Page 1
PROPOSAL PENELITIAN MAHASISWA
Efektivitas Pembelajaran Berorientasi Lingkungan Dengan Model Guided
Inquiry Lab Pada Materi Perubahan Lingkungan Dan Daur Limbah
Oleh:
YANUAR ARY PRASETYO (4401410101/2010)
MUHAMMAD SAMAN (4111410019/2010)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
MARET 2014
Program Penelitian Mahasiswa
Page 2
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN MAHASISWA
1. Judul Penelitian : Efektivitas Pembelajaran
Berorientasi Lingkungan Dengan Model Guided Inquiry Lab Pada Materi
Perubahan Lingkungan Dan Daur Limbah
2. Bidang Penelitian : Matematika dan IPA
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : Yanuar Ary Prasetyo
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIM : 4401410101
d. Semester : 8 (delapan)
e. Fakultas/Jurusan/Program Studi : FMIPA/Biologi/Pendidikan Biologi
f. Pusat Penelitian : SMA N 1 Juwana
4. Alamat Ketua Peneliti :
a. Alamat Jur/Prodi/Telp/Fax/E-mail : Gedung D6 lantai 1 Kampus Sekaran
Gunungpati Semarang. Telp (024) 8508033, Fax (024) 808033
b. Alamat Rumah/Telp/Fax/E-mail : Pati, Jawa Tengah/085741382911
5. Jumlah Anggota Peneliti : 2 orang
a. Nama Anggota : Muhammad Saman
6. Lokasi Penelitian : SMA N 1 Juwana
7. Kerjasama dengan Institusi Lain :
a. Nama Institusi : Laboratorium Miroteaching Biologi
b. Alamat : Gedung D1 lantai 3 FMIPA Unnes
Kampus Sekaran
c. Telepon/Fax/E-mail : -
8. Lama Penelitian : 4 bulan
9. Biaya yang diperlukan :
a. Sumber dari Lembaga Penelitian
Universitas Negeri Semarang : Rp 4.000.000,00
b. Sumber lain : -
Semarang, 15 Maret 2014
Menyetujui,
Dekan Fakultas Ketua Peneliti
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si Yanuar Ary Prasetyo
NIDN 0012106309 NIM 4401410101
Menyetujui
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Prof. Dr. Totok Sumaryanto F, M.Pd
NIDN 131931633
Page 3
A. JUDUL
Efektivitas Pembelajaran Berorientasi Lingkungan dengan Model Guided Inquiry
Lab Pada Materi Perubahan Lingkungan dan Daur Limbah
B. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penelitian adalah Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
C. LATAR BELAKANG MASALAH
Biologi sebagai ilmu sains memiliki karakteristik yang perlu dikaji
hakikatnya. Rustaman (2005) mengungkapkan bahwa cara mempelajari sains
ternyata mengalami pergeseran ketika pengetahuan sebagai produk sains mnjadi
makin banyak. Pengetahuan tersebut diinformasikan melalui berbagai cara,
sehingga orang-orang yang mempelajari sains selanjutnya lebih terpaku pada
hasil atau produk sains. Pembelajaran seyogyanya menekankan pengembangan
kemampuan untuk memproses dan menghasilkan pengetahuan sekaligus dengan
dampak pengiring yang menyertainya, atau dikenal dengan proses, produk, dan
nilai.
Studi lapangan dilakukan di SMA N 1 Juwana dengan memfokuskan pada
identifikasi model pembelajaran yang telah digunakan guru selama implementasi
kurikulum 2013. Beberapa materi pada mata pelajaran Biologi kelas X yang
mengintegrasikan inkuiri ke dalamnya, masih dipandang perlu adanya perbaikan
model pembelajaran yang sesuai, salah satunya materi pencemaran lingkungan
dan daur ulang limbah. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran
Biologi, sejauh ini pembelajaran materi pencemaran lingkungan sudah mengajak
siswa belajar di luar ruangan, tetapi belum terlaksana dengan optimal karena
kurangnya sarana dan prasarana. Selain itu, masih ada siswa yang belum dapat
bertanggung jawab dengan tugas yang diberikan karena siswa mengalami
kesulitan dalam merealisasikan tugas. Aktivitas siswa dalam pembelajaran
cenderung pasif dan kurang terampil dalam bereksperimen, dan kreativitas siswa
yang belum berkembang sehingga perlu adanya bimbingan dari guru. Padahal,
Kemendikbud (2013) menegaskan model yang diperlukan dalam implementasi
Page 4
kurikulum 2013 memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir,
terkembangnya “sense of inquiry” dan kemampuan berpikir kreatif siswa
sebagaimana pendekatan sainitifik yang diharapkan pada kurikulum 2013.
Model pembelajaran inkuiri sebelumnya yang telah diterapkan di SMA N 1
Juwana salah satunya discovery learning. Berdasarkan ulasan hierarki inkuiri
yang diungkapkan Wenning (2011), model tersebut tergolong dalam model
pembelajaran tingkat intelektual rendah. Kreativitas siswa untuk merancang
kegiatan praktikum serta untuk menemukan konsep secara inquiry belum
sepenuhnya tercapai. Model pembelajaran seperti ini, apabila dipertahankan
memungkinkan dapat menghambat kreativitas siswa. Padahal, banyak jenis
praktikum atau eksperimen yang dapat digali oleh siswa untuk menunjang
pendalaman konsep. Oleh karena itu, perlu dicari model pembelajaran yang dapat
mengembangkan kreativitas siswa.
Pemasalahan yang dirasakan perlu untuk diperhatikan khususnya siswa
merasa bosan dengan kecenderungan pembelajaran di dalam kelas. Oleh karena
itu, perlu adanya pengalaman bagi siswa untuk mengoptimalkan pembelajaran
berorientasi lingkungan lokal sebagai objek belajar. Pembelajaran ini juga
terdapat relevansi dengan pokok bahasan perubahan lingkungan/iklim dan daur
ulang limbah. Pemanfaatan lingkungan lokal daerah Juwana dapat dijadikan
sumber belajar bagi siswa untuk mengamati fenomena lingkungan yang ada.
Apalagi, latar belakang keunggulan lokal daerah Juwana di antaranya kota
industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Dengan demikian, optimalisasi
pembelajaran berorientasi lingkungan ini sangat diperlukan.
Salah satu model pembelajaran inkuiri pada sains yang dirasakan sesuai
untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah model inkuiri lab terbimbing
(guided inquiry lab). Tujuan pedagogik utama yang ditegaskan Wenning (2012)
bahwa siswa menyusun hukum empiris berdasarkan variabel pengukuran dengan
kerja kolaboratif untuk membentuk pengetahuan yang detail. Siswa diberi
kebebasan dalam menentukan rencana eksperimen yang diawali dengan kegiatan
observasi, manipulasi, generalisasi, verifikasi, dan dilanjutkan aplikasi sedangkan
guru berperan sebagai konsultan dalam memberikan batasan bantuan yang
Page 5
dibutuhkan oleh siswa dalam melakukan penyelidikan. Dengan demikian,
peneliti berasumsi bahwa model tersebut dalam pembelajaran yang memuat
kegiatan eksperimen, kreativitas siswa dapat dikembangkan dari hasil belajar.
Asumsi keberhasilan implementasi model ini ditunjukkan dengan hasil
penelitian sebelumnya. Penelitian eksperimen yang dilakukan oleh Ristanto
(2010) menunjukkan adanya perbedaan pengaruh model inkuiri terbimbing
terhadap prestasi yang lebih positif dengan menggunakan lingkungan riil
dibandingkan dengan multimedia. Yuniastuti (2013) juga mendapatkan simpulan
dalam sebuah penelitian tindakan kelasnya bahwa penerapan strategi
pembelajaran inkuiri memicu terjadinya kenaikan keterampilan proses sains dan
motivasi saat kegiatan praktikum Biologi. Begitu pula penelitian Akinoglu
(2008), menyatakan bahwa adanya perkembangan kemampuan berpikir kreatif
dan rasa percaya diri.
Model Guided Inquiry Lab akan diterapkan dalam pembelajaran untuk
memecahkan persoalan yang berhubungan dengan materi pembelajaran dengan
membuat rancangan kegiatan dalam kelompok, melaksanakan percobaan dan
hasilnya berupa laporan kerja ilmiah siswa. Penerapan model ini mempunyai
efektivitas tinggi sebagai metode pembelajaran yang membantu siswa dalam
menemukan konsep dan menggunakan keterampilan proses sains sehingga model
ini turut berperan dalam meningkatkan novelty bagi perkembangan dunia
pendidikan atau kebaruan model untuk diimplementasikan di sekolah tersebut.
D. PERUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pembelajaran
berorientasi lingkungan dengan model Guided Inquiry Lab pada materi
perubahan lingkungan dan daur limbah?
E. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini untuk menguji efektivitas pembelajaran berorientasi
lingkungan dengan model Guided Inquiry Lab pada materi perubahan lingkungan
dan daur limbah.
Page 6
F. KONTRIBUSI PENELITIAN
1. Memberikan bahan kajian untuk guru SMA akan pentingnya asesmen
keterampilan proses siswa selama implementasi kurikulum 2013
2. Pengembangan ilmu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya dalam mendesain model pembelajaran di
SMA
3. Artikel ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal ilmiah yang terakreditasi dan
hasil penelitian ini dapat dijadikan penemuan paten yang bersifat ilmiah
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pembelajaran Berorientasi Lingkungan
The North American Association for Environmental Education (NAAEE)
(2001) menjelaskan pembelajaran berorientasi lingkungan merupakan proses
yang bertujuan untuk mengembangkan penduduk peduli lingkungan yang
dapat bersaing di ekonomi global; memiliki keterampilan, pengetahuan, dan
cenderung untuk menentukan pilihan informasi terbaiknya; dan menjalankan
hak dan kewajibannya sebagai anggota dari komunitas. Pembelajaran ini
menekankan integrasi interdisipliner mata pelajaran , pengalaman belajar
berbasis masalah dan isu, pengajaran kelompok, pembelajaran berpusat pada
siswa, pendekatan konstruktivisme, dan pembelajaran langsung.
Pembelajaran ini lebih komprehensif dan berorientasi menuju pembelajaran
aktif, pemecahan masalah, dan pemahaman dari kompleksitas interaksi
makhluk hidup dan tak hidup. Selain itu, pembelajaran ini mampu
memajukan keterampilan belajar siswa dan pengemabangan karakter.
Pembelajaran berorientasi lingkungan yang dilaksanakan tidak hanya
sekadar membekali pengetahuan tentang lingkungan semata, tetapi
hendaknya mampu (1) menjembatani kesenjangan antara pemahaman dan
kesadarannya tentag permasalahan lingkungan yang ada; (2) membuat peserta
didik “melek lingkungan”; (3) memiliki kepedulian yang bertanggung jawab
terhadap lingkungan; dan (4) adanya kemauan untuk berbuat dalam rangka
Page 7
membuat lingkungan yang layak huni, baik lokal maupun global.
Pengembangan materi pembelajaran berorientasi lingkungan perlu mengacu
pada prinsip “think globally, act locally” (Hamzah, 2013).
2. Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Inkuiri merupakan landasan pengajaran di berbagai tingkat kelas. Dalam
kelas belajar berdasar inkuiri, pembelajaran yang menimbulkan
kecenderungan alamiah siswa untuk bertanya fenomena (Murdoch & Wilson
2008). Begitu pula Lee (2010) menyatakan bahwa inkuiri sebagai langkah
alamiah berpikir dan motivasi selama pembelajaran. Beberapa metode inkuiri
disiplin ilmu seperti penelitian empirik, penelitian dari berbagai sumber, dan
penyelesaian masalah merupakan inti sari dari cara berpikir alamiah.
Wenning (2011) menyatakan bahwa inkuiri ilmiah siswa telah dijelaskan
dalam National Science Education Standards meliputi identifikasi pertanyaan
dan konsep yang membimbing investigasi ilmiah, mendesain dan menyusun
investigasi ilmiah, menggunakan teknologi dan matematika, menyusun dan
memperbaiki penjelasan ilmiah menggunakan logika dan bukti, mengenal dan
menganalisis penjelasan dan model alternatif, dan mengkomunikasikan dan
mempertahankan argumen ilmiah. Britner & Finson (2005) menyatakan pula
bahwa inkuiri bersifat fleksibel menggunakan keterampilan proses sains
dalam mendesain investigasi dan merespon dibandingkan dengan penggunaan
tahapan prosedural metode ilmiah yang disusun. Dalam proses
pembelajarannya, setiap siswa diharuskan untuk memilih topik sains yang
diminati, menyusun pertanyaan atau hipotesis, latar belakang informasi
penelitian tentang prinsip ilmiah dan konsep yang dilibatkan, desain, dan
membuat studi eksperimen untuk menguji hipotesis, dan melaporkan hasil
dan kesimpulan.
Menurut National Science Teachers Association (2009), pembelajaran
berbasis penyelidikan (inquiry) memberi kesempatan untuk melibatkan siswa
yang tertarik pda penelitian ilmiah, mempertajam kemampuan berpikir kritis,
membedakan sains dan pseudosains, meningkatkan kesadaran akan
Page 8
pentingnya riset mendasar. NRC (1996) juga mengemukakan bahwa
kemampuan yang diperlukan untuk melaksanakan penyelidikan ilmiah di
antaranya mengidentifikasi pertanyaan konsep yang memandu penelitian
ilmiah, merancang dan melaksanakan penelitian ilmiah, memanfaatkan
teknologi dan matematika untuk membantu penelitian, merumuskan dan
memperbaiki penjelasan dan model ilmiah dengan menggunakan logika dann
bukti, menyadari dan menganalisis penjelasan dan model alternatif, dan
menyampaikan pendapat ilmiah.
Anderson et al. (2001) menyatakan bahwa pengajaran dan pembelajaran
berbasis inkuiri memberikan keuntungan baik guru dan siswa di antaranya
meningkatkan motivasi dan ketertarikan dengan sains; tingkat urutan berpikir
tingkat tinggi (high order thinking) di antaranya application, evaluation, dan
create. Hasil penelitian studi kasus yang dilakukan Hu et al. (2008)
menjelaskan bahwa kegiatan yeng melibatkan orientasi inkuiri memberikan
pengaruh positif dan signifikan terhadap perolehan nilai umum, mengubah
hasil permintaan perguruan tinggi sebagai syarat permintaan prestasi
akademik di perguruan tinggi.
Tahapan dalam pembelajaran berbasis inquiry dijelaskan oleh Wenning
(2011) dalam lima tahap yang didasarkan pada tingkat pengalaman intelektual
serta frekuensi keterlibatan guru dan siswa dalam kegiatan pembelajaran,
yaitu discovery learning, interactive demonstration, inquiry lesson, inquiry
lab, dan hypothetical inquiry. Hierarki inkuiri ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Hierarki Pembelajaran Berbasis Inkuiri
Discovery
Learning
Interactive
Demonstration
Inquiry
Lesson
Inquiry
Lab
Real-world
applications
Hyothetical
Inquiry
Rendah Kecerdasan intelektual Tinggi
Guru Keterlibatan Siswa
Sumber: Wenning (2011)
3. Model Guided Inquiry Lab
Inquiry-Guided Learning atau pembelajaran inkuiri terbimbing
menawarkan perolehan pengetahuan baru, kemampuan, dan tingkah laku
Page 9
melalui investigasi pertanyaan, permasalahan, isu menggunakan cara dan
standar inkuiri di disiplin ilmu. Pernyataan ini sesuai dengan teori
kontemporer pembelajaran, yang dinamakan konstruktivisme. Berdasarkan
Gambar 1, problem based learning merupakan tipe khusus dari inquiry
guided learning yang ditimbulkan di lapangan yang mana problem based
learning merupakan mode umum inkuiri. Setelah pengajaran inkuiri
terbimbing dilakukan, pemahaman konseptual terjadi peningkatan dan
cenderung bersikap ilmiah (Trundle et al. 2009).
Gambar 1 Inquiry-guided learning sebagai subbagian dari pembelajaran aktif
Sumber: Lee (2010)
Berdasarkan hierarki pembelajaran berbasis inkuiri, inkuiri lab tergolong
pembelajaran inkuiri tingkat sedang. Salah satu tipe inkuiri lab adalah guided
inquiry lab. Dalam pembelajarannya, guru memberikan masalah untuk
diteliti. Prosedur pembelajarannya ini terdapat pre lab atau kegiatan diskusi di
awal pembelajaran dan multiple leading questioning (pertanyaan yang
menuntun) dari guru untuk membuat prosedur. Pembelajaran inkuiri lab
menitikberatkan siswa mengembangkan dan melaksanakan rencana
eksperimen dan mengumpulkan data yang sesuai (Wenning, 2011). Begitu
pula Hogstrom et al. (2009) menjelaskan bahwa kerja laboratorium
merupakan pertimbangan khusus dalam mengembangkan pembelajaran sains
dan inkuiri ilmiah kepada siswa. Kerja laboratorium menjadi pengalaman
pembelajaran yang sangat penting untuk membantu mengembangkan
kemampuan pengamatan pada siswa.
Filosofi model guided inquiry lab setidaknya memiliki kunci keterampilan
proses yang yang mendukung. Keterampilan proses yang diharapkan dalam
Active learning
Inquiry-guided
learning
Problem-
based
learning Inductive teaching
& learning
methods
Page 10
model ini di antaranya information processing, critical thinking, problem
solving, communication, teamwork, management, dan self assessment
(Straumanis 2010). Alasan mendasar bahwa daftar keterampilan proses
tersebut membantu siswa mempelajari isi dan membentuk pengetahuan baru.
Siklus pembelajaran guided inquiry lab yang dikembangkan Karplus dan
Piaget menyerupai dengan metode ilmiah ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2 Siklus Pembelajaran guided inquiry lab (Straumanis, 2010)
Adapun sintaks model pembelajaran Guided Inquiry Lab adalah sebagai
berikut.
Tabel 2 Sintaks Model Pembelajaran Guided Inquiy Lab
Sintaks Perilaku Guru dan Siswa
1. Observasi Siswa mengamati fenomena yang mengikutsertakan
perhatian dan mendatangkan respon. Siswa
mendeskripsikan secara detail apa yang dilihat.
Mereka membicarakan analogi dan contoh lain
sebuah fenomena. Petunjuk pertanyaan disusun
layaknya penyelidikan. Guru meninjau kembali
pembelajaran inkuiri, meminta siswa untuk
menyusun eksperimen terkontrol yang
menunjukkan variabel bebas dan variabel terikat
2. Manipulasi Guru membimbing siswa dalam aktivitas
pemberian kesan dan perdebatan ide yang mungkin
Menjelaskan
model (data)
Mencari
pola dan hubungan
pada data
Konsep
penemuan
Eksplorasi Critical Thinking
Question Konsensus
Aplikasi Penemuan konsep
Refinement Reinforcement Miskonsepsi
Aplikasi
Page 11
diselidiki dan menegembangkan berbagai
pendekatan yang mungkin dapat digunakan untuk
mempelajari fenomena. Mereka mulai
merencanakan untuk mengumpulkan data kualitatif
dan kuantitatif kemudian menjalankan rencananya.
Siswa diminta untuk menyusun eksperimen
kualitatif secara terkontrol dan mengubah variabel.
3. Generalisasi Siswa membangun prinsip baru untuk fenomena
yang dibutuhkan. Siswa membuat serangkaian
pengamatan dengan mengubah variabel bebas
untuk memberikan penjelasan dari sebuah
fenomena, menuliskan hasil penyelidikan dalam
bentuk kata yang akan disampaikan ke kegiatan
diskusi seluruh kelompok.
4. Verifikasi Guru membimbing siswa untuk membuat prediksi
dan menyusun eksperimen. Melalui komunikasi
hasil, siswa menemukan gambaran kesimpulan
yang sama. Apabila terdapat masalah data
tambahan yang dikumpulkan, hal tersebut
menunjukkan fenomena alam tidak seragam akibat
dari kesalahan relatif. Dengan demikian, siswa
memahami ilmu pengetahuan alam.
5. Penerapan Guru meminta siswa untuk menganalisis pola-pola
penemuan mereka berupa kesimpulan. Siswa
mengajukan hasil perolehan mereka secara bebas
dan kesimpulan yang telah disetujui. Kesimpulan
tersebut akan diterapkan di situasi lain jika
diperlukan.
(Wenning, 2011)
Page 12
4. Hubungan antara Model Guided Inquiry Lab Terhadap Keterampilan
Proses Sains dan Hasil Belajar
Kemendikbud (2013) menjelaskan bahwa kurikulum 2013 menekankan
penerapan pendekatan saintifik atau ilmiah pada proses pembelajaran IPA.
Pendekatan saintifik mengadopsi langkah-langkah saintis dalam membangun
pengetahuan melaui metode ilmiah. Penguatan pendekatan saintifik perlu
diterapkan model pembelajaran berbasis penemuan (inquiry learning) yang
memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir sains, terkembangknnya
“sense of inquiry” dan keterampilan berpikir kreatif. Wenning (2005)
memperkenalkan hierarki model pembelajaran inkuiri dari tingkat intelektual
rendah hingga tinggi. Salah satu model inkuiri yang memiliki tingkat
intelektual sedang adalah model inkuiri lab. Salah satu tipe model inkuiri lab
adalah model pembelajaran guided inquiry lab. Dengan demikian, model
guided inquiry lab dapat dikatakan ada kesesuaian dengan pendekatan
saintifik.
Pada pembelajaran IPA, Kemendikbud (2013) menerangkan bahwa
pendekatan saintifik dapat diterapkan melalui keterampilan proses sains.
Aspek-aspek pada pendekatan saintifik terintegrasi pada pendekatan
keterampilan proses sains dan metode ilmiah. Model pembelajaran berbasis
peningkatan keterampilan proses sains adalah model pembelajaran yang
mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem penyajian
materi secara terpadu. Wenning (2005) mengemukakan pula bahwa
keterampilan proses sains sangat diperlukan untuk melengkapi tingkatan
aktivitas yang berorientasi inkuiri dan meningkatkan intelektual melalui
model pembelajaran inkuiri, dalam hal ini model guided inquiry lab.
Rustaman (2005) mengemukakan bahwa keterampilan proses sains (KPS)
merupakan penjabaran dari metode ilmiah. Dalam masing-masing metode
dapat dikembangkan menjadi kemampuan dasar bekerja ilmiah (KDBI).
Kecerdasan intelektual dalam KDBI di jenjang pendidikan menengah banyak
beririsan dengan KPS (mengajukan pertanyaan, observasi, inferensi,
Page 13
klasifikasi, prediksi, interpretasi, merencanakan percobaan/penyelidikan,
menggunakan alat/bahan, komunikasi, dan berhipotesis).
Wenning (2005) menggolongkan keterampilan proses sains menjadi empat
tingkatan mulai dari tingkatan intelektual rendah hingga tinggi yaitu
keterampilan proses rudimenter, keterampilan proses dasar, keterampilan
proses sains terpadu, dan keterampilan proses lanjutan. Gambaran tingkatan
intelektual keterampilan proses dapat ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Tingkatan proses intelektual berorientasi inkuiri keterampilan proses
Keterampilan
proses
rudimenter
Keterampilan
proses dasar
Keterampilan
proses terpadu
Keterampilan
proses lanjutan
Rendah Tingkatan intelektual Tinggi
(Wenning, 2005)
American Association for the Advancement of Science (1970) dalam
Kemendikbud (2013) mengklasifikasikan keterampilan proses sains menjadi
dua yaitu keterampilan proses sains dasar dan keterampilan proses sains
terpadu. Keterampilan proses sains dasar meliputi pengamatan, pengukuran,
menyimpulkan, meramalkan, menggolongkan, dan mengkomunikasikan.
