UNIT OPERASI PABRIK PEMBUATAN OBAT DEMAM BERDARAH DAN PENGEMASAN
SERTA PENYIMPANANNYA
Devi / Teknik Kimia / 1206243601
I. Pendahuluan
Virus dengue (DENV) merupakan salah satu anggota dari keluarga
virus Flaviviridae, yang ditransmisikan oleh nyamuk Aedes. Sebuah
estimasi menyatakan bahwa 400 juta orang di seluruh dunia
terinfeksi DENV setiap tahunnya, diikuti dengan 100 juta kasus
demam berdarah dan 21000 kematian (Thomas Endy, 2011; Bhatt et al,
2013). Terdapat empat jenis virus dengue, yaitu DENV1-4. Perbedaan
sequences asam amino antar stereotipe yang berbeda tersebut adalah
sekitar 25-40%. Masing-masing stereotipe dapat menyebabkan demam
berdarah, baik ringan (demam biasa) maupun fatal (Dengue
Hemorrhagic Fever dan Dengue Shock Syndrome).
DENV adalah virus yang terbungkus, dimana inti nukleokapsid
dikelilingi oleh membran lipid bilayer. Pada pembungkus lipid,
terdapat 180 eksemplar dari protein membran (M) dan protein
envelope (E). Struktur kristal dari ektodomain protein E
menunjukkan bahwa protein ini terdiri atas tiga domain yang
berbeda, yaitu DI, DII, dan DIII. Molekul ini memiliki peranan
penting bagi virus untuk masuk ke dalam sel, karena melakukan
mediasi pengikatan ke reseptor seluler dan berdifusi di antara
virus dan membran endosomal. Menurut Roehrig (2003), protein inilah
yang menjadi target utama dalam proses netralisasi antibodi.
Antibodi monoklonal manusia (HMAbs), seperti 1F4 mampu
menetralisir DENV1 (Fabriansah et al, 2014). Antibodi ini tidak
mengikat seluruh interface antar protein E yang terpisah, tetapi
monomer protein E-lah yang mengadopsi konformasi ketika antibodi
terdapat di dalam partikel virus. Proses netralisasi HMAb berkaitan
dengan penghambatan yang kuat dari liposom virus dan fusi
intraseluler dan bukan ikatan virus dengan sel. HMAb 1F4 mengikat
DI dan daerah engsel DI-II dari monomer protein E dan ikatan
antibodi cenderung sensitif terhadap daerah engsel ini. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa daerah ini merupakan epitop dasar
di dalam protein E yang mendatangkan sejenis respon netralisasi
antibodi yang spesifik. Hasil penelitian Fabriansah et al juga
menyatakan bahwa induksi netralisasi antibodi dengan menggunakan
vaksin yang mengandung monomer atau dimer protein E dapat
ditingkatkan jika sudut engsel dari protein E sama dengan sudut
permukaan virus. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka HMAbs
memiliki potensial untuk dijadikan sebagai bahan aktif obat untuk
melawan virus dengue. Dengan alasan efisiensi, yaitu agar zat aktif
berupa protein ini dapat bekerja efektif, maka sediaan yang dipilih
untuk obat ini adalah sediaan parental atau injeksi.
Proses isolasi HMAb dapat dilakukan dengan beberapa metode.
Metode yang pertama adalah dengan Epstein-Bar virus (EBV)
transformation. PMBC (Peripheral Blood Mononuclear Cell) yang telah
di cyropreservasi dicairkan, kemudian ditempatkan di dalam suatu
kultur, dan diinokulasi dengan EBV. Sel-sel kemudian diresuspensi
di dalam RPMI yang mengandung 20% (vol/vol) fetal bovine serum
(FBS), Primacin (InVivoGen, San Diego, CA), dan 2 mg/mL CpG 2006
(Midland Certified Reagent Co., Midland, TX) dan diletakkan pada
104 sel per well di dalam 96 well dari plate kultur jaringan.
Plat-plat ini telah ditanami dengan sekitar 50,000 makrofag dewasa
yang telah diiradiasi per well dari PMBC milik pendonor darah yang
sehat, yang menjadi kultur feeder untuk mempromosikan pertumbuhan
sel B yang telah ditransformasikan. Well antibodi-positif yang
mengandung sel yang dapat hidup disubkultur pada beberapa
pengenceran dan di-rescreen dengan ELISA. Cell line yang terus
tumbuh dan menghasilkan antibodi selama low-cell-density passage
pada akhirnya diklon pada pengenceran tertentu. Cell line yang
secara pasti diklon diperluas pertumbuhannya sebagai kultur
suspensi di dalam kultur roller bottle (Corning, Corning, NY) yang
menjadi sumber fluida kultur sel dan dapat dipanen setiap minggu.
HMAb dimurnikan dari 1 menjadi 2 liter dari kultur supernatan oleh
kromatografi afinitas protein A. Subkelas IgG dan tipe
cahaya-rantai dari setiap antibodi ditentukan dengan mMAb.
Proses kedua adalah melalui proses kloning HMAb dari manusia.
Untuk menghasilkan HMAb, stimulasi transien dari sel memori B
digunakan sebagai sebuah pendekatan alternatif untuk transformasi
EBV. HMAb 1,6D diisolasi menggunakan metode berikut. PMBC yang
telah di-cyropreservasi diencerkan dan dicuci seperti yang
dijelaskan di atas dan kemudian disuspensi di dalam RPMI yang
mengandung 20% (vol/vol) FBS, Primacin, 2,5 g/ml R848, reseptor
yang mirip toll (TLR7) dan TLR8 agonis (InvivoGen, San Diego, CA),
dan 50 U/ml rekombinan dari interleukin-2 manusia (Roche Diagnostic
Corporation, Indianapolis, IN). Setalh diinkubasi selama 3 hari
pada suhu 37C dan 5% (vol/vol) CO2, sel-sel dihitung kembali dan
ditempatkan di plat dengan jumlah 500 hingga 104 sel per well di
dalam 96 kultur jaringan well yang mengandung sel feeder.
Untuk menghasilkan klon molekular dari HMAb, diperlukan
konstruksi linear full-length Ig kaset ekspresi gen rantai berat
dan ringan. Klon molekular dimulai dari PMBC yang distimulasi, dan
D11C, dari garis sel B yang telah ditransformasi. Singkatnya, RNA
diekstraksi dari HMAb sel B positif ditranskripsi terbalik dan
diklon ke dalam kaset ekspresi gen. Produk PCR yang telah
dipurifikasi dari pasangan Ig kaset ekspresi gen rantai berat dan
ringan di cotransfeksikan ke dalam 80 hingga 90% konfluen sel
HEK-293T yang tumbuh di dalam plat jaringan kultur dengan 48 well
dengan menggunakan Reagen Transfeksi Fugene dengan mengikuti
instruksi produsen bahan tersebut. Supernatan transfeksi diuji
untuk produksi HMAb terhadap 4 stereotipe DENV dengan concanavalin
A (Con A) ELISA. Kultur positif ditanam ke dalam plat dengan 96
well di DMEM dengan 10% (vol/vol) FBS dan 20 g/ml Blasticidin S
(InvivoGen) untuk menghasilkan formasi dari garis produksi sel HMAb
yang stabil. Kultur diklon dengan subkultur serial pada densitas
sel yang semakin menurun di dalam plat dengan 96 well, diikuti
dengan screening antibodi pada setiap tahap.
Dari mekanisme isolasi di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk
membuat pabrik vaksin virus dengue, dibutuhkan beberapa unit
operasi sebagai berikut.
II. Unit Operasi
Gambar 2.1. Proses upstream Mab. Proses dimulai dengan ekspansi
vial thaw dan ekspansi sel melalui serangkaian tahap inoculum.
Sel-sel ini kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam seed
bioreactor seri sebelum ditransfer ke bioreaktor produksi dimana
mAb dimasukkan ke dalam media. Sentrifugasi dan serangkaian langkah
filtrasi kemudian dilakukan untuk panen broth kultur sel dari sel
dan cell debris.
(Sumber : Shukla, Abhinav dan Jorg Thommes, 2010)
Gambar 2.2. Downstream process monoklonal antibodi. Proses
dimulai dengan kromatografi Protein A untuk menghilangkan pengotor.
Proses ini juga mencakup dua langkah ortogonal khusus untuk
penghilangan virus : pH rendah menginaktivasi virus setelah
kromatografi Protein A dan filtrasi virus. Langkah terakhir proses
adalah ultrafiltrasi / diafiltration (UF / DF) untuk
memformulasikan dan mengkonsentrasikan produk
(Sumber : Shukla, Abhinav dan Jorg Thommes, 2010)
Beberapa unit operasi penting yang digunakan di dalam proses
produksi ini, antara lain :
1. Bioreactor
Gambar 2.3. Contoh bioreaktor
(Sumber : Kastanek, n.d.)
Bioreaktor adalah sebuah alat tempat terjadinya proses kimia
yang terjadi pada organisme atau substansi aktif biokimia lainnya.
Proses yang terjadi di dalam bioreaktor dapat bersifat aerobik
maupun anaerobik. Bioreaktor juga dapat berupa sebuah aparatus,
yang merupakan wadah terjadinya fermentasi, tempat bertumbuhnya
organisme yang digunakan di dalam produksi bioteknologi dari suatu
susbtansi, seperti pharmaceutical, antibodi, atau vaksin, atau
biokonversi dari limbah organik. Sebuah bioreaktor juga dapat
berupa alat atau sistem tempat tumbuhnya sel atau jaringan di dalam
konteks kultur sel. Sel kultur adalah proses peryumbuhan sel pada
kondisi tertentu.
Berdasarkan modus dasar operasi, bioreaktor dapat
diklasifikasikan sebagai bioreaktor batch dan continuous.
Berdasarkan jenis aliran fluida di dalam bioreaktor, bioreaktor
dapat diklasifikasikan menjadi reaktor CSTR, bioreaktor dengan
piston flow, dan bioreaktor dengan aliran fluida yang non-ideal.
Sedangkan, berdasarkan jumlah fase yang diolah di dalam bioreaktor,
bioreaktor dapat dibedakan menjadi bioreaktor homogen dan
heterogen.
Ukuran ferementer biasanya mencapai 1,2 juta liter. Pada
umumnya, 20-25% dari volume fermenter tidak diisi dengan medium
untuk mengizinkan terjadinya percikan, foaming, dan aerasi. Desain
fementer berbeda tergantung pada tipe fermentasi yang akan terjadi
di dalam bioreaktor tersebut. Desain reaktor yang digunakan dalam
pembuatan obat ini digambarkan oleh gambar di bawah ini, sebuah
bioreaktor dengan pengaduk.
Gambar 2.4. Mixed tank bioreactor
(Sumber : Kastanek, n.d.)
Fungsi dari impeller di dalam bioreaktor adalah untuk
homogenisasi dispersi di dalam bioreaktor, desperasi dan
menghancurkan gelembung udara untuk meningkatkan luas permukaan
perpindahan massa dan untuk meningkatkan turbulensi cairan.
2. Centifugator
Sentrifugator merupakan alat yang menggunakan prinsip gaya
sentrifugal sebagai prinsip kerjanya. Partikel-partikel
disuspensikan di dalam gerakan fluida, di bawah pengaruh gravitas,
ke arah bagian bawah alat dengan kecepatan tertentu, yang
tergantung pada ukuran dan densitas partikelnya. Pada alat ini,
gaya sentrifugasi lebih besar dibandingkan dengan gaya gravitasi.
Hal ini terjadi akibat adanya proses spinning, pada axis rotasi
sehingga partikel yang terdapat di dalamnya dipaksa untuk menjauhi
aksis tersebut.
Gambar 2.5. Centifugator
(Sumber : The Biomedical Scientist, 2013)
Terdapat beberapa komponen utama di dalam sentifugator, antara
lain :
a. Rotor
Terdapat tiga desain dasar dari rotor, yaitu desain horizontal,
fixed angle, dan vertikal. Pada desain horizontal, zat yang akan
disentrifugasi akan dilempar keluar dari posisi horizontal dan
dapat beroperasi pada kecepatan sekitar 300 rpm. Pada desain kedua,
tabung sampel diletakkan pada sudut tertentu terhadap posisi
vertikal sehingga dapat bekerja dengan kecepatan lebih tinggi,
yaitu sekitar 7000 rpm. Pada umumnya sentifugator menggunakan
desain horizontal karena dapat mengendapkan partikel dengan ukuran
besar dan efiseinsi pada gaya yang rendah karena sedimen datar akan
terbentuk.
b. Motor
Pada umumnya, motor sentrifugator memiliki torsi yang tinggi,
series wound DC motor, sehingga rotasi akan meningkay ketika
voltage meningkat.
c. Imbalance detector
Beberapa sentrifugator memiliki detektor ketidakseimbangan di
bagian dalam yang memonitor kerja rotor. Apabila terjadi
ketidakseimbangan, detektor ini akan menyebabkan alat shutdown
secara otomatis.
d. Tachometer
Alat ini digunakan untuk mengindikasi kecepatan di dalam satuan
rpm.
e. Safety ltd
Beberapa alat sentrifugator modern memiliki mekanisme
door-locking untuk mencegah penutup dari gaya yang menyebabkan
terbukanya penutup selama proses sentrifugasi sedang
berlangsung.
f. Refrigerator
Proses sentrifugasi dapat menghasilkan panas ketika rotasi
terjadi. Ketika melakukan sentrigasi pada bahan yang peka terhadap
suhu, sentrifugator harus dilengkapi dengan alat ini.
g. Braking system
Alat ini berinkorporasi untuk menghasilkan deklarasi rotor yang
tinggi.
3. Membrane filter
Membran filter adalah membran yang berupa lapisan plastik dengan
ukuran pori dengan satuan mikro. Membran ini meloloskan partikel
yang lebih kecil dari ukuran porinya dan menahan partikel dengan
ukuran yang lebih besar.
4. Cromatography skid
Gambar 2.6. Cromatography skid
(Sumber : Bio-Rad, n.d.)
Gambar 2.7. Detail cromatography skid
(Sumber : Bio-Rad, n.d.)
Alat ini digunakan untuk meningkatkan konsentrasi dan kemurnian
dari zat, dalam pengolahan obat ini adalah protein A di dalam
HMAbs.
III. Pengemasan dan Penyimpanan
Obat virus dengue dengan zat aktif berupa HMAb ini dapat dikemas
ke dalam bentuk sediaan injeksi. Tentu saja sebelum dimasukkan ke
dalam jarum suntik, obat dikemas di dalam suatu kemasan terpisah
yang dapat menjaga obat dari kerusakan atau penurunan efisiensi.
Sediaan ini sendiri kemudian dapat dilapisi atau dibungkus dengan
bahan pengemas sekunder, misalnya karton atau plastik.
Obat virus dengue ini dapat dikemas di dalam kemasan yang
dikenal dengan sebutan ampul. Ampul adalah wadah berbentuk
silindris yang terbuat dari gelas/kaca, yang memiliki ujung runcing
(leher) dan bidang dasar datar dengan ukuran normal 1, 2, 5, 10,
20, dan kadang-kadang 25, atau 30 ml (Amilina et al, 2012). Ampul
adalah wadah takaran tunggal, oleh karena total jumlah cairanya
ditentukan pemakaiannya untuk satu kali injeksi (Voight, 1995).
Gambar 3.1. Contoh ampul
(Sumber : Amilina et al, 2012)
Bahan yang digunakan sebagai wadah dari obat ini (termasuk
tutupnya) harus tidak berinteraksi dengan sediaan , baik secara
fisik maupun kimia karena akan mengubah kekuatan dan
efektifitasnya. Gelas atau kaca dipilih karena bersifat inert.
Bahan kaca yang digunakan harus jernih atau tidak berwarna
jernihuntuk memungkinkan pemeriksaaan isinya. Pada umumnya kemasan
dirancang sedemikian rupa sehingga setelah dibuka tidak dapat
ditutup rapat kembali. Ampul biasanaya di dalam kondisi aseptis.
Wadah gelas dibuat mempunyai leher agar dapat dengan mudah
dipisahkan dari bagian badan wadah tanpa terjadi serpihan-serpihan
gelas. Sesudah dibuka, obat dapat dihisap ke dalam alat sungtik
dengan menggunakan jarum hipodermik. Gelas yang digunakan dalam
pengemasan sediaan farmasi digolongkan ke dalam 4 golongan.
Tabel 3.1. Tipe gelas yang digunakan sebagai bahan pengemasan
obat dan aplikasinya
Gelas
Komposisi
Sifat-sifat
Aplikasi
Tipe I
Borosilikat
Resistensi terhadap hidrolisis tinggi,eksporasi termal
rendah
Sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk sediaan
alkali yang sama
Tipe II
Kaca soda kapur (diperlukan dealkalisasi)
Resistensi hidrolitik relatif tinggi
Sediaan parenteral asidik dan netral, bisa juga untuk sediaan
alkalin yang sesuai
Tipe III
Kaca soda lapur (tidak mengalami perlakuan
Sama dengan tipe II, tapi dengan pelepasan oksida
Cairan anhidrat dan produk kurang, sediaan parenteral jika
sesuai
Tipe NP
Kaca soda kapur (penggunaan umum)
Resistensi hidrolitik sangat rendah
Hanya digunakan untuksediaaan non parenteral (oral, tipikal,
dsb)
(Sumber : Amilina et al, 2012)
Tipe I umumnya merupakan gelas yang paling tahan dari keempat
kategori yang ada (Ansel, 1989). Sediaan yang akan diberikan secara
parental harus jernih, berkilauan, bebas dari semua zat-zat khusus
dan pengotor, seperti debu, serat baju, serpihan gelas, dan
sebagainya. Untuk mencegah masuknya partikel yang tidak diinginkan
ke dalam produk, sejumlah tindakan pencegahan harus dilakukan
selama proses pembuatan dan penyimpanan. Misalnya, larutan sediaan
disaring terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam wadah
kemasan.
Proses pengemasan diawali dengan pembersihan, pencucian, dan
sterilisasi. Pada umumnya, ampul kosong dipasarkan dalam keadaan
terbuka yang memiliki leher yang lebar untuk memudahkan pembersihan
dan pengisian. Di dalam industri, biasanya terdapat mesin pembersih
ampul yang bersifat semiotomatis dan otomatis. Pencucian otomatis
dilakukan dengan cairan pencuci yang memiliki suhu 8C dan
bertekanan tinggi (0,4 MPa). Setelah dilakukan penyemprotan dengan
cairan pencuci, pada umumnya proses pembersihan diikuti dengan dua
kali pencucian dengan air pada tekanan yang sama dan diakhiri
dengan pencucian dengan air suling (Voight, 1995).
Gambar 3.2. Diagram alir pengemasan dan penyimpanan obat
Sesudah itu, dilakukan proses pengisian dan penyegelan ampul.
Proses pengisian dilakukan dengan alat torak pengisi yang bekerja
secara manual atau elektris. Melalui gerakan lengannya, larutan
yang akan diisikan dihisap oleh sebuah torak ke dalam penyemprot
penakar, kemudian pengisian dilakukan dengan gerakan lengan yang
sebaliknya (Voight, 1995). Proses penyegelan dapat dilakukan dengan
dua cara, yaitu peleburan dan tarikan. Cara pertama, penyegelan
dilakukan dengan diberikannya semburan nyala api pada leher ampul
yang terbuka dan ampul ditutup dengan mambakar salah satu bagian
leher sambil dilakukan pemutaran ampul secara kontinu. Cara kedua,
tarikan dilakukan oleh alat penutup ampul otomatis.
Selanjutnya, dilakukan pelabelan pada ampul. Label pada umumnya
berisi nama obat, spesifikasi, serta cara penggunaan dan
penyimpanannya. Kemasan dapat dimasukkan ke dalam kemasan sekunder,
misalnya kardus karton dan dapat disimpan di dalam final warehouse
sebelum didistribusikan ke konsumen. Pemilihan kardus karton
dilakukan dengan alasan bahan yang digunakan untuk pengemasan
primer bersifat rentan. Dengan dimasukkan ke dalam kardus, resiko
adanya ampul yang pecah dapat dikurangi. Selain itu, pengemasan
sekunder dilakukan untuk mempermudah distribusi.
REFERENSI
A, Shulda Abhinav dan Jorg Thommes. 2010. Recent advences in
large-scale production of monoclonal antibodies and related
proteins. Trends in Biotechnology, Cell Press, Vol 28, (25), p.
253-261, Maret 2010.
A, Shulda Abhinav dan Uwe Gottschalk. 2013. Single-use
disposable technologies for biopharmaceutical manufacturing. Trends
in Biotechnology, Cell Press, Vol 31, (3), p. 147-154, Maret
2013
Fibriansah, Guntur, et al. 2013. A potent anti-dengue human
antibody preferentially recognizes the conformation of E protein
monomers assembled on the virus surface. EMBO Molecular Medicine,
Vol 6, (3), p. 358-371, Agustus 2013.
Warehouse
Pengisian dan penyegelan (Filling and Sealing)
Labelling
Pengemasan sekunder
(Packaging)
Pencucian dan Sterilisasi
Final Warehouse
8