TUGAS KEPERAWATAN KRITISOBAT-OBAT EMERGENCYPADA KEPERAWATAN
GAWAT DARURAT
DISUSUN OLEH :KELOMPOK 3
AYU WIJAYANTI11 1101108BELA ROMANDHA SARI11 11011009DESTY YURITA
RATNASAR11 11011012HIRMA AGUSTINA11 11011027ABDULLAH HAFIDZ11
11011028AHMAD FARIZAL11 11011030EKA APRILIA HERMA11 11011044
PROGAM STUDI S1 KEPERAWATANFAKULTAS ILMU KESEHATANUNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JEMBER2015KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun haturkan kehadirat Allah SWT atas berkat
rahmat serta ridhoNya penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul Obat-obat Emergency. Penyusunan makalah ini untuk memenuhi
salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Kritis bagi Mahasiswa
Semester 8 Program Pendidikan S1 Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jember. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengaharap kan
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.Penyelesaian makalah ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak sehingga pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati dan penuh rasa hormat penyusun mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril
maupun materiil secara langsung maupun tidak langsung kepada
penulis hingga penyusunan skripsi ini selesai, kepada yang Saya
hormati:1. Bapak Wasit S.Kep., Ners selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Kritis2. Kedua Orangtua Kami yang selalu mendukung,
memberi motivasi dan mendoakan penyusun selama penulisan makalah,
sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu.3. Teman-teman Kelas
A Program Studi S1 Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Jember 2011.Penyusun berharap semoga Allah SWT memberi
berkah kepada semua pihak yang telah membantu dan menjadikan semua
bantuan ini sebagai ibadah. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi Kita
semua dan menjadi bahan masukan bagi dunia kesehatan, khususnya
Keperawatan. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.
Jember, 3 Mei 2015 PenyusunDAFTAR ISI
DAFTAR ISI2BAB I PENDAHULUANA. Latar Belakang3B. Rumusan
Masalah4C. Tujuan4D. Manfaat4BAB II TINJAUAN PUSTAKAA. Definisi
Obat Emergeny5B. Tujuan terapi Obat emergency5C. Klasifikasi5D.
Jenis-jenis Obat Emergency19 E. Penerapan Terapi Intravena dalam
KeperawatKritis.....36 F. Peran Perawat Dalam Pemberian
Obat......42BAB III PENUTUPA. Kesimpulan45 B. Saran..45DAFTAR
PUSTAKA46
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar BelakangObat merupakan zat atau bahan atau paduan bahan
yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosa, menyembuhkan,
mengurangi gejala penyakit, memulihkan kesehatan dan untuk
memperbaiki atau memperelok tubuh (Dinkes, 2013). Berdasarkan sifat
pemakaiannya, obat-obat yang tertuang dalam Formularium Rumah Sakit
dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat darurat dan obat bukan
gawat darurat. Obat gawat darurat merupakan sebagian dari obat
obatan yang harus ada dalam persediaan ruangan, obat ini mutlak
harus selalu tersedia di setiap ruangan karena pengaruhnya yang
begitu besar terhadap pelayanan yang terkait yaitu mengembalikan
fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat lainnya dengan
menggunakan obat-obatan (Hadiani, 2013)Obat gawat darurat bersifat
life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat untuk
menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan kecacatan
seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat kepada
pasien obat gawat darurat dibedakan menjadi kategori yaitu Obat
kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). Obat kategori Vital
adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien dengan segera untuk
menyelamatkan hidup, obat kategori ini mutlak tersedia sepanjang
waktu dalam persediaan ruangan. Kekosongan obat jenis ini akan
berakibat fatal dan tidak dapat ditoleransi. Obat kategori
Essential adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat lebih rendah dibandingkan kategori vital, masih ada
toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 24 jam. Obat kategori
Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat paling rendah dibandingkan Vital dan Essential,
masih ada toleransi kekosongan selama tidak lebih dari 48 jam.Obat
gawat darurat sering digunakan terutama di UDG. Obat tersebut
sangat bermacam-macam. Diantaranya aminofilin digunakan untuk
menghilangkan gejala asma, amiodarone digunakan untuk Henti jantung
tak respon (refrakter) terhadap RJP, atropine digunakan untuk
Intoksikasi organofosfat, cedocard digunakan untuk mencegah atau
mengobati nyeri dada (angina), diazepam digunakan untuk mengatasi
kejan dan masih banyak jenis obat emergency lainnya.Mengingat
banyaknya jenis-jenis kegawatdaruratan, dan bermacam-macam pula
obat emergensi, sebagai perawat memerlukan pemahaman sebagai modal
sebelum memberikan obat kepada pasien. Sebagai perawat kita harus
melihat kasus per kasus karena setiap kasus akan berbeda pula obat
emergensi yang diberikan. Dengan demikian, pasien akan tertolong
dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang
diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi. A. Rumusan
MasalahBagaimanakah konsep dari obat emergency?B. Tujuan1. Tujuan
UmumMenjelaskan konsep obat emergency2. Tujuan Khususa. Menjelaskan
pengertian obat emergencyb. Menjelaskan tujuan obat emergencyc.
Menjelaskan macam-macam obat emergencyd. Menjelaskan indikasi dari
tiap macam obate. Menjelaskan kontraindikasi dari tiap macam obat
emergencyf. Menjelaskan efek samping dari tiap macam obat
emergencyg. Menjelaskan perhitungan obatD. ManfaatMahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan tentang obat emergency serta memahami
aplikasi pada keperawatan.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Obat EmergenyObat-obatan emergency atau gawat
darurat adalah obat-obat yang digunakan untuk mengatasi situasi
gawat darurat atau untuk resusitasi/life support.(2) Pengetahuan
mengenai obat-obatan ini penting sekali untuk mengatasi situasi
gawat darurat yang mengancam nyawa dengan cepat dan tepat.
Obat-obat emergency atau obat-obat yang dipakai pada gawat darurat
adalah atrofin, efedrinn, ranitidin, ketorolak, metoklorpamid,
amonofilin, asam traneksamat, adrenalin, kalmethason, furosemid,
lidokain, gentamisin, oxitosin,methergin, serta adrenalinB. Tujuan
terapi Obat emergency Tujuan terapi obat pada pasien kritis sama
pada setiap individu: untuk mencapai efek yang diinginkan dengan
meminimalkan efek yang merugikan. Berbagai faktor dapat mengubah
farmakodinamik dan farmakokinetik yang akhirnya mempengaruhi
keefektifan terapi obat (Stillwell, 2011).C. Klasifikasi
Berdasarkan sifat pemakaiannya obat-obat yang tertuang dalam
Formularium Rumah Sakit dibedakan dalam dua jenis yaitu obat gawat
darurat dan obat bukan gawat darurat. Obat gawat darurat merupakan
sebagian dari obatobatan yang harus ada dalam persediaan ruangan,
obat ini mutlak harus selalu tersedia di setiap ruangan karena
pengaruhnya yang begitu besar terhadap pelayanan yang terkait. Obat
ini bersifat life saving yang diperlukan pada keadaan gawat darurat
untuk menyelamatkan jiwa atau mencegah terjadinya kematian dan
kecacatan seumur hidup. Berdasarkan kekritisan waktu pemberian obat
kepada pasien obat gawat darurat dibedakan menjadi 3 kategori yaitu
Obat kategori Vital, Essential dan Desirable (VED). VED bertujuan
untuk mengklasifikasikan obat berdasarkan kekritisan waktu
pemberian obat kepada pasien. Kategori obat tersebut adalah :1.
