-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
1/17
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR
FERMENTASI NATA DE COCO
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh:
Nama : Gracia Carolina
NIM : 11.70.0038
Kelompok : D1
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2014
Acara I
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
2/17
1. HASIL PENGAMATANHasil uji sensori dan ketebalan nata dapat
dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 1. Hasil Uji SensorisNata de cocoKelompok Aroma Warna
Tekstur Rasa
D1 ++++ +++ +++ ++
D2 ++++ ++++ +++ +
D3 ++++ ++++ ++ ++++
D4 ++++ ++++ ++ +++D5 ++++ ++++ ++ ++++
Berdasarkan tabel 1. dapat diketahui bahwa pada kelima nata de
coco hasil praktikum
memiliki aroma yang tidak asam, dan memiliki warna putih kecuali
pada nata de coco
kelompok D1.Nata de cocoD1 dan D2 memiliki tekstur yang kenyal,
sedangkan nata de
coco D3-D5 memiliki tekstur yang agak kenyal. Rasa kelima nata
de coco cukup
bervariasi, nata de cocoD3 dan D5 memiliki rasa sangat manis,
nata de cocoD4 memiliki
rasa manis, nata de cocoD1 memiliki rasa agak manis, sedangkan
nata de cocoD2 tidak
memiliki rasa manis.
Tabel 2. Hasil Pengamatan LapisanNata de coco
KelTinggi Media
Awal (cm)
Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata
0 7 14 0 7 14
D1 2,8 0 2,7 2,5 0 96,43 89,29D2 1,8 0 1,7 1,6 0 94,44 88,89
D3 1,8 0 1,6 1,4 0 88,89 77,78
D4 1,5 0 1,3 1 0 86,67 66,67
D5 2,5 0 2,3 2 0 92 80Berdasarkan tabel 2. dapat diketahui bahwa
media awal tertinggi terdapat pada nata de
coco D1 yaitu 2,8cm, sedangkan nata de coco D4 memiliki media
awal terendah yaitu
1,5cm. Tinggi ketebalan dan % lapisan nata pada kelima nata de
cocomenurun dari hari
Keterangan
Aroma
++++ : tidak asam
+++ : agak asam
++ : asam+ : sangat asam
Warna
++++ : putih
+++ : putih bening
++ : putih agak bening+ : bening
Tekstur
++++ : sangat kenyal
+++ : kenyal
++ : agak kenyal+ : tidak kenyal
Rasa
++++ : sangat manis
+++ : manis
++ : agak manis+ : tidak manis
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
3/17
ke-0 hingga hari ke-14. Pada hari ke-14, % lapisan nata
tertinggi terdapat pada nata de
cocoD1, sedangkan % lapisan nata terendah terdapat pada nata de
cocoD4.
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
4/17
2. PEMBAHASAN2.1.Pembuatan Media
Pembuatan nata de coco termasuk dalam proses fermentasi dengan
menggunakan substrat
cair, karena nata de cocoadalah produk fermentasi yang dibuat
dengan menggunakan air
kelapa sebagai media dan melibatkan mikroba. Dalam pembuatannya
dibutuhkan bahan
dasar seperti air kelapa dari buah yang sudah tua, dan beberapa
bahan yang mengandung
gula, protein, dan mineral (Pambayun, 2002). Natabiasanya
dikonsumsi sebagai makanan
ringan. Nata adalah selulosa yang berbentuk padat, memiliki
tekstur yang kenyal,
berwarna putih transparan, dan memiliki kandungan air sekitar
98% (Anastasia et al.,
2008).
Air kelapa mengandung karbohidrat sebesar 4%, lemak 0,1%,
kalsium 0,02%, fosfor
0,01%, besi, garam-garam mineral, nitrogen, vitamin C, dan
protein (Wijayanti et al.,
2010). Air kelapa yang digunakan dalam praktikum ini sebanyak
1500 ml, air kelapa
disaring terlebih dahulu untuk dipisahkan dari kotoran-kotoran
yang ada. Air kelapa yang
sudah disaring kemudian ditambah dengan gula pasir sebanyak 150
gr (10% dari jumlah
air kelapa) dan diaduk hingga larut kemudian dipanaskan. Jumlah
gula yang digunakan
harus sesuai dengan jumlah inokulum yang ditambahkan, karena
apabila jumlah gula yangditambahkan terlalu banyak, maka gula akan
banyak terbuang karenaAcetobacter xylinum
tidak dapat memanfaatkannya secara optimal (Rahayu et al, 1993
& Sunarso,1982).
Penambahan gula sebanyak 10% dari media dalam praktikum ini
sudah sesuai, karena
menurut Hayati (2003) konsentrasi gula optimum yang harus
ditambahkan adalah 10%.
Setelah dipanaskan, larutan didiamkan hingga suam-suam kuku lalu
ditambahkan dengan
ammonium sulfat sebanyak 7,5 gr (0,5% dari air kelapa).
Pembuatan nata de coco pada
praktikum ini sudah disesuaikan dengan kondisi optimum dalam
pembuatan nata de coco.Berdasarkan Jagannath et al (2008), kondisi
yang optimal dalam pembuatan nata adalah
dengan konsentrasi sukrosa 10%, ammonium sulfat 0,5 %, dan pada
pH 4. Gula dan
ammonium sulfat sangat dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum dalam
proses pembuatan
nata de coco, gula digunakan untuk sebagai sumber karbon pada
proses fermentasi nata de
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
5/17
coco, sedangkan penambahan amonium sulfat berfungsi sebagai
sumber nitrogen. Sumberkarbon dan nitrogen akan membentuk asam
nukleat dan protein secara optimum, asam
nukleat dan protein tersebut akan menjadi sumber energi untuk
pertumbuhan bakteri
Acetobacter xylinum (Rahayu et al, 1993). Larutan juga
ditambahkan asam cuka glasial
hingga pH mencapai 4-5, setelah itu dipanaskan kembali hingga
gula larut dan disaring.
Penambahan asam cuka glasial hingga mencapai pH 4-5 karena pada
pH tersebut
merupakan kondsi pH yang optimum untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum (Awang,
1991). Setiap proses pemanasan yang dilakukan pada pembuatan
media bertujuan untuk
membunuh mikroorganisme yang dapat mengganggu aktivitas
Acetobacter xylinum
sehingga proses pengubahan glukosa menjadi selulosa akan
terganggu dan nata yang
terbentuk tidak sempurna (Astawan & Astawan, 1991). Dalam
pembuatan media, bahan-bahan yang digunakan sudah sesuai dengan
pertimbangan faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil akhir nata de coco, yaitu pH, suhu, dan
kandungan gula dalam
substrat (Rahman , 1992).
2.2.Fermentasi
Proses fermentasi terjadi pada media yang sudah diberi dengan
kultur starter, yaitu bakteri
Acetobacter xylinum. Media yang digunakan sebanyak 100 ml ke
dalam wadah plastik
bening lalu ditutup rapat, kemudian ditambahkan dengan starter
nata sebanyak 10% dari
media. Hal tersebut sesuai dengan Pato & Dwiloka (1994),
bahwa jumlah starter yang
ditambahkan pada pembuatan nata berkisar antara 410%. Saat
memasukkan media ke
dalam masing-masing wadah plastik harus secara aseptis untuk
menghindari adanya
kontaminan yang dapat mengganggu kerja Acetobacter xylinum.
Dengan begitu maka
organisme yang tumbuh dalam biakan hasil pemindahan hanya
organisme yang diinginkan
(Hadioetomo, 1993). Media digojog perlahan hingga seluruh
starter bercampur homogen
lalu ditutup dengan kertas berwarna coklat, hal tersebut
dilakukan karena bakteri
Acetobacter xylinum termasuk bakteri aerob yang butuh oksigen.
