Sahabat Sejati
Ksatria Sejati1. Sang Juara
Dua bulan ini, Ahmad sedang giat berlatih. Kejuaraan karate anak
tingkat Nasional membentang di depan matanya. Sebelumnya, Ahmad
lolos dalam kejuaraan karate tingkat kecamatan, kabupaten dan
propinsi. Dalam kejuaraan tingkat nasional ini, ia mewakili
propinsi Jawa Barat.
Setiap hari Minggu, ia lari pagi setelah subuh di Masjid. Lalu
latihan karate sampai pukul 10.00. Ahmad beristirahat selama satu
jam. Setelah itu ia latihan karate lagi. Ia sangat beruntung,
pelatihnya adalah ayahnya sendiri. Dengan demikian, pelatih tidak
memaksakannya di luar batas kemampuan Ahmad. Sang ayah selalu
menyesuaikan jadwal latihan Ahmad dengan sekolah dan kemampuan
anaknya. Selain hari libur, Ahmad berlatih pagi dan sore selama
tiga jam saja. Kalau Ahmad sudah kelelahan, ayah menyuruhnya
istirahat. Sejak usia dua tahun, Ahmad sering melihat dan meniru
jurus-jurus karate. Sang ayah adalah pelatih karate yang mempunyai
banyak anak didik. Setiap ayahnya latihan, Ahmad selalu berada di
belakang beliau. Melihat ada bakat dan kemauan dalam diri Ahmad
maka sang ayah serius melatih anaknya itu. Dan Ahmad pun ingin
seperti ayahnya yang jago karate, memiliki ban hitam saat masih SMP
dan juara karateka nasional dan se-Asia lima tahun berturut-turut.
Meski demikian sang ayah rendah hati dan suka menolong sesamanya.
Wajar kalau Ahmad mengidolakan ayahnya.Ahmad tahu, tujuan berlatih
bela diri adalah untuk kesehatan dan menjaga diri dari hal-hal yang
mengancam jiwanya. Tidak untuk pamer, menyombongkan diri atau
gagah-gagahan. Ahmad yakin jika ia menyombongkan diri dengan
karatenya maka karate itu akan mengalahkan dirinya sendiri.Haik!
Haik!
Suara-suara Ahmad terucap cukup keras. Ia sedang latihan
bertarung dengan ayahnya di taman belakang rumah. Ahmad lebih suka
berlatih di tempat terbuka daripada di Dojo milik ayahnya. Sebab
udaranya segar. Peluh Ahmad membasahi pelipis sampai menetes.
Sampai-sampai bajunya basah oleh keringat. Sudah siang, Nak.
Bersiap-siap ke sekolah Ibu Ahmad mengingatkan.Ya! Cukup Nak, kata
sang pelatih.
Ya, Yah.
Ahmad membungkukkan badan pada ayahnya. Dan sebaliknya ayahnya
pun demikian. Artinya, latihan usai. Ahmad bergegas mandi,
berpakaian rapi lalu sarapan nasi goreng plus telur mata sapi
kesukaannya. Tidak lupa ia minum susu.
Ahmad, dengar-dengar kamu mewakili Jawa Barat dalam kejuaraan
karateka anak ya? tanya Wisnu, teman Ahmad lain kelas.
Wisnu kelas VA sedang Ahmad VB.
Alhamdulillah, iya Nu. Doakan ya biar bisa juara.
Ya, aku ikut berdoa, Mad. Kamu hebat ya, kecil-kecil udah jago
bela diri, puji Wisnu.
Alhamdulillah. Kamu juga pintar Nu. Selalu juara kelas, kata
Ahmad membalas pujian.
Wisnu tersenyum. Dalam hati Wisnu, suatu saat nanti ia ingin
belajar karate pada Ahmad. Di dalam kelas Pak Candra, wali kelas
Ahmad bertanya padanya. Berita tentang Ahmad yang akan mewakili
Jawa Barat dalam kejuaraan karate anak telah tersebar. Kejuaraan
karate itu memang bukan antar sekolah melainkan sifatnya umum.
Siapa saja boleh mengikuti kejuaraan tersebut meskipun tidak
bersekolah asalkan usianya sesuai dengan persyaratan kejuaraan.
Betul Pak. Saya minta doanya.
Ya. Kami semua akan berdoa untuk kemenanganmu. Allah pasti
memberikan yang terbaik untukmu. Bapak bangga mempunyai murid yang
bisa mewakili kota kita di tingkat nasional. Semoga berhasil!Ahmad
terharu. Orang-orang di sekitarnya mendukungnya dalam kejuaraan
ini. Dia pun bersyukur.
*****
Pulang sekolah, di tengah perjalanan.Eh, teman-teman kayaknya
ada jagoan nih, di sekolah kita, seru Banu, kakak kelas Ahmad yang
terkenal suka mengganggu teman-teman yang lain.Wah, boleh dicoba
tuh! seru yang lain satu kelompok dengan Banu.
Oke, coy! Aku sudah lama nggak mukul orang, timpal Rocky yang
katanya ikut latihan taekwondo.
Astagfirullah... ucap Ahmad lirih.
Ahmad sendirian dalam perjalanan pulang sekolah. Rumahnya memang
paling jauh dibanding teman-temannya. Biasanya ia naik angkot atau
minta dijemput oleh ibunya. Tapi, kali ini ia ingin jalan kaki agar
melatih daya tahan tubuh. Ahmad sangat tidak menyangka ganknya Banu
akan mencegat dia. Seingat Ahmad, dia tidak pernah berbuat salah
pada mereka. Maaf, kakak-kakak ada apa sehingga kakak-kakak
mencegat saya? tanya Ahmad sopan.
Kakak, kakak! Memangnya, kami kakakmu?! balas Banu.
Haaahaa..! Mereka tertawa keras. Entah apa yang mereka
tertawakan.
Heh! Sebelum kamu ikutan kejuaraan karate itu, lawan dulu aku.
Siapa tahu, kamu cuma anak bawang yang memanfaatkan popularitas
ayah kamu! teriak Rocky.
Astaghfirullah lirih Ahmad lagi.
Harap kamu tahu ya! Kamu sudah mengalahkan Rolly, adikku! Aku
akan membalasnya! kata Rocky.
Rolly? Ya Allah, Rolly yang ikut kejuaraan karate itu adiknya
Rocky? Rolly tidak satu sekolah denganku. Kebetulan Rolly kalah
dalam penyaringan di tingkat propinsi ketika berhadapan denganku.
Apakah aku salah? Ahmad berkata dalam hati.
Ahmad tidak tahu kalau Rolly sangat terpukul atas kekalahannya.
Dan Rocky ingin membalas kekalahan adiknya itu.
Kak, saya tidak mau berkelahi. Kalaupun saya kebetulan
mengalahkan adik kakak, itu sebuah kejuaraan bukan atas dasar
amarah dan saya minta maaf, Ahmad membela diri.
Aku tidak mau dengar ucapanmu! Lawan aku!
Rocky melompat dari akar pohon tebal, yang melintang di atas
tanah. Teman-teman yang lain hanya menonton.
Kak, saya tidak mau
Belum selesai Ahmad berbicara, Rocky sudah menendangnya.
BUG!
AAAGH! Perut Ahmad kesakitan.
Ahmad terkejut ketika tendangan yang kedua hendak menuju
punggungnya. Segera Ahmad menangkisnya. Ia tidak bisa mengelak
jurus-jurus yang dikeluarkan oleh Rocky. Anak berbadan tinggi dan
berkulit putih itu terpaksa meladeni keinginan Rocky untuk
bertarung dengannya. Sementara itu, yang lain hanya menonton dan
memberi dukungan pada Rocky.Rocky! Rocky! Rocky!
Ayo, Ky! Tendang saja! Pukul saja anak ingusan itu!
Sudah lima belas menit berlalu. Rocky cukup tangguh juga
rupanya.. Namun Ahmad kelihatan santai. Gerakan-gerakannya hanya
menangkis serangan dari Rocky. Ahmad tidak
membalasnya.Lama-kelamaan, Rocky kesal.
Ayo lawan aku! Pukul aku! teriak Rocky jengkel. Rocky
mempercepat serangannya. Bertubi-tubi tendangan dan pukulan
melayang ke arah Ahmad. Namun, dengan mudah Ahmad menangkis dengan
cepat pula. Tiga puluh menit kemudian.Akhirnya Rocky menyudahi
serangannya. Ia tidak bisa membuat Ahmad terpancing supaya
memukulnya.Lain waktu, aku akan menantangmu lagi!
Rocky memberi kode pada teman-temannya. Mereka pergi dari
hadapan Ahmad. Anak kelas VB itu mengambil tasnya yang sejak tadi
diletakkan di tanah. Ada rasa salah dalam hatinya. Kakak Rolly
menyerangnya tentu tidak dengan alasan. Mungkin terjadi sesuatu
pada Rolly. Sebenarnya, Rolly seorang karateka yang tangguh. Namun,
sewaktu kejuaraan itu nasib baik berpihak padaku sehingga aku bisa
memenangkan kejuaraan tingkat propinsi. Hati Ahmad berkata
demikian. Padahal, Ahmad berlatih keras dalam mencapai kemenangan.
Ahmad memang rendah hati meski ia benar-benar seorang karateka yang
tangguh.
Sepertinya, aku harus menengok Rolly. Ya, besok aku harus ke
rumahnya. Mungkin terjadi sesuatu dengannya sehingga kakaknya
membalas kekalahan Rolly. Aku akan minta maaf
Sepanjang jalan menuju rumah, Ahmad memikirkan Rolly dan
perkelahiannya tadi dengan Rocky. Ia ingat betapa Rocky sangat
marah saat menyerangnya. Ahmad sedih sebab ada orang yang
membencinya. Ia tidak mau mempunyai lawan maupun musuh.
Setelah berganti pakaian dan berwudhu, Ahmad berdoa untuk
kebaikan Rolly dan kakaknya. Ahmad meminta pada Allah agar tidak
ada dendam di hati masing-masing.
