ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA SKRIPSI Oleh: MONITA KRIDHA PUSPITA NIM. 135080100111047 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017 HUBUNGAN TERAPI ANTIHEPATITIS B DENGAN NILAI ALT DAN JUMLAH DNA HBV PADA PASIEN HEPATITIS B DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD Dr. SAIFUL ANWAR KOTA MALANG TUGAS AKHIR Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi Oleh : Deti Noviana Putri NIM 135070507111004 PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017
78
Embed
New Anadara granosa ) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA …repository.ub.ac.id/7958/1/Putri, Deti Noviana.pdf · 2020. 7. 15. · hubungan terapi antihepatitis b dengan nilai alt dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
HUBUNGAN TERAPI ANTIHEPATITIS B DENGAN NILAI ALT DAN
JUMLAH DNA HBV PADA PASIEN HEPATITIS B DI POLI PENYAKIT
DALAM RSUD Dr. SAIFUL ANWAR KOTA MALANG
TUGAS AKHIR
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi
Oleh :
Deti Noviana Putri
NIM 135070507111004
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
DAFTAR ISI
Halaman Judul ......................................................................................... i
Halaman Pengesahan ............................................................................. ii
Pernyataan Keaslian Tulisan ................................................................. iii
Kata Pengantar ........................................................................................ iv
Abstrak ..................................................................................................... vi
Abstract .................................................................................................... vii
Daftar Isi ................................................................................................... viii
Daftar Gambar ......................................................................................... xii
Daftar Tabel.............................................................................................. xiii
Daftar Singkatan ...................................................................................... xiv
Daftar Lampiran ....................................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
CD8+ dibatasi oleh sel T sitotoksik yang penting dalam patogenesis kerusakan sel
hepar dan nekrosis sel dapat dimediasi oleh limfosit T sitotoksik atau cytotoxic T
lymphocytes (CTLs) yang mengenali antigen virus pada permukaan sel yang
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
12
terinfeksi pada kelas HLA. Limfosit T bisa sitotoksik dan menghancurkan sel yang
terinfeksi dengan menginduksi apoptosis melalui pelepasan perforin, granzim, dan
sekresi sitokin seperti TNF-α dan interferon gamma. Tiga mekanisme yang
berbeda, yaitu Fas, TNF-α dan/atau perforin sel lisis yang berperan dalam
kematian hepatosit selama inflamasi liver. Fas memediasi kematian merupakan
proses yang cepat, tidak membutuhkan RNA atau sintesis protein. Ekspresi Fas
(CD 95), merupakan mediator apoptosis yang diperlukan untuk menginduksi
kematian hepatosit. TNF memediasi apoptosis dengan menginduksi membran
yang terikat dan TNF-α larut, sedangkan mekanisme perforin mungkin
berkontribusi pada lisis antigen, resistensi sel Fas dan TNF-α. Adanya respon CTL
dapat mengendalikan infeksi virus, maka bisa menyebabkan inflamasi sel menjadi
kronis dan pada jangka panjang infeksi virus dapat menyebabkan komplikasi
seperti fibrosis, sirosis, dan karsinoma hepatoseluler (Setiabudi, 2004).
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis HBV berdasarkan data klinik (riwayat lengkap dan fisik) meliputi:
serologi, virologi, dan biokimia, terkadang juga penanda histologi.
A. Penanda Serologi
HbsAg adalah penanda serologi pertama yang muncul setelah
terinfeksi. HbsAg mungkin terdeteksi 1-2 minggu atau paling lambat 11-12
minggu setelah terpapar dan persisten adalah penanda kronis. Jika HbsAg
persisten selama ≥ 6 bulan menunjukkan infeksi HBV kronis. AntiHBs
menunjukkan pemulihan dan/atau kekebalan terhadap HBV. AntiHBS juga
terdeteksi setelah vaksinasi hepatitis B. HbcAb adalah penanda yang
terakhir terdeteksi dan menunjukkan pemulihan, imunitas, atau kondisi
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
13
pasca-vaksin. Terkadang, anti-HBs dan HbsAg keduanya terdeteksi pada
pasien CHB. HBeAg menunjukkan replikasi aktif HBV yang membuat
pasien berisiko tinggi menularkan, namun ketiadaannya tidak dapat
diasumsikan bahwa tidak ada replikasi viral karena HBeAg tidak terdeteksi
pada pasien dengan HBeAg negatif (precore atau promotor inti mutan)
yang terinfeksi HBV. Anti-HBe menunjukkan serokonversi HBeAg,
meskipun juga ditemukan pada pasien dengan precore atau promotor inti
mutan yang terinfeksi HBV. Serokonversi HBeAg (hilangnya HBeAg dan
terdeteksi anti-HBe) umumnya dianggap sebagai titik akhir untuk terapi
HBV pada pasien HBeAg positif karena telah terbukti berhubungan dengan
risiko lebih rendah untuk perkembangan penyakit, meskipun tidak
melindungi terhadap perkembangan selanjutnya seperti HCC (Hall, 2007;
Keeffe et al., 2006).
HBeAg biasanya hilang di awal puncak penyakit klinis, sedangkan
HbsAg dan DNA HBV biasanya bertahan dalam serum selama gejala klinis
dan hilang dengan pemulihan. Antibodi protein HBV muncul dengan pola
yang berbeda selama hepatitis akut. Anti-HBc muncul sesaat sebelum
timbulnya penyakit klinis sedangkan anti-HBe muncul setelah hilangnya
HBeAg dan sering disebut sebagai puncak klinis. Dengan demikian,
hilangnya HBeAg dan terdeteksinya anti-HBe adalah penanda serologi
yang menguntungkan selama fase akut yang mengindikasikan inisiasi
pemulihan (liang, 2009).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
14
B. Penanda Virologi
DNA HBV adalah penanda virologi untuk mengukur jumlah replikasi
virus yang terdeteksi dengan PCR. Institusi Health Workshop on
Management of Hepatitis B merekomendasikan bahwa pengobatan
dipertimbangkan untuk pasien yang terdeteksi DNA HBV oleh tes
nonamplified (yaitu > 105 kopi/mL atau 20.000 IU/mL). Namun, beberapa
pasien yang HBeAg positif dan HBeAg negatif jumlah DNA HBV telah
berfluktuasi menurun menjadi < 105 kopi/mL. Pasien dapat memiliki
penyakit hati lanjut walaupun jumlah DNA HBV secara persisten < 20.000
IU/mL, dengan demikian signifikasi klinis mengenai rendahnya jumlah DNA
HBV tidak pasti dan harus individual (Hall, 2007; Keeffe et al., 2006).
C. Penanda Biokimia
Meningkatnya serum ALT adalah indikator nekroinflamasi. Oleh
karena itu, jumlah ALT normal sering dianggap histologi hepar baik-baik
saja, dan pasien yang terinfeksi HBV dengan jumlah ALT normal secara
persisten umunya memiliki inflamasi ringan saat dilakukan biopsi daripada
pasien yang mengalami peningkatan ALT. Selain itu, pasien dengan jumlah
ALT yang normal cenderung memiliki respon serologi yang rendah untuk
terapi antivirus dan sering tidak dipertimbangkan untuk pengobatan.
Namun, pada pasien dengan nilai ALT normal dan jumlah DNA HBV
meningkat maka mengalami inflamasi dan fibrosis saat dilakukan tes biopsi
(Keeffe et al., 2006). Dalam beberapa minggu, AST dan ALT akan mulai
meningkat dan muncul Jaundice (Liang, 2009). Meningkatnya SGPT/ALT
berhubungan dengan rendahnya nilai albumin dan biasanya menunjukkan
prognosis yang buruk atau kronis (Hall, 2007).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
15
D. Penanda Histologi
Biopsi hati adalah indikator yang lebih sensitif dan indikator yang
akurat pada penyakit liver daripada meningkatnya nilai ALT. Hal ini
berguna untuk menetapkan status histologi hati pada evaluasi awal
sebelum memulai terapi. Namun, biopsi hati tidak selalu digunakan sebagai
diagnosis karena bersifat invasif (Keeffe et al., 2006).
