugeja seorang pengajar jurnalisme di Iowa State berpendapat
bahwa objektif
adalah melihat dunia seperti apa adanya, bukan bagaimana yang
anda harapkan
semestinya11
.
Sesuatu dikatakan objektif dasarnya adalah adanya fakta yang
diungkapkan
oleh seseorang apakah seseorang itu melihat langsungatau fakta
yang dia dapatkan
itu dari membaca media cetak. Dalam hal ini fakta memilliki dua
arti yaitu fakta
berdasarkan pada apa yang dapat diindra oleh manusia secara
langsung dan fakta
yang dikonstruksikan oleh pikiran seseorang yang dikemukakan
pada orang lain12
.
Menurut Siahaan, objektivitas berita adalah penyajian berita
yang benar,
tidak memihak, dan berimbang. Objektivitas berita dapat dilihat
melalui truth
(sejauh mana fakta yang disajikan benar atau bias diandalakan),
relevansi (sejauh
mana aspek-aspek fakta yang diberitakan dengan standar
jurnalistik) dan
ketidakberpihakan (sejauh mana fakta-fakta yang diberitakan
bersifat netral dan
11
Luwi Ishwar. op.cit. Hal. 44 12
Nurudin. Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Hal. 76
-
8
berimbang)13
.Sedangkan Edi Santoso seorang dosen Ilmu Komunikasi
Universitas
Soedirman Purwokerto berpendapat, objektivitas berita
mensyaraktkan wartawan
untuk netral, tidak berat sebelah, dan selalu bekerja atas dasar
fakta, bukan
pandangan atau keyakinan pribadi14
. Dalam pengertian-pengertian di atas,
objektivitas berita merupakan cara menyajikan sebuah berita yang
berdasarkan
fakta dan jujur secara seimbang tanpa adanya unsur
keberpihakan.
Ada indikator untuk menilai objektivitas sebuah berita yang
dituliskan
oleh Dennis McQuail yaitu faktualitas dan imparsialitas.
Faktualitas memiliki dua
aspek yaitu truth (faktual, akurasi, kelengkapan) dan relevansi.
Sedangkan
imparsialitas juga memiliki dua aspek yaitu balance (cover both
sides dan
proporsional) dan netralitas (non-evaluative dan
non-sensational) 15
.
Faktual merupakan pemisahan antara fakta dan opini sehingga
berita
tersebut merupakan hasil dari kejadian nyata dan berdasarkan
fakta dan tidak
dibuat-buat atau rekayasa berdasarkan opini pribadi wartawan.
Akurasi
merupakan verifikasi terhadap fakta, relevansi sumber berita dan
akurasi
penyajian sebuah berita yang dapat dilihat melalui cek dan
ricek. Kelengkapan
berita dapat dilihat dari pemuatan 5W + 1H (Who, Where, When,
What, Why dan
How). Relevansi merupakan kesesuaian antara judul dengan isi
berita dan
kesesuaian sumber berita dengan isi berita sehingga menjadikan
berita tersebut
relevan dengan kebutuhan informasi masyarakat.
Cover both sides merupakan berita yang dapat menampilkan semua
sisi,
tidak memilih sisi tertentu dan tidak menghilangkan sisi
lainnya. Porposional
merupakan memuat dua sisi yang berlawanan secara bersamaan dan
porsi dalam
pemuatannya seimbang (even handed evaluation). Non-evaluative
merupakan
penulisan berita yang tidak memberikan penilaian atau judgement
pada salah satu
sisi. Non-sensational merupakan penulisan berita yang tidak
bertele-tele dalam
menggunakan bahasa dan tidak melebih-lebihkan fakta.
13
Ni Ketut Efrata Fransiska. Objektivitas Pemberitaan Peserta
Partai Politik Tahun 2009 Dalam
Periode Kampanye Pemilihan Legislatif di Koran Nasional.
Surabaya: Jurnal Ilmiah
SCRIPTURA, 2009. Hal. 154 14
Edi Santoso. loc.cit. Hal. 2 15
Dewan Pers. op.cit. Hal. 10
-
9
4. Analisis Isi
Analisis isi pertama kali dipublikasikan pada tahun 1893
dengan
megajukan pertanyaan retorik “Apakah surat kabar menyajikan
berita?” ketika
surat kabar di Amerika Serikat lebih memilih menuliskan berita
tentang gosip,
skandal dan olahraga (Speed, 1893). Dengan melakukan pengukuran
sederhana
terhadap ruang kolom surat kabar yang disediakan untuk pokok
persoalan
tertentu, para jurnalis berusaha mengungkap “kebenaran surat
kabar” (Street,
1909) yang hasilnya motif keuntunganlah yang menyebabkan
berkembangnya
“jurnalisme kuning”16
.
