UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK Curcuma longa TERHADAP SEL KANKER SERVIKS (HeLa), STUDI IN VITRO NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : CHANDRA KURNIAWAN 41090024 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2013
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK Curcuma longa
TERHADAP SEL KANKER SERVIKS (HeLa),
STUDI IN VITRO
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh :
CHANDRA KURNIAWAN
41090024
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2013
LEMBAR PENGESAHAN
NASKAH PUBLIKASI
UJI SITOTOKSISITAS EKSTRAK Curcuma longa TERHADAP SEL
KANKER SERVIKS (HeLa),
STUDI IN VITRO
Oleh :
CHANDRA KURNIAWAN
41090024
Yogyakarta, 27 Juli 2013
Disetujui oleh :
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. dr. JW. Siagian, Sp. PA drg. MM. Suryani Hutomo, MDSc
INTISARI
Sampai saat ini, kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan yang
serius bagi perempuan di Indonesia. Diperkirakan angka kejadian kanker serviks
mencapai 180.000 kasus baru per tahunnya. Berbagai macam tanaman dilaporkan
memiliki kemampuan sebagai anti kanker. Salah satu tanaman yang sering digunakan
oleh masyarakat di Indonesia adalah kunyit (Curcuma longa). Penelitian ini
dilakukan untuk mengetahui efek sitotoksisitas ekstrak kunyit pada cell line kanker
serviks (HeLa) secara in vitro sitotoksisitas. Aktifitas sitotoksisitas ekstrak kunyit
terhadap sel HeLa diuji dengan metode MTT assay. Konsentrasi ekstak kunyit yang
digunakan adalah 200μg/ml, 100 μg/ml, 50 μg/ml, 25 μg/ml, dan 12,5 μg/ml. Sebagai
kontrol positif digunakan doxorubicin; dan sebagai kontrol negatif sel HeLa
ditumbuhkan dalam media tanpa diberikan perlakuan. Dilakukan perhitungan nilai
IC50 menggunakan persamaan regresi linier. Hasilnya, ekstrak kunyit memiliki efek
sitotoksisitas terhadap sel HeLa dengan nilai IC50 = 184,5 μg/ml. Sedangkan efek
sitotoksisitas doxorubicin jauh lebih kuat dengan nilai IC50 = 0,90 μg/ml.
Kata kunci : ekstrak Curcuma longa, sel HeLa, uji sitotoksisitas
Abstract
Cervical cancer is a serious problem in Indonesian woman. The incidence of
cervical cancer is about 180.000 new cases per year. Various kinds of herbals have
been reported potential as anticancer , including Curcuma longa. The purpose of this
research was to evaluate the cytotoxicity of Curcuma longa extract against cervical
cancer (HeLa) cell line in vitro. The cytotoxic activity was performed by using MTT
assay. Doxorubicin was used as a positive control, and as negative control HeLa cell
were grown without any treatment. The yellow tetrazolium MTT (3-[4,5-
dimethylthiazol-2-yl]-2,5-diphenyltetrazolium bromide) is reduced by metabolically
active cells, in part by the action of dehydrogenase enzymes. The resulting
intracellular purple formazan can be solubilized and quantified by
spectrophotometric using ELISA reader. The IC50 (concentration that inhibits cell
growth by 50%) was calculated. Our result showed that Curcuma longa extract
exhibit cytotoxicity against HeLa cell line with IC50 of 184,5 µg/ml. However,
doxorubicin exhibit cytotoxicity against HeLa cell line with IC50 of 0,90 µg/ml. It
means that Curcuma longa extract has lower cytotoxicity potential compared with
doxorubicin.
