-
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN
SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
MUSTAKIMAH
11113286
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
-
ii
-
iii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN
SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan, S. Pd.
Oleh
MUSTAKIMAH
11113286
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2018
-
iv
Prof. Dr. H. Budihardjo M. Ag.
Dosen IAIN Salatiga
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 eksemplar
Hal : Naskah Skripsi
: Mustakimah
Kepada:
Yth.Dekan FTIK IAIN Salatiga
Di Salatiga
Assalamu „alaikum Wr. Wb.
Setelah kami meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka
bersama ini,
kami kirimkan naskah skripsi saudara:
Nama : Mustakimah
NIM : 11113286
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
ProgamStudi : Pendidikan Agama Islam
Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN SURAT
AN-NISᾹ‟ AYAT 1
Dengan ini mohon skripsi saudara di atas supaya segera
dimunaqosahkan.
Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu „alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 12 Maret 2018
Pembimbing
Prof. Dr. H. Budihardjo M. Ag.
NIP : 19541002 198403 1 0001
-
v
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) Jalan Lingkar
Salatiga Km. 2 Telepon: (0298) 6031364 Salatiga 50716
Website: tarbiyah.iainsalatiga.ac.id email:
[email protected]
SKRIPSI
NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN
SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
MUSTAKIMAH
NIM : 11113286
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi
Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama
Islam Negeri
(IAIN) Salatiga pada tanggal 28 Maret 2018 dan telah dinyatakan
memenuhi
syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua Penguji : Mufiq, S. Ag., M. Phil.
Sekretaris Penguji : Muh. Hafidz., M. Ag.
Penguji I : Rasimin, M. Pd.
Penguji II : Prof. Dr. Budihardjo, M. Ag.
Salatiga, 28 Maret 2018
Dekan
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP: 19670121 199903 1 002
-
vi
DEKLARASI DAN KESEDIAAN PUBLIKASI
بسم هللا الّرحمن الّرحيم
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : MUSTAKIMAH
NIM : 11113286
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Judul : NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN
SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, peneliti menyatakan
bahwa
skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
sendiri, bukan jiplak
dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain
yang terdapat dalam
skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah
dan saya bersedia
apabila skripsi ini dipublikasikan. Demikian deklarasi ini
dibuat oleh penulis
untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 21 Maret 2018
Penulis
MUSTAKIMAH
NIM: 11113286
-
vii
MOTTO
َمْن َسرَُّه َأْن يَ ْبُسَط َلُو ِفْي ِرْزِقِو َوَأْن يُ ْنَسأَ
َلُو ِفْي َأثَرِِه فَ ْلَيِصْل رَِحَموُ
“Barangsiapa yang senang dilapangkan rezekinya dan dikenang baik
namanya hingga setelah ketiadaannya, maka
hendaklah dia bersilaturahmi”
(HR. Bukhari)
-
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Kedua orang tua penulis Bapak Rapuan (Alm) & Ibu Sumiati
yang telah
membesarkan dengan penuh cinta dan kesabaran serta menjadi
motivasi
dalam setiap langkah hidupku.
2. Kepada kakak dan adik-adik penulis (Nur Yanto dan Nur Hidayah
serta
Muhammad Nur Sodiq) yang sangat penulis sayangi, terimakasih
atas
dukungan dan motivasinya. Semoga kita bisa membahagiakan Bapak
dan
Ibu.
3. Kepada keluarga besar Pondok Pesantren An-nida Kota
Salatiga.
Terimakasih motivasi dan semangatnya.
4. Kepada teman-temanku Mbak Nurul Anifah, Mbak Niqmatul
Istiqomah,
Mbak Reza, Mbak Via, Mbak Isti Komariah, Bu Puji, Dek Nana, Dek
Zizi,
Dek Dewi, dek Rifqi dan teman-teman seperjuangan di Ponpes
Annida
Salatiga terimakasih telah memberikan motivasi serta
semangatnya, sukses
buat kita semua.
5. Kepada anak-anakku di SD PTQ Annida dan TPQ Al-Hikmah yang
sudah
mendo‟akan saya dengan setulus hati.
6. Kepada teman-teman seperjuangan angkatan tahun 2013
terimakasih untuk
semangat dan motivasi yang telah diberikan. Sukses buat
semuanya.
-
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Alhamdulillairabbil‟alamin puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah
SWT atas limpahan rahmat, taufik, hidayah, serta inayah-Nya
sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada uswah khasanah
kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di Yaumul Akhir.
Aamiin
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis
dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM
AL-
QUR‟AN SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1” Skripsi ini disusun guna
memenuhi
syarat untuk memperoleh gelar sarjana progam studi Pendidikan
Guru Pendidikan
Agama Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari
berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih
kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut
Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd. Selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu
Keguruan (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M. Ag. Selaku Ketua Jurusan Pendidikan
Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
-
x
4. Bapak Prof. Dr. H. Budihardjo M.Ag selaku dosen pembimbing
yang telah
mengarahkan, membimbing dan meluangkan waktunya dalam
penulisan
skripsi ini.
5. Bapak Qi Mangku Bahjatullah, Lc., M.S.I. selaku dosen
pembimbing
akademik (PA).
6. Segenap dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang
telah
membekali pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi
ini.
7. Keluarga besar penulis terutama Ibu saya yang senantiasa
mendampingi
ketika saya berjuang, atas segala motivasi, dukungan, do‟a restu
kepada
penulis, sehingga dapat terselesaikan.
8. Kepada Bapak Dr. Miftahuddin, M.Ag. dan bapak Ali Zamroni
sekeluarga
yang telah memberi dukungan moril maupun materiil sehingga saya
dapat
menyelesaikan kuliah di Iain Salatiga.
9. Seluruh santriwan-santriwati Pondok Pesantren An-Nida
Pondok
Pesantren An-Nida dan segenap ustadz-ustadzah SD PTQ An-Nida
terimakasih untuk motivasi dan semangatnya sehingga penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat penulis yang selalu memberikan semangat dan
motivasi
kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
11. Teman-teman satu angkatan tahun 2013 yang telah memberikan
semangat
belajar dan motivasi.
-
xi
12. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa
penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis yakin bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini
masih
sangat jauh dari sempurna. untuk itu saran dan kritik dari semua
pihak sangat
penulis harapkan. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi
pembaca semua,
aamin.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 21 Maret 2018
Penulis
MUSTAKIMAH
NIM : 11113286
-
xii
ABSTRAK
Mustakimah, 2018. NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR‟AN
SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1 Jurusan Pendidikan Agama Islam.
Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
Pembimbing Prof. Dr. H. Budihardjo, M. Ag.
Kata Kunci : Nilai Pendidikan dan Surat An-Nisā‟ Ayat 1
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan
dalam
Surat an-Nisā‟ ayat 1 dan implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah : (1) Apa
sajakah nilai-nilai
pendidikan yang diajarkan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1?, (2)
Bagaimana
implementasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan dalam surat
an-Nisā‟ ayat 1
dalam kehidupan sehari-hari?.
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan. Metode yang
digunakan adalah, metode grounded research, deskripsi dan metode
analisis.
Sumber data dalam penelitian ini meliputi Al-Qur‟an dan
terjemahnya Depag RI
dan data-data yang diperoleh dari ahli tafsir yang relevan yang
dijadikan sebagai
rujukan dalam membantu menganalisis permasalahan yang muncul,
Tafsir Ibnu
Katsir, serta buku-buku yang relevansinya berkaitan dengan
pembahasan.
Hasil penelitian menunjukkah bahwa terdapat nilai-nilai
pendidikan yang
terkandung dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1 meliputi:
pertama, pendidikan
akidah yang ditandai dengan perintah untuk bertakwa kepada Allah
Swt. Kedua,
pendidikan sosial yang ditandai dengan perintah menyambung
hubungan
silaturrahim, baik dengan saudara yang ada hubungannya dengan
nasab (sedarah)
maupun yang tidak sedarah. Adapun implemetasi nilai-nilai
pendidikan yang
terdapat dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1 adalah: pertama,
nilai pendidikan
akidah kita harus bertakwa kepada Allah dengan menjalankan
perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Kedua, implementasi nilai pendidikan
sosial yaitu
silaturrahim dengan cara mengamalkan adab-adab/ etika dalam
bersilaturrahim.
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………………………... i
HALAMAN BERLOGO ………………………………………………………... ii
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ……………………………………………….... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………………………… vi
MOTTO …………………………………………………………………..……. vii
PERSEMBAHAN ……………………………………………………………... viii
KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. ix
ABSTRAK …………………………………………………………………...… xii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………………….. 4
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………………... 4
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………. 4
E. Penegasan Istilah ………………………………………………………… 5
F. Metode Penelitian …………………………………………………..……. 8
G. Sistematika Penulisan …………………………………………………... 10
BAB II KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Surat An-Nisā‟Ayat 1 dan Terjemahannya ……………………
12
B. Arti Kosa Kata (Mufrodat) …………………………………...………… 12
-
xiv
C. Pokok-Pokok Kandungan Surat An-Nisā‟ Ayat 1 …………..………….
16
BAB III DESKRIPSI SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
A. Sejarah Turunnya Surat An-Nisā‟ …………………………………….... 19
B. Tema dan Tujuan Utama ……………………………………………….. 20
C. Munasabah ……………………………………………………………... 21
D. Tafsir Surat An-Nisā‟ Ayat 1 ………………………………………..…. 24
BAB IV ANALISIN NILAI-NILAI PENDIDIKAN DALAM SURAT AN-
NISᾹ‟ AYAT 1
A. Nilai-nilai Pendidikan dalam Surat An-Nisā‟ Ayat 1 ………………
29
B. Implementasi Nilai-nilai Pendidkan yang diajarkan dalam Surat
An-
Nisā‟ Ayat 1 dalam Kehidupan Sehari-hari ……………..……………... 33
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan …………………………...……………………………. 50
B. Saran ………………………………..……………………………… 50
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam merupakan agama yang datang membawa kedamaian untuk
alam semesta ini. Islam bisa tersebar ke seluruh penjuru bumi
tidak lepas
dari perjuangan dakwah utusan Allah yang agung yaitu nabi
Muhammad
Saw. Dalam menyampaikan dakwahnya Rasulullah tidak serta
merta
menggunakan akalnya untuk menjawab permasalahan umat Islam saat
itu.
Oleh sebab itu Allah menurunkan al-Qur‟an sebagai kitab pedoman
umat
Islam dalam kehidupan sehari-hari yang telah diturunkan kepada
nabi
Muhammad Saw.
Al-Qur‟an merupakan firman Allah yang bersifat (berfungsi)
mukjizat (sebagai bukti kebenaran atas kenabian Muhammad Saw.)
yang
diturunkan kepada nabi Muhammad Saw., yang tertulis di dalam
mushaf-
mushaf, yang dinukil (diriwayatkan) dengan jalan mutawatir, dan
yang
membacanya dipandang beribadah (Zuhdi, 1997: 1).
Al-Qur‟an tersebut diberikan kepada nabi Muhammad Saw.
dengan perantara malaikat Jibril yang di dalamnya mengandung
petunjuk,
panduan, aqidah, akhlak, hukum, kisah, ibadah serta janji dan
ancaman
(Mahmud, 2004: 178).
Islam mengajarkan kepada pemeluknya agar bisa menjalin
hubungan baik dengan sesama manusia, tidak memandang ras atau
suku,
agama, maupun strata sosial yang mungkin masih ada di dalam
-
2
masyarakat. Islam juga mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya
untuk
saling mengenal antara satu orang dengan orang lain, satu suku
dengan
suku yang lain, serta satu bangsa dengan bangsa lain. Seperti
termaktub
dalam Qur‟an surat al-Hujuraat ayat 13 yang berbunyi:
َّْ أَوْ ًَ ٌِزََؼبَسفُٛا إِ لَجَبئِ َٚ ُْ ُشُؼٛثًب ٍَْٕبُو َجَؼ
َٚ ْٔضَٝ أُ َٚ ْٓ َرَوٍش ِِ ُْ ُْ ٠َب أ٠ََُّٙب إٌَّبُط إَِّٔب
َخٍَْمَٕبُو ُى َِ َش
ٌُ َخج١ِشٌ َ َػ١ٍِ َّْ َّللاَّ ُْ إِ ِ أَْرمَبُو َْٕذ َّللاَّ
ِػ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Rasulullah sebagai suri tauladan yang baik bagi manusia juga
senantiasa memberikan contoh perilaku yang baik dalam kehidupan
sosial
bermasyarakat. Banyak perilaku Rasulullah yang mencerminkan
sikap
sosial dalam masyarakat, diantaranya beliau mengajarkan kita
untuk
senantiasa menjaga hubungan kekeluargaan, saling mengasihi
terhadap
anak yatim, dan sebagainya.
Jika kita lihat realita di masyarakat sekarang, nilai-nilai
sosial
bermasyarakat sedikit demi sedikit mulai memudar. Seperti contoh
tradisi
silaturrahim ketika lebaran untuk menjalin hubungan baik dengan
keluarga
maupun masyarakat pada umumnya sudah mulai ditinggalkan.
Tidak
sedikit masyarakat yang lebih memilih mengunjungi
tempat-tempat
rekreasi yang menarik bagi mereka. Padahal jika kita tahu
keutamaan
pahala orang yang berilaturrahim pasti kita tidak akan
meninggalkannya.
-
3
Rasulullah dalam menjalankan rutinitas sehar-hari selalu
memberikan suri tauladan yang baik bagi umatnya dalam
berperilaku
terutama berakhlak, salah satunya yaitu berkehidupan dalam
masyarakat.
Tentu saja, jika ingin meniru Rasulullah kita harus melihat
bagaimana
Rasululullah dulu hidup.
Pakar pendidikan Islam, Abdullah Nashih Ulwan pernah
merumuskan bahwa pendidikan sosial dalam Islam, adalah
pendidikan
anak sejak kecil agar terbiasa menjalankan adab sosial yang baik
dengan
dasar-dasar psikis yang mulia serta bersumber pada aqidah
Islamiyah yang
abadi dengan diiringi perasaan keimanan yang mendalam agar di
dalam
masyarakat nanti ia terbiasa dengan pergaulan dan adab yang
baik,
keseimbangan akal yang matang serta tindakan yang bijaksana
(Ulwan,
1997: 273).
Adapun alasan peneliti mengambil judul tersebut adalah
karena
peneliti merasa di dalam al-Qur‟an surat an-Nisā‟ ayat 1
tersebut
sepertinya terdapat nilai-nilai pendidikan yaitu perintah untuk
bertaqwa
kepada Allah, menjalin hubungann silaturrrahim dengan keluarga
maupun
masyarakat, dan sebagainya.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis
berkeinginan
untuk meneliti permasalahan dengan judul sebagai berikut:
“Nila-Nilai
Pendidikan dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 1.”
-
4
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, pokok permasalahan dalam
penelitian
ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan yang diajarkan dalam surat
an-Nisā‟
ayat 1?
2. Bagaimana implementasi nilai-nilai pendidikan yang diajarkan
dalam
surat an-Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memperoleh deskripsi tentang nilai-nilai pendidikan
yang
diajarkan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1.
2. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan yang
diajarkan
dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi beberapa
manfaat,
baik secara teoritis maupun secara praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bermanfaat memberikan sumbangan ide-ide baru
atau pemikiran tentang nilai pendidikan dalam Islam terutama
dalam
al-Qur‟an yang terkandung dalam surat an-Nisā‟ ayat 1.
-
5
2. Manfaaat Praktis
Penelitian ini berguna untuk menambah khasanah ilmu
pengetahuan khususnya di bidang pendidikan Islam. Bagi
pendidik
dapat dijadikan sebagai acuan dalam penanaman nilai-nilai
pendidikan
Islam.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul
penelitian ini, maka penulis perlu untuk menjelaskan
istilah-istilah yang
terdapat dalam judul ini antara lain:
1. Nilai Pendidikan
a. Pengertian Nilai
Nilai artinya sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau
berguna bagi kemanusiaan (Purwadaminta, 1999: 677). Selain
itu
terdapat juga pengertian lain dari nilai, yaitu nilai adalah
sesuatu
yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan
dianggap
penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat.
Oleh
karena itu, sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna
dan
berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai
moral
atau etis), religius (nilai agama) (Setiadi, 2006: 31).
b. Pendidikan
Secara bahasa pendidikan berasal dari kata didik (kata
kerja), mendidik (kata kerja) memelihara dan memberi latihan
-
6
(ajaran, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.
Contoh: “Seorang ibu wajib mendidik anaknya baik-baik;
didikan
(kata benda) artinya hasil mendidik, yg dididik, cara
mendidik;
sedangkan pendidikan itu sendiri merupakan kata benda hal
(perbuatan, cara, dsb) yang berarti mendidik (KBI, 2008:
352).
Sedangkan secara istilah pendidikan menurut Undang-
undang Sisdiknas No.20 Th. 2003 menyebutkan, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat,
bangsa dan Negara (Undang-Undang Sisdiknas, 2009:3).
Pendidikan ialah bimbingan atau pertolongan secara sadar
yang diberikan oleh pendidik kepada si terdidik dalam
perkembangan jasmaniah dan rohaniah ke arah kedewasaan dan
seterusnya ke arah kepribadian muslim (Marimba, 1962: 31).
Sehingga pendidikan dipandang sebagai salah satu aspek yang
memiliki peranan pokok dalam membentuk generasi muda agar
memiliki kepribadian yang utama.
2. Al-Qur‟an Surat An-Nisā‟ Ayat 1
Ditinjau dari segi bahasa, al-Qur‟an merupakan bentuk
masdar dari kata kerja ٚلشأٔب – لشأح – ٠مشأ – لشأ yang berarti
bacaan
-
7
atau yang dibaca (٠زٍٛا) dengan makna isim maf‟ul al maqru
(Khon, 2009: 14). Sebagaimana firman Allah Swt.:
َّْ َػ١ٍََْٕب ث١ََبَُٔٗ )81لََشْأَٔبُٖ فَبرَّجِْغ لُْشَءأَُٗ )
فَئَِرا َُّ إِ (81( صُ
Artinya: “Apabila kami telah selesai membacakannya maka
ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas
atanggungan
kamilah penjelasannya.”(QS. Al-Qiyamah: 18-19)
Ayat di atas menjelaskan bahwa kata “qur‟anah” disini
berarti „qira‟atahu” (bacaannya).
Menurut M. Quraish Shihab (2007: 3) al-Qur‟an secara
bahasa berarti “bacaan sempurna” merupakan satu nama pilihan
Allah yang sungguh tepat, karena tiada satu bacaan pun sejak
manusia mengenal tulis baca lima ribu tahun yang lalu yang
dapat
menandingi al-Qur‟an al-Karim, bacaan sempurna lagi mulia
itu.
Sedangkan menurut istilah para ulama berbeda pendapat
mengenai pengertian al-Qur‟an. Menurut M. Quraish Shihab
(2008: 13) al-Qur‟an adalah kalam Allah yang bersifat
mu‟jizat
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. melalui perantara
Jibril dengan lafal dan maknanya dari Allah SWT, yang
dinukilkan
secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah, dimulai
dengan
surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.
Sementara menurut Abdul Wahhab al-Khallaf (2005: 17),
al-Qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan melalui ruhul
amin
(Jibril) kepada nabi Muhammad Saw. dengan bahasa Arab,
isinya
dijamin kebenarannya dan sebagai hujjah kerasulannya,
undang-
-
8
undang bagi seluruh manusia, petunjuk dalam beribadah, serta
dipandang ibadah membacanya, terhimpun dalam mushaf yang
dimulai surat al-Fatihah dan diakhiri surat an-Nas dan
diriwayatkan
kepada kita dengan jalan mutawatir
Selanjutnya surat an-Nisā‟ menempati urutan ke empat
dalam al-Qur‟an dan merupakan golongan surat Madaniyyah
karena diturunkan di Madinah. Surat an-Nisā‟ merupakan surat
terpanjang setelah surat al-Baqarah. Dinamakan an-Nisā‟
karena
dalam surat ini banyak dibicarakan hal yang berhubungan
dengan
perempuan serta merupakan surat yang paling banyak
membicarakan hal itu dibanding surat-surat al-Qur‟an yang
lain.
Dalam penelitian ini penulis membatasi pembahasan surat
an-Nisā‟ hanya ayat 1, karena ayat tersebut ada kaitannya
dengan
pendidikan.
F. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa tehnik untuk
sampai pada tujuan penelitian. Tehnik tersebut meliputi:
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan
(library research), karena semua yang digali adalah bersumber
dari
pustaka (Sutrisno Hadi, 1981: 9).
2. Sumber Data
-
9
Sumber data di sini penulis golongkan menjadi dua macam
yaitu:
a. Sumber Data Primer
Yang dimaksud sumber data primer di sini adalah sumber
data yang langsung berkaitan dengan penelitian, yaitu
al-Qur‟an
surat an-Nisā‟ ayat 1 beserta tafsirnya menurut
ulama‟-ulama‟
tafsir.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yang penulis maksud adalah buku-
buku yang membahas pokok permasalahan secara tidak langsung.
Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah
buku-
buku karangan ilmiah, majalah, artikel yang berhubungan
dengan
pokok permasalahan.
3. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan atau mengadakan
penelitian kepustakaan (library research), maka metode yang
digunakan untuk membahas sekaligus sebagai kerangka pikir
pada
penelitian adalah sebagai berikut:
a. Metode Grounded Research
Metode grounded research adalah suatu metode penelitian
kualitatif yang menekankan penemuan teori dari data
observasi
empirik di lapangan dengan metoda induktif (menemukan teori
dari sejumlah data), generatif yaitu penemuan atau konstruksi
teori
menggunakan data sebagai evidensi, konstruktif menemukan
-
10
konstruksi teori atau kategori lewat analisis da proses
mengabstraksi, da subyektif yaitu merekstruksi penafsiran
dan
pemaknaan hasil penelitian berdasarkan konseptualisasi
masyarakat yang dijadikan subyek studi (Sudira, 2009: 4).
Langkah-langkah pokok dari grounded research adalah
sebagai berikut: pertama tentukan masalah yang ingin
diselidiki,
kedua kumpulkan data, ketiga analisa dan penjelasan, keempat
membuat laporan penelitian. Dalam penelitian ini masalah
yang
ingin diteliti yaitu kandungan al-Qur‟an surat an- Nisā‟ayat
1.
b. Metode Deskripsi
Metode deskripsi adalah suatu metode penelitian dengan
mendeskripsikan realita-realita, fenomena sebagaimana adanya
yang dipilih dari perspektif subyektif (Winarno, 1989: 132).
Maka
penulis mendeskripsikan pemikiran al-Qur‟an khususnya surat
an-
Nisā‟ayat 1.
c. Metode Analisis
Metode analisis adalah metode yang digunakan untuk
menganalisis bab perbab guna mencari nilai-nilai pendidikan
yang
terkandung dalam al-Qur‟an khususnya surat an-Nisā‟ayat 1.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah kerangka dari
isi
skripsi secara umum yang bertujuan untuk memberikan petunjuk
atau
-
11
gambaran bagi pembaca tentang permasalahan yang akan dibahas.
Untuk
mendapatkan pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh maka
diperlukan diperlukan sistematika yang runtut dari satu bab ke
bab
selanjutnya. Berikut sistematika penulisan dalam skripsi
ini:
Bab I Pendahuluan akan dipaparkan tentang latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian,
penegasan istilah, metode penelitian, kajian pustaka, dan
sistematika
penulisan.
Bab II berisi Kompilasi Ayat, pada bab ini berisi tentang surat
an-
Nisā‟ ayat 1, kosa kata (mufrodat) dan pokok-pokok isi kandungan
serta
ayat-ayat dan hadis yang mendukung penelitian.
Bab III berisi Deskripsi Surat An- Nisā‟, meliputi sejarah
turunnya
surat an-Nisā‟, tema dan tujuan utama surat an-Nisā‟, munasabah
surat an-
Nisā‟ yaitu hubungan surat an-Nisā‟ dengan surat sebelumnya (Ali
„Imran)
dan surat sesudahnya (al-Maidah) serta dilanjutkan penafsiran
Q.S. An-
Nisā‟ ayat 1.
Bab IV Analisis. Akan dikemukakan tentang nilai-nilai
pendidikan
sosial yang terkandung dalam surat an-Nisa‟ ayat 1 dan
implementasinya
dalam kehidupan sehari-hari.
Bab V berisi Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
-
12
BAB II
KOMPILASI AYAT
A. Redaksi Surat An-Nisā‟ Ayat 1 dan Terjemahanya.
Sesuai dengan judul bab ini, maka penulis menyajikan
kompilasi
ayat-ayat yang menjadi tema pembahasan dalam skripsi ini. Adapun
ayat
yang dikaji adalah ayat 1 dari surat an-Nisā‟.
ِِ ُْ ُُ اٌَِّزٞ َخٍَمَُى ب ٠َب أ٠ََُّٙب إٌَّبُط ارَّمُٛا
َسثَُّى َّ ُْٕٙ ِِ ثَشَّ َٚ َجَٙب ْٚ َْٕٙب َص ِِ َخٍََك َٚ اِدَذٍح
َٚ ْٓ َْٔفٍظ
ُْ َسل١ِجًب َْ َػ١ٍَُْى َ َوب َّْ َّللاَّ ََ إِ األْسَدب َٚ ِٗ
َْ ثِ َ اٌَِّزٞ رََغبَءٌُٛ ارَّمُٛا َّللاَّ َٚ َِٔغبًء َٚ ِسَجبال
َوض١ًِشا
﴾١﴿إٌغبء:
Artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah
menciptakan
istrinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang
dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain,
dan
(peliharalah) hubungan silaturahmi. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga
dan mengawasi kamu”. (Q.S. an-Nisa‟/4: 1)
B. Mufradat/ Kosa Kata
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, perlu bagi
penulis
untuk menyajikan beberapa kosakata penting agar lebih mudah
memahami
kandungan surat an-Nisa‟ ayat 1, diantaranya:
,artinya manusia, orang-orang (Yunus َٔبطٌ berasal dari kata
إٌَّبطُ
2009: 436).
-
13
لَٝ berasal dari kata ارَّمُٛا ْل١ًب -ِٚلَب٠َخً –٠َمِٝ –َٚ
ال١َِخً –َٚ لَّ –َٚ َٚ ٝ artinya
memelihara, َاِرَِّك َّللا artinya takutlah akan Allah. Kata
ارَّمُٛا merupakan
bentuk jama‟ dari kata ِاِرَّك (Yunus, 2009: 505).
ٍْمًب -٠َْخٍُُك –َخٍََك merupakan fi‟il madhi dari kata
َخٍَمَُىُ َخ yang
artinya membuat atau menjadikan. Kemudian lafadz ََخٍَك bertemu
dengan
isim dhomir ُُو yang artinya kamu semua (Yunus, 2009: 120).
ْٔفُظ ج َْٔفظٌ berasal dari kata َْٔفظٍ ط -أَ ْٛ ُٔفُ yang
artinya roh, nyawa,
tubuh diri seseorang, darah, niat, orang, kehendak (Yunus, 2009:
462).
اِدَذحٍ َٚ merupakan bentuk mu‟annats (perempuan) dari kata
اِدٌذ َٚ
asal katanya ٌأََدذ yang artinya satu atau esa (Yunus, 2009:
35).
َجَٙب ْٚ ٌط berasal dari kata َص ْٚ اط ج َص َٚ أَْص yang artinya
suami, istri,
sepasang (Yunus, 2009: 159).
ثَضًّب -شُّ ٠َجُ - ثَشَّ berasal dari kata ثَشَّ yang artinya
menyiarkan,
menebarkan, mengembangbiakkan (Yunus, 2009: 56).
ِسَجبيٌ ج merupakan bentuk jama‟ taksir dari kata ِسَجبال ًُ
yang َسُج
artinya laki-laki, jantan (Yunus, 2009: 138).
َشأَحٌ / َِٔغبءً ِْ :artinya perempuan-perempuan, wanita (Yunus,
2009 اِ
448).
َْ ْغأٌََخَ -ُعَؤاالً –٠َْغأَُي –َعأََي berasal dari kata
رََغبَءٌُٛ َِ artinya
meminta, menanyakan (Yunus, 2009: 161). Dalam ilmu sharaf
kata
-
14
َْ termasuk kategori fi‟il tsulasi mazid yang mendapat tambahan
dua رََغبَءٌُٛ
huruf, maka artinya menjadi saling meminta.
ََ ََ ج berasal dari kata أْسَدب ٌُ أْسَدب yang artinya
peranakan, rahim َسِد
ibu, tali perkauman, persaudaraan (Yunus, 2009: 139).
َشالٌِت -َسل١ٌِْت asal katanya yaitu َسل١ِجًب ُِ artinya yang
menjaga,
pengawas, penilik yang merupakan bentuk isim masdar dari fi‟il
madhi
َسلَبثَخً –٠َْشلُُت –َسلََت artinya mengintip, melihat, menjaga
(Yunus, 2009:
145).
Berdasarkan kosakata penting di atas maka perlu diketahui
tentang
kosakata dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 yang harus dijabarkan
lebih
mendalam. Seperti kata nafsun wāhidah dipertegas lagi secara
bahasa
berarti “jiwa yang satu”. Mayoritas ulama memahami istilah ini
dalam arti
“Adam”. Pemahaman tersebut menjadikan kata zaujahā
(pasangannya)
adalah istri Adam a.s. yang biasa disebut dengan nama Hawa.
Karena ayat
ini menyatakan bahwa pasangan itu diciptakan dari nafsun
wāhidah, yaitu
Adam, maka sebagian mufasir memahami bahwa istri Adam
diciptakan
dari Adam sendiri. Pemahaman ini melahirkan pandangan negatif
terhadap
perempuan dengan menyatakan bahwa perempuan adalah bagian dari
laki-
laki. Sebagian ulama lain memahami nafsun wāhidah dalam arti
jenis
manusia laki-laki dan perempuan. Pemahaman demikian
melahirkan
pendapat bahwa pasangan Adam diciptakan dari jenis manusia
juga,
kemudian dari keduanya lahirlah manusia yang ada di bumi ini
(Depag RI,
2010: 110).
-
15
Yā ayuhan nāsu (wahai sekalian manusia). Seruan ini bisa
berlaku
umum, tapi bisa juga berlaku khusus.
Ittaqū rabbakum (bertakwalah kepada Rabb kalian), yakni
hendaklah kalian taat kepada Rabb kalian.
Alladzī khalaqakum (yang telah Menciptakan kalian) melalui
proses reproduksi.
Min nafsiw wāhidatin (dari satu diri), yakni dari Adam a.s.
saja,
karena Hawa juga berasal dari Adam a.s.
Wa khalaqa minhā (dan Allah Menciptakan darinya), yakni dari
Adam a.s..
Zaujahā wa bats-tsa minhumā (istrinya, dan dari keduanya
itulah
Allah Mengembangbiakkan), yakni Allah Ta„ala Menciptakan dari
Adam
a.s. dan Hawa melalui proses reproduksi.
Rijālang katsīraw wanisā-an (laki-laki dan perempuan yang
banyak), yakni makhluk yang banyak, baik laki-laki maupun
perempuan.
Wat taqullāha (dan bertakwalah kepada Allah), yakni
hendaklah
kalian taat kepada Allah Ta„ala.
Alladzī tasā-alūna bihī (yang kalian saling meminta
dengan-Nya),
yakni atas nama Hak Allah satu sama lain saling meminta
berbagai
keperluan dan harta benda.
Wal arhām (dan silaturahmi). Apabila huruf mim (pada lafazh
wal
arhām) diberi harakat kasrah (dibaca wal arhāmi), maka artinya
“dan atas
nama hak kekerabatan dan silaturahmi.” Namun, jika diberi
harakat fathah
-
16
(dibaca wal arhāma), mengikuti lafazh wattaqullāha, maka artinya
“dan
hendaklah kalian memelihara hubungan silaturahmi, dan
janganlah
memutuskannya”.
Innallāha kāna „alaikum raqībā (sesungguhnya Allah
senantiasa
Menjaga dan Mengawasi kalian), yakni Allah Ta„ala senantiasa
Menjaga
dan Mengawasi kalian. Meminta kalian agar melaksanakan ketaatan
dan
silaturahmi sebagaimana yang Dia Perintahkan kepada kalian
(Al-Kalām
Digital, 2009: 77).
C. Pokok-Pokok Kandungan Surat An-Nisā‟ Ayat 1
Setelah menyajikan teks ayat dan terjemahnya, serta
pokok-pokok
kandungan surat an- Nisā‟ serta mufrodadnya selanjutnya penulis
akan
menyajikan pokok-pokok kandungan surat an-Nisā‟ ayat 1.
Menurut Quraish Shihab (2012: 166) surat an-Nisā‟ ini
dimulai
dengan ajakan kepada seluruh manusia untuk bertakwa kepada Allah
Swt.
Tuhan Yang Memelihara mereka. Dia yang menciptakan manusia
seluruhnya dari satu jenis ciptaan (tanah) atau keturunan yang
sama, dan
dari lelaki dan perempuan, Allah Swt. mengembangbiakkan
keturunannya.
Ajakan ini diakhiri dengan pesan untuk bertakwa kepada-Nya
dan
memelihara hubungan silaturrahmi sambil mengingatkan tentang
pengawasan Allah Swt. kepada mereka.
Dalam pokok-pokok isi kandungan yang terdapat dalam surat
an-
Nisā‟ ayat 1 di atas penulis menyimpulkan bahwa Allah
memerintahkan
-
17
kepada manusia untuk bertakwa kepada-Nya dan dilanjutkan
dengan
perintah untuk menjaga hubungan silaturrahim.
Selain surat an-Nisā‟ ayat 1 di atas, terdapat ayat-ayat
al-Qur‟an
dan hadis yang menerangkan tentang perintah bersilaturrahim,
diantaranya
yaitu:
1. Qur‟an Surat Muhammad/47: 22-23
Ayat ini menerangkan tentang ancaman bagi seorang memutus
silaturrahim. Maka silaturrahim merupakan kewajiban yang
sangat
ditekankan, tidak ada yang memutuskannya dan mengingkarinya
kecuali orang yang telah rusak fitrahnya, buruk akhlaknya, dan
ia
sudah pantas mendapat kutukan dari Allah. Seperti yang tertera
dalam
firman-Nya:
ُْ إِ ًْ َػَغ١ْزُ ُْ )فََٙ ُى َِ رُمَطُِّؼٛا أَْسَدب َٚ ُْ أَْ
رُْفِغُذٚا فِٟ ْاألَْسِض ١ٌَّْزُ َٛ َٓ 22ْ رَ ٌَئَِه اٌَِّز٠ ْٚ(
أُ
( ُْ َّٝ أَْثَصبَسُ٘ أَْػ َٚ ُْ ُٙ َّّ ُُ َّللاُ فَأََص
(22ٌََؼَُٕٙ
Artinya: “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan
membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan
kekeluargaan?. Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah
dan
ditulikan-Nya telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan
mereka.”(QS. Muhammad/47: 22-23)
2. Hadis nabi tentang silaturrahim yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah
ra., ia berkata:
ْٓ أَثِٟ ْٓ أَثِٟ َصبٌٍِخ َػ ُٓ ِد٠َٕبٍس َػ ِ ْث صََٕب َػجُْذ
َّللاَّ ُْ َدذَّ ب َّ صََٕب ُع١ٍَْ ْخٍٍَذ َدذَّ َِ ُٓ صََٕب َخبٌُِذ
ْث َدذَّ
ْٓ ِِ َُ َشْجَٕخٌ ِد َّْ اٌشَّ َُ لَبَي إِ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ
ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ْٓ إٌَّجِ ُ َػُْٕٗ َػ َٟ َّللاَّ َُ٘ش٠َْشحَ
َسِض
ِٓ َّ ْد ْٓ لَطََؼِه لَطَْؼزُُٗ اٌشَّ َِ َٚ ٍْزُُٗ َص َٚ َصٍَِه
َٚ ْٓ َِ ُ فَمَبَي َّللاَّ
-
18
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Khalid bin Makhlad
telah
menceritakan kepada kami Sulaiman telah menceritakan kepada
kami
Abdullah bin Dinar dari Abu Shalih dari Abu Hurairah r.a. dari
Nabi
Saw. beliau bersabda: "Sesungguhnya penamaan rahim itu diambil
dari
(nama Allah) Ar-Rahman, lalu Allah berfirman: Barangsiapa
menyambungmu maka Akupun menyambungnya dan barangsiapa
memutuskanmu maka Akupun akan memutuskannya"(Al-Albani,
2012: 103).
Hadis tersebut menerangkan bahwa orang yang memutus
hubungan silaturrahim maka Allah pun akan memutuskan
hubungan
dengannya.
3. Bahkan Allah mengancam bagi orang yang memutus hubungan
silaturrahim yaitu tidak akan dimasukkan ke dalam surganya,
sebagaimana sabda Nabi Saw:
ٌَْجَّٕخَ لَبِطٌغ ًُ ا ُي: الَ ٠َْذٌخ ْٛ َّٟ ص.َ. ٠َمُ َغ
إٌَّجِ ِّ ُ َع , أََّٔٗ ٍُ ْطِؼ ُِ ِٓ ْٓ ُجج١َِْش ْث َػ
Artinya: Dari Jubair bin Muth‟im, bahwa dia mendengar Nabi
Saw.
bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutuskan
(hubungan kekerabatan)”(Al-Albani, 2012: 102-103).
Karena pentingnya silaturrahim sebagai bagian dari ibadah
dan
pemersatu umat, maka jangan sekali-kali membuat pagar untuk
membatasi
hubungan dengan sesama, apapun alasannya. Bukankah kebersamaan
dan
keharmonisan itu sesuatu yang indah dan diidam-idamkan semua
orang.
-
19
BAB III
DESKRIPSI SURAT AN-NISA‟ AYAT 1
A. Sejarah Turunnya Surat An- Nisā‟
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa surat an-Nisā‟
diturunkan di Madinah dan terdiri dari 176 ayat. Surat a-Nisā‟
merupakan
surat terpanjang sesudah surat al-Baqarah. Dinamakan surat
an-Nisā‟
karena dalam surat ini banyak dibicarakanhal-hal yang
berhubungan degan
wanita serta merupakan surat yang paling banyak membicarakan hal
itu
dibanding dengan surat-surat yang lain. Surat yang lain yang
banyak juga
membicarkan tentang hal wanita ialah surat at-Thalaq. Dalam
hubungan
ini biasa disebut surat an-Nisā‟ dengan sebuta “Surat an-Nisā‟
al-Kubrā
(surat an-Nisā‟ yang Besar), sedang surat at-Thalaq disebut
“Surat an-
Nisā‟ as-Sugrā (surat an-Nisā‟ yang Kecil) (Al-Qur‟an dan
Terjemah,
1420 H: 113).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih, dari
Abdullah
Ibnuz Zubair dan Zaid ibnu Ṡabit.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Abdullah ibnu
Luhai‟ah, dari saudaranya (yaitu Isa) dari Ikrima, dari Ibnu
Abbas yang
menceritakan bahwa ketika surat an-Nisā‟ diturunkan, Rasulullah
Saw.
bersabda, “Tidak ada tahanan lagi.”
Menurut Quraish Shihab (2012: 165) surat an-Nisā‟ [4] turun
setelah Nabi Muhammad Saw. berhijrah ke Madinah, ia bahkan
turun
sesudah surat al-Baqarah [2]. Jumlah ayatnya sebanyak 176
ayat.
-
20
Namanya yang popular sejak masa Nabi Saw. adalah an-Nisā‟
yang secara harfiah bermakna perempuan. Ia dikenal juga dengan
nama
an-Nisā‟al-Kubrā (Surat an-Nisā‟ yang Besar) atau ath-Thȗlā
(yang
panjang) untuk membedakannya dengan surat ath-Thalāq [65]
yang
dikenal juga dengan nama an-Nisā‟ as-Shugrā (Surat an-Nisā‟
yang
Kecil).
Surat ini dinamai surat an-Nisā‟ karena cukup banyak ayatnya
yang
berbicara tentang tuntutan Allah Swt. menyangkut perempuan dan
hak-hak
mereka serta kewajiban melindungi mereka dan orang-orang
lemah.
Ayat-ayat al-Qur‟an dibagi menjadi dua, yaitu ayat-ayat yang
ada
sebab turunnya dan ayat-ayat yang tidak ada sebab turunnya. Di
dalam
surat an-Nisā‟ ayat 1 ini tidak terdapat sebab turunnya. Oleh
karenanya
penulis tidak mencantumkan asbabun nuzul dalam pembahasan
ini.
B. Tema dan Tujuan Utama
Setelah mengetahui sejarah turunnya surat an-Nisā‟,
selanjutnya
penulis akan menjelaskan tema dan tujuan diturunkannya surat
ini. Tema
utama surat an-Nisā‟ menurut Quraish Shihab (2012: 165-166),
ialah:
1. Tuntutan kehidupan rumah tangga dan perlunya memberi
perhatian
tentang hak-hak perempuan dan kaum lemah.
2. Pengenalan terhadap musuh-musuh Islam dan tuntutan
menghadapi
mereka.
-
21
3. Kewajiban taat kepada Allah Swt., Rasul, dan Ulil Amri, yakni
yang
memiliki wewenang memerintah.
4. Perlunya berhijrah meninggalkan tempat atau kondisi yang
tidak
kondusif untuk melaksanakan tuntutan agama.
5. Kisah umat terdahulu guna memetik pelajaran dari
pengalaman
mereka.
Tujuan utama agar tercipta keluarga sakinah yang harmonis
yang
pada gilirannya melahirkan masyarakat yang sejahtera lahir dan
batin.
C. Munasabah
Kata Munasabah secara etimologis berarti “musyakalah”
(keserupaan) dan “muqarabah” (kedekatan). Adapun menurut
pengertian
terminologis beberapa ulama mendefinisikanya sebagai
berikut.
Menurut Al-Zarkasyi, munasabah adalah mengaitkan bagian-
bagian permulaan ayat dan akhirnya, mengaitkan lafaz umum dan
lafaz
khusus, atau hubungan yang terkait dengan sebab akibat,‟illat
dan ma‟lul,
kemiripan ayat pertentangan (ta‟arudh) dan sebagainya. Lebih
lanjut ia
mengatakan bahwa kegunaan ilmu ini adalah “menjadikan
bagian-bagian
kalam saling terkait sehingga penyusunannya menjadi kokoh yang
bagian-
bagiannya tersusun harmonis”.
Dengan redaksi yang berbeda, Al-Qaththan berkata, munasabah
adalah menghubungkan antara jumlah dengan jumlah dalam satu
ayat, atau
antara ayat dengan sekumpulan ayat, atau antara surat dengan
surat.
-
22
Sedangkan menurut Ibnu Al-Arabi, munasabah adalah
keterkaitan
ayat-ayat al-Qur‟an sehingga seolah-olah merupakan suatu
ungkapan yang
mempunyai satu kesatuan makna dan redaksi (Hermawan,
2011:122).
Adapun munasabah yang dijelaskan oleh penulis disini adalah
hubungan surat an-Nisā‟ dengan surat sebelumnya (surat Ali
„Imran) dan
hubungan an-Nisā‟ dengan surat sesudahnya (al-Māidah).
1. Hubungan Surat an-Nisā‟ dengan Surat Ali „Imran
Hubungan antara surat an-Nisā‟ dengan surat Ali ‟Imran
(Depag RI, 2010: 111), adalah:
a. Pada akhir surat Ali Imran, Allah memerintahkan umat Islam
untuk
bertakwa, pada ayat ini yang merupakan awal surat
selanjutnya
(an-Nisā‟) perintah bertakwa itu dipertegas kembali
b. Dalam surat Ali „Imran disebutkan peperangan Badar dan
Uhud
dengan sempurna, keterangan sebagiannya diulangi dalam surat
an-
Nisā‟.
c. Dalam surat Ali „Imran dikisahkan peperangan Hamrāul Asad
yang
terjadi sesudah perang Uhud, dan peperangan itu disinggung
pula
dalam surat an-Nisā‟.
d. Dalam surat Ali „Imran disebutkan bahwa banyak yang gugur
di
kalangan kaum muslimin sebagai syuhada‟ yang berarti mereka
meninggalkan anak-anak dan istri-istri mereka, maka dalam
permulaan surat a-Nisā‟ ini disebutkan perintah memelihara
anak
yatim serta pembagian harta pustaka.
-
23
2. Hubungan Surat An-Nisā‟ dengan Surat Al-Māidah
Sedangkan hubungan antara surat an-Nisā‟ dengan surat al-
Māidah (Depag RI, 2010: 154), adalah:
a. Surat an-Nisā‟ menerangkan beberapa macam „aqad, seperti
perkawinan, perceraian, warisan, perjanjian, wasiat dan
sebagainya. Sedang permulaan surat al-Māidah menyatakan
supaya
hamba-hamba Allah memenuhi segala macam „aqad-„aqad yang
telah dilakukan baik terhadap Allah maupun terhadap sesama
manusia disamping menerangkan „aqad-„aqad yang lain.
b. Surat an-Nisā‟ mengemukakan beberapa hukum secara umum
dan
mendatangkan jalan untuk menetapkan sesuatu hukum, kemudian
surat al- Māidah menjelaskan dan menegaskan hukum-hukum itu.
c. Sebagaimana halnya surat al-Baqarah dan surat Ali „Imran
mengemukakan hal-hal yang berhubungan dengan pokok-pokok
agama seperti keesaan Allah dan kenabian, maka surat
an-Nisā‟
dan al- Māidah menerangkan tentang furu‟ agama (hukum fiqh),
seperti hal-hal yang berhubungan dengan hukum keluarga dan
sebagainya.
d. Akhir surat an-Nisā‟ mengemukakan hujjah-hujjah atas
kekeliruan
orang-orang Yahudi dan Nasrani serta kekeliruan kaum
musyrikin
dan munafikin. Hal yang serupa diterangkan secara panjang
lebar
oleh surat al- Māidah.
-
24
e. Surat an- Nisā‟ dimulai dengan “Yā ayyuhannās” yang
nadanya
sama dengan nada surat Makiyyah, sedang surat al- Māidah
sebagai surat Madaniyyah dimulai dengan: “Yā ayyuhal ladzīna
āmanu” hal ini menyatakan: sekalipun nadanya berlainan,
tetapi
yang dituju oleh kedua surat ini ialah seluruh manusia.
D. Tafsir Surat An-Nisā‟ Ayat 1
Setelah menyajikan teks ayat, terjemahnya dan beberapa pokok
kandungan ayat 1 surat an-Nisā, selanjutnya penulis akan
menyajikan
beberapa pandangan mufassir tentang ayat ini.
Dalam tafsir Ibnu Katsir (2005: 308-309) Allah berfirman
memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya bertakwa kepada-Nya,
hanya
menyembah-Nya tanpa menyekutukan sesuatu kepada-Nya, seraya
memperingatkan mereka akan kekuasaan-Nya yang telah
menciptakan
mereka semua dari seorang diri, ialah Adam a.s. dan menciptakan
istrinya,
ialah Hawa, dari tulang rusuk kirinya di kala Adam tidur dan
sewaktu ia
terjaga dari tidurnya dilihatnyalah Hawa sudah berada di sisiya
lalu
bercumbu-cumbulah satu dengan yang lain. Dan dari kedua makhluk
itu
Allah meciptakan manusia laki dan perempuan yang banyak yang
tersebar
di seluruh pelosok dunia, menjadi bangsa-bangsa yang
berbeda-beda
warna kulitnya, sifat-sifatnya dan bahasa-bahasanya. Selanjutnya
Allah
berfirman bertakwalah kamu kepada Allah yang kamu
mempergunakan
nama-Nya dalam percakapan, bertanya dan meminta satu kepada
yang
-
25
lain. Dan peliharalah hubungan silaturrahmi. Dan sesungguhnya
Allah
mengawasi segala perbuatan dan tindak-tandukmu.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Qatadah bahwa Ibnu
Abbas r.a. berkata: Perempuan itu diciptakan oleh Allah dari
tulang rusuk
orang laki, maka keserakahannya tertuju kepada tanah.
Karenanya
simpanlah perempuan-perempuanmu.
Dalam sebuah hadis yang shahih disebutkan:
١َْغَشحَ َِ ْٓ ْٓ َصائَِذحَ َػ ٍّٟ َػ ُٓ َػٍِ ُٓ ْث صََٕب ُدَغ١ْ
ٍَ لَباَل َدذَّ ُٓ ِدَضا َُِٛعٝ ْث َٚ صََٕب أَثُٛ ُوَش٠ٍْت
َدذَّ
ُْٕٗ لَبيَ ُ َػ َٟ َّللاَّ ْٓ أَثِٟ َُ٘ش٠َْشحَ َسِض ٍَ َػ ْٓ
أَثِٟ َدبِص ِّٟ َػ ُ اأْلَْشَجِؼ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ لَبَي َسُعُٛي
َّللاَّ
َعٍَّ َٚ ِٗ ٍَِغ َػ١ٍَْ ٍء فِٟ اٌضِّ ْٟ َط َش َٛ َّْ أَْػ إِ َٚ
ْٓ ِضٍَغٍ ِِ ْشأَحَ ُخٍِمَْذ ٌَّْ َّْ ا ِ ُصٛا ثِبٌَِّٕغبِء فَئ ْٛ
َُ اْعزَ
ُصٛا ثِبٌَِّٕغبءِ ْٛ َط فَبْعزَ َٛ ُْ ٠ََضْي أَْػ ْْ رََشْوزَُٗ
ٌَ إِ َٚ ُٗ َوَغْشرَُٗ ُّ ْْ َرَْ٘جَذ رُم١ِ ِ أَْػََلُٖ فَئ
Artinya: “Telah bercerita kepada kami Abu Kuraib dan Musa bin
Hizam
keduanya berkata, telah bercerita kepada kami dari Za'idah dari
Maisarah
Al Asyka'iy dari Abu Hazim dari Abu Hurairah r.a. berkata,
Rasulullah
Saw. bersabda: "Nasehatilah para wanita karena wanita diciptakan
dari
tulang rusuk yang bengkok dan yang paling bengkok dari tulang
rusuk
adalah pangkalnya, jika kamu mencoba untuk meluruskannya maka
dia
akan patah namun bila kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok.
Untuk
itu nasehatilah para wanita.”(HR. Bukhari)
Menurut Jalaluddin Asy-Syuyuti (2010), dalam sebuah ayat
dijelaskan (Hai manusia) penduduk Mekah (bertakwalah kamu
kepada
Tuhanmu) artinya takutlah akan siksa-Nya (yang telah menciptakan
kamu
dari satu diri) yakni Adam (dan menciptakan daripadanya
istrinya) yaitu
Hawa; dibaca panjang; dari salah satu tulang rusuknya yang kiri
(lalu
mengembangbiakkan) menyebarluaskan (dari kedua mereka itu)
dari
-
26
Adam dan Hawa (laki-laki yang banyak dan wanita) yang tidak
sedikit
jumlahnya. (Dan bertakwalah kepada Allah yang kamu saling
meminta)
terdapat idgam ta pada sin sedangkan menurut satu qiraat dengan
takhfif
yaitu membuangnya sehingga menjadi tas-aluuna (dengan
nama-Nya)
yang sebagian kamu mengatakan kepada sebagian lainnya, “Saya
meminta
kepadamu dengan nama Allah,” (dan) jagalah pula (hubungan
silaturahmi)
jangan sampai terputus. Menurut satu qiraat dibaca dengan
kasrah
diathafkan kepada dhamir yang terdapat pada bihi. Mereka juga
biasa
saling bersumpah dengan hubungan Rahim. (Sesungguhnya Allah
selalu
mengawasi kamu) menjaga perbuatanmu dan memberi balasan
terhadapnya. Maka sifat mengawasi selalu melekat dan terdapat
pada
Allah swt.
Dalam al-Qur‟an dan terjemahnya (2010: 111) di dalam ayat
ini
Allah memerintahkan kepada manusia agar bertakwa kepada Allah,
yang
memelihara manusia dan melimpahkan nikmat karunia-Nya. Dialah
yang
menciptakan manusia dari seorang diri yaitu Adam. Dengan
demikian,
menurut jumhur mufasir, Adam adalah manusia pertama yang
dijadikan
oleh Allah. Kemudian dari diri yang satu itu Allah menciptakan
pula
pasangannya yang biasa disebut dengan nama Hawa. Dari Adam
dan
Hawa berkembang biaklah manusia. Dalam Al-Qur‟an penciptaan
Adam
disebut dari tanah liat (al-An‟am/6:2; as-Sajdah/32:7; Şād/38:71
dan dalam
beberapa ayat lagi). Dalam an-Nisā‟/4:1 disebutkan “... dan
(Allah)
menciptakan pasangan (Hawa) dari dirinya; ...” Kata-kata dalam
surat an-
-
27
Nisā‟ ayat pertama ini sering menimbulkan salah pengertian
dikalangan
awam, terutama dikalangan perempuan, karena ada anggapan
bahwa
perempuan diciptakan dari rusuk Adam, yang sering dipertanyakan
oleh
kalangan feminis. Ayat itu hanya menyebut ... wa khalaqa minhā
zaujahā,
yang diterjemahkan dengan menciptakan pasangannya dari dirinya;
lalu
ada yang mengatakan bahwa perempuan itu diciptakan dari rusuk
Adam,
dan pernyataan yang terdapat dalam beberapa hadis ini ada yang
mengira
dari Al-Qur‟an. Di dalam Al-Qur‟an nama Hawa pun tidak ada, yang
ada
hanya nama Adam. Nama Hawa ada dalam Bibel (“Manusia itu
memberi
nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua
yang
hidup.” (kejadian ini. 20), (Hawwa‟ dari kata bahasa ibrani
heva, dibaca:
hawwah, yang berarti hidup). Pernyataan bahwa perempuan
diciptakan
dari rusuk laki-laki itu terdapat dalam perjanjian lama, Kitab
Kejadian ini.
21 dan 22: “Lalu Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk
daripadanya,
lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang
diambil
Tuhan Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan,
lalu
dibawa-Nya kepada manusia itu.”
Kemudian sekali lagi Allah memerintahkan kepada manusia
untuk
bertakwa kepada-Nya dan seringkali mempergunakan nama-Nya
dalam
berdoa untuk memperoleh kebutuhannya. Menurut kebiasaan orang
Arab
Jahiliah bila menanyakan sesuatu atau meminta sesuatu kepada
orang lain
mereka mengucapkan nama Allah. Allah juga memerintahkan agar
manusia selalu memelihara silaturrahmi.
-
28
Ilmu Hayati Manusia (Human Biology) memberikan informasi
kepada kita, bahwa manusia dengan kelamin laki-laki mempunyai
sex-
chromosome (kromosom kelamin) XY, sedang manusia dengan
kelamin
wanita mempunyai sex-chromosome XX. Ayat di atas menjelaskan
bahwa
“manusia diciptakan dari diri yang satu dan daripadanya
Allah
menciptakan isterinya”. Ayat ini menjelaskan kepada kita bahwa
„diri
yang satu itu‟ tentu berjenis kelamin laki-laki, sebab kalimat
berikutnya
menyatakan, „daripadanya diciptakan isterinya‟. Dari sudut
pandang
Humam Biology hal itu sangatlah tepat, sebab sex-chromosome XY
(laki-
laki) dapat menurunkan kromoson XY atau XX; sedang kromosom
XX
(wanita) tidak mungkin akan membentuk XY, karena darimana
didapatkromosom Y? Jadi jelas bahwa laki-laki pada hakikatnya
adalah
penentu jenis kelamin dari keturunannya. Diri yang satu itu
tidak lain
adalah Adam.
Jadi dapat disimpulkan bahwa surat an-Nisā‟ ayat 1 berisi
tentang:
1. Manusia wajib bertakwa kepada Allah dan wajib memelihara
hubungan silaturrahmi.
2. Manusia pertama yang dijadikan Allah adalah Adam.
3. Asal keturunan manusia adalah dari Adam dan Hawa.
-
29
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN
DALAM AL-QUR‟AN SURAT AN-NISᾹ‟ AYAT 1
Sebagaimana telah dipahami secara bersama-sama, bahwa
al-Qur‟an
adalah sebuah jawaban dari Allah SWT yang menggunakan
dimensi-dimensi
kemanusiaan, kekinian dan keduniawian agar mudah untuk
dipelajari, dipahami,
dan diamalkan. Sebab, ternyata hal ini merupakan suatu kekuatan
yang bersifat
memproyeksi masa depan, kesempurnaan dan keabadian. Maka guna
lebih
mendalam, secara luas, terperinci agar al-Qur‟an dapat menjadi
bagian dari
kehidupan yang tidak terpisahkan, pencermatan terhadap segala
hal yang
dikandung di dalamnya dan yang berkaitan adalah sebuah tuntunan
yang sekaligus
merupakan kebutuhan mutlak, terutama dalam bidang pendidikan dan
aspek-aspek
sosial.
Di dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 1 Allah Swt. memulai
firman-Nya
dengan memerintahkan kepada makhluk-Nya agar bertakwa
kepada-Nya, juga
mengingatkan mereka akan kekuasaan-Nya yang telah menciptakan
mereka dari
seorang diri berkat kekuasaan-Nya, orang tersebut adalah Adam
a.s. Lalu Allah
memerintahkan kepada manusia agar menjaga hubungan
silaturrahmi.
Adapun analisis dan implemetasi nilai-nilai pendidikan yang
terdapat
dalam al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 1 yaitu:
-
30
A. Nilai-Nilai Pendidikan dalam Surat An-Nisa‟ ayat 1
Setelah kita megetahui isi kandungan dari surat an-Nisa‟ ayat 1,
maka
berikut ini adalah beberapa nilai-nilai pedidikan yang terdapat
dalam ayat
tersebut:
1. Nilai pendidikan Aqidah yaitu Perintah Bertakwa kepada
Allah
Dalam surat an-Nisa‟ ayat 1 tersebut di atas terdapat
nilai-nilai
pendidikan aqidah yaitu perintah untuk bertakwa kepada Allah.
Meskipun
dalam surat-surat dan ayat al-Qur‟an yang lain juga terdapat
perintah
untuk bertakwa, dalam surat ini perintah bertakwa dipertegas
kembali
dengan memerintahkan kepada seluruh manusia. Bukan hanya orang
yang
beriman kepada Allah saja, namun kepada seluruh manusia.
2. Nilai Pendidikan Sosial yaitu Silaturrrahim
Kalimat silaturahmi berasal dari bahasa arab tersusun dari dua
kata
yaitu shilat yang artinya alaqah (hubungan) dan kata al-raḫm
yang artinya
al-qarabah (kerabat) atau mastawda‟ al-janin yang artinya “rahim
atau
peranakan”. Di dalam kamus al-Munawir kata al-raḫm seakar dengan
kata
al-rahmah dari kata raima yang artinya menyayangi, mengasihi.
jadi
secara harfiyah silaturahmi artinya menghubungkan tali
kekerabatan,
menghubungkan kasih sayang. Menyambung silaturrahim berarti
memperkuat tali persaudaraan, meskipun dengan orang yang
tidak
sedarah. Sebagai sesama umat Islam, kita sebenarnya saudara
seiman, oleh
karena itu dianjurkan menyambung silaturrahim (Qomariah, 2014:
61).
-
31
Meskipun silaturrahim terlihat sebagai ibadah yang sederhana
namun
banyak masyarakat diantara kita yang menyepelekannya. Kadang
kita baru
bersilaturrrahim ketika ada momen-momen tertentu, seperti Hari
Raya Idul
Fitri, tradisi Saparan dan Nyadran (tradisi yang ada di sebagian
desa-desa
di Indonesia) dan sebagainya.
Karena itulah kita tidak harus menunggu momen hari raya atau
momen besar lainnya untuk melakukan silaturrahim. Penting bagi
kita
untuk membangun kembali semangat silaturrahim di dalam
bermasyarakat. Apalagi di era modern ini dengan adanya teknologi
yang
sudah sangat canggih, sudah sepatutnya kita manfaatkan teknologi
seperti
Whatsapp dan media sosial lainnya untuk bersilaturrahim,
sehingga jarak
yang jauh tidak menjadi alasan untuk tidak bersilaturrahim.
Menyambung silaturrahim berarti menegakkan agama Islam dan
menjalankan sunah-sunah dari Rasulullah. Sebab, silaturrahim
termasuk
ajaran agama Islam yang menunjukkan hubungan antara sesama
manusia
dalam bingkai kebaikan. Allah Swt telah berfirman di dalam
al-Qur‟an
Surat an-Nisa‟ ayat 1, yaitu:
ُْ َسل١ِجًب َْ َػ١ٍَُْى َ َوب َّْ َّللاَّ ََ إِ األْسَدب َٚ ِٗ
َْ ثِ َ اٌَِّزٞ رََغبَءٌُٛ ارَّمُٛا َّللاَّ َٚ ...
Artiya: “…Dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah
selalu Menjaga dan Mengawasi kamu.”
Allah memerintahkan kepada manusia untuk bersilaturrahim
bukan
tanpa maksud da tujuan, ternyata manfaat dari bersilaturrahim
sangat bisa
-
32
kita rasakan jika kita bisa mengamalkannya. Berikut ini
keutamaan-
keutaman bersilaturrahim:
a. Silaturrahim merupakan sebagian dari konsekuensi iman dan
tanda-
tandanya adalah sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah
ra,
yaitu:
َِ ا٢ِْخِشفَََل ٠ُْؤِر ْٛ َ١ٌْ ا َٚ ُٓ ثِبهللِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ َوب
َِ ِّٟ ص.َ. لَبَي: ِٓ إٌَّجِ ْٓ أَثِٟ َُ٘ش٠َْشحَ َػ َػ
َْ ١ٍُْْىِش َِ ا٢ِْخِش فَ ْٛ َ١ٌْ ا َٚ ُٓ ثِبهللِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ
َوب َِ َٚ )ُٗ َّ ًْ َسِد ١ٍَِْص ا٠ٍَخ: فَ َٚ فِٟ ِس َٚ َجبَسُٖ,
)
ُٓ ثِ ِِ َْ ٠ُْؤ ْٓ َوب َِ َٚ ذْ َض١ْفَُٗ, ُّ ْٚ ١ٌَِْص ًْ
َخ١ًْشا أَ ١ٍَْمُ َِ ا٢ِْخِش فَ ْٛ َ١ٌْ ا َٚ بهللِ
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., beliau
bersabda,
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah
dia
menyakiti tetangganya (dalam jalur lain: maka hendaklah ia
bersilaturrahmi). Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir,
maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa
beriman
kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik
atau
diam.”(Al-Albani, 2012: 144)
b. Silaturrahim adalah penyebab bertambahnya rizki dan
terkenang
namanya, sebagaimana hadis yang diriwayat oleh „Aisyah ra.,
ia
berkata:
ْْ ُٖ أَ ْٓ َعشَّ َِ ُي: ْٛ ْٛ َي َّللاُ ص.َ. ٠َمُ ْؼُذ َسُع ِّ
ُْٕٗ لَبَي: َع َٟ َّللاُ َػ ْٓ َػبئَِشخَ َسِض َػ
ُٗ َّ ًْ َسِد ١ٍَِْص ِٖ فَ ْٟ أَصَِش َْٕغأَ ٌَُٗ فِ ُ٠ ْْ أَ َٚ
ِٗ ْٟ ِسْصلِ ٠َْجُغظَ ٌَُٗ فِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a., bahwa dia mengatakan, "Aku
mendengar Rasulullah Saw. bersabda, 'Barangsiapa yang senang
dilapangkan rezekinya dan dikenang baik namanya hingga
setelah
ketiadaannya, maka hendaklah dia bersilaturahmi"( Al-Albani,
2012:
101)
c. Silaturrahim merupakan salah satu penyebab utama masuk surga
dan
jauh dari neraka, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam
-
33
pembahasan di atas, yaitu tidak akan masuk surga pemutus
silaturrahim, berarti balasan bagi orang yang menyambung
tali
silaturrahim adalah surga.
B. Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan yang diajarkan dalam
Surat an-
Nisa‟ ayat 1 dalam Kehidupan Sehari-Hari
Implementasi atau kata lain dari penerapan merupakan upaya
untuk
melaksanakan suatu amal atau pekerjaan dalam kehidupan
sehari-hari.
Dari penjelasan tentang nilai-nilai pendidikan sosial dalam
surat an-Nisa‟
ayat 1 di atas kita dapat mengimplementasikan dalam kehidupan
sehari-
hari. Implemetasi tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Bertakwa kepada Allah
Adapun implementasi dari sikap bertakwa kepada Allah dalam
kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut:
a. Senantiasa menjalankan perintah Allah Swt. baik yang
bersifat
wajib maupun sunnah yang telah diajarkan oleh Rasulullah
Saw.
b. Berusaha menjauhi segala larangan-larangannya, karena
bukti
seorang hamba yang cinta kepada Tuhannya yaitu senantiasa
menjalankan perintah dan laragan-Nya.
c. Beribadah semata-mata hanya megharapkan ridha-Nya, tidak
ada
tendensi lain. Jadi dalam beramal hatinya harus bersih, jerih
dari
segala penyakit hati, dengan kata lain yaitu ikhlas.
-
34
2. Silaturrahim
Implementasi dari silaturrahim dalam kehidupan sehari-hari
adalah dengan cara kita mengamalkan adab-adab atau etika
dalam
bersilaturrahim. Adapun etika dalam bersilaturrahim adalah
sebagai
berikut:
a. Membuat Janji
Apabila Jika tuan rumah yang kita tuju, termasuk orang
yang sangat sibuk dan jarang dirumah, ada baiknya jika
membuat
janji terlebih dulu. Hal ini dapat menghindari kekecewaan
karena
tidak bertemu atau agar tuan rumah tidak merasa terganggu.
b. Pahami Waktu Bertamu
Meski pada saat Lebaran, setiap waktu adalah “sah “untuk
bertamu, namun akan lebih baik jika anda memahami kapan
boleh-
tidaknya kita bertamu. Pahami kapan tuan rumah ada di rumah.
Sebaiknya bertamu tidak terlalu larut malam karena akan
mengganggu waktu istirahat tuan rumah.
c. Minta Izin Maksimal Tiga Kali
Rasulullah Saw. mengajarkan kepada kita, bahwa batasan
untuk meminta izin untuk bertamu adalah tiga kali.
Sebagaimana
dalam sabdanya:
-
35
ِٓ َش ْث َّ َُِٛعٝ إٌَِٝ ُػ ِّٞ لَبَي َجبَء أَثُٛ َُِٛعٝ
اأْلَْشَؼِش ْٓ أَثِٟ ْٓ أَثِٟ ثُْشَدحَ َػ َػ
َُ ََل ْْ ٌَُٗ فَمَبَي اٌغَّ ُْ ٠َأَْر ُٓ ل١ٍَْظ فٍََ ِ ْث ُْ
ََ٘زا َػْجُذ َّللاَّ َُ َػ١ٍَُْى ََل ٌَْخطَّبِة فَمَبَي اٌغَّ ا
َُ َػٍَ ََل َُِٛعٝ اٌغَّ ُْ ََ٘زا أَثُٛ َّٟ َػ١ٍَُْى ٚا َػٍَ
َْٔصَشَف فَمَبَي ُسدُّ َُّ ا ُّٞ صُ ُْ ََ٘زا اأْلَْشَؼِش ١ُْى
ْؼُذ َسُعَٛي ِّ ًٍ لَبَي َع َن ُوَّٕب فِٟ ُشْغ ب َسدَّ َِ َُِٛعٝ
َّٟ فََجبَء فَمَبَي ٠َب أَثَب ٚا َػٍَ ُسدُّ
َْ ْْ أُِر ِ ُْ صَََلٌس فَئ َُ ٠َمُُٛي ااِلْعزِْئَزا َعٍَّ َٚ ِٗ
ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ إاِلَّ فَبْسِجْغ لَبَي َّللاَّ َٚ
ٌََه
َجَذ َٚ ْْ ُش إِ َّ َُِٛعٝ لَبَي ُػ ٍُْذ فََزََ٘ت أَثُٛ فََؼ َٚ
ٍُْذ إاِلَّ فََؼ َٚ ٍَخ ٌَزَأْر١َِِّٕٟ َػٍَٝ ََ٘زا ثِج١َِّٕ
ْْ ب أَ َّّ ُْ رَِجُذُٖٚ فٍََ َخً فٍََ ُْ ٠َِجْذ ث١َِّٕ ٌَ ْْ إِ
َٚ ْٕجَِش َػِش١َّخً ِّ ٌْ َْٕذ ا َخً رَِجُذُٖٚ ِػ ِّٟ ث١َِّٕ ٌَْؼِش
َجبَء ثِب
َٓ َوْؼٍت لَبَي َػْذٌي َّٟ ْث ُْ أُثَ َجْذَد لَبَي ََٔؼ َٚ ب
رَمُُٛي أَلَْذ َِ َُِٛعٝ َجُذُٖٚ لَبَي ٠َب أَثَب َٚ
َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ ْؼُذ َسُعَٛي َّللاَّ ِّ
ب ٠َمُُٛي ََ٘زا لَبَي َع َِ ًِ لَبَي ٠َب أَثَب اٌطُّف١َْ
ُ ٠َمُُٛي َرٌَِه ٠َب ِ َصٍَّٝ َّللاَّ َّٓ َػَزاثًب َػٍَٝ
أَْصَذبِة َسُعِٛي َّللاَّ ٌَْخطَّبِة فَََل رَُىَٛٔ َٓ ا اْث
ْْ أَرَضَجَّذ ْؼُذ َش١ْئًب فَأَْدجَجُْذ أَ ِّ ب َع َّ ِ إَِّٔ َْ
َّللاَّ َُ لَبَي ُعْجَذب َعٍَّ َٚ ِٗ َػ١ٍَْ
Artinya: “Dari Abu Burdah dari Abu Musa Al Asy'ari, dia
berkata,
"Pada suatu hari, Abu Musa pernah datang kepada Umar bin
Khaththab seraya berkata, 'Assalaamu 'alaikum. Ini adalah
Abdullah bin Qais.' Tetapi, rupanya, tidak ada jawaban dari
tuan
rumah. Lalu ia berkata lagi, "Assalaamu'alaikum. Ini adalah
Abu
Musa." Setelah itu, ia berkata lagi, "Assalaamu 'alaikum. Ini
adalah
Al Asy'ari." Karena tidak ada jawaban, setelah memberi salam
sebanyak tiga kali, maka Abu Musa pun berniat kembali ke
rumahnya. Namun, baru beberapa langkah, tiba-tiba Umar bin
Khaththab muncul sambil berseru, "Hai Abu Musa kemarilah
masuk ke rumahku!" Setelah masuk ke rumah, Umar bertanya
kepadanya, "Hai Abu Musa, mengapa kamu tergesa-gesa hendak
kembali ke rumahmu? Sebenarnya, tadi kami sedang sibuk
menyelesaikan suatu pekerjaan." Abu Musa berkata, "Ya Umar,
sesungguhnya saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda,
'Meminta izin (ke rumah seseorang) itu cukup tiga kali.
Apabila
kamu mendapatkan izin, maka kamu boleh masukke dalamnya.
Tetapi, kalau tidak diizinkan, maka kembalilah.'' Umar bin
Khaththab berkata, "Hai Abu Musa, kamu harus mendatangkan
bukti atas pernyataanmu itu. Kalau tidak, maka aku akan
-
36
melakukan sesuatu kepadamu." Lalu pergilah Abu Musa dari
rumah Umar. Selanjutnya, Umar bin Khaththab berkata, "Jika
ia
mendapatkan bukti, maka kalian pasti akan menjumpainya di
dekat
mimbar nanti sore. Sebaliknya, jika ia tidak menemukan
bukti,
maka kalian pasti tidak akan menjumpainya nanti sore."
Ternyata,
sore harinya, para sahabat masih dapat menjumpai Abu Musa.
Lalu
Umar pun berkata kepadanya, "Hai Abu Musa, apa yang akan
kamu katakan? Apakah kamu mendapatkan buktinya?" Abu Musa
Al Asy'ari menjawab, "Ya. Saya telah mendapatkannya. Ini dia
Ubay bin Ka'ab." Umar berkata, "Baiklah, ia memang orang
yang
jujur. Hai Abu Thufail (julukan Ubay bin Ka'ab), apa
pendapatmu
mengenai hal ini?" Ubay bin Ka'ab menjawab, "Ya. Apa yang
dinyatakan Abu Musa adalah benar. Sesungguhnya Aku
mendengar Rasulullah Saw. telah bersabda seperti itu. Hai
Ibnu
Khaththab, janganlah kamu menjadi siksaan bagi para sahabat
Rasulullah Saw.!" Umar bin Khaththab menjawab, "Maha Suci
Allah, sesungguhnya aku hanya ingin lebih yakin terhadap
sesuatu
yang aku dengar." (Al-Albani, 2009: 179-180)
d. Mengucapkan Salam & Minta Izin Masuk
Terkadang seseorang bertamu dengan memanggil-manggil
nama yang hendak ditemui atau dengan kata-kata sekedarnya.
Rasulullah Saw. mengajarkan, hendaknya seseorang ketika
bertamu memberikan salam dan meminta izin untuk masuk. Allah
Swt. berfirman:
ٛا َػٍَٝ ُّ رَُغٍِّ َٚ ُْ َدزَّٝ رَْغزَأُِْٔغٛا ُٕٛا اَل
رَْذُخٍُٛا ث١ُُٛرًب َغ١َْش ث١ُُٛرُِى َِ َٓ آ ٠َب أ٠ََُّٙب
اٌَِّز٠
َْ ُْ رَزَّوَُّشٚ ُْ ٌََؼٍَُّى ُْ َخ١ٌْش ٌَُى ٍَِْ٘ٙب َرٌُِى
أَ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan
memberi salam kepada penghuninya. Yang demikian itu lebih
baik
bagimu, agar kamu (selalu) ingat.” (QS. An-Nȗr/24: 27)
Dalam hal ini (memberi salam dan minta izin), sesuai
dengan poin pertama, maka batasannya adalah tiga kali.
Maksudnya
-
37
adalah, jika kita telah memberi salam tiga kali namun tidak
ada
jawaban atau tidak diizinkan, maka itu berarti kita harus
menunda
kunjungan kita kali itu. Adapun ketika salam kita telah
dijawab,
bukan berarti kita dapat membuka pintu kemudian masuk begitu
saja atau jika pintu telah terbuka, bukan berarti kita dapat
langsung
masuk. Mintalah izin untuk masuk dan tunggulah izin dari
sang
pemilik rumah untuk memasuki rumahnya. Hal ini disebabkan,
sangat dimungkinkan jika seseorang langsung masuk, maka „aib
atau hal yang tidak diinginkan untuk dilihat belum sempat
ditutupi
oleh sang pemilik rumah. Sebagaimana diriwayatkan dari Sahal
ibn
Sa‟ad r.a. bahwa Nabi Saw. bersabda:
ُّٞ ِْ٘ش ُْ لَبَي اٌضُّ صََٕب ُعْف١َب ِ َدذَّ ُٓ َػْجِذ َّللاَّ
ُّٟ ْث صََٕب َػٍِ ْٓ َدذَّ ب أَََّٔه َ٘ب َُٕ٘ب َػ َّ َدفِْظزُُٗ
َو
َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ْٓ ُجْذٍش فِٟ ُدَجِش
إٌَّجِ ِِ ًٌ ََغ َسُج ِٓ َعْؼٍذ لَبَي اطٍَّ ًِ ْث ْٙ َع
ُُ أَ ْٛ أَْػٍَ ِٗ َسْأَعُٗ فَمَبَي ٌَ ْذًسٜ ٠َُذهُّ ثِ ِِ َُ
َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ َغ إٌَّجِ َِ ْٕظُُش َٚ
ََّٔه رَ
ٌْجََصشِ ًِ ا ْٓ أَْج ِِ ُْ ًَ ااِلْعزِْئَزا ب ُجِؼ َّ ِٗ فِٟ
َػ١َِْٕه إَِّٔ ُْٕذ ثِ ٌَطََؼ
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah
telah
menceritakan kepada kami Sufyan, Az Zuhri berkata; "Aku
telah
menghafalnya sebagaimana dirimu di sini, dari Sahl bin Sa'd
dia
berkata; "Seorang laki-laki pernah melongokkan kepalanya ke
salah
satu kamar Nabi Saw., waktu itu Nabi Saw. tengah membawa
sisir
untuk menyisir rambutnya, lalu beliau bersabda: "Sekiranya
aku
tahu kamu mengintip, sungguh aku akan mencolok kedua matamu,
sesungguhnya meminta izin itu di berlakukan karena
pandangan."(
Al-Albani, 2012: 174)
e. Ketukan Yang Tidak Mengganggu
-
38
Sering kali ketukan yang diberikan seorang tamu
berlebihan sehingga mengganggu pemilik rumah. Baik karena
kerasnya atau cara mengetuknya. Maka, hendaknya ketukan itu
adalah ketukan yang sekedarnya dan bukan ketukan yang
mengganggu seperti ketukan keras yang mungkin mengagetkan
atau sengaja ditujukan untuk membangunkan pemilik rumah.
f. Posisi Berdiri Tidak Menghadap Pintu Masuk
Hendaknya posisi berdiri tamu tidak di depan pintu dan
menghadap ke dalam ruangan. Poin ini juga berkaitan hak sang
pemilik rumah untuk mempersiapkan dirinya dan rumahnya dalam
menerima tamu. Sehingga dalam posisi demikian, apa yang ada
di
dalam rumah tidak langsung terlihat oleh tamu sebelum
diizinkan
oleh pemilik rumah. Sebagaimana amalan Rasulullah Saw. dari
Abdullah bin Bisyr ia berkata:
َُ إَِرا أَرَٝ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ َْ َسُعُٛي
َّللاَّ ِٓ ثُْغٍش لَبَي َوب ِ ْث ْٓ َػْجِذ َّللاَّ ٍَ َػ ْٛ ثَبَة
لَ
٠َمُُٛي َٚ ْٚ اأْل٠ََْغِش ِٓ أَ َّ ِٗ اأْل٠َْ ْٓ ُسْوِٕ ِِ ْٓ
ٌَِى َٚ ِٗ ِٙ ْج َٚ ٍْمَبِء ْٓ رِ ِِ ٌْجَبَة ًْ ا ُْ ٠َْغزَْمجِ
ٌَ
ئٍِز ُعزُٛسٌ َِ ْٛ ْٓ َػ١ٍََْٙب ٠َ ُْ ٠َُى َٚس ٌَ َّْ اٌذُّ
َرٌَِه أَ َٚ ُْ َُ َػ١ٍَُْى ََل ُْ اٌغَّ َُ َػ١ٍَُْى ََل اٌغَّ
Artinya: “Dari Abdullah bin Busr, ia berkata, "Apabila
Rasulullah
Saw. mendatangi pintu seseorang atau suatu kaum, maka beliau
tidak menghadap pintu dari arah depannya (pintu), melainkan
dari
sudut sebelah kanan atau dari sudut sebelah kiri dan
mengucapkan,
'Assalaamu 'alaikum' hal itu karena rumah-rumah pada waktu
itu
tidak terdapat tirai." Shahih: Al Misykah (4673) (HR. Abu
Daud)
g. Tidak Mengintip
-
39
Mengintip ke dalam rumah sering terjadi ketika seseorang
penasaran apakah ada orang di dalam rumah atau tidak.
Padahal
Rasulullah Saw. sangat mencela perbuatan ini dan memberi
ancaman kepada para pengintip, sebagaimana dalam sabdanya:
ِ ََغ فِٟ ُجْذٍش فِٟ ثَبِة َسُعِٛي َّللاَّ َّْ َسُجًَل اطٍَّ ّٞ
: أَ بِػِذ ًْٙ ثْٓ َعْؼٍذ اٌغَّ ػٓ َع
ِ َغ َسُعِٛي َّللاَّ َِ َٚ َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِٗ َصٍَّٝ
َّللاَّ ْذًسٜ ٠َُذهُّ ثِ ِِ َُ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ َصٍَّٝ
َّللاَّ
ْٕزَِظُشِٟٔ ُُ أَََّٔه رَ ْٛ أَْػٍَ َُ لَبَي ٌَ َعٍَّ َٚ ِٗ ُ
َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ ب َسآُٖ َسُعُٛي َّللاَّ َّّ َسْأَعُٗ
فٍََ
َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ َّللاَّ لَبَي َسُعُٛي َّللاَّ َٚ
ِٗ فِٟ َػ١َِْٕه ُْٕذ ثِ ُْ ٌَطََؼ ْر ًَ اْْلِ ب ُجِؼ َّ َُ
إَِّٔ
ٌْجََصِش ًِ ا ْٓ أَْج ِِ
Artinya: “Dari Sahal bin Sa'ad As-Saidi r.a., bahwasanya ada
seorang lelaki yang mengintip pada lubang pintu Rasulullah
Saw.
Kebetulan, pada saat itu, beliau sedang membawa sisir yang
dipergunakan untuk menggaruk kepalanya. Ketika Rasulullah
Saw.
melihat orang itu, beliau pun berkata, "Seandainya aku tahu
bahwasanya kamu mengintipku, niscaya aku akan menusukkan
sisir ini ke matamu." Selain itu, Rasulullah Saw juga
bersabda,
"Sebenarnya, izin itu disyariatkan hanya untuk memelihara
pemadangan" (Musthofa, 1992: 955).
Dalam riwayat yang lain juga disebutkan:
ََغ فِٟ ْٓ اطٍَّ َِ َُ ٠َمُُٛي َعٍَّ َٚ ِٗ ُ َػ١ٍَْ ِ َصٍَّٝ
َّللاَّ َغ َسُعَٛي َّللاَّ ِّ ُ َع صََٕب أَثُٛ َُ٘ش٠َْشحَ أََّٔٗ
َدذَّ
ُْ فَفَمَئُٛا َػ١َُْٕٗ فَمَْذ ََ٘ذَسْد َػ١ُُْٕٗ ِٙ ٍَ ثَِغ١ِْش
إِْرِٔ ْٛ َداِس لَ
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. bahwa ia mendengar
Rasulullah
SAW bersabda, "Barangsiapa melongok di rumah suatu kaum
tanpa izin mereka, maka cungkillah matanya, sesungguhnya
matanya telah (halal) binasa sia-sia."(HR. Abu Daud)
Dari kedua hadis di atas dapat penulis simpulkan bahwa
mengintip rumah orang yang akan kita kunjungi itu sangat
tidak
-
40
sopan dan tidak dicontohkan oleh Nabi. Karena hal tersebut
ditakutkan akan membuat tuan rumah jengkel atau semisalnya,
dan
dikhawatirkan tamu akan melihat aib yang ada pada tuan
rumah.
h. Pulang Kembali Jika Disuruh Pulang
Kita harus menunda kunjungan atau dengan kata lain
pulang kembali ketika setelah tiga kali salam tidak di jawab
atau
pemilik rumah menyuruh kita untuk pulang kembali. Sehingga
jika
seorang tamu disuruh pulang, hendaknya ia tidak tersinggung
atau
merasa dilecehkan karena hal ini termasuk adab yang penuh
hikmah dalam syari‟at Islam. Di antara hikmahnya adalah hal
ini
demi menjaga hak-hak pemilik rumah. Allah Swt. berfirman:
ُُ اْسِجُؼٛا ًَ ٌَُى ْْ ل١ِ إِ َٚ ُْ َْ ٌَُى ُْ رَِجُذٚا ف١َِٙب
أََدًذا فَََل رَْذُخٍَُٛ٘ب َدزَّٝ ٠ُْؤَر ٌَ ْْ ِ فَئ
ٌُ َْ َػ١ٍِ ٍُٛ َّ ب رَْؼ َّ ُ ثِ َّللاَّ َٚ ُْ َٛ أَْصَوٝ ٌَُى
فَبْسِجُؼٛا ُ٘
Artinya: “Jika kamu tidak menemui seorangpun di dalamnya,
maka
janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. Dan jika
dikatakan kepadamu: Kembali (saja) lah, maka hendaklah kamu
kembali. Itu bersih bagimu dan Allah Maha Mengetahui apa
yang
kamu kerjakan.” (QS. An-Nȗr/24: 28)
i. Menjawab Dengan Nama Jelas Jika Pemilik Rumah Bertanya
“Siapa?”
Terkadang pemilik rumah ingin mengetahui dari dalam
rumah siapakah tamu yang datang sehingga bertanya, “Siapa?”
Maka hendaknya seorang tamu tidak menjawab dengan “saya”
atau
-
41
“aku” atau yang semacamnya, tetapi sebutkan nama dengan
jelas.
Sebagaimana terdapat dalam riwayat dari Jabirr.a. dia
berkata,
َْٕىِذِس لَبَي ُّ ٌْ ِٓ ا ِذ ْث َّّ َذ ُِ ْٓ صََٕب ُشْؼجَخُ َػ
ٍِِه َدذَّ َّ ٌْ ُٓ َػْجِذ ا َُ ْث َِ٘شب ١ٌِِذ َٛ ٌْ صََٕب أَثُٛ ا
َدذَّ
ِٗ ُ َػ١ٍَْ َّٟ َصٍَّٝ َّللاَّ ب ٠َمُُٛي أَر١َُْذ إٌَّجِ َّ
ُْٕٙ ُ َػ َٟ َّللاَّ ِ َسِض َٓ َػْجِذ َّللاَّ ْؼُذ َجبثَِش ْث ِّ
َع
ٍٓ َوب َُ فِٟ َد٠ْ َعٍَّ ٍُْذ أََٔب فَمَبَي أََٔب أََٔب َٚ ْٓ
َرا فَمُ َِ ٌْجَبَة فَمَبَي َْ َػٍَٝ أَثِٟ فََذلَْمُذ ا
ُ َوِشََ٘ٙب َوأََّٔٗ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Al Walid Hisyam
bin Abdul Malik telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari
Muhammad bin Al Munkadir dia berkata; saya mendengar Jabir
bin
Abdullah radliallahu 'anhuma berkata; "Aku menemui Nabi Saw.
karena hutang ayahku, lalu aku mengetuk pintu rumah beliau,
beliau
bertanya;: "Siapakah itu?" aku menjawab; "Saya." Beliau
bersabda:
"Saya, saya!." Seolah-olah beliau membencinya” (Al-Albani,
2012:
177)
j. Menggunakan Bahasa yang Santun
Apabila silaturrahim dengan menggunakan media sosial,
maka perhatikan penulisan dan gaya bahasa yang sopan dan
santun. Begitupun ketika bersilaturrahim langsung dengan
tatap
muka, maka perhatikan akhlak dan tingkah laku serta tutur
kata
yang sopan dan santun. Di samping itu jangan sakiti hati
tuan
rumah, misalnya ketika diberi suguhan maka harus dihabiskan,
karena mngkin saja tuan rumah telah bersusah payah untuk
membuat hidangan bagi tamunya. Oleh karenanya hargailah
setiap
pemberian yang diberikan dari tuan rumah.
-
42
Demikian adab/ etika yang harus diperhatikan dan
diamalkan ketika kita hendak bersilaturrahim ke rumah orang
maupun bersilaturrahim melalui media sosial.
-
43
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat penulis tarik kesimpulan bahwa terdapat nilai-nilai
pendidikan dalam surat an-Nisā‟ ayat 1 yaitu
1. Terdapat nilai pendidikan akidah dalam al-Qur‟an Surat
an-Nisā‟ ayat
1, yaitu: perintah untuk bertakwa kepada Allah Swt . yang
kedua,
terdapat ilai pendidikan sosial yaitu perintah untuk menjaga
tali
silaturrahim baik itu dengan kerabat yang sedarah maupun yang
tidak
satu keturunan.
2. Implementasi nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam Surat
an-
Nisā‟ ayat 1 dalam kehidupan sehari-hari dapat kita lakukan
dengan
bertakwa kepada Allah, degan menjalankan segala
peritah-peritah-Nya
dan menjauhi segala larangan-Nya, serta beribadah semata-mata
hanya
menginginkan ridha-Nya. Sedangkan penerapan silaturrahim dapat
kita
amalkan etika bersilaturrahim/bertamu dalam masyarakat,
seperti
contoh mengucapkan salam dan mengetuk pintu sebelum masuk
rumah, bersikap sopan dan santun, dan sebagainya.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang penulis uraikan di atas, penulis
menyampaikan beberapa saran sebagai berikut: Hendaknya
pendidikan
yang berlandaskan Islam sudah semestinya kita lakukan dalam
kehidupan
-
44
sehari-hari kita. Terutama bagi seorang guru, mengajarkan untuk
bertakwa
kepada Allah semata dan bersilaturrahim baiknya tidak hanya
sekedar
pembelajaran di kelas semata, namun juga harus ada keteladanan
yang
nyata.
Akhirnya penulis hanya merasa beruntung telah menyelesaikan
tulisan ini, tentu masih banyak kekurangan dan kelemahan.
Semoga
skripsi ini dapat menambah bahan diskusi untuk kajian
selanjutnya.
-
45
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2012. Ringkasan Shahih Bukhari
V.
Terjemahan oleh Amir Hamzah Fachrudin. Cet 1. Jakarta:
Pustaka
Azzam.
_______ .2008. Mukhtashar Shahih Abu Daud. Kampungsunnah.
Diakses 11
Maret 2018, dari Yoga Pernama.
Al-Kalām Digital. 2009. Bandung: Diponegoro.
Al-Qur‟an dan Terjemah. 1420 H. Madinah: Mujamma‟.
Bahreisy, Salim dkk. 2010. Terjemah Singkat Tafsir Ibnu Katsir,
Jilid 2.
Surabaya: PT Bina Ilmu
Daradjat, Zakiah dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi
Aksara.
Departemen Agama Republik Indonesia. 2010. Al-Qur‟an dan
Tafsirnya (Edisi
yang Disempurnakan) jilid II.. Jakarta: Lentera Abadi.
Hadi, Sutrisno. 1981. Metode Research. Yogyakarta: Fakultas
Psikologi
Universitas Gadjah Mada.
Hermawan, Acep. 2011. Ulumul Qur‟an Ilmu untuk Memahami
Wahyu.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya Offset.
Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Cet II. Jakarta:
Amzah.
Nurdin, Ali. 2006. Quranic Society: Menelusuri Konsep masyarakat
ideal
dalam Al-Qur‟an. Jakarta: Erlangga.
Yunus, Mahmud. 2010. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT Mahmud
Yunus
Wa Dzurriyyah.
Marimba, Ahmad D.. 1989. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung:
PT
Ma‟arif.
Muslim, Imam Abi Husein. 1992. Tarjamah Shahih Muslim III.
Terjemahan
oleh Adib Bisri Musthofa. Semarang: Asy-Syifa‟.
Nawawi, Imam. 2003. Terjemah Riyadush Shalihin, takhrij Syaikh
M.
Nashiruddin Al Albani jilid 2. Cetakan Duta Ilmu.
-
46
Purwadaminta, W.J.S.. 1999. Kamus Umum bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai
Pustaka.
Qomariah, Nurul, 2014. Mulai Saja dai Hal-Hal Kecil: Ragam
Ibadah Riga
Peumpas Rasa Malas. Jogjakarta: Diva Press.
Setiadi, Elly M. dkk.. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.
Jakarta: Kencana.
Shihab, M. Quraish. 2007. Wawasan Al-Qur‟an. Cet XIX. Bandung:
Mizan
Pustaka.
_______. 2008. Sejarah dan Ulum Al-Qur‟an. Jakarta: Pusataka
Firdaus.
_______. 2012. Al-Lubab (Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surat
Al-
Qur‟an). Tangerang: Lentera Hati.
_______. 2016. Yang Hilang dari Kita Akhlak. Tangerang: Lentera
Hati.
Sudira, Putu. 2009. Studi Mandiri Grounded Theory.
Yogyakarta.
Suyanto, Agus. 1983. Psikologi Umum. Jakarta : Aksara Baru.
Syadzaly, Ahmad. 1997. Ulumul Qur‟an. Bandung: Pustaka
Setia.
Tim Penyusun Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. 2008.
Kamus
Bahasa Indonesia. Jakarta.
Tim Penyusun Studi Islam IAIN Sunan Ampel. 2005. Pengantar Studi
Islam.
Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press.
Ulwan, Abdullah Nashih. 1997.. Tarbiyatul Aulad Fi al-Islam.
Arab Saudi:
Darus Salam.
Undang-Undang Sisdiknas UU RI No.20 Th. 2003. 2009. Jakarta:
Sinar
Grafika.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Pengantar Ulumul Qur‟an. Surabaya: Karya
Abditama.
Hadis web. Kumpulan dan Referensi Belajar Hadits. http:/
/opi.110mp.com/
-
47
PEDOMAN TRANSLITERASI
Arab ke Latin
Arab Latin Arab