Oksigen yang masuk
dalam substrat tidak boleh bersentuhan langsung dengan permukaan
nata dan tidak boleh
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
6/17
terlalu kencang sehingga tidak mengganggu proses terbentuknya
lapisan nata (Pambayun,
2002).
Inkubasi dilakukan selama 2 minggu, selama inkubasi media tidak
boleh diganggu agar
lapisan pada permukaan yang terbentuk tidak terpisah-pisah.
Inkubasi dilakukan pada suhu
ruang, hal tersebut sesuai dengan Rahayu et al. (1993), bahwa
fermentasi sebaiknya
dilakukan pada suhu 28-32oC selama 10-14 hari agar menghasilkan
nata yang baik dengan
ketebalan optimum, karena suhu fermentasi yang terlalu tinggi
dapat menyebabkan
sebagian bakteri mati sehingga proses fermentasi akan terhambat.
Sebaliknya, jika suhu
fermentasi terlalu rendah, maka akan menyebabkan natayang
dihasilkan terlalu lunak atau
tidak terbentuk lapisan nata sama sekali. Pengamatan terhadap
ketebalan nata de coco
dilakukan pada hari ke-3, ke-7, ke-10, ke-14, untuk dihitung
presentase kenaikan ketebalan
serta uji sensoris.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dari hari ke-0 hingga hari
ke 14 diketahui bahwa
terjadi peningkatan tinggi ketebalan pada pengamatan hari ke-7
dan terjadi penurunan pada
pengamatan hari ke-14. Hal tersebut juga mengakibatkan
presentase lapisan nata menurun
pada hari terakhir pengamatan. nata yang dihasilkan juga tidak
membentuk padatan
melainkan masih berbentuk cair, sehingga untuk uji sensori data
diambil dari data uji
sensori kloter B. Kegagalan dalam pembuatan nata dapat
disebabkan karena dalam proses
pembuatannya kurang aseptis, sehingga terdapat mikrobia yang
menjadi kontaminan
produk. Menurut Tranggono & Sutardi (1990), kehadiran
mikrobia perusak dapat
mengurangi konsentrasi glukosa sehingga nata yang dihasilkan
akan kurang maksimal
bahkan gagal. Selain itu kegagalan juga dapat disebabkan karena
kurang larutnya gula
yang ditmbahkan pada media, menurut Astawan & Astawan (1991)
kelarutan gula yang
rendah (gula tidak terlarut secara sempurna) akan menyebabkan
gula sulit diserap oleh
Acetobacter xylinum sehingga tidak dapat menghasilkan selaput
tebal di permukaan
larutan. Kegagalan pembentukan nata juga dapat disebabkan karena
media yang
digunakan, yaitu air kelapa. Kematangan buah kelapa dan jenis
buah kelapa yang
digunakan dapat berpengaruh terhadap hasil nata de coco. Pada
praktikum ini, air kelapa
yang digunakan dimungkinkan berasal dari buah kelapa muda,
sehingga pH air kelapa
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
7/17
kurang tidak begitu asam untuk mendukung pertumbuhan Acetobacter
xylinum (Awang,
1991).
Nata terbentuk dari hasil penggunaan glukosa oleh Acetobacter
xylinum untuk
menghasilkan senyawa metabolit selulosa, nata yang terbentuk
kemudian dicuci dengan air
mengalir lalu dipotong-porong dan dimasak dengan menggunakan air
gula, setelah itu
dilakukan uji sensori terhadap masing-masing nata de coco.