Keywords : Curcuma longa extract, HeLa cell line, cytotoxicity
PENDAHULUAN
Kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan bentuk neoplasma atau
keganasan yang dimulai dari organ serviks, yaitu bagian inferior dari uterus (rahim)
yang terbuka ke bagian proksimal vagina. Sampai saat ini, kanker serviks masih
merupakan masalah kesehatan yang serius bagi perempuan di Asia Tenggara karena
prevalensi dan angka kematiannya yang tinggi, dengan insidensi 188 kasus per
100.000 penduduk, dan angka mortalitas mencapai 102 dari 188 kasus tersebut. Di
seluruh dunia, kanker serviks merupakan kanker ketiga terbanyak yang paling sering
dijumpai pada perempuan dengan perkiraan 530.000 kasus selama tahun 2008. Di
Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru per 100.000 penduduk per
tahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks
menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita. Kanker serviks juga
merupakan kanker kelima yang menyebabkan kematian terbanyak pada perempuan
di dunia. Diperkirakan di seluruh dunia, setiap tahunnya terjadi 473.000 kasus kanker
serviks dan 253.000 kematian terjadi akibat kanker ini (Global Cancer WHO, 2008).
Berbagai macam tanaman dilaporkan memiliki kemampuan sebagai anti
kanker. Salah satu tanaman yang sering digunakan oleh masyarakat di Indonesia
adalah kunyit (Curcuma longa). Suatu bahan alam yang berpotensi dikembangkan
menjadi obat antikanker baru memerlukan skrining lebih lanjut mengenai potensi
sitotoksistasnya secara in vitro. Dalam studi in vitro, bahan alam tersebut dipaparkan
terhadap berbagai macam cell line, kemudian dilakukan penghitungan untuk mencari
nilai IC50 (inhibitory concentration), yaitu konsentrasi yang mampu menghambat
pertumbuhan/mematikan sel sebesar 50%. National Cancer Institute menetapkan
suatu kriteria bahwa bahan alam yang dianggap berpotensi memiliki efek antikanker
harus memilki nilai IC50 yang kurang dari 30 µg/ml. Kunyit memiliki kandungan
curcumin yang terbukti secara klinis memiliki efek antioksidant, anti-inflamasi,
antiproliferasi, dan sitotoksik sehingga mampu menginduksi apoptosis. Studi in vitro
oleh Ashok Khar, et al., 2001 menunjukkan sensitivitas setiap sel terhadap curcumin
berbeda-beda. Curcumin menginduksi apoptosis pada sel-sel keganasan leukemia,
payudara, colon, hepatocelular, dan ovarium, tetapi resistensi terjadi pada sel-sel
keganasan paru, ginjal, prostat, serviks, sistem saraf pusat, serta melanoma.
HeLa cell line merupakan sel epitelial kanker leher rahim yang telah dikultur
dan dikembangkan untuk berbagai kepentingan penelitian. Sel HeLa merupakan cell
line pertama yang berhasil dikultur dari manusia. Sel HeLa berproliferasi secara
cepat dengan waktu duplikasi 24 jam (Rahbari et al., 2009). Dalam penelitian ini, sel
HeLa akan dijadikan sebagai model representatif untuk mewakili sel kanker.
METODOLOGI PENELITIAN
Ekstraksi Curcuma longa
Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Metode ini dilakukan dengan
cara serbuk kunyit (simplisia) yang didapatkan dari rimpang kunyit, dimasukkan ke
dalam wadah, setelah itu ditambahkan pelarut etanol (alkohol 96%) dengan
perbandingan 10 : 1. Kemudian direndam selama 24 jam dengan melakukan
pengadukan secara berkala. Setelah itu dilakukan penampungan filtrat. Ampas yang
didapatkan dari penyaringan kemudian direndam kembali dengan menggunakan
etanol 96%. Prosedur ini dilakukan sebanyak 3 kali. Setelah filtrat didapatkan maka
dilakukanlah evaporasi dengan menggunakan evaporator hingga dihasilkan ekstrak
semi padat etanol rimpang kunyit. Kemudian keringkan dalam oven bersuhu 40 ºC
hingga didapatkan ekstrak kental etanol rimpang kunyit.
Penumbuhan Sel HeLa
Sel HeLa ditumbuhkan menggunakan RPMI 1640 (Sigma-Aldrich, St Louis,
MO, USA) yang disuplementasi dengan 10% FBS, 100 IU/ml penisilin, 10μg/ml
streptomisin dalam suhu 37ºC dengan kadar CO2 5%. Flask yang berisi sel
diinkubasi semalam untuk mendapatkan sejumlah sel yang dibutuhkan (konfluen).
Sel HeLa dipanen dengan cara menambahkan 1-2 ml trypsin 0,25% ke dalam flask
dan ditunggu beberapa saat. Sel HeLa kemudian dipindahkan ke conical tube dan
ditambahkan medium RPMI hingga volume 10 ml kemudian disentrifuge selama 5
menit dengan kecepatan 2000rpm. Supernatan dibuang, kemudian pelet diresuspensi
dalam 1 ml medium, dan dihitung jumlahnya menggunakan bilik hitung. Suspensi sel
ditambahkan sejumlah medium hingga memperoleh konsentrasi sel sebesar 2 x 104
sel/100µl dan siap digunakan untuk penelitian.
MTT assay
Suspensi sel kanker serviks (HeLa) sebanyak 100 μL dengan kepadatan 2 x
104 sel/100 μL media didistribusikan ke dalam sumuran- sumuran pada 96-well plate
dan diinkubasi 3 jam. Kemudian ke dalam sumuran dimasukkan 100 μL larutan
ekstrak kunyit dengan seri konsentrasi sebagai berikut : 12,5 µg/ml, 25 µg/ml, 50
µg/ml, 100 µg/ml, dan 200 µg/ml. Sebagai kontrol positif ditambahkan 100 μL
doxorubicin ke dalam sumuran yang telah berisi 100 μL suspensi sel dengan seri
konsentrasi sebagai berikut : 2 µg/ml; 1 µg/ml; 0,5 µg/ml; 0,25 µg/ml; 0,125 µg/ml.
Sebagai kontrol sel ditambahkan 100 μL medium kultur ke dalam sumuran yang
berisi 100 μL suspensi sel. Kemudian sel diinkubasi overnight (14 -24 jam) dalam
inkubator dengan aliran 5% CO2. Pada akhir inkubasi, media kultur dibuang lalu
ditambahkan 10 μL larutan MTT (5 mg/mL PBS), dan medium diganti dengan 190
μL medium RPMI 1640 komplit. Kemudian sel diinkubasi selama 3-4 jam. Reaksi
MTT dihentikan dengan penambahan reagen stopper SDS (100 μL). Microplate
kemudian dibungkus dengan tissue dan diinkubasi selama 1 malam pada suhu kamar
dan ruangan gelap. Sel yang hidup bereaksi dengan MTT membentuk kristal
formazan yang berwarna ungu. Hasil pengujian dibaca dengan ELISA reader pada
panjang gelombang 595 nm.
HASIL dan PEMBAHASAN
Dalam penelitian ini digunakan metode MTT assay. Dasar dari metode ini
adalah reduksi garam tetrazolium MTT [3-(4,5-dimethylthiazopl-2-yl)-2,5-diphenyl
tetrazolium bromid]) oleh enzim dehidrogenase mitokondria dari sel yang hidup
membentuk kristal formazan yang berwarna ungu. Kristal formazan ini akan
terakumulasi di dalam sel yang hidup, dimana jumlah formazan yang terbentuk
proporsional dengan jumlah sel yang hidup dalam kultur. Formazan yang terbentuk
kemudian dilarutkan dengan penambahan reagen stopper, dan dibaca secara
spektrofotometri menggunakan ELISA reader (Itharat, 2007).
Sel HeLa yang hidup akan bereaksi terhadap larutan MTT (yang berwarna
kuning) membentuk kristal formazan yang berwana ungu. Terlihat dari gambaran
sumuran 96 pada gambar A bahwa sumuran yang berwana ungu menandakan lebih
banyak sel yang hidup dari pada yang mati, sedangkan sumuran yang berwarna
kuning menandakan banyak sel yang mengalami kematian.
Hasil Uji Sitotoksisitas Ekstrak kunyit (Curcuma longa) terhadap Sel Kanker Serviks
(HeLa) dengan metode MTT assay
Hasil pengukuran menggunakan Enzime-linked Immunosorbent Assay (ELISA
reader) menunjukkan bahwa persentase kematian sel HeLa terus meningkat
sebanding dengan kenaikan konsentrasi ekstrak kunyit yang diberikan. Kematian sel
terbesar terdapat pada pemberian konsentrasi ekstrak kunyit 200 µg/ml yaitu sebesar
51,873 % (Tabel 1).
Berdasarkan hasil di atas, dibuat grafik menggunakan regresi linear, dan
didapatkan persamaan y = 0,0012x + 0,2912; dimana y merupakan persentase
kematian sel HeLa, dan x merupakan konsentrasi ekstrak kunyit. Dari persamaan
tersebut dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai IC50 ekstrak kunyit.
Dilakukan perhitungan nilai IC50, maka harga y diganti menjadi 0,5 ; sehingga :
( )
= 184,5 µg/ml
Konsentrasi ekstrak (µg/ml) Persentase kematian sel HeLa
200 51,873%
100 42,233%
50 34,940%
25 32,093%
12,5 31,194%
A B
Gambar 1. Sumuran 96 setelah diberikan larutan MTT, digunakan bersamaan untuk
menumbuhkan sel HeLa dan T47D (A). Terbentuknya kristal formazan pada sel yang
hidup (B).
Tabel 1. Persentase kematian sel HeLa dengan pemberian ekstrak kunyit
Didapatkan nilai sebesar 184,5 µg/ml. Dengan kata lain, pertumbuhan sel HeLa akan
dihambat sebanyak 50% pada konsentrasi ekstrak kunyit sebesar 184,5 µg/ml.
Hasil Uji Sitotoksisitas doxorubicin terhadap Sel Kanker Serviks (HeLa) dengan
metode MTT assay
Hasil pengukuran menggunakan Enzime-linked Immunosorbent Assay ELISA
reader menunjukkan bahwa persentase kematian sel HeLa terus meningkat sebanding
dengan kenaikan konsentrasi doxorubicin yang diberikan. Kematian sel terbesar
terdapat pada pemberian konsentrasi ekstrak 2 µg/ml yaitu sebesar 73% (Tabel 2).
Berdasarkan hasil di atas, dibuat grafik menggunakan regresi linear, dan
didapatkan persamaan y = 0,2292x + 0,2935; dimana y merupakan persentase
kematian sel HeLa, dan x merupakan konsentrasi doxorubicin. Dari persamaan
tersebut dilakukan perhitungan untuk mengetahui nilai IC50 doxorubicin.
Untuk perhitungan nilai IC50, maka harga y diganti menjadi 0,5 ; sehingga :
y = 0,0011x + 0,297
R² = 0,9931
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
0 50 100 150 200 250
Per
sen
tase
Kem
ati
an
Konsentrasi Ekstrak Kunyit (µg/ml)
Grafik Persentase kematian sel HeLa yang
diinduksi ekstrak kunyit
Series1
Linear(Series1)
Konsentrasi doxorubicin (µg/ml) Persentase kematian sel HeLa
2 73%
1 54%
0,5 48%
0,25 34%
0,125 27%
Tabel 2. Persentase kematian sel HeLa dengan pemberian Doxorubicin
( )
Didapatkan nilai sebesar 0,90 µg/ml. Dengan kata lain, pertumbuhan sel
HeLa akan dihambat sebanyak 50% pada konsentrasi doxorubicin sebesar 0,90
µg/ml.
