2.1. Definisi
Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan
paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur,
parasit). Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
tidak termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh
nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik,
obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (2).
Gambar 1. Penyakit Pneumonia
2.2. Epidemiologi
Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan bersifat
endemik. Prevalensi kasus yang paling banyak dijumpai biasanya pada
musim panas sampai ke awal musim gugur yang dapat berlangsung satu
sampai dua tahun. Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang
lain dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah
sebabnya infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi
yang padat manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang
padat dan camp militer. (8)
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian
ini terjadi di negara-negara berkembang. Kematian akibat pneumonia
umumnya menurun dengan usia sampai dewasa akhir. Lansia juga berada
pada risiko tertentu untuk pneumonia dan kematian terkait penyakit
lainnya. Di Inggris, kejadian tahunan dari pneumonia adalah sekitar
6 kasus untuk setiap 1000 orang untuk kelompok usia 18-39. Bagi
mereka 75 tahun lebih dari usia, ini meningkat menjadi 75 kasus
untuk setiap 1000 orang. Sekitar 20-40% individu yang memerlukan
kontrak pneumonia masuk rumah sakit yang antara 5-10% diterima ke
Unit perawatan kritis. Demikian pula, angka kematian di Inggris
adalah sekitar 5-10%. Individu-individu ini juga lebih cenderung
memiliki episode berulang dari pneumonia. Orang-orang yang dirawat
di rumah sakit untuk alasan apapun juga beresiko tinggi untuk
pneumonia. (1)
2.3. Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme,
yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Pneumonia komuniti yang
diderita oleh masyarakat luar negeri banyak disebabkan bakteri Gram
Positif, sedangkan pneumonia di rumah sakit banyak disebabkan
bakteri Gram Negatif sedangkan pneumonia aspirasi banyak disebabkan
oleh bakteri anaerob. Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di
Indonesia menunjukkan bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan
dahak penderita pneumonia komuniti adalah bakteri Gram Negatif.
(2)
Bakteri
Agen penyebab pneumonia dibagi menjadi organisme Gram Positif
atau Gram Negatif seperti: Streptococcus pneumoniae (pnemokokus),
Streptococcus piogenes, Staphylococcus aureus, Klebsiela pneumonia,
Legionella, Haemophilus influenza. (7)
Virus
Influenza virus, Parainfluenza virus, Syncytial adenovirus,
chicken-pox (cacar air), Rhinovirus, Sitomegalovirus, Virus herpes
simpleks, Hanta virus. (7)
Fungi
Aspergilus, Fikomisetes, Blastomisetes dermatitidis, Histoplasma
kapsulatum. (7)
Aspirasi
Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda
asing. (7)
Tabel 1. Penyebab Penemonia Dan Kenapa Bisa Terjadi. (4)
Bakteri
Penumonia akibat bakteri ini biasanya terjadi setelah flu,
demam, atau ISPA yang menurunkan system imunitas tubuh. Sistem
imunitas yang lemah menjadi keadaan yang baik untuk bakteri
berkembang biak di paru, dan menimbulkan penyakit. Bermacam-macam
bakteri dapat menyebabkan pneumonia, yang tersering adalah
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus) dapat disebarkan apabila
orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi. Pneumonia akibat bakteri ini dapat
menjadi lebih serius bila dibandingkan dengan pneumonia akibat
virus.
Virus
Bermacam-macam virus dapat menyebabkan pneumonia. Contohnya
termasuk influenza, chickenpox, herpes simplex, and respiratory
syncytial virus (RSV). Virus dapat ditularkan antar manusia ke
manusia lain melalui batuk, bersin atau menyentuh objek dengan
tangan yang terkontaminasi yang berkontak dengan cairan dari orang
yang terinfeksi.
Jamur
Bermacam-macam jamur dapat menyebabkan pneumonia. Yang paling
sering adalah jamur yang terhirup dari udara luar/ lingkungan.
Aspirasi
Pneumonia aspirasi terjadi apabila materi/ bahan-bahan dalam
lambung atau benda asing terhirup masuk ke saluran pernafasan,
menyebabkan cedera, infeksi atau penyumbatan.
Beberapa kelompok-kelompok mempunyai faktor risiko yang lebih
tinggi untuk terkena pneumonia, yaitu antara:
1. Usia lebih dari 65 tahun.
2. Merokok.
3. Malnutrisi baik karena kurangnya asupan makan ataupun
dikarenakan penyakit kronis lain.
4. Kelompok dengan penyakit paru, termasuk kista fibrosis, asma,
PPOK, dan emfisema.
5. Kelompok dengan masalah-masalah medis lain, termasuk diabetes
dan penyakit jantung.
6. Kelompok dengan sistem imunitas dikarenakan HIV,
transplantasi organ, kemoterapi atau penggunaan steroid lama.
7. Kelompok dengan ketidakmampuan untuk batuk karena stroke,
obat-obatan sedatif atau alkohol, atau mobilitas yang terbatas.
8. Kelompok yang sedang menderita infeksi traktus respiratorius
atas oleh virus (7)
Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus
merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan.
Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan
25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen
penyebab pneumonia bervariasi tergantung:
1. Usia.
2. Status lingkungan.
3. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara).
4. Status imunisasi.
5. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi). (7)
Ada beberapa faktor utama pathogen tertentu pada peneumonia
selain diatas (4) adalah:
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi
virus. Etiologi menurut umur, dibagi menjadi:
1. Bayi baru lahir (neonatus 2 bulan).
Organisme saluran genital ibu: Streptokokus grup B, Escheria
coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia
trachomatis: tersering, Sifilis congenital ( pneumonia alba. Sumber
infeksi lain: Pasase transplasental, aspirasi mekonium, dan
CAP.
2. Usia > 2 12 bulan.
Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A ( tidak sering
tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan
pertusis.
3. Usia 1 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.
aureus tersering Chlamydia pneumonia: banyak pada usia 5-14 tahun
(disebut pneumonia atipikal).
4. Usia sekolah, remaja sampai dengan dewasa
S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumonia
(pneumonia atipikal) terbanyak. (8). Ada beberapa factor lain yang
dapat meningkatkan resiko infeksi oleh pathogen tertentu pada
pneumonia komunitas (4) seperti dibawah ini:
2.4. Patofisiologi
Dalam keadaan sehat, tidak terjadi pertumbuhan mikroornagisme di
paru. Keadaan ini disebabkan oleh mekanisme pertahanan paru.
Apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dapat berkembang biak dan menimbulkan penyakit.
(2)
Resiko infeksi di paru sangat tergantung pada kemampuan
mikroorganisme untuk sampai dan merusak permukaan epitel saluran
napas. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan :
1. Inokulasi langsung
2. Penyebaran melalui pembuluh darah
3. Inhalasi bahan aerosol
4. Kolonisasi dipermukaan mukosa. (2)
Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah secara
Kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus,
mikroorganisme atipikal, mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan
bakteri dengan ukuran 0,5 -2,0 m melalui udara dapat mencapai
bronkus terminal atau alveol dan selanjutnya terjadi proses
infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,
orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan
terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan
infeksi dari sebagian besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian
kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50 %)
juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai
obat (drug abuse) (2)
Sekresi orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang tinggi 10
8-10/ml, sehingga aspirasi dari sebagian kecil sekret (0,001-1,1
ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi
pneumonia (2)
Pada pneumonia mikroorganisme biasanya masuk secara inhalasi
atau aspirasi. Umumnya mikroorganisme yang terdapat disaluran napas
bagian atas sama dengan di saluran napas bagian bawah, akan tetapi
pada beberapa penelitian tidak ditemukan jenis mikroorganisme yang
sama (2)
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat
melalui jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada
dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi
empat stadium, yaitu:
1. Stadium I (4 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai
dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat
infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator
peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin
untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan
eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan
cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini
dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan
saturasi oksigen hemoglobin. (3)
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh
sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu
(host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena
menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan
cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti
hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal
sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam. (3)
3. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah
putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini
endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan
terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti. (3)
4. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun
dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan
diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya
semula. (3)
2.5. Klasifikasi
1.Berdasarkan klinis dan epidemiologis:
a.Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia)
b.Pneumonia nosokomial (hospital-acqiured pneumonia/nosocomial
pneumonia)
c.Pneumonia aspirasi
d.Pneumonia pada penderita Immunocompromised
Pembagian ini penting untuk memudahkan penatalaksanaan (2)
2.Berdasarkan bakteri penyebab
a.Pneumonia bakterial/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia.
Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka,
misalnya Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada
penderita pasca infeksi influenza.
b.Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan
Chlamydia
c.Pneumonia virus
d.Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised)
(2)
3.Berdasarkan predileksi infeksi
a.Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang
pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu lobus
atau segmen kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus
misalnya: pada aspirasi benda asing atau proses keganasan. Di bawah
ini gambar foto radiologi pada pneumonia lobaris:
b.Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus. Di bawah ini gambar foto thorax bronkopneumonia:
c. Pneumonia interstisial (2)
2.6.Diagnosa
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis
Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 40C, batuk dengan dahak mukoid atau
purulen kadang-kadang disertai darah, sesak napas dan nyeri
dada.
Bisa juga ditujukan untuk mengetahui kemungkinan kuman penyebab
yang berhubungan dengan faktor infeksi:
Evaluasi faktor predisposisi :
PPOK : H. Influenza
Penyakit kronik : lebih dari satu kuman
kejang / tidak sadar : aspirasi Gram negatif, anaerob
Penurunan imunitas : gram negatif
Kecanduan obat bius : staphylococcus
Bedakan lokasi infeksi
PK : S. Pneumoniae, H. Influenza, M. Pneumoniae
Rumah jompo
PN : Staphylococcus aureus
Usia pasien
Bayi : virus
Muda : M. Pneumoniae
Dewasa : S. Pneumoniae
Awitan
Cepat, akut, dengan rusty coloured sputum : S. Pneumoniae
Perlahan, batuk dengan dahak sedikit : M. Pneumoniae
b. Pemeriksaan fisik
Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru.
Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu
bernapas, pasa palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup,
pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai
bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian
menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi (2)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Gambaran radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama
untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa
infiltrat sampai konsolidasi dengan "air broncogram", penyebab
bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto toraks
saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya
merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran
pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela
pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus
atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. Pada pasien yang
mengalami perbaikan klinis ulangan foto toraks dapat ditunda karena
resolusi pneumonia berlangsung 4 12 minggu.
b. Pemeriksaan labolatorium
Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah
leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai
30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke
kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis
etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi.
Kultur darah dapat positif pada 20- 25% penderita yang tidak
diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hikarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik (2)
Dibawah ini beberapa kriteria diagnostik pneumonia nosokomial
menurut CDC:
2.7. Diagnosa Banding
1. Tuberculosis Paru (TB), adalah suatu penyakit infeksi menular
yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.
tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala
klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari
3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi
demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan
penurunan berat badan. (4)
2. Atelektasis, adalah istilah yang berarti pengembangan paru
yang tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian
paru yang terserang tidak mengandung udara dan kolaps. (4)
3. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), adalah suatu
penyumbatan menetap pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh
emfisema atau bronkitis kronis. COPD lebih sering menyerang
laki-laki dan sering berakibat fatal. COPD juga lebih sering
terjadi pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang
dirurunkan. (4)
4. Bronchitis, adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran
udara ke paru-paru). Penyakit bronchitis biasanya bersifat ringan
dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang
memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit
paru-paru) dan pada usia lanjut, bronchitis bisa bersifat serius.
