Page 1
Nekrolisis Epidermal Toxik
Definisi
Nekrolisis epidermal toksik adalah suatu penyakit kulit akut yang ditandai dengan
epidermolisis menyeluruh.(1) Umumnya merupakan penyakit yang berat, lebih berat
daripada steven Johnson sindrom.(2) Alan Lyell mendeskripsikan nekrolisis epidermal
toksik sebagai suatu erupsi yang menyerupai luka bakar pada kulit. Nekrolisis
epidermal toksik adalah kelainan kulit yang memerlukan penanganan segera yang
paling banyak disebabkan oleh(3) obat-obatan.(1,3) Meskipun begitu, etiologi lainnya,
termasuk infeksi, keganasan, dan vaksinasi, juga bisa menyebabkan penyakit ini.
Nekrolisis epidermal toksik merupakan varian yang paling berat dari penyakit bulosa
seperti eritema multiforme dan sindrom Stevens-Johnson. Semua kelainan tersebut
memberikan gambaran lesi kulit yang menyebar luas, dan terutama pada badan dan
wajah yang melibatkan satu atau lebih membran mukosa.(3) Dahulu staphylococcal
scaled skin sindrom dimasukkan dalam NET tetapi sekarang dipisahkan karena terapi
dan prognosisnya berbeda.(1)
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya nekrolisis epidermal toksik belum jelas, namun, dipercaya
bahwa fenomena imun kompleks yang bertanggung jawab.(1,2,3) Salah satu teori
menyatakan akumulasi metabolit obat pada epidermis secara genetik dipengaruhi oleh
proses imunologi setiap individu. Limfosit T CD8+ dan makrofag mengaktifkan
proses inflamasi yang menyebabkan apoptosis sel epidermis.(3)
Gejala klinis
Pasien mungkin menampakkan gejala-gejala prodromal 2-3 hari seperti malaise, rash,
demam, batuk, arthralgia, mialgia, rhinitis, headache, anorexia, serta mual dan
muntah, dengan atau tanpa diare. Gejala dan tanda prodromal lainnya yang dapat
berkembang seperti konjungtivitis (32%), faringitis (25%), dan pruritus (28%). Pada
fase akut (8-12 hari) terjadi demam yang persisten, pengelupasan epidermis, dan
terlibatnya membran mukosa. Komplikasi berupa stomatitis dan mukositis, nyeri pada
saat menelan sehingga pasien beresiko tinggi untuk terjadinya dehidrasi dan
malnutrisi. Konjungtiva biasanya terlibat 1-3 hari sebelum munculnya lesi kulit.
1
Page 2
Erosi mukosa pipi, hidung, faring, dan trakeobronkial dapat terjadi. Erosi juga dapat
terjadi pada esofagus, perineum, vagina, uretra serta mukosa usus. (3)
Tanda vital pasien dapat didapatkan hiperpireksia, hipotensi sekunder sampai
hipovolemia dan takikardi. Pada pameriksaan kulit didapatkan: (2,3)
Lesi kulit dimulai dengan nyeri/rasa terbakar, panas, eritematous, macula
morbiliform secara simetris pada wajah dan dada sebelum menyebar ke
seluruh badan.
Nikolsky sign positif (1,2,3)
Krusta hemoragik pada bibir
Konjungtivitis umumnya ditemukan sebelum terjadi pengelupasan epidermis.
Pneumonia merupakan komplikasi yang paling berat dan merupakan
kegagalan nafas akut dan membutuhkan intubasi.
Gambaran Histopatologi
Secara histologi, terdapat penebalan nekrosis epidermis dengan tanda inflamasi
dermis atau epidermis. Bisa terdapat pelepasan dan pengelupasan epidermis. Nekrosis
sel satelit dapat terlihat, sampai nekrosis eosinofil secara luas. (3) Pada stadium dini
tampak vakuolisasi dan nekrosis sel sel basal sepanjang perbatasan dermal dan
epidermal.(1,2)
2
Page 3
Pemeriksaan penunjang
Tes-tes laboratorium hanya bisa membantu dalam menentukan terapi simptomatik
atau suportif. Pemeriksaan radiologi tidak spesifik namun foto thoraks dapat
dilakukan untuk mengetahui adanya inflamasi trakeobronkial yang menyebabkan
pneumonia.(3) Kimia darah dilakukan untuk menilai keseimbangan cairan tubuh. (2)
Sindrom Stevens-Johnson
Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis erupsi
mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa, mukosa
orifisium serta mata disertai gejala umum berat.(1,2,3,4) Sinonimnya antara lain : sindrom
de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor,(1,2) eritema poliform
bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll.(3)
Patofisiologi
Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti, karena penyebabnya berbagai faktor,
walaupun pada umumnya sering berkaitan dengan respon imun terhadap obat.
Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus, jamur, bakteri,
parasit), obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,
kontraseptif), makanan (coklat), fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X), lain-lain
(penyakit polagen, keganasan, kehamilan).(4,6) Patogenesis SSJ sampai saat ini belum
jelas walaupun sering dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe III (reaksi
kompleks imun) yang disebabkan oleh kompleks soluble dari antigen atau
metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG dan reaksi hipersensitivitas lambat
(delayed-type hypersensitivity reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh
limfosit T yang spesifik.(4,6)
Gejala klinis
Gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, malaise, batuk, koriza,
sakit menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat bervariasi
dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut.(6)
3
Page 4
Setelah itu akan timbul lesi di : (1,4)
Kulit berupa eritema, papel, vesikel, atau bula secara simetris pada hampir
seluruh tubuh.
Mukosa berupa vesikel, bula, erosi, ekskoriasi, perdarahan dan kusta berwarna
merah. Bula terjadi mendadak dalam 1-14 hari gejala prodormal, muncul pada
membran mukosa, membran hidung, mulut, anorektal, daerah vulvovaginal,
dan meatus uretra. Stomatitis ulseratif dan krusta hemoragis merupakan
gambaran utama.
Mata : konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis, iridosiklitis,
kelopak mata edema dan sulit dibuka, pada kasus berat terjadi erosi dan
perforasi kornea yang dapat menyebabkan kebutaan. Cedera mukosa okuler
merupakan faktor pencetus yang menyebabkan terjadinya ocular cicatricial
pemphigoid, merupakan inflamasi kronik dari mukosa okuler yang
menyebabkan kebutaan. Waktu yang diperlukan mulai onset sampai terjadinya
ocular cicatricial pemphigoid bervariasi mulai dari beberapa bulan sampai 31
tahun.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang sesuai dengan trias kelainan kulit,
mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang secara klinis terdapat
lesi berbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada mukosa, demam.(4)
4
Page 5
Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium antara lain pemeriksaan darah tepi,
pemeriksaan imunologik, biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan tempat lesi,
serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit. Anemia dapat dijumpai pada kasus
berat dengan perdarahan, leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, terdapat
peningkatan eosinofil.(4) Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau
sedikit menurun dan dapat dideteksi adanya kompleks imun beredar. Biopsi kulit
direncanakan bila lesi klasik tak ada. Imunoflurosesensi direk bisa membantu
diagnosa kasus-kasus atipik. (3)
Diagnosis banding
Diagnosis banding utama adalah nekrosis epidermal toksik (NET) dimana manifestasi
klinis hampir serupa tetapi keadaan umum NET terlihat lebih buruk daripada SSJ. (1,2,3,6)
Prognosis
Pada kasus yang tidak berat, prognosisnya baik, dan penyembuhan terjadi dalam
waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus berat dengan berbagai
komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai. Prognosis lebih berat bila
terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya disebabkan oleh gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia, serta sepsis.(4,6)
Erythema Multiforme
Definisi
Eryhtema multiforme merupakan suatu penyakit akut dan merupakan penyakit kulit
yang self-limiting dan merupakan erupsi kulit yang meradang. Bercak kemerahan
terbentuk dari bintik-bintik merah di kulit, yang kadang-kadang tampak keunguan
atau berisi cairan di tengahnya. Ia juga biasanya mengenai daerah mulut, mata dan
permukaan-permukaan lain yang lembab.(3) Dinamakan erythema multiforme karena
munculnya variasi bentuk multiforme dengan derajat tinggi dalam presentasi
klinisnya.
5
Page 6
Variasi ini menyebabkan erythema multiforme ini dibagi menjadi dua kelompok yang
saling tumpang tindih yaitu eritema multiforme minor dan eritema multiforme mayor
atau lebih dikenali dengan Stevens-Johnson’s syndrome.(1,3)
Epidemiologi
Eritema multiforme secara predominan diteliti pada dewasa muda dan sangat jarang
pada anak-anak. Biasanya lebih mengenai pada pria tanpa mempedulikan ras dan
warna kulit. Peneliti lain menganggap eritema multiforme ini merupakan penyakit
yang biasa pada ahli kulit. Dari penelitian mereka mendapatkan separuh dari kasus
mengenai golongan muda (di bawah 20 tahun). Jarang didapatkan mengenai anak-
anak di bawah 3 tahun dan mereka yang berusia di atas 50 tahun. Laki-laki biasanya
lebih banyak mengenai eritema multiforme berbanding wanita tanpa ada predileksi
ras. Sepertiga dari eritema multiforme kambuh sementara musim biasanya
mempengaruhi. (3)
Patofisiologi dan Penyebab
Patofisiologi penyakit ini belum terlalu dimengerti tetapi muncul pendapat yang
mengatakan penyakit ini melibatkan reaksi hipersensitivitas yang memicu berbagai
stimulus, biasanya bakteri, virus atau produk-produk kimia.(1,2,3) Penelitian prospektif
internasional yang terbaru menunjukkan penyebab mayor dari eritema multiforme ini
adalah virus herpes. Virus herpes yang paling sering menyerang adalah virus HSV I
dan II. Tercatat serangan herpes labialis pada penyakit ini diperkirakan sebesar 50%.
Herpes labialis biasanya menyerang pada lesi kutan (cutaneous lesion), muncul secara
simultan dan juga muncul setelah lesi target erythema multiforme muncul. Herpes
labialis menyerang lesi target pada erythema multiforme dalam waktu 3-14 hari.
Dilaporkan kebanyakan kasus pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh
virus HSV tipe I, tetapi ada juga yang mengatakan golongan ini masih bisa terkena
erytheme multiforme akibat serangan virus HSV tipe II. Selain virys herpes (HSV),
erythema multiforme bisa disebabkan oleh orf, Histoplasma capsulatum, dan virus
Epstein-Barr. (3)
6
Page 7
Gambaran histopatologik
Gambaran histopatologik berupa infiltrate limfosit dermal-epidermal junction dan
sekitar pembuluh darah dermal, dermal edema, nekrosis keratinosit epidermal, dan
pembentukan bulla subepidermal. Penelitian histology dan immunokimia mendapati
pada erytheme multiforme mempunyai densitas tinggi pada infiltrate sel yang kaya
dengan limfosit-T. (3)
Kriteria diagnostic
Kriteria diagnostik untuk erythema multiforme ialah adanya lesi target pada kulit
yang diameternya kurang dari 3 cm, mengenai kurang dari 20% permukaan tubuh,
dengan penglibatan minimal dari membrane mukosa yang biasanya bisa dilihat lewat
biopsi. Lesi kutaneus secara tipikal adalah simetrik, dan melibatkan ekstremitas, yang
biasanya predileksinya pada tangan bagian dorsal dan ekstensor.(2,3)
Dari penelitian, hampir kesemua lesi muncul dalam waktu 24 jam dan muncul
sempurna setelah 72 jam. Di dapatkan juga gatal dan rasa terbakar yang muncul
diantara lesi-lesi. Lesi primer biasanya berbentuk bundar, papul kemerahan yang
biasanya menetap dikulit selama 7 hari atau lebih. Beberapa papul-papul kemerahan
ini biasanya berubah menjadi lesi target.(3)
Lesi target berupa perubahan warna zona konsentrik, dengan tengahnya yang agak
kehitaman atau zona keunguan dengan zona kemerahan di bagian luarnya. Lesi target
selalunya membentuk vesikel atau krusta di zona tengah selepas beberapa hari.
Beberapa lesi mempunyai tiga zona yang berbeda warna dengan pinggir kemerahan,
putih di tengah dan hitam di bagian yang paling dalam. Kadangkala, ia membentuk
lesi iris karena terdapat gambaran seperti pelangi (rainbow-like appearance).(3)
PEMFIGUS FULGARIS
Definisi
Pemfigus berasal dari bahasa Yunani pemphix yang berarti gelembung atau melepuh.
Pemfigus dideskripsikan sebagai kelompok penyakit bullosa kronik, yang diberi nama
oleh Wichman pada tahun 1791.
7
Page 8
Istilah pemfigus masuk dalam kelompok penyakit melepuh autoimun pada kulit dan
membrane mukosa yang ditandai oleh adanya lepuhan intradermal dan ditemukannya
antibody immunoglobulin G (IgG) dalam sirkulasi yang melawan permukaan sel
keratinosit. Yang termasuk dalam penyakit pemfigus adalah pemfigus vulgaris (PV),
pemfigus folliaceus dan paraneoplastik pemfigus dengan kasus pemfigus vulgaris
yang terbanyak yaitu sekitar 70 %. (1,3)
Patofisiologi
PV adalah penyakit autoimun, intraepithelial, penyakit melepuh yang menyerang kulit
dan membrane mukosa yang ditandai dengan didapatkannya antibodi dalam sirkulasi
yang menyerang permukaasn sel keratinosit. Pada tahun 1964, autoantibodi
menyerang permukaan keratinosit digambarkan pada pasien pemfigus. Observasi
klinik dan experimental menunjukkan autoantibody dalam sirkulasi merupakan
pathogen. Predisposisi immunogenetik tak bisa dipungkiri. Lepuhan yang terjadi pada
PV berehubungan dengan ikatan autoantibody IgG pada permukaan molekul sel
keratinosit. Antibodi interseluler atau PV ini berikatan dengan desmosom keratinosit
dan dengan area bebas desmosom pada membran sel keratinosit. Ikatan autoantibody
menyebabkan kehilangan adhesi sel, disebut akantolisis.(3)
PV antigen: adhesi intraseluler pada epidermis melibatkan beberapa molekul
permukaan sel keratinosit. Antibodi pemfigus mengikat molekul permukaan sel
keratinosit desmoglein 1 dan desmoglein 3. ikatan antibodi dengan desmoglein
menyebabkan efek langsung terhadap adheren desmosomal atau mungkin memacu
proses seluler yang menghasilkan akantolisis. Antibodi spesifik untuk antigen
desmosomal juga didapatkan pada pasien PV, meskipun begitu, peran antigen pada
patogenesis penyakit masih belum diketahui. Antibodi: pasien dengan penyakit aktif
mempunyai autoantibodi dalam sirkulasi dan terikat pada jaringan dari subklas IgG1
dan G4.(3)
Gejala klinis
PV menunjukkan lesi pada mulut pada 50-70% pasien, dan hampir semua pasien
mengalami lesi pada mukosa. Lesi mukosa mungkin merupakan tanda awal sekitar 5
bulan sebelum lesi kulit berkembang. Pada kulit, terjadi lesi kutaneus.
8
Page 9
Lesi pada PV adalah lepuhan yang kaku, yang bisa terdapat pada kulit normal tapi
bisa ditemukan pada kulit eritematous. Kulit yang terlibat sering terasa nyeri tapi
jarang gatal.(1,3)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan mukosa merupakan tempat yang pertama kali
terserang. Pasien dengan lesi mukosa mungkin didaptkan oleh dokter gigi, dokter
bedah oral, atau ahli ginekologi. Pada membran mukosa didapatkan: (1,2,3)
Bulla yang intak jarang pada mulut. Biasanya ditemukan berbentuk
tidak teratur, erosi pada ginggiva, buccal, atau palatin yang nyeri dan
lambat membaik.
Membrane mukosa yang paling sering adalah cavum oral yang terlibat
pada hampir semua pasien PV dan kadang merupakan satu-satunya
area yang terlibat. Erosi mungkin bisa terlihat di suatu daerah cavum
oral. Erosi mungkin menyebar sampai ke laring yang menyebakan
serak. Pasien sering tidak bisa makan atau minum secara adekuat
karena erosi.
Permukaan mukosa lainnya dapat terlibat termasuk konjungtiva,
esofagus, labia, vagina, serviks, penis, uretra, dan anus.
Pemeriksaan penunjang
Dalam menegakkan diagnosis dilakukan: histopatologi, direct immunofluorescence
(DIF), dan indirect immunofluorecence (IDIF) dan biopsi kulit. Penemuan histologi
menggambarkan lepuhan intradermal. Perubahan awal terdiri dari edema dengan
kehilangan ikatan interseluler pada lapisan basal. Lepuhan kulit mengandung sel
akantolitik. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan untuk membedakan PV
dengan pemfigus folliaceus.(3)
9
Page 10
Staphylococcal scalded skin syndrome
Definisi
Staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS) merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan bengkak kemerahan pada kulit yang tampak seperti terbakar (scald),
makanya ia dinamakan staphylococcal scalded skin syndrome. SSSS disebabkan oleh
pelepasan dua eksotoksin (toksin epidermolitik A dan B) yang berasal dari strain
toksigenik bakteri Staphylococcus aureus.(1,2,3) Desmosom adalah merupakan sebagian
dari sel kulit yang bertanggungjawab sebagai perekat kepada sel-sel kulit. Toksin
yang mengikat pada molekil di antara desmosom dikenali sebagai Desmoglein 1 dan
kemudiannya memisah sehingga kulit menjadi tidak utuh. SSSS juga dikenali sebagai
Penyakit Ritter’s atau Penyakit Lyell’s apabila ia muncul pada bayi atau anak-anak.(3)
Epidemiologi
SSSS lebih sering muncul pada anak-anak dibawah 5 tahun, biasanya pada neonatus.
Antibody pelindung terhadap eksotoksin staphylococcal biasanya didapat ketika usia
anak-anak yang menjadikan SSSS lebih jarang terjadi pada remaja dan dewasa.
Kurangnya imunitas spesifik terhadap toksin dan system renal clearance yang
immature (toksin biasanya dikeluarkan dari tubuh lewat ginjal) menjadikan neonatus
sebagai yang palin berisiko. Individu dengan immunokompromi dan individu dengan
gagal ginjal, tanpa mengira umur, bisa juga berisiko menndapat SSSS.(3)
Patofisiologi
SSSS bermula dari infeksi staphylococcus yang memproduksi 2 eksotoksin (toksin
epidermolitik A dan B). kedua-dua toksin ini menyebabkan pemisahan intraepidermal
ke lapisan granular oleh desmoglein 1 yang merupakan protein desmosomal yang
memediasi pelekatan sel-sel keratinosit dalan lapisan granular sehingga akhirnya
menyebabkan kulit menjadi tidak utuh. Pembawa dewasa yang asimtomatik
memaparkan bakteri kausatif ini di tempat penjagaan anak. Pembawa S aureus lewat
nasal yang asimtomatik muncul 20-40% pada orang sehat, yang mana organisma
tersebut terisolasi di tangan, perineum dan axilla dalam proporsi kecil dari seluruh
populasi.(3)
10
Page 11
Gambaran Klinik
SSSS biasanya dimulai dengan demam, gelisah dan kemerahan meluas pada kulit.
Dalam waktu 24-48 jam terbentuk benjolan-benjolan berisi cairan. Benjolan-benjolan
ini mudah pecah, dan meninggalkan kesan yang tampak seperti terbakar. Karakteristik
lesi termasuklah. (1,2,3)
Bulla-bulla besar di axilla, skrotum dan lubang-lubang tubuh seperti hidung
dan telinga.
Bintik-bintik kemerahan menyebar ke bagian tubuh yang lain seperti lengan,
kaki dan trunkus. Pada neonatus, lesi sering pada area popok atau sekeliling
tali pusat.
Lapisan atas kulit mulai mengelupas, meninggalkan luka terbuka yang
lembab, merah dan nyeri.
Simptom-simptom lain adalah seperti nyeri di area sekitar tempat infeksi, kelemahan
dan dehidrasi.
HERPES ZOOSTER
Herpes zooster (shingles) adalah suatu infeksi yang menyebabkan erupsi kulit yang
terasa sangat nyeri berupa lepuhan yang berisi cairan.(1,2)
Penyebab
Penyebab herpes zoster adalah virus varicella-zoster, virus yang juga menyebabkan
cacar air.(1,2,3)
Faktor Risiko
Herpes zooster bisa terjadi pada usia berapapun tetapi paling sering terjadi pada usia
diatas 50 tahun. Selain itu herpes zoster terjadi jika virus kembali aktif, misalnya jika
terdapat gangguan pada sistem kekebalan tubuh (misalnya karena aids atau penyakit
hodgkin) atau obat-obatan yang mempengaruhi sistem kekebalan.(3)
11
Page 12
Patofisiologi
Infeksi awal oleh virus varicella-zoster berakhir dengan masuknya virus ke dalam
ganglia (badan saraf) pada saraf spinalis maupun saraf kranialis dan virus menetap
disana dalam keadaan tidak aktif. Herpes zooster selalu terbatas pada penyebaran akar
saraf yang terlibat di kulit (dermatom).
Gejala dan Tanda
Selama 3-4 hari sebelum timbulnya herpes zoster, penderita merasa tidak enak badan,
menggigil, demam, mual, diare atau sulit berkemih. Penderita lainnya hanya
merasakan nyeri, kesemutan atau gatal di kulit yang terkena. Muncul sekumpulan
lepuhan kecil berisi cairan dikelilingi oleh daerah kemerahan, yang terbatas pada
daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena.
Lepuhan paling sering muncul di batang tubuh dan biasanya hanya mengenai satu sisi
(kanan saja atau kiri saja). Daerah yang terkena biasanya peka terhadap berbagai
rangsangan (termasuk sentuhan yang sangat ringan) dan bisa terasa sangat nyeri.
Lepuhan mulai mengering dan membentuk keropeng pada hari kelima setelah
kemunculannya. Lepuhan yang luas atau menetap lebih dari 2 minggu biasanya
menunjukkan bahwa sistem kekebalan penderita tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
Komplikasi
Sebagian besar penderita mengalami penyembuhan tanpa meninggalkan gejala sisa.
Tetapi bisa terbentuk jaringan parut yang luas meskipun tidak terjadi infeksi bakteri
sekunder. Jika mengenai saraf wajah yang menuju ke mata bisa menimbulkan
masalah yang cukup serius. (3)
12
Page 13
Selain itu infeksi ini dapat meninggalkan gejala sisa berupa neuralgia pasca-herpetik,
yang berupa nyeri di daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf yang terkena. Nyeri ini
bisa menetap selama beberapa bulan atau beberapa tahun setelah terjadinya suatu
episode herpes zoster. Nyeri bisa dirasakan terus menerus atau hilang-timbul dan bisa
semakin memburuk pada malam hari atau jika terkena panas maupun dingin.
Varicella
EpidemilogiInsiden terbanyak varisela terjadi pada usia 1-6 tahun dan hanya terjadi 10% pada usia
lebih dari 14 tahun. Pada usia 1-14 tahun angka mortalitas varisela adalah 2 per
100.000 kasus. Angka mortalitas pada anak dengan immunocompromised lebih besar.