Tabel 2.2 Definisi dan Kriteria Diagnosis Terinfeksi HBV (Keeffe et al., 2006)
Definisi Kriteria Diagnosis
Hepatitis B kronis Penyakit nekroinflamasi kronis pada hepar disebabkan oleh infeksi HBV yang persisten
HBsAg-positif > 6bulan Serum DNA HBV > 20.000 IU/mL Meningkatnya jumlah ALT/AST yang persisten atau intermiten Specimen biopsy hepar menunjukkan hepatitis kronis (nilai nekroinflamasi ≥ 4)
Hepatitis B kronis terbagi menjadi: Hepatitis B kronis HBeAg positif HBeAg-positif, anti-HBe-negatif Hepatitis B kronis HBeAg negatif HBeAg-negatif, anti-HBe-positif
Pembawa HbsAg inaktif Infeksi HBV persisten pada hepar tanpa penyakit nekroinflamasi yang sedang berlangsung
HBsAg-positif > 6 bulan HBeAg-negatif, anti-HBe positif Serum DNA HBV < 20.000 IU/mL Jumlah AST/ALT persisten normal Specimen biopsy hepar menunjukkan tidak ada hepatitis yang signifikan (nilai nekroinflamasi < 4)
Kesembuhan hepatitis B Sebelum terinfeksi HBV tanpa virus lebih lanjut, biokimia, atau histologi dengan kejadian infeksi virus yang aktif
Sebelumnya diketahui riwayat hepatitis B akut atau kronis atau terdapat anti-HBc ± anti-HBs HBsAg-negatif Tidak terdeteksi serum DNA HBV Jumlah ALT normal
2.2 Penatalaksanaan Terapi Hepatitis B
2.2.1 Tujuan Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk membersihkan DNA HBV dan jika
memungkinkan juga membersihkan HBeAg dan HBsAg untuk mencegah
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
16
perkembangan sirosis, gagal hati, dan kanker hati. Pengobatan jangka panjang
sering diperlukan, meskipun beberapa individu sudah mengalami penurunan atau
tidak terdeteksinya jumlah DNA HBV > 6 bulan setelah menghentikan pengobatan
yang digolongkan sebagai sustained virological response (SVR). Pengobatan
perlu dipertimbangkan untuk pasien CHB baik yang HBeAg positif atau HBeAg
negatif dan orang dengan sirosis terlepas dari status HBeAg. Pengobatan tidak
direkomendasikan untuk individu pada fase toleransi imun dimana kerusakan
hepar belum terjadi. Biopsi hati dapat digunakan sebagai pilihan jika sulit untuk
menilai fase infeksi atau tingkat kerusakan hati (Aspinall et al., 2011).
2.2.2 Terapi Farmakologi
Terapi antiviral pada pasien CHB untuk mencegah progresivitas fibrosis
dan perkembangan karsinoma hepatoseluler. Obat untuk terapi CHB meliputi
interferon-alfa (IFN-𝛼) dan analog nukleos(t)ida (NA). NA diklasifikasikan menjadi
nukleotida (lamivudin, telbivudin, emtricitabin, dan entekavir) dan nukleosida
(adefovir dan tenofovir) (Yin and Zhong, 2016).
Mekanisme yang tepat bagaimana interferon berefek pada hepatitis B tidak
diketahui. Interferon bekerja dengan menyerang siklus hidup HBV serta
meningkatkan imunitas sel yang dimediasi. IFN-α menghambat replikasi HBV
dengan menurunkan transkripsi RNA terjadi di cccDNA. Interferon menghasilkan
hipoasetilasi histon ikatan ccc-DNA dan mengaktifkan co-repressor transkriptif
cccDNA. IFN menginduksi ekspresi protein Apobec3G yang berhubungan dengan
aktivasi STAT3. Ekspresi Apobec3G (Apolipoprotein B mRNA-editing enzyme
catalytic polypeptide-like3G) pada pasien hepatitis B lebih rendah jika
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
17
dibandingkan dengan yang tidak terinfeksi hepatitis B. Apobec3G menginduksi
hipermutasi G sampai A virus DNA pada hepatitis B yang mana dengan kuat
menghambat replikasi. Apobec3G juga menghambat siklus hidup HBV melalui
interaksi dengan protein inti HBV. HBsAg yang ditemukan akan dihambat oleh IFN
melalui induksi Apobec3G (Woo et al., 2017). NA diabsorbsi masuk ke dalam
darah dan masuk ke hepatosit, kemudian menjadi aktif dan secara khusus
menghambat kembalinya transkripsi (sintesis rantai DNA dari rantai RNA) pada
proses replikasi HBV (Yatsuji and kumada, 2010).
Berdasarkan panduan “Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV
dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa” Perhimpunan Peneliti Hati
Indonesia (PPHI) merekomendasikan memulai terapi hepatitis B pada infeksi CHB
jika terdapat peningkatan SGOT/SGPT > 2x BAN selama 6 bulan dengan HBeAg
positif atau DNA HBV positif menggunakan antiretroviral yaitu TDF+3TC atau FTC
untuk peningkatan VL HBV dan penurunan perkembangan HBV yang resistensi
obat (Kemenkes RI, 2011).
Tabel 2.3 Panduan Lini Pertama yang Direkomendasikan Pada Orang Dewasa yang Belum Pernah Mendapat Terapi ARV (Kemenkes RI, 2011)
Populasi Target Pilihan yang
direkomendasikan
Catatan
Dewasa dan anak AZT atau TDF + 3TC
(atau FTC) + EFV atau
NVP
Merupakan pilihan
paduan yang sesuai
untuk sebagian besar
pasien. Gunakan FDC
jika tersedia.
Perempuan hamil AZT + 3TC + EFV atau
NVP
Tidak boleh
menggunakan EFV
pada trimester pertama.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
18
TDF bisa merupakan
pilihan.
Ko-infeksi HIV/TB AZT atau TDF + 3TC
(FTC) + EFV
Mulai terapi ARV segera
setelah terapi TB dapat
ditoleransi (antara 2
minggu hingga 8
minggu). Gunakan NVP
atau triple NRTI bila
EFV tidak dapat
digunakan.
Ko-infeksi
HIV/Hepatitis B kronik
aktif
TDF + 3TC (FTC) + EFV
atau NVP
Pertimbangkan
pemeriksaan HbsAg
terutama bila TDF
merupakan paduan lini
pertama. Diperlukan
penggunaan 2 ARV
yang memiliki aktivitas
anti-HBV.
a. Interferon-alfa (IFN-α)
IFN-α bekerja dengan menginduksi antivirus di sel melalui
keterlibatan reseptor di permukaan sel dan mengaktivasi jalur berikutnya
yang mengarah ke peningkatan ekspresi gen intraseluler yang
menyebabkan peningkatan kerusakan virus RNA dan perlindungan
terhadap virus yang luka. IFN-α juga merangsang sel yang dimediasi oleh
respon imun yang menargetkan hepatosit yang terinfeksi mengarah ke
penurunan dalam sel intrahepatik, DNA sirkular kovalen tertutup HBV
(cccDNA) yang bertanggung jawab untuk infeksi HBV persisten. IFN-α
menekan sistem imunoregulator (Perillo, 2009).
Ketika HBeAg positif, DNA HBV positif, nilai ALT menjadi dua kali
lipat atau lebih tinggi dari BAN maka mulai terapi IFN-α. Sebuah meta-
analisis di luar negeri melaporkan terapi IFN-α (4-6 bulan) mentargetkan
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
19
pasien CHB dengan HBeAg positif, dilaporkan bahwa 33% dari pasien
dalam kelompok yang diterapi IFN-α menjadi HBeAg negatif dan 37%
menjadi DNA HBV negatif, sementara pada kelompok kontrol (tidak
diberikan terapi) 12% HBeAg negatif dan 17% DNA HBV negatif. Selain itu,
hasil terapi IFN-α yang dilakukan di rumah sakit pada pasien dengan
HBeAg positif selama 6 bulan terapi setelah selesai pengobatan
menunjukkan respon 20% dimana menjadi HBeAg negatif dan DNA HBV
negatif dan juga mencapai nilai ALT yang normal. Terdapat dua cara yang
dapat meningkatkan efikasi terapi IFN-α yaitu memperpanjang lama waktu
terapi (12 bulan) dan menggunakan pegIFN-α. Pemberian IFN-α di rumah
sakit selama 12 bulan mencapai respon 38% jika dibandingkan dengan
terapi 6 bulan (Yatsuji and kumada, 2010).
Berdasarkan buku pedoman “Panduan Tata Laksana Infeksi
Hepatitis B Kronik” pemberian IFN-α 4,5 mu atau 5 mu seminggu 3x
dengan lama terapi selama 4-6 bulan dapat efektif pada orang oriental
(Asia) tetapi angka keberhasilan sedikit lebih rendah dibanding orang
kaukasia (Eropa). Terdapat bukti baru bahwa pengobatan selama 12 bulan
dapat memperbaiki angka serokonversi HBeAg (PPHI, 2006).
IFN-α diberikan secara injeksi subkutan. Dosis yang dianjurkan
untuk pasien dewasa 5MU per hari atau 10 MU tiga kali seminggu,
sedangkan dosis untuk anak-anak 6 MU/m2 tiga kali seminggu dengan
dosis maksimum 10 MU. Lama terapi yang direkomendasikan untuk pasien
CHB dengan HBeAg positif yaitu 16 sampai 24 minggu. Pasien CHB
dengan HBeAg negatif harus diterapi setidaknya 12 bulan dan satu studi
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
20
menunjukkan bahwa pengobatan 24 bulan dapat meningkatkan respon
secara berkelanjutan (Lok and McMahon, 2007).
Pasien yang mengalami kegagalan terapi ComTNsNt (nukleosida
dan nukleotida) atau resistensi multi-obat, pengganti terapi dengan IFN-𝛼
aman untuk penarikan ComTNsNt. Bagaimanapun, penghentian NA
menyebabkan flare intensif pada waktu jangka pendek dan menyebabkan
gagal hepar. Untuk menurunkan risiko flares setelah penghentian
ComTNsNt pasien menerima IFN-𝛼 dan ComTNsNt pada empat minggu
pertama. Kemudian ComTNsNt dihentikan pada minggu ke empat dan
dilanjutkan monoterapi IFN-𝛼 sampai enam bulan. IFN-𝛼 memiliki
keuntungan dosis dapat disesuaikan. Dosis IFN-𝛼 8 MU seminggu tiga kali
yang 80% telah direkomendasikan oleh pedoman APASL dan AASLD.
Sebelum terapi diganti dengan IFN-𝛼, perlu dilakukan analisis mengenai
parameter biokimia, ultrasound hepar, dan nilai transient elastography (Yin
and Zhong, 2016).
b. PegIFN-α
PegIFN-α2a telah disetujui oleh FDA pada tahun 2005 untuk terapi
hepatitis B. PegIFN-α2a mulai digunakan jika ALT > 2 BAN. PegIFN-α lebih
kuat dari IFN-α yang cenderung menekan aktivitas antivirus. Lama terapi
PegIFN-α yaitu 48 minggu lebih lama daripada IFN-α hanya 16-24 minggu.
Dengan lama terapi pengobatan, menunjukkan bahwa tingkat serokonversi
HBeAg (33%) hampir mirip dengan IFN-α konvensional yang ditentukan
dalam meta analisis (32%). Setelah 3 tahun dilakukan pengecekan
menunjukkan HBeAg negatif dengan jumlah DNA HBV yang lebih rendah,
tingkat tidak terdeteksi DNA HBV hanya 18% (Yuen and Lai, 2011).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
21
Berdasarkan penelitian Yatsuji and kumada (2010), terapi pegIFN-α
selama 48 minggu telah mencapai hasil yang baik dengan tingkat respon
serokonversi HBeAg sebesar 32% dan DNA HBV sebesar 32%.
PegIFN-α2a memiliki mekanisme kerja ganda yaitu sebagai
immunomodulator dan anti-virus. Sebagai immunomodulator, pegylated
interferon a akan mengaktivasi makrofag, sel natural killer (NK) dan limfosit
T sitotoksik serta memodulasi pembentukan antibodi yang akan
meningkatkan respon imun host untuk melawan virus hepatitis B.
Sedangkan aktivitas anti-virus dilakukan dengan menghambat replikasi
virus hepatitis B secara langsung melalui aktivasi endo-ribonuclease,
elevasi protein kinase dan induksi 2’,5’-oligodenilat sintetase. Dosis yang
dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif dan negatif
adalah 180 pg sekali seminggu selama 48 minggu, diinjeksikan secara
subkutan (PPHI, 2006).
Dosis pegIFN-α2a yang dianjurkan adalah 180 mcg setiap minggu
selama 48 minggu. Namun, pada penelitian menunjukkan bahwasannya
terdapat kesamaan tingkat respon antara dosis 90 mcg dan 180 mcg, dan
lama perawatan 24 atau 48 minggu. IFN-α dan pegIFN-α2a memiliki efek
samping yang serupa. Efek samping yang paling umum yaitu diawali
penyakit seperti influenza, demam, menggigil, sakit kepala, malasie,
myalgia, kelelahan, anoreksia, penurunan berat badan, dan rambut rontok.
IFN-α memiliki efek myelosuppressive tetapi signifikan nutropenia (<
1000/mm3) atau trombositopenia (< 50.000/mm3) jarang terjadi kecuali
pada pasien yang mengalami penurunan jumlah sel sebelum terapi (Lok
and McMahon, 2007).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
22
c. Entekavir (ETV)
Entekavir disetujui oleh FDA untuk pengobatan CHB pada tahun
2005. Entekavir merupakan nukleosida subkelompok baru, siklopentana,
memiliki efek sangat kuat mensupresi anti-HBV, mengubah HBeAg positif
sebanyak 67%, dan 90% pasien HBeAg negatif sampai DNA HBV tidak
terdeteksi setelah satu tahun terapi. Sebuah penelitian baru menunjukkan
> 91% pasien DNA HBV tidak terdeteksi (< 12 IU/mL) setelah tiga tahun
terapi entekavir. DNA HBV semakin tidak terdeteksi setelah melanjutkan
entekavir selama lima tahun. Efek poten antivirus berhubungan dengan
cepatnya fosforilasi intraseluler ke derivat aktif trifosfat, seperti
penghambatan sintesis DNA. Resistensi entekavir sangat rendah (hanya
1,2% setelah lima tahun terapi). Tingkat resistensi sudah terkait dengan
penekanan virus yang kuat. Namun, ini bukan obat pilihan untuk pasien
resistensi 3TC. Resistensi entekavir sebesar 51% pada pasien dengan pre-
existing yang dihentikan karena resistensi 3TC setelah lima tahun terapi
entekavir. Pasien resistensi 3TC harus diterapi dengan tenofovir atau
adefovir jika tenfovir tidak tersedia secara luas. Serokonversi HbsAg terjadi
pada 5,1% pasien setelah diterapi entekavir 96 minggu (Yuen and Lai,
2011).
Dosis entekavir untuk pasien naive nukleosida yaitu 0,5 mg PO per
hari dan untuk pasien refraktori atau resisten 3TC adalah 1 mg PO per hari
dengan lama terapi minimal 1 tahun. Dosis harus disesuaikan pada pasien
dengan CrCl < 50 ml/min (Lok and McMahon, 2007). Penelitian Yatsuji and
kumada (2010) di Jepang, dosis entekavir 0,5 mg per hari selama 52
minggu menunjukkan tingkat respon DNA HBV (< 300 kopi/mL) sebesar
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
23
86% pada bulan ke-6 dan 89% pada bulan ke-12. Nilai normal ALT tercapai
sebesar 87% pada bulan ke-6 dan 95% pada bulan ke-12. Resistensi
entekavir relatif tinggi yaitu 53% dalam 4 tahun terapi jika digunakan untuk
pengganti terapi karena resisensi 3TC. Sehingga terapi kombinasi
3TC/adefovir direkomendasikan untuk pengobatan resistensi 3TC.
Entecavir mempunyai daya supresi DNA HBV yang sangat kuat dan belum
menunjukkan adanya tanda resistensi (dalam waktu dua tahun) terutama
pada penderita naif analog nukleosida.
d. Telbivudin (TBV)
Telbivudin (β-L-2′-deoxythymidine) adalah analog β-L nukleosida
timidin untuk mengobati replikasi DNA HBV. Telbivudin mangandung
gugus hidroksil pada posisi 3 di gula β-L-2′-deoksiribosa yang memberi
spesifikasi pada polymerase HBV. TBV terabsorbsi dengan cepat dan
mencapai konsentrasi puncak setelah 2,5 sampai 3 jam pemberian.
Absorbsi TBV tidak terpengaruh oleh makanan sehingga dapat dikonsumsi
dengan atau tanpa makanan. Setelah sampai ke hepatosit secara efisien
terfosforilasi menjadi bentuk aktif 5’-trifosforilasi oleh host seluler kinase.
Waktu paruh aktif obat panjang yaitu > 14 jam, sehingga diberikan sehari
sekali dengan dosis 600 mg. Dieliminasi dengan bentuk tidak berubah
melalui difusi pasif kedalam urine, dengan pembersihan ginjal yang serupa
dengan kreatinin. Oleh karena itu, perlu penyesuaian dosis pada pasien
gagal ginjal. Telbivudin bukan enzim induser atau inhibitor CYP450. Tidak
merubah farmakokinetik pada pasien dengan gangguan ginjal ringan,
sedang hingga berat sehingga tidak perlu memodifikasi dosis yang
dibutuhkan pasien (Osborn M., 2009).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
24
Telbivudin telah disetujui oleh FDA pada tahun 2006. Telbivudin
lebih manjur dibandingkan lamivudin dalam mengurangi jumlah DNA HBV
dengan tambahan 1 log kopi/mL setelah satu tahun terapi. Tingkat DNA
HBV tidak terdeteksi 60% vs 40% untuk HBeAg positif dan 80% vs 71%
untuk HBeAg negatif. Oleh karena itu kemungkinan resistensi telbivudin
lebih rendah dibandingkan lamivudin. Namun, munculnya resistensi virus
telbivudin (25% pada pasien HBeAg positif dan 11% pada pasien HBeAg
negatif setelah dua tahun terapi) masih lebih tinggi dari adefovir dan
entekavir (Yuen and Lai, 2011).