Gambar 1.Nata de cocosaat dicuci dan dipotong
Gambar 2. Pemasakan nata de coco
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
8/17
Gambar 3.Nata de cocokelompok 1-5 untuk uji sensori
Halib et al (2012) melaporkan bahwa aroma asam yang terbentuk
pada nata de coco
berasal dari oksidasi gula menjadi asam asetat serta hasil
oksidasi berbagai jenis alkohol
menjadi asam asetat oleh bakteri Acetobacter xylinum. Setelah
dilakukan uji sensori,
diketahui bahwa pada nata yang dihasilkan dari setiap kelompok
tidak memiliki aroma
asam, menurut Rahman (1992), pembentukan aroma sangat
dipengaruhi oleh proses
pencucian dan perendaman nata. Tidak adanya aroma asam pada
kelima nata yang
dihasilkan dapat terjadi karena proses pencucian yang dilakukan
secara berulang-ulang
sehingga asam akan terbuang semakin banyak. Demikian juga dengan
proses perendaman,
apabila air rendaman nata selalu diganti maka proses
penghilangan asam akan semakin
cepat.
Berdasarkan uji sensori warna dapat diketahui bahwa pada nata
kelompok D2-D5 memiliki
warna putih, sedangkan nata kelompok D1 memiliki warna putih
bening. Pembentukan
warna putih atau putih bening disebabkan karenaAcetobacter
xylinummenghasilkan jutaan
lembar benang selulosa yang tampak berwarna putih padat hingga
transparan, yang disebut
dengan nata (Pambayun, 2002). Jika yang terbentuk adalah warna
kuning atau kecoklatan,
maka hal tersebut dapat menandakan bahwa terdapat mikrobia
perusak yang menyebabkan
kebusukan pada nata yang terbentuk (Tranggono & Sutardi ,
1990).
Rasa pada kelima nata yang dihasilkan cukup beragam, nata de
cocokelompok D3 dan D5
memiliki rasa sangat manis, nata de cocokelompok D4 memiliki
rasa manis, nata de coco
kelompok D1 memiliki rasa agak manis, dan nata de coco kelompok
D2 tidak berasa
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
9/17
manis. Tingkat kemanisan nata de coco tersebut bergantung pada
jumlah gula yang
ditambahkan pada saat pemasakan nata de coco.
Nata de coco memiliki bentuk padat, kokoh, berwarna putih,
transparan dan kenyal
(Rahman, 1992). Pada pengamatan tekstur diketahui bahwa nata de
cocokelompok D1-D2
memiliki tekstur yang kenyal, sedangkan nata de cocokelompok
D3-D5 memiliki tekstur
yang agak kenyal. Tingkat kekenyalan yang berbeda-beda
dipengaruhi oleh kepadatan atau
ketebalan lapisan nata yang dihasilkan, sedangkan tingkat
kekenyalan nata dapat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya serat (selulosa) (Nurhayati,
2011 & Herman, 1979).
Keterkaitan antara ketebalan lapisan nata dengan tekstur yang
dihasilkan dapat dilihat pada
tabel 2. bahwa pada nata de cocokelompok D1-D2 memiliki
presentase lapisan nata lebih
tinggi (89,29%, 88,9%) dibandingkan dengan presentasi lapisan
nata kelompok D3-D5
(77,78%, 66,67%, 80%). Faktor-faktor lainnya yang dapat
mempengaruhi tekstur nata
adalah konsentrasi dan jenis mikroorganisme yang digunakan.
Semakin tinggi konsentrasi
dan semakin murni kultur, maka nata yang dihasilkan akan lebih
padat. Selain itu,
penggunaan kadar gula dalam pembuatan media juga akan menentukan
tingkat kekenyalan
nata. Semakin tinggi kadar gula, maka nata akan semakin kenyal.
Hal tersebut disebabkan
karena kadar gula tinggi dapat menyebabkan ikatan antar serat
lebih longgar dan sebagian
besar gel yang terbentuk terisi oleh air dan hanya sedikit oleh
padatan (Nurhayati, 2011).