Kejadian varisela dapat menjadi lebih berat pada neonatus, tergantung periode infeksi
pada ibu (Mehta, 2006).(1,3,7)
EtiologiVarisela merupakan penyakit infeksi akut, disebabkan oleh varicella zoster virus
(VZV). VZV adalah virus DNA yang tergolong dalam group herpesvirus, subfamily
Alphaherpesvirinae. VZV mempunyai DNA sekuens sendiri dan amplop glikoprotein.
VZV sulit diisolasikan pada kultur sel dan tumbuh paling baik tetapi lambat pada
human diploid fibroblast cells (Mehta, 2006; Fox & Sande, 2001, CDC, 2005).(1,7)
PatofisiologiVarisela sangat menular, penularannya mencapai 80-90% pada kontak serumah.
Transmisi virus varisela zoster dapat terjadi melalui droplet respirasi yang
mengandung virus, serta kontak langsung dengan lesi dimana pada papula dan vesikel
terdapat populasi yang tinggi dari virus. Varisela infeksius mulai 2 hari sebelum lesi
pada kulit muncul dan berakhir ketika muncul krusta, umumnya 5 hari setelahnya.
Varisela maternal dengan viremia dapat menyebar secara transplasenta menuju fetus
dan menyebabkan varisela neonatus (Mehta, 2006).
VZV masuk melewati traktus respiratorik dan konjungtiva. Kemudian virus
bereplikasi di daerah masuknya (nasofaring) dan limfonodi regional di sekitarnya.
13
Page 14
Viremia primer terjadi 4-6 hari setelah infeksi dan menyebarkan virus ke seluruh
organ, seperti liver, limpa, dan ganglia sensori. Replikasi selanjutnya muncul pada
visera, diikuti dengan viremia sekunder, dengan infeksi virus pada kulit (CDC, 2005).
Faktor ResikoFaktor resiko yang mendukung terjadinya varisela berat, meliputi. (3,7)
1. Neonatus, terutama pada ibu yang seronegatif.
2. Usia dewasa
3. Terapi steroid
4. Keganasan
5. Kondisi immunocompromised
6. Kehamilan
Manifestasi Klinis
Inkubasi : Berlangsung selama 10-14 hari
Prodromal :
1. Terjadi pada hari 1 hingga hari ke 3
2. Berupa nyeri perut, sakit kepala, anoreksia, batuk dan coryza, sakit
tenggorokan, perasaan lemah (malaise)
3. Kadang-kadang terdapat kelainan scarlatinaform atau morbiliform (2)
Erupsi (rash):
1. Pada anak yang sehat terdapat sekitar 250-500 lesi.
2. Dimulai dengan gejala-gejala sistemik ringan diikuti dengan munculnya
makula-makula merah (seperti embun di atas mahkota mawar merah) yang
kemudian dengan cepat berubah menjadi vesikel kecil dengan tepi yang
eritema, berisi cairan jernih, tidak memperlihatkan cekungan di tengah
(unumbilicated). Kemudian menjadi pustula, dan terakhir menjadi krusta.
3. Isi vesikel berubah menjadi keruh dalam 24 jam.
4. Biasanya vesikel menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh.
5. Dalam 3-4 hari erupsi tersebar. Ruam pada umumnya muncul di kepala dan
telinga, kemudian menyebar secara sentrifugal ke wajah, leher, badan dan
ekstremitas.
14
Page 15
6. Erupsi ini disertai perasaan gatal.(1,7)
7. Pada suatu saat terdapat bermacam-macam stadium erupsi; ini merupakan
tanda khas penyakit varisela.
8. Vesikel tidak hanya terdapat di kulit melainkan juga di selaput lendir mulut,
dan beberapa terlihat di orofaring.
Konvalescen: Lesi biasanya pecah membentuk krusta setelah 6 hari (2-12 hari) dan sembuh
sempurna dalam 16 hari (7-34 hari). Erupsi yang berkepanjangan atau lamanya
pembentukan krusta dan penyembuhan dapat terjadi pada imunitas seluler yang tidak
cocok.(3)
Wajah seorang penderita cacar air
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis karena varisela dapat
terlihat dari gejala klinis. Kebanyakan pada anak-anak dengan varisela terjadi
leukopeni pada 3 hari pertama, kemudian diikuti dengan leukositosis. Leukositosis
mengindikasikan adanya infeksi bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan
pada anak-anak dengan infeksi bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis.
Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi yang lalu untuk
menentukan status kerentanan pasien. Hal ini berguna untuk menentukan terapi
pencegahan pada dewasa yang terekspos dengan varisela. Identifikasi virus varisela
zoster secara cepat diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit belum jelas
15
Page 16
yang membutuhkan pengobatan antiviral dengan cepat. Metode yang paling spesifik
yang digunakan adalah Indirect Fluorescent Antibody (IFA), Fluorescent Antibody to
Membrane Antigen (FAMA), Neutralization Test (NT), dan Radioimmunoassay (RIA).
Tes serologis tidak diperlukan pada anak, karena infeksi pertama memberikan
imunitas yang pasti pada anak.
RadiologiFoto toraks : Anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan respirasi seharusnya
dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya pneumonia.
Diagnosa BandingBeberapa penyakit mempunyai ruam yang sama dengan varisela antara lain (William,
2002; Mehta, 2006):
1. Small pox/ cacar (ruam terkonsentrasi pada ekstremitas dan muncul pada fase
yang sama)
2. Infeksi coxsackie virus (lebih sedikit ruam dan tidak menyebabkan krusta)
3. Impetigo (lebih sedikit ruam, tidak ada vesikel klasik, pewarnaan gram positif,
respon terhadap agen antimikroba, lesi perioral atau periferal)
4. Papular urtikaria (riwayat gigitan serangga, ruam nonvesikuler)
5. Skabies (tidak ada vesikel yang khas)
6. Parapsoaris (jarang terjadi pada anak di bawah 10 tahun, kronik atau rekuren,
sering terdapat riwayat varisella sebelumnya)
7. Ricketsialpox (bekas gigitan kutu, ruam yang lebih kecil, tidak berkrusta),
dermatitis herpetiformis (urtikaria kronis, pigmentasi residual)
8. Dermatitis kontak
9. Infeksi enterovirus
10. Infeksi Herpes Simplex Virus
KomplikasiResiko komplikasi varisela bervariasi berdasarkan umur. Komplikasi jarang terjadi
pada anak-anak yang sehat, namun sering mengenai orang-orang dewasa di atas 15
tahun dan bayi di bawah 1 tahun (CDC, 2005).
16
Page 17
1. Infeksi Bakteri Sekunder. Varisela menyebabkan pasien lebih mudah
menderita infeksi bakteri sekunder.
2. Komplikasi pada CNS (sistem saraf pusat)
3. Pneumonia. Pneumonia biasa terjadi pada penderita yang imunocompremised,
wanita hamil, atau dewasa dan sering menjadi fatal. Batuk, dyspnea,
tacyphnea, rales, dan sianosis muncul 3-4 hari setelah onset dari ruam.
4. Herpes zoster. Merupakan komplikasi yang lambat terjadi pada varisela, yaitu
beberapa bulan sampai tahun setelah infeksi primer. Terjadi pada 15% pasien
varisela. Disebabkan oleh adanya virus yang menetap di ganglion sensoris.
Gejalanya rash vesikular unilateral, terbatas pada 1-3 dermatom. Rash ini
menimbulkan rasa nyeri pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa.
5. Otitis media (5%)
6. Hepatitis
7. Hepatitis berat dengan manifestasi klinis jarang terjadi pada anak-anak sehat
dengan varisela.
8. Glomerulonefritis
9. Haemorrhagic varicella
TerapiTerapi yang diberikan pada varisela bersifat suportif, meliputi (Mehta, 2006; William,
2002):
1. Penjagaan hidrasi pada anak diperlukan, karena saat anak sakit nafsu makan
berkurang. Pada anak yang mendapat pengobatan Ancyclovir, obat akan
mengkristal di tubulus renalis, sehingga perlu hidrasi yang adekuat.
