18
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Tidur
2.1.1 Definisi Tidur
Tidur didefenisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar dimana
seseorang masih dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang
sensorik atau dengan rangsang lainnya (Guyton & Hall, 2008).
Tidur adalah suatu proses perubahan kesadaran yang terjadi
berulang-ulang selama periode tertentu (Potter & Perry, 2005).
Menurut Chopra (2003), tidur merupakan dua keadaan yang bertolak
belakang dimana tubuh beristirahat secara tenang dan aktivitas
metabolisme juga menurun namun pada saat itu juga otak sedang
bekerja lebih keras selama periode bermimpi dibandingkan dengan
ketika beraktivitas di siang hari.
Tidur merupakan keadaan tidak sadar yang relatif lebih responsif
terhadap
rangsangan internal. Perbedaan tidur dengan keadaan tidak sadar
lainnya adalah pada keadaan tidur siklusnya dapat diprediksi dan
kurang respons terhadap rangsangan eksternal. Otak berangsur-angsur
menjadi kurang responsif terhadap rangsang visual, auditori dan
rangsangan lingkungan lainnya. Tidur dianggap sebagai keadaan pasif
yang dimulai dari input sensoric walaupun mekanisme inisiasi aktif
juga mempengaruhi keadaan tidur. Faktor homeostatik (faktor S)
maupun faktor sirkadian (faktor C) juga berinteraksi untuk
menentukan waktu dan kualitas tidur (Suzanne, 2009).
2.1.2 Fungsi tidur
Fungsi tidur adalah restorative (memperbaiki) kembali organ
organ tubuh. Kegiatan memperbaiki kembali tersebut berbeda saat
Rapid Eye Movement (REM) dan Nonrapid Eye Movement (NREM). NREM
akan mempengaruhi proses anabolik dan sintesis makromolekul
ribonukleic acid (RNA). REM akan mempengaruhi pembentukan hubungan
baru pada korteks dan sistem neuroendokrin yang menuju otak
(Suzanne, 2009). Menurut Kozier (2004), tidur dalam beberapa cara
dapat menyegarkan kembali aktivitas tingkatan normal pada bagian
jaringan otak.
Menurut Dewit (2001), istirahat dan tidur yang cukup adalah
sangat penting bagi kesehatan dan pemulihan dari kondisi sakit.
Potter (2005) berpendapat bahwa, selama tidur NREM bermanfaat dalam
memelihara fungsi jantung dan selama tidur gelombang rendah yang
dalam (NREM tahap IV) tubuh melepaskan hormon pertumbuhan manusia
untuk memperbaiