PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2019 TENTANG SISTEM KESEHATAN PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik serta peningkatan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, perlu dibentuk sistem kesehatan provinsi; b. bahwa Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional menyatakan bahwa Sistem Kesehatan Nasional dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Provinsi; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman 86-92); 3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); 4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
NOMOR 9 TAHUN 2019
TENTANG
SISTEM KESEHATAN PROVINSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR JAWA TENGAH,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan derajat
kesehatan masyarakat yang lebih baik serta
peningkatan pelayanan kesehatan yang
terintegrasi, perlu dibentuk sistem kesehatan
provinsi;
b. bahwa Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012
tentang Sistem Kesehatan Nasional menyatakan
bahwa Sistem Kesehatan Nasional dilaksanakan
oleh Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Sistem
Kesehatan Provinsi;
Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Provinsi Jawa Tengah (Himpunan
Peraturan Peraturan Negara Tahun 1950 Halaman
86-92);
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4456);
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
6. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991
tentang Penanggulangan Wabah Penyakit Menular
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3447);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016
tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor
229, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5942);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018
tentang Standar Pelayanan Minimal (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 2
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6178);
12. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 93);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
dan
GUBERNUR JAWA TENGAH
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG SISTEM KESEHATAN
PROVINSI
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan:
1. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat.
2. Daerah adalah Provinsi Jawa Tengah.
3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan Daerah.
4. Gubernur adalah Gubernur Jawa Tengah.
5. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
6. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota di Jawa Tengah.
7. Dinas Kesehatan yang selanjutnya disebut Dinas adalah perangkat
daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
kesehatan di Provinsi Jawa Tengah.
8. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis.
9. Sistem Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat SKP adalah
pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh seluruh komponen
masyarakat di Jawa Tengah secara terpadu dan saling mendukung
guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
10. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan
berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan/atau masyarakat.
11. Upaya Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disingkat UKM adalah
setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan dengan
sasaran keluarga, kelompok, dan masyarakat.
12. Upaya Kesehatan Perseorangan yang selanjutnya disingkat UKP
adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang ditujukan untuk peningkatan, pencegahan,
penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit
dan memulihkan kesehatan perseorangan.
13. Upaya Kesehatan Kegawatdaruratan, Kejadian Luar Biasa, dan
Bencana adalah suatu kegiatan pelayanan kesehatan yang ditujukan
untuk penanggulangan, penyembuhan, pengurangan penderitaan dan
pemulihan kesehatan pada masyarakat, korban, dan populasi rentan.
14. Pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan/atau
perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan
keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat
dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
15. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat
yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan
kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau
masyarakat.
16. Pemberdayaan Masyarakat adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat
non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan,
dan melakukan pemecahannya dengan memanfaatkan potensi
setempat dan fasilitas yang ada, baik dari instansi lintas sektoral
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan tokoh masyarakat.
17. Sumber daya manusia kesehatan yang selanjutnya disingkat SDMK
adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
yang terdiri dari Tenaga Kesehatan dan Tenaga Non Kesehatan.
18. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan
melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
19. Tenaga non kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri
dalam bidang kesehatan akan tetapi tidak melalui pendidikan di
bidang kesehatan dan yang memiliki kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.
20. Pembiayaan Kesehatan adalah pengelolaan berbagai upaya
penggalian, pengalokasian, dan pembelanjaan dana kesehatan untuk
mendukung penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
21. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan
kosmetika.
22. Alat kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
23. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia.
24. Makanan adalah barang yang dimasukkan ke dalam wadah dan diberi
label yang dimaksudkan untuk dimakan dan/atau diminum oleh
manusia serta semua bahan yang digunakan pada produksi makanan
dan minuman.
25. Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan adalah pengelolaan
yang menghimpun berbagai upaya kebijakan kesehatan, administrasi
kesehatan, pengelolaan data dan informasi kesehatan, dan
pengaturan hukum kesehatan, yang mendukung subsistem lainnya
pada SKP guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
26. Penelitian dan Pengembangan Kesehatan adalah pengelolaan
penelitian dan pengembangan, pemanfaatan dan penapisan teknologi
dan produk teknologi kesehatan yang diselenggarakan dan
dikoordinasikan guna memberikan data kesehatan yang berbasis
bukti untuk menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya.
27. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat
APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi
Jawa Tengah.
28. Masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dalam
satu komunitas teratur dan saling tergantung satu sama lain
(interdependensi) meliputi kelompok warga sipil, lembaga nirlaba,
korporasi, dan kelompok non pemerintah lain di Provinsi Jawa
Tengah.
Pasal 2
SKP berasaskan:
a. perikemanusiaan;
b. keseimbangan;
c. manfaat;
d. perlindungan;
e. keadilan;
f. penghormatan hak asasi manusia;
g. sinergisme dan kemitraan yang dinamis;
h. komitmen dan tata pemerintahan yang baik (good governance);
i. legalitas;
j. antisipatif dan proaktif;
k. gender dan nondiskriminatif; dan
l. kearifan lokal.
Pasal 3
(1) Peraturan Daerah tentang SKP ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi
Pemerintah Daerah dalam menyusun dan merencanakan kebijakan
bidang kesehatan.
(2) Pemerintah Kabupaten/Kota berpedoman pada Peraturan Daerah
tentang SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam menyusun
dan merencanakan kebijakan bidang kesehatan.
Pasal 4
SKP bertujuan:
a. meningkatkan kualitas pengelolaan kesehatan di tingkat Daerah
dengan memperhatikan pembagian urusan pemerintahan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan;
b. menata pembangunan kesehatan secara sinergis yang melibatkan
semua komponen dengan menyeimbangkan antara UKM dengan UKP;
c. memenuhi hak dan kebutuhan semua komponen dalam pembangunan
kesehatan; dan
d. memberikan perlindungan bagi masyarakat dan penyelenggara
kesehatan.
Pasal 5
Ruang lingkup pengaturan Peraturan Daerah ini meliputi:
a. Sistem Penyelenggaraan Kesehatan;
b. Jaminan Kesehatan;
c. Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian.
BAB II
SISTEM PENYELENGGARAAN KESEHATAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
(1) Sistem Penyelenggaraan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 huruf a terdiri dari subsistem:
a. upaya kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan kesehatan;
c. pembiayaan kesehatan;
d. SDMK;
e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;
f. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan
g. pemberdayaan masyarakat;
(2) Penyelenggaraan SKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum
dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Upaya Kesehatan
Pasal 7
(1) Upaya kesehatan dilaksanakan oleh Pemerintah, TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan/atau
masyarakat dengan menyelenggarakan UKM dan UKP.
(2) Penyelenggaraan UKM dan UKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan antara lain:
a. pelayanan krisis kesehatan pada bencana dan kejadian luar biasa;
b. pelayanan kegawatdaruratan;
c. pelayanan Public Safety Center (PSC);
d. pelayanan kesehatan reproduksi;
e. pelayanan kesehatan tradisional, alternatif dan komplementer;
f. pelayanan keluarga berencana;
g. pelayanan laboratorium kesehatan;
h. pelayanan kesehatan gigi dan mulut;
i. pelayanan indera;
j. pelayanan darah;
k. pelayanan forensik klinik dan pelayanan bedah mayat;
l. pelayanan pengujian alat kesehatan;
m. pelayanan farmasi dan alat kesehatan;
n. pelayanan Health Tourism;
o. pelayanan optik;
p. pelayanan telemedicine;
q. upaya kesehatan ibu, bayi, anak, remaja, lanjut usia dan
penyandang cacat;
r. upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan penyakit
menular;
s. upaya pencegahan, pengendalian dan penanganan penyakit tidak
menular;
t. upaya perbaikan gizi;
u. upaya kesehatan jiwa;
v. upaya kesehatan lingkungan;
w. upaya kesehatan kerja;
x. upaya kesehatan sekolah;
y. upaya kesehatan olahraga;
z. upaya kesehatan matra;
aa. upaya promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat;
bb. pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan;
cc. pengamanan makanan dan minuman; dan
dd. pengamanan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya
(NAPZA).
(3) Selain kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
dikembangkan kegiatan lainnya sesuai dengan kebutuhan yang
berkembang di masyarakat.
(4) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan
pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang
dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan.
(5) Penyelenggaraan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai tingkatan pelayanan kesehatan dan standar
pelayanan minimal bidang kesehatan.
(6) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
pelayanan kesehatan tingkat pertama/primer, kedua/sekunder, dan
ketiga/tersier.
(7) Fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun swasta, dalam
melaksanakan upaya kesehatan melibatkan organisasi profesi terkait
dan asosiasi fasilitas kesehatan serta berkoordinasi dengan Dinas.
(8) Fasilitas pelayanan kesehatan milik Pemerintah, Pemerintah Daerah
dan Pemerintah Kabupaten/Kota maupun swasta sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) yang berkerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial bidang kesehatan dalam melakukan
kredensialing dan rekredensialing harus melibatkan organisasi profesi
terkait dan asosiasi fasilitas kesehatan serta mendapatkan
rekomendasi dari Dinas.
Bagian Ketiga
Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan
Pasal 8
(1) Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan melalui
kegiatan penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi,
dan teknologi informasi kesehatan untuk mendukung pembangunan
kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
(3) Penelitian dan pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), meliputi:
a. biomedis dan teknologi dasar kesehatan;
b. teknologi tepat guna, teknologi terapan kesehatan, dan epidemiologi
klinik;
c. teknologi intervensi kesehatan masyarakat;
d. humaniora, kebijakan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat.
Pasal 9
(1) Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan di bidang penelitian dan
pengembangan kesehatan yang meliputi:
a. penelitian, pengembangan, penapisan teknologi dan produk
teknologi kesehatan;
b. ketersediaan tenaga peneliti dan anggaran penelitian; dan/atau
c. perizinan dan pengawasan terhadap penelitian kesehatan.
(2) Dalam melaksanakan kebijakan di bidang penelitian dan
pengembangan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah Daerah dapat berkoordinasi dan/atau bekerjasama dengan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan,
perguruan tinggi dan/atau lembaga penelitian lain.
Bagian Keempat
Pembiayaan Kesehatan
Pasal 10
(1) Pembiayaan kesehatan diarahkan untuk tersedianya dana kesehatan
dalam jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, merata, dan
termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna, tersalurkan
sesuai peruntukannya untuk menjamin terselenggaranya
pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2) Pemerintah Daerah menyelenggarakan subsistem pembiayaan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:
a. penggalian dana;
b. pengalokasian dana; dan
c. pembelanjaan dana.
(3) Pemerintah Daerah menyelenggarakan pembiayaan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari:
a. APBD;
b. sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat.
(4) Pengalokasian dana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan melalui perencanaan anggaran dengan mengutamakan:
a. Standar Pelayanan Minimal (SPM);
b. program prioritas;
c. peningkatan jumlah alokasi secara bertahap; dan
d. program bantuan sosial dan program kesehatan yang mempunyai
daya ungkit tinggi terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk menjamin ketersediaan
pembiayaan kesehatan terhadap seluruh subsistem dalam SKP.
(2) Dalam menjamin ketersediaan pembiayaan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penghitungan dan
pencatatan biaya kesehatan (health account) sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan anggaran kesehatan sekurang-
kurangnya 10% (sepuluh persen) dari total belanja APBD di luar gaji.
(2) Pemanfaatan anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diprioritaskan untuk pelayanan publik sekurang-kurangnya 2/3 (dua
per tiga).
(3) Alokasi anggaran kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk pelayanan kesehatan di bidang pelayanan publik,
terutama bagi penduduk miskin, kelompok lanjut usia, dan anak
terlantar.
(4) Kebutuhan anggaran kesehatan dihitung berdasarkan target kinerja
yang telah ditetapkan dengan pendekatan pelayanan minimal serta
upaya peningkatan dan pengembangan kesehatan di daerah.
Bagian Kelima
Pengembangan SDMK
Pasal 13
(1) Pengembangan SDMK dilaksanakan agar tersedia SDMK yang sesuai
kebutuhan, mempunyai kompetensi dan terdistribusi secara adil
merata serta didayagunakan secara optimal dalam rangka
terselenggaranya SKP.
(2) Sumber daya manusia kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. tenaga kesehatan; dan
b. tenaga non kesehatan.
Pasal 14
Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a
minimal terdiri atas:
a. tenaga medis;
b. tenaga psikologi klinis;
c. tenaga keperawatan;
d. tenaga kebidanan;
e. tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan masyarakat;
g. tenaga kesehatan lingkungan;
h. tenaga gizi;
i. tenaga keterapian fisik;
j. tenaga keteknisian medis;
k. tenaga teknik biomedika;
l. tenaga kesehatan tradisional; dan
m. tenaga kesehatan lain yang mendukung upaya peningkatan dan
pengembangan upaya kesehatan masyarakat.
Pasal 15
Tenaga non kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b terdiri atas:
a. tenaga non kesehatan yang bekerja pada fasilitas kesehatan; dan
b. tenaga non kesehatan yang bergerak/berpartisipasi di masyarakat
dalam bidang kesehatan.
Bagian Keenam
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Pasal 16
(1) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan diselenggarakan dalam
rangka menjamin keamanan, mutu, kemanfaatan, ketersediaan, dan
keterjangkauan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
(2) Sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. penerbitan cabag dan cabang penyalur alat kesehatan;
b. penerbitan izin usaha kecil obat tradisional.
Bagian Ketujuh
Manajemen, Informasi, dan Regulasi Kesehatan
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
ditujukan untuk mewujudkan kebijakan kesehatanyang sesuai dengan
kebutuhan, berbasis bukti dan operasional, terselenggaranya fungsi-
fungsi administrasi kesehatan yang berhasil guna, berdaya guna dan
akuntabel, serta didukung oleh hukum kesehatan dan sistem informasi
kesehatan untukmenjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan
guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
(2) Penyelenggaraan manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. perumusan kebijakan kesehatan;
b. penyelenggaraan kesehatan;
c. bantuan hukum kesehatan;
d. pengelolaan data dan informasi kesehatan.
Pasal 18
(1) Perumusan kebijakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
17 ayat (2) huruf a dilakukan dengan memperhatikan kebijakan
pembangunan kesehatan pada:
a. rencana Pembangunan Jangka Panjang di tingkat nasional, provinsi
dan kabupaten/kota;
b. rencana Pembangunan Jangka Menengah di tingkat nasional,
provinsi dan kabupaten/kota; dan/atau
c. Rencana Pembangunan Jangka Menengah di tingkat desa.
(2) Perumusan kebijakan pembangunan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menyusun skala prioritas
perencanaan program pembangunan kesehatan berbasiskan bukti
(evidence based) melalui forum musyawarah dengan mengutamakan
UKM.
Pasal 19
(1) Penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf b meliputi:
a. perencanaan;
b. pengaturan dan pembinaan; dan
c. pengawasan dan pertanggungjawaban.
(2) Penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, terpadu
berlandaskan pada arah kebijakan pembangunan nasional dengan
memperhatikan kebijakan dan prioritas pembangunan kesehatan.
(3) Penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berorientasi pada kepentingan masyarakat, responsif gender,
memanfaatkan teknologi informasi, didukung sumber daya manusia
yang kompeten, dan pembiayaan yang mencukupi.
(4) Penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan secara sinergi yang dinamis antara antara sektor
kesehatan dengan sektor lain, pusat dan daerah dengan
mempertimbangkan desentralisasi dan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dilaksanakan dengan menjunjung
tinggi penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik.
Pasal 20
(1) Bantuan hukum kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (2) huruf c meliputi:
a. pemberian pertimbangan dan bantuan hukum;
b. fasilitasi penegakan hukum termasuk upaya penyidikan oleh
penyidik pegawai negeri sipil bidang kesehatan;
c. peningkatan kesadaran hukum bagi aparatur kesehatan dan
masyarakat; dan
d. pembinaan dan pengawasan.
(2) Bantuan hukum kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan:
a. mempertimbangkan perlindungan bagi masyarakat dan pemberi
pelayanan kesehatan, keadilan, kesetaraan, serta sesuai dengan
kebutuhan;
b. memperhatikan perkembangan dan perubahan lingkungan internal
dan eksternal, termasuk regulasi kesehatan internasional.
Pasal 21
(1) Pengelolaan data dan informasi kesehatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 17 ayat (2) huruf d antara lain meliputi:
a. pengelolaan sistem informasi kesehatan, yang meliputi landasan
hukum, perencanaan kebijakan dan program, pengorganisasian,
kerjasama dan koordinasi, monitoring dan evaluasi, serta
pembinaan dan pengawasan;
b. pelaksanaan sistem informasi kesehatan, yang meliputi data dan
informasi serta indikator, sumber data dan pengelolaan atau
pengumpulan, pengolahan, penyajian dan analisa data serta
informasi kesehatan;
c. sumber daya sistem informasi kesehatan, yang meliputi sumber
daya manusia, pembiayaan, ilmu dan teknologi serta sarana dan
prasarana seperti sumber daya data, sumber daya jaringan,
perangkat lunak dan perangkat keras;
d. pengembangan dan peningkatan sistem informasi kesehatan, yang
meliputi pengembangan indikator, pengembangan metode dalam
sistem informasi kesehatan, penelitian dan pengembangan sistem
informasi kesehatan;
e. peningkatan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan data, daerah
dapat mengembangkan sistem interoperabilitas antar penyedia/
pengelola informasi kesehatan;
f. peningkatan produk dan diseminasi informasi kesehatan.
(2) Pengelolaan data dan informasi kesehatan dilaksankan dalam rangka
menyediakan data dan informasi terkini, akurat, valid, cepat,
transparan serta berhasil guna dan berdaya guna, sebagai bahan
pengambilan keputusan kesehatan dengan mempertimbangkan faktor
desentralisasi, kecukupan data termasuk data terpilih yang responsif
gender, dan aspek kerahasiaan yang berlaku di bidang kesehatan.
Bagian Kedelapan
Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 22
(1) Pemberdayaan masyarakat dilaksanakan dalam rangka meningkatkan
kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dan sehat,
mampu mengatasi masalah kesehatan secara mandiri, berperan aktif
dalam setiap pembangunan kesehatan, serta dapat menjadi penggerak
dalam mewujudkan pembangunan berwawasan kesehatan.
(2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan secara individu, kelompok, atau kelembagaan masyarakat
melalui:
a. penggerak pemberdayaan masyarakat;
b. pengutamaan sasaran pemberdayaan masyarakat;
c. kegiatan hidup sehat; dan
d. pemanfaatansumber daya.
(3) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan, potensi, dan sosial
budaya setempat.
Pasal 23
(1) Masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam penyelenggaraan SKP.
(2) Dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya,
masyarakat dapat menyampaikan masalah kesehatan, masukan
dan/atau cara pemecahan masalah mengenai hal-hal terkait
pengelolaan SKP.
BAB III
JAMINAN KESEHATAN
Pasal 24
(1) Masyarakat berhak mendapatkan jaminan kesehatan.
(2) Jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
masyarakat miskin ditanggung oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
dan Pemerintah Kabupaten/Kota.
(3) Pemerintah Daerah mendorong masyarakat untuk menjadi peserta
Jaminan Kesehatan Nasional.
(4) Pendaftaran menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilaksanakan melalui
individu, keluarga, maupun kelompok.
(5) Pemerintah Daerah bersama pemangku kepentingan harus mendorong
pencapaian Universal Health Coverage secara bertahap.
BAB IV
PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN
Pasal 25
(1) Gubernur melaksanakan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
atas penyelenggaraan SKP.
(2) Ketentuan mengenai pembinaan, pengawasan dan pengendalian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dalam
Peraturan Gubernur.
BAB V
PENGHARGAAN
Pasal 26
(1) Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada organisasi,
kelompok atau perorangan yang nyata-nyata telah berkontribusi dan
berprestasi dalam penyelenggaraan SKP.
(2) Ketentuan tentang pemberian penghargaan diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Gubernur.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Gubernur sebagai pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan
paling lama 6 (enam) bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 28
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah
Provinsi Jawa Tengah.
Ditetapkan di Semarang
pada tanggal 12 September 2019
GUBERNUR JAWA TENGAH,
ttd
GANJAR PRANOWO
Diundangkan di Semarang
pada tanggal 12 September 2019
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
JAWA TENGAH,
ttd
SRI PURYONO KARTO SOEDARMO LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2019 NOMOR 9 NOREG PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH: (9-230/2019)
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH
NOMOR 9 TAHUN 2019
TENTANG
SISTEM KESEHATAN PROVINSI
I. UMUM
Kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagaimana diatur
dalam Pasal 28H ayat (1) UUD 1945, selain itu kesehatan merupakan
salah satu unsur penting bagi umat manusia untuk menjalankan
kehidupannya, demikian juga dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, kesehatan warga negara merupakan salah satu modal utama
bagi suatu Negara untuk dapat melaksanakan pembangunan. Begitu
pentingnya masalah kesehatan ini sehingga menjadi urusan wajib dalam
Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah, mulai dari Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang kemudian dicabut dengan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan bahwa urusan
pemerintahan dibidang kesehatan merupakan urusan wajib yang
bersifat konkuren yang berarti harus dilaksanakan disemua tingkat
pemerintahan dari pusat sampai daerah sesuai dengan kewenangan
masing-masing.
Sebagai salah satu wujud dari pelaksanaan ketentuan Pasal 28 H
ayat (1) UUD 1945 telah diterbitkan beberapa peraturan perundangan
yang dijadikan sebagai dasar hukum pelaksanaan pembangunan bidang
kesehatan diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan yang ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan
Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional yang
merupakan acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan pembangunan
kesehatan yang dimulai dari kegiatan perencanaan sampai dengan
kegiatan monitoring dan evaluasi.
Guna menindaklanjuti diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor
72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional dan sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 167 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, yang menyatakan bahwa pengelolaan
kesehatan dilakukan secara berjenjang dari pusat sampai daerah, maka
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menetapkan Peraturan Daerah
tentang Sistem Kesehatan Provinsi, yang dimaksudkan sebagai dasar
pembangunan kesehatan di Jawa Tengah yang juga dapat dipedomani
oleh Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
Substansi materi Peraturan Daerah ini mengacu pada substansi
materi Sistem Kesehatan Nasional yang terdiri dari 7 (tujuh) subsistem
meliputi upaya kesehatan; penelitian dan Pengembangan Kesehatan;
pembiayaan kesehatan; Sumber Daya Manusia Kesehatan; sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan makanan; manajemen, informasi, dan
regulasi kesehatan; dan pemberdayaan masyarakat. Dengan Sistem
Kesehatan Provinsi ini, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
memprioritaskan pencapaian standar pelayanan minimal dengan target
100% sebagai bagian pemenuhan hak warga negara dalam sektor
kesehatan.
Peraturan Daerah ini dimaksudkan sebagai payung besar bagi
penyelenggaraan urusan kesehatan di Provinsi Jawa Tengah, sehingga
dapat mewujudkan masyarakat Jawa Tengah yang sehat dan sejahtera.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud “asas perikemanusiaan” bahwa
penyelenggaraan Sistem Kesehatan Provinsi (SKP) Jawa
Tengah dilaksanakan dengan memegang teguh etika profesi,
dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Huruf b
Yang dimaksud “asas keseimbangan” bahwa setiap
pengelolaan dan pelaksanaan SKP harus dilaksanakan
dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta
antara material dan spiritual.
Huruf c
Yang dimaksud “asas manfaat” bahwa pelaksanaan SKP
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanusiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap
warga negara.
Huruf d
Yang dimaksud “asas perlindungan” bahwa setiap
pengelolaan dan pelaksanaan SKP harus dapat memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan
penerima pelayanan kesehatan.
Huruf e
Yang dimaksud “asas keadilan” bahwa setiap pengelolaan
dan pelaksanaan SKP harus dapat memberikan pelayanan
yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat
dengan pembiayaan yang terjangkau tanpa memandang
suku, agama, golongan, dan status sosial ekonominya
Huruf f
Yang dimaksud “asas penghormatan hak asasi manusia”
bahwa penyelenggaraan SKP ditujukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
dengan tanpa membedakan suku, agama, golongan, jenis
kelamin, dan status sosial ekonomi.Setiap anak dan
perempuan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.
Huruf g
Yang dimaksud “asas sinergisme dan kemitraan yang
dinamis” bahwa SKP akan berfungsi baik untuk mencapai
tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi,
dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem
SKP, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar
SKP. Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan
dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis
antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan
mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing.
Huruf h
Yang dimaksud “asas Komitmen dan Tata Pemerintahan
Yang Baik (Good Governance)” bahwa agar SKP berfungsi
baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan
kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan
tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik
(good governance). SKP diselenggarakan secara demokratis,