Obat kategori Vital adalah obat yang sangat dibutuhkan pasien
dengan segera untuk menyelamatkan hidup, obat kategori mutlak
tersedia sepanjang waktu dalam persediaan ruangan.2. Obat kategori
Essential adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien, kekritisan waktu
pemberian obat lebih rendah daripada kategori vital.3. Obat
kategori Desirable adalah obat yang dibutuhkan oleh pasien,
kekritisan waktu pemberian obat paling rendah daripada Vital dan
Essential. Obat ini biasanya dalam sedian oral untuk penanganan
pasien lebih lanjut.Dibawah ini merupakan penggolongan obat
anestesi-emergency.
Tabel 3.1 Penggolongan Obat EmergencyObat-Obatan Anestesi
Umum:
1. Sulfas Atropin2. Pethidin3. Propofol/ Recofol4. Succinil
Cholin5. Tramus6. Sulfas Atropin7. Efedrin
Obat untuk Anestesi Spinal:1. Buvanest atau Bunascan2. Catapress
(untuk menambah efek buvanest)
Obat-obatan emergency yang harus ada dalam kotak emergency:
1. Atropin2. Efedrin3. Ranitidin4. Ketorolac5. Metoklorpamid6.
Aminofilin7. Asam Traneksamat8. Adrenalin9. Kalmethason10.
furosemid (harus ada untuk pasien urologi)11. lidocain12.
gentamicyn salep mata13. Oxitocyn (untuk pasien obsgyn)14.
Methergin (untuk pasien obsgyn)15. Adrenalin
(sumber: Menguak misteri kamar bius,
www.doktermudaliar.wordpress.com)
Pada tahap premedikasi, obat dapat digolongkan menjadi tiga
yaitu (1) golongan narkotika, (2) Golongan Sedativa dan
Transquilizer, dan (3) golongan obat pengering.Tabel 3.2
Penggolongan Obat Premedikasi1. Golongan Narkotika Analgetika
sangat kuat. a. Jenisnya : petidin dan morfin.b. Tujuan: mengurangi
rasa nyeri saat pembedahan. c. Efek samping: mendepresi pusat
nafas, mual-muntah, Vasodilatasi pembuluh darah diberikan jika
anestesi dilakukan dengan anestetika dengan sifat analgesik rendah,
misalnya: halotan, tiopental, propofol.1) Pethidin : diinjeksikan
pelan untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan, menekan TD dan
nafas, merangsang otot polos.2) Morfin : adalah obat pilihan jika
rasa nyeri telah ada sebelum pembedahan, mengurangi kecemasan dan
ketegangan, menekan TD dan nafas, merangsang otot polos, depresan
SSP, pulih pasca bedah lebih lama, penyempitan bronkus, mual muntah
(+)
2. Golongan Sedativa dan Transquilizera. Contoh : luminal dan
nembufal untuk golongan sedative; diazepam dan DHBF
(Dihidrobensferidol) untuk golongan transquilizer. b. Fungsi :
sebagai obat penenang dan membuat pasien menjadi mengantuk. c. Efek
samping : depresi nafas, depresi sirkulasi.d. Diberikan apabila
pasien memiliki rasa sakit/nyeri sebelum dianestesi, pasien tampak
lebih gelisah1) Barbiturat : menimbulkan sedasi dan menghilangkan
kekhawatiran sebelum operasi, depresan lemah nafas dan silkulasi,
mual muntah jarang2) Diazepam : induksi, premedikasi, sedasi,
menghilangkan halusinasi karena ketamin, mengendalikan kejang,
menguntungkan untuk usia tua, jarang terjadi depresi nafas, batuk,
disritmia, serta premedikasi 1m 10 mg, oral 5-10 mg
3. Golongan Obat Pengering a. Contoh : sulfas atropine dan
skopolamin. b. Tujuan : menurunkan sekresi kelenjar saliva,
keringat, dan lendir di mulut serta menurunkan efek
parasimpatolitik / paravasopagolitik sehingga menurunkan risiko
timbulnya refleks vagal. c. Efek samping : proses pembuangan panas
akan terganggu, terutama pada anak-anak sehingga terjadi febris dan
dehidrasid. Diberikan jika anestesi dilakukan dengan anestetika
dengan efek hipersekresi, mis: dietileter atau ketamin
(sumber: Menguak misteri kamar bius,
www.doktermudaliar.wordpress.com)
Tabel 3.3 Penggolongan Obat yang lain
A. Obat Induksi intravena1. Ketamin/Ketalara. Efek analgesia
kuat sekali. Terutama untuk nyeri somatik( tidak untuk nyeri
visceral). Efek hipnotik kurang. Efek relaksasi tidak adab. Refleks
pharynx dan larynx masih cukup baik batuk saat anestesi refleks
vagalc. Disosiasi mimpi yang tidak enak, disorientasi tempat dan
waktu, halusinasi, gaduh gelisah, tidak terkendali. Saat padart
mulai sadar dpt timbul eksitasid. Aliran darah ke otak, konsentrasi
oksigen, tekanan intracranial (Efek ini dapat diperkecil dengan
pemberian thiopental sebelumnya). TD sistolik diastolic naik
20-25%, denyut jantung akan meningkat. (akibat peningkatan
aktivitas saraf simpatis dan depresi baroreseptor). Cegah dengan
premedikasi opiat, hiosin. Dilatasi bronkus. Antagonis efek
konstriksi bronchus oleh histamine. Baik untuk penderita-penderita
asma dan untuk mengurangi spasme bronkus pada anesthesia umum yang
masih ringan.e. Dosis berlebihan secara iv dapat menimbulkan
depresi napas. Pada anak dpt timbulkan kejang, nistagmus.
Meningkatkan kadar glukosa darah + 15%f. Pulih sadar kira-kira
tercapai antara 10-15 menitg. Metabolisme di liver (hidrolisa dan
alkilasi), diekskresi metabolitnya utuh melalui urinh. Ketamin
bekerja pada daerah asosiasi korteks otak, sedang obat lain bekerja
pada pusat retikular otakIndikasia. Untuk prosedur dimana
pengendalian jalan napas sulit, missal pada koreksi jaringan
sikatrik pada daerah leher, disini untuk melakukan intubasi kadang
sukar.b. Untuk prosedur diagnostic pada bedah saraf/radiologi
(arteriograf).c. Tindakan orthopedic (reposisi, biopsy)d. Pada
pasien dengan resiko tinggi: ketamin tidak mendepresi fungsi vital.
Dapat dipakai untuk induksi pada pasien syok.e. Untuk tindakan
operasi kecil.f. Di tempat dimana alat-alat anestesi tidak ada.g.