(4)
5. Asma bronkial, adalah penyakit yang ditandai dengan
penyempitan saluran pernapasan, sehingga pasien yang mengalami
keluhan sesak napas/kesulitan bernapas. Tingkat keparahan asma
ditentukan dengan mengukur kemampuan paru dalam menyimpan oksigen.
Makin sedikit oksigen yang tersimpan berarti semakin buruk kondisi
asma. (9)
2.8. Penatalaksanaan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
data mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena
beberapa alasan yaitu :
1.Penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
2.Bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai
penyebab pneumonia.
3.Hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu (2)
Pengobatan Pneumoni dibagi menjadi dua antara lain :
a. Pneumoni Komunitas
Kelompok I : pasien berobat jalan tanpa riwayat penyakit jantung
paru dan tanpa adanya faktor peubah (resiko pneumokokkus resisten,
infeksi gram negatif, resiko infeksi P. Aeruginosa-RPA.
Kelompok II : pasien berobat jalan dengan riwayat penyakit
jantung paru dengan atau tanpa adanya faktor peubah.
Kelompok IIIa. : pasien dirawat di RS diluar ICU.
Kelompok IIIb. : pasien tidak disertai tidak disertai penyakit
jantung pare dan tidak ada faktor pengubah.
Kelompok IV : pasien dirawat di ICU ( a. Tanpa resiko persisten
P. Aeruginosa-RPA dan b. Dengan resiko).
b. Pneumoni Nosokomial
Pemberian terapi empirik antibiotik awal untuk pneumonia
nosokomial yang tidak disertai faktor resiko untuk patogen resisten
jamak, dengan onset dini pada semua tingkat berat sakit adalah
dengan antibiotik spektrum terbatas :
Atau dengan menggunakan antibiotik spektrum luas :
Pemberian antibiotik harus diberikan sesegera mungkin. Jika ada
faktor resiko resistensi maka antibiotik diberikan secara
kombinasi, jika tidak ada resiko maka diberikan monoterapi.
Modifikasi antibiotik biasanya diberikan setelah didapat hasil
bakteriologik dari bahan sputum atau darah. Respon terhadap
antibiotik dievaluasi dalam 72 jam.
2.9. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran
bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan
perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi.
Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi
yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. (2)
Pneumonia biasanya dapat obati dengan baik tanpa menimbulkan
komplikasi. Bagaimanapun, komplikasi dapat terjadi pada beberapa
pasien terutama penderita yang termasuk ke dalam kelompok resiko
tinggi (faktor risiko).
Akumulasi cairan: cairan dapat menumpuk diantara pleura dan
bagian bawah dinding dada (disebut efusi pleura) dan dapat pula
terjadi empiema. Chest tube (atau drainage secara bedah) mungkin
dibutuhkan untuk mengeluarkan cairan. (1)
Abses: pengumpulan pus (nanah) pada area yang terinfeksi
pneumonia disebut dengan abses. Biasanya membaik dengan terapi
antibiotik, namun meskipun jarang terkadang membutuhkan tindakan
bedah untuk membuangnnya.
Bakteremia: Banteremia muncul bila infeksi pneumonia menyebar
dari paru masuk ke peredaran darah. Ini merupakan komplikasi yang
serius karena infeksi dapat menyebar dengan cepat melaui peredaran
darah ke organ-organ lain. (1)
Kematian: walaupun sebagian besar penderita dapat sembuh dari
pneumonia, pada beberapa kasus dapat menjadi fatal. Kurang dari 3%
penderita yang dirawat di rumah sakit dan kurang dari 1% penderita
yang dirawat di rumah meninggal dunia oleh peneumonia atau
komplikasinya. (1)
2.10. Prognosis
Prognosis penyakit pneumonia secara umum baik, tergantung dari
kuman penyebab dan penggunaan antibiotika yang tepat serta adekuat.
