Top Banner
Collaborave research project 'Enhancing community-based commercial forestry in Indonesia' (ACIAR/FST/2015/040) let in many actors as key respondents. Among them are farmers and private sector. For more understanding on the farmers and the private sector, here the case studies. Farmer's profile: Asemsudin, farmer and environmentalist from Bulukumba, South Sulawesi Asemsudin (called as “Asem”, aged 44 years) is the head of a forest farmer group (FFG) (Kelompok Tani Penghijauan, KTP) 'Bukit Sampaga'. His wife, ibu Rosna, is also acvely involved in the women's FFG 'Mela'. They have three children and live in the village of Malleleng, in the district of Bulukumba, South Sulawesi Province. They manage three types of land: wetland for paddy, Proyek kerjasama penelian 'Enhancing community-based commercial forestry in Indonesia' (ACIAR FST/2015/040) melibatkan berbagai aktor sebagai narasumber utama. Beberapa di antaranya adalah petani dan pengusaha kayu. Secara khusus, studi kasus tentang pengalaman petani dan pengusaha kayu dituangkan dalam tulisan berikut. Profil petani: Asemsudin, petani dan pejuang lingkungan dari Bulukumba, Sulawesi Selatan Asemsudin (dipanggil pak “Asem”, 44 tahun) adalah ketua kelompok tani hutan rakyat (Kelompok Tani Penghijauan, KTP) 'Bukit S ampaga'. Istrinya, ibu Rosna, juga akf dalam kelompok wanita tani 'Mela'. Mereka memiliki ga orang anak dan nggal di Desa Malleleng, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Dahulu sumber penghasilan keluarga Asem hanya dari padi sawah. ACIAR Project No. FST/2015/040 Enhancing Community-Based Commercial Forestry in Indonesia BRIEF Info No. 3 2017 THE FIELDS AND THE FOREST Beberapa Cerita dari Lapangan Forestry and Environment Research Development and Innovation Agency Ministry of Environment and Forestry STORIES FROM 1 Phone: 0251 8633944, Fax: 0251 8634924 Email: [email protected] Website: enhancing-cbcf.puspijak.org CBCF Indonesia CBCF Indonesia CBCF Indonesia CBCF Indonesia
4

nggi - simlit.puspijak.orgsimlit.puspijak.org/files/other/Infobrief_No__3_Tahun_2017.pdfadalah petani dan pengusaha kayu. ... commendaon from the Governor of South Sulawesi for greening

May 07, 2019

Download

Documents

doandang
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: nggi - simlit.puspijak.orgsimlit.puspijak.org/files/other/Infobrief_No__3_Tahun_2017.pdfadalah petani dan pengusaha kayu. ... commendaon from the Governor of South Sulawesi for greening

Collabora�ve research project 'Enhancing community-based commercial forestry in Indonesia' (ACIAR/FST/2015/040) let in many actors as key respondents. Among them are fa r m e rs a n d p r i vate s e c to r. Fo r m o re understanding on the farmers and the private sector, here the case studies.

Farmer's profile: Asemsudin, farmer and environmentalist from Bulukumba, South Sulawesi Asemsudin (called as “Asem”, aged 44 years) is the head of a forest farmer group (FFG) (Kelompok Tani Penghijauan, KTP) 'Bukit Sampaga'. His wife, ibu Ros�na, is also ac�vely involved in the women's FFG 'Mela�'. They have three children and live in the village of Malleleng, in the district of Bulukumba, South Sulawesi Province. They manage three types of land: wetland for paddy,

Proyek kerjasama peneli�an 'Enhancing community-based commercial forestry in Indonesia' (ACIAR FST/2015/040) melibatkan berbagai aktor sebagai narasumber utama. Beberapa di antaranya adalah petani dan pengusaha kayu. Secara khusus, studi kasus tentang pengalaman petani dan pengusaha kayu dituangkan dalam tulisan berikut.

Profil petani: Asemsudin, petani dan pejuang lingkungan dari Bulukumba, Sulawesi Selatan Asemsudin (dipanggil pak “Asem”, 44 tahun) adalah ketua kelompok tani hutan rakyat (Kelompok Tani Penghijauan, KTP) 'Bukit Sampaga'. Istrinya, ibu Ros�na, juga ak�f dalamkelompok wanita tani 'Mela�'. Mereka memiliki �ga orang anak dan �nggal di Desa Malleleng, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. Dahulu sumber penghasilan keluarga Asem hanya dari padi sawah.

ACIAR Project No. FST/2015/040Enhancing Community-Based Commercial Forestry in Indonesia

BRIEFInfoNo. 3 2017

THE FIELDS AND THE FORESTBeberapa Cerita dari Lapangan

Forestry and Environment Research Development and Innovation AgencyMinistry of Environment and Forestry

STORIES FROM

1

Phone: 0251 8633944, Fax: 0251 8634924

Email: [email protected]

Website: enhancing-cbcf.puspijak.org

CBCF Indonesia

CBCF Indonesia

CBCF Indonesia

CBCF Indonesia

Page 2: nggi - simlit.puspijak.orgsimlit.puspijak.org/files/other/Infobrief_No__3_Tahun_2017.pdfadalah petani dan pengusaha kayu. ... commendaon from the Governor of South Sulawesi for greening

he inherited a deep respect for nature as an important value preserved by the tribe. The tribe has a tradi�on called 'Passala' that disallows the cu�ng of trees in the customary forest for personal interests. The FFG KTP Bukit Sampaga was established in 1998 with pak Asem as one of the pioneers. The main ac�vity of the FFG has been the restora�on of Bukit Sampaga. In that �me, Bukit Sampaga was largely barren and rocky hills in the Bunja hamlet, providing a limited water supply for the community. “As �me goes by, Bunja hamlet has become green and water springs up,” said pak Asem. He says one way to conserve water is by growing trees, with the belief that when area is green from so many trees then it will lead to falling rains. Nowadays, with 67 members, the FFG's ini�a�ves have expanded to include forestry, agriculture, livestock and other ac�vi�es related to suppor�ng the livelihoods of the local farmers. Besides being a farmer and the head of the FFG, pak Asem also has a posi�on as a village officer in the BPD (village authority) and a guardian of the school. He o�en represents the hamlet in mee�ngs at the village, sub-district and district levels. In 2006, represen�ng his FFG, he received a commenda�on from the Governor of South Sulawesi for greening the environment. He also facilitates marke�ng �mber and other commodi�es by connec�ng farmers to buyers. In this CBCF project, he is an important link for the researchers to be able to work closely with the farmers in Bunja. He iden�fied several benefits for local farmers from the project. For example, from the Master TreeGrower (MTG) training, farmers obtained a deeper understanding of how to make commercial forestry a be�er fit into their farming systems. In the past, farmers only grew trees by following the advice of the staff from the Forestry Office at Bulukumba, and used the �mber for themselves. Nowadays, farmers are much more aware of the many benefits (economic and non-economics) from growing trees, and how they can improve the quality of their trees for �mber. Some farmers have also got a significant benefit by being able to measure a tree's volume prior to selling. “This ability is important for farmers so they can have a good bargaining posi�on in selling trees”, said pak Asem. When the community forest is well managed, farmers can rely on selling trees for addi�onal income.***

Suku Kajang terkenal sangat memperha�an alam lingkungan. Nilai adat ini juga mengakar kuat dalam diri Asem dan masyarakat di kampungnya sehingga hutan rakyat turut terbangun dengan baik. Ada satu tradisi masyarakat adalah 'Passala' yakni larangan menebang pohon di hutan adat untuk kepen�ngan pribadi. Pak Asem merupakan pemrakarsa pendirian KTP Bukit Sampaga dengan fokus kegiatan awalnya menghijaukan Bukit Sampaga. Bukit Sampaga merupakan kawasan perbukitan di Dusun Bunja yang saat itu tandus dan berbatu yang mengakibatkan penduduk kesulitan mendapatkan air bersih. “Lambat laun Dusun Bunja berubah menjadi lingkungan yang hijau, sumber air yang sebelumnya terbatas kini sudah banyak tersedia,” tutur Asem. Ia menambahkan bahwa menanam pohon merupakan salah satu cara untuk mengkonservasi air dan menarik hujan lebih sering turun. Saat ini KPT Bukit Sampaga beranggotakan 67 orang dan telah memperluas kegiatannya pada bidang kehutanan, pertanian, peternakan, dan lain-lain terkait dengan penghidupan petani hutan rakyat. Selain menjadi petani dan ketua kelompok tani, pak Asem juga merupakan pengurus desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa, dan penjaga sekolah. Ia seringkali mewakili dusun dalam berbagai pertemuan �ngkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Ia pernah mewakili kelompok taninya menerima penghargaan dari Gubernur Sulawesi Selatan pada tahun 2006. Pak Asem juga �dak segan memfasilitasi pemasaran kayu dan komoditas lain dengan mempertemukan petani dengan pihak pembeli. Terkait dengan peneli�an CBCF, Asem merupakan penyambung antara peneli� dengan warga di Dusun Bunja. Pak Asem merasakan berbagai manfaat dari adanya proyek ini antara lain dari kegiatan pela�han Master TreeGrower (MTG) di mana petani mendapatkan banyak pengetahuan berharga terkait dengan pengelolaan hutan rakyat. Pada awalnya petani hanya menanam pohon karena anjuran dan fasilitasi dari Dinas Kehutanan Kabupaten Bulukumba dan menggunakan sendiri hasil kayunya. Namun melalui pela�han tersebut petani menjadi paham tujuan dan manfaat pen�ng keberadaan pohon. Dengan mengetahui nilai komersial dari pohon yang dimiliki, mereka menjadi paham bahwa pohon ternyata perlu dipelihara dan dirawat untuk menghasilkan kualitas kayu yang baik. Beberapa petani juga mendapatkan peningkatan signifikan dalam kemampuan menaksir volume pohon. “Kemampuan ini sangat pen�ng dimiliki petani agar mereka memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam penjualan kayu,” kata Asem. Ke�ka petani mampu mengelola hutan rakyat dengan baik maka mereka dapat mengharapkan hasil yang lebih menguntungkan dari penjualan kayu.***

dryland as an agroforestry system, and a homegarden for vegetables, spices, fruits and keeping livestock (chickens). In the past, the family's livelihood depended totally on the paddyfield as the source of income. But in recent years, their livelihood has been supported by income from community forestry and raising chickens. In the community forest, they grow trees as a long-term source of income, and cacao and some fruits as a mid-term source of income. They use manure from the chickens as fer�lizer to reduce the use of chemical fer�lizer. Pak Asem grew up in the area of the Kajang Luar tribe. As part of Kajang tribe (divided to Kajang Dalam and Kajang Luar),

Namun sekarang mereka juga mengelola lahan keringnya menjadi hutan rakyat dengan sistem tumpang sari atau kebun campur dengan jenis tanaman kayu, coklat, dan buah-buahan. Hasil kayu menjadi sumber penghasilan jangka panjang, sedangkan coklat dan buah-buahan dapat menghasilkan dalam jangka menengah. Pekarangan rumah ditanami sayur-sayuran, bumbu dan rempah, buah-buahan, dan memelihara ayam yang dapat digunakan sebagai tambahan penghasilan sehari-hari. Kotoran ayam dimanfaatkan sebagai pupuk untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia. Pak Asem dibesarkan di lingkungan masyarakat suku Kajang Luar (Suku Kajang terbagai menjadi Kajang Dalam dan Kajang Luar).

Fig. 2 Pak Asem (holding an MTG sign) took a part in the MTG training in Malleleng village, BulukumbaGbr. 2 Pak Asem (memegang tanda MTG) mengiku� pela�han MTG di Desa Malleleng, Bulukumba

Fig. 1 Pak Asem (in grey shirt standing in the middle) with members of the FFG and the project's researchers, with Bukit Sampaga in the background.

Gbr. 1 Pak Asem (berkaos hitam berdiri di tengah) dengan anggota kelompok tani dan para peneli�, dengan Bukit Sampaga sebagai latar belakang

2

Page 3: nggi - simlit.puspijak.orgsimlit.puspijak.org/files/other/Infobrief_No__3_Tahun_2017.pdfadalah petani dan pengusaha kayu. ... commendaon from the Governor of South Sulawesi for greening

Petani Pa�: Sengon untuk membiayai anak hingga perguruan �nggi

Pengetahuan tentang nilai komersial dari sengon telah menyebar

luas di Pa�, Jawa Tengah. Jenis cepat tumbuh ini diperkenalkan melalui

program pengijauan sekitar tahun 1980an. Meskipun awalnya kayu ini

�dak memiliki nilai ekonomis karena ke�adaan pasar, namun saat ini

sengon sudah menjadi jenis pilihan untuk di tanam di lahan hutan rakyat.

Petani bahkan bersedia membayar lebih untuk mendapatkan bibit unggul.

Sekitar awal 2000-an, sengon dari hutan rakyat telah menjadi penyumbang

bahan baku utama untuk industri pengolahan kayu.

Hasil penjualan sengon di Pa� menjadi sumber penghasilan yang signifikan bagi petani. Karena baru dipanen di masa depan maka sebagian petani menanam sengon untuk tujuan membiayai

Pa�'s farmers: Growing sengon to reach a higher educa�on

The commercial value of the fast-growing species of sengon

(Paraserianthes falcataria) has been expanding rapidly in Pa�, Central Java

Province. Introduced since the 1980s through a 'greening' program funded

by the government, the commercial value of sengon was unknown as there

was no market for the �mber. But more recently, sengon has become a

favorite fast-growing species among the farmers in Pa�. There is no longer

the need to encourage or subsidize farmers to grow sengon on their land,

they willingly grow it themselves and even pay extra for good seedlings. In

the early 2000s, sengon from Java's community forest become an

important source of �mber for processing industry.

In Pa�, sengon is a significant source of income for farmers. Since growing trees is rela�vely long-term enterprise,many farmers plant trees to fund the future costs of educa�on for their children. Pak Sukatam (aged 58 years) and pak Sunoko (aged 49 years) are two examples of farmers in Pa� who achieved their goal of funding their children's university educa�on with money received from growing sengon.

Pak Sukatam lives in the village of

Giling, in Pa�, Central Java Province. He

con�nues to manage his 1.6 ha area of forest

largely by himself. He grows sengon with clove

and cassava as the understorey crops. He is

ac�vely involved in two FFGs, Wana Tani Mulyo

sekolah anak-anaknya. Pak Sukatam (58 tahun) dari Desa Giling dan pak Sunoko (49 tahun) dari Desa Payak merupakan contoh petani Pa� yang menggunakan pendapatan dari sengon untuk membiayai pendidikan anak-anaknya hingga perguruan �nggi. Pak Sukatam �nggal di Desa Giling,

Kabupaten Pa�, Provinsi Jawa Tengah. Lahan

hutan rakyatnya yang seluas 1,6 ha ditanami

sengon dan cengkeh serta ketela pohon sebagai

tanaman bawah. Pak Sukatam juga ak�f dalam

kelompok tani bahkan menjadi anggota dan

pengurus sekaligus di dua kelompok tani yaitu

Fig. 3 Pak Sukatam (holding 'gauge') sharing ideas with par�cipants of MTG training in Pa�

Gbr. 3 Pak Sukatam (memegang 'gauge') berdiskusi dengan peserta pela�han MTG, Pa�

and Sumber Mulyo. The Sumber Mulyo FFG has been collabora�ng with

Trees4Trees in sustainable forest management over many years, and has

recently received support from the CBCF project for research and training.

From the project's training ac�vi�es, pak Sukatam has obtained skills about

how to measure the volume of �mber in trees, and knowledge about how

to prepare a harves�ng plan and different op�ons for accessing markets. He

willingly shares his skills and knowledge with other farmers. Pak Sukatam

says “We received new informa�on and knowledge from every mee�ng. It

is important that we par�cipate in such mee�ngs so that as farmers we can

do forestry be�er and receive the benefits from market”.

Meanwhile, in the next village, pak Sunoko also works as a farmer.

Pak Sunoko has chosen a different career path to that of most youths in his

village, who choose to work in ci�es or be migrant worker abroad. Pak

Sunoko chose to become a farmer and stay in the village of Payak, in Pa�,

Central Java Province. Although it has not been easy to raise his family in the

village as a smallholder, he is sa�sfied with his decision to stay living in his

Wana Tani Mulyo dan Sumber Mulyo. Kelompok Tani Sumber Mulyo

bekerja sama dengan Trees4Trees dalam pengelolaan hutan lestari dan

kemudian mendapat dukungan dari proyek CBCF dalam pengembangan

peneli�an dan pela�han. Dari pela�han yang diiku�nya, pak Sukatam

memperoleh kemampuan terkait pengukuran volume kayu, perencanaan

panen, dan pengetahuan tentang akses pasar. Dia �dak segan berbagi ilmu

yang dimiliki dengan petani lain. Dia memandang bahwa petani masih

perlu mendapatkan pendampingan dan pela�han. “Ada tambahan ilmu

atau informasi pengetahuan se�ap ada pertemuan. Hal tersebut mampu

membuat petani lebih baik lagi dalam hal pengelolaan hutan dan

pemasaran,” demikian ungkap pak Sukatam.

Sementara itu di lokasi yang �dak terlalu jauh, pak Sunoko juga

berprofesi sebagai petani sengon. Meskipun �dak mudah menghidupi

keluarga di desa tersebut, pak Sunoko memutuskan untuk tetap �nggal di

kampungnya di Desa Payak, Kabupaten Pa�, Provinsi Jawa Tengah

dibandingkan dengan merantau ke kota-kota besar atau menjadi TKI ke luar

village. Over the years, pak Sunoko has grown

vegetables in home garden and built a small food stall

to supplement his family income. For medium- and

long-term needs, the family relies on income from their

forest. Pak Sunoko grows sengon intercropped with

other agricultural crops on their 2 ha of land. His ac�ve

par�cipa�on in various community ac�vi�es,

especially in the development of sengon community

forest, led him to be selected as the head of Alam

Lestari FFG. The FFG receives assistance from

Trees4Trees to prepare harves�ng plans, measurement

of �mber volume, and the best ways to access markets.

However, pak Sunoko reported that farmers s�ll need

assistance to understand the best ways to reduce pest

and disease risk for sengon. “So far we have not found

an effec�ve and environmental friendly way to handle

pest and diseases affec�ng sengon,” stated pak

Sunoko.***

negeri seper� kebanyakan pemuda di desanya. Pak

Sunoko menanam sayur-mayur dan membuka warung

makan kecil untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,

sedangkan untuk kebutuhan jangka menengah dan

panjang ia menanam sengon secara tumpang sari di

lahan seluas 2 ha miliknya. Keak�fan pak Sunoko dalam

berbagai kegiatan kemasyarakatan khususnya

pembangunan hutan rakyat sengon menyebabkan ia

dipilih menjadi ketua Kelompok Tani Alam Lestari.

Kelompok tersebut mendapat pendampingan dari

Trees4Trees dan dukungan proyek CBCF dalam

perencanaan panen, penaksiran volume produksi, dan

akses pasar. Hal-hal yang dianggapnya masih menjadi

perha�an dan perlu pendampingan lanjutan adalah

terkait penanganan hama penyakit tanaman sengon.

“Selama ini belum ditemukan cara yang efek�f

sekaligus aman secara lingkungan untuk menangani

hama sengon,” ungkap pak Sunoko.***

Fig. 4 Pak Sunoko with his pruned 3 year old sengon, Pa�

Gbr. 4 Pak Sunoko dengan sengonnya berumur 3 tahun dan baru saja dipangkas, Pa�

3

Page 4: nggi - simlit.puspijak.orgsimlit.puspijak.org/files/other/Infobrief_No__3_Tahun_2017.pdfadalah petani dan pengusaha kayu. ... commendaon from the Governor of South Sulawesi for greening

Ika Sulistyowa�: Suka duka bisnis kayu di Pa�

Kembang Sengon adalah penggergajian kayu yang dirin�s dari bawah oleh pak Rawi, seorang pedagang kayu, dan ibu Ika Sulistyowa�, istrinya. Sebagai pedagang, pak Rawi membeli kayu dari petani,