Sementara itu, Ibu sedang mengajarkan Matematika pada Yahya,
adik Ahmad. Sedang Nadia, adik Ahmad yang bungsu tertidur pulas.
Ahmad ingin bercerita tentang kejadian tadi pada ibu, tapi ia
urungkan. Anak yang menjadi teladan bagi adik-adiknya itu mengambil
nasi, sayur dan lauknya. Ahmad makan siang.*****Latihan karate
Ahmad tadi sore tidak begitu baik. Tidak seperti biasanya..
Beberapa kali sang ayah memergokinya sedang melamun. Dengan sangat
mudah, Ahmad terjatuh karena serangan dari sang pelatih.
Ayah mengajaknya istirahat.
Ahmad sakit?
Ahmad menggeleng.
Ahmad masih ingat bukan, konsentrasi saat berhadapan dengan
lawan sangat penting, tegur Ayah.
Ya Ayah. Ahmad tahu itu. Ada sesuatu yang menjadi pikiran Ahmad,
Yah. Tadi sepulang sekolah, Ahmad dicegat oleh Rocky, kakaknya
Rolly.
Sang ayah agak terkejut.
Ayah ingat Rolly kan? Dia yang kalah sewaktu kejuaraan propinsi
kemarin. Dan kakaknya ingin membalas kekalahan adiknya itu. Mungkin
Rolly sangat sedih dan kecewa dirinya kalah sehingga kakaknya tidak
terima. Ahmad ingin ke rumah Rolly. Ahmad ingin minta maaf padanya
dan menjadi sahabatnya. Ya, Ayah setuju meskipun kamu tidak salah.
Sebaiknya memang Ahmad ke rumah Rolly sehingga kita tahu keadaan
Rolly. Apakah ia sangat sedih dengan kekalahannya atau tidak. Ayah
mengerti, kamu sedih karena ada teman yang ingin berkelahi
denganmu. Tapi, tidak usah terlalu dipikirkan. Yang penting kita
mencari jalan keluarnya, nasehat ayah.Ahmad mengangguk.
Keesokan harinya.
Zak, kamu tahu rumahnya Kak Rocky nggak? tanya Ahmad di luar
kelas.
Seingat Ahmad, Zaki pernah dibonceng oleh Rocky sepulang
sekolah.
Ya aku tahu. Rumahnya dekat dengan rumahku, Mad. Samping kanan
pas. Ada apa? Kamu mau ke rumah Rocky?
Insya Allah, Zak. Adiknya Rocky sahabatku saat kejuaraan karate
kemarin, timpal Ahmad tanpa memberitahu tentang kejadian
kemarin.
Adiknya Rocky? Oooh, Rolly?
Ahmad mengangguk dan tersenyum. Zaki menawarkan diri untuk
menemani Ahmad ke rumah Rocky namun Ahmad menolaknya dengan halus.
Ia ingin ke sana sendiri. Kalau rumah Zaki, Ahmad sudah tahu. Ahmad
sudah tidak sabar ingin ke rumah Rolly. Tentu saja ia pulang dulu
ke rumah. Rencananya pukul 16.00 nanti, ia akan ke sana.
Assalamualaikum!Assalamualaikum!
Dua kali Ahmad mengucap salam. Akhirnya terdengar jawaban. Mama
Rolly membuka pintu. Ahmad memperkenalkan dirinya dan mengatakan
maksud kedatangannya. Mama Rolly menyambut Ahmad dengan ramah. Hal
ini membuat Ahmad lega.
Ahmad melihat Rolly turun dari tangga. Rolly pun demikian.
Mereka saling bertatapan. Hati Ahmad berdebar kencang, khawatir
sesuatu akan terjadi. Namun ia sudah siap jika hal terburuk
menimpanya.
Assalamualaikum Rolly. Ahmad menyapa terlebih dulu.
Baik. Rolly bersikap dingin. Ada apa kemari?
Saya ingin bersilaturahmi dan ingin menjadi sahabatmu.
Rolly terdiam.
Aku minta maaf jika ada kesalahan yang telah aku perbuat Aku
ingin bersahabat dengan siapa saja, kata Ahmad.Kamu tidak salah.
Aku hanya perlu waktu untuk menerima kekalahan kemarin.
Tiba-tiba saja, Ahmad mengulurkan tangannya. Tak disangka, Rolly
menyambutnya dan mereka berangkulan. Alhamdulillah, Ahmad sangat
bersyukur. Ia mempunyai sahabat baru. Mama Rolly tersenyum melihat
anaknya menerima Ahmad menjadi sahabat. Bukan musuh lagi.Pada
hari-hari selanjutnya mereka merencanakan berlatih karate bersama.
Ya, dunia menjadi indah karena persahabatan. Sebab kedamaian
tercipta di atas persahabatan. Maka itulah sebabnya Allah
menciptakan manusia bersuku-suku dan beraneka ragam warna kulit.
Tujuannya agar saling kenal-mengenal dan mengingat kebesaran
Allah
Pertandingan karate tingkat nasional tinggal dua hari lagi.
Ahmad tetap berlatih karate meski waktunya tidak selama
kemarin-kemarin. Sebelum seminggu hari H kejuaraan Ahmad latihan
selama 8 jam sehari. Lima jam di pagi hari dan sore 3 jam. Namun
seminggu ini, hanya satu sampai dua jam saja. Ia tidak mau
memforsir tubuhnya. Itu nasehat ayah juga. Agar sewaktu kejuaraan
nanti, ia tidak keletihan karena latihan. Ahmad lebih mengutamakan
daya tahan tubuhnya. Ia lari pagi mengelilingi Universitas
Padjajaran di daerah Jatinangor. Di sana, udaranya masih segar.
Pepohonan rindang kerap dijumpai sehingga oksigen cukup melimpah di
kawasan itu. Sorenya ia berlatih karate hanya sejam saja lalu
berenang.Bagaimana perasaanmu setelah hari kian dekat dengan
kejuaraan, Nak? tanya Ayah di malam yang terang dengan bulan.
Cukup cemas, Yah.
Ayah tersenyum. Beliau bercerita tentang pengalamannya sewaktu
akan menghadapi kejuaraan dulu. Kata sang ayah, beliau pun khawatir
dan takut menghadapi kejuaraan. Namun, beliau banyak berdoa dan
berdzikir sehingga hatinya lebih tenang. Ayah mengingatkan Ahmad
untuk bertawakal pada Allah. Bukankah Ahmad sudah berusaha?Hari
kejuaraan tibaAyah memeluk Ahmad erat. Begitu juga ibu. Ibu minta
maaf pada putranya karena tidak bisa menemaninya sampai kejuaraan
berakhir. Sebab kedua adik Ahmad masih kecil sehingga tidak bisa
ditinggal. Rolly merangkul Ahmad dan memberi semangat
padanya.Sukses, Mad! Kamu pasti bisa!
Beberapa guru dan teman-teman yang lain menyalaminya. Termasuk
Wisnu dan Cecep, sahabat karib Ahmad.
Ahmad tersenyum. Ia banyak berdzikir agar hatinya lebih tenang
menghadapi kejuaraan. Kali ini, kejuaraan karate Nasional diikuti
oleh 20 peserta dari berbagai propinsi sehingga ada 5 putaran.
Waktu yang diperlukan dalam kejuaraan ini kurang lebih satu bulan.
Teman-teman dan beberapa guru yang mengantar Ahmad hanya bisa
menemani saat pertama kali Ahmad bertanding saja. Sebab mereka
harus bersekolah. Ahmad bersiap-siap. Namanya terpanggil melalui
pengeras suara. Pada putaran pertama, Ahmad harus berhadapan dengan
wakil dari Jakarta. Cukup berat. Ahmad dan wakil dari Jakarta
saling membungkukkan badan. Pertandingan dimulai. Ayah berdoa sejak
tadi dan beliau yakin, putranya sanggup bertanding dengan baik.
Hiat!
Hop!
Teriakan-teriakan dari Ahmad dan lawannya terdengar begitu seru.
Dua-duanya sama-sama tangguh. Ayah, Wisnu, Rolly dan Cecep seolah
tak berkedip menyaksikan pertandingan ini. Suporter dari Jakarta
berkali-kali memberi semangat pada wakilnya. Wisnu dan
teman-temannya tak mau kalah. Rombongan dari Bandung juga meneriaki
Ahmad.
Ahmad berhasil memukul perut lawan. Dan Ahmad pun memar di
kakinya karena tendangan lawan.
Ayo Ahmad! Kamu bisa!
Bandung, OKE!
Waktu hampir habis. Namun, nilai masih sama. Lawan Ahmad
sebanding dengannya. Pada saat-saat terakhir ini, Ahmad menambah
konsentrasinya. Sedetik, dua detik, tiga detik
Hiaat! seru Ahmad.Bug!
AAKHH!
Ahmad melakukan mawashi geri (tendangan memutar) dengan sangat
baik dan tepat mengenai dada lawan. Lelaki yang lebih tinggi dari
Ahmad itu terjatuh. Penonton dari Bandung bersorak senang.
Sambon! teriak wasit. Ahmad mendapat nilai tiga.
Priiit! Priiit! Priiit! Bunyi peluit menandakan pertandingan
usai. Dan Ahmad keluar sebagai pemenang dalam putaran pertama. Ayah
tersenyum lebar dan mengepalkan tangan ke atas.
Allahu Akbar!
***Ahmad bersyukur pada Allah, ia bisa mengikuti setiap putaran
kejuaraan. Itu artinya ia lulus dari babak semi final. Dan dari
babak semi final ini menyisakan 2 orang yang akan keluar sebagai
pemenang. Ahmad berhadapan dengan wakil dari Kalimantan Timur. Pada
pertandingan yang menentukan ini, ibu ke Jakarta bersama keluarga
besar dari ibu maupun ayah. Kakek, nenek, om, tante dan
saudara-saudara sepupu Ahmad ikut hadir. Teman-teman Ahmad juga
datang. Sayang, Ahmad belum mengetahuinya. Sebab, mereka baru
datang setelah Ahmad bertanding.