Pengukuran ketebalan nata dilakukan sebanyak 3 kali pengamatan,
yaitu pada hari ke-0,
hari ke-7, dan hari ke-14. Pada hari ke-0 masih belum terdapat
nata yang terbentuk, karena
belum terjadi proses inkubasi atau fermentasi yang mengubah gula
menjadi selulosa oleh
bakteri Acetobacter xylinum. Pada pengamatan hari ke-7 sudah
mulai terdapat nata yang
terbentuk karena proses fermentasi, ketebalan nata tertinggi
terdapat pada nata kelompok
D1 (2,7cm), sedangkan ketebalan nata terendah terdapat pada nata
kelompok D4 (1,3cm).
Faktor utama yang mempengaruhi perbedaan ketebalan nata dalam
praktikum ini adalah
perbedaan ukuran toples yang digunakan, toples dengan ukuran
yang lebih lebar akan
menghasilkan tinggi nata yang lebih rendah, demikian juga
sebaliknya sehingga
pengukuran ketinggian kurang bisa dibandingkan satu sama lain
karena ketidakseragaman
ukuran toples yang digunakan. Berbagai faktor lain yang menjadi
pengaruh bagi ketebalan
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
10/17
nata adalah oleh waktu dan suhu fermentasi (Rahayu et al.,
1993), serta fluktuasi populasi
inokulum selama proses fermentasi (Seumahu et al., 2005). Tinggi
ketebalan nata seluruh
kelompok menurun pada pengamatan hari ke-14, masing-masing nata
menurun
ketebalannya antara 0,1-0,3 cm. Penurunan ketebalan nata
tersebut dapat terjadi karena
terjadinya perubahan suhu yang dapat mempengaruhi kerja bakteri
Acetobacter xylinum
dan berakibat pada lapisan nata yang terbentuk jadi terganggu.
Selain itu keterbatasan
sukrosa dan adanya oksigen yang bersentuhan langsung dengan
permukaan nata sehingga
mengganggu proses terbentuknya lapisan nata (Pambayun,
2002).
Ketebalan nata terkait dengan besarnya presentase lapisan nata,
nata dengan ketebalan
tertinggi juga memiliki presentase lapisan nata tertinggi. Nata
de coco kelompok D1
memiliki presentase lapisan nata tertinggi, yaitu sebesar
96,43%, sedangkan presentase
lapisan nata terendah terdpat pada nata de coco kelompok D4,
yaitu sebesar 86,67%.
Jagannath et al. (2008) menyatakan bahwa kondisi optimum untuk
menghasilkan ketebalan
nata yang maksimum adalah pada pH media 4,0 dengan kandungan
sukrosa sebesar 10%
dan ammonium sulfat sebesar 0,5%. Menurut Saputra &
Darmansyah (2010), nata de coco
yang dibuat dari air kelapa dengan penambahan asam asetat
sebesar 0,3% (v/v), gula 2%
(b/v), dan urea 0,5% (b/v) akan menghasilkan serat dengan
komposisi terbaik, yaitu
menghasilkan ketebalan serat basah 14,57 cm dan massa 595 gram
untuk setiap 700 ml
media air kelapa.
Menurut Wijayanti et al (2010) dalam jurnal penelitiannya
melaporkan bahwa kualitas
nata de coco ditentukan oleh kualitas media yang digunakan dan
proses fermentasinya,
apabila rasio penambahan karbon dan nitrogen diatur dengan
optimal dan proses
fermentasi berlangsung baik, maka semua cairan kelapa akan
berubah menjadi nata tanpa
menghasilkan residu. Semakin tinggi kandungan nitrogen dalam
bahan media, maka laju
fermentasi akan meningkat sehingga meningkatkan juga hasil
biosintesa dan menghasilkan
nata yang semakin tinggi. Semakin banyak sukrosa yang
ditambahkan maka akan
menyebabkan terjadinya peningkatan pH, dengan meningkatnya pH
maka rendemen nata
yang dihasilkan akan semakin banyak. Peningkatan pH menghasilkan
rendemen nata yang
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
11/17
tinggi, namun nata yang dihasilkan pada kondisi pH yang terlalu
tinggi akan memiliki
tekstur yang lunak.