Sel HeLa dengan pemberian ekstrak kunyit pada konsentrasi IC50 setelah
diwarnai menggunakan double staining acridine orange – ethidium bromide dan
difoto menggunakan mikroskop fluoresens dengan perbesaran 100x menampakkan
sebagian besar sel HeLa mengalami apoptosis (berwana oranye) seperti pada gambar
3B. Sedangkan kontrol sel (gambar 3A) yang tidak diberikan perlakuan
menampakkan gambaran sel HeLa yang hidup (berwarna hijau).
y = 0,2292x + 0,2935 R² = 0,9358
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
0 0,5 1 1,5 2 2,5
Per
sen
ase
kem
ati
an
Konsentrasi doxorubicin µg/ml
Grafik Persentase Kematian Sel HeLa yang
diinduksi doxorubicin
Series1
Linear (Series1)
A B C
Gambar 2. Merupakan hasil foto pengamatan menggunakan mikroskop inverted. Kontrol
sel tanpa diberi ekstrak kunyit (A). Sel HeLa dipapar dengan ekstrak kunyit dengan
konsentrasi 200 µg/ml (B), Sel yang diberikan 2 µg/ml doxorubicin (C). Gambar B dan C
menunjukkan penurunan jumlah sel yang signifikan.
PEMBAHASAN
Ekstrak kunyit (Curcuma longa) dengan konsentrasi 184,5 µg/ml mampu
mematikan 50% sel HeLa yang ditumbuhkan dalam medium (IC50), sedangkan
doxorubicin dengan konsentrasi 0,90 µg/ml mampu mematikan 50% sel HeLa yang
ditumbuhkan dalam medium (IC50). Sehingga jelas terlihat bahwa efek sitotoksisitas
doxorubicin jauh lebih potensial dibandingkan dengan ekstrak Curcuma longa.
Perbedaan respons/sensitifitas dari beberapa sel kanker terhadap paparan
ekstrak seringkali dijumpai dalam penelitian. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Anggraini tahun 2007 yang menguji ekstrak rimpang Curcuma longa terhadap sel
kanker payudara T47D, dimana didapatkan harga IC50 = 100 µg/ml. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Mohammad et al., tahun 2010, menggunakan ekstrak yang sama
terhadap pada cell line kanker paru A549, mendapatkan nilai IC50 = 0,23 µg/ml.
Perbedaan nilai IC50 dari beberapa penelitian bisa terjadi karena beberapa faktor,
seperti kadar kurkumin yang terkandung di dalam ekstrak, jenis ekstrak, dan
perbedaan cell line yang dipakai, sehingga setiap sel bisa memberikan respons yang
berbeda-beda terhadap paparan ekstrak (Prayong, 2008). Dari beberapa hasil
penelitian diatas, bisa terlihat bahwa nilai IC50 ekstrak Curcuma longa yang
dipaparkan terhadap sel HeLa memerlukan konsentrasi yang jauh lebih tinggi bila
dibandingkan dengan cell line yang lain.
National Cancer Institute (NCI) menetapkan kriteria bagi ekstrak bahan alam
yang akan dikembangkan sebagai obat antikanker. Ekstrak bahan alam dengan nilai
IC50 < 30 µg/ml dianggap mempunyai efek sitotoksisitas yang potensial, dan
dilanjutkan untuk diuji lebih lanjut dengan cell line yang lain secara in vitro (Itharat,
Gambar 3. Kontrol sel hidup (A), dan sel HeLa yang mengalami apoptosis (panah hitam),
sel HeLa yang hidup (panah putih), serta sel HeLa yang nekrosis (panah biru) (B)
2007). Berdasarkan kriteria tersebut, efek sitotoksisitas ekstrak kunyit (Curcuma
longa) tidak cukup potensial jika dipaparkan terhadap sel HeLa. Walaupun
demmikian, efek sitotoksisitas ekstrak kunyit (Curcuma longa) terhadap cell line
yang lain masih perlu diteliti lebih lanjut.