Tepuk tangan riuh penonton untuk lawan Ahmad yang bernama Roy
sedikit membuat hati Ahmad ciut. Roy adalah lawan yang sangat
tangguh. Usianya lebih tua dua tahun dari Ahmad. Pengalaman dan
prestasinya di karate sudah banyak dibanding Ahmad.
Sudah dua kali Ahmad terjatuh karena tendangannya. Orangtua
Ahmad cemas. Mereka khawatir Ahmad terluka dan memaksakan diri
untuk meneruskan pertandingan. Ahmad, kami di sini Nak! Ayo
berjuanglah! seru Kakek.Saudara-saudara yang lain ikut menyemangati
Ahmad. Ahmad menoleh ke arah penonton. Sepertinya ia mendengar
suara kakek. Ia melihat saudara-saudara dan teman-temannya ada di
sana. Seolah-olah Ahmad merasa mereka berharap padanya. Ahmad tidak
ingin siapa pun kecewa. Ada kekuatan baru dalam diri Ahmad. Allahu
Akbar!Saat kesempatan tiba, Ahmad tidak menyia-nyiakannya. Jurus
Hanget Su dan Kanku Dai membuat lawannya terjatuh dan tidak sanggup
meneruskan pertandingan.
Tepuk tangan dan sorak-sorai terdengar merdu di telinga Ahmad.
Sang juara bersujud syukur. Ayah merangkulnya bangga.
Saudara-saudara Ahmad ikut merangkulnya. Tiada yang lebih indah
selain dukungan dan doa dari keluarga.2. Namanya AliAhmad pulang
dengan membawa sebuah piala dan uang sejumlah 30 juta rupiah. Ahmad
sangat bersyukur dan yakin bahwa kemenangan yang ia dapatkan adalah
karena pertolongan dan izin Allah. Maka ia tidak berhak sombong.
Rencananya uang itu akan ditabung untuk biaya sekolah Ahmad dan
adik-adiknya.
Malam yang sepi dan dingin. Ahmad dan keluarga masih dalam
perjalanan ke Bandung. Ahmad sudah tidur beberapa jam tadi. Ayah
Ahmad menggantikan om Faris menyetir mobil. Ibu dan adik-adiknya
terlelap di bangku tengah. Tiga saudara sepupu Ahmad tidur di
bangku belakang. Sedang Kakek, Nenek dan lainnya berada di mobil
lain.
Ahmad memandang ke luar mobil. Ia duduk di depan bersama ayah.
Beberapa mobil mendahului. Lampu-lampu menerangi jalan seolah tak
pernah lelah. Ada beberapa pemuda yang duduk-duduk di jembatan.
Malam-malam begini mereka masih di jalanan. Kasihan. Kemudian mata
Ahmad menangkap anak-anak yang tertidur di pinggiran jalan dengan
hanya beralaskan koran. Badannya meringkuk menahan dingin. Ya
Allah, ternyata banyak sekali orang-orang yang
kekurangan.Sepertinya mereka tidak punya rumah ya, Yah?
Ayah tahu siapa yang Ahmad maksud.
Yah, memang banyak sekali anak-anak yatim piatu, tidak punya
rumah , dan sangat kekurangan. Mereka terpaksa harus menghadapi
kerasnya hidup di jalananan.
Ahmad tidak tega melihatnya. Ternyata di saat aku tertidur lelap
dengan nyaman di kasur empuk dan rumah yang aman, mereka sedang
kedinginan. Mungkin mereka juga kelaparan, lirih Ahmad.
Ayah menarik napas panjang dan mengiyakan.
Ayah, aku ingin memberi mereka makanan. Boleh? pinta Ahmad.
Ayah menatap putranya sebentar. Boleh.
Terimakasih Yah!
Ayah memberhentikan mobil di tepi jalan. Ahmad mengambil
roti-roti, permen dan kue. Juga tiga dus berisi nasi dan lauknya.
Ia membawanya sendiri menghampiri anak-anak yang tidur di pinggir
jalan dekat jembatan. Ayah memperhatikan dari mobil. Ibu terbangun
dan bertanya pada ayah, Ada apa?
Ayah menjelaskannya. Ibu memandang anaknya dengan haru. Ahmad
memiliki akhlak yang mulia.
Assalamualaikum Assalamualaikum
Seorang anak laki-laki terbangun.
Namaku Ahmad, aku punya makanan untuk kalian. Ini
Anak itu terperanjat. Baru kali ini ada orang yan berbaik hati
memberikan makanan malam-malam begini. Di saat perut mereka memang
benar-benar keroncongan. Ahmad menanyakan nama anak itu dan di mana
biasanya mereka tinggal.
Biasana urang tinggal di gerbong eta. Anak itu menunjuk salah
satu gerbong bekas, agak jauh dari tempat di mana mereka tidur.
Tapi, ada preman yang mengusir kami.
Ahmad mengangguk dan segera berpamitan. Anak itu sangat
berterimakasih.
***
Keluarga Ahmad merencanakan akan mengadakan syukuran atas
kemenangan Ahmad dalam kejuaraan karate nasional seminggu yang
lalu.
Sore ini, anak berwajah cukup tampan dan berkulit putih itu ke
rumah teman-temannya. Ahmad membagi-bagikan undangan syukuran. Ia
ditemani Asep, sahabat dekat Ahmad.
Aku pasti datang Mad. Aku senang sekali kamu jadi juara karate
nasional, ujar Rolly.
Ahmad tersenyum. Terimakasih. Ini juga atas doa dan dukunganmu,
Roll.
Sesaat kemudian Rocky, kakak Rolly muncul dari loteng.
Hai Mad! Sudah lama?
Sepertinya Rocky sudah melupakan peristiwa sebulan yang lalu.
Saat ia mencegat Ahmad dan mengajaknya berkelahi sepulang
sekolah.Baru saja, Kak.
Selamat ya atas keberhasilanmu! Kamu memang pantas mendapatkan
peringkat juara, kata Rocky tulus.
Rocky menjabat tangan erat Ahmad. Ahmad bersyukur, kebencian
Rocky dan Rolly padanya hanya beberapa saat saja. Ahmad sangat
merasakan betapa indahnya persahabatan. Tidak ada dendam dan
kebencian. Banar kata pepatah. Mempunyai berpuluh-puluh sahabat
rasanya masih kurang sedang satu musuh saja sudah kelebihan.
Artinya Ahmad ingin berteman dengan siapa saja dan sama sekali
tidak ingin mempunyai musuh.
Semua teman Ahmad telah mendapat undangan. Juga beberapa guru.
Namun di tangannya masih ada satu undangan. Asep sudah kelihatan
lelah menemani Ahmad.
Undangan buat siapa lagi, Mad?
Emm, buat teman-teman baruku Sep.
Dahi Asep berkerut. Teman baru? Tanpa banyak bicara, Asep ikut
saja. Ia dibonceng Ahmad. Jalan yang mereka lalui banyak batu
sehingga Asep terguncang-guncang. Ia semakin lelah. Masih jauh ya,
Mad? keluh Asep.Tidak.
Ya, tidak menurut Ahmad. Padahal, baru limabelas menit kemudian
sepeda Ahmad berhenti di depan sebuah gerbong kereta yang tidak
terpakai lagi. Asep heran.
Mad, ini rumah teman baru kamu?Ahmad mengangguk.
Baru saja Ahmad berjalan selangkah, mereka mendengar ada suatu
bahaya di dalam gerbong bekas itu.
BUG! Seorang anak didorong sehingga terjatuh dari gerbong.
Astaghfirullah! Ahmad dan Asep kaget.
Ahmad membantu anak itu bangun. Kamu tidak apa-apa Ali?
Seseorang berwajah galak dan berkumis melotot ke arah Ali. Tidak
puas mendorong Ali, bapak itu hendak memukulnya.
Hop! Ahmad menangkis pukulan itu. Asep mundur beberapa
langkah.
Bapak itu berang. Siapa kamu?! Jangan ikut campur!
Maaf Pak. Saya temannya Ali. Apakah Ali mempunyai kesalahan?
tanya Ahmad berani.
Ali memberi isyarat agar Ahmad tidak ikut campur. Ahmad
mengangguk tapi bapak itu masih ingin memukul Ali dan Ahmad
berhasil menangkisnya. Karena kesal, bapak itu menyerang Ahmad.
Perkelahian tidak bisa dielakkan. Asep menarik tangan Ali yang
hendak melerai perkelahian itu. Asep tahu, teman akrabnya mampu
menghadapi bapak itu. Berkali-kali Ahmad menangkis serangan
lawannya tanpa ada perlawanan. Serangan bapak bertubuh gemuk dan
pendek itu semakin membabi buta. Ahmad merasa bapak di hadapannya
harus diberi satu pukulan saja agar perkelahian ini usai.
BUG! Bapak itu memegangi perutnya yang gendut. Ia terduduk.
Maaf Pak, kalau saya boleh tahu kenapa Bapak ingin memukul teman
saya?
Bapak itu masih memegangi perutnya sambil meringis. Namun,
matanya menyimpan kebencian. Tiba-tiba saja bapak itu bangkit dan
meninggalkan mereka.
Awas siah! ancam bapak itu pada Ali.
Ahmad tertunduk. Teganya bapak itu pada Ali yang masih
kecil.Kalau boleh tahu, ada apa antara kamu dan bapak itu, Li?
tanya Ahmad.
Aku tidak setor uang. Ali menunduk.
Ahmad paham. Ali mempunyai seorang adik. Mereka mencari uang
dengan mengamen dari satu bis ke bis lainnya. Sulit sekali mencari
uang pada zaman sekarang ini. Segala harga barang melambung tinggi
sehingga harga sebungkus nasi pun tentu naik sedang penghasilan
mereka tidak seberapa.Sejak tadi Asep hanya mendengarkan
pembicaraan mereka. Ia baru tahu ternyata ada anak-anak sebayanya
yang kesulitan dalam hidup. Jangankan untuk makan, untuk
mempertahankan diri agar tidak dipukuli orang-orang jahat saja
sulit sekali.
Li, aku ingin mengundang kamu makan-makan di rumahku.