Dalam jurnal penelitiannya, Santosa et al(2012) menyatakan bahwa
nata de cocobanyak
didistribusikan dalam bentuk minuman instan dalam kemasan, agar
tidak mudah rusak
perlu ditambahkan penstabil berupa CMC (Carboxy Methyl
Cellulosa), gum arabic, atau
gelatin. Tujuan penambahan penstabil adalah untuk membentuk
cairan nata de coco
dengan viskositas yang stabil dan homogen dalam waktu lama. CMC
merupakan penstabil
yang lebih efektif daripada gum arabic maupun gelatin.
Persentase penambahan CMC
yang tepat adalah sekitar 0,5-3% untuk menstabilkan
suspense.
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
12/17
3. KESIMPULAN Nata de coco merupakan produk fermentasi dengan
menggunakan substrat cair (air
kelapa).
Proses fermentasi pada nata de cocodilakukan olehAcetobacter
xylinum. Penyaringan air kelapa bertujuan untuk memisahkan air
kelapa dengan kotorannya. Gula digunakan sebagai sumber karbon dan
ammonium sulfat digunakan sebagai
sumber nitrogen dalam proses fermentasi olehAcetobacter
xylinum.
Konsentrasi optimum penambahan gula adalah 10%. Konsentrasi
optimum penambahan ammonium sulfat adalah 0,5% Batas jumlah starter
yang ditambahkan dalam pembuatan nata berkisar antara 410%.
Penambahan kultur starter harus dalam keadaan aseptis agar tidaka
ada
mikroorganisme kontaminan yang dapat mengganggu pertumbuhan
Acetobacter
xylinum.
Penutupan toples bertujuan agar oksigen tidak bersentuhan
langsung denganpermukaan nata.
Selama masa inkubasi nata tidak boleh diganggu agar lapisan pada
permukaan yangterbentuk tidak terpisah-pisah.
Kondisi optimal inkubasi adalah selama 2 minggu pada suhu 28C.
Nata merupakan selulosa hasil metabolitAcetobacter xylinum. Aroma
asam pada nata de cocodihasilkan dari oksidasi gula menjadi asam
asetat dan
hasil oksidasi berbagai jenis alkohol menjadi asam asetat oleh
bakteri Acetobacter
xylinum.
Tidak adanya aroma asam pada kelima nata yang dihasilkan dapat
terjadi karena prosespencucian yang dilakukan secara berulang-ulang
dan rendaman nata selalu diganti.
Pembentukan warna putih atau putih bening disebabkan karena
Acetobacter xylinummenghasilkan jutaan lembar benang selulosa yang
tampak padat berwarna putih hingga
transparan
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
13/17
Warna kuning atau kecoklatan pada nata menandakan bahwa terdapat
mikrobiaperusak yang menyebabkan kebusukan pada nata yang
terbentuk.
Tingkat kemanisan nata de coco tersebut bergantung pada jumlah
gula yangditambahkan pada saat pemasakan nata de coco.
Tingkat kekenyalan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh kepadatan
atau ketebalanlapisan nata yang dihasilkan, sedangkan tingkat
kekenyalan nata dapat dipengaruhi
oleh banyak sedikitnya serat (selulosa)
Lapisan nata yang lebih tebal memiliki presentase lapisan nata
lebih tinggi (89,29%,88,9%)
Lapisan nata yang lebih tipis memiliki presentase lapisan nata
lebih rendah (77,78%,66,67%, 80%).
Semakin tinggi konsentrasi dan semakin murni kultur, maka
natayang dihasilkan akanlebih padat.