Keterampilan proses sains terpadu meliputi pengontrolan variabel, intepretasi
data, perumusan hipotesa, pendefinisian variabel secara operasional, dan
merancang eksperimen. Keterampilan proses sains bagi siswa SMA dirahkan
pada keterampilan proses sains terpadu sebagai pengembangan keterampilan
proses sains dasar. Berikut ini disajikan jenis-jenis indikator keterampilan
proses sains terpadu beserta karakteristik yang ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Indikator Keterampilan Proses Sains Terpadu beserta karakteristik
No Indikator Keterangan
1 Mengidentifikasi
masalah untuk
diselidiki
Siswa diharapkan mampu merumuskan hipotesis
yang akan diuji dan menunjukkan hubungan logis
antara hipotesis yang mengarahkan konsep ilmiah
dan desain eksperimen. Mereka harus
menunjukkan prosedur yang tepat, pengetahuan
Page 14
dasar, dan pemahaman konseptual penyelidikan
ilmiah
2 Mendesain dan
menyusun
penyelidikan
ilmiah
Perancangan dan penyusunan penyelidikan ilmiah
membutuhkan pengenalan konsep utama di area
yang sedang diselidiki, peralatan yang tepat,
keselamatan kerja, berbantuan dengan masalah
metodologis, rekomendasi penggunaan teknologi,
klarifikasi ide yang membimbing inkuiri,
pengetahuan ilmiah diperoleh dari sumber lain
daripada penyelidikan aktual. Penyelidikan
mungkin juga membutuhkan pertanyaan klarifikasi
siswa, metode, kontrol, dan variabel; organisasi
siswa dan tampilan data, revisi metode dan
penjelasan siswa; hasil presentasi dengan respon
kritis dari teman. Siswa harus menggunakan bukti,
menerapkan logika, dan menyampaikan argumen.
3 Menggunakan
teknologi dan
matematika
untuk
mengembangkan
penyelidikan dan
komunikasi
Jenis-jenis teknologi misalnya alat-alat tangan,
instrumen pengukuran, dan kalkulator seharusnya
menjadi komponen terpadu dalam penyelidikan
ilmiah. Penggunaan komputer untuk pengumpulan,
analisis, dan tampilan data juga bagian dari standar
ini. Matematika memainkan peranan penting di
semua aspek inkuiri. Sebagai contoh, pengukuran
sikap bertanya, rumus untuk mengembangkan
penjelasan, grafik dan charta untuk
mengkomunikasikan hasil.
4 Merumuskan
dan merevisi
penjelasan
ilmiah dan
model dengan
Pertanyaan siswa seharusnya mengarah pada
perumusan penjelasan atau model. Model dapat
berupa fisik, konsep, dan matematika. Dalam
proses menjawab pertanyaan, siswa harus terlibat
dalam diskusi dan argumen dalam merevisi
Page 15
menggunakan
logika dan bukti
penjelasan. Diskusi seharusnya berdasarkan
pengetahuan ilmiah, penggunaan logika, dan bukti
dari penyelidikan.
5 Mengenali dan
menganalisis
penjelasan dan
model alternatif
Aspek standar menekankan kemampuan kritis
analisis argumen dengan meninjau pemahaman
ilmiah, menimbang bukti, memeriksa logika
sehingga dapat memutuskan mana penjelasan dan
model yang terbaik
6 Komunikasi dan
mempertahankan
argumen ilmiah
Siswa mampu mengembankan kemampuan yang
berhubungan dengan komunikasi tepat dan akurat.
Ini termasuk menulis dan mengikuti prosedur,
mengekspresikan konsep, meninjau informasi,
meringkas data, menggunakan bahasa yang tepat,
mengembangkan diagram atau grafik, menjelaskan
statistik analisis, berbicara dengan jelas dan logis,
membangun argumen yang beralasan, menanggapi
komentar kritis dengan tepat
(BSCS, 2009)
Penelitian yang berkembang dalam implementasi model guided inquiry
lab menunjukkan hasil yang bervariasi. Penelitian eksperimen yang dilakukan
oleh Ristanto (2010) menunjukkan adanya perbedaan pengaruh model guided
inquiry lab terhadap prestasi yang lebih positif dengan menggunakan
lingkungan riil dibandingkan dengan multimedia. Yuniastuti (2013) juga
mendapatkan simpulan dalam sebuah penelitian tindakan kelasnya bahwa
penerapan strategi pembelajaran inkuiri memicu terjadinya kenaikan
keterampilan proses sains dan motivasi saat kegiatan praktikum Biologi.
Begitu pula penelitian Akinoglu (2008), menyatakan bahwa adanya
perkembangan kemampuan berpikir kreatif dan rasa percaya diri. Bertolak
dengan penelitian Chase et al. (2013) yang menyatakan bahwa tidak ada
pengaruh signifikan model guided inquiry lab terhadap prestasi dan sikap.
Page 16
5. Efektivitas Pembelajaran
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas berarti memiliki efek,
pengaruh, atau akibat. Efektivitas pengajaran tergantung dari terlaksana
tidaknya perencanaan. Melalui perencanaan, pelaksanaan pengajaran menjadi
baik dan efektif (Suryosubroto, 2009).
Menurut Suryosubroto (2009), penilaian ketuntasan belajar yakni:
1. Secara kelompok dinyatakan telah dicapai jika sekurang-kurangnya 85%
dari siswa dalam kelompok yang bersangkutan telah memenuhi kriteria
ketuntasan belajar perorangan
2. Secara perorangan, ketuntasan belajar telah terpenuhi jika sesorang telah
mencapai taraf penguasaan minimal yang telah ditetapkan bagi setiap
unit bahan yang dipelajarinya
3. Taraf penguasaan minimal siswa yakni 75% pada setiap satuan pelajaran
6. Hasil Belajar
Sudijono (2001) menegaskan bahwa salah satu prinsip dasar yang harus
senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar
adalah prinsip kebulatan, dengan prinsip mana evaluator dalam melaksanakan
evaluasi hasil belajar dituntut untuk evaluasi secara menyeluruh terhadap
siswa, baik segi pemahamannya terhadap materi (aspek kognitif), maupun
darisegi penghayatan (aspek afektif) dan pengalamannya (aspek
psikomotorik). Kemendikbud (2013) merenangkan pula proses pembelajaran
tuntutan kurikulum 2013 menyentuh tiga ranah, yaitu sikap, pengetahuan, dan
keterampilan. Ranah sikap menggamit transformasi substansi materi agar
siswa “tahu mengapa”. Ranah keterampilan menggamit transformasi
substansi materi agar siswa “tahu bagaimana”. Ranah pengetahuan
menggamit transformasi agar siswa “tahu apa”.
a. Ranah kognitif
Krathwohl (2002) menerangkan tentang jenjang proses kognitif dalam
Taksonomi Bloom yang telah direvisi, mulai dari jenjang rendah hingga
jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah: 1)
Page 17
ingatan (remember), 2) pemahaman (understand), 3) penerapan (apply),
4) analisis (analyze), 5) evaluasi (evaluate), dan 6) mencipta (create).
b. Ranah afektif
Ranah afektif ini oleh Krathwohl (1974) dan kawan-kawan
ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang, yaitu (1)
penerimaan (receiving), (2) respon (responding), (3) penilaian (valuing),
(4) organisasi (organization), dan (5) karakterisasi oleh nilai
(characterization by a value).
c. Ranah psikomotorik
Sudijono (2001) menjelaskan bahwa hasil belajar psikomotorik
sebenarnya kelanjutan dari hasil belajar kognitif dan afektif ditandai
dengan perubahan perilaku.
7. Pokok Bahasan Pencemaran Lingkungan dan Daur Ulang Limbah
Berikut rincian kompetensi inti dan kompetensi dasar pokok bahasan
pencemaran lingkungan dan daur ulang limbah dari (Kemendikbud, 2013).
Kompetensi Inti
K3 : 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan
wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban
terkait fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan
prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan
minatnya untuk memecahkan masalah
K4 : 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah
abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di
sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai
kaidah keilmuan
Kompetensi Dasar
3.10 Menganalisis data perubahan lingkungan dan dampak dari perubahan
perubahan tersebut bagi kehidupan
Page 18
4.10 Memecahkan masalah lingkungan dengan membuat desain produk
daur ulang limbah dan upaya pelestarian lingkungan.
H. METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester 2 (genap) tahun pelajaran
2013/2014 di SMA N 1 Juwana.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X bidang
IPA semester genap SMA N 1 Juwana tahun pelajaran 2013/2014 yang terdiri
atas lima kelas X IPA dengan jumlah siswa sebanyak 180. Pengambilan
sampel menggunakan teknik random sampling. Teknik tersebut digunakan
karena beberapa pertimbangan, yaitu: 1) semua kelas diajar oleh guru ingkat
prestasi yang hampir yang sama, 2) kelas sampel yang digunakan memiliki
tingkat prestasi yang hampir sama, dan 3) tidak terdapat perbedaan dalam
pembagian kelas di SMA N 1 Juwana.
