FAKTOR DETERMINAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA DETERMINANT FACTORS ON PREMATURE BROKEN FETAL MEMBRANE IN SYECKH YUSUF REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF GOWA REGENCY Suriani Tahir¹,Arifin Seweng 2 ,Zulkifli Abdullah 3 ¹ Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar, ²Bagian BiostatistikFakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, ³Bagian EpidemiologiFakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Alamat korespondensi : Suriani Tahir Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar HP : 082346994077
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FAKTOR DETERMINAN KETUBAN PECAH DINI DI RSUD SYEKH YUSUF KABUPATEN GOWA
DETERMINANT FACTORS ON PREMATURE BROKEN FETAL MEMBRANE
IN SYECKH YUSUF REGIONAL PUBLIC HOSPITAL OF GOWA REGENCY
Suriani Tahir¹,Arifin Seweng2,Zulkifli Abdullah3
¹ Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar, ²Bagian BiostatistikFakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, ³Bagian EpidemiologiFakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin Alamat korespondensi : Suriani Tahir Akademi Kebidanan Muhammadiyah Makassar HP : 082346994077
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis besarnya risiko jumlah paritas, pekerjaan, status hubungan seksual, riwayat KPD sebelumnya, dan kehamilan kembar terhadap KPD.Penelitian ini melibatkan 127 kasus dan 254 kontrol yang dipilih secara purposif di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Analisis data dilakukan dengan uji Odds Ratio dan Regresi Logistik Berganda. Subjek penelitian ini umumnya berumur 20-35 tahun, berpendidikan SLTP, dan bekerja sebagai IRT. Hasil analisis data menunjukkan bahwa rasio mengalami KPD pada ibu yang pekerjaannya menyebabkan kelelahan dan lama kerja >3 jam/hari adalah 3,6 kali lebih besar dibandingkan ibu yang bekerja tidak kelelahan dan lama kerja ≤3 jam/hari (OR=3,6 CI: 2,16-6,06), dan juga merupakan faktor yang paling dominan terhadap KPD (wald=18,94). Ibu yang pernah mengalami KPD berisiko 4,7 kali lebih besar dibandingkan yang tidak pernah mengalami KPD (OR=4,7 CI: 2,42-9,17), ibu yang hamil kembar berisiko 3,0 kali lebih besar dibandingkan yang tidak hamil kembar (OR=3,0 CI: 1,30-7,01). Adapun jumlah paritas bukan merupakan faktor risiko walaupun paritas ≤1 dan >3 berisiko 1,5 kali lebih besar dibandingkan paritas 2-3 (OR=1,5 CI: 0,91-2,48), dan status hubungan seksual merupakan faktor protektif terhadap KPD. Kata Kunci : Jumlah Paritas, Pekerjaan, Status Hubungan Seksual, Riwayat KPD, Kehamilan Kembar, KPD
ABSTRACT The aim of the research is to analyze to what extent the risk ofthe number of parities, job, sexual relationship status, the history of previous premature broken fetal membrane, and twin pregnancy to premature broken fetal membrane The research was conducted in Syekh Yusuf Regional Public Hospital of Gowa Regency involving 127 cases and 254 controls. The sample was selected by using purposive sampling method. The subjects generally range from 20 ti 35 years old graduating from Junior High School and working as housewives. The data were analyzed by using Odds Ratio and multiple regression analysis. The results of the research reveal that the risk of premature broken fetal membrane to mothers caused by working exhaustedly and more than three haurs per day is 3,6 times bigger than to mothers who do not work exhaustedly and they work less than three hours per day (OR=3,6 CI: 2,16-6,06). Besides, those factors are also the most dominant factors on premature broken fetal membrane (wald = 18,94). The risk to mother who have experienced premature broken fetal membrane is 4,7 times bigger than to mother who have not experienced premature broken fetal membrane (OR=4,7 CI: 2,42-9,17). The twin pregnant mothers are risky 3,0 times bigger to have premature broken fetal membrane than the ones who do no (OR=3,0 CI: 1,30-7,01). Meanswhile, the number of parities is not risk factor although parity ≤1 and >3 is risky 1,5 time bigger than parity 2-3 (OR=1,5 CI: 0,91-2,48). Sexual relationship status is a protective factor to premature broken fetal membrane. Key Word : the number of parities, working, sexual relationship status, the history of previous premature broken
Faktor Yang Terbukti Merupakan Faktor Risiko Terjadinya KPD
Pekerjaan
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian diperoleh informasi bahwa
kebanyakan ibu yang tingkat pendidikannya hanya tamat SLTP karena dipengaruhi oleh faktor
ekonomi, orangtuanya tidak sanggup menyekolahkan mereka sampai ke jenjang yang lebih tinggi
karena mereka menganggap bahwa pendidikan itu membutuhkan dana yang banyak. Selain itu,
tidak sedikit ibu yang menikah dan hamil pada usia yang relatif muda sehingga terpaksa harus
bekerja sebagai ibu rumah tangga. Banyak pula ibu yang memiliki suami yang tidak mempunyai
pekerjaan tetap sehingga untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka membuka usaha
kecil-kecilan berupa warung atau kios disamping rumahnya. Dengan demikian mereka harus
bekerja sepanjang hari demi untuk menunjang kehidupan diri dan keluarganya.