Dosis telbivudin yaitu 600 mg per hari dengan lama terapi minimal
52 minggu. Dosis harus disesuaikan pada pasien dengan CrCl < 50 ml/min
(Lok Lok and McMahon, 2007). Pada pasien hemodialisis diberi dengan
dosis 600 mg setiap 96 jam (4 hari), diberikan setelah dialysis karena jika
waktu dialysis 4 jam menyebabkan penurunan total paparan 23% jika dosis
diberikan sebelum dialisis (Osborn M., 2009). Penelitian Sulaiman et al
(2014), melakukan evaluasi mengenai respon terapi telbivudin pada
minggu ke-24 dan minggu ke-52 di beberapa wilayah di Indonesia. Pasien
dengan HBeAg positif, 9,18% pasien HBeAg hilang pada minggu ke-24 dan
23,33% pada minggu ke-52. Sementara itu, serokonversi terdeteksi 5,10%
pasien pada minggu ke-24 dan 14,14% pada minggu ke-52. Tidak
terdeteksi DNA HBV (PCR negatif) 51,8% pada minggu ke-24 dan 62,7%
pada minggu ke-52. Median tingkat DNA HBV secara signifikan berkurang
dari awal sampai minggu ke-24 dan minggu ke-52 setelah terapi.
Normalisasi aktivitas ALT serum terjadi pada 85 (73,28%) pasien pada
minggu ke-52. Terapi Telbivudin umumnya aman dan dapat ditoleransi
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
25
dengan baik pada pasien Indonesia dewasa dengan hepatitis B kronis.
Pada pengobatan hilangnya HBeAg serokonversi, perubahan tingkat DNA
HBV, dan normalisasi ALT serum ditemukan hasil yang sama dengan studi
sebelumnya.
e. Tenofovir disproxil fumarate (TDF)
Tenofovir telah disetujui FDA sejak tahun 2008 untuk pengobatan
CHB. Menurut penelitian Yuen and Lai (2011), TDF dapat mensupresi DNA
HBV sangat dalam (6 log kopi/ml), besarnya penurunan sangat similiar
dengan efek entekavir dan telbivudin. TDF juga sangat efektif untuk
pengobatan resistensi 3TC bahkan lebih efektif daripada adefovir dan mirip
dengan entekavir yang memiliki risiko resistensi rendah (sampai saat ini,
tidak ada kasus resistensi setelah terapi empat tahun). Oleh karena itu,
agen ini merupakan pemilihan yang ideal untuk pasien dengan resistensi
3TC dan telbivudin, tetapi juga dapat digunakan untuk pasien terapi-naive.
Setelah 96 minggu terapi TDF, hilang HbsAg dan serokonveri HbsAg
sebesar 7% dan 5,6% pada pasien dengan HBeAg negatif, dan sebesar
3,8% dan 1,9% pada pasien HBeAg positif. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa TDF sangat efektif pada pasien yang menggunakan
pengobatan NA dimana 79% dari pasien DNA HBV tidak terdeteksi setelah
rata-rata pengobatan 23 bulan. Toksisitas ginjal dilaporkan pada sebagian
kecil pasien yang terinfeksi HIV tetapi tidak ada toksisitas ginjal yang
dilaporkan pada pasien CHB.
Berdasarkan buku pedoman “Guidelines for the Prevention, Care
and Treatment of Persons With Chronic Hepatitis B Infection” dosis
tenofovir yang direkomendasikan dengan nilai CrCl ≥ 50 mL/min yaitu 300
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
26
mg setiap 24 jam, CrCl 30-49 mL/min yaitu 300 mg setiap 48 jam, CrCl 10-
29 mL/min yaitu 300 mg setiap 72-96 jam, dan CrCl < 10, hemodialisis atau
CAPD yaitu 300 mg setiap 7 hari. Lama terapi TDF minimal selama 1 tahun
(WHO, 2015).
Tenofovir disoproxil fumarate (TDF) merupakan molekuler yang
mirip dengan ADV tetapi dapat diberikan pada dosis lebih tinggi karena
keamanan dan tolerabilitas yang lebih menguntungkan. Jumlah DNA HBV
≥ 4 log10 kopi/mL maka terapi TDF dapat dimulai dengan waktu minimum
enam bulan setelah gagal terapi NA. Pemberian TDF sebagai monoterapi
untuk menekan DNA HBV dibawah 400 kopi/mL pada kebanyakan pasien.
Monoterapi TDF dengan dosis 300 mg per hari efektif dan ditoleransi
dengan baik sebagai pilihan untuk pasien dengan monoinfeksi HBV atau
resistensi genotip dan terapi NA yang gagal karena respon ADV yang
belum sempurna atau resistensi 3TC (Bommel et al., 2010).
f. Lamivudin (3TC)
Lamivudin atau 2’3’-dideoxy, 3’-thiacytidine adalah obat yang dapat
dikombinasikan dengan antiretroviral lain untuk terapi hepatitis B. lamivudin
cepat diabsorbsi dan dapat mencapai konsentrasi serum maksimal antara
1 sampai 1,5 jam, bioavailabilitas 80% dan menunjukkan kinetika linier.
Eliminasi lamivudin terutama melalui ginjal dengan waktu paruh 5 sampai
7 jam. Diikuti dengan pemberian rute oral sampai 70% dari total dosis
diekskresika tidak berubah di urin dan 5–10% akan dimetabolisme ke
hepar menjadi bentuk metabolit trans-sulphoxide yang mana juga akan
dieliminasi di ginal. Gangguan pada ginjal merupakan efek signifikan dari
farmakokinetik lamivudin (Asari et al.,2007).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
27
Mekanisme 3TC yaitu menghambat sintesis DNA. Pada sebuah
studi di negara non Asia menemukan bahwa 30 dari 39 pasien (77%)
dengan serokonversi HBeAG merespon jangka waktu lama setelah di
monitoring pada bulan ke 37 (terapi berkisar 5-46 bulan) dan 8 pasien
(20%) mengalami serokonversi HbsAg. Studi Asia melaporkan respon
yang lebih rendah (50-60%) yang mungkin berhubungan dengan durasi
pengobatan yang lebih singkat (8-9 bulan). Dosis 3TC yang dianjurkan
untuk dewasa dengan fungsi ginjal normal (ClCr > 50 ml/min) dan tidak
koinfeksi HIV yaitu 100 mg oral per hari. Penurunan dosis dianjurkan untuk
pasien dengan gangguan ginjal. Titik akhir terapi untuk pasien HBeAg
positif yaitu terjadi serokonversi HBeAg. Biokimia liver harus dipantau
setiap 3 bulan, jumlah DNA HBV setiap 3-6 bulan, dan dilakukan tes HBeAg
dan anti-HBe pada akhir 1 tahun pengobatan dan setiap 3-6 bulan
setelahnya. Pengobatan dapat dihentikan pada pasien yang telah
mengalami serokonversi HBeAg dan telah menyelesaikan terapi
setidaknya 6 bulan setelah munculnya anti-HBe. Virus kambuh dan
eksaserbasi hepatitis dapat terjadi setelah dihentikan terapi 3TC, termasuk
pasien yang mengalami serokonversi HBeAg dan mungkin tertunda
sampai 1 tahun setelah penghentian terapi. Dengan demikian, semua
pasien harus dimonitoring setelah pengobatan dihentikan (setiap 1-3 bulan
untuk 6 bulan pertama, dan setiap 3-6 bulan setelahnya) (Lok and
McMahon, 2007).
Pada penderita dengan HBeAg positif yang diterapi selama satu
tahun pemberian 3TC dengan dosis 100 mg per hari menghasilkan
serokonversi HBeAg dengan perbandingan nilai ALT sebelum terapi: 64%
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
28
(vs. 14% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT dengan 5x BAN,
26% (vs. 5% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT 2-5x BAN, dan
hanya 5% (vs. 2% sebelum terapi) pada pasien dengan ALT < 2x
BAN (PPHI, 2006).
Pemberian 3TC pada pasien CHB dengan dosis 100 mg per hari
selama 52 minggu terbukti secara signifikan efektif dibandingkan dengan
kelompok kontrol (tidak di terapi) yang menunjukkan 73% dari subjek
mencapai nilai ALT normal, 96% menjadi DNA HBV negatif (< 5,7 log
kopi/mL) dan tingkat serokonversi HBeAg sebesar 16% (Yatsuji and
kumada, 2010).
Pedoman saat ini, menyarankan untuk menambah ADV atau TDF
selama pengobatan 3TC untuk mencegah resistensi 3TC. Namun,
efikasinya tergantung pada jumlah DNA HBV pada saat modifikasi
pengobatan. Pada pasien resistensi 3TC dengan DNA HBV > 106-108
kopi/mL kemungkinan jumlah DNA HBV tidak terdeteksi karena
penambahan ADV dengan dosis rendah (Bommel et al., 2010).
Sekitar 20% pasien yang diobati dengan 3TC mengalami resistensi
3TC setelah terapi satu tahun 70% sampai 80% mengalami resistensi
setelah terapi lima tahun sejak dimulainya pengobatan. Adefovir, entekavir,
dan tenofovir merupakan antivirus yang umum digunakan pada pasien
dengan resistensi 3TC. Pada penelitian ini, dosis lamivudin dari 150 mg
perhari mengalami resistensi satu tahun setelah terapi sebesar 12,5%
pasien dibandingkan dengan 20-24% dengan dosis standar lamivudin.
Resistensi juga tertunda selama 2 dan 3 tahun dengan dosis terapi
lamivudin 150 mg kepada 22,5% dan 37,5% pasien yang jauh lebih sedikit
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
29
dibandingkan dengan dosis standar 3TC 100 mg. Hasil utama penelitian,
bahwa pasien yang menerima dosis tinggi lamivudin memiliki laju resistensi
yang rendah (60%) selama waktu lama terapi rata-rata 60 bulan.
Penekanan replikasi lebih dalam dengan dosis 300 mg sekali sehari. Dosis
tinggi 3TC awal terapi 300 mg selama dua minggu lalu diikuti dengan 100
mg setiap hari, dibandingkan dengan dosis standar memiliki tingkat
resistensi lebih rendah (60% versus 76%) (Wani et al., 2014).
Berdasarkan penelitian Yatsuji and kumada (2010) di Jepang,
setelah 6-9 bulan dipertengahan terapi banyak terjadi kasus resistensi
3TC, DNA HBV mulai proliferasi lagi, dan hepatitis kambuh. Tingkat
resistensi 3TC sebesar 12% pada tahun pertama, 37% pada tahun ketiga,
dan 61% pada tahun kelima. Data penelitian menunjukkan bahwa
resistensi 3TC yang berupa mutasi YMDD angka kejadiannya meningkat
sesuai dengan lama pengobatan. Angka kejadian resistensi 3TC
dilaporkan sekitar 14-32% setiap tahunnya dan suatu laporan menyatakan
bahwa setelah pemakaian 4 tahun 3TC, bahkan telah terjadi hampir 100%
resistensi (Setiawan, 2014).
g. Adefovir (ADV)
Mekanisme Adefovir yaitu menghambat kembalinya transkriptase
dan aktivasi polimerase DNA yang digabungkan ke dalam DNA HBV
menyebabkan terminasi rantai. Resistensi terjadi lebih lambat selama
terapi adefovir dibandingkan dengan 3TC (Lok and McMahon, 2007).
Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan adefovir adalah 10 mg
per hari selama 48 minggu. Efek samping penggunaan adefovir jika
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
30
digunakan dengan dosis tinggi (30 mg/hari) adalah gagal ginjal (PPHI,
2006).
Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa dengan fungsi ginjal
normal (ClCr > 50 ml/min) adalah 10 mg oral per hari. Interval dosis dapat
ditingkatkan pada pasien dengan gagal ginjal. Untuk pasien CHB dengan
HBeAg positif, pengobatan dapat dihentikan jika telah serokonversi HBeAg
dan telah menyelesaikan tambahan 6 bulan konsolidasi pengobatan.
Pengobatan dapat dilanjutkan pada pasien yang belum mencapai
serokonversi HBeAg tetapi jumlah DNA HBV tetap disupresi. Untuk pasien
CHB dengan HBeAg negatif, terapi perlu dilanjutkan (di luar 1 tahun) untuk
mempertahankan respon. Pemantauan SCr setiap 3 bulan diperlukan
untuk pasien dengan kondisi medis yang mempengaruhi insufisiensi ginjal
dan pada semua pasien yang diterapi adefovir selama lebih dari 1 tahun
(Lok and McMahon, 2007).
Berbeda dengan 3TC, tidak ada resistensi adefovir setelah
pengobatan 1 tahun. Data pengamatan resistensi terbaru sejak 4-5 tahun
terapi adefovir menunjukkan munculnya resistensi adefovir pada 3%
pasien pada tahun ke-2, 11% pada tahun ke-3, 18% pada tahun ke-4, dan
29% pada tahun ke-5. Pasien dengan peningkatan jumlah DNA HBV
setelah 48 minggu terapi berisiko tinggi berkembang menjadi resisten.
h. Kombinasi Lamivudin dan IFN-α
NA yang dikombinasikan dengan IFN-α memiliki respon virologi dan
serologi similiar pada terapi minggu ke 24 dan 48. Selain itu, dibandingkan
dengan monoterapi IFN-α, kombinasi IFN-α dengan NA menunjukkan
penekanan virologi dipertahankan lebih baik setelah dihentikan
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
31
pengobatan. Satu meta analisis menunjukkan pada minggu ke-24, IFN-α
dan ADV mengakibatkan penekanan virologi yang lebih baik, sedangkan
terapi kombinasi 3TC mungkin sama atau kurang efektif dibandingkan
monoterapi IFN-α. Kombinasi IFN-α dan ETV menghasilkan respon virologi
yang lebih baik dibandingkan dengan kombinasi yan lain (Zhou et al.,
2016).
Kombinasi terapi IFN-α+3TC dapat mensupresi virus lebih kuat dan
respon lebih lama setelah obat dihentikan dibandingkan dengan
monoterapi 3TC, tetapi tidak ada perbedaan lamanya respon virus jika
dibandingkan dengan monoterapi IFN-α (Lok and McMahon, 2007).
Penelitian ini membandingkan efikasi pegIFN-α2a, 3TC, dan kombinasi
pegIFN-α2a+3TC. Monoterapi pegIFN-α2a atau dikombinasi dengan 3TC
mengakibatkan lamanya tingkat supresi terhadap HBeAg, HbsAg, virologi,
dan respon biokimia antara pasien CHB dengan HBeAg positif
dibandingkan monoterapi 3TC. Tingkat serokonversi HBeAg secara
signifikan lebih tinggi setelah 24 minggu terapi pegIFN-α2a atau kombinasi
(Lau et al., 2005).
i. Kombinasi Lamivudin dan Adefovir
Satu percobaan yang melibatkan 115 pasien secara acak
menerima 3TC+adefovir dan monoterapi 3TC. Pada minggu ke-52 tidak
ada perbedaan dalam supresi DNA HBV, nilai normal ALT atau hilangnya
HBeAg. Pada minggu ke-104 terdapat perbandingan pada kelompok
kombinasi dan monoterapi 3TC, yaitu serum DNA HBV yang tidak
terdeteksi 14% vs 26%, nilai normal ALT 41% vs 47%, dan serokonversi
HBeAg 20% vs 13%. Pada penelitian, kombinasi 3TC dan adefovir pada
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
32
pasien dengan resistensi 3TC memperkirakan tingkat kumulatif resistensi
adefovir menjadi 15% pada minggu ke 192 (Lok and McMahon, 2007).
Kombinasi 3TC+ ADV menyebabkan supresi virus yang efektif dan
mengurangi risiko resistensi genotip. Kombinasi 3TC+ ADV menemukan
ada penurunan DNA HBV yang signifikan pasca terapi 96 minggu. Tidak
ada perbedaan respon virologi, normal ALT dan serokonversi HBeAg pada
minggu ke-48. (Sheng et al., 2011).
Terapi resistensi 3TC yaitu kombinasi 3TC/adefovir dengan dosis
adefovir 10 mg per hari dan lamivudin 100 mg per hari. Hasil di rumah sakit
menemukan 56% menjadi DNA HBV negatif pada 6 bulan, 69% pada 12
bulan, dan 99% pada 24 bulan (Yatsuji and kumada, 2010).
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
Berdasarkan hasil uji T tidak berpasangan, nilai ALT pada bulan ke-
0,6,12,18, 24 dan DNA HBV bulan ke-0 dan ke-18 menunjukkan bahwa nilai p >
0,05. Maka dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan nilai ALT dan DNA HBV
yang bermakna antara terapi lamivudin dan telbivudin.
Tabel 5.11 Analisis Deskriptif Antara 3TC dan TBV dengan ALT
Rujukan Normal*
Rerata ALT (U/L)
3TC N TBV N
Bulan ke-0 0-41 U/L 314,93a 7 157,29b 9 Bulan ke-6 0-41 U/L 18,25 4 22,33 6 Bulan ke-12 0-41 U/L 35,60 5 26,60 5 Bulan ke-18 0-41 U/L 20,25 4 24,75 4 Bulan ke-24 0-41 U/L 39,67 3 41,00 3 Total 23 26
Keterangan: Dikatakan terdapat perbaikan jika nilai ALT ≤82 U/L; *Sumber referensi= Instalasi Laboratorium Sentral RSUD. Dr.Saiful Anwar; a= peningkatan nilai ALT 7,5x dari BAN; b= peningkatan nilai ALT 3,8x dari BAN.
