NASKAH PUBLIKASI EKPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN Oleh : ANDITA ASTRI KARINA 02320055 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
21
Embed
NASKAH PUBLIKASI EKPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN … · naskah publikasi ekplorasi terhadap kebijakan yang ramah terhadap wanita (women friendly policy) di perusahaan oleh : andita astri
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
NASKAH PUBLIKASI
EKPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Oleh :
ANDITA ASTRI KARINA
02320055
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
EKSPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
----------------------
Dosen Pembimbing Utama
(Dra. Emi Zulaifah, M.Sc)
EKSPLORASI TERHADAP KEBIJAKAN YANG RAMAH TERHADAP
WANITA (WOMEN FRIENDLY POLICY) DI PERUSAHAAN
Andita Astri Karina
Emi Zulaifah
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan yang diterapkan di BNI 46 sudah ramah terhadap wanita, dan bagaimana respon karyawati terhadap kebijakan yang telah diterapkan. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah kebijakan perusahaan yang diterapkan dapat mempengaruhi kualitas serta prestasi wanita dalam berkarier. Semakin banyak kebijakan yang diterapkan, maka wanita yang memilih untuk berkarier pun semakin banyak karena merasa didukung oleh perusahaan.
Subjek penelitian ini adalah karyawati Bank BNI 1946 di kantor wilayah 05, Semarang. Adapun subjek yang digunakan yaitu sebanyak 5 orang dan rata-rata mereka sudah lama bekerja di BNI 46. Adapun pengambilan data yang digunakan adalah dengan teknik wawancara berdasarkan pedoman wawancara (interview guide).
Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah disusun untuk dijadikan pedoman wawancara. Setelah itu, dari hasil wawancara tersebut ditemukan tema yang sesuai. Kata kunci : kebijakan yang ramah terhadap wanita, wanita karier
Pengantar
Dalam dekade terakhir ini, wanita telah semakin banyak melakukan hal-hal
yang semula dipandang “hanya untuk pria”. Khususnya, peran serta wanita dalam
pekerjaan berupah meningkat dengan pesat, mengurangi eksklusivitas pria sebagai
pencari nafkah bagi keluarga. Hal ini membuktikan bahwa pembedaan yang kaku
antara apa yang harus dilakukan pria dan apa yang harus dilakukan wanita sedang di
ambang kehancuran dan memperlihatkan bahwa wanita memperoleh kesempatan
berdasarkan kemampuannya untuk menjalankan perannya seluas-luasnya baik
sebagai ibu rumah tangga maupun wanita karier. Di tahun 1940, hanya 15% wanita
menikah yang bekerja mencari nafkah, tetapi pada tahun 1975 bilangan ini telah
meningkat sampai 44% (Bane dalam Sears, 1991). Sedangkan di tahun 2006, di
Indonesia tercatat presentase wanita yang memilih untuk berkarier sebanyak 31,2%
dan pekerjaannya meliputi semua sektor bidang usaha (Tempo, 18-24 Desember
2006). Tidak jarang pula wanita yang sudah menikah dan mempunyai anak yang
masih kecil ikut berperan dalam sektor publik atau memiliki pekerjaan berupah. Di
sisi lain, wanita juga memperlihatkan peningkatan dalam dunia pendidikan tinggi.
Pada tahun 1978, untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat, lebih banyak
wanita daripada pria yang masuk di perguruan tinggi (Sears dkk, 1991). Sedangkan di
Indonesia, wanita yang memperoleh pendidikan tinggi sebanyak 91,5%, hanya selisih
5,1% dengan pria yang memiliki presentase 96,6% (Tempo, 18-24 Desember 2006).
Hal ini merupakan perubahan pribadi dan sosial yang sangat berarti.
Walaupun demikian, masih jauh bagi wanita untuk menjadi rekan yang setara
dalam dunia kerja. Dalam setiap masyarakat yang telah diteliti, kaum laki-laki dan
perempuan memiliki peran gender yang berbeda. Ini dibuktikan oleh suatu studi yang
meneliti mengenai pembagian kerja berdasarkan gender (gender division of labor),
dimana hasil studi tersebut menemukan hanya 14 kegiatan dari 50 macam bentuk
pekerjaan di 186 masyarakat yang secara mencolok dilakukan oleh laki-laki di hampir
semua masyarakat (Mosse, 1991). Gender itu sendiri mempunyai arti sebagai
seperangkat peran yang, seperti halnya kostum dan topeng di teater, menyampaikan
kepada orang lain bahwa kita adalah feminin atau maskulin. Perangkat perilaku
khusus ini – yang mencakup penampilan, pakaian, sikap, kepribadian, bekerja di
dalam dan di luar rumah tangga, seksualitas, tanggung jawab keluarga dan sebagainya
– secara bersama-sama memoles “peran gender” kita. Di samping itu, ada beberapa
hal yang amat mempengaruhi peran, yaitu kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.
Kelas sosial hampir selalu berkaitan dengan urusan memutuskan peran gender yang
pantas karena memiliki jenis kelamin (sex) biologis tertentu. Oleh karena itu, jenis
kelamin merupakan salah satu kategori yang paling mendasar dalam kehidupan sosial
yang pada akhirnya menimbulkan suatu stereotip jenis kelamin, yaitu keyakinan
tentang penggolongan-golongan ciri-ciri kepribadian pria dan wanita. Kemungkinan
besar stereotip tersebut akan mempengaruhi persepsi terhadap orang lain bila kita
memiliki informasi dan bila jenis kelamin seseorang tampil sangat mencolok yang
dapat membiaskan prestasi kerja pria dan wanita.
Selama bertahun-tahun, gagasan mengenai pembagian kerja berdasarkan
gender yang tepat memaksa banyak perempuan keluar dari pekerjaan dengan cara,
misalnya, mencegah mereka melakukan giliran kerja malam. Menurut Fiske (dalam
Bauer, 2002), dalam pekerjaan perempuan mendapatkan hasil yang lebih baik atau
memuaskan dalam menyelesaikan pekerjaannya tetapi kurang mampu atau kompeten
dalam proses penyelesaian pekerjaannya, namun pria lebih kompeten atau mampu
dalam proses penyelesaian pekerjaannya tetapi hasilnya tidak begitu memuaskan atau
sempurna. Penelitian yang dilakukan oleh Ancok dkk (dalam Ancok, 2004) dengan
menggunakan sampel penelitian orang Indonesia, menemukan adanya bias di dalam
menilai kemampuan pria dan wanita. Disini pria dianggap unggul dalam bidang
perdagangan, arsitektur, kedokteran, kewartawanan, hukum, politik, dan musik.
Sedangkan wanita hanya unggul pada pekerjaan yang bersifat kewanitaan seperti
merangkai bunga, merancang busana, seni suara, masak-memasak, dan mendidik
anak. Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh McCoby & Jacklin (dalam Ancok,
2004), terdapat empat hal yang membedakan perilaku pria dan wanita. Hal yang
berbeda tersebut adalah seperti berikut :
Wanita lebih unggul dari pria dalam hal kecakapan verbal, sedangkan pria lebih unggul dalam kemampuan matematik. Selain itu pria memiliki kepribadian yang lebih agresif dari wanita. Perbedaan lain yang ditemukan adalah dalam hal kemampuan visual. Pria lebih mampu mencari dengan bentuk tertentu di dalam suatu gambar kompleks. Perbedaan dalam aspek lain, misalnya kepribadian dan perkembangan moral. Juga ditemukan tetapi biasanya kurang menunjukkan konsistensi antara penelitian yang satu dengan yang lainnya.
Di samping masalah mengenai pembagian kerja tersebut, masalah mengenai imbalan
yang berupa gaji untuk pria dan wanita mulai muncul ke permukaan, walaupun
terdapat Hukum dan Peraturan Utama tentang Kesetaraan Kesempatan Bekerja
(Equal Employment Opportunity) khususnya Undang-undang mengenai Persamaan
Upah (Equal Pay Act) tahun 1963 yang memiliki ketentuan mengharuskan
pembayaran upah yang sama untuk pria dan wanita yang mengerjakan pekerjaan yang
sama. Perbedaan gaji atau imbalan karena gender juga dialami di Norwegia,
walaupun persentase wanita (43%) yang bekerja penuh waktu lebih banyak daripada
pria (11%), namun besar gaji cenderung lebih rendah di sektor yang didominasi oleh
kaum wanita. Sedangkan, rata-rata jam kerja per minggu adalah 30,4 jam untuk
wanita dan 38,4 jam untuk pria.
Dengan adanya pilihan menjadi wanita karier yang telah menjadi fenomena
bagi sebagian wanita, berbagai persoalan yang berkaitan dengan peran perempuan di
tempat kerja bermunculan di masa sekarang. Dengan bekerja di suatu perusahaan
berarti meningkatkan peran wanita di sektor publik yang artinya wanita mempunyai
beban ganda, yaitu ibu rumah tangga dan menjadi wanita karier. Hal ini terkadang
membuat wanita mengalami stres karena wanita harus membagi waktu antara
keluarga dengan pekerjaannya. Kenyataan ini didukung oleh pernyataan dari Vella
dan Boden (dalam Chuang, 2003), partisipasi wanita dalam dunia kerja sedikit
berbeda dengan partisipasi pria dalam dunia industri karena wanita harus
menyeimbangkan antara keluarga dengan tuntutan pekerjaan. Penemuan yang
mengejutkan dari Robinson dkk (dalam Sears, 1991) adalah bahwa jumlah waktu
yang dihabiskan seorang suami untuk pekerjaan rumah tangga dan merawat anak
tidak ada kaitannya dengan apakah istrinya mempunyai pekerjaan berupah atau tidak.
Seorang suami yang istrinya mempunyai pekerjaan 40 jam seminggu tidak
menghabiskan waktu lebih banyak dari seorang suami yang istrinya dirumah terus
menerus. Perbedaannya hanyalah kaum wanita bekerja menghabiskan lebih sedikit
waktu untuk pekerjaan keluarga (sekitar 28 jam seminggu) daripada yang dilakukan
istri yang mengurus rumah tangga punya waktu sekitar (53 jam seminggu).
Tantangan wanita di tempat kerja tidak sebatas itu saja. Selama bertahun-
tahun kelompok wanita menuduh bahwa wanita menghadapi “atap kaca” di tempat
kerja. Atap kaca (glass ceiling) artinya praktik diskriminasi yang menghalangi wanita
dan anggota kelompok minoritas lainnya untuk naik ke posisi pekerjaan level
eksekutif. Seperti halnya yang terjadi di Norwegia, jumlah wanita yang duduk di
posisi direktur dan posisi tinggi lainnya di sektor swasta masih sedikit dan cenderung
stagnan. Hanya sekitar 7,4% wanita yang menduduki posisi manajer senior di
perusahaan swasta dan 11% menduduki tingkat manajer menengah (data dari tahun
2001). Dengan adanya permasalahan atap gelas tersebut, maka Undang-undang Atap
Kaca (Glass Ceiling Act) tahun 1991 telah disahkan dalam hubungannya dengan
Undang-undang Hak Sipil tahun 1991 dan membentuk komisi Atap Kaca untuk
melakukan studi bagaimana caranya menghancurkan atap gelas yang menghalangi
wanita dan anggota kelompok minoritas lainnya. Selain munculnya permasalahan
atap gelas, terdapat juga permasalahan yang sering terjadi di suatu perusahaan, yaitu
http://siteresources.worldbank.org.18/03/2006 Azhari, Vonna. 2005. Hubungan Pemahaman Gender dan Dukungan Suami dengan
Konflik Peran Ganda pada Wanita. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Bachor, Dan & Durri Andriani. Analisis Kendala Yang Dihadapi Pejabat di
Lingkungan Perguruan Tinggi di Indonesia. http://pk.ut.ac.id/jsi/5durri.htm.10/04/2006
Baner, Cara C. & Boris B. Baltes. 2002. Reducing the Effects of Gender Streotypes
on Performance Evaluations. Sex Roles. Vol.47 no.9-10. Borchorst, Annete. 2005. The Welfare State in an International Perspective. Lecture
no.5 : Gendering Welfare State. http://www.socsi.auc.dk.10/04/2006 Chuang, Hwei-Lin & Hsih-Yin Lee. 2003. The Return on Women’s Human Capital
and The Role of Men Attitudes Toward Working Wives. American Journal of Economics and Sociology. Vol.62 no.2
Departemen Anak & Urusan Keluarga. 2003. Penyebaran Gender di Bidang
Pendidikan dan Pasar Tenaga Kerja. http://www.norwegia.or.id.18/03/2006 Dowling, Collete. Tantangan Wanita Modern : Ketakutan Wanita Akan Kesuksesan.
Jakarta : Erlangga
Idrus, DR. Muhammad, M.Pd. 2005. Metode Penelitian Pendidikan dan Ilmu-Ilmu Sosial (Dua Pendekatan Penelitian). Yogyakarta : Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
Kenworthy, Lane. 2006. Women-Friendly Policies and Women’s Employment.
http://www.u.arizoterna.edu.27/06/2006 Mathis, Robert L. & John H. Jackson. Manajemen Sumber Daya Manusia. Buku 1
dan 2. 2001. Jakarta : Salemba 4 Mosse, Julie Cleves. 2003. Gender & Pembangunan. Jakarta : Pustaka Pelajar Offset Mulyana, Dr. Deddy, M.A. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif : Paradigma Baru
Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Poerwandari, Kristi. 2005. Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Prihartono, Eko. 2005. LBH Apik : Cuti Haid Harus Rogoh Kelamin Salahi UU.
http://groups.google.co.hk/group/smokingcorner.18/03/2006 Primariantari, Rika Pratiwi, Ilsa Newton, & Gall Maria Hardy. 1998. Perempuan dan
Politik Tubuh Fantastis. Monografi Lembaga Studi Realino-9. Yogyakarta : Penerbit Kanisius
Sahrah, Alimatus. 2005. Pengaruh Atribusi Kesuksesan Terhadap Ketakutan Untuk
Sukses Pada Wanita Karir. Organisasi dan Ketidakpastian. Psikologika : Jurnal Pemikiran dan Penelitian Psikologi. No.19 Tahun X. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia
Samad, Sarminah. 2006. Assessing the Effect of Work & Family Related Factors on
Women Well-Being. Journal of American Academy of Business. Cambridge. Vol.9. Hollywood
Santrock, John W. 2002. Psychology : Seventh Edition. McGraw-Hill
Sears, David O., Jonathan L. Freedman, L. Anne Peplau. 1991. Psikologi Sosial. Jilid 2. Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga
Sumartana, TH. 1993. Tuhan dan Agama Dalam Pergulatan Batin Kartini. Jakarta :
Utama Grafiti Suryadi, D dkk. 2004. Gambaran Konflik Emosional Perempuan dalam Menentukan
Prioritas Peran Ganda. Hasil Penelitian. ARKHE. Jurnal Ilmiah Psikologi. Th.9/April 2004
Susanto, Dr. A. B. 1997. Wanita Masa Kini : Pribadi Mempesona Penunjang
Kesuksesan. Jakarta : Perum Percetakan Negara RI Tempo. 2006. Bukan Perempuan Biasa. Edisi Khusus Hari Ibu. Edisi 18-24
Desember 2006 The Asia Foundation. 2005. Gender dan Partisipasi Perempuan di Indonesia.
http:/www.asiafoundation.org.10/04/2006 Wikipedia Indonesia. Kebijakan Publik. http://id.wikipedia.org/wiki.23/04/2006 Winardi, Prof. Dr. SE., 1994. Manajemen Konflik (Konflik Perubahan dan
Pengembangan). Bandung : Penerbit Mandar Maju
Identitas Penulis
Nama : Andita Astri Karina
Alamat : Jl. Kaliurang km 5 Pogung Baru Blok A III no.2