Semakin tinggi kadar gula, maka nata akan semakin kenyal. Tinggi
nata tiap kelompok berbeda karena tidak seragamnya ukuran toples
yang
digunakan sebagai wadah untuk proses fermentasi.
Penurunan lapisan Nata de Coco disebabkan karena terjadi
gangguan ketika prosesfermentasi.
Semarang, 18 Juni 2014 Asisten Dosen,
- Chrysentia Archinitta L.M.
Gracia Carolina
11.70.0038
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
14/17
4. DAFTAR PUSTAKA
Anastasia, Nadia dan Afrianto, Eddy. (2008). Mutu Nata de
Seaweed dalam Berbagai
Konsentrasi Sari Jeruk Nipis. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi II.Universitas Lampung.
Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan
Nabati Tepat Guna EdisiPertama. Akademika Pressindo. Bogor.
Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media.
Jakarta.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek:
Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Halib, N., Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012).Physicochemical
Properties andCharacterization of Nata de Coco from Local Food
Industries as as Source of Cellulose.
Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205-211.
Hayati, M. (2003). MembuatNata de Coco. Adi Cita Karya Nusa.
Yogyakarta.
Herman, A.H. (1979). Pengolahan Air Kelapa. Buletin Perhimpunan
Ahli TeknologiPangan Indonesia 4(1) Halaman 917.
Jagannath, A; A. Kalaiselvan; S. S. Manjunatha; P. S. Raju &
A. S. Bawa. (2008). The
Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on
The Production of
Bacterial Cellulose (Nata de coco) by Acetobacter xylinum. World
J Microbiol Biotechnol
24:25932599.
Nurhayati, Siti. (2011). Kajian Pengaruh Kadar Gula dan Lama
Fermentasi Terhadap
KualitasNata De Soya.Universitas Terbuka p1-8.Pambayun, R.
(2002). Teknologi PengolahanNata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.
Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pembentukan
Nata de Coco. Sains Teks I (4): 70-77.
Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N.
Cahyanto. (1993). Bahan
Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
15/17
Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.
Santosa B; Ahmadi K; dan Teque D. (2012). Dextrin Concentration
and Carboxy Methyl
Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Beverage from
Nata de Coco .International Journal of Science and Technology
(IJSTE) 1(1) : 6-11.
Saputra, A. H. & Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical
and Mechanical Properties
Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3.
The 1st InternationalSeminar on Fundamental and Application of
Chemical Engineering. ISFAChE 2010.
Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono.
(2005). Dinamika
Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco.
Jurnal Mikrobiologi
Indonesia, September 2005, hlm. 75-78. ISSN 0853-358X. Vol. 10,
No. 2.
Sunarso. (1982). Pengaruh Keasaman Media Fermentasi Terhadap
Ketebalan Pelikel padaPembuatanNata de coco. Skripsi. UGM.
Yogyakarta.
Tranggono & Sutardi. (1990). Biokimia & Teknologi Pasca
Panen. PAU Pangan & Gizi
UGM. Yogyakarta.
Wijayanti, F; Sri K; dan Masud E. (2010). Pengaruh Penambahan
Sukrosa dan AsamAsetat Glacial terhadap Kualitas Nata dari Whey
Tahu dan Substrat Air Kelapa. Jurnal
Industria 1(2) : 86-93.
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
16/17
5. LAMPIRAN
5.1.PerhitunganPersentase Lapisan Nata = 100%x
(cm)AwalMediaTinggi
(cm)NataKetebalanTinggi
Kelompok D1
Hari ke0
Hari ke7
Hari ke14
Kelompok D2
Hari ke0
Hari ke7
Hari ke14
Kelompok D3
Hari ke0
-
5/24/2018 Nata de Coco-GRACIA
17/17
Hari ke7
Hari ke14
Kelompok D4
Hari ke0
Hari ke7
Hari ke14
Kelompok D5
Hari ke0
Hari ke7
Hari ke14
5.2.Laporan Sementara5.3.Jurnal5.4.Hasil Analisa Viper