Berdasarkan Tabel 5.11 dapat diketahui terdapat hubungan antara terapi
lamivudin dan telbivudin dengan nilai ALT, dimana terdapat perbaikan terhadap
nekroinflamasi hepar yang dapat dilihat dari nilai ALT. Nilai ALT dikatakan
membaik jika < 2x BAN (Sulaiman et al., 2014). Meskipun pada bulan ke-24
terdapat peningkatan ALT pada kedua terapi tetapi masih < 2x BAN.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
57
Tabel 5.12 Analisis Deskriptif Antara 3TC dan TBV dengan DNA HBV
Rujukan Normal Rerata DNA HBV (IU/mL)
3TC N TBV N
Bulan ke-0 0,00 (Tidak terdeteksi) 81.598,01 6 11.180.497,38 9 Bulan ke-6 0,00 (Tidak terdeteksi) 3,47 3 0,00 1 Bulan ke-12 0,00 (Tidak terdeteksi) 2.116,67 3 190.000 1 Bulan ke-18 0,00 (Tidak terdeteksi) 9,85 2 0,00 4 Bulan ke-24 0,00 (Tidak terdeteksi) 80,10 1 850.003,22 3 Total 15 18
Keterangan: Dikatakan terdapat perbaikan jika nilai DNA HBV < 20.000 IU/mL
Berdasarkan Tabel 5.12 dapat diketahui bahwa terdapat hubungan antara
lamivudin dan telbivudin dengan jumlah DNA HBV, dimana terjadi penurunan
replikasi virus yang dapat dilihat dari DNA HBV. Nilai DNA HBV dikatakan
membaik jika < 20.000 (Sulaiman et al., 2014) dan turun secara bertahap
meskipun normalnya nilai DNA HBV harus tidak terdeteksi yang menandakan
bahwa pasien telah sembuh dari hepatitis B. Akan tetapi, ada beberapa pasien
pada bulan ke-24 mengalami peningkatan DNA HBV pada kedua terapi.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
58
BAB 6
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengidentifikasi pola penggunaan
terapi antihepatitis B dan mengidentifikasi perubahan nilai ALT dan DNA HBV
selama penggunaan terapi antihepatitis B. Tujuan pertama disajikan dalam bentuk
deskriptif, sedangkan tujuan kedua dilakukan uji analisis deskriptif untuk
mengetahui hubungan terapi antihepatitis B dengan menurunnya nilai ALT dan
DNA HBV serta uji hipotesis menggunakan uji T tidak berpasangan untuk
mengetahui perbedaan terapi antihepatitis B berdasarkan nilai ALT dan DNA HBV.
Penelitian ini dinyatakan laik etik oleh komisi etik dengan No.
400/96/K.3/302/2017. Pengambilan data dilakukan selama bulan Juli hingga
agustus 2017 di bagian rekam medis RSUD Dr. Saiful Anwar Kota Malang, dimana
dari rumus besar sampel yaitu 47 hanya diperoleh 21 sampel yang memiliki data
DNA HBV dan ALT minimum satu data. Tetapi hanya 7 pasien yang dapat
dilakukan uji hipotesis karena memiliki data ALT dan DNA HBV pre post terapi
antihepatitis B.
6.1.1 Pola Penggunaan Terapi Antihepatitis B
Pada hasil penelitian ini, terdapat lima jenis antihepatiits B yang digunakan
oleh pasien hepatitis B yaitu lamivudin, Peg-IFN 𝛼-2a, telbivudin, kombinasi
telbivudin adefovir, dan kombinasi telbivudin lamivudin. Dosis dan frekuensi yang
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
59
diberikan telah sesuai dengan pedoman terapi PPHI. Dosis lamivudin yaitu 100
mg per hari, dosis Peg-IFN 𝛼-2a yaitu 180 mcg per hari, dosis telbivudin yaitu 600
mg per hari, dan dosis adefovir yaitu 10 mg per hari. Semua jenis antihepatitis B
diberikan melalui rute oral, kecuali obat Peg-IFN 𝛼-2a diberikan melalui rute
subkutan. Frekuensi yang paling banyak digunakan adalah dengan pemberian
satu kali sehari (1x1). Lama pemakaian atau durasi penggunaan terapi yaitu 2
bulan hingga 53 bulan (4,5 tahun).
Penggunaan terapi antihepatitis B yang paling banyak digunakan adalah
telbivudin (10 pasien) dan lamivudin (7 pasien). Pada pasien hepatitis B kronis
dengan HBeAg positif, telbivudin memiliki efikasi lebih tinggi, respon terapi dan
respon histologi lebih tinggi daripada lamivudin. Pada pasien hepatitis B dengan
HBeAg negative, respon terapi dan histologi mencapai hasil yang sama. Baik pada
HBeAg positif dan HBeAg negatif, telbivudin memiliki efikasi yang lebih besar jika
dibandingkan dengan lamivudin. Selain itu. tingkat resistensi telbivudin lebih
rendah dibandingkan lamivudin mungkin karena telbivudin memiliki efikasi sebagai
antivirus lebih besar. Penggunaan telbivudin yang cukup banyak, hal tersebut
disebabkan karena telbivudin memiliki efikasi terapi yang lebih tinggi dibandingkan
lamivudin (Lai et al., 2007). Pada penelitian ini, pasien yang menerima terapi
telbivudin jumlah DNA HBV tidak terdeteksi pada bulan ke-6 dan ke-12. Lamivudin
merupakan obat kedua dengan penggunaan terbanyak karena merupakan pilihan
terapi yang murah dengan perbedaan harga yang relatif jauh jika dibandingkan
dengan telbivudin, entekavir, dan tenofovir.
Pada pasien yang mendapatkan terapi kombinasi TBV+ADV mendapatkan
efikasi yang lebih baik daripada monoterapi telbivudin dan kejadian resistensi lebih
rendah pada pasien hepatitis B kronis dengan jumlah virus yang tinggi (Lin et al.,
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
60
2016). Penelitian Lin et al (2016), sesuai dengan hasil penelitian dimana DNA HBV
tidak terdeteksi. Pada pasien yang mendapatkan terapi pegasys (Peg-IFN 𝛼-2a)
dapat menurunkan DNA HBV dan HBeAg kuantitatif yang lebih besar daripada
terapi IFN konvensional. Peg-IFN 𝛼-2a memberikan hasil yang lebih baik daripada
lamivudin dalam kriteria normalisasi ALT (59% vs 44%, p=0,004), penekanan DNA
HBV sampai < 2 x 104 kopi/mL (43% vs 29%, p=0.007), penekanan DNA HBV
sampai tidak terdeteksi (19% vs 7%, p < 0,001) (PPHI, 2012). Akan tetapi, pada
penelitian ini tidak dapat mengetahui efikasi Peg-IFN 𝛼-2a terhadap nilai DNA HBV
karena pasien tidak melakukan pengecekan DNA HBV dan ALT selama terapi.
Pada penelitian ini, terdapat beberapa obat yang tidak digunakan seperti
tenofovir dan entekavir. Terapi tenofovir dan entekavir merupakan terapi yang
direkomendasikan sebagai terapi lini pertama oleh beberapa panduan. Jika
dibandingkan secara efikasi antara lamivudin dengan entekavir, entekavir memiliki
efikasi yang lebih poten dengan barrier resistensi yang tinggi (PPHI, 2012). Pada
sebuah penelitian menunjukkan bahwa kelompok entekavir dapat menurunkan
nilai DNA HBV sebesar 67% dibandingkan dengan kelompok lamivudin sebesar
36% (Tang et al., 2014). Meskipun kedua obat tersebut ditanggung oleh BPJS,
mungkin ada pertimbangan medis lain seperti kondisi pasien yang mengalami
gangguan fungsi ginjal maka sebaiknya hindari pemberian tenofovir meskipun
dapat dilakukan penyesuaian dosis. Selain itu, tenofovir diberikan jika stok obat
tertentu di rumah sakit telah habis dan ketersediaan tenofovir dan entekavir di
Indonesia masih terbatas belum sebanyak lamivudin serta harga tenofovir dan
entekavir lebih mahal dibanding obat lainnya. Pada penelitian ini, ditemukan dua
pasien yang menggunakan terapi tenofovir tetapi tidak ada data nilai DNA HBV
baik sebelum atau sesudah terapi sehingga tidak dapat dilakukan uji deskipsi.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
61
Pada penelitian ini, terdapat lima jenis antihepatitis B yang digunakan tetapi hanya
dua obat yang dapat dilakukan uji hipotesis. Hal ini, karena pada ketiga jenis obat
tersebut tidak ada data nilai DNA HBV baik sebelum ataupun sesudah terapi
antihepatitis B.
6.1.2 Pola Penggunaan Terapi Suportif Sebelum Terapi Antivirus
Pada beberapa pasien hepatitis B terdapat pasien yang menerima terapi
suportif, seperti curcuma dan UDCA. Dosis penggunaan terapi curcuma dan
UDCA telah sesuai dengan pedoman yang ada. Curcuma bekerja dengan cara
menghambat replikasi DNA HBV intraseluler dan ekspresi HBsAg dan HBeAg
tetapi juga memiliki efek untuk menghambat HBV cccDNA (Wei et al., 2017).
Selain itu, curcuma berfungsi sebagai antioksidan yang mampu mencegah
kerusakan sel hepar dan menghambat beberapa faktor proinflamasi, sehingga
disimpulkan bahwa curcuma dapat dijadikan alternatif hepatoprotektor pada
pasien hepatitis B kronis (Marinda F., 2014). Pada penelitian ini, pasien
mendapatkan terapi curcuma 1x1 tablet selama 1 bulan menunjukkan bahwa
bahwa nilai ALT dan AST dalam batas normal.
Pada sebuah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan terapi UDCA
pada pasien hepatitis B akut dapat menurunkan jumlah DNA HBV, serokonversi
HBsAg positif, dan memperbaiki nilai transaminase dan fungsi liver secara
signifikan pada pasien hepatitis B kronis, tetapi tidak memiliki efek untuk
membersihkan virus (Wijaya and Hasan, 2017). Pada penelitian ini, pasien yang
mendapatkan terapi UDCA selama 1 bulan menunjukkan bahwa nilai ALT dan AST
dalam batas normal, sedangkan pasien yang memperoleh terapi kombinasi UDCA
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
62
3x250 mg + curcuma 3x1 menunjukkan nilai ALT dan AST > 2x BAN yang mana
hal ini berbeda dengan teori diatas.
6.1.3 Hubungan Antihepatitis B Dengan Nilai ALT dan DNA HBV
Hasil dari penelitian berdasarkan analisis deskriptif yaitu terdapat
hubungan antara terapi lamivudin dan telbivudin dengan nilai ALT dan DNA HBV.
Respon terapi pada nilai ALT menunjukkan bahwa apapun obat yang diberikan
tidak terdapat perbedaan karena kedua obat dapat menurunkan nilai ALT dan
termasuk dalam batas normal (0-41 U/L) tetapi pada bulan ke-24 mengalami
peningkatan meskipun < 2x BAN. Respon terapi pada jumlah DNA HBV terdapat
perbedaan antara kedua terapi, karena pasien yang menerima terapi lamivudin
mengalami penurunan jumlah virus yang bertahap dan nilai DNAHBV < 104 atau
20.000, akan tetapi pada pasien yang menerima telbivudin menunjukkan bahwa
virus tidak terdeteksi atau negatif tetapi virus dapat terdeteksi lagi pada
pengecekan selanjutnyadi bulan ke-24 (kambuh). Terdeteksinya nilai DNA HBV
pada pasien hepatitis B yang sebelumnya tidak terdeteksi menunjukkan bahwa
terjadi resistensi yang diakibatkan karena pemakaian telbivudin dalam jangka
waktu lama yaitu selama 37 bulan dan 54 bulan. Berdasarkan penelitian Tang et
al (2014), kejadian resistensi setelah penggunaan telbivudin selama 2 tahun
sebesar 25%.
Hasil uji T tidak berpasangan menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan nilai ALT dan DNA HBV yang bermakna antara terapi lamivudin dan
telbivudin. Hal ini berbeda dengan penelitian Lai et al., (2007) mengemukakan
bahwa terdapat perbedaan respon terapi pada telbivudin dan lamivudin, dimana
respon terapi telbivudin 75,3% lebih besar daripada lamivudin yaitu 67%.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
63
Hasil persentase perubahan nilai ALT dan DNA HBV berdasarkan pola
terapi antihepatitis B yaitu telbivudin dan lamivudin yang didapatkan pada
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya (Zhao
et al., 2010). Berdasarkan penelitian sebelumnya, menujukkan bahwa respon nilai
ALT selama dua tahun terapi telbivudin lebih tinggi jika dibandingkan dengan
lamivudin (73,4% vs 63,9%). Nilai DNA HBV selama dua tahun terapi telbivudin
menunjukkan respon sebesar 63,5% dibandingkan dengan lamivudin hanya
43,6%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan respon ALT dan DNA HBV pada
kedua terapi menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa telbivudin lebih efektif daripada lamivudin (Zhao et al.,2010).
Pada penelitian ini, perubahan nilai ALT tertinggi yaitu sebesar 87,4% didapatkan
pada terapi lamivudin dibandingkan dengan terapi telbivudin hanya sebesar
73,93%. Perubahan nilai DNA HBV tertinggi yaitu sebesar 99,9% didapatkan pada
terapi lamivudin dibandingkan dengan terapi telbivudin hanya sebesar 92,4%.
Hasil penelitian yang berbeda ini tidak dapat dilakukan perbandingan karena
sampel penelitian untuk setiap terapi berjumlah sedikit.
6.2 Implikasi dalam Bidang Farmasi
Hepatitis merupakan peradangan atau infeksi pada hepatosit yang dapat
menyebabkan pembengkakan dan pelunakan hepar tanpa disertai gejala yang
jelas (Aini et al., 2013). Prevalensi penyakit hepatitis B diperkirakan mencapai 4-
20,3% dengan proporsi pengidap di luar Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Pulau
Jawa (PPHI, 2012). Penanganan berupa pemberian terapi obat dibutuhkan untuk
menekan prevalensi tersebut. Monitoring efikasi terapi merupakan tugas farmasi
klinis, dimana bertujuan untuk memantau tujuan terapi. Monitoring efikasi terapi
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
64
antihepatitis B pada pasien hepatitis B dapat dilakukan pemantauan perubahan
nilai ALT dan DNA HBV yang dilakukan setiap 6 bulan selama terapi antihepatitis
B. Selain itu, dengan mengetahui pola terapi antihepatitis B yang sering digunakan
dapat digunakan sebagai pertimbangan pemilihan obat yang sesuai dengan
kondisi pasien. Tujuan dari pengobatan hepatitis B untuk menekan replikasi HBV
sebelum terjadi kerusakan hati yang ireversibel, mencegah sirosis dan kanker hati
sehingga hal ini nantinya dapat berdampak pada produktifitas, umur harapan
hidup, kesehatan masyarakat, dan dampak sosial ekonomi lainnya.
6.3 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu jumlah sampel yang diperoleh
sedikit hanya 21 pasien. Hal ini dikarenakan sedikitnya pasien yang melakukan
pengecekan nilai DNA HBV setiap 6 bulan selama terapi antihepatitis B. Jumlah
sampel tersebut tidak dapat mewakili perubahan nilai ALT dan DNA HBV di
Indonesia. Sedikitnya nilai DNA HBV tersebut dikarenakan biaya pengecekan
DNA HBV sangat mahal yaitu Rp1.890.000,00 jika dibandingkan dengan
pengecekan nilai ALT hanya Rp45.000,00. Meskipun pengecekan nilai DNA HBV
dan ALT dicover oleh BPJS selama itu kebutuhan medis, tetapi hal tersebut harus
didukung dengan rasa peduli pasien terhadap kesehatannya. Padahal nilai DNA
HBV merupakan nilai untuk melihat keberhasilan terapi.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
65
BAB 7
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis deskriptif dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan pada terapi lamivudin dan telbivudin dengan nilai ALT dan DNA HBV. Tidak
terdapat perbedaan baik lamivudin maupun telbivudin dalam menurunkan nilai ALT
karena kedua obat dapat menurunkan nilai ALT dan termasuk dalam batas normal
tetapi pada pengecekan terakhir meningkat meskipun < 2x BAN, sedangkan pada nilai
DNA HBV terdapat perbedaan antara lamivudin dan telbivudin dimana lamivudin
mengalami penurunan DNA HBV bertahap (< 20.000) sedangkan telbivudin nilai DNA
HBV dapat tidak terdeteksi atau negative, tetapi virus dapat terdeteksi lagi pada
pengecekan terakhir.
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan setelah adanya penelitian ini yaitu untuk tenaga
kesehatan di rumah sakit, hendaknya dapat berperan aktif dalam mengedukasi pasien
bahwa selama terapi, pemeriksaan DNA HBV dan ALT dilakukan setiap 3-6 bulan.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
66
DAFTAR PUSTAKA
Aini R., Susiloningsih J. Risk Factor Associated with Hepatitis B Incidence in Pondok Pesantren Putri Ibnul Qoyyim Yogyakarta. Sains Medika, 2013, 1 (5): 30.
Alam M.M., Zaidi S.Z., Malik S.A., Shaukat S., Naeem A., Sharif S, et al., Molecular Epidemiology of Hepatitis B Virus Genotypes In Pakistan. BMC Infection Disease, 2007, 7 115.
Arfianti, Zainal A., Andriani F., and Endriani R. Distribusi Genotipe dan Subtipe Virus Hepatitis B Pada Penderita Hepatitis B Kronik di Pekanbaru. MKB,
2011, 3 (43): 106-108.
Asari A., Smith H.I., Chen Y.C., Naderer O.J., Johnson M.A., Yuen G.J., et al. Pharmacokinetics of Lamivudin in Subject Receiving Peritoneal Dialysis in End-Stage Renal Failure. British Journal of Clinical Pharmacology,
2007, 64 (6): 739.
Aspinall E.J., Hawkins G., Fraser A., Hutchinson S.J., and Goldberg D. Hepatitis B Prevention, Diagnosis, Treatment and Care: a Review. Occupational Medicine, 2011, 61: 536.
Basu P.P. and Brown R.S. Entecavir for Treatment of Chronic Hepatitis B: A Clinical Update for the Treatment of Patients with Desompensated Cirrhosis. Journal of Internal Medicine, 2012, 2: 54.
Batirel A., Guclu E., Arslan F., Kocak F., Karabay O., Ozer S., et al. Comparable
Efficacy of Tenofovir Versus Entecavir and Predictors of Response in Treatment-Naive Patients With Chronic Hepatitis B: a Multicenter Real-Life Study. International Journal of Infectious Diseases, 2014, 28: 153-154.
Bommel F.V., Man R.A., Wedemeyer H., Deterding K., Petersen J., Buggisch P., et al. Long Term Efficacy of Tenofovir Monotherapy for Hepatitis B Virus-Monoinfected Patients After Failure of Nucleoside/Nucleotide Analogues. Hepatology, 2010, 1 (51): 73-79.
Cahyono S.B. Diagnosis dan Manajemen Hepatitis B Kronis. Cermin Dunia Kedokteran, 2006, 150.
Chang M.L. and Liaw Y.F. Hepatitis B Flares in Chronis Hepatitis B: Pathogenesis, Natural Course, and Management. Journal of Hepatology, 2014, (6): 1407.
Dipiro J.T, Talbert R.T., Yee G.C., Matzke G.r., Wells B.G., and Posey L.M., 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach , 7th Ed., Mc Graw Hill, New York, p. 679-682.
Hall G.F. Hepatitis A, B, C, D, E, G: An Update. Ethnicity and Disease, 2007, (17): 41.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
66
Hou J., Liu Z., and Gu F. Epidemiology and Prevention of Hepatitis B Virus Infection. International Journal of Medical Sciences, 2005, 2 (1): 51.
Jeni D. and Mustika S. Reactivation of Hepatitis B Infection During the Cause of Non Hodgkin’s Lymphoma Chemotherapy. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy, 2014, 2 (15): 115-117.
Karn S.K., Kumar M., Lau G.K., Abbas Z., Chan H.L.Y., Chen C.J et al., Asian-Pasific
Clinical Practice Guidelines on the Management of Hepatitis B: a 2015 update. Hepato Int, 2016, 10: 5-6.
Keeffe E.B., Dieterich D.T., Han S.B., Jacobson I.M., Martin P., Schiff E.R., et al. A Treatment Algorithm for the Management of Chronic Hepatitis B Virus Infection in the United States: An Update. Clinical Gastroenterology and Hepatology, 2006, 8 (4): 938-947.
Kementrian kesehatan RI. 2011. Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Orang Dewasa. Jakarta, hal. 30-42.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Pedoman Pengendalian Hepatitis Virus. Jakarta, hal. 37-38.
Kementerian Kesehatan RI. 2014. Infodatin. Jakarta, hal 3.
Khan F., Shams S., Qureshi I.D., Israr M., Khan H., Sarwar M.t., et al. Hepatiits B Virus Infection Among Different Sex and Age Groups in Pakistan Punjab. Virology Journal, 2011, 225 (8):3.
Lai C.L., Gane E., Liaw Y.F., Hsu W.I., Thongsawat S., Wang Y., et al. Telbivudin versus Lamivudin in Patients with Chronic Hepatitis B. The New England Journal of Medicine, 2007:2584.
Lau G.K.K., Piratvisuth T., Luo K.X., Marcellin P., Thongsawat S., Cooksley G., et al. Peginterferon Alfa-2a, Lamivudin, and the Combination for HBeAg-Positive Chronic Hepatitis B. The New England Journal of Medicine, 2005, 26: 2682-
2691.
Liang T.J. Hepatitis B: The Virus and Disease. Hepatology, 2009, 49 (5): 3.
Lin M.T., Yen Y.H., Tsai M.C., Tseng P.L., Chang K.C., Wu C.K., et al. Comparison of the Efficacies and Safety of Combined Therapy Between Telbivudine Plus Adefovir and Lamivudin Plus Adefovir in Patients with Hepatitis B Virus Infection in Real-World Practice. PLOS ONE, 2016, 11 (11): 7.
Lok A.S.F. and McMahon B.J. Chronis Hepatitis B. Hepatology, 2007, 2 (45): 517-526.
Luntungan L.Z., Fatimawali., and Bodhi W. Studi Karakteristik dan Penggunaan Obat Pada Penderita Hepatitis B di Rumah Sakit Pemerintah Kota Manado Periode Januari 2011-Desember 2012. Jurnal Ilmiah Farmasi, 2013, 3 (2): 68.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
66
Marinda F. Hepatoprotective Effect of Curcumin in Chronic Hepatitis. J Majority, 2014, 3 (7): 4.
Mulyanto., Depamede S.N., Surayah K., Tsuda F., Ichiyama K., Takahashi M., et al.
A National Molecular Epidemiological Study on Hepatitis B Virus in Indonesia: Identification of Two Novel Subgenotypes, B8 and C7. Arch Virol, 2009, 154 (7): 1-3.
Oakes K. Hepatitis B: Prevalence and Pathophysiology. Nursing Times, 2014, 7 (110):
13-15.
Osborn M.K. Safety and Efficacy of Telbivudine For the Treatment of Chronic Hepatitis B. Therapeutics and Clinical Risk Management, 2009, (5): 790.
Perillo R. Benefits and Risk of Interferon Therapy for Hepatitis B. Hepatology, 2009, 5
(49): 103.
PPHI. 2006. Panduan Tata Laksana Infeksi Hepatitis B Kronik. Jakarta. hal 19-25.
PPHI. 2012. Penatalaksanaan Hepatitis B. Jakarta. Hal 5-19.
Schwarz K.B., Cloonan Y.K., Ling S.C., Furray K.F., Baez N.R., Schwarzenberg S.J., et al. Children with Chronis Hepatitis B in the United States and Canada. The Journal of Pediatrics, 2015, 6 (167): 1287.
Setiabudi I. Chronic Viral Hepatitis: Etiology, Pathogenesis of Liver Damage and Mechanism of Persistence. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and Digestive Endoscopy, 2004, 2 (5): 58-59.
Setiawan P.B., 2011. Combination Therapy for Chronic Hepatitis B. (Abstrak): 1.
Sheng Y.J., Liu J.Y., Tong S.W., Hu H.D., Zhang D.Z., Hu P., et al. Lamivudin Plus Adefovir Combination Therapy Versus Entecavir Monotherapy for Lamivudin Resistance Chronic Hepatitis B: A Systematic Review and Meta-Analysis. Virology Journal, 2011, 8: 6-9.
Sastroasmoro S. and Ismael S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi ke-5., Sagung Seto, Jakarta, p.105-365.
Soemoharjo S. and Gunawan S., 2007. Hepatitis Virus B, Ed.2., Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, p.45-46.
Sulaiman A., Lesmana L.A., Nafrialdi., and Helyanna. An Observational Study to Evaluate the Safety and Efficacy of Telbivudine in Adults with Chronis Hepatitis B. The Indonesian Journal of Internal MedicineI, 2014, 1 (46): 39-41.
Tang C.M., Yau T.O., Yu J. Management of Chronic Hepatitis B infection: Current Treatment Guidelines, Challenges, and New Development. World J Gastroenterol, 2014, 20 (20): 6266.
ANALISIS KADMIUM (Cd) PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG DARAH
(Anadara granosa) DARI PERAIRAN KENJERAN, SURABAYA
SKRIPSI
Oleh:
MONITA KRIDHA PUSPITA
NIM. 135080100111047
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
66
Yatsuji H. and Kumada H. Antiviral Therapy for Chronic Hepatitis B. JMAJ, 2010, 53 (4): 224-227.
Yin G.Q. and Zhong B. Efficacy of Interferon for Chronis Hepatitis B in Patients with Nucleoside and Nucleotide Combination Therapy Failure. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 2016, 31: 248-249.
Yuen M.F. and Lai C.L. Treatment of Chronic Hepatitis B: Evolution Over Two Decades. Journal of Gastroenterology and Hepatology, 2011, 26 (1): 138-
141.
Wani H.U., Kaabi S., Sharma M., Singh R., John A., Derbala M., et al. High Dose of Lamivudin and Resistance in Patients with Chronic Hepatitis B. Hepatitis Research and Treatment, 2014: 1-4.
Wei Z.Q., Zhang Y.H., Ke C.Z., Chen H.X., He Y.L., Hu P., et al. Curcumin Inhibits Hepatitis B Virus Infection by Down-regulating cccDNA-bound Histone Acetylation. World Journal of Gastroenterology, 2017, 23 (34): 6257.
Wijaya I. and Hasan I. Reactivation of Hepatitis B Virus Associated with Chemotherapy and Immunosuppressive Agent. Acta Med Indones-Indones J Intern Med, 2013, 1 (45): 62.
Wijaya I. The Role of Ursodeoxycholic Acid in Acute Viral Hepatitis: an Evidence-based Case Report. Acta Med Indones-The Indonesian Journal of Internal Medicine, 2015, 47 (4): 354.
WHO. 2015. Guidelines for the prevention, care and treatment of persons with chronic hepatitis B infection. Switzerland. hal 76.
Woo A.S.J., Kwok R., Ahmed T. Alpha-interferon Treatment in Hepatitis B. Ann Transl Med, 2017, 5 (7): 4.
Zhao S., Tang L., Fan X., Chen L., Zhou R. and Dai X. Comparison of the Efficacy of Lamivudin and Telbivudine in the Treatment of Chronic Hepatitis B: a systematic review. Virology Journal, 2010, 7 (211): 3-4.
Zhou J., Wu X., Wei W., You H., Jia J., and Kong Y. A Meta-Analysis of the Efficacy
of Interferon Monotherapy or Combined with Different Nucleos(t)ide
Analogues for Chronis Hepatitis B. International Journal of Environtment