Nilai awal siswa kelas X IPA digunakan sebagai sampel untuk diuji
normalitas dan dan homogenitasnya. Nilai awal dianalisis adalah nilai
Ulangan Akhir Semester Gasal tahun ajaran 2013/2014. Pengujian normalitas
dan homogenitas data awal yang dilakukan berasal dari nilai rapor semester
gasal tahun ajaran 2013/2014. Data distribusi normal yang diperoleh ada
empat kelas dari lima kelas yaitu X IPA 1, X IPA 3, X IPA 4, dan X IPA 5.
Keempat kelas tersebut juga menunjukkan data yang homogen. Bila
dikehendaki kepercayaan sampel terhadap populasi 90% atau tingkat
kesalahan 5%, maka jumlah sampel yang diambil sebanyak 108 siswa dari
tiga kelas. Berdasarkan data tersebut, penelitian ini mengambil tiga sampel
yaitu kelas X IPA 1 sebagai kelas kontrol sedangkan kelas X IPA 3 dan X
IPA 4 sebagai kelas eksperimen.
Page 19
C. Variabel Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang sudah dirumuskan, maka variabel bebas
dalam penelitian ini adalah penerapan model Guided Inquiry Lab, variabel
kontrol adalah model pembelajaran konvensional, dan variabel terikat adalah
keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.
D. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain True Experiment: Pretest Posttest
Control Group Design. Penelitian ini dilaksanakan di dua kelas terpilih, salah
satu kelas diberi perlakuan berupa penerapan model Guided Inquiry Lab dan
yang lain dengan model pembelajaran yang biasa atau konvensional. Sebelum
dilakukan eksperimen, kedua kelas diberi pretest dan dilakukan pengujian
tahap awal. Hasil pretest digunakan untuk mengetahui kondisi awal siswa.
Berikut rancangan desain penelitian True Experiment: Pretest posttest
Control Group Design (Sugiyono 2012):
Keterangan:
E = kelompok kelas eksperimen
K = kelompok kelas kontrol
O1 dan O3 = nilai pretest
O2 dan O4 = nilai posttest
X = perlakuan
Gambar 4 Desain Penelitian True Experiment: Pretest Posttest Control
Group Design
Kedua kelas diukur tingkat aktivitas menggunakan lembar observasi dan
hasil belajar menggunakan pretest-posttest berupa tes uraian. Besar
peningkatan hasil belajar sebelum dan sesudah pemberian perlakuan
dilakukan uji gain ternormalisasi dan tingkat aktivitas siswa kelas eksperimen
dengan kelas kontrol di analisis secara deskriptif persentase.
E O1 x O2
K O3 x O4
Page 20
E. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dalam penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu tahap
persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap akhir penelitian.
1. Tahap Persiapan Penelitian
1.1 Studi Pendahuluan
a. Melakukan studi literatur terhadap teori yang relevan mengenai model
pembelajaran yang akan digunakan
b. Analisis kurikulum dan materi Biologi SMA kelas X IPA. Hal ini
dilakukan untuk mengetahui kompetensi inti, kompetensi dasar,
indikator, dan tujuan pembelajaran.
c. Melakukan pengumpulan data observasi dengan metode wawancara
dan angket
1.2 Konsultasi dengan pihak sekolah dan guru bidang studi mengenai waktu
penelitian, populasi, dan smpel yang akan dijadikan sebagai subjek dalam
penelitian.
1.3 Penyusunan perangkat pembelajaran yaitu berupa silabus, RPP,dan
Lembar Kerja Siswa (LKS).
1.4 Pembuatan instrumen penelitian berupa tes uraian untuk mengukur
keterampilan proses sains dan hasil belajar, lembar observasi untuk
mengukur keterlaksanaan model yang digunakan.
1.5 Pengujian validitas instrumen tes kepada dosen ahli
1.6 Melakukan uji coba instrumen tes
1.7 Menganalisis hasil uji coba instrumen penelitian untuk mengetahui layak
atau tidaknya soal terebut digunakan sebagai instrumen penelitian
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
2.1 Memberikan tes awal untuk mengukur keterampilan proses sains dan hasil
belajar siswa sebelum diberi perlakuan (treatment)
2.2 Memberikan perlakuan yaitu dengan cara menerapkan model Guided
Inquiry Lab pada pembelajaran Biologi materi pencemaran lingkungan
dengan observer selama pembelajaran
Page 21
2.3 Memberikan tes akhir untuk mengukur peningkatan keterampilan proses
sains dan hasil belajar siswa setelah diberi perlakuan (treatment)
3. Tahap Akhir Penelitian
3.1 Mengolah data hasil pretest dan posttest serta menganalisis instrumen
yang lain seperti lembar observasi keterampilan proses siswa
3.2 Menganalisis data hasil penelitian dan membahas temuan penelitian
3.3 Memberikan kesimpulan berdasarkan hasil pengolahan data
3.4 Memberikan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Observasi
Data yang diukur berupa data keterlaksanaan setiap tahapan model
pembelajaran Guided Inquiry Lab. Instrumen yang digunakan yaitu
lembar observasi untuk mengukur aktivitas guru dan keterampilan proses
sains siswa yang terjadi dalam proses pembelajaran.
Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran Guided Inquiry
Lab telah dilaksanakan oleh guru atau tidak. Observasi ini dibuat dalam
bentuk checklist. Jadi dalam pengisisannya, observer memberikan tanda
checklist, terdapat tanda checklist pada kolom “ya” atau “tidak” jika
kriteria yang dimaksud dalam daftar cek ditunjukkan guru. Selain
membuat daftar checklist,terdapat juga kolom keterangan untuk memuat
saran-saran observer atau kekurangan-kekurangan aktivitas guru selama
proses pembelajaran.
Format observasi yang telah disusun tidak diujicobakan, tetapi
dikoordinasikan kepada observer yang akan mengikuti dalam proses
penelitian agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap format observasi
tersebut.
2. Tes
Tes dilakukan untuk mengidentifikasi kemampuan keterampilan
proses sains dan hasil belajar siswa. Data tes yang dihasilkan berupa rata-
Page 22
rata gain skor pretest posttest kemampuan ketrampilan proses sains dan
kemampuan hasil belajar.
Tes yang dibuat berupa soal esai yang dilaksanakan sebelum dan
sesudah perlakuan diberikan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui
aspek-aspek keterampilan proses sains yang tercermin dari jawaban atau
pembahasan siswa. Soal yang digunakan pada tes awal sama dengan soal
yang digunakan pada tes akhir. Hal ini dimaksudkan supaya tidak ada
pengaruh perbedaan instrumen terhadap perubahan keterampilan proses
sains dan hasil belajar.
Dalam hal ini peneliti menyusun rancangan penyusunan instrumen
yang dikenal sebagai kisi-kisi. Kisi-kisi penyusunan instrumen
menunjukkan kaitan antara variabel yang diteliti dengan sumber data dari
mana data akan diambil, metode yang digunakan, dan instrumen yang
disusun. Kisi-kisi hubungan antara sumber data, metode, dan instrumen
pengumpulan data ditunjukkan pada tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 5 Kisi-kisi hubungan antara sumber data, metode, dan instrumen
pengumpulan data
Variabel penelitian Sumber data Metode Instrumen
1. Kualitas guru
mengajar
- Guru sebagai
pelaku
- Kegiatan
- Siswa yang
mengalami
- Wawancara
-Pengamatan
-Pedoman
wawancara
-Ceklis
-Angket dan
pedoman
wawancara
2. Kualitas siswa
(Keterampilan
proses sains)
- Siswa sebagai
pelaku
- Kegiatan
- Guru yang
mengalami
- Wawancara
- Pengamatan
- Wawancara
-Pedoman
wawancara
-Ceklis
-Pedoman
wawancara
3. Isi/hasil belajar - Portofolio
- Siswa
- Daftar nilai
- Dokumentasi
- Tes
- Dokumentasi
- Ceklis
- Soal tes
- Daftar
Page 23
G. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan mengetahui apakah data berdistribusi
normal atau tidak. Data yang diuji normalitasnya adalah data
keterampilan proses sains masing-masing pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol. Langkah-langkah uji normalitas sebagai berikut:
a. Menentukan hipotesis
Ho : sampel berasal dari populasi berdistribusi normal
Ha : sampel tidak berasal dari populasi berdistribusi normal
b. Menentukan α
c. Menentukan kriteria penerimaan hipotesis
Ho diterima jika χ2 hitung < dengan k = banyak kelompok
d. Menentukan
Dengan Oi = hasil penelitian
Ei = hasil yang diharapkan
Χ2 = chi kuadrat
e. Membandingkan harga dengan harga . Harga
diperoleh dari tabel chi kuadrat dengan dk = k-3 dan α =5%.
f. Kriteria hipotesis diterima apabila >
g. Menentukan simpulan
Pada penelitian ini, data yang diuji normalitasnya disesuaikan dengan
pengujian hipotesis yang dilakukan. Data yang diuji normalitasnya
adalah sebagai berikut.