Perawatan yang baik serta intensif sangat mempengaruhi prognosis
penyakit pada penderita yang dirawat. (4)
1. Pneumonia Komunitas
Kejadian PK di USA adalah 3.4-4 juta kasus pertahun, dan 20% di
antaranya perlu dirawat di RS. Secara umum angka kematian pneumonia
oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat pada
orang tua dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan influenza di
USA merupakan penyebab kematian no. 6 dengan kejadian sebesar 59%.
Sebagian besar pada lanjut usia yaitu sebesar 89%. Mortalitas
pasien CAP yang dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang
tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada pasien.
(4)
2. Pneumonia nasokomial
Angka mortalitas PN dapat mencapai 33-50%, yang bisa mencapai
70% bila termasuk yang meninggal akibat penyakit dasar yang
dideritanya. Penyebab kematian biasanya adalah akibat bakteremia
terutama oleh Ps. Aeruginosa atau Acinobacter spp. (4).
BAB III
PNEUMONIA KOMUNITI
3.1.Pneumonia Komuniti
Pneumonia komuniti adalah pneumonia yang didapat di masyarakat.
Pneumonia komuniti ini merupakan masalah kesehatan yang menyebabkan
angka kematian tinggi di dunia (2).
3.2.Etiologi
Menurut kepustakaan penyebab pneumonia komuniti banyak
disebabkan bakteri Gram positif dan dapat pula bakteri atipik.
Akhir-akhir ini laporan dari beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa bakteri yang ditemukan dari pemeriksaan dahak penderita
pneumonia komuniti adalah bakteri Gram negatif. Berdasarkan laporan
5 tahun terakhir dari beberapa pusat paru di Indonesia (Medan,
Jakarta, Surabaya, Malang, dan Makasar) dengan cara pengambilan
bahan dan metode pemeriksaan mikrobiologi yang berbeda didapatkan
hasil pemeriksaan sputum sebagai berikut (2):
Klebsiella pneumoniae 45,18%
Streptococcus pneumoniae 14,04%
Streptococcus viridans 9,21%
Staphylococcus aureus 9%
Pseudomonas aeruginosa 8,56%
Steptococcus hemolyticus 7,89%
Enterobacter 5,26%
Pseudomonas spp 0,9%
3.3. Diagnosis Pneumonia Komuniti
Diagnosis pneumonia komuniti didapatkan dari anamnesis, gejala
klinis pemeriksaan fisis, foto toraks dan labolatorium. Diagnosis
pasti pneumonia komuniti ditegakkan jika pada foto toraks terdapat
infiltrat baru atau infiltrat progresif ditambah dengan 2 atau
lebih gejala di bawah ini:
a. Batuk-batuk bertambah
b. Perubahan karakteristik dahak/purulen
c. Suhu tubuh > 380C (aksila) /riwayat demam
d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara
napas bronkial dan ronki
e. Leukosit > 10.000 atau < 4500
3.4. Penilaian Derajat Keparahan Penyakit
Penilaian derajat kerahan penyakit pneumonia kumuniti dapat
dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian
Pneumonia Patient Outcome Research Team (PORT) seperti tabel di
bawah ini :
Tabel 1. Sistem skor pada pneumonia komuniti berdasarkan
PORT
Menurut ATS kriteria pneumonia berat bila dijumpai 'salah satu
atau lebih' kriteria di bawah ini (2).
a. Kriteria minor:
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobus
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
b. Kriteria mayor adalah sebagai berikut :
Membutuhkan ventilasi mekanik
Infiltrat bertambah > 50%
Membutuhkan vasopresor > 4 jam (septik syok)
Kreatinin serum > 2 mg/dl atau peningkatan > 2 mg/dI, pada
penderita riwayat penyakit ginjal atau gagal ginjal yang
membutuhkan dialysis
c. Berdasar kesepakatan PDPI, kriteria yang dipakai untuk
indikasi rawat inap pneumonia komuniti adalah:
1. Skor PORT lebih dari 70
2. Bila skor PORT kurang < 70 maka penderita tetap perlu
dirawat inap bila dijumpai salah satu dari kriteria dibawah
ini.