Krippendorff menyatakan bahwa analisis isi adalah suatu teknik
penelitian
untuk membuat inferensi yang dapat direplikasi dan sahih datanya
dengan
memperhatiakan konteksnya17
. Sedangkan Berelson mendifinisikan sebagai teknik
penelitian untuk mendeksripsikan secara objektif, sistematik dan
kuantitatif isi
komunikasi yang tampak18
.
Analisis isi merupakan metode riset yang dapat diaplikasikan
untuk
meneliti pesan media19
. Holsti juga berpendapat, metode analisis isi merupakan
suatu teknik untuk mengambil kesimpulan dengan mengidentifikasi
berbagai
karakteristik khusus suatu pesan secara objektif, sistematis,
dan generalisasi.20
Metodologi
Penelitian ini menggunakan metode analisis isi. Seperti yang
dikatakan
Holsti, metode analisis isi merupakan suatu teknik untuk
mengambil kesimpulan
dengan mengidentifikasi berbagai karakteristik khusus suatu
pesan secara objektif,
sistematis, dan generalisasi21
. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
semua berita konflik antara Ahok dengan DPRD DKI Jakarta pada
portal berita
16
Klaus Krippendorff. Analisis Isi: Pengantar Teori dan
Metodologi. Jakarta: Rajawali Pers,
1991. Hal. 3 17
Ibid. Hal. 15 18
Ibid. Hal. 16 19
Dewan Pers. op.cit. Hal. 32 20
Ibid. Hal. 33 21
Dewan Pers. loc.cit. Hal. 33
-
10
Detik.com periode 18 Januari – 31 Maret 2015 dengan total 102
berita. Adapaun
penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini dilakukan secara
acak atau random
sampling (probability sampling) yaitu teknik pengambilan sampel
yang
memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota)
populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel, karena populasi terlalu besar sehingga
perlu menentukan
sampel dengan rumus Slovin n =N
1+N(e)2 dimana :
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengambilan
sampelyang masih dapat ditolerir atau diinginkan (penelitik
menggunakan 10%)
n =102
1 + (102 × (0.1)2)
Dimana total sampel yang dapat diambil dengan menggunakan
rumus
tersebut berjumlah 50 sampel.
Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing unit analisis
dan
kategorisasi yang digunakan sebagai pedoman untuk menganalisis
penelitian ini.
a) Faktual (Kejadian nyata yang berdasarkan fakta
sebenarnya).
Faktual terdiri dari dua fakta yaitu fakta sosiologis (fakta
yang
bersumber dari peristiwa atau kejadian nyata tanpa unsure opini)
dan
fakta psikologis (fakta yang bersumber dari pernyataan,
penilaian dan
pendapat seseorang terhadap suatu peristiwa)
b) Akurasi (Verifikasi terhadap fakta dengan cara cek dan ricek
agar
fakta dapat dikonfirmasi dan teruji kebenarannya)
Akurasi diukur melalui adanya kegiatan cek dan ricek (jika
berita
mencantumkan narasumber, tempat dan waktu secara jelas) dan
tidak
ada kegiatan cek dan ricek (jika berita tidak mencantumkan
narasumber, tempat dan waktu secara jelas)
c) Kelengkapan (Penyertaan unsur 5W + 1H (Who, Where, When,
What, Why dan How dalam berita).
-
11
Berita dikatakan lengkap jika mencantumkan unsur 5W+1H dan
berita dikatakan tidak lengkap jika tidak mencantumkan salah
satu
unsure 5W+1H
d) Relevansi (Keterkaitan dan kesesuaian judul, narasumber dan
isi
berita)
Berita dikatakan relevan jika judul, narasumber dan isi
berita
sesuai dan berkaitan dan berita dikatakan tidak relevan jika
judul,
narasumber dan isi berita tidak sesuai dan tidak berkaitan.
e) Cover Both Sides (Menampilkan pendapat atau pandangan
dari
berbagai pihak)
Berita dikatakan multi sisi, jika berita memuat pendapat
dari
berbagai pihak selain dua pihak yang menjadi fokus pemberitaa.