Ika Sulistyowa�: Ups and downs in �mber business in Pa�

Kembang Sengon is a sawn �mber business pioneered from the beginning by pak Rawi, a �mber trader, and his wife Ika Sulistyowa�. As a trader, pak Rawi bought �mber trees from farmers, fell and cut them into logs then sold the logs to sawmill in other districts, where the logs were

arrangement is actually not as complicated as previously though. “People think that following the licensing arrangements is difficult because they do not know and do not want to learn about it,” stated ibu Ika. Their sawnmill business, named as UD. Kembang Sengon, received its license in early 2012 with Ika Sulistyowa� as the registered owner. The business had an original produc�on capacity of about 2,000 m3/year of sengon and other mixed wood species. The increasing demand for �mber and the abundant supply of �mber from community forests encouraged UD. Kembang Sengon to increase its produc�on capacity to 6,000 m3/year in late 2013. Since that �me, UD. Kembang Sengon has steadily capacity for markets in Semarang, Magelang, Solo and Surabaya. The government recent effort to replace the requirements for all sales of �mber to have a 'cer�ficate of origin' (SKAU) with a 'conformity' document (DKP) has reduced the complexity and �me required for farmers to comply with regula�ons. The DKP allows farmers to write their own le�er to verify the origin of the trees, with a�ached copies of personal and land iden�fica�on (KTP and SPPT). The simplified requirements also enable sawnmills to prepare their own 'transport note' to allow sawn �mber to be delivered to further processors or manufacturers. The reform of this policy has reduced the transac�on costs in all stages of the �mber value-chain, thereby encouraging more farmers and small- and medium-sized enterprises to become involved in the commercial forestry sector. Despite Indonesia's buoyant economy, the �mber trade fluctuates in terms of demand, prices and structure. For example, any changes in demand in interna�onal markets can influence the demand for sawn �mber for rela�vely small operators like UD. Kembang Sengon. Also, some of the larger processors and manufacturers have started their own sawnmills to convert logs into sawn �mber, the market space currently occupied by UD. Kembang Sengon. Ibu Ika says “It is a difficult market at the moment, as the price of sawn �mber has dropped about IDR 200,000/m3 since last year. We were selling sawn �mber at IDR 850,000/m3 but now can only sell it at IDR 650,000/m3”.

dan kebutuhan memiliki ijin usaha. Ibu Ika kemudian berkonsultasi dengan instansi kehutanan dan perijinan terkait, mempelajari ketentuan yang berlaku, surat-surat yang diperlukan, dan proses yang harus dilewa� untuk mendapatkan ijin. Meskipun sedikit repot ternyata urusan perijinan sebenarnya �daklah rumit seper� yang diperkirakan sebelumnya. “Orang menganggap mengurus ijin itu susah karena belum tahu dan malas belajar,” kata ibu Ika. Ijin diperoleh pada awal 2012 untuk usaha penggergajian yang diberi nama UD. Kembang Sengon di mana Ika Sulistyowa� tercatat sebagai pemiliknya. Penggergajian tersebut berkapasitas 2.000 m3/tahun untuk mengolah kayu sengon dan rimba campuran. Meningkatnya volume permintaan kayu dan berlimpahnya suplai kayu rakyat mendorong UD. Kembang Sengon menambah kapasitas produksinya pada akhir 2013 menjadi 6.000 m3/tahun. Kapasitas produksi tersebut dipertahankan hingga kini untuk memproduksi kayu gergajian dengan tujuan pasar di Semarang, Magelang, Solo, dan Surabaya. Kebijakan pemerintah untuk menghapus Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) dan menggan�nya dengan Dokumen Kesesuaian Pemasok (DKP) bagi kayu rakyat semakin mempermudah bisnis kayu termasuk juga bagi petani. DKP memungkinkan petani cukup membuat surat sendiri untuk menjual kayunya dilampiri fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atas lahannya. Setelah log diolah menjadi balken, penggergajian cukup menerbitkan Nota Angkutan sebagai iden�tas pengiriman kayu gergajian ke industri lanjutan. Kebijakan ini berdampak pada berkurangnya biaya transaksi sehingga mendorong lebih banyak petani dan usaha kecil-menengah untuk terjun di sektor kehutanan komersial. Meskipun perekonomian Indonesia tengah meningkat, namun perdagangan kayu berfluktuasi termasuk dalam permintaan, harga, dan struktur usahanya. Sebagai contoh, se�ap perubahan permintaann di �ngkat internasional dapat memperngaruhi permintaan kayu gergajian bahkan di �ngkat usaha kecil seper� UD. Kembang Sengon. Hal lain yang terjadi adalah beberapa industri lanjutan saat ini langsung membeli log dan