Ali menerima undangan itu sambil menunduk.
Jangan lupa ajak adik dan teman-temanmu, ya.
Aku malu datang ke rumahmu, kata Ali masih menunduk.
Saya sangat berharap kamu datang. Kita semua sama, Li. Kita
adalah hamba Allah dan Allah menciptakan kita untuk berteman, ucap
Ahmad bijak.
Ahmad rutin mendengarkan ceramah dan membaca buku-buku Islami.
Ia rajin shalat, membaca Alquran dan menghafalkannya. Sejak kecil,
ayah dan ibu Ahmad mendidiknya demikian sehingga Ahmad tumbuh
menjadi anak yang baik dan berakhlak mulia.
Ahmad beranjak dari samping gerbong, tempat Ali tinggal. Ia
tidak bisa membantu Ali dari ancaman para orang jahat setiap saat.
Jawara karateka itu menyarankan Ali agar selalu meminta pertolongan
pada Allah.
Allah itu sangat dekat, Li. Sedekat tengkuk leher kita. Ali
mengenang kata-kata Ahmad yang sangat meresap di hatinya. Ia sangat
beruntung mendapat teman sebaik Ahmad. Bukan karena Ahmad
memberinya makanan melainkan karena Ahmad luhur budinya. Ali
memandangi undangan dari Ahmad. Lalu ia beranjak mencari adiknya.
Ali tidak sabar ingin memberi tahu kabar gembira bahwa mereka
diundang makan-makan oleh Ahmad.
Sementara itu, dalam perjalanan Asep memikirkan Ali. Ia tidak
menyangka ada anak yang sangat kesulitan dalam hidupnya. Untuk
mencari makan saja harus kepanasan di terik matahari dengan hasil
yang tidak seberapa. Belum lagi hasil jerih payahnya Ali direbut
oleh orang-orang jahat (preman) seperti tadi. Asep tidak bisa
membayangkan apabila ia seperti Ali. Selama ini Asep tinggal di
rumah yang nyaman, makan enak, sekolah dengan riang. Semuanya itu
orangtuanya yang menyediakan. Sedang Ali hanya tinggal di gerbong
kereta bekas yang tentunya kotor dan bau, makan sangat apa adanya,
tidak bisa bersekolah dan hidupnya penuh ancaman. Dan Ahmad pun
memikirkan Ali. Ali yang tidak tahu pasti berapa usianya. Namun ia
lebih tinggi dari Ahmad. Mungkin umurnya hanya terpaut satu atau
dua tahun dengan Ahmad. Ali yang tidak tahu siapa ayah dan ibunya.
Sejak kecil, seorang kakek merawatnya dan meninggal saat Ali sudah
bisa mencari uang sendiri dengan mengamen. Kalau tidak mendapat
uang ia terpaksa menadahkan tangan pada orang-orang berkendaraan di
perempatan lampu merah dan mencari barang-barang bekas seperti
kaleng, dus dan plastik.Mad, aku kasihan sama Ali. Ia kan masih
kanak-kanak tapi hidupnya susah sekali, lirih Asep.
Ya, aku juga tidak tega melihatnya. Sayang aku tidak bisa
berbuat banyak.
Tak terasa, Ahmad sampai di rumah. Asep pamit pulang. Rumahnya
tidak jauh dari Ahmad. Ahmad dan Asep menceritakan teman barunya
pada orangtua mereka. Orangtua mereka pun kasihan pada anak-anak
yang tinggal di jalanan itu namun mereka hanya bisa membantu
sekedarnya. Mungkin suatu saat nanti, jika Allah memberi rezeki
yang berlebih, orangtua Ahmad dan Asep ingin menyekolahkan
teman-teman baru Ahmad dan Asep.
Mari kita tengok Ali dan teman-temannya. Ali hafal tempat di
mana teman-temannya mencari uang. Ali menuju ke sana. Di tempat
perhentian mikrolet Ali melihat adiknya sedang mengamen.
Aya berita bagus! Berita bagus! seru Ali pada teman-temannya
yang sedang bergerombol duduk di pinggir jalan.
Aya naon, aya naon? tanya mereka dengan logat Sunda yang
kental.
Kita diundang makan-makan!
Haaa? Nyamnyam kata teman salah satu teman Ali membayangkan
lezatnya makan daging ayam.
Mereka terbelalak. Jarang-jarang ada orang yang mau mengajak
mereka makan enak.
Saha nu ngundang? Kapan?Baturan. Besok.
Adik Ali yang baru saja mengamen segara diberitahu kabar gembira
itu. Wajahnya menjadi berseri-seri.
*** Ahmad ingin sekali membantu ibunya menyiapkan jamuan makan
yang diadakan besok sore. Namun ibunya melarang. Sudah ada beberapa
tetangga yang diminta tolong untuk memasak dan menyiapkan acara
syukuran itu. Ibu menyuruhnya belajar saja. Maka Ahmad pun
membuka-buka buku membaca pelajaran IPA. Tak lama kemudian, Yahya
adiknya, yang masih kelas 3 SD minta diajari PR Bahasa Indonesia.
Dengan senang hati Ahmad mengajarinya.Waktu merayap kian jauh.
Dentang jam dinding terdengar satu kali. Terlihat Ali dan
teman-temannya tidur di emperan toko. Mereka tidak tahu, petugas
trantib sedang mengincar mereka. Sebuah truk berhenti di dekat
anak-anak jalanan itu. Adik Ali yang mengetahui terlebih dahulu
berteriak ketakutan.
Aya trantib! Trantib!
Semuanya terbangun dan terlonjak segera melompat, berlari ke
segala arah. Mereka menyelamatkan diri mereka sendiri. Bunyi sirene
yang baru dihidupkan menambah suasana menegangkan. Ali melompati
tempat sampah, menabrak dinding-dinding dan terhuyung-huyung. Ia
tidak peduli. Yang ada dibenaknya, ia bisa lolos dari petugas
itu.
Karena masih kecil, adik Ali berhasil ditangkap dengan mudahnya.
Dan beberapa teman diamankan oleh petugas itu. Ali ngos-ngosan di
sebuah pojok toko. Ia bersembunyi di balik tembok. Ali tidak tahu
kalau ada petugas yang mengetahui keberadaannya. Saat Ali terpejam
sesaat karena matanya pedih, ia terkejut bukan main.
TERTANGKAP KAU!
Ali diangkut ke truk. Di sana adiknya menangis. Ali memeluknya.
Teman-teman yang berhasil ditangkap diam membisu. Setahu mereka
orang-orang jalanan yang ditangkap akan ditanya macam-macam dan
mendekam di sel lalu diangkut ke sebuah daerah terpencil. Namun ada
juga yang bercerita bahwa setelah ditangkap mereka akan dibina
menjadi orang yang mempunyai ketrampilan agar bisa mencari uang
dengan cara yang lebih baik. Entahlah, yang pasti dibenak mereka
hanya ada ketakutan.Pak polisi bertanya dengan tegas pada anak-anak
jalanan itu dan meminta agar mereka tidak lagi tinggal di jalanan
karena mengganggu ketertiban kota. Untuk sementara mereka tinggal
di sel dulu. Rencananya mereka akan tinggal di Lembaga Swadaya
Masyarakat Cahaya Mandiri , sebuah lembaga yang mengurus anak-anak
jalanan. Ahmad tidak tahu, teman-teman barunya tidak bisa datang.
Ahmad tidak tahu anak-anak yang tidak memiliki rumah dan keluarga
itu sedang di tahanan sementara.
Tasyakuran Ahmad berjalan dengan baik. Teman-teman, guru dan
para undangan yang lain datang ke rumah Ahmad kecuali Ali dan
teman-temannya. Ayah Ahmad menyampaikan ucapan syukur pada Allah
dan terimakasih pada para hadirin yang telah menyempatkan diri
datang ke acara tasyakuran Ahmad. Hanya beberapa menit ayah Ahmad
berbicara. Setelah itu Ustadz Fikri memberi nasehat pada mereka.
Ustadz mengingatkan kita agar selalu senantiasa bersyukur pada
Allah dan bersabar atas apa yang menimpa kita. Sebagai orang yang
diberi rezeki yang berlebih maka kita wajib saling tolong menolong
dalam kebaikan. Ahmad jadi teringat pada Ali. Ia ingin sekali
menolong sahabatnya itu agar mendapat rumah yang layak dan makan
yang cukup. Tapi bagaimana caranya?Acara makan hampir usai. Namun
teman-teman baru Ahmad belum datang juga. Ahmad cemas menanti
mereka. Apakah Ali malu datang ke rumahku? Bukankah aku sudah
mengatakan pada Ali bahwa kita semua sama? Atau apakah terjadi
sesuatu dengan Ali?
Mana teman barumu itu Mad? tanya Rolly. Ahmad sudah bercerita
tentang Ali dan teman-temannya yang akan datang hari ini.
Belum datang kali, Roll.
Ali kok belum datang ya, Mad? Jangan-jangan terjadi sesuatu sama
mereka, tambah Asep mendekati Ahmad.Ahmad mengangkat bahu, Semoga
mereka baik-baik saja.
Lagian, berteman kok sama anak-anak jalanan. Yah, mereka malulah
ngumpul sama kita, ujar Zaki yang masih makan es krim.
Ahmad memandangnya tidak suka. Kita berteman dengan siapa saja,
Zak. Tidak memandang kaya atau miskin. Anak jalanan atau bukan.
Kita itu sama-sama ciptaan Allah, Zak. Jangan sombong! tambah
Asep.
Siapa yang sombong? Aku Cuma bilang mereka malu kali datang ke
sini.
Sudahlah, ucap Ahmad. Ia tetap menanti Ali dan teman-temannya di
pagar rumah.
Teman-teman Ahmad pulang satu-persatu. Ahmad mengucapkan
terimakasih pada mereka. Namun pikiran Ahmad masih bertanya-tanya
tentang Ali. Sebenarnya ia ingin memperkenalkan Ali pada
teman-teman sekolahnya. Dan Ahmad ingin mereka saling menolong Ali
yang kekurangan.Ali kok belum datang ya Bu.
Mungkin mereka sedang mencari uang dulu. Ibu mengerti kecemasan
anaknya.
Masih jam tiga sore. Kalau 15 menit lagi Ali belum datang, Ahmad
akan ke tempat Ali bersama Asep. Ahmad shalat Ashar berjamaah di
Masjid dekat rumahnya. Ia tidak lupa untuk mendoakan ibu dan
ayahnya, adik-adiknya dan Ali serta teman-temannya.
Kumaha Mad? Apakah kita ke sana saja? tanya Asep yang juga
shalat berjamaah.
Ayo!Ahmad bersemangat ia membawa dus-dus berisi makanan dan
minuman kaleng. Pasti mereka senang. Pikir Ahmad. Asep rela
menempuh perjalaanan yang cukup jauh. Ia pun senang melakukannya.
Tiada yang lebih bahagia ketika kita bisa memberi orang-orang yang
tidak punya. Betul kan?!
Sepeda Ahmad berhenti di depan gerbong berkarat itu. Sepi. Hanya
angin sepoi yang meniup helai-helai rambut Asep. Sedang rambut
cepak Ahmad tertutup topi. Mereka berpandangan. Sepertinya tak ada
orang, Sep.
Asep mengangguk. Ia maju beberapa langkah.
Assalamualaikum!
Tak ada jawaban.
Assalamualaikum! Kini Ahmad ikut mengucapkan salam.
Dua sahabat itu menunggu. Ini salam yang ke tiga. Asep mennyikut
lengan Ahmad dan kepalanya menunjuk suatu arah. Ada orang
berlari-lari menuju ke gerbong tua.
Kamu yang namanya Ahmad, ya? tanya orang itu dengan napas yang
tidak teratur.
Ahmad menyodorkan air mineral.
Semalam Ali dan teman-teman yang lain ditangkap trantib. Hanya
ada tiga orang yang lolos, cerita orang itu sedih.
Asep dan Ahmad kaget. Sekarang mereka di mana? kata Asep.
Di kantor polisi. Mereka ditahan.
Sampai kapan? Dahi Ahmad berkerut karena serius.
Aku tidak tahu.Sep, bagaimana kalau kita menjenguk mereka di
sana? tanya Ahmad.
Asep menggigit bibir. Mmmm, oke.
Aku takut, Mad, kata orang di hadapan Ahmad. Kenapa?Aku takut
ditangkap juga. Aku kan sama seperti Ali dan teman-teman.
Akhirnya, Ahmad memutuskan agar orang itu tidak ikut ke kantor
polisi. Tidak lupa Ahmad memberi satu dus makanan dan seplastik
snak lengkap dengan buah dan air minumnya. Orang itu girang bukan
main. Sejak malam, ia memang belum makan. Ia belum mengamen hari
ini, takut kena trantib.
Namamu siapa?
Aku Encep.
Aku Ahmad dan ini temanku Asep.
Dua sahabat itu berpamitan.
***Ahmad menaruh sepedanya. Ia mencari-cari ayahnya. Ahmad lega.
Ayahnya sedang membantu membereskan piring-piring. Tanpa
pendahuluan, Ahmad langsung menyerbu ayahnya dengan cerita tentang
peristiwa yang menimpa Ali dan teman-temannya. Ahmad berharap ayah
akan mengantarnya ke kantor polisi. Yah, aku kasihan sama mereka.
Kita jenguk mereka ya?
Kita memang harus ikut prihatin terhadap mereka tapi Ayah tidak
bisa
Yah tolooong mohon Ahmad. Makanan ini adalah hak untuk mereka,
Yah. Kita harus mengantarnya ke sana.
Ayah manggut-manggut. Beliau hafal dengan sifat anaknya yang
keras dengan keinginannya. Kalau keinginan itu positif, ayah akan
mengabulkannya tapi kalau tidak tentu saja ayah menolak. Kali ini
permintaan Ahmad adalah suatu hal yang mulia.
Sep, bada Maghrib Ayahku akan mengantar kita ke Ali! telepon
Ahmad senang.
Oke! Jemput aku ya.
Di kantor Polsek Ujung Berung.
Saudara siapanya anak-anak jalanan itu? tanya petugas.
Kami temannya Ali, Pak. Asep menengokkan kepalanya ke arah Ahmad
yang menjawab tegas sekali. Pak polisi meminta ayah Ahmad
menunjukkan kartu identitas. Ya silahkan! Kalian boleh membesuk
anak-anak itu.
Ahmad, Asep dan ayah tersenyum lega. Pintu tahanan sementara itu
dibuka. Ali kaget bukan main. Ahmad lagi! Ali memeluk Ahmad erat.
Air matanya menetes. Anak-anak yang tinggal di jalaanan itu menyeka
air mata. Satu persatu teman Ali menyalami Ahmad, Asep dan ayah.
Suasana benar-benar haru. Sebelumnya mereka tidak pernah dijenguk
oleh siapa pun saat ditangkap petugas trantib.
Teman-teman karena kalian tidak bisa datang ke rumahku, aku
bawakan dus-dus ini. Silahkan dimakan.
Lagi-lagi Ali dan teman-teman mendapat kejutan. Sejak semalam,
mereka belum makan. Bahkan ada beberapa yang belum makan sejak
kemarin. Bagai menemukan harta karun, mereka mengerubungi dus-dus
makanan dan snak. Ahmad senang melihatnya.
Terimakasih Ahmad! Terimaksih Asep! Pak, kami sangat
berterimaksih ucap Ali sungguh-sungguh. Hanya Allah yang bisa
membalas kebaikan Bapak dan kalian.
Ahmad, Asep dan ayah tersenyum menahan haru. Mereka makan lahap
sekali. Ayah meninggalkan mereka sebentar. Beliau berbincang dengan
pihak kepolisian. Rencana kami, mereka akan dibina di sebuah
Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengurus anak-anak jalanan. Di sana
mereka akan diajari berbagai keterampilan, jelas Bapak Polisi.
Alhamdulillah, bagus kalau begitu.
Tapi, mereka sering melarikan diri ke jalanan lagi setelah di
LSM. Mereka tidak betah tinggal di rumah.
Mungkin, anak saya bisa membujuk mereka agar tidak ke jalanan
lagi, kata ayah Ahmad.
Saya harap kerjasama yang baik dapat terjalin, harap Pak Polisi
berbadan tegap dan ramah.
Kita lihat sedang apa Ahmad serta teman-temannya. Mereka
bersenda gurau setelah Ali menceritakan peristiwa penangkapan
kemarin malam. Mereka saling mengenal lebih dekat. Ahmad sedang
menghapal nama-nama teman barunya yang berjumlah sembilan itu.
Setelah agak lama, tiba-tiba mata Ahmad menangkap sebuah kalung
berbandul kepala singa milik Ali dan adiknya. Kalung itu bagus dan
sepertinya bukan benda murah.
Kalung kalian sama dengan adikmu, Li? Ada nama tertera di kepala
singa itu. Nama Ali. Kalung Ari juga ada tertera namanya. Ali
menunduk melihat kalungnya.
Iya. Kata Abah yang merawat kami dulu, kalung ini sudah ada
sejak kami ditemukan di depan sebuah rumah kosong.
Dahi Ahmad berkerut.
Mungkin, ibuku menaruh kami di depan rumah orang dengan harapan
kami akan dirawat oleh orang yang punya rumah itu. Ternyata
rumahnya kosong. Dan kami ditemukan oleh Abah Songgi saat beliau
melintas di depan rumah kosong itu. Ali terlihat sedih.
Duh, maaf ya Li. Kamu jadi teringat lagi masa lalumu. Ahmad
merasa bersalah.
Nggak apa-apa Mad. Suatu saat aku ingin bertemu dengan
ibuku.
Ya! Kenapa kita tidak mencarinya?! seru Ahmad dan Asep
bersamaan.
Aku sudah mencarinya ke mana-mana tapi tidak ada hasil.
Belum, Li! Usaha kita belum maksimal! semangat Ahmad.
Asep mengiyakan.
Oh ya kalian sudah tahu belum akan tinggal di mana? tanya
Ahmad.
Kami tidak tahu, Mad.
Insya Allah kalian akan dirawat oleh sebuah lembaga yang merawat
anak-anak lainnya. Dan kalian akan diajarkan keterampilan, sela
ayah yang baru bergabung.
Keterampilan apa, Pak? tanya Ali.
Seperti membuat hiasan dinding, kaligrafi dan lainnya. Makan,
pakaian dan tempat tidur Insya Allah akan dijamin oleh lembaga.
Wah, bagus Li. Kalian dimudahkan. Ahmad senang.
Ya, tapi Belum tentu, Mad.
Insya Allah, kalian akan lebih terawat di sana. Anak-anak,
kalian mempunyai hak untuk belajar, untuk pintar dan hidup lebih
layak Kalian juga berhak untuk menjadi orang sukses. Tentu melalui
belajar, ilmu, usaha dan doa. Ayah harap, kalian mau tinggal di
lembaga itu.
Ahmad ikut menyemangati Ali dan teman-temannya agar mau tinggal
di lembaga itu.
Insya Allah kita akan sering-sering menjenguk kalian di lembaga,
tambah Asep.
Menit kian bertambah. Meski sedang asik mengobrol, ayah
mengingatkan putranya. Ya, Ahmad dan Asep harus pulang. Dua anak
baik hati itu berpamitan. Ali dan teman-temannya sangat
berterimakasih.
Semoga cepat keluar dari sini ya, teman-teman.
Ahmad melambaikan tangan.
2. Persahabatan Ahmad sedang berada di Dojo. Meski menjadi juara
Nasional ia tetap rajin latihan setiap sore, empat kali dalam
seminggu. Kadang, Ahmad juga main kasti dan bersepeda bersama
teman-teman. Terlihat Ahmad sedang konsentrasi pada lawannya. Ayah
menjadi wasitnya. Ya, Ahmad berhadapan dengan salah satu murid
ayah. Berkali-kali tendangan maegeri dilontarkan pada Ahmad.