2. Kebersihan menyeluruh tetap harus dijaga (memotong kuku dan
membersihkan badan). Melarang anak menggaruk ruam untuk menghindari
skar pada kulit. Memotong kuku, memakaikan sarung tangan dan kaos kaki
saat tidur dapat menghindarkan garukan pada ruam.
3. Pemberian makanan yang sehat dan bergizi, tanpa pembatasan makanan.
4. Tidak ada pembatasan aktivitas pada anak-anak dengan varisela tanpa
komplikasi.
5. Kompres dingin, mandi yang teratur untuk mengurangi gatal
6. Obat antiviral
7. Obat antihistamin
17
Page 18
8. Obat antipiretik
PrognosisAnak-anak sehat dengan varisela mempunyai prognosa baik. Sedangkan anak-anak
yang imunocompremise mempunyai resiko yang lebih besar untuk menjadi parah dan
meninggal. Angka mortalitas pada varisela neonatus mencapai 30%. Episode ulangan
varisela jarang terjadi oleh karena imunitasnya yang bertahan seumur hidup (Mehta,
2006).
Dermatitis herpetiformis Dermatitis herpetiformis (DH) adalah penyakit multisistim dengan manifestasi
primer pada kulit. Pada tahun 1884 Louis Duhring pertama kali menerangkan
gambaran klinis DH. Dalam tahun 1888 Broq melaporkan penderita dengan kelainan
yang sangat mirip dan menamakannya Dermatite polymorphe prurigineuse. Pada
tahun 1940 Costello memperlihatkan kegunaan ulfapiridin untuk pengobatan DH.
Pierard dan Whimster serta Mac Vicar dkk pada awal tahun 1960 menemukan
bahwalesi dini DH ditandai dengan adanya mikroabses netrofil pada papila dermis.
Tahun 1967 Cormane menemukan bahwakulitpenderita DH mengandung timbunan
IgA granuler pada ujung papila dermis.(9)
Hubungan antara DH dan kelainan usus halus mula-mula diselidiki oleh Marks pada
tahun 1966. Kemudian Fry dick dan Shuster dkk menamakan kelainan usus halus
tersebut sebagai Gluten - sensitive – enteropathy. Penyakit ini merupakan penyakit
kronis dengan keluhan subyektif sangat gatal dan menimbulkan lesi papulovesikuler
berkelompok. Hubungan yang erat antara lesi pada kulit dan GSE menyokong
pendapat bahwa DH adalah penyakit sistemik. Perjalanan penyakit ditandai dengan
remisi dan eksaserbasi .
Biasanya menetap secara tidak terbatas walaupun dengan derajat penyakit yang
berbeda. Awitan dapat terjadi pada setiap usia tetapi yang paling sering adalah dekade
ke 2, ke 3 atau ke 4. (9)
18
Page 19
Insidensi dan prevalensi DH tidak diketahui dan bergantung dari ras dan etnik. Di
Swedia dan Finlandia insidensi yang dilaporkan berkisar antara 0,86 sampai 1,45 per
100.000 populasi pertahun dengan prevalensi 10 sampai 39 per 100.000. Di Jepang
kasus ini sangat jarang. Perbedaan ini terjadi karena kemungkinan perbedaan
haplotype. Di Unit Kulit dan Kelamin RSCM pada tahun 1985 tercatat 5 kasus baru
dan pada tahun 1986 ditemukan 7 kasus baru. Insidensi laki-laki : perempuan adalah
3 : 2. Dalam 2 dekade terakhir ini telah terjadi perkembangan pesat dalam
pengetahuan tentang DH termasuk penemuan imunoreaktan pada kulit, penemuan
tentang hubungan antara DH dan GSE dan penemuan tentang hubungan yang erat
dengan histokompatibilitas antigen tertentu. (9)
Etiopatogenesis
Di antara penderita DH, 77% 87% memiliki antigen HLA B8 dan hampir 90%
memiliki antigen HLA DW3 . Antigen permukaan ini ditandai oleh gen yang terikat
dekat gen respon imun sehingga terdapat peningkatan respon imun terhadap berbagai
antigen termasuk self. Jadi DH merupakan akibat dari respon imun yang terlalu aktif
terhadap antigen yang ada secara alamiah. (1,9)
Gluten ialah protein yang terdapat pada gandum dan jawawut serta serta berperan
pada patogenesis DH. Pemberian gluten, akan menyebabkan peradangan mukosa
usus halus sehingga menimbulkan destruksi vili dan terjadi atrofi mukosa. Sel plasma
pada mukosa membentuk IgA yang khas . Belum diketahui apakah IgA terikat pada
antigen yang ditemukan pada usus halus, kemudian beredar dan tertimbun pada kulit
atau apakah IgA yang terbentuk khas untuk protein kulit. Ditemukan nya IgA dan
komplemen di seluruh kulit, menimbulkan perkiraan bahwa diperlukan faktor
tambahan untuk menerangkan permulaan lesi. Dengan faktor tambahan ini, IgA
mengaktifkan komplemen (mungkin melalui alternative - pathway), sehingga terjadi
kemotaksis netrofil yang melepaskan enzimnya yang mengakibatkan terjadinya
kerusakan jaringan. (9)
Terikatnya IgA pada struktur kulit menyebabkan dilepaskannya substansi inflamasi
sehingga timbul pruritus dan lesi papulovesikuler. Setelah diet bebas gluten, mukosa
usus normal kembali dan diikuti dengan hilangnya lesi kulit . Hipotesis lain
19
Page 20
menyatakan bahwa antigen dan struktur kulit normal (yang mungkin serabut retikulin)
mempunyai persamaan antigenik sehingga IgA yang dimaksudkan untuk melawan
antigen dapat bereaksi silang dengan struktur kulit (retikulin). (9)
Gejala klinisAwitan biasanya bertahap selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan, tetapi
kadang-kadang eksplosif dalam beberapa jam atau hari. Faktor pencetusnya yaitu
penyakit virus, ingesti gluten atau yodium dalam jumlah besar dan disfungsi tiroid.
Predileksi lesi ialah di daerah ekstensor ekstremitas, bokong, skalp, sakrum, bahu,
lipat ketiak bagian posterior, punggung bagian atas, muka dan batas rambut. Lesi
awal berupa papul eritem atau plakat urtikaria. Papul dengan cepat menjadi vesikel
dengan ukuran 1 10 mm. (1,2,9)
Vesikel atau bula bila tidak pecah menjadi purulen. Biasanya lesi berbentuk
herpetiformis dan simetris tetapi dapat juga tersebar . Pada telapak tangan dan kaki
dapat timbul bula coklat (hemoragis) terutama pada daerah yang mendapat tekanan
lebih besar. Lesi pada mukosa jarang terdapat tetapi mungkin timbul terutama bila
ditemukan banyak bula. Pada stadium Ian jut, mungkin hanya ditemukan krusta,
pigmentasi dan skar berkelompok pada tempat predileksi. (2,9)
Gejala yang paling menonjol adalah rasa gatal yang hebat. Penderita dapat
memperkirakan tempat lesi baru akan timbul 8 - 12 jam sebelumnya karena terdapat
rasa terbakar dan tersengat. Gejala akan berkurang bila vesikel telah pecah. Perjalanan
penyakit ini panjang, dapat lebih dari 10 tahun. Yang khas ialah terjadinya remisi
spontan selama kira-kira 1 minggu dan kemudian tiba-tiba muncul lagi sekelompok
lesi. Keadaan umum penderita tidak terpengaruh.(9)
Campbell melaporkan bahwa lesi DH akan timbul pada daerah dengan trauma bila
terapi dapson dihentikan. Ini sesuai dengan fenomena Koebner.