Pasien asmaKontraindikasia. hipertensi sistolik 160 mmHg diastolic
100 mmHgb. riwayat Cerebro Vascular Disease (CVD)c. Dekompensasi
kordis Relative:Riwayat kelainan jiwa Operasi-operasi daerah faring
karena refleks masih baik
2. Profolola. Bentuk cairan, emulsi isotonik, warna putih
seperti susu dengan bahan pelarut terdiri dari minyak kedelai dan
postasida telur yg dimurnikan. b. Kadang terasa nyeri pada
penyuntikan dicampur lidokain 2% +0,5cc dlm 10cc propolol jarang
pada anak karena sakit dan iritasi pada saat pemberianc. Analgetik
tidak kuatd. Dapat dipakai sebagai obat induksi dan obat
maintenance e. Obat setelah diberikan didistribusi dgn cepat ke
seluruh tubuh. f. Metabolisme di liver dan metabolit tdk aktif
dikeluarkan lewat ginjal.g. Saat dipakai untuk induksi juga dapat
terjadi hipotensi karena vasodilatasi dan apnea sejenakEfek
Sampinga. Bradikardib. Nausea, sakit kepala pada penderita yg mulai
sadar.c. Ekstasi, nyeri lokal pada daerah suntikan d. Dosis
berlebihan dapat mendepresi jantung dan pernapasanSebaiknya obat
ini tidak diberikan pada penderita dengan gangguan jalan napas,
ginjal, liver, syok hipovolemik.
3. Triopenthala. Ultra short acting barbituratb. Dipakai sejak
lama (1934)c. Tidak larut dlm air, tp dlm bentuk natrium (sodium
thiopental) mudah larut dlm air
4. Pentothala. Zat dari sodium thiopental. Bentuk bubuk kuning
dalam ampul 0,5 gr(biru), 1 gr(merah) dan 5 gr. Dipakai dilarutkan
dengan aquadesb. Larutan pentotal bersifat alkalis, ph 10,8.
Larutan tidak begitu stabil, hanya bisa disimpan 1-2 hari (dalam
kulkas lebih lama, efek menurun)c. Pemakaian dibuat larut 2,5%-5%,
tapi dipakai 2,5% untuk menghindari overdosis, komplikasi >
kecil, hitungan pemberian lebih mudahd. Obat mengalir dalam aliran
darah (aliran ke otak ) efek sedasi dan hipnosis cepat terjadi,
tapi sifat analgesik sangat kurang. TIK e. Mendepresi pusat
pernapasanf. Membuat saluran napas lebih sensitif terhadap
rangsangang. Depresi kontraksi denyut jantung, vasodilatasi
pembuluh darah hipotensi. Dapat menimbulkan vasokontriksi pembuluh
darah ginjalh. Tak berefek pada kontraksi uterus, dapat melewati
barier plasenta. Dapat melewati ASIi. Menyebabkan relaksasi otot
ringan, reaksi anafilaktik syok, gula darah sedikit meningkat.
Metabolisme di heparj. Cepat tidur, waktu tidur relatif pendekk.
Dosis iv: 3-5 mg/kgBBKontraindikasia. Syok beratb. Anemia beratc.
Asma bronkiale menyebabkan konstriksi bronkusd. Obstruksi saluran
napas atase. Penyakit jantung dan liverkadar ureum sangat tinggi
(ekskresinya lewat ginjal)
B. Obat Anestetik inhalasi1. Halothan/fluothana. Tidak berwarna,
mudah menguapb. Tidak mudah terbakar/meledakc. Berbau harum tetapi
mudah terurai cahayaEfeka. Tidak merangsang traktus respiratoriusb.
Depresi nafas stadium analgetikc. Menghambat salivasid. Nadi cepat,
ekskresi airmatae. Hipnotik kuat, analgetik kurang baik, relaksasi
cukupf. Mencegah terjadinya spasme laring dan bronchusg. Depresi
otot jantung aritmia (sensitisasi terhadap epinefrin). Depresi otot
polos pembuluh darah vasodilatasi hipotensih. Vasodilatasi pembuluh
darah otaki. Sensitisasi jantung terhadap katekolaminj.
Meningkatkan aktivitas vagal vagal refleksk. Pemberian berulang
(1-3 bulan) kerusakan hepar (immune-mediated hepatitis)l.
Menghambat kontraksi otot rahim m. Absorbsi dan ekskresi obat oleh
paru, sebagian kecil dimetabolisme tubuhn. Dapat digunakan sebagai
obat induksi dan obat maintenanceKeuntungana. Cepat tidurb. Tidak
merangsang saluran napasc. Salivasi tidak banyakd. Bronkhodilator
obat pilihan untuk asma bronkhialee. Waktu pemulihan cepat (1 jam
post anestesi)f. Kadang tidak mual dan tidak muntah, penderita
sadar dalam kondisi yang enakKerugian a. Overdosis b. Perlu obat
tambahan selama anestesic. Hipotensi karena depresi miokard dan
vasodilatasid. Aritmia jantunge. Sifat analgetik ringanf. Cukup
mahalg. Dosis dapat kurang sesuai akibat penyusutan
2. Nitrogen Oksida (N2O)Gas yang berbau, berpotensi rendah (MAC
104%), tidak mudah terbakar dan relatif tidak larut dalam
darah.Efek:a. Analgesik sangat kuat setara morfinb. Hipnotik sangat
lemahc. Tidak ada sifa relaksasi sama sekalid. Pemberian anestesia
dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Bila murni N2O = depresi
dan dilatasi jantung serta merusak SSPJarang digunakan sendirian
tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestetik lain seperti
halotan dan sebagainya.
3. Etera. Tidak berwarna, sangat mudah menguap dan terbakar, bau
sangat merangsangb. Iritasi saluran nafas dan sekresi kelenjar
bronkusc. Margin safety sangat luasd. Murahe. Analgesi sangat
kuatf. Sedatif dan relaksasi baikg. Memenuhi trias anestesi teknik
sederhana
4. Enflurana. Isomer isofluran b. Tidak mudah terbakar, namun
berbau. c. Dengan dosis tinggi diduga menimbulkan aktivitas
gelombang otak seperti kejang (pada EEG).d. Efek depresi nafas dan
depresi sirkulasi lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih
iritatif dibanding halotan.
5. Isoflurana. Cairan bening, berbau sangat kuat, tidak mudah
terbakar dalam suhu kamarb. Menempati urutan ke-2, dimana
stabilitasnya tinggi dan tahan terhadap penyimpanan sampai dengan 5
tahun atau paparan sinar matahari.c. Dosis pelumpuh otot dapat
dikurangi sampai 1/3 dosis jika pakai isofluran
6. Sevovlurana. Tidak terlalu berbau (tidak menusuk), efek
bronkodilator sehingga banyak dipilih untuk induksi melalui sungkup
wajah pada anak dan orang dewasa.b. Tidak pernah dilaporkan
kejadian immune-mediated hepatitis
C. Obat Muscle Relaxanta. Bekerja pada otot bergaris: terjadi
kelumpuhan otot napas dan otot-otot mandibula, otot intercostalis,
otot-otot abdominalis dan relaksasi otot-otot ekstremitas.b.