Pukulan yang ditujukan oleh Ahmad juga berhasil ditangkis. Lalu
Ahmad melakukan mawashi geri. BUG! Tepat mengenai pinggang Arwan.
Arwan menyerah. Ayah menyudahi latihan. Beliau menanyakan apakah
muridnya itu baik-baik saja. Ugh, ternyata pinggangnya cukup nyeri.
Ahmad meminta maaf.
Ahmad! Ahmad! Asep berteriak memanggil nama anak yang sangat
berbakat dalam karate itu. Keringatnya belum kering ketika Asep
memanggilnya.Hai! Ada apa, Sep?
Kita ada PR kelompok, lho. PR Matematika banyak pisan.
Ya Allah, kalau kamu tidak mengingatkan, aku lupa, Sep. Dikumpul
besok ya?
Asep mengangguk. Asep ingin mengerjakan PR sekarang. Tapi, sudah
pukul 17.50. Hampir Maghrib.
Nanti setelah Isya saja, ya Sep. Mau Maghrib.
Oke. Tapi kamu yang ke rumahku ya.
Berees.
***PR-nya susah sekali sih, Sep.Yang mana?
Ini nomor tujuh.
Asep melihat pekerjaaan sahabatnya. Dalam matapelajaran, Asep
memang lebih unggul daripada Ahmad. Asep selalu masuk lima besar,
sedang Ahmad hanya bisa mendapat ranking 6-10.
Oooh, gampil! Sini aku kasih tahu.
Ahmad tersenyum. Senang juga mempunyai teman berotak encer. Kita
jadi bisa belajar padanya.
Sep, aku ingin menjenguk Ali, ujar Ahmad.
Mereka membicarakan Ali dan teman-temannya padahal PR belum
usai.
Aku juga ingin sekali ke sana. Kata ayahmu, Ali sudah dipindah
ke lembaga. Asep terdiam sesaat. Mad, aku ingin mengajari mereka
membaca dan menulis meski di lembaga itu mungkin diajari baca tulis
juga.
Aku juga. Agar kita sering ketemu. Aku ingin menolongnya mencari
orangtuanya.
Ali. Ali adalah nama salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang
gagah berani, berakal cerdas, rendah hati, bijak Semoga Ali
sahabatku pun demikian.Ahmad berkata dalam hati.
Aku sepakat. Kita cari orangtua Ali sama-sama
Asep pun memikirkan Ali. Mahabesar Allah yang menciptakan
manusia untuk saling kenal-mengenal dan tolong-menolong Dan Ali
sangat beruntung mendapat sahabat seperti Ahmad dan Asep.
Sep, sudah malam Nak! suara mama Asep mengagetkan mereka.
Astaghfirullah! PR-nya belum dikerjakan semua, Sep!
Kalau gitu, aku mengerjakan nomor 20 sampai 30. Kamu nomor 11-20
ya. Nomor 1 sampai 10 Insya Allah sudah betul.
Soal cerita Matematika memang membutuhkan waktu agak lama untuk
dikerjakan apalagi kalau sambil mengobrol. Ahmad diantar oleh papa
Asep.
Di rumah bercat putih itu, Ahmad meneruskan PR-nya. Ibu heran
mengapa PR belum selesai. Ahmad menjawab sebenarnya. Ia berbicara
tentang Ali dengan Asep sehingga tidak terasa waktu berjalan. Ibu
Ahmad paham dengan putranya yang peduli pada sesamanya namun ibu
berharap agar putranya itu tidak melalaikan tugas sekolah. Huuaaakh
Ahmad melirik jam. Pukul 22.00. Lama juga.
Tak terasa, Ahmad tertidur di meja belajar. Ibu yang menengoknya
kembali, pelan-pelan membangunkannya agar tidur di kasur. Berdoa
dulu. Ibu mengingatkan.
Bismika Allahumma akhya wabismika amuut.
Pagi menyambut penduduk bumi. Segarnya udara Bandung membuat
orang-orang bersemangat bekerja. Berbagai aktivitas menanti dan
apakah hari ini akan lebih baik dari hari kemarin? Semoga.
Ahmad bangun agak kesiangan. Ibunya sulit membangunkannya pada
pukul 04.30 tadi. Tidak sekali saja ibu membangunkan Ahmad. Namun,
Ahmad masih mengantuk. Seruan ibunya untuk shalat Subuh tepat waktu
terdengar lamat-lamat. Malah Ahmad mengiranya sebagai mimpi.Duuh,
pendekar kok bangunnya siang, canda ayah. Beliau baru saja memanen
singkong di belakang rumah.Iya tuh Aa, bagaimana sih? tambah Yahya
yang baru kelas III SD.
Ahmad hanya senyum-senyum. Ia malu juga. Biasanya ia berjamaah
di masjid bersama ayah.Usai mandi dan berpakaian rapi, Ahmad
mendekati ayah. Ia minta ditemani ke lembaga tempat tinggal Ali dan
teman-temannya sore nanti. Sepertinya Ayah tidak bisa, kata ayah
mengecewakan Ahmad.
Yaaa, Ayah. Ahmad ingin tahu keadaan Ali. Please, Yaaah
Hari ini ayah mempunyai waktu hanya sore bada Isya aja.Ga
apa-apa, Yah. Yang penting kita nengok Ali
Ya Tapi, sepulang sekolah PR-nya dikerjakan ya. Belajar dulu
sebelum kita menengok Ali.
Siap, Ayah! seru Ahmad riang.Ibu menghidangkan sarapan pagi.
Ahmad, Yahya dan ayah sudah siap di meja makan. Aroma sop hangat
dan ayam goreng tercium lezat sekali. Mmmm. Ahmad sudah tidak sabar
ingin menyantapnya. Dia harus makan yang cukup. Sebab nanti ada
pelajaran olahraga.Usai olah raga lompat jauh, Ahmad dan
teman-temannya di SDIT Alam Al-Kahfi bermain kasti. Ahmad sangat
menyukai olahraga ini. Ia bisa memukul bola sekerasnya dan berlari
mengitari lapangan. Teman-teman sekelompok Ahmad berteriak-teriak
memberi dukungan pada Ahmad.
Ayo, Ahmad!
Cepat, Mad!
Ahmad! Ahmad! Ahmad!
Sayang bola yang dipukul Ahmad ditangkap oleh Zaki dan langsung
dilempar. DUG! Kena!
Yaaah Ahmad! Kita jaga deh! kata Linda, teman segrup dengan
Ahmad.
Sori, sori! Ahmad nyengir. Punggungnya cukup nyeri juga kena
bola tadi.
Meski berkeringat dan lelah, mereka tidak peduli. Permainan
kasti terus saja berjalan sampai jam olah raga usai.
***Di lembaga anak-anak jalanan, terlihat Ali sedang menikmati
dunia barunya. Ia dilatih membuat hiasan dinding dari bambu,
membaca, menulis dan mengaji. Sudah satu minggu teman-teman Ahmad
berada di sini. Ali dan adiknya betah hanya ada beberapa temannya
yang ingin ke jalanan lagi.
Ali dan lima anak yang lain sedang memotong-motong bambu,
menyayatnya menjadi tipis-tipis. Lem kayu sudah tersedia di samping
mereka. Dalam benak Ali, ia akan membuat sebuah rumah yang nyaman
dengan pohon yang rindang. Sesuai dengan impiannya yang ingin
mempunyai keluarga yang sebenarnya.
Urang teu betah di dieu, Li. Tidak bebas.
Simat mengeluh. Dengan malas ia memotong-motong bambu.
Iya, aku juga Li, ucap Jamal.
Aku juga, tambah Uun.
Kita harus bersyukur, Sim. Enakan di sini. Bebas dari ancaman
Kang Ucup yang sering memalak kita.
Iya, tapi di sini harus shalat, ngaji, buat hiasan Aku
malas.
Biar kita pinter, Sim. Agar kita bisa berkarya dan berakhlak
mulia. Kamu ingat kan kata-kata Aa Soni?
Aa Soni adalah orang yang membina mereka. Ada tujuh pembimbing
di lembaga ini. Aa Soni-lah yang paling sering mendampingi mereka.
Aa Soni juga yang mengisi pengajian untuk anak-anak itu. Simat
cemberut. Jamal dan Uun mengaduh. Tangannya kena pisau.
Alhamdulillah, darah yang keluar sedikit saja.Sebentar, aku
ambilkan obat merah! Ali berjalan cepat ke kotak P3K.
Sinar matahari meredupkan sinarnya, bergeser ke peraduan. Awan
menjadi kemerahan di ufuk barat sana. Saatnya shalat Maghrib dan
mengkaji Al Quran. Seperti Ali dan teman-teman.Huruf demi huruf
hijaiyah diperkenalkan. Dengan sabar kakak-kakak pembina itu
menemani. Semuanya masih Iqra 1, kecuali anak-anak yang sudah lebih
dulu tinggal di sini sebelum Ali dan teman-temannya.
Lembaga ini memiliki lima kamar besar. Masing-masing kamar
terdiri dari lima tempat tidur. Teman-teman Ali dibagi menjadi dua
kamar. Semuanya ada 20 anak. Delapan anak perempuan dan dua belas
anak laki-laki. Bukanlah hal yang mudah mengelola anak sebanyak
itu. Apalagi mereka suka kebebasan di jalanan.Awal mereka berada di
sini, hampir setiap menit ada yang bertengkar. Seringnya anak-anak
baru dengan anak lama. Entah karena berebut makanan, tersinggung
karena kata-kata atau karena tadinya bercanda dan saling mengejek.
Syukurlah setelah seminggu ini, keadaan cukup membaik. Setidaknya
mereka sudah jarang bertengkar.
Saatnya shalat Isya. Mereka menyudahi pelajaran Iqra dan
berwudhu.
Assalamualaikum!
Ahmad dan Asep ditemani salah satu pembimbing menemui Ali.
Ahmad! Aku tidak menyangka kamu datang ke sini. Ali
berbinar-binar.
Aku kan sudah berjanji akan menengokmu.
Ali menyalami temannnya itu erat.
Teman-teman, ada Ahmad dan Asep!