Dua
sisi, jika berita memuat pendapat narasumber dari dua sisi
yang
berlawanan. Satu sisi, jika berita hanya memuat pendapat
narasumber
salah satu sisi saja.
f) Even Handed Evaluation (Menyajikan evaluasi secara dua sisi
baik
positif maupun negative)
Berita dikatakan netral jika menyajikan hal positif dan
negativf
pihak-pihak yang diberitakan secara bersamaan dan
proporsional.
Dikatakan positif, jika berita hanya menyajikan hal positif atau
pro
terhadap pihak-pihak yang diberitakan. Dan dikatakan negatif,
jika
berita hanya menyajikan hal negative atau kontra terhadap
pihak-pihak
yang diberitakan
g) Non-Sensational, jika fakta ditulis apa adanya tidak
dilebih-
lebihkan dengan memainkan kata atau kalimat. Sensational, jika
fakta
ditulis dengan cara melebih-lebihkan dan mempermainkan kata
atau
kalimat pada berita.
h) Non-Evaluative, jika wartawan tidak mencampurkan fakta
dengan
opini yang mengarah ke penilaian benar atau salahnya salah satu
sisi
atau pihak. Dikatakan Evaluative, jika wartawan mencampurkan
fakta
-
12
dengan opininya yang mengarah benar atau salahnya salah satu
sisi
atau pihak.
Sajian dan Analisis Data
1. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Faktual
Faktual merupakan salah satu aspek dari truth (kebenaran)
yang
berhubungan dengan faktualitas. Faktualitas sendiri merupakan
tolak ukur dari
kualitas sebuah berita. Faktual adalah kejadian nyata yang
berdasarkan fakta
sebenarnya. Faktual terdiri dari dua fakta, yaitu fakta
sosiologis dan fakta
psikologis. Fakta sosiologis merupakan fakta dimana berita
bersumber pada
peristiwa nyata tanpa unsur opini. Sedangkan Fakta Psikologis
adalah berita yang
faktanya berdasarkan opini seseorang terhadap suatu fakta dalam
bentuk
pernyataan, penilaian dan pendapat.
Tabel 1
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Faktual
No Faktual Frekuensi Persentase
1 Fakta Sosiologis 19 38%
2 Fakta Psikologis 31 62%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Hasil penelitian dari 50 sampel berita, Detik.com cenderung
menggunakan
fakta psikologis dimana faktanya bersumber kepada pendapat atau
opini pihak
tertentu dalam memberitakan suatu peristiwa dan hanya 38%
Detik.com
menggunakan fakta sosiologis dimana fakta berita bersumber
berdasarkan
peristiwa nyata.
2. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Akurasi
Seperti faktual, akurasi juga termasuk dari unsur truth
(kebenaran) sebuah
berita dan masih berhubungan dengan faktualitas. Akurasi
merupakan verifikasi
-
13
terhadap fakta, penyajian sebuah berita dan relevansi sumber
berita dengan
melakukan cek dan ricek. Cek dan ricek ini dapat dilakukan
dengan cara melihat
penulisan fakta pada berita adakah kesalahan dan kesesuaian
fakta dengan
narasumber serta isi berita. Berikut sajian data yang disajikan
dalam tabel
distribusi frekuensi.
Tabel 2
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Akurasi
No Akurasi Frekuensi Persentase
1 Ada Cek dan Ricek 42 84%
2 Tidak Ada Cek dan
Ricek
8 16%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Akurasi berita dapat dilihat dengan melakukan cek dan ricek.
Akurasi masuk
kedalam aspek truth (kebenaran) yang merupakan turunan dari
faktualitas guna
melihat objektivitas menurut Dennis McQuail. Cek dan ricek
disini meliputi
pengecekan penulisan fakta pada berita dan pengecekan sumber
berita waktu dan
lokasi secara jelas. Dari data diatas menunjukan bahwa Detik.com
cenderung
selalu melakukan cek dan ricek dalam beritanya. Hal ini
dibuktikan dengan
persentase adanya cek dan ricek sebesar 84%.
3. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Kelengkapan
Kelengkapan unsur 5W+1H merupakan salah satu syarat agar
tercapainya
objektivitas pemberitaan. Kelengkpan masih termasuk kedalam
aspek truth
(kebenaran) yang merupakan turunan dari faktualitas guna melihat
objektivitas
menurut McQuail. Berikut sajian data yang disajikan dalam tabel
distribusi
frekuensi.