Frekuensi napas > 30/menit
Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg
Foto toraks paru menunjukkan kelainan bilateral
Foto toraks paru melibatkan > 2 lobuS
Tekanan sistolik < 90 mmHg
Tekanan diastolik < 60 mmHg
Pneumonia pada pengguna NAPZA
d. Kriteria perawatan intensif
Penderita yang memerlukan perawatan di Ruang Rawat Intensif
adalah penderita yang mempunyai paling sedikit 1 dari 2 gejala
mayor tertentu (membutuhkan ventalasi mekanik dan membutuhkan
vasopressor > 4 jam [syok sptik]) atau 2 dari 3 gejala minor
tertentu (Pa02/FiO2 kurang dari 250 mmHg, foto toraks paru
menunjukkan kelainan bilateral, dan tekanan sistolik < 90 mmHg).
Kriteria minor dan mayor yang lain bukan merupakan indikasi untuk
perawatan Ruang Rawat Intensif. (2)
3.5. Pneumonia atipik
Pada pneumonia selain ditemukan bakteri penyebab yang tipik
sering pula dijumpai bakteri atipik. Bakteri atipik yang sering
dijumpai adalah Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumoniae,
Legionella spp. Penyebab lain Chlamydiapsittasi, Coxiella burnetti,
virus Influenza tipe A & B, Adenovirus dan Respiratori
syncitial virus. (2)
3.6. Penatalaksanaan
Dalam hal mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan
keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi
rawat dapat diobati di rumah. Juga diperhatikan ada tidaknya factor
modifikasi yaitu keadaan yang dapat meningkatkan risiko infeksi
dengan mikroorganisme pathogen yang spesifik misalnya S. pneumoniae
. yang resisten penisilin. Yang termasuk dalam faktor modifikasis
adalah: (2)
a. Pneumokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan
terakhir
Pecandu alcohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
Bakteri enterik Gram negative
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru
Mempunyai kelainan penyakit yang multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
b. Penatalaksanaan pneumionia komuniti dibagi menjadi:
a. Penderita rawat jalan
Pengobatan suportif / simptomatik
- Istirahat di tempat tidur
- Minum secukupnya untuk mengatasi dehidrasi
- Bila panas tinggi perlu dikompres atau minum obat penurun
panas
- Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pemberian antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari
8 jam
b. Penderita rawat inap di ruang rawat biasa
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
- Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan (sesuai bagan) kurang dari
8 jam
c. Penderita rawat inap di Ruang Rawat Intensif
Pengobatan suportif / simptomatik
- Pemberian terapi oksigen
- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori dan
elektrolit
d. Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik,
mukolitik
Pengobatan antibiotik (sesuai bagan.) kurang dari 8 jam
Bila ada indikasi penderita dipasang ventilator mekanik
Penderita pneumonia berat yang datang ke UGD diobservasi tingkat
kegawatannya, bila dapat distabilkan maka penderita dirawat map di
ruang rawat biasa; bila terjadi respiratory distress maka penderita
dirawat di Ruang Rawat Intensif. (2)
Bila dengan pengobatan secara empiris tidak ada perbaikan /
memburuk maka pengobatan disesuaikan dengan bakteri penyebab dan
uji sensitiviti.
c. Pengobatan pneumonia atipik:
Antibiotik masih tetap merupakan pengobatan utama pada pneumonia
termasuk atipik. Antibiotik terpilih pada pneumonia atipik yang
disebabkan oleh M.pneumoniae, C.pneumoniae dan Legionella adalah
golongan :
Makrolid baru (azitromisin, klaritromisin, roksitromisin)
Fluorokuinolon respiness
Doksisiklin(2)
d. Terapi Sulih (switch therapy)
Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan
perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal
ini untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi
nosokomial. Perubahan obat suntik ke oral harus memperhatikan
ketersediaan antibiotik yang diberikan secara iv dan antibiotik
oral yang efektivitinya mampu mengimbangi efektiviti antibiotik iv
yang telah digunakan. (2)
Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama,
potensi sama), switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step
down (obat sama atau berbeda, potensi lebih rendah).