Bekerja pertama: kelumpuhan otot
mataekstremitasmandibulaintercostalis abdominal diafragma.c. Pada
pemberian pastikan penderita dapat diberi napas buatan.d. Obat ini
membantu pada operasi khusus spt operasi perut agar organ abdominal
tdk keluar dan terjadi relaksasi e. Terbagi dua: Non depolarisasi,
dan depolarisasi f. Durasi 1) Ultrashort (5-10 menit):
suksinilkolin 2) Short (10-15 menit) : mivakurium 3) Medium (15-30
menit) : atrakurium, vecuronium 4) Long (30-120 menit) :
tubokurarin, metokurin , pankuronium, pipekuronium, doksakurium,
galaming. Efek terhadap kardiovaskuler 1) Tubokurarin , metokurin ,
mivakurium dan atrakurium : Hipotensi pelepasan histamin dan
(penghambatan ganglion) 2) Pankuronium : menaikkan tekanan darah
suksinilkolin : aritmia jantung
Tabel 3.4 Penggolongan Obat Muscle RelaxantDepolarisasiNon
Depolarisasi
SediaanSuksinilkolin, dekametonium
Tubokurarin/kurare, Atrakurium Besilat, vekuronium, matokurin,
alkuronium, Pankuronium (Pavulon), galamin, fasadinium,
rekuronium,
IndikasiTindakan relaksasi singkat pemasangan pipa
endotracheal/spasme laringTindakan relaksasi yg lama.pada geriatri,
kelainan jantung, hati, ginjal yang berat
Durasi5-10 mnt30 mnt 1 jam
Fasikulasi+-
Obat antagonis-+ (antikolinesterase, mis: prostigmin)
Lewat barier plasenta- (aman pada SC)
Efek muskarinik20% dari TD awal (biasanya bila TD sistol 10%
dari nilai normal.4) Periksa TD dan FJ setiap 2-5 menit selama
pemberian awal dan selama titrasi obat.5) Pantau IJ, PAWP, dan
haluaran urine secara kontinu selama pemberian obat dobutamin.6)
Observasi adanya efek yang merugikan: takikardia, hipertensi, nyeri
dada, sesak napas, dan disritmia jantung (Stillwell, 2011)..5.
Dopamin (Intropin)a. Klasifikasi: simpatomimetik, vasopressor,
inotropikb. Efek: dopamine dalam dosis rendah (1-2 mcg/kg/menit)
meningkatkan aliran darah ke ginjal sehingga meningkatkan laju
filtrasi glomerulus, aliran urine, dan ekskresi natrium (Na). dalam
dosis rendah sampai sedang (2-10 mcg/kg/menit), dopamin
meningkatkan kontraktilitas miokardium dan CJ. Dalam dosis tinggi
(10-20 mcg/kg/menit), dopamin meningkatkan tahanan perifer dan
vasokonstriksi ginjal (Stillwell, 2011). Efek samping yang sering
muncul adalah denyut ektopik, takikardia, sakit karena angina,
palpitasi, hipotensi,vasokonstriksi, sakit kepala, mual, muntah,
dispnea. Sedangkan bradikardia, aritmia ventrikular (dosis tinggi),
gangrene, hipertensi,ansietas, piloereksi, peningkatan serum
glukosa, nekrosis jaringan (karena ekstravasasi dopamin),
peningkatan tekanan intraokular, dilatasi pupil, dan
azotemia,polyuria jarang terjadi.c. Indikasi: keadaan syok,
brakikardia simtomatikd. Kontraindikasi: takidisritmia yang tidak
dikoreksi, feokromositoma, VF (fibrilasi ventrikular)e. Pemberian
Dosis1) Dewasa: dosis rendah (1-5 mcg/kg/menit melalui intravena),
dosis sedang (5-10 mcg/kg/menit), dosis tinggi (10-20
mcg/kg/menit-50 mcg/kg/menit)2) Bayi: 1-20 mcg/kg/menit, infus
kontinyu. 3) Anak-anak: 1-20 mcg/kg/menit, maksimum 50
mcg/kg/menit. Titrasikan sampai terjadi efek dan/atau respons
ginjal. Konsentrasi 400 mg/500 ml D5W menghasilkan 800 mcg/ml.
Infus boleh ditingkatkan 4 mcg/kg/menit pada interval 10-30
menitsampai respon optimal tercapai. f. Tindakan kewaspadaan :
penggunaan secara bersamaan dengan penyekat dapat melawan efek
dopamin. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang mendapatkan
inhibitor monoamina oksidase (MAO) dan fenitoin karena obat
tersebut dapat menyebabkan krisis hipertensi. Gunakan dengan
hati-hati pada pasen dengan penyakit vaskular oklusif, embolisme
arteri, dan endarteritis diabetic. Koreksi status hipovolemia
sebelum memberikan dopamin. Ekstravasasi dapat menyebabkan nekrosis
dan pengelupasan jaringan sekitarnya.g. Cara Kerja Obat: dopamine
adalah agen vasopressor dan inotropic. Dopamine bekerja dengan cara
meningkatkan kekuatan memompa pada jantung dan suplai darah ke
ginjal dan diggunakan untuk meningkatkan fungsi jantung ketika
jantung tak mampu memompa cukup darah (Stillwell, 2011).6.
Heparina. Klasifikasi: antikoagulan, antitrombotikb. Efek:
menghambat antitrombonin III, mencegah konversi fibrinogen menjadi
fibrin dan prototmbin menjadi thrombinc. Indikasi: terapi
thrombosis dan emboli; terapi adjuvan pada IMAd. Kontraindikasi:
hipersensivitas, perdarahan aktif (kecuali koagulasi intravascular
diseminata [DIC]); hemophilia; baru menjalani pembedahan
intracranial, intraspinal, atau mata; trombositopenia berat;
hipertensi berat; atau gangguan perdarahan.e. PemberianDosisTerapi
adjuvan pada IMA : bolus dengan 60 IU/kg (maksimum 4.000 IU) yang
diikuti dengan infus 12 IU/kg/jam (maksimum 1.000 IU/jam untuk
pasien >70 kg); sesuaikan infus dengan masa tromboplastin
parsial teraktivasi (aPTT) (1,5-2 kali kontrol selama 48 jam atau
sampai angiografi)f. Tindakan Kewaspadaan: setiap kondisi atau
prosedur yang terdapat risiko hemoragi: heparin tersedia dengan
banyak kekurangan. Baca label dengan cermat.g. Penatalaksanaan
Pasien:1) Kaji adanya perdarahan: perdarahan gigi, petekia,
ekimosis, hematuria, epistaksis, hemoptysis, dan melena; periksa
semua tempat kateter dan tempat pungsi sebelumnya; kaji tanda
neurologis (perdarahan intrakranial); kaji adanya perdarahan
retroperitoneal (nyeri punggung, kelemahan tungkai).2) Pantau hasil
aPTT. Ikut protokol heparin institusional.3) Pantau kadar Ht dan
hemoglobin (Hb) dan hitung trombosit.4) Pantau FJ dan TD.5)
Minimalkan perdarahan: hindari injeksi IM dan terapi invasive lain;
penanganan pasien dengan hati-hati.6) Observasi adanya efek yang
merugikan: perdarahan, trombositopenia (Stillwell, 2011)..7. Morin
Sulfata. Klasifikasi: analgesik opiateb. Efek: mengurangi transmisi
impuls nyeri; mengurangi kebutuhan oksigen miokardium; mengatasi
kongesti paruc. Indikasi: nyeri dada dengan ACS yang tidak
berespons terhadap nitrat, edema paru kardiogenikd. Kontraindikasi:
hipersensivitas, frekuensi pernapasan 12 tahun, dosis lazim adalah
12,5-20 mg setiap 4 jam, tidak lebih dari 150 mg dalam 24 jam. 2)
Untuk pemakaian oral sebagai bronkodilator untuk anak > 2 tahun,
efedrin diberikan pada dosis 2-3 mg/kg atau 100 mg/m2 setiap hari
dalam 4-6 dosis terbagi (misalnya 0,3- 0,5 mg/kg setiap 4 jam).