Teman-teman Ali keluar serempak dari kamar. Mereka saling
berebut ingin menemui Ahmad terlebih dulu. Uun terdorong oleh
teman-teman yang ada di belakangnya.
Dug! Uun dan jamal terjatuh di samping Ali.
Duuuh, kumaha sih! Hati-hati atuh! Ali malu pada Ahmad dan Asep
meski Ahmad hanya senyum saja.
Mereka saling bercerita. Mulai dari hari pertama anak-anak yang
tadinya tinggal dijalanan itu menceritakan berbagai peristiwa di
lembaga ini.
Lebih baik tinggal di sini kan teman-teman? tanya Ahmad.
Ya jelas, Mad.
Aku tidak. Urang mah hayang di jalanan wae, ketus Uun.
Ahmad mengingatkan Uun tentang kehidupan di jalanan yang keras.
Anak-anak sebaya Ahmad sangat tidak layak tinggal di sana. Banyak
hak yang harus didapat oleh anak-anak agar masa depan lebih
baik.
Cita-cita kamu apa, Un? Asep bertanya.
Eee, saya tidak punya cita-cita.
Tapi, kamu mau kan jadi orang kaya?
Mau. Siapa saja pasti ingin jadi orang kaya.
Naah, makanya harus belajar dulu. Kalau sudah besar kita bekerja
mencari uang yang halal sebanyak-banyaknya. Asep berkata lagi.
Ahmad manggut-manggut. Betul! Ahmad mengacungkan jempol.
Aa Soni masuk ke ruang tamu yang cukup luas menemui Ahmad dan
Asep.
Aa mau nawarin kalian ngajar membaca di sini. Sebab tenaga
pengajarnya kurang, ucap Aa Soni setelah sedikit mengobrol dengan
mereka.
Terima saja, Mad, Sep. Biar kita tambah semangat belajarnya.Iya,
iya Mad, Sep!Teman-teman Ahmad menajdi agak ribut.
Saya mau-mau saja, A. Tapi, apa saya bisa? ragu Asep.Bisa!
Kalian kan sudah pandai membaca dan menulis. Aa Soni memberi
kepercayaan pada mereka berdua.Dengan Bismillah, A. Kami mau
menemani mereka belajar.
Horeee!
Aa Soni tersenyum. Biaya transport kalian kami yang bayar. Dari
rumah ke sini hanya naik angkot satu kali kan?
Asep dan Ahmad mengangguk.
Aa sudah minta izin sama Ayah Ahmad dan dibolehkan.Alhamdulillah
3. PencarianSep, kapan kita mulai melakukan pencarian terhadap
orangtua Ali? Kita kan sudah janji akan membantu mereka.
Wah bicaramu seperti detektif saja.
HeheApa iya sih? Gara-gara seneng baca Conan kali.
Aku ingin segera membantu mencari orangtua Ali tapi bagaimana
caranya? pikir Asep.
Iya, ya bagaimana caranya?
Di belakang rumah Ahmad, mereka berpikir. Emm
Aku pernah liat di tv, kalau mencari seseorang kita harus
memasang pengumuman di koran, kata Asep tidak yakin dengan
perkataannya.
Plak! Itu ide bagus, Sep!
Ahmad menepuk punggung Asep. Anak itu mengaduh.
Ayo kita ke tempat Ali!
Mad, Mad. Ini kan sudah sore
Oh, iya..
Mereka akan merencanakan sesuatu bersama Ali. Tugas Asep membuat
pengumuman tentang orangtua Ali dan mencari tahu bagaimana caranya
agar pengumuman itu bisa masuk koran. Sepertinya ituhal mudah bagi
Asep. Sebab, papa Asep bekerja di sebuah surat kabar di kota ini.
Sedang tugas Ahmad berjaga-jaga apabila ada sesuatu yang
membahayakan dalam pencarian orangtua Ali. Biasa, ini kan sesuai
dengan Ahmad yang jago karate. Wah, mereka serasa jadi
detektif!
***Ternyata mudah lho ngirim berita kehilangan di surat kabar,
Asep menjelaskan.
Tapi, biayanya cukup mahal, bisiknya khawatir Ali mendengar.
Berapa?
Perhurufnya seribu.
Ahmad garuk-garuk kepala. Mahal banget. Ahmad menghitung huruf
dalam contoh pengumuman yang dibuat Asep. Seratus satu huruf.
Berarti Rp. 101.000,00. Uang dari mana ya? Tabungan di bank? Tidak
mungkin. Hanya Ayah yang bisa mengambilnya. Tabungan di rumah ada
berapa ya? Ahmad mengusulkan iuran bersama Asep dan Ali.
Setuju! Asep membuat anak-anak memandang padanya. Ahmad menunduk
sambil tersenyum. Setiap hari Selasa, Kamis dan Minggu mereka
berdua mengajari anak-anak di LSM Cahaya Mandiri menulis dan
membaca. Mereka diberi buku acuan belajar membaca dan menulis oleh
pembina LSM tersebut.
Sebenarnya Asep dan Ahmad sedang menunggui anak-anak mengerjakan
tugas menulis di lembaga anak-anak jalanan. Tapi, mereka malah
berbicara tentang rencana mencari orangtua Ali. Kamu punya uang
nggak, Li? tanya Ahmad usai belajar menulis.
Aku? Belum punya Mad. Memangnya untuk apa?
Ahmad mengalihkan pembicaraan. Ia menanyakan identitas orangtua
Ahmad. Nama dan ciri-cirinya.
Aku tidak tahu, Mad. Asep dan Ahmad berpandangan. Lalu? Mereka
bingung sendiri.Memangnya ada apa kalian nanya nama dan ciri-ciri
ibuku?Kita mau mencari orangtua kamu, Li. Dengan cara memasang
pengumuman di koran, jelas Asep.
Biayanya mahal, ya?
Aaah, gampang itu. Gratis untuk kamu!
Ali sumringah. Wajahnya yang tadi bertekuk menjadi tegak.
Tapi aku bingung. Nama ibumu saja tidak tahu. Bagaimana kita mau
mencarinya? Asep bicara lagi.
Ahmad sejak tadi berpikir.
Kalau Ali yang diberitakan bagaimana Sep?
Maksudmu?
Eee, mungkin kalimatnya begini. Ali dengan identitas nama dan
sebagainya sedang mencari ibunya. Barangsiapa yang menjadi ibunya
Ali maka datang ke alamat lembaga ini. Dan kita beritahu juga
kalung yang dipakai oleh Ali. Ibunya kan yang memberikan kalung
itu, tentu kalau ibunya membaca, ia akan ingat..
Sulit sekali Ahmad menjelaskan. Asep sampai pusing. Apalagi
Ali.
Oke, oke. Isi beritanya gini, Sep.
MENCARI ORANGTUA
Kami sedang mencari orangtua kami yang sejak bayi meninggalkan
kami.
Nama saya: Ali
Nama adik: Ari
Ketika bayi kami ditinggalkan di depan sebuah rumah dengan
alamat: Jl. Parahyangan No. 5 Blok F Ujung Berung Bandung Jawa
Barat.Ali dan Ari mempunyai kalung perak berbandul kepala singa.
Ali dan Ari sangat merindukan orangtuanya.
Maka, barang siapa yang merasa menjadi orangtua Ali dan Ari maka
segera hubungi alamat ini: Lembaga Swadaya Masyarakat Cahaya
Mandiri. Perum Cicaheum Indah Jl. Anggrek No. 31. Telp.
022-53722.Asep berpikir keras. Tapi akhirnya, Aku tanya papaku dulu
ya. Beliau lebih tahu tantang membuat pengumuman.
Ali sangat berterimakasih pada teman-temannya itu. Ia merasa,
dua orang sahabatnya itu bagaikan malaikat yang diutus dari
langit.
Haaaha Asep dan Ahmad tertawa mendengar Ali mengatakannya
bagaikan malaikat.Kamu berlebihan, Li. Biasa aja lagi. Kita memang
sudah seharusnya saling tolong-menolong dalam kebaikan. Ya nggak,
Sep?
Tul! seru Asep heroik. Di rumah Asep, pukul 20.40.Mad, Papaku
yang akan membuat pengumuman itu di koran. Dan, biayanya ditanggung
papa, Mad!
Alhamdulillah ucap Ahmad di telepon.
Ahmad dan Asep sekolah seperti biasanya. Hari ini ada ulangan
Matematika. Mereka sudah belajar tadi malam.
Ssst, Mad kasih tahu dong! Zaki berbisik.
Maaf ya, aku nggak bisa ngasih tahu.
Zaki cemberut. Ia tahu kalau ulangan ini tidak boleh menyontek
dan memberi jawaban pada teman. Tapi, tadi malam ia tidak belajar.
Banyak soal yang tidak bisa ia kerjakan. DuuuhSusah banget sih!
Zaki menggerutu.
Asep mengerjakan ulangan dengan lancar. Ia memang jagonya
Matematika. Sedang kemampuan Ahmad dalam matapelajaran Matematika
biasa-biasa saja. Tapi, Ahmad mengerjakan ulangan dengan jujur.
Waktunya sudah habis, anak-anak. Kumpulkan di meja Ibu ya, Bu
Guru menjelaskan sedikit soal-soal tadi. namun, waktunya tidak
cukup. Bel pulang berbunyi.
Kamu bisa mengerjakan semua soal tadi ya, Sep?Alhamdulillah,
Mad. Kamu?
Ada beberapa soal yang sulit.
Mereka membicarakan ulangan tadi. Keduanya saling mencocokkan
jawaban.
Nomor tiga jawaban kamu berapa, Sep? Ahmad bertanya.
Nomor tiga? Yang soalnya mencari tinggi rusuk balok ya?Iya.
Udah, deh nggak usah membicarakan ulangan lagi. Yang berlalu
biarlah berlalu, kata Zaki tidak suka.
Maaf, Zak Aku hanya ingin tahu jawabannya Asep, jawab Ahmad.Tak
terasa mobil jemputan sekolah telah sampai di rumah Ahmad. Ahmad
memberi salam.