Pola pekerjaan ibu hamil berpengaruh terhadap kebutuhan energi. Kerja fisik pada saat
hamil yang terlalu berat dan dengan lama kerja melebihi tiga jam perhari dapat berakibat
kelelahan. Kelelahan dalam bekerja menyebabkan lemahnya korion amnion sehingga timbul
ketuban pecah dini. Pekerjaan merupakan suatu yang penting dalam kehidupan, namun pada
masa kehamilan pekerjaan yang berat dan dapat membahayakan kehamilannya hendaklah
dihindari untuk menjaga keselamatan ibu maupun janin (Notoatmodjo. 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang mengalami KPD bekerja
sebagai ibu rumah tangga dan wiraswasta masing-masing 73,2% dan 20,5%. Pekerjaan ini
ditunjang oleh tingkat pendidikan ibu yang mayoritas tamat SLTP sehingga tidak mampu untuk
bekerja sebagai PNS atau pegawai swasta lainnya. Namun demikian, pekerjaan sebagai IRT
dapat menguras energi, oleh karena seorang ibu hamil harus bekerja sepanjang hari tanpa pamrih
mengurus rumah tangga demi kebahagiaan suami dan anak-anaknya.
Selain itu, ibu yang bekerja sebagai wiraswasta juga bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari, mencari nafkah, dan meningkatkan karir. Seorang istri harus bekerja
karena harus membantu suami dalam meningkatkan ekonomi keluarga dan memenuhi kebutuhan
sehari-hari, seorang ibu bekerja karena merasa dirinya berguna dan eksistensi dirinya lebih baik
untuk mengaktulisasikan diri, juga karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan, yaitu semua ibu di
lingkungannya bekerja (Marx. 2007).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Nurhadi (2006) yang menyatakan
bahwa ibu yang bekerja dan lama kerja ≥40 jam/minggu dapat meningkatkan risiko sebesar 1,7
kali mengalami KPD dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan karena
pekerjaan fisik ibu juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada ibu yang berasal dari
strata sosial ekonomi rendah banyak terlibat dengan pekerjaan fisik yang lebih berat.Hasil
penelitian lain yang sejalan dengan penelitian ini adalah hasil penelitian Ratnawati (2010) yang
menyatakan bahwa aktivitas berat (43,75%) merupakan faktor risiko terjadinya KPD.
Riwayat KPD Sebelumnya
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian juga diperoleh informasi
bahwa ibu yang mengalami KPD pada kehamilan ini ternyata pernah mengalaminya pada waktu
kehamilan sebelumnya. Mereka mengatakan bahwa pada kehamilan yang lalu juga terjadi
pengeluaran air seperti ini tanpa disertai rasa sakit pada perut dan pelepasan lendir dan darah
sehingga mereka harus istrahat dan memerlukan perawatan lebih lanjut.
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami KPD kembali. Patogenesis
terjadinya KPD secara singkat ialah akibat adanya penurunan kandungan kolagen dalam
membran sehingga memicu terjadinya KPD aterm dan KPD preterm terutama pada pasien risiko
tinggi. Wanita yang mengalami KPD pada kehamilan atau menjelang persalinan maka pada
kehamilan berikutnya akan lebih berisiko mengalaminya kembali antara 3-4 kali dari pada wanita
yang tidak mengalami KPD sebelumnya, karena komposisi membran yang menjadi mudah rapuh
dan kandungan kolagen yang semakin menurun pada kehamilan berikutnya (Cunningham. 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil
(22,8%) pada ibu yang pernah mengalami KPD sebelumnya dibandingkan dengan yang tidak
pernah mengalami KPD sebelumnya (77,2%). Hal ini disebabkan karena responden yang
dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih sedikit yang mempunyai riwayat KPD.
Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai pengaruh kebermaknaan karena batas
antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian
Juwita (2007) yang menyatakan bahwa riwayat KPD sebelumnya (18,75%) merupakan faktor
risiko terjadinya KPD.