Sebagai alternatifnya, untuk penggunaannya sebagai bronkodilator
pada anak 6-12 tahun, Dosis oral 6,25 - 12,5 mg setiap 4 jam, tidak
lebih dari 75 mg dalam 24 jam. 3) Pemakaian efedrin pada anak <
12 tahun harus dibawah pengawasan dokter. Penggunaan efedrin secara
parenteral untuk mengurangi bronkospasma, akut, parah, dosis
efektif yang paling rendah (biasanya 12,5 - 25 mg). Dosis
selanjutnya disesuaikan dengan respon pasien. 4) Dosis lazim dewasa
untuk pemberian IM adalah : 25 -50 mg (range 10- 50 mg). Jika masih
dibutuhkan, pemberian dosis kedua sebesar 50 mg IM atau dosis 25 mg
IV. Untuk pemberian IV injeksi langsung, dosis 5 -25mg dapat
diberikan secara perlahan. Jika diperlukan, untuk mendapat dosis
respon yang diinginkan, dosis tambahan IV yang diperlukan dapat
diberikan dalam waktu 5 - 10 menit. Dosis dewasa parenteral tidak
melebihi 150 mg dalam 24 jam. Anak-anak dapat menerima 2-3 mg/kg
atau 67-100 mg/m2 secara subkutan, IM atau IV setiap hari dalam 4
-6 dosis terbagi (Matindale, 2005)11. Sulfas Atropin (Anti
Muskarinik)Penghambat reseptor muskarinik atau anti-muskarinik
dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu: a. Alkaloid antimuskarinik :
Atropin dan Skopolaminb. Derivat semisintetisnya, danc. Derivat
sintetisSintesis dilakukan dengan maksud mendapatkan obat dengan
efek khusus terhadap gangguan tertentu dan efek samping yang lebih
ringan. Kelompok obat ini bekerja pada reseptor muskarinik dengan
afinitas berbeda untuk berbagai subtipe reseptor muskarinik. Oleh
karena itu saat ini terdapat antimuskarinik yang digunakan untuk:
a. Mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya,
antispasmodik.b. Pengunaan lokal pada mata sebagai midriatikum.c.
Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit
Parkinsond. Bronkodilatasie. Memperoleh efek hambatan pada sekresi
lambung dan gerakan saluran cerna.Atropin (campuran dan
l-hiosiamin) terutama ditemukan pada Atropa belladonna dan Datura
stramonium, merupakan ester organik dari asam tropat dengan
tropanol atau skopin (basa organik). Walaupun selektif menghambat
reseptor muskarinik, pada dosis sangat besar atropine
memperlihatkan efek penghambatan juga di ganglion otonom dan otot
rangka yang reseptornya nikotinik. a. Mekanisme kerja: menghambat
aksi asetilkolin pada bagian parasimpatik otot halus, kelenjar
sekresi dan SSP, meningkatkan output jantung, mengeringkan sekresi,
mengantagonis histamin dan serotonin.b. Indikasi: meringankan
gejala gangguan pada gastrointestinal yang ditandai dengan spasme
otot polos (antispasmodic), Mydriasis dan cyclopedia pada mata.
Premedikasi untuk mengeringkan sekret bronchus dan saliva yang
bertambah pada intubasi dan anestesia inhalasi. Mengembalikan
bradikardi yang berlebihan. Bersama dengan neostigmin untuk
mengembalikan penghambatan non-depolarising neuromuscular.
Antidotum untuk keracunan organophosphor. Resusitas Kardio-Pumober
(Cardiopulmonary resuscitation).c. Kontraindikasi: ntimuscarinic
kontraindikasi pada angle-closure glaucoma (glaukoma sudut sempit),
myasthenia gravis ( tetapi dapat digunakan untuk menurunkan efek
samping muskarinik dari antikolinesterase), paralytic ileus,
pyloric stenosis, pembesaran prostatd. Efek samping: efek samping
antimuskarinik termasuk kontipasi, transient (sementara)
bradycardia (diikuti dengan takikardi, palpitasi, dan aritmia),
penurunan sekret bronkial, retensi urin, dilatasi pupil dengan
kehilangan akomodasi , fotophobia, mulut kering; kulit kering dan
kemerahan. Efek samping yang terjadi kadang-kadang : kebingungan
(biasanya pada usia lanjut) , mual, muntah dan pusing.e. Dosis1)
Premedikasi, injeksi intra vena 300 600 mcg , segera sebelum
induksi anestesia, anak-anak 20 mcg/kg ( maksimal 600 mcg).
Pemberian injeksi subcutan atau intramuscular 300 600 mcg 30 60
menit sebelum induksi; anak-anak 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg).2)
Intra-operative bradicardia , pemberian injeksi intravena, 300 600
mcg (dosis yang lebih besar pada kondisi emergensi); anak-anak
(unlicensed indication) 1- 12 tahun 10 -20 mcg/kg3) Untuk
mengendalikan efek muskarinik pada penggunaan neostigmin dalam
melawan penghambatan neuromuskular kompetitif , pemberian injeksi
intravena 0,6 1,2 mg ; anak-anak dibawah 12 tahun (tetapi jarang
digunakan) 20 mcg/kg (maksimal 600 mcg) dengan neostigmin 50
mcg/kg.4) Pengobatan bradikardia, pulseless electrical activity
(PEA) dalam serangan jantung. Dosis untuk bradiasystolic adalah
0,5-1 mg IV push setiap tiga sampai lima menit, sampai dosis
maksimum 0,04 mg / kg. Untuk bradikardia gejala, dosis biasa adalah
0,5-1,0 mg IV push, dapat mengulang setiap 3 sampai 5 menit sampai
dosis maksimum 3,0 mg (Matindale, 2005)12. Aminofilin (Derivat
Xantin: theophylline ethylenediamine) Derivat xantin yang terdiri
dari kafein, teofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat
dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan
sebagai minuman. Kafein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji
Coffea Arabica, Teh dari daun Thea sinensis mengandung kafein dan
teofilin. Cocoa, yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung
kafein dan teobromin. Ketiganya merupakan derivat xantin yang
mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang
mempunyai struktur mirip dengan asam urat.a. Mekanisme
Kerja:Teofilin menghambat enzim fosfodiesterase (PADAE) sehingga
mencegah pemecahan cAMP dan cGMP masing-masing menjadi 5-AMP dan
5-GMP.Penghambatan PADAE menyebabkan akumulasi cAMP dan cGMP dalam
selsehingga menyebabkan relaksasi otot polos, termasuk otot polos
bronkus. Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada
reseptor adenosin.Adenosin dapat menyebabkan bronkokonstriksi pada
pasien asma danmemperkuat penglepasan mediator dari sel mast yang
diinduksi oleh rangsang imunologis. Oleh karenanya penghambatan
kerja adenosin juga merupakanmekanisme kerja teofilin untuk
mengatasi bronkokonstriksi pada pasien asma. Beberapa studi
menunjukkan bahwa teofilin juga memiliki efek antiinflamasi dan
menghambat penglepasan mediator dari sel radangb. Efek:
Bronkodilatasi, chronotropic (mempengaruhi denyut miokard) dan
inotropic ringan, diuretic ringanc. Indikasi: Bronkodilatasi karena
berbagai sebab, termasuk gagal jantung kongestifd. Dosis: 1) IV: 4
mg/kgBB dalam 15 menit2) Infus: Berikan dosis bolus diikuti infus
0,5 mg/kgBB/jam, kurang dosis pada usia lanjut, chirrosis hepatis
atau gagal hepar atau penderita dengan pengobatan crythromcin atau
cimetidine3) Oral: 100-300 mg 3-4 kali sehari4) Rectal: 360 mg
suppositoria 1-2 kali seharie. Efek samping: Aritmia, muntah,
diuresis, merangsang SP (Matindale, 2005)13. Deksamethason
(Kortikosteroid)Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem
kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
Korteks adrenal berfungsi homeostatis, artinya penting bagi
organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi
perubahan lingkungan. Glukokortikoid memiliki efek yang tersebar
luas karena mempengaruhi fungsi dari sebagian besar sel-sel tubuh.