-
14
Tabel 3
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Kelengkapan
No Kelengkapan Frekuensi Persentase
1 Lengkap 44 88%
2 Tidak Lengkap 6 12%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Hasil penelitian menunjukan bahwa Detik.com dalam menyajikan
informasi-informasi yang dituliskan dalam berita dapat dikatakan
lengkap karena
44 dari 50 sampel berita selalu menyajikan 6 unsur tersebut
(5W+1H), dengan
kata lain Detik.com selalu menyajikan apa yang diliputnya, siapa
yang diliputnya,
kapan peristiwa itu terjadi, dimana peristiwa itu terjadi,
mengapa peristiwa itu
terjadi dan bagaimana persitiwa itu bisa terjadi.
4. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Relevansi
Relevansi masuk dalam turunan faktualitas dimana faktualitas
ini
menentukan kualitas sebuah berita. Relevan juga termasuk unsur
untuk melihat
objektivitas berita menurut McQuil. Berikut sajian data yang
disajikan dalam tabel
distribusi frekuensi.
Tabel 4
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Relevansi
No Relevansi Frekuensi Persentase
1 Relevan 47 94,%
2 Tidak Relevan 3 6%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
-
15
Hasil penelitian dari kategori relevan menunjukan bahwa
Detik.com selalu
menyajikan berita yang relevan. Hal ini dibuktikan dengan 47
(94%) berita
memuat judul, narasumber dan isi yang saling berhubungan. Hanya
3 berita yang
tidak menunjukan keberhubungannya.
5. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Cover Both Sides
Cover both sides merupakan salah satu cara untuk menilai Balance
atau
keberimbangan berita dimana balance ini merupakan turunan dari
imparsialitas
(ketidakberpihakan). Berikut sajian data yang disajikan dalam
tabel distribusi
frekuensi.
Tabel 5
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Cover Both Sides
No Cover Both Sides Frekuensi Persentase
1 Satu Sisi 40 80%
2 Dua Sisi 9 18%
3 Multi Sisi 1 2%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Dari hasil penelitian menunjukan bahwa Detik.com cenderung hanya
satu
sisi dalam memberitakan konflik antara Ahok dan DPRD DKI
Jakarta. Dari 50
sampel berita hanya ada 9 berita yang meliput dua sisi dan 1
berita yag meliput
multi sisi.
6. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Even Handed Evaluation
Even Handed Evaluation merupakan salah satu turunan untuk
melihat
Balance dengan menampilkan sisi positif dan negatifnya. Berikut
sajian data yang
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
-
16
Tabel 6
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Even Handed Evaluation
No Even Handed
Evaluation
Frekuensi Persentase
1 Positif 10 20%
2 Negatif 26 52%
3 Netral 14 18%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, Detik.com dalam memberitakan lebih
sering
menuliskan hal negative. Hal ini dapat dibuktikan dengan
persentase pada kolom
negatif sebesar 52% atau 26 berita.
7. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Non Sensational
Non sensational merupakan salah satu turunan untuk melihat
netralitas.
Non sensational adalah penulisan berita berdasarkan fakta yang
tidak dilebih-
lebihkan atau memainkan kata-kata atau kalimat. Berikut sajian
data yang
disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
Tabel 7
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan DPRD
DKI Jakarta berdasarkan Non Sensational
No Non Sensational Frekuensi Persentase
1 Non Sensational 46 92%
2 Sensational 4 8%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan penelitian dan tabel di atas, Detik.com menjaga
ke
netralitasannya dengan menuliskan berita yang tidak menggunakan
kata atau
kalimat sensasional. Hal ini dapat dilihat dari tabel bahwa 46
berita masuk
-
17
kedalam berita yang non-sensational dan hanya 4 berita yang
masuk kedalam
berita yang sensational.
8. Penyajian Data Objektivitas Berita Konflik Ahok dengan DPRD
DKI
Jakarta berdasarkan Non Evaluative
Non Evaluative termasuk salah satu turunan untuk menilai
netralitas. Non
evaluative merupakan penulisan berdasarkan fakta tanpa campuran
opini yang
mengarah atau menggiring ke penilaian benar atau salah salah
satu pihak. Berikut
sajian data yang disajikan dalam tabel distribusi frekuensi.