1) keterampilan proses sains kelas eksperimen
Hipotesis yang diuji adalah
Ho : data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Ha : data yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2) keterampilan proses sains kelas kontrol
Page 24
Hipotesis yang diuji adalah
Ho : data yang berasal dari populasi yang berdistribusi normal
Ha : data yang tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
mempunyai varians yang homogen atau tidak. Langkah-langkah dalam
melakukan uji homogenitas adalah
a. Menentukan hipotesis
Ho : σ12 = σ2
2 (varians homogen)
Ha : σ12 ≠ σ2
2 (varians tidak homogen)
b. Menentukan α
c. Menentukan kriteria penerimaan Ho
Ho diterima jika : Fhitung <
d. Menghitung F
3. Analisis instrumen soal tes
Sebelum instrumen tersebut digunakan dalam penelitian, terlebih
dahulu instrumen yang telah disusun diujicobakan pada kelas XI IPA yang
telah mendapatkan pembelajaran pada pokok bahasan pencemaran
lingkungan. Instrumen tersebut setelah diujicobakan kemudian diolah dan
dianalisis. Berikut dipaparkan analisis yang digunakan untuk mengetahui
layak atau tidaknya instrumen tes penelitian.
a. Analisis Validitas
Menurut Arikunto (2010), “sebuah item dikatakan valid apabila
mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item
menyebabka skor total menjadi tinggi atau rendah.” Validitas dapat
dicari dengan menghubungkan skor keseluruhan siswa dalam satu
item (X) dengan skor keseluruhan yang diperoleh semua siswa (Y)
melalui teknik korelasi product moment Pearson dengan angka kasar
berikut ini.
Page 25
Rxy =
Keterangan:
Rxy = koefisien korelasi antar variabel X dan variabel Y
N = jumlah peserta tes
X = Skor tiap item
Y = Skor total
= Jumlah perkalian XY
(Arikunto, 2010)
Menurut Arikunto (2010), “koefisien korelasi selalu terdapat antara
1,00 sampai +1,00.” Koefisien negative menunjukkan hubungan
kebalikan, sedangkan koefisien positif menunjukkan adanya
kesejajaran untuk mengadakan interpretasi besarnya koefisien korelasi
adalah sebagai berikut.
0,800-1,00 Validitas sangat tinggi
0,600-0,800 Validitas tinggi
0,400-0,600 Validitas cukup
0,200-0,400 Validitas rendah
0,00-0,200 Validitas sangat rendah
b. Analisis Reliabilitas
Sudiyono (2001) menjelaskan bahwa dalam rangka menentukan
apakah tes hasil belajar bentuk uraian yang disusun telah memiliki
daya keajegan mengukur atau reliabilitas yang tinggi atau belum,
pada umumnya menggunakan Rumus Alpha-Cronbach. Adapun
rumus Alpha-Cronbach dimaksud adalah:
di mana r11 = Koefisien reliabilitas tes
n = Banyaknya butir item yang dikeluarkan dalam tes
1 = bilangan konstan
Page 26
= jumlah varian skor dari tiap-tiap butir item
= varian total
Dengan,
dan
di mana
= jumlah kuadrat skor tiap item
= jumlah skor tiap item dikuadratkan
= jumlah kuadrat skor total
= jumlah skor total dikuadratkan
N = jumlah siswa
(Arikunto, 2010)
Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas tes yaitu:
0,81 – 1,00 sangat tinggi
0,61 – 0,80 tinggi
0,41- 0,60 cukup
0,21 – 0,40 rendah
< 0,20 sangat rendah
c. Analisis Daya Pembeda
Untuk menentukan besarnya daya pembeda
suatu butir soal, digunakan rumus sebagai berikut:
di mana:
J = jumlah peserta tes
JA = banyaknya peserta kelompok atas
JB = banyaknya peserta kelompok bawah
BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu
dengan benar
PA = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
Page 27
Klasifikasi daya pembeda yaitu:
0,00 – 0,20 jelek
0,20 – 0,40 cukup
0,40 – 0,70 baik
0,70 – 1,00 baik sekali
d. Taraf Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar
dan mudah sesuatu soal. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 –
1,00. Taraf kesukaran soal dinyatakan dalam rumus sebagai berikut.
di mana:
p = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu benar
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
(Arikunto, 2010)
Klasifikasi indeks kesukaran adalah sebagai berikut:
0,00 – 0,30 sukar
0,30 – 0,70 sedang
0,70 – 1,00 mudah
4. Tes keterampilan proses sains siswa
a. Menghitung skor keterampilan proses sains siswa
Tes keterampilan proses sains terdiri atas sepuluh soal esai. Tiap
soal diberikan rubrik skor. Perhitungan persentase tingkat penguasaan
evaluasi (tes keterampilan proses sains terpadu) dihitung dengan
rumus:
Keterangan :
P = persentase kemampuan keterampilan proses sains terpadu
n = jumlah skor yang diperoleh
N = jumlah skor maksimal yang diharapkan
(Arikunto, 2009)
Kriteria keterampilan proses sains
Page 28
81,25% < P ≤ 100% = sangat baik
62,50% < P ≤ 81,25%= baik
43,75% < P ≤ 62,50%= kurang baik
25,00% < P ≤ 43,75%= tidak baik
b. Analisis Peningkatan Keterampilan Proses Sains Terpadu
Data yang diperoleh dari tes awal dan tes akhir siswa diberi skor
sesuai dengan rubrik yang dibuat. Untuk melihat peningkatan
keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa dengan
menggunakan model Guided Inquiry Lab dilakukan melalui analisis
terhadap skor gain ternormalisasi < g > untuk kemudian dibandingkan
dengan kategori yang dikemukakan Meltzer (2002) “skor gain
ternormalisasi yaitu perbandingan skor gain aktual dengan skor gain
maksimum.” Skor gain aktual yaitu skor gain yang diperoleh siswa
dengan skor gain maksimum yaitu skor gain tertinggi yang mungkin
diperoleh siswa. Dengan demikian, skor gain ternormalisasi dapat
dinyatakan oleh rumus sebagai berikut.
Dengan < g > yaitu skor gain ternormalisasi, T1 yaitu skor postes,
T1 yaitu skor prestes dan Tmaks yaitu skor ideal. Pembelajaran yang
baik bila gain skor ternormalisasi lebih besar dari 0,4.
Menurut Meltzer (2002), hasil gain ternormalisasi dibagi ke
dalam tiga kategori sebagai berikut.
0,00 < h 0,30 Rendah
0,30 < h 0,70 Sedang
0,70 < h 1,00 Tinggi
c. Analisis Setiap Aspek Keterampilan Proses Sains Terpadu Kelas
Eksperimen
Terdapat lima aspek keterampilan proses sains terpadu yang
diukur, yaitu 1) mengidentifikasi masalah untuk diselidiki, 2)
Page 29
mendesain dan menyusun penyelidikan ilmiah, 3) menggunakan
teknologi dan matematika selama penyelidikan, 4) merumuskn dan
merevisi penjelasan ilmiah dan model menggunakan logika dan
bukti, 5) mengenali dan menganalisis penjelasan dan model alternatif,
dan 6) mengkomunikasikan dan mempertahankan argumen secara
ilmiah.