Dampak metabolik yang utama dari sekresi atau pemberian
glukokortikoid adalah disebabkan karena kerja langsung
hormon-hormon ini pada sel. Tetapi dampak pentingnya adalah dalam
menghasilkan respon homeostatik pada insulin dan glucagon. Meskipun
banyak efek dari glukokortikoid berkaitan dengan dosis dan efeknya
membesar ketika sejumlah besar glukokortikoid diberikan untuk
tujuan terapi.a. Indikasi: antialergi dan obat untuk anafilaksis.b.
Kontraindikasi: hipersensitif terhadap deksametason atau komponen
lain dalam formulasi; infeksi jamur sistemik, cerebral malaria;
jamur, atau penggunaan pada mata dengan infeksi virus (active
ocular herpes simplex). Pemberian kortikosteroid sistemik dapat
memperparah sindroma Cushing. Pemberian kortikosteroid sistemik
jangka panjang atau absorpsi sistemik dari preparat topikal dapat
menekan hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) dan atau manifestasi
sindroma Cushing pada beberapa pasien. Namun risiko penekanan HPA
pada penggunaan deksametason topikal sangat rendah. Insufisiensi
adrenal akut dan kematian dapat terjadi apabila pengobatan sistemik
dihentikan mendadak.c. Efek samping1) Kardiovaskuler : Aritmia,
bradikardia, henti jantung, kardiomiopati, CHF, kolaps sirkulasi,
edema, hipertens, ruptur miokardial (post-MI), syncope,
tromboembolisme, vasculitis. 2) Susunan saraf pusat : Depresi,
instabilitas emosional, euforia, sakit kepala, peningkatan tekanan
intracranial, insomnia, malaise, neuritis, pseudotumor cerebri,
perubahan psikis, kejang, vertigo. 3) Dermatologis : Akne,
dermatitis alergi, alopecia, angioedema, kulit kering, erythema,
kulit pecah-pecah, hirsutism, hiper-/hipopigmentasi,
hypertrichosis, perianal pruritus (pemberian IV), petechiae, rash,
atrofi kulit, striae, urticaria, luka lama sembuh.d. Dosis1) Untuk
pengobatan alergia) Pemberian oral Dewasa : Awal, 0,75-9 mg/hr PO,
terbagi dalam 2-4 dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung
respon pasien. Anak-anak : 0,024-0,34 mg/kg/hari PO atau 0,66-10
mg/m2/hari PO, terbagi dalam 2-4 dosis. b) Pemberian
parenteralDewasa : Awal, 0,5-9 mg/hr IV atau IM, terbagi dalam 2-4
dosis. Penyesuaian dapat dilakukan tergantung respon pasien.
Anak-anak : 0,06-0,3 mg/kg/hr atau 1,2-10 mg/m2/hr IM atau IV dalam
dosis terbagi tiap 6-12 jam.2) Untuk pengobatan anafilaksis akut
atau reaksi anafilaksisa) Dosis oral dan IMDewasa : 4-8 mg IM dosis
tunggal pada hari pertama. Kemudian diberikan dosis oral, 1.5 mg PO
2X sehari pada hari ke 2 dan ke 3; kemudian 0,75 mg PO 2X sehari
pada hari ke 4; kemudian 0,75 mg PO sekali sehari pada hari ke 5
dan 6, kemudian hentikan. b) Untuk pengobatan syok anafilaksis
(IV)Dewasa : dosis bervariasi 1-6 mg/kg IV atau 40 mg IV tiap 4-6
jam. Alternatif lain, 20 mg IV dilanjutkan dengan infus IV 3 mg/kg
dalam waktu 24 jam. (Matindale, 2005)
Tabel 3.5 Dosis Obat-obatanObatDalam sediaanJumlah di
sediaanpengenceranDalam spuitDosis (mg/kgBB)1cc spuit =
Pethidinampul100mg/2cc2cc + aquadest 8cc10 cc0,5-1 10 mg
Fentanyl0,05 mg/cc0,05mg
Recofol (Propofol)ampul200mg/20cc10cc + lidocain 1 ampul10
cc2-2,5 10 mg
Ketaminvial100mg/cc1cc + aquadest 9cc10 cc1-2 10 mg
Succinilcholin
vial200mg/10ccTanpa pengenceran5 cc1-2 20 mg
Atrakurium Besilat (Tramus/ Tracrium)ampul10mg/ccTanpa
pengenceran5 ccIntubasi: 0,5-0,6, relaksasi: 0,08, maintenance:
0,1-0,2 10 mg
Efedrin HClampul50mg/cc1cc + aquadest 9cc10 cc0,25 mg
Sulfas Atropinampul0,25mg/ccTanpa pengenceran3 cc0,005 0,25
mg
Ondansentron HCl (Narfoz)ampul4mg/2ccTanpa pengenceran3 cc8 mg
(dewasa)5 mg (anak)2 mg
Aminofilinampul24mg/ccTanpa pengenceran10 cc524 mg
Dexamethasonampul5 mg/ccTanpa pengenceran15 mg
Adrenalinampul1 mg/cc0,25-0,3
Neostigmin (prostigmin)ampul0,5mg/ccTanpa pengenceranMasukkan 2
ampul prostigmin + 1 ampul SA0,5 mg
Midazolam (Sedacum)ampul5mg/5ccTanpa pengenceran0,07-0,11 mg
Ketorolacampul60 mg/2ccTanpa pengenceran30 mg
Difenhidramin HClampul5mg/ccTanpa pengenceran5 mg
E. Penerapan Terapi Intravena dalam Keperawatan KritisMenghitung
dosis obat dan laju aliran dengan menggonakan rasio dan proporsi
atau metode rumusAturan untuk menghitung laju aliran (mL/jam) bila
dosis diketahui, anda akan: mengonversi kesatuan yang sama,
mengonversi ke dosis/menit bila obat diminta berdasarkan berat
badan, dan menghitung mL/menit atau mL/jam dengan menggonakan rasio
dan proporsi atau metode rumus,
1. Contoh: Berikan dobutamin 500 mg dalam 250 mL D5W dengan laju
5mcg/kg/menit untuk pasien dengan berat badan 152 lb. Pompa infus
elektronik akan diatur dengan laju ..... mL/jam.Konversilah ke
satuan yang sama:Ubahlah lb menjadi kg (2,2 lb=1 kg)152 lb: 2,2
lb/kg = 69,1 kgUbahlah mg menjadi mcg (1 mg= 1000 mcg)500 mg X 1000
mcg = 500.000 mcgHitungan mcg / menit:5 mcg/kg/menit x 69,1 kg=
345,5 mcg/ menit
Menggnakan Rasio dan Proporsi 345,5 mcg / menit: X mL = 500000
mcg: 250 mL500.000 mcg X X mL = 345,5 mcg / menit X 250 mL500.000 X
= 86,375X =0,173 mL/menitHitunglah mL/jam:0,173 mL/menit X 60
menit/jam= 10,38 (10,4) mL/jamJawaban: 10,4 mL/jam
Menggunakan metode rumusD= (jumlah dosis yang diinginkan [mcg,mg
atau unit]/ waktu [menit atau jam])H= (apa yang anda miliki dalam
kantung IV)X Q(kuantitas dalam kantung IV) = x (mL/menit atau
mL/jam)
Hitunglah mL/menit menggunakan rumus:D X Q = xH345,5 mcg/menit X
250 mL500.000 mcg= 0,173 mL/menitHitunglah mL/jam:0,173 mL/menit X
60 menit/jam=10,38 mL/jam
2. Contoh : Amiodaron 900 mg dalam 500 mL D5W diresepkan untuk
diberikan dengan laju 0,5 mg/menit. Berapa mL/ jam yang harus
diterima pasienMenggunakan Rasio dan Proporsi900 mg : 500 mL :: 0,5
mg/menit : x mL900 x = 500 X 0,5 = 250 x= 250 = 25 = 0,277 (0,278 )
mL /menit 900 90Hitunglam mL/jam:0,278 mL/menit X 60 menit /jam =
16,7 mL/jam
Menggunakan metode rumus:Hitunglah mg/menit menggunakan rumus: D
X Q= xH0,5 mg/menit X 500 mL900 mg0,278 mL/menitHitunglah
mL/jam0,278 mL/menit X 60 menit/jam=16,7 mL/jamAturan : untuk
menghitung dosis bila laju aliran (mL/jam) diketahui, anda akan :
mengonversi kesatuan yang sama, menghitung mL/menit, dan menghitung
dosis (mcg, unit, atau mg/menit) dengan menggunakan metode rumus.