processed into sawn �mber. From his trading experiences, pak Rawi and ibu Ika no�ced an opportunity for star�ng a sawnmill in their village of Payak, in Pa�, Central Java Province. Ibu Ika has responsibility for managing the sawnmill, while pak Rawi con�nues to focus on his role as �mber trader to supply the sawnmill. Just like other sawnmills in their surrounding district, pak Rawi and ibu Ika's sawnmill did not have legal permit at the beginning. As �me went by, they realized this necessity and so ibu Ika made enquiries with forestry and licensing agencies, learning relevant policies and required process, and preparing the documents for a permit. Although a li�le troublesome it turned out that licensing

menebang dan memotongnya menjadi log kemudian mengirimnya ke penggergajian di kabupaten lain yang akan mengolah lebih lanjut menjadi kayu gergajian. Pengalaman berdagang kayu dan jaringan kerja yang luas membuka mata pak Rawi dan ibu Ika tentang peluang memiliki pengergajian kayu sendiri di desanya, Desa Payak, Kabupaten Pa�, Provinsi Jawa Tengah. Ibu Ika bertanggung jawab untuk mengurus penggergajian, sedangkan pak Rawi tetap sebagai pedagang kayu untuk memasok penggergajiannya sendiri. Sebagaimana banyak penggergajian di sekitarnya, penggergajian milik Rawi dan Ika pada awalnya �dak memiliki ijin usaha. Seiring berjalannya waktu mereka sadar akan keharusan

Fig. 5 Ibu Ika explaining her business to par�cipants of the MTG training course, Pa�

Gbr. 5 Ibu Ika menjelaskan usaha penggergajiannya kepada peserta pela�han MTG, Pa�

Although the sawn �mber price for UD. Kembang Sengon's product has decreased considerably, there has been li�le drop in the prices paid to farmers for logs. Ibu Ika reported that the log price has only dropped about IDR 20,000/m3 as there is s�ll strong compe��on from buyers to access logs and farmers are also tending to hold on to their trees for longer �me if they do not get an agreed price with traders. As such, ibu Ika con�nues to look for ways to make her sawnmill business efficient and produc�ve so that it remains profitable.***

menggergajinya sendiri sehingga �dak lagi menerima setoran balken. “Sekarang pasar sedang susah sekali. Harga balken turun Rp 200.000/m3, dulunya Rp 850.000/m3 sekarang menjadi Rp 650.000/m3,” demikian keluh ibu Ika. Meskipun harga jual kayu gergajian sangat menurun, namun UD. Kembang Sengon �dak bisa terlalu banyak menurunkan harga beli log. Ibu Ika menyatakan kalau harga pembelian log hanya turun Rp 20.000/m3 mengingat persaingan untuk mendapatkan bahan baku log dan petani juga mulai menahan untuk �dak menjual kayu bila �dak terjadi kesepakatan harga dengan pedagang. Dengan kondisi tersebut yang dapat diupayakan ibu Ika adalah efisiensi produksi dan mengurangi keuntungan agar usahanya tetap berjalan.***

Fig. 6 Pak Rawi (in black shirt) and ibu Ika (in pink veil) explaining their business ac�vi�es to an interna�onal research team, Pa�

Gbr. 6 Pak Rawi (berkaos hitan) dan ibu Ika (berjilbab pink) menjelaskan usaha penggergajian mereka kepada �m peneli� internasional, Pa�

4