5. Uji Hipotesis Perbedaan Keterampilan Proses Sains Terpadu Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pada uji hipotesis menggunakan uji perbedaan dua rata-rata yag
bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan keterampilan
proses sains terpadu pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Rumusan
hipotesis sebagai berikut:
Ho : σ1 = σ2 (keterampilan proses sains terpadu kelas eksperimen sama
dengan kelas kontrol)
Ha : σ1 ≠ σ2 (keterampilan proses sains terpadu kelas eksperimen berbeda
dengan kelas kontrol)
Dengan varians kedua kelompok sama, maka
rumus Uji t yang digunakan sebagai berikut:
dengan
Keterangan
= nilai rata-rata kelompok eksperimen
= nilai rata-rata kelompok kontrol
S12 = varians data pada kelompok eksperimen
S22 = varians data pada kelompok eksperimen
S2 = simpangan baku
n1 = banyaknya subjek pada kelompok eksperimen
n2 = banyaknya subjek pada kelompok kontrol
Derajat kebebasan untuk tabel t adalah (n1+ n2 – 2) dan taraf
kesalahan 5%. Kriteria pengujiannya adalah Ho diterima apabila t hitung
Page 30
≤ t tabel artinya tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Ha diterima apabila t hitung > t tabel
artinya ada perbedaan rata-rata yang signifikan antara kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
6. Pengolahan keterlaksanaan Model Guided Inquiry Lab
Pengolahan data dilihat lembar observasi guru dan siswa. Untuk
mendeskripsikan hasil observasi keterlaksanaan pembelajaran, langkah-
langkah yang ditempuh adalah memberikan skor satu untuk tahapan
pembelajaran yang terlaksana dan skor nol untuk tahapan yang tidak
terlaksana. Setelah itu, menjumlahkan skor keterlaksanaan tahapan
pembelajaran kemuadian menentukan persentase keterlaksanaan dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut.
Kategori keterlaksanaan model Guided Inquiry Lab adalah:
0,0 – 24,9 Sangat kurang
25,0- 37,5 Kurang
37,6-62,5 Sedang
62,6 – 87,5 Baik
87,6 – 100 Sangat baik
7. Aktivitas Siswa
Hasil observasi aktivitas siswa dianalisis menggunakan analisis
deskriptif kualitatif persentase. Rumus yang digunakan untuk
menganalisis skor yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Menurut Arikunto dan Cepi (2009), kriteria penilaiannya sebagai
berikut:
81%-100% = sangat aktif
61%-80% = aktif
41%-60% = cukup aktif
21%-40% = kurang aktif
Page 31
< 21% = tidak aktif
8. Tanggapan Siswa
Analisis data tanggapan siswa terhadap pembelajaran dianalisis secara
deskriptif yaitu dengan cara membaca kecenderungan data siswa dalam
menjawab sehingga nantinya diperoleh kesimpulan. Persentase dihitung
dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
P = persentase
f = banyaknya responden yang memilih jawaban ya
n = banyaknya ressponden yang menjawab kuesioner
(Sudijono, 2005)
9. Kinerja Guru
Hasil observasi kinerja guru dianalisis menggunakan analisis deskriptif
kualitatif persentase yaitu dengan melihat kecenderungan-kecenderungan
yang ada dari data yang diperoleh sehingga dapat mengetahui kesimpulan
dari data-data tersebut. Rumus yang digunakan untuk menganalisis skor
yang diperoleh yaitu
Menurut Arikunto dan Cepi (2009), kriteria penilaiannya sebagai berikut:
81%-100% = sangat baik
61%-80% = baik
41%-60% = cukup
21%-40% = kurang
< 21% = buruk
10. Tanggapan guru
Data dianalisis secara deskriptif dengan cara membaca data guru
dalam menjawab pertanyaan yang ada dalam lembar wawancara sehingga
nantinya diperoleh kesimpulan untuk mengetahui tanggapan guru
terhadap penerapan pembelajaran berorientasi lingkungan dengan model
Guided Inquiry Lab terhadap keteraampilan proses sains terpadu dan hasil
belajar siswa di kelas X IPA SMA N 1 Juwana.
Page 32
I. JADWAL PENELITIAN
Kegiatan penelitian ini akan dilakukan dengan rencana kegiatan sebagai
berikut:
Tabel 6. Jadwal Kegiatan Penelitian
KEGIATAN BULAN
PERSIAPAN 1 2 3 4
Mengurus Surat Izin √
Persiapan Instrumen √ √
PELAKSANAAN
Eksperimen √ √ √
Pengambilan Data √ √ √
Analisis Data √ √
PENYUSUNAN LAPORAN √ √
J. PERSONALIA PENELITIAN
1. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Yanuar Ary Prasetyo
b. NIM : 4401410101
c. Semester : 8 (delapan)
d. Fakultas/Jurusan/Program Studi : FMIPA/Biologi/Pendidikan Biologi
e. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
f. Bidang Keahlian : Karya Tulis Ilmiah
g. Waktu untuk penelitian : 6 jam/minggu
2. Anggota Peneliti
a. Nama Lengkap : Muhammad Saman
b. NIM :
c. Semester : 8 (delapan)
d. Fakultas/Jurusan/Program Studi :FMIPA/Matematika/Matematika
e. Perguruan Tinggi : Universitas Negeri Semarang
f. Bidang Keahlian : Karya Tulis Ilmiah
g. Waktu untuk penelitian : 6 jam/minggu
Page 33
K. ANGGARAN BIAYA PENELITIAN
1. Rekapitulasi Dana Peralatan Penunjang Penelitian
Tabel 3. Tabel Rekapitulasi Dana Peralatan Penunjang Penelitian
No Investasi Harga Satuan Jumlah Jumlah
1 Perizinan
penelitian di
SMANJU
Rp 200.000,00 1 Rp 200.000,00
2 Sewa kamera Rp 30.000,00 4 bulan Rp 120.000,00
3 Validasi perangkat
pembelajaran oleh
ahli Rp 500.000
1
Rp 500.000,00
Total Rp 820.000,00
2. Rekapitulasi Bahan Habis Pakai
a. Kesekretariatan
Tabel 4. Rekapitulasi Dana Kesekretariatan
No Kebutuhan Satuan Jumlah
1 HVS uk. A4 Putih 1 rim x @ Rp 30.000,00 Rp 30.000,00
2 Tinta Print (Warna) 2 buah x @ Rp 80.000,00 Rp 160.000,00
3 Sewa Printer 4 kali x @ Rp 30.000,00 Rp 120.000,00
4 Sewa LCD 6 kali x @ Rp 50.000,00 Rp 300.000,00
Total Rp 610.000,00
b. Dana Operasional Penelitian
Tabel 5. Rekapitulasi Dana Operasional Penelitian
No Kebutuhan Harga Satuan Satuan Jumlah
1
Modul Materi
Model Guided
Inquiry Lab
Rp 5.000,00 7 buah Rp 375.000,00
2 Lembar Kerja
Siswa (LKS) Rp 2.000,00 20 buah Rp 40.000,00
3 Instrumen tes Rp 2.000,00 108 siswa Rp 216.000,00
4 Instrumen angket Rp 1.000,00 108 siswa Rp 108.000,00
5
Peralatan
penunjang
praktikum
Rp 200.000,00 1 set Rp 200.000,00
6 Proposal
penelitian Rp 50.000,00 1 buah Rp 50.000,00
7 Lembar Diskusi Rp 1.000,00 50 buah Rp 50.000,00
Page 34
8 RPP Rp 5.000,00 1 buah Rp 50.000,00
9 Lembar portofolio Rp 30.000,00 2 pak Rp 60.000,00
Total Rp1.049.000,00
c. Dokumentasi
Tabel 6. Dana Dokumentasi
No Kebutuhan Harga Satuan Jumlah
1 CD 2 buah x @ Rp 3.000,00 Rp 6.000,00
2 Burning Rp 10.000,00
3 Poster 2 buah x @ Rp 50.000,00 Rp 100.000,00
Total Rp 116.000,00
Tabel 7. Rekapitulasi Pengeluaran Bahan Habis Pakai
No Pengeluaran Bahan Habis Pakai Jumlah
1 Dana Kesekretariatan Rp 610.000,00
2 Dana Operasional Penelitian Rp 1.049.000,00
3 Dokumentasi Rp 116.000,00
Total Rp 1.725.000,00
3. Perjalanan
Tabel 8. Dana Perjalanan
No Kebutuhan Harga Satuan Satuan Jumlah
1 Transportasi
dalam kota
Rp 5.000,00 2 orang x 10
PP
Rp 100.000,00
2 Transportasi
luar kota
Rp 20.000,00 2 orang x 5 PP Rp 210.000,00
Total Rp 310.000,00
4. Laporan Penelitian
Tabel 9. Dana laporan penelitian
No Kebutuhan Harga Satuan Satuan Jumlah
1 Penggandaan
laporan
Rp 75.000,00 5 buah Rp 375.000,00
Total Rp 375.000,00
5. Seminar
Tabel 10. Dana Seminar
Page 35
No Kebutuhan Harga satuan Satuan Jumlah
1 Konsumsi Rp 4.000,00 30 buah Rp 120.000,00
2 Biaya
penyelenggaraan
Rp
100.000,00
Rp 100.000,00
Total Rp 220.000,00
6. Biaya Lain-lain
Tabel 11. Biaya lain-lain
No Kebutuhan Harga satuan Satuan Jumlah
1 Pengurusan
surat izin
penelitian
Rp 20.000,00 1 buah Rp 20.000,00
2 Biaya
kontribusi
observer
Rp 200.000,00 1 buah Rp 200.000,00
3 Biaya tak
terduga
Rp250.000,00 Rp 550.000,00
Total Rp 770.000,00
TOTAL INVESTASI AWAL
Dana Peralatan Penunjang Penelitian = Rp 820.000,00
Dana Bahan Habis Pakai = Rp 1.725.000,00
Dana Perjalanan = Rp 310.000,00
Laporan Penelitian = Rp 375.000,00
Seminar = Rp 220.000,00
Dana Lain-lain = Rp 770.000,00 +
Total = Rp 4.000.000,00
L. LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. DAFTAR PUSTAKA
Akinoglu O. 2008. Assessment of the inquiry-based project implementation
process in science education upon students’s points of views. International
Journal of Instruction 1:1-12
Anderson LW, Krathwohl DR, Airasian PW, Cruikshank KA, Mayer RE,
Pintrich PR, Raths J & Wittrock MC. 2001. A taxonomy for learning, teaching,
and assessing: A revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives
(Complete edition). NewYork: Longman.
Page 36
Arikunto S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Arikunto S & Cepi. 2004. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoritis
Praktis bagi ahasiswa dan Praktisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Britner SL & Finson KD. 2005. Preservice teachers’ reflections on their growth
in an inquiry-oriented science pedagogy course. J. Ele Sci Educ 17:39-54.
BSCS. 2009. Correlation of BSCS Science: An Inquiry approach with the
National Science Education Standards.
Chase A. 2013. Implementing Process-Oriented, Guided Inquiry learning for the
first time: adaptations and short term impact on students’ attitude and
performance. Journal of Chemical Education 90:408-416.
Hamzah S. 2012. Pendidikan Lingkungan: Sekelumit Wawasan Pengantar.
Bandung: PT Refika Aditama
Hogstrom P, Ottander C, Benckert S. 2009. Lab work and learning in
secondary school chemistry: the importance of teacher and student interaction.
J. Res Sci Educ 40:505-523.
Hu S, Kuh GD, Li S. 2008. The effect of engagement in inquiry-oriented
activities on student learning and personal development. J. Innov High Educ
33:71-81.
Krathwohl DR. 2002. A revision of Bloom’s Taxonomy: An overview. J. Theory
Into Practice 41:212-218.
[Kemendikbud] Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Materi
Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 SMP-MTs-IPA. Jakarta: Badan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan dan
penjaminan Mutu Pendidikan.
Lee VS. 2010. The power of inquiry as a way of learning. J. Innov High Educ
36:149-160.
Meltzer DE. 2002. Normalized Learning Gain: A Key Measure of Student
Learning. http://www.physicseducation.net/articles/index.html. [11Januari 2014]
Murdoch K, Wilson J. 2008. Creating A Learner-centered Primary
Calssroom: Learner Centered Strategic Teaching. Routledge: A David Fulton
Book.
[NAAEE] The North American Association for Environmental Education. 2001.
Using Environment-Based Education to Advance Learning Skills and Character
Page 37
Development. Washington DC: The National Environmental Education &
Training Foundation.
[NSTA] National Science Teacher Assosiation. 2009. Biology Teacher’s
Handbook. Ed-4. Paramitha, penerjemah; Sarwiji B, editor. United State of
America: NSTA Press. Terjemahan dari Tim Indeks
[NRC] National Research Council. 1996. National science education standards.
Washington DC: National Academy Press
Ristanto RH. 2010. Pembelajaran berbasis inkuiri terbimbig dengan multimedia
dan lingkungan riil ditinjau dari motivasi berprestasi dan kemampuan awal
[tesis]. Surakarta: Program PascaSarjana Universitas Sebelas Maret
Rustaman N. 2005. http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN.IPA
/195012311979032-NURYANI.RUSTAMAN/Asesmen.pendidikan.IPA.pdf last
update Januari 2014
Straumanis A. 2010. Classroom Implementation of Process Oriented Guided
inquiry Learning: A practical guide for instructors. Ed ke-2. New York:
Pergamon.
Subali B. 2011. Pengukuran kreativitas keterampilan proses sains dalam konteks
assessment for learning. J Cakrawala Pendidikan 30:130-144.
Sudijono A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Suryosubroto. 2009. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Trundle KC, Atwood RK, Chrisopher JE, Sackes M. 2009. The effect of
guided inquiry-based instruction on middle school students’ understanding of
lunar concepts. J. Res Sci Educ 40:451-478.
Wenning CJ. 2005. Level of inquiry: Hierarchies of pedagogical practices and
inquiry process. J. Phys.Tchr. Educ 3:3-12.
Wenning CJ. 2011. The Level of Inquiry Model of Science Teaching. J.
Phys.Tchr. Educ 2:9-16
Yuniastuti E. 2013. Peningkatan keterampilan proses, motivasi, dan hasil belajar
Biologi dengan strategi pembelajaran inkuiri terbimbing pada siswa kelas VII
SMP Kartika V-1 Balikpapan. J. Penelitian Pendidikan 14: 78-86.
Page 38
2. CURRICULUM VITAE
Biodata Penulis 1
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Yanuar Ary Praestyo
2 NIM 4401410101
3 Jurusan Biologi
4 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
5 Tempat dan Tanggal
Lahir
Pati, 11 Januari 1993
6 Alamat Desa Growong Lor Rt 1 Rw 2, Juwana,
Pati
7 E-mail [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 085741382911
B. Pengalaman Penelitian
No Judul Usulan Penelitian Penyelenggara
Hibah Penelitian
Tahun Penelitian
1 Sintesis Cooking Oil Fuel
Berbasis Eco Friendly,
Konversi Minyak Goreng
Bekas Menjadi Gasoline
Sebagai Renewable Resources
Energy
LP2M 2013
2 Induksi Variasi Somaklonal
Kedelai Varietas Grobogan dan
Seleksi In Vitro dalam
Pembentukan Tanaman
Toleran Cekaman Salinitas dan
Kekeringan
LP2M 2013
3 Pengaruh Pembelajaran
Process Oriented Guided
Inquiry Learning (POGIL)
terhadap Kreativitas Siswa
SMA
Mandiri 2014
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi.
Page 39
Biodata Penulis 2
A. Identitas Diri
1 Nama Lengkap Muhammad Sam’an
2 NIM 4111410019
3 Jurusan Matematika
4 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam
5 Tempat dan Tanggal
Lahir
Kudus, 31 Desember 1992
6 Alamat Jelak Kesamb RT:01/ RW:09 Mejobo
Kudus
7 E-mail [email protected]
8 Nomor Telepon/HP 085729399639
B. Pengalaman Penelitian
No Judul Usulan Penelitian Penyelenggara
Hibah Penelitian
Tahun Penelitian
1 IMPLEMENTASI FUZZY
INFERENCE SYSTEM
SEBAGAI SISTEM
PENDUKUNG KEPUTUSAN
PEMILIHAN PROGRAM
STUDI
DI PERGURUAN TINGGI
MENGGUNAKAN METODE
SUGENO
LP2M 2014
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari
ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima
sanksi.