Tabel 8
Distribusi Frekuensi Data Objektivitas Berita Konflik Ahok
dengan
DPRD DKI Jakarta berdasarkan Non Evaluative
No Non Evaluative Frekuensi Persentase
1 Non Evaluative 42 84%
2 Evaluative 8 16%
Jumlah 50 100%
Sumber: Hasil Koding Data Primer
Berdasarkan penelitian dan tabel di atas, Detik.com berusaha
tetap
menjaga kenetralitasannya. Terbukti dengan adanya 42 sampel
berita yang masuk
dalam penilaian non evaluative dan hanya 8 berita yang masuk
kedalam penilaian
berita yang evaluative.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian di atas, peneliti menemukan bahwa
Detik.com dapa
tmemenuhi dengan baik empat kategori yaitu faktual, akurasi,
kelengkapan dan
relevansi. Empat kategori ini merupakan indikator untuk menilai
faktualitas
sebuah berita.
Pada kategori cover both sides dan even handed evaluation,
Detik.com
belum dapat memenuhinya meskipunka tegori non-sensational dan
non-evaluative
Detik.com mampu memenuhinya. Cover both sides didominasi oleh
peliputan satu
-
18
sisi dan even handed evaluation didominasi oleh sisi negatif.
Empat kategori
tersebut merupakan indikator untuk menilai imparsialitas atau
ketidakberpihakan.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa dari indikator
objektivitas
berita yaitu faktualitas dan imparsialitas, Detik.com mampu
memenuhi sisi
faktualitas namun pada sisi imparsialitas belum dapat terpenuhi
karena masih
banyak ditemukan berita yang hanya meliput satu sudut pandang
dan dari sisi
negatif.
Saran
Dari hasil penelitian di atas, peneliti ingin memberikan saran
kepada
Detik.com dimana sebagai portal berita online yang sering
diakses oleh rakyat
Indonesia bahwa Detik.com harus memperhatikan sisi imparsialitas
atau
ketidakberpihakan sebuah bertia agar kredibilitas dan
independensi Detik.com
dapat terjaga. Selain itu menjaga sisi imparsialitas atau
ketidakberpihakan ini
dapat menjaga berita dari bias informasi karena memasukan
berbagai narasumber
yang terkait. Bias informasi ini dapat mempengaruhi opini
public, untuk itu
imparsialitas harus terjaga sesuai dengan teori sistem pers
tanggung jawab sosial
dimana pers yang bebas harus memberikan informasi dengan standar
kebenaran,
akurasi, objektivitas dan keseimbangan.
Daftar Pustaka
Dewan Pers. (2006). Menyikap Profesionalisme Kinerja Surat Kabar
di
Indonesia. Jakarta: Pusat Kajian Media dan Budaya Populer, Dewan
Pers
dan Departemen Komunikasi dan Informatika.
Fransiska, Ni Ketut Efrata. (2009). Objektivitas Pemberitaan
Peserta Partai
Politik Tahun 2009 Dalam Periode Kampanye Pemilihan Legislatif
di
Koran Nasional. Jurnal Ilmiah SCRIPTURA. Vol. 3. No.2
Ishwar, Luwi. (2007). Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar. Jakarta:
Kompas.
Krippendorff, Klaus. (1991). Analisis Isi: Pengantar Teori dan
Metodologi.
Jakarta: Rajawali Pers.
Nurudin. (2009). Jurnalisme Masa Kini. Jakarta: Rajawali
Pers.
Santana, Septiawan. (2005). Jurnalisme Kontemporer. Jakarta:
Yayasan Obor
Indonesia.
Santoso, Edi. (2011). Memaknai Ulang Objektivitas dalam Media
Massa (Sebuah
APresiasi pada Praktik Jurnalisme Subjektif. Jurnal Komunikasi
Acta
diurnA. Vol.7. No. 1.
-
19
Sumadiria, Haris. (2005). Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita
dan Feature,
Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung: Simbiosa
Rekatama
Media.
Syam, Nia Kurniati. (2006). Sistem Media Massa di Era Reformasi:
Persepktif
Teori Normatif Media Massa. MediaTor. Vol. 7. No. 1.
Wibowo, Wahyu. (2009). Menuju Jurnalisme Beretika. Jakarta:
Kompas Media
Nusantara.