Kehamilan Kembar
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian juga diperoleh informasi
bahwa ibu merasakan pergerakan janinnya lebih banyak dan lebih dari dua tempat. Ibu juga
merasakan pembesaran perutnya lebih besar dari usia kehamilannya sehingga perutnya tampak
sangat tegang dan terasa lebih berat. Kehamilan kembar dapat memberikan risiko yang lebih
tinggi baik bagi janin maupun ibu. Wanita dengan kehamilan kembar berisiko tinggi mengalami
KPD. Hal ini biasanya disebabkan oleh peningkatan massa plasenta dan produksi hormon yang
dapat memungkinkan ketegangan rahim meningkat sehingga sewaktu-waktu selaput ketuban
dapat pecah secara tiba-tiba yang dapat diidentifikasi sebagai KPD (Varney. 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang mengalami KPD proporsinya lebih kecil
(11,0%) pada ibu yang hamil kembar dibandingkan ibu yang tidak hamil kembar (89,0%). Hal ini
juga disebabkan karena responden yang dijadikan sampel pada kasus jumlahnya memang lebih
sedikit yang mengalami hamil kembar. Namun demikian, nilai OR yang diperoleh mempunyai
pengaruh kebermaknaan karena batas antara nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1.Pengawasan
pada wanita hamil kembar perlu ditingkatkan untuk mengevaluasi risiko KPD. Gejala KPD harus
ditinjau kembali dengan cermat setiap kali melakukan kunjungan. Oleh karena itu, akan sangat
membantu jika ibu dan keluarga dilibatkan dalam mengamati gejala yang berhubungan dengan
tanda-tanda ketuban pecah dan harus dilakukan perawatan antenatal yang intensif (Varney.
2008).
Kehamilan dengan janin kembar juga akan mempengaruhi kenyamanan dan citra tubuh,
kesiapan perawatan bayi dan keuangan, semua faktor ini akan menimbulkan stres dan hendaknya
petugas kesehatan lebih banyak memberi konseling dan pendidikan kesehatan. Konseling tentang
tanda-tanda KPD perlu diupayakan guna memberi perawatan kehamilan dengan janin kembar
yang bermutu (Cunningham. 2006).
Faktor yang Tidak Terbukti Merupakan Faktor Risiko Terjadinya KPD
Jumlah Paritas
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Kumala (2011) yang menyatakan
bahwa paritas berisiko terhadap KPD (p=0,040; OR=8,16). Tidak adanya faktor risiko pada
penelitian ini disebabkan karena adanya faktor risiko lain yang lebih kuat mengingat variabel
yang berpengaruh dianalisis sekaligus secara bersamaan sehingga kemungkinan dikontrol oleh
variabel lain yang lebih besar.
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian, diperoleh informasi bahwa
ibu lebih menginginkan memiliki banyak anak dibanding sedikit, karena mereka berpikir bahwa
banyak anak itu banyak rejeki. Selain itu, jika banyak anak maka banyak pula yang membantu
menyelesaikan tugas-tugas rumah tangga sekaligus membantu mencari nafkah. Namun demikian,
banyak pula ibu yang mengatakan bahwa mereka baru pertama kali hamil karena usia
perkawinannya belum lama apalagi jika memiliki banyak anak, risikonya juga banyak, sehingga
mereka memilih untuk ber KB lebih dulu.
Paritas kedua dan ketiga merupakan keadaan yang relative lebih aman untuk hamil dan
melahirkan pada masa reproduktif, karena pada keadaan tersebut dinding uterus belum banyak
mengalami perubahan, dan serviks belum terlalu sering mengalami pembukaan sehingga dapat
menyanggah selaput ketuban dengan baik (Varney. 2008).Ibu yang telah melahirkan beberapa
kali lebih berisiko mengalami KPD, oleh karena vaskularisasi pada uterus mengalami gangguan
yang mengakibatkan jaringan ikat selaput ketuban mudah rapuh dan akhirnya pecah spontan
(Cunningham. 2006).
Status Hubungan Seksual
Hubungan seksual saat hamil tetap dianjurkan bagi wanita hamil pada umumnya
asalkan saja mereka dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya untuk tidak berkontraksi.