Hari berlalu kian cepat. Berita pengumuman Mencari Orangtua
telah terpasang di koran kota Bandung. Sudah satu minggu. Tetapi,
belum ada satu orang pun yang menghubungi Lembaga Swadaya
Masyarakat Cahaya Mandiri. Ali sangat menanti orangtuanya. Setiap
ada bel berbunyi, dia terlonjak dan segera membukakan pintu.
Sayang, yang datang bukan orang yang sangat dirindukannya.
Berkali-kali ia kecewa.
Sabar, Li. Allah akan memberikan waktu yang tepat untuk
mempertemukanmu dan kedua orangtuamu, hibur Ahmad suatu hari.
Kamu sudah bisa doa untuk kedua orangtua belum?
Ahmad yang baru selesai mengajar membaca ngobrol sebentar dengan
Ali. Asep tidak ikut. Ia sedang pergi ke rumah Nenek di Sumedang.
Hanya dua hari.Sudah, Mad. Aku paling hafal doa itu. Doa itu doa
pertama yang aku hafal.
Allahumaghfirlii waliwalidaiyaa warhamhumahkamaa raabaayaa nii
shaghiira. Ya Allah ampuni dosaku dan dosa orangtuaku sayangi
mereka seperti ketika aku kecil.
Ahmad terharu mendengar Ali berdoa. Ia bisa merasakan betapa
rindunya Ali pada orangtuanya.
Semoga orangtuaku masih ada, Mad
Kalimat Ali menggantung. Ia sendiri tidak yakin dengan apa yang
diucapkannya. Kamu harus yakin Li, Ibu dan ayahmu pasti juga sangat
ingin bertemu denganmu.Apakah orangtuaku berada di kota Bandung
ini, Mad? Kalau mereka tinggal di luar kota, bagaimana?
Bingung juga Ahmad ditanya seperti itu. Kemudian
Allah akan mengabulkan doa orang-orang yang memohon kepada-Nya.
Kamu harus percaya itu. Allah akan mempermudah segalanya. Meski
orangtuamu di luar kota, siapa tahu beliau pas pulang ke Bandung
dan membaca pengumumanmu itu. Yang penting kita ikhtiar
Ali tidak berkomentar. Harapannya kembang kempis seiring dengan
bertambahnya hari. Pikirannya membayangkan seperti apakah wajah ibu
dan ayahnya. Benar juga sih kata Ali. Kalau orangtua Ahmad tinggal
dan menetap di lura kota, tentu mereka tidak membaca pengumuman
itu. Lalu bagaiman caranya agar pengumuman itu terbaca oleh
orang-orang di luar kota ya? Ahmad berpikir. Dan Ali sedang memahat
kayu sambil melamun. Ia ingin membuat sebuah perahu kecil. Kang
Abdul mengajarinya kemarin. Mmmm, aku ada ide, Li! Kita juga bisa
mengirim pengumuman ke televisi, Mad. Aku pernah nonton acara di
televisi yang tujuannya untuk mempertemukan anggota keluarga.
Gratis, lagi.
Mata Ali terbelalak, Benar, Mad?
Ya!Ali senang bukan main. Ia memuji-muji Ahmad yang memiliki
ide-ide cemerlang. Karateka sejati itu hanya tersenyum. Ide ini
dari Allah***5. PertemuanSuatu hari di LSM Cahaya Mandiri.
Seseorang mencari anak yang bernama Ali dan Ari. Nami abdi Endah,
Pak. Abdi baca pengumuman di koran, Ali jeung Ari milarian orangtua
Abdi ibuna mereka, Pak.
Aa Soni sangat gembira. Ternyata orang itu adalah ibunya Ali dan
Ari. Namun, ia ingin tahu bukti kalau ibu itu adalah ibu kandung
Ali dan Ari.Punteunnya, Bu. Apakah Ibu bisa menunjukkan kalau Ibu
adalah benar-benar Ibunya Ali dan Ari? tanya Aa soni hati-hati.Abdi
sangat ingat, Ali mempunyai tanda hitam di perutnya dan Ari di kaki
sebelah kiri. Abdi juga punya kalung seperti mereka.
Ibu itu menunjukkan kalung berbandul kepala singa. Aa Soni
menjadi semakin percaya. Langkah Aa Soni dipercepat. Ia tidak sabar
memberi tahu Ali yang tadi sedang belajar mengaji.
Li, Li! Ada yang mencarimu! Ibumu, Li!
Ali dan Ari sedang keluar, A. Uun yang menjawab.
Keluar? Kamana? Bukannya tadi sedang mengaji? Aa Soni
kecewa.
Tadi dia bilang mau menjual hasil karyanya di Penjual
souvenir.
Aa kembali pada ibu itu. Uun mengijutinya dari belakang. Dia
ingin tahu wajah ibu temannya itu.
Bu maaf Ali dan Arinya sedang ke luar.
Ibu berjilbab kaos itu menunduk kecewa. Sepertinya ia menyimpan
kerinduan yang dalam pada Ali dan Ari. Air matanya menetes. Setelah
berbincang lagi dengan Aa Soni, ibu itu memutuskan untuk menunggu
anak-anaknya yang telah lama tidak bertemu. Aa Soni memperlihatkan
foto Ali dan Ari selama di LSM ini. Ada foto Ali dan teman-temannya
yang sedang mengaji, berwudhu, shalat mengerjakan keterampilan dari
kayu, tertawa dan sebagainya. Air mata ibu itu semakin deras
mengalir.Detik-detik menjadi sangat lama bagi ibu itu. Sudah empat
jam ia menunggu. Sejak tadi, jam enam pagi. Aa Soni menyediakan
segelas teh dan kue ali agrem yang ia beli di warung sebelah. Aa
menyuruh Uun, dan teman-temannya menemani ibunya Ali agar tidak
kelelahan. Sedang Aa mencari Ali dan Ari ke penjual souvenir.
Ali dan Ari tidak tahu, ibunya sudah menanti di LSM. Orang yang
benar-benar mereka rindu. Ali dan Ari malah jalan-jalan ke Dago.
Hari ini memang libur. Tidak ada kegiatan belajar. Ali ingin
membelikan adiknya baju baru dari hasil jerih payahnya menjual
souvenir dari kayu. Ari senang sekali. Baru kali ini mereka
jalan-jalan ke pusat perbelanjaan. Ali membelikan adiknya es krim
rasa coklat dan vanila. Emm, enak!
Ali dan Ari menjenguk tempat tinggalnya yang dulu, di gerbong
kereta api bekas.
Rumah kita yang dulu, Ri. Sudah ditempati orang, kenang Ali
memandangi gerbong tua itu.
Iya.
Mereka bepergian sampai waktu Isya. Jalanan ramai meski sudah
beranjak malam. Orang-orang juga memanfaatkan hari Minggu ini untuk
jalan-jalan. Ali dan Ari berpapasan dengan banyak orang.
Tiba-tiba seorang ibu menabrak lengannya. Ibu itu langsung minta
maaf. Ali melihat sekilas wajah ibu itu. Sepertinya ibu itu habis
menangis
Ali tidak tahu, kalau ibu itu adalah ibunya!!!
Habis dari maan saja kalian? tanya Aa Soni kecewa. Tadi ada
seorang ibu yang mencari kalian. Ibu itu mempunyai kaluang yang
sama denganmu dan beliau tahu kalau Ali mempunyai tanda hitam di
perut dan Ari di kaki kiri.
Ali tercengang. Sedang ari belum tahu apa yang Aa Soni
maksud.
Dia ibuku, A! Ke mana sekarang dia A? Ke mana? Ali histeris.
Pulang. Ia memberi alamat ini.
Ali membacanya dengan tak sabar. Ia meminta Aa Soni membantu
membacanya.
Ayo, Ri! Kita cari Ibu! Ali menarik lengan Ari dan mengajaknya
berlari.
Aa Soni mencegahnya. Sebab sudah pukul 21.00 dan tempat tinggal
ibu Ali sangat jauh dari sini. Ia sangat mengerti perasaan Ali yang
sangat ingin bertemu dengan orangtuanya. Tapi, bukankah masih ada
esok hari?IBUUU! TUNGGU AKU!ALI! ALI! INI SUDAH MALAAM!Aa Soni
mencegah Ali berlari. Ia menarik lengan Ali.
Aa tahu kalian sangat rindu dengan Ibu. Besok kita cari
sama-sama alamat ini. Malam ini kita tidak tahu apakah Ibu kalian
pulang ke Tasik atau bermalam di sekitar sini! Aa Soni sedikit
berteriak.
Ya, Ali tidak ingat kalau alamat ini ada di Tasikmalaya. Butuh
waktu lima jam perjalanan ke sana. Ali lemas. Ia menyalahkan
dirinya yang tadi diang jalan-jalan.
Sudahlah Li. Memang belum waktunya.
Dari jauh terlihat seorang ibu yang kelelahan. Namun ia tidak
patah semangat. Belum sampai ibu itu di terminal bis, ia kembali ke
LSM Cahaya Mandiri. Perasaannya mengatakan, anak-anaknya sudah
sampai di LSM itu.
Ali yang hendak menutup pintu tercengang. Ia menatap seorang ibu
yang sudah sampai di pagar. Ibu itu pun terdiam dan lama menatap
Ali.Ali? Kamukah Ali? tangis Ibu itu terdengar.
IBUUU!
Dojo: tempat latihan karate
mawashi geri: tendangan memutar
sambon : nilai tiga
Hanget Su: Jurus setengah bulan
Kanku Dai : jurus memandang cakrawala.
Biasana urang: biasanya saya
Eta : itu
Siah: kamu
Aya : ada
Aya naon: ada apa
Saha nu ngundang: siapa yang mengundang
Baturan : teman
Kumaha: bagaimana
maegeri : tendangan lurus ke depan
mawashi geri: tendangan memutar
pisan : sekali
Gampil: gampang
Please: tolong
Urang teu betah di diue: saya tidak betah di sini
Urang mah hayang di jalanan wae: saya ingin di jalanan saja
Nami abdi: nama saya
jeung: dan
milarian: mencari