Jika obat diminta berdasarkan berat badan, hitunglah dosis
/kg/menit.
3. Contoh :Dopamin 400 mg dalam 250 mL D5W telah ditingkatkan
menjadi 10 mL/jam untuk mempertahankan TD sistolik 100 mmHg pada
pasien dengan berat badan 155 lb. Berapa mcg/kg.menit yang harus
diinfuskan?Konversilah kesatuan yang samaUbahlah pound menjadi Kg
(2,2 pound = 1 Kg)115 lb : 2,2 lb = 52 kgUbahlah mg menjadi mcg ( 1
mg = 1000 mcg)400 mg X 1000 mcg = 400.000 mcgHitunglah mL/menit10
mL/jam : 60 menit = 0,166 mL/menitCarilah x X mcg/menit X 250 mL :
250 mL400.000 mcg=0,166 mL/menit : 250 mL400.000 X x mcg/menit
400.000 mcg= 0,00066 X 400.000X = 264 mcg/menit
Hitunglah mcg/kg/menit264 mcg/menit : 52 kg=5,1
mcg/kg/menitContoh : fentanil 4 mg dalam 250 mL D5W dititrasi
hingga 4 mL/jam untuk mengontrol nyeri. Berapa mcg/jam yang saat
ini diinfuskan?
Konversilah kesatuan yang sama :(1000 mcg = 1mg)1000 mcg/mg X
4mg = 4000 mcg Konversilah ke mL/menitLangkah ini tidak perlu
karena dosis diminta dalam mcg/jamHitunglah mcg/jam menggunakan
rumus :X mcg/jam X 250 mL =4 mL/jam4000 mcgCarilah x4000 X x
mcg/menit X 250 mL 4000 mcg= 4 mL/jam X 4000 mcgX mcg/jam X 250 =
16.000X mcg/jam X 250 : 250 = 16.000 :250X =64 mcg/jam
Menghitung Dosis Obat dan laju Aliran dengan Menggunakan
Analisis DimensionalAturan : untuk menerpakan rumus analisi
dimensional ikutilah langkah-langkah dalam contoh dibawah ini.
4. Contoh : Berikan dobutamin 400 mg dalam 250 mL D5W dengan
laju 12 mL/jam pada pasien dengan berat badan 56 kg. Anda mencatat
bahwa pasien mendapatkan..........mcg/kg/menit (dosis). Pada sisi
kiri persamaan, tulislah satuan ukuran yang dinyatakan dalam dosis
tersebutMcg/kg/menit = Lihatlah apa yang tersedia (400 mg/250mL).
Informasi ini terletak pada sisi kanan tanda sama dengan. Pembilang
dari pecahan yang baru harus memiliki satuan ukuran yang sama
dengan satuan ukuran yang diinginkan yang saat ini berada pada sisi
kiri tanda sama dengan (mcg). Konversikan ke satuan yang sama (400
mg X 1000 mcg/mg). X mcg/kg/menit = 400.000 mcg 250 mL Lihatlah
informasi apa yang tersedia dan kalikan dengan faktor tambahan
untuk meniadakan satuan ukuran agar cocok dengan satuan ukuran pada
sisi kiri persamaan. Pembilang daripecahan kedua harus cocok dengan
satuan ukuran pada penyebut dari pecahan pertama. Oleh sebab itu,
satuan ukuran (mL harus berada pada pembilang dari pecahan kedua.
Karena dosis diberikan dalam mL/jam, ini menjadi pecahan kedua. X
mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL 250 mL jam
Karena dosis pada sisi kiri dinyatakan dalam menit, maka suatu
faktor tambahan harus ditambahkan agar cocok dengan satuan ukuran
pada penyebut (jam). Jam harus dikonversi menjadi menit dengan
menempatkan 1 jam/60 menit disampingnya.X mcg/kg/menit = 400.000
mcg X 12 mL X 1 jam 250 mL jam 60 menitSatuan ukuran pada sisi kiri
persamaan memuat kg pada penyebut, sehingga pada sisi kanan
persamaan juga harus memuat kg pada penyebut.X mcg/kg/menit =
400.000 mcg X 12 mL X 1 jam 250 mL jam 60 menit 56 kgLengkap
perhitungan matematisnyaX mcg/kg/menit = 400.000 mcg X 12 mL X 1
jam 250 mL jam 60 menit 56 kgJawaban : 9 mL/ jam
Contoh : dobutamin 500 mg dalam 250 mL D5W diresepkan dengan
laju 5 mcg/kg/menit pada pasien dengan bb 60 kg. Anda harus
mengatur pompa pada laju........ mL/jam
5 mcg/kg/menit = 500.000 mcg X x mL X 1 jam 250 mL jam 60 menit
60 kgJawaban : 9 mL/jam
F. Peran Perawat Dalam Pemberian ObatPerawat bertanggung jawab
dalam pemberian obat obatan yang aman. Perawat harus mengetahui
semua komponen dari perintah pemberian obat dan mempertanyakan
perintah tersebut jika tidak lengkap atau tidak jelas atau dosis
yang diberikan di luar batas yang direkomendasikan. Berikut adalah
peran perawat dalam pemberian obat:1. Peran Dalam Mendukung
Keefektifitasan obatDengan memiliki pengetahuan yang memadai
tentang daya kerja dan efek terapeutik obat, perawat harus mampu
melakukan observasi untuk mengevaluasi efek obat dan harus
melakukan upaya untuk meningkatkan keefektifitasan obat. Pemberian
obat tidak boleh dipandang sebagai pengganti perawatan, karena
upaya kesehatan tidak dapat terlaksana dengan pemberian obat saja.
Pemberian obat harus dikaitkan dengan tindakan perawatan. Ada
berbagai pendekatan yang dapat dipakai dalam mengevaluasi
keefektifitasan obat yang diberikan kepada pasien. Namun, laporan
langsung yang disampaikan oleh pasien dapat digunakan pada berbagai
keadaan. Sehingga, perawat penting untuk bertanya langsung kepada
pasien tentang keefektifitasan obat yang diberikan.
2. Peran Dalam Mengobservasi Efek Samping dan Alergi ObatPerawat
mempunyai peran yang penting dalam mengobservasi pasien terhadap
kemungkinan terjadinya efek samping obat.untuk melakukan hal ini,
perawat harus mengetahui obat yang diberikan pada pasien serta
kemungkinan efek samping yang dapat terjadi. Beberapa efek samping
obat khususnya yang menimbulkan keracunan memerlukan tindakan
segera misalnya dengan memberikan obat-obatan emergensi,
menghentikan obat yang diberikan dan secepatnya memberitahu dokter.
Perawat harus memberitahu pasien yang memakai/ minum obat di rumah
mengenai tanda-tanda atau gejala efek samping obat yang harus
dilaporkan pada dokter atau perawat. Setiap pasien mempunyai
ketahanan yang berbeda terhadap obat. Beberapa pasien dapat
mengalami alergi terhadap obat-obat tertentu. Perawat mempunyai
peran penting untuk mencegah terjadinya alergi pada pasien akibat
pemberian obat. Data tentang alergi harus diperoleh sewaktu perawat
melakukan pengumpulan data riwayat kesehatan.3. Peran Perawat Dalam
Menyimpan, Menyiapkan, dan, PencatatanDalam menyimpan obat harus
diperhatikan tiga faktor utama, yaitu :a. Suhu: faktor terpenting,
karena pada umumnya obat itu bersifat termolabil (rusak atau
berubah karena panas), untuk itu perhatikan cara penyimpanan
masing-masing obat yang berbeda-beda. Misalnya insulin, supositoria
disimpan di tempat sejuk < 15C (tapi tidak boleh beku), vaksin
tifoid antara 2 - 10C, vaksin cacar air harus < 5C.b. Posisi:
pada tempat yang terang, letak setinggi mata, bukan tempat umum dan
terkunci.c. Kedaluwarsa: dapat dihindari dengan cara rotasi stok,
dimana obat baru diletakkan dibelakang, yang lama diambil duluan.
Perhatikan perubahan warna (dari bening menjadi keruh) pada tablet
menjadi basah / bentuknya rusak.Persiapan:a. Cuci tangan sebelum
menyiapkan obatb. Periksa riwayat, kardek dan riwayat alergi obatc.
Periksa perintah pengobatand. Periksa label tempat obat sebanyak 3
kalie. Periksa tanggal kadaluarsaf. Periksa ulang perhitungan dosis
obat dengan perawat laing. Pastikan kebenaran obat yang bersifat
toksik dengan perawat lain atau ahli farmasih. Tuang tablet atau
kapsul kedalam tempat obat. Jika dosis obat dalam unit,buka obat
disisi tempat tidur pasien setelah memastikan kebenaran
identifikasi pasieni. Tuang cairan setinggi mata. Miniskus atau
lengkung terendah dari cairan harus berada pada garis dosis yang
dimintaj. Encerkan obat-obat yang mengiritasi mukosa lambung
(kalium, aspirin) atau berikan bersama-sama dengan
makananPencatatan:a. Laporkan kesalahan obat dengan segera kepada
dokter dan perawat supervisor. Lengkapi laporan peristiwab.
Masukkan kedalam kolom, catatan obat yang diberikan, dosis, waktu
rute, dan inisial Anda.c. Catat obat segera setelah diberikan,
khususnya dosis statd. Laporkan obat-obat yang ditolak dan alasan
penolakan.4. Peran Perawat Dalam Melakukan Pendidikan Kesehatan
Tentang ObatPerawat mempunyai tanggung jawab dalam melakukan
pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga, dan masyarakat luas.
Hal ini termasuk pendidikan yang berkaitan dengan obat. Perawat
dapat memberikan penyuluhan tentang manfaat obat secara umum,
sedangkan informasi yang lebih terperinci bukan merupakan tanggung
jawab perawat tetapi tanggung jawab dokter.
BAB IIIPENUTUP
A. KesimpulanObat-obatan emergency merupakan obat-obat yang
digunakan untuk mengatasi situasi gawat darurat atau untuk
resusitasi/life support. Pengetahuan mengenai obat-obatan ini
penting sekali untuk mengatasi situasi gawat darurat yang mengancam
nyawa dengan cepat dan tepat. Obat-obat emergency atau obat-obat
yang dipakai pada gawat darurat adalah atrofin, efedrinn,
ranitidin, ketorolak, metoklorpamid, amonofilin, asam traneksamat,
adrenalin, kalmethason, furosemid, lidokain, gentamisin,
oxitosin,methergin, serta adrenalin.Banyak sekali macam obat
emergency, sebagai perawat memerlukan pemahaman sebagai modal
sebelum memberikan obat kepada pasien. Kita harus melihat indikasi,
kontaindikasi dan efeksamping karena setiap kasus akan berbeda pula
obat emergensi yang diberikan. Sehingga pasien akan tertolong
dengan pertolongan yang tepat dan tidak ada kejadian vatal yang
diakibatkan oleh kesalahan pemberian obat emergensi.B. SaranPerawat
harus mengetahui enam hal yang benar dalam pemberian obat kepada
pasien. Karena hal itu berperan penting dalam kesuksesan perawat
dalam pemberian obat.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Kesehatan. 2013. Apa yang dimaksud dengan Obat. Diakses di
http://dinkes.
go.id/index.php/artikel-kesehatan/111-apa-yang-dimaksud-dengan-obat
pada senin, 4 Mei 2015Hadiani, Miftakhul Arfah. 2011. Klasifikasi
Obat Gawat Darurat Menggunakan Analisa ABC-VED di Instalasi Farmasi
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Jurnal Teknik WAKTU. Volume 09 Nomor
02 Juli 2011 ISSN : 1412 1867Hadiani, Miftakhul H. 2011.
Klasifikasi Obat Gawat Darurat Menggunakan Analisis Abcved Di
Instalasi Farmasi Rsud Dr Moewardi Surakarta. Journal teknik.
Universitas PGRI Adi Buana
Surabayahttp://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/86
diakses pada senin, 4 Mei
2015http://medicatherapy.com/index.php/content/printversion/88
diakses 15/10/2013 pada senin, 4 Mei 2015Martindale, 34th edition
halaman 1120-1121 2. MIMS 2007 halaman 99 3. AHFS, Drug Information
2005 halaman 1276-1281 4. Drug Information Handbook 17th ed halaman
550-551.Stillwell, Susan B. 2011. Pedoman Keperaawatan Kritis.
Edisi 3. Jakarta: EGC
1