Contoh terapi sekuensial: levofioksasin, moksifloksasin,
gatifloksasin
Contoh switch over: seftasidin iv ke siprofloksasin oral
Contoh step down amoksisilin, sefuroksim, sefotaksim iv ke
cefiksim oral. Obat suntik dapat diberikan 2-3 hari, paling aman 3
hari, kemudian pada hari ke 4 diganti obat oral dan penderita dapat
berobat jalan. (2)
e. Kriteria untuk perubahan obat suntik ke oral pada pneumonia
komuniti:
Tidak ada indikasi untuk pemberian suntikan lagi
Tidak ada kelainan pada penyerapan saluran cerna
Penderita sudah tidak panas 8 jam
Gejala klinik membaik (mis: frekuensi pernapasan, batuk)
Leukosit menuju normal/normal
3.7. Evaluasi pengobatan
Jika setelah diberikan pengobatan secara empiris selama 24-72
jam tidak ada perbaikan, kita harus meninjau kernbali diagnosis,
faktor-faktor penderita, obat-obat yang telah diberikan dan
bakteripenyebabnya, seperti dapat dilihat pada gambar 1. (2)
3.8. Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor
penderita, bakteri penyebab dan penggunaan antibiotik yang tepat
serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi
prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Angka kematian
penderita pneumonia komuniti kurang dari 5% pada penderita rawat
jalan , sedangkan penderita yang dirawat di rumah sakit menjadi
20%. Menurut Infectious Disease Society Of America (IDSA) angka
kematian pneumonia komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas
yaitu kelas I 0,1% dan kelas II 0,6% dan pada rawat inap kelas III
sebesar 2,8%, kelas IV 8,2% dan kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan
bahwa meningkatnya risiko kematian penderita pneumonia komuniti
dengan peningkatan risiko kelas. Di RS Persahabatan pneumonia rawat
inap angka kematian tahun 1998 adalah 13,8%, tahun 1999 adalah 21%,
sedangkan di RSUD Dr. Soetomo angka kematian 20 -35%.(2)
3.9. Pencegahan
Pola hidup sebut termasuk tidak merokok
Vaksinasi (vaksin pneumokokal dan vaksin influenza) sampai saat
ini masih perlu dilakukan penelitian tentang efektivitinya.
Pemberian vaksin tersebut diutamakan untuk golongan risiko tinggi
misalnya usia lanjut, penyakit kronik , diabetes, penyakit jantung
koroner, PPOK, HIV, dll. Vaksinasi ulang direkomendasikan setelah
> 2 tahun. Efek samping vaksinasi yang terjadi antara lain
reaksi lokal dan reaksi yang jarang terjadi yaitu hipersensitiviti
tipe 3. (2)
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut yang mengenai
parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup
bronkiolus respiratorius dan alveoli yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab
non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan
gangguan pertukaran gas setempat. Organisasi Kesehatan Dunia
memperkirakan bahwa satu dari tiga kematian bayi baru lahir
disebabkan pneumonia. Lebih dari dua juta anak di bawah lima tahun
meninggal setiap tahun di seluruh dunia. WHO juga memperkirakan
bahwa hingga 1 juta ini (vaksin dicegah) kematian disebabkan oleh
bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari 90% dari kematian
ini terjadi di negara-negara berkembang.
Etiologi pneumonia antara lain:
1. Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus
hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza, Bacillus
Friedlander.
2. Virus: Respiratory syncytial virus, virus influenza,
adenovirus, cytomegalovirus.
3. Jamur: Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidioides
immitis, Aspergillus, Candida albicans.
4. Aspirasi: Makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan
amnion, benda asing.
Diagnosis pneumonia ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta dibantu dengan pemeriksaan penunjang,
antara lain: pemeriksaan radiologis, laboratorium, dan
bakteriologis.