Keseringan melakukan hubungan seksual dengan frekuensi melebihi 3 kali seminggu ternyata
lebih bagus, posisi suami tetap harus diatas tetapi tidak menekan dinding perut, penetrasi penis
tetap harus dalam tetapi secara pelan-pelan atau perlahan-lahan, dan ejakulasi sperma tetap dalam
vagina tetapi tenang-tenang saja dan jangan terlalu agresif
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Juwita (2007) yang
menyebutkan bahwa coitus saat hamil dengan frekuensi lebih dari 3 kali seminggu, posisi koitus
suami diatas, dan penetrasi penis yang sangat dalam merupakan faktor risiko terjadinya KPD
sebesar 37,50%.
Hasil indepth interview yang dilakukan pada saat penelitian diperoleh informasi bahwa
ibu senang melakukan hubungan seksual saat hamil terutama saat trimester kedua dan menjelang
akhir kehamilan, oleh karena merasa lebih nikmat dan dapat memberikan kepuasan, selain itu
melakukan hubungan seksual menjelang akhir kehamilan merupakan salah satu obat untuk
mempermudah persalinan. Dengan demikian frekuensi koitus mereka menjadi meningkat dari
biasanya, juga kebanyakan ibu lebih menyukai posisi dibawah dibanding diatas karena lebih puas
terutama jika suami menumpahkan spermanya didalam vagina.
Hubungan seksual selama hamil memiliki banyak dampak terhadap kehamilan. Pada
trimester pertama kehamilan biasanya gairah seks mengalami penurunan. Hal ini terjadi akibat
adanya rasa mual, muntah, lemas, malas dan apapun yang bertolak belakang dengan semangat
libido. Tetapi pada trimester kedua umumnya libido timbul kembali, tubuh ibu telah dapat
menerima kembali, tubuh telah terbiasa dengan kondisi kehamilan sehingga ibu dapat menikmati
aktifitas dengan lebih leluasa dari pada trimester pertama. Mual-muntah dan segala rasa tidak
enak biasanya sudah jauh berkurang, demikian pula urusan hubungan seksual. Hal ini terjadi
akibat meningkatnya pengaliran darah ke organ-organ seksual seperti vagina dan payudara.
Memasuki trimester ketiga minat/libido menurun kembali, tetapi hal ini tidak berlaku pada semua
wanita hamil. Tidak sedikit wanita yang libidonya sama seperti trimester sebelumnya (Manuaba.
2008).
Frekuensi koitus pada trimester ketiga kehamilan yang lebih dari tiga kali seminggu
diyakini berperan pada terjadinya KPD. Hal ini berkaitan dengan kondisi orgasme yang memicu
kontraksi rahim oleh karena adanya paparan terhadap hormon prostaglandin didalam semen atau
cairan sperma (Winkjosastro. 2006).Pada penelitian ini hubungan seksual bukan merupakan
faktor risiko yang berpengaruh terhadap KPD karena adanya kesetaraan proporsi antara kasus
dan kontrol.
KESIMPULAN DAN SARAN
Jumlah paritas bukan merupakan faktor risiko terhadap KPD, walaupun ditemukan
paritas ≤1 atau >3 mempunyai risiko lebih besar dibandingkan paritas 2-3. Pekerjaan merupakan
faktor risiko yang signifikan terhadap KPD. Ibu yang kerja fisiknya menyebabkan kelelahan dan
lama kerja melebihi 3 jam perhari mempunyai risiko 3,6 kali lebih besar mengalami KPD
dibandingkan ibu yang kerja fisiknya tidak menyebabkan kelelahan dan lama kerja maksimal 3
jam perhari. Status hubungan seksual bukan merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap
KPD tetapi merupakan faktor protektif, dimana hubungan seksual yang dilakukan pada saat hamil
tidak menyebabkan KPD.Riwayat KPD sebelumnya merupakan faktor risiko yang signifikan
terhadap KPD. Ibu yang pernah mengalami KPD sebelumnya mempunyai risiko 4,7 kali lebih
besar mengalami KPD dibandingkan ibu yang tidak pernah mengalami KPD
sebelumnya.Kehamilan kembar merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap KPD. Ibu yang
hamil kembar mempunyai risiko 3,0 kali lebih besar mengalami KPD dibandingkan ibu yang
tidak hamil kembar.Hasil multivariat bahwa pekerjaan (wald =18,94) merupakan faktor yang
memberikan kontribusi terbesar terhadap KPD.
Saran kepada ibu hamil agar lebih berhati-hati dalam bekerja, jangan terlalu sering
melakukan pekerjaan fisik yang terlalu berat, gunakanlah waktu istrahat seefektif mungkin,
karena pekerjaan merupakan faktor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap KPD. Agar
lebih intensif dalam melakukan pemeriksaan antenatal sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan bagi ibu yang pernah mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya dan yang memiliki
risiko hamil kembar sehingga dapat lebih mengantisipasi secara dini jika ada tanda-tanda ketuban
pecah. Agar dapat lebih memperhatikan kondisi kehamilannya dengan cermat terutama bagi ibu
yang belum atau baru mempunyai anak, serta anaknya >3 orang disarankan untuk mengakhiri
kehamilannya setelah persalinan ini. karena persalinan yang berulang-ulang berisiko terhadap
KPD.Tetap melakukan hubungan seksual asalkan saja dapat mengontrol dirinya secara lebih baik
agar tidak terjadi kontraksi pada uterus.Agar lebih meningkatkan pengetahuan dan sikap tentang
komplikasi kehamilan terutama KPD, karena faktor yang berpengaruh terhadap KPD adalah
pekerjaan, riwayat KPD sebelumnya dan kehamilan kembar.
DAFTAR PUSTAKA Cunningham FG, et al. (2006). Obstetri William. EGC. Jakarta Juwita AR. (2007). Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Ketuban Pecah Dini di Rumah
Bersalin Tiyanti Maospati Jawa Barat Tahun 2007 Kumala A. (2011). Hubungan Antara Paritas Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di Ruang
VK Rumah Sakit Bhakti Rahayu Surabaya. Tesis. Stikes YARSIS. Surabaya Manuaba IBG. (2008). Gawat Darurat Obstetri Gynekologi Sosial Untuk Profesi Bidan. EGC.
Jakarta Marx K. (2007). Konsep Pekerjaan Menurut Marx. http://www.konsep-pekerjaan-menurut-
marx.html diakses tanggal 25 Nopember 2011 Notoatmodjo S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta Nurhadi. (2006). Faktor Risiko Ibu Terhadap Kejadian Ketuban Pecah Dini di BP RSUD Kraton
Pekalongan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang Prawirohardjo S. (2010). Ilmu Kebidanan. Edisi Keempat. YBP-SP. Jakarta Ratnawati S, dkk. (2010). Hubungan Antara Pekerjaan Ibu Hamil Dengan Kejadian Ketuban
Pecah Dini Di URJ Poli Hamil II RSUD Dr. Soetomo Surabaya.Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Vol.I No.3 Juli 2010 ISSN: 2086-3098
Sualman K. (2009). Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini. http://www.medicastore.com diakses tanggal 25 Oktober 2011
Varney H. (2008). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Volume 2. Jakarta:EGC. Winkjosastro H. (2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC. Yudin MH. Money DM. (2008). Skrining dan Manajemen Bakteri Vaginosis Dalam Kehamilan.
JOGC; 211 : 702-6
LAMPIRAN
Tabel 1. Distribusi KPD Menurut Kelompok Umur Ibu di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa tahun 2012
Total 127 100,0 254 100,0 381 100,0 Sumber: Data Primer
Tabel 2. Distribusi Kasus dan Kontrol KPD serta Besar Risiko Berdasarkan Jumlah
Paritas di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2012
Variabel Kasus Kontrol
P OR (95% CI) n % n %
Jumlah Paritas Risiko Tinggi Risiko Rendah
99 28
78,0 22,0
178 76
70,1 29,9
0,100 1,5 (0,91-2,48)
Pekerjaan Risiko Tinggi Risiko Rendah
104 23
81,9 18,1
141 113
55,5 44,5 0,000 3,6
(2,16-6,06) Status Hubungan Seksual
Risiko Tinggi Risiko Rendah
122 5
96,1 3,9
250 4
98,4 1,6 0,160 0,3
(0,10-1,48) Riwayat KPD Sebelumnya
Risiko Tinggi Risiko Rendah
29 98
22,8 77,2
15 239
5,9 94,1 0,000
4.7 (2,42- 9,17)
Kehamilan Kembar Risiko Tinggi Risiko Rendah
14 113
11,0 89,0
10 244
3,9 96,1 0,010
3,0 (1,30-7,01)
Total 127 100,0 254 100,0 Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 3. Rangkuman Hasil Analisis Bivariat Variabel Independen Terhadap KPD di
RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2012
Faktor P OR 95% Jumlah paritas 0,100 1,5 (0,91 - 2,48) Pekerjaan 0,000 3,6 (2,16 - 6,06) Status hubungan seksual 0,160 0,3 (0,10 - 1,48) Riwayat KPD sebelumnya 0,000 4,7 (2,42 - 9,17) Kehamilan kembar 0,010 3,0 (1,30 - 7,01) Sumber : Data Primer, 2012
Tabel 4. Hasil Analisis Multivariat KPD di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten Gowa Tahun 2012