KJ per-os, tetrahidrofurfuril ester dari asam nikotinat, jodida dan ion chaotropic bila
diaplikasikan pada kulit normal penderita akn menimbulkan lesi yang mirip DH. (9)
Histopatologi
20
Page 21
Gambaran histologis DH yang paling baik terlihat pada daerah eritem sebelum
menjadi vesikel dan pada daerah perivesikuler. Pada ujung papila dermis terdapat
akumulasi netrofil dan sedikit eosinofil yang makin lama makin besar dan membentuk
mikroabses. Setelah timbul mikroabses terjadi pemisahan antara ujung papila dermis
dan epidermis sehingga terbentuk vesikel dini yang multilokuler karena interpapillary
ridge epidermis tetap melekat pada dermis.Dalam 1 2 hari rete ridge ini terlepas
sehingga terjadi vesikel unilokuler dan baru tampak secara klinis. Pada saat ini
mungkin masih terlihat mikroabses pada bagian tepi vesikel. Dennis subpapila
menunjukkan infiltrasi netrofil yang hebat dan sedikit eosinofil. (9)
Eosinofil juga terlihat dalam cairan vesikel. Kebanyakan netrofil menunjukkan
disintegrasi inti menjadi debu inti. Pada pembuluh darah subpapila terdapat infiltrat
perivaskuler yang terdiri atas sel-sel mononuklear, netrofil dan eosinofil.
Pemeriksaan dengan mikroskop elektron memperlihatkan vakuola subepidermal pada
papila dermis yang normal yang berdekatan dengan lesi . Lesi yang sudah tua
menunjukkan vesikel subepidermal yang sulit dibedakan dengan penyakit dengan
erupsi bula subepidermal lain seperti pemfigoid bulosa, eritema multiforme, erupsi
obat berbentuk bula dan herpes gestasionis. Lesi pada telapak tangan menunjukkan
banyak ekstravasasi sel darah merah pada papila dermis. (9)
Imunologi85% 90% pasien DH mempunyai IgA granuler pada dermo-epidermal junction dan
10% 15% sisanya mempunyai timbunan IgA linier. Jadi dilihat dari segi imunologis,
DH ada 3 macam yaitu:
1.DH like dengan IgA linier pada lamina lusida.
2.DH like dengan IgA linier di bawah BMZ.
3.True DH dengan IgA granuler.
Penderita dengan IgA linier mempunyai patofisiologi yang berbeda dengan DH dan
termasuk kelompok penyakit LinearlgA Dermatosis
Pada penderita DH, IgA ditemukan pada seluruh kulit dan juga pada mukosa mulut.
Dengan perkembangan antibodi monoklonal dapat ditentukan komposisi subklas IgA
21
Page 22
yaitu IgA1. Pada penderita DH juga ditemukan rantai J yaitu rantai penggabung IgA
polimerik. IgA polimerik lebih sering dihasilkan oleh mukosa. Jadi mungkin dapat
disimpulkan bahwa IgA pada DH berasal dari mukosa. Hal ini tidak ditemukan pada
penderita Linear IgA Dermatosis, sehingga lebih menyokong pendapat bahwa kedua
penyakit ini mempunyai patofisiologi yang berbeda
Dengan mikroskop imunoelektron terlihat bahwa IgA ditimbun pada papila dermis
dekat berkas mikrofibriler. Yaoita menyebutkan struktur ini sebagai kompleks
komponen fibriler yang diselubungi dengan substansia amorf sehingga merupakan
sistim serabut mikrofibriler elastin yang abnormal. Pada kulit normal dan perilesi juga
ditemukan C3, C5, properdin dan properdin faktor
Kadang-kadang terlihat juga Clq dan C4. Hanya 25 30% penderita DH yang
mempunyai IgA containing circulating immune complex dalam serumnya dengan
kadar 0,331 ug/ml 26 ug/ml (n < 0,2 ug/ml) dan kadarnya tidak berhubungan dengan
beratnya penyakit. Pembentukan kompleks imun ini dapat dirangsang dengan
makanan gandum. Kadarnya meningkat dalam 90 150 menit setelah ingesti gandum.
15 35% penderita DH memiliki antibodi antiretikulin dan antibodi ini hilang setelah
diet bebas gluten. In vitro, gliadin gandum terikat pada serabu seperti retikulin pada
kulit manusia normal dan penderita DH yaitu pada papila dermis
Antibodi antiendomisium terdapatpada 60 70% penderita DH dan ini bersifat sangat
spesifik sehingga menentukan diagnosis walaupun imunofluoresensi langsung dan
histopatologis meragukan. Juga terdapat peningkatan insidensi antibodi antigluten,
ANA, antibodi antitiroid dan antibodi anti sel parietal gaster. Hal ini menggambarkan
banyak reaksi autoimun pada individu dengan haplotipe HLA B8/DW3
Diagnosis bandingLinear IgA dermatosis secara klinis tidak dapat dibedakan dengan DIP). Pada linear
IgA dermatosis tidak ada predisposisi genetik dan tidak ada GSE sehingga diet bebas
gluten tidak akan memperbaiki lesi kulit. Pemfigus vulgaris pada stadium permulaan
dapat mempunyai gejala klinis yang mirip DH.Pemfigoid bulosa dibedakan dari DH
22
Page 23
secara histologis dan imunologis. Lesi DH sangat gatal, oleh karena itu harus
dibedakan dengan skabies, pedikulosis dan neurodermatitis. (9)
Epidermolisis Bullosa
Epidermolisis Bullosa atau Mechanobullous Disease adalah istilah yang digunakan
pada sekumpulan kelainan bawaan kulit yang ditandai dengan bulla yang dapat timbul
spontan atau karena gesekan atau trauma dalam berbagai tingkatan. Epidermolisis
Bullosa Herediter pertama kali dilaporkan oleh Koebner (1886). (1,8)
Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK USU telah dilaporkan 2 kasus EB sejak tahun
1982. Rook memperkirakan insiden EB yang autosomal resessif 1 dalam 300.000
kelahiran hidup sedangkan EB bentuk autosomal dominan 1 dalam 50.000 kelahiran
hidup. Pertama-tama klasifikasi hanya didasarkan pada adanya jaringan parut yang
terbentuk kemudian, tetapi dengan makin canggihnya peralatan diagnostik yang ada,
maka terdapat berbagai variasi klasifikasi yang didasarkan kepada penurunan
genetik, gambaran klinis maupun pemeriksaan histologik. Dengan menggunakan
mikroskop biasa hanya dapat dibedakan letak bula pada dermis atau epidermis, tetapi
mikroskop imuno flurosensi dapat menentukan letak bula di daerah perbatasan
dermisepidermis dengan memperhatikan letak antigen pemfigoid, proteoglikan dan
Jaringan kolagen di lamina basalis. Sedangkan mikroskop elektron dapat melihat
letak bula intraepidermal, intra dermal maupun perbatasan dermis dan epidermis. (8)
Bauer dan Eriggaman (1979) membagi Epidermolisis Bullosa atas Non-Scarring EB
dan Scarring EB sedangkan Hurwitz (1981) membuat penggolongan utama yang
membagi EB atas pemeriksaan mikroskop elektron. Penyakit ini cukup menimbulkan
masalah penatalaksanaan terutama segi perawatan untuk menghindari trauma dan
infeksi serta perawatan terhadap komplikasi yang timbul.(8)
IMPETIGO
Impetigo adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebabnya
dapat satu atau kedua dari Stafilokokus aureus dan Streptokokus hemolitikus B grup
A. Impetigo mengenai kulit bagian atas (epidermis superfisial). Impetigo adalah
infeksi kulit yang sering terjadi pada anak-anak. Impetigo umumnya mengenai anak
23
Page 24
usia 2-5 tahun. Impetigo terdiri dari dua jenis, yaitu impetigo krustosa (tanpa
gelembung cairan, dengan krusta/keropeng/koreng) dan impetigo bulosa (dengan
gelembung berisi cairan).(1,2,3)
Impetigo adalah infeksi kulit yang mudah sekali menyebar, baik dalam keluarga,
tempat penitipan atau sekolah. Impetigo menyebar melalui kontak langsung dengan
lesi (daerah kulit yang terinfeksi). Di Inggris kejadian impetigo pada anak sampai usia
4 tahun sebanyak 2,8% pertahun dan 1,6% pada anak usia 5-15 tahun. Sekitar 70%
merupakan impetigo krustosa. (1)
Pasien dapat lebih jauh menginfeksi dirinya sendiri atau orang lain setelah menggaruk
lesi. Infeksi seringkali menyebar dengan cepat pada sekolah atau tempat penitipan
anak dan juga pada tempat dengan higiene yang buruk atau tempat tinggal yang padat
penduduk. Impetigo dapat timbul sendiri (primer) atau komplikasi dari kelainan lain
(sekunder) baik penyakit kulit (gigitan binatang, varizela, infeksi herpes simpleks,
dermatitis atopi) atau penyakit sistemik yang menurunkan kekebalan tubuh (diabetes
melitus, HIV)
Vesikel (gelembung berisi cairan dengan diameter <0,5cm) yang timbul
sampai bulla (gelembung berisi cairan berdiameter >0,5cm) kurang dari 1 cm
pada kulit yang utuh, dengan kulit sekitar normal atau kemerahan. Pada
awalnya vesikel berisi cairan yang jernih yang berubah menjadi berwarna
keruh
Atap dari bulla pecah dan meninggalkan gambaran “collarette” pada
pinggirnya. Krusta “varnishlike” terbentuk pada bagian tengah yang jika
disingkirkan memperlihatkan dasar yang merah dan basah
Bulla yang utuh jarang ditemukan karena sangat rapuh
Bila impetigo menyertai kelainan kulit lainnya maka, kelainan itu dapat
menyertai dermatitis atopi, varisela, gigitan binatang dan lain-lain.