Pada pengecatan dengan menggunakan Acridine Orange dan Ethidium
Bromide didapatkan bahwa sebagian besar sel mengalami apoptosis. Hal ini
ditunjukan dengan warna orange pada sebagian besar sel. Sebagian kecil sel
mengalami nekrosis dengan warna merah, sedangkan sebagian sel lagi hidup
berwarna hijau. Tetapi hal ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk
memastikan berapa banyak sel yang mengalami apoptosis.
KESIMPULAN
Ekstrak kunyit memerlukan konsentrasi yang cukup tinggi untuk
menghambat pertumbuhan sel HeLa sebesar 50% yaitu pada konsentrasi 184,5
µg/ml.
SARAN
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat apoptosis yang diinduksi
oleh ekstrak kunyit terhadap sel HeLa
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut menggunakan cell line yang lain untuk
menentukan efek terbaik (IC50 terendah, mendekati IC50 doxorubycin = 0,90
µg/ml)
3. Studi ditingkatkan menjadi studi in vivo
DAFTAR PUSTAKA
Akram, M, et al. (2010) Curcuma longa and curcumin. Journal Biol. – Plant
Biol., volume 55, page 65-70. Bucharest.
Anggraini, Polis Novita. (2007) Aktivitas Campuran Ekstrak Etanol Herba
Sambiloto dan Rimpang Kunyit terhadap Sel Kanker Payudara Manusia T47D in
vitro dengan Metode MTT. Skripsi, Universitas Airlangga, Surabaya.
Hutomo, Suryani. (2012) Cellular and Molecular Study of Apoptosis Induced by
Streptoccocus sanguinis on HeLa Cell, in Vitro Study. Thesis, Master Program of
Dental Science, Universitas Gadjah Mada.
Itharat A., B. Ooraikul. (2007) Research on Thai medicinal plants for cancer
treatment. Advances in Medicinal Plant Research.
Jurenka J S. (2009) Anti-inflammatory properties of curcumin, a major
constituent of Curcuma longa: a review of preclinical and clinical research.
Alternative Medicine Review: A Journal of Clinical Therapeutic 14: 141-153
Lu HF, et al. (2009) Curcumin induces apoptosis through FAS and FADD, in
caspase-3-dependent and -independent pathways in the N18 mouse-rat hybrid retina
ganglion cells. Oncol Rep, 22:97-104.
Mohandas KM, Desai DC. (1999) Epidemiology of digestive tract cancers in
India : Large and small bowel. Indian J Gastroenterol, 18:118-121.
Moos PJ, Edes K, Mullally JE, Fitzpatrick FA. (2004) Curcumin impairs tumor
suppressor p53 function in colon cancer cells. Carcinogenesis., 25(9), 1611-1617.
Mukhopadhyay A, Banerjee S, Stafford LJ, Xia C, Liu M, Aggarwal BB. (2007)
Curcumin-induced suppression of cell proliferation correlates with down-regulation
of cyclin D1 expression and CDK4-mediated retinoblastoma protein
phosphorylation. Cell Cycle, 6:2953-2961.
Nayak, P.L. 2012. Curcumin : a wonder anticancer drug. International Journal
Phram Biomed page 60-69.
Prayong P, Barusrux S, Weerapreeyakul N. (2008) Cytotoxic activity screening
of some indigenous Thai plants. Fitoterapia, 79:598-601
Wang Y, Okan I, Szekely L, Klein G, Wiman KG. (1995) Bcl-2 inhibits wild-
type p53- triggered apoptosis but not G1 cell cycle arrest and transactivation of
WAF1 and Bax. Cell Growth Differ, 6:1071-1075.
Wilken Reason, et al. (2011) Curcumin: A review of anti-cancer properties and
therapeutic activity in head and neck squamous cell carcinoma. Molecular cancer.
(diakses dari : http://www.molecular-cancer.com/content/10/1/12)
Sa G, Das T. (2008) Anti cancer effects of curcumin: cycle of life and death. Cell
Div, 3:14.