Lesi dapat lokal atau tersebar, seringkali di wajah atau tempat lain, seperti
tempat yang lembab, lipatan kulit, ketiak atau lipatan leher.
Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening di dekat lesi.
Pada bayi, lesi yang luas dapat disertai dengan gejala demam, lemah, diare.
Jarang sekali disetai dengan radang paru, infeksi sendi atau tulang.
24
Page 25
gambar 1. impetigo bulosa gambar 2. impetigo bulosa
Diagnosis banding lainnya dari impetigo bulosa :
Eritema multiforme bulosa : vesikel atau bulla yang timbul dari plak
(penonjolan datar di atas permukaan kulit) merah, berdiameter 1-5cm, pada
daerah dalam dari alat gerak (daerah ekstensor)
Lupus eritematosa bullosa : lesi vesikel dan bula yang menyebar dapat gatal,
seringkali melibatkan bagian atas badan dan daerah lengan
Pemfigus bulosa : vesikel dan bula timbul cepat dan gatal menyeluruh, dengan
plak urtikaria
Herpes simplex : vesikel berkelompok dengan dasar kemerahan yang pecah
menjadi lecet dan tertutup krusta, biasanya pada bibir dan kulit
Gigitan serangga : bulla dengan papul pruritus (gatal) berkelompok di daerah
yang terkena gigitan
Pemfigus vulgaris : bulla yang tidak gatal, ukuran bervariasi dari 1 sampai
beberapa sentimeter, muncul bertahap dan menjadi menyeluruh, lecet muncul
seminggu sebelum penyembuhan dengan hiperpigmentasi (warna kulit yang
lebih gelap dari sebelumnya), tidak ada jaringan parut
Sindrom steven-johnson : vesikulobulosa (lesi gelembung mulai dari vesikel
sampai bulla) yang melibatkan kulit, mulut, mata dan genitalia; sariawan yang
dalam degan krusta akibat perdarahan adalah gambaran khas.
25
Page 26
Luka bakar : terdapat riwayat luka bakar derajat dua
Toxic epidermal necrolysis : seperti sindrom steven-johnson yang diikuti
pengelupasan kulit badian atas (epidermis) secara menyeluruh.
Varisela : vesikel pada dasar kemerahan bermula di badan dan menyebar ke
tangan kaki dan wajah; vesikel pecah dan membentuk krusta; lesi terdapat
pada beberapa tahap (vesikel, krusta) pada saat yang sama.(1,3)
PEMFIGUS VULGARIS
Definisi
Adalah salah satu penyakit berlepuh dengan pembentukan bula di atas kulit normal
dan selaput lendir.(1,2,3)
Penyebab dan epidemiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui; diduga berhubungan dengan autoimun. Umur
pada dasawarsa ke-5 dan ke-6; dapat juga semua umur. Frekuensi yang sama pada
pria dan wanita.(1,3)
Gejala penyakit
Keadaan umum penderita biasanya buruk. Enam puluh persen lesi biasanya pada
kepala berambut dan mukosa mulut. Gambaran awal berupa erosi dengan krusta, dan
beberapa bulan kemudian baru timbul bula generalisata. Mukosa lain yang diserang:
mata, hidung, laring, faring, serviks, vulva dan uretra. Bula berdinding kendur, jika
pecah timbul krusta yang dapat bertahan lama. Eritema, hipo / hiperpigmentasi. Tanda
Nikolsky selalu positif; penderita mengeluh gatal dan nyeri.(2,3)
Pemeriksaan kulit
• Lokalisasi : Generalisata.
• Efloresensi/sifat-sifatnya : Bula berdinding kendur, eritema, krusta, erosi, dan
hipo-/hiperpigmentasi.
Gambaran histopatologi
26
Page 27
Pada epidermis ditemukan bula suprabasal, akantolisis epitel pada dasar bula. Dengan
mikroskop elektron ditemukan perlunakan semen interselular, kerusakan desmosom
dan tonofibril.
Pemeriksaan laboratorium
1. Imunologi: Tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraselular
tipe IgG & C3. Tes imunofluoresensi tak langsung didapatkan antibodi
pemfigus pada IgG.
2. Tes Nikolsky selalu positif.
3. Pemeriksaan sel Tzanck selalu positif
Diagnosis banding
1. Dermatitis herpetiformis
2. Pemfigoid bulosa
3. Sindrom Steven-Johnson
PEMFIGUS FOLIASEUS
Definisi
Adalah salah satu bentuk pemfigus yang memberi gejala klinik berupa vesikel-vesikel
berdinding tipis yang mudah pecah.(3)
Penyebab dan epidemiologi
Penyebab belum diketahui dengan jelas diduga akibat suatu proses autoimun.
Umumnya terjadi antara 40—50 tahun dengan frekuensi yang sama pada pria dan
wanita. Dapat terjadi pada semua bangsa di seluruh dunia dan tidak dipengaruhi
musim atau iklim.(1,3)
Gejala penyakit
Gejalanya tidak seberat pemfigus vulgaris. Perjalanan penyakit terjadi kronik dengan
remisi temporer. Penyakit mulai dengan vesikel/bula berukuran kecil, berdinding
kendur yang kemudian pecah menjadi erosi dan eksudatif. Yang khas adalah eritema
menyeluruh yang disertai banyak skuama kasar, sedangkan bula kendur hanya sedikit.
Penderita mengeluh gatal dan badan menjadi berbau busuk.(2,9)
27
Page 28
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi: Kulit kepala, wajah, dada, dan daerah seboroik; bersifat
simetris.
Efloresensi: Eritema menyeluruh disertai skuama kasar. Vesikel atau
bula lentikular berdinding kendur hanya sedikit; daerah
erosif generalisata.(2)
Gambaran histopatologi
Epidermis : Ditemukan akantolisis dengan bula subkorneal.
Dermis :Tampak pelebaran masing-masing pembuluh darah disertai sebukan
sel-sel radang seperti eosinofil, limfosit dan sel plasma.
Pemeriksaan laboratorium
1. Imunologi: IgG.
2. Tes Nikoisky positif
3. Percobaan Tzanck memberi hasil positif.
Diagnosis banding
1. Eritroderma
2. Sindroma Stevens-johnson
3. Pemfigus vulgaris
Prognosis
Dengan kortikosteroid, penyakit ini punya prognosis yang baik.
28
Page 29
PEMFIGUS ERITEMATOSUS (sindroma Senear-Usher)
Definisi
Adalah salah satu bentuk pemfigus dengan gejala klinis yang lebih jinak, serta tidak
mempengaruhi keadaan umum.(2,7)
Penyebab dan epidemiologi
• Penyebab : Diduga berkaitan dengan proses autoimun.
• Umur : Lebih banyak pada dewasa.
• Jenis kelamin : Lebih sering pada wanita.(2)
Gejala singkat penyakit
Keadaan umum penderita biasanya baik. Lesi mula-mula sedikit, dapat berlangsung
berbulan-bulan dan sering disertai remisi. Kelainan kulit berupa bercak-bercak
eritema berbatas tegas dengan skuama tebal. Eksudasi dan krusta di wajah
menyerupai kupu kupu, sehingga mirip lupus eritematosus dan dermatitis seboroika.
Kelainan dapat juga generalisata. Penyakit ini dapat berubah menjadi pemfigus
vulgaris atau foliaseus.(1,2)
29
Page 30
Pemeriksaan kulit
• Lokalisasi: Kedua sisi batang hidung dan pipi, mirip gambar kupu
kupu;juga dada, punggung, kulit kepala dan ekstremitas.
• Efloresensi: Eritema berbatas tegas dengan skuama tebal disertai
eksudasi dan krusta yang berwarna kuning coklat.
Gambaran histopatologi:
• Epidermis : Akantolisis, hiperkeratosis folikular dan bula subkornea.
• Dermis : Ditemukan papilomatosis dan pelebaran pembuluh darah di ujung stratum papilare.
Pemeriksaan laboratorium
1. Imunologi: terdapat IgG.
2. Test Nikolsky.
3. Pemeriksaan sel Tzanck.
Diagnosis banding
1. Lupus eritematosus
2. Dermatitis herpetiformis
3. Pemfigoid bulosa
30
Page 31
PEMFIGUS VEGETANS
Merupakan bentuk jinak dari pemfigus vulgaris dan sangat jarang ditemukan.(1,2)
Penyebab dan epidemiologi
• Penyebab : Belum jelas, diduga autoimun.
• Umur : Lebih banyak menyerang usia muda.
• Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita.
Gejala singkat penyakit
Terdapat 2 tipe yaitu tipe Neumann : Bula-bula kendur yang menjadi erosif, kemudian
menjadi vegetatif dan proliferatif papilomatosa dan tipe Hallopeau (pyodermite
vegetante): lesi primer berupa pustula-pustula yang menyatu, meluas ke arah tepi,
selanjutnya mengalami vegetasi membentuk daerah hitam kasar menyerupai beludru.(2)
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi : Mulut, wajah, ketiak, kelamin, intertrigo, perineum, umbilikus, hidung, ekstremitas dan kulit kepala.
Efloresensi : Bula kendur, erosi, vegetatif, proliferatif papilomatosa, sehingga
permukaan tampak menjadi kasar.
Pemeriksaan histopatologi
Tipe Neumann : Mula-mula menyerupai pemfigus vulgaris, kemudian timbul
proliferasi papil ke atas, pertumbuhan epidermis ke bawah, dan terdapat abses-abses
intraepidermal. Tipe Hallopeau : Lesi awal sama dengan tipe Neumann; terdapat
akantolisis suprabasal, hiperplasia epidermis dengan banyak eosinofil; abses
eosinofilik pada lesi vegetatif. Pada keadaan lanjut terdapat papilomatosis dan
hiperkeratosis tanpa abses.(2)
Pemeriksaan laboratorium
Imunologi: IgG.
31
Page 32
Diagnosis banding
Karena tergolong penyakit kulit berlepuh maka harus didiagnosis banding dengan
pemfigus vulgaris, dermatitis herpetiformis dan pemfigus bulosa.(1,2,3)
PEMFIGOID BULOSA
Adalah penyakit kronik yang ditandai dengan bula besar berdinding tegang di atas
kulit yang eritematosa.(1,2)
Penyebab dan epidemiologi
• Penyebab : Belum jelas, diduga autoirnun
• Umur : Semua umur, terutama pada orang tua.
• Jenis kelamin : Frekuensi yang sama pada pria dan wanita
Gejala singkat penyakit
Perjalanan penyakit termasuk keluhan utama dan keluhan tambahan: Keadaan umum
baik, sakit ringan, sering disertai rasa gatal; kelainan kulit terutama bula, dapat
bercampur dengan vesikel berdinding tegang, terkadang hemoragik; daerah sekitar
merah.
Pemeriksaan kulit
Lokalisasi :Ketiak, lengan bagian fleksor, lipat paha dan mulut.
32
Page 33
Efloresensi/sifat-sifat: Bula numular sampai plakat berisi cairan jernih dengan
dinding tegang, terkadang hemoragik. Jika bula pecah terlihat daerah erosif numular
hingga plakat, bentuk tak teratur.(1,2,3)
Gambaran histopatolog
Kelainan dini berupa celah di perbatasan dermis-epidermis dan bula subepidermal.
Sel irifiltrat utama ialah eosinofil, limfosit, dan sel-sel polinuklear, tersebar di dalam
dermis.(2)
Pemeriksaan laboratorium
1. Imunologi IgG & C3 tersusun seperti pita di BMZ (basement membrane zone)
2. Tes KJ biasanya memberi hasil negatif.
3. Tes Nikolsky biasanya negatif.
4. Pemeriksaan sel Tzanck biasanya positif.
Diagnosis banding
Pemfigoid bulosa harus didiagnosis banding dengan pemfigus vulgaris, penyakit
Duhring dan sindroma Stevens-Johnson. Dengan melihat umur, keadaan umum,
gambaran klinis dan histopatologis, ketiga penyakit dapat saling dibedakan.(1,2)
33
Page 34
DERMATOSIS PUSTULOSA SUBKORNEAL
Definisi
Tergolong penyakit kulit berlepuh dengan gejala timbulnya pustula di atas daerah
yang eritematosa.(2)
Penyebab dan epidemiologi
• Penyebab :Belum jelas, diduga suatu penyakit autoimun.
• Epidemiologi :Banyak menyerang kelompok umur pertengahan; wanita lebih
sering daripada pria.
Gejala singkat penyakit
Pustula terletak superfisial seperti pada impetigo bulosa, berbentuk anular dan
menjalar secara serpiginosa. Kadang-kadang terdapat vesikel yang kemudian menjadi
pustulosa.
Pemeriksaan kulit
• Lokalisasi : Daerah perut, ketiak dan lipatan-lipatan. Lesi di mukosa jarang
dan biasanya ringan.
• Efloresensi : Pustula miliar sampai lentikular, dengan gambaran anular atau
serpiginosa
Gambaran histopatologi:
Pada epidermis didapati pustula subkorneal dengan infiltrasi neutrofil. Pada dermis
ditemukan spongiosis dan sebukan neutrofil dan eosinofil di sekitar pembuluh darah.
Pemeriksaan laboratorium
Kultur cairan pustula adalah steril. Pemeriksaan imunofluoresensi tak langsung
tampak gambaran yang mirip dengan pemfigoid bulosa.
34
Page 35
Diagnosis banding
Dermatitis herpetiformis, eritema multiforme, psoriasis pustulosa atau bakteri-id
pustulosa. Dari gejala klinis, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan
histopatologi, penyakit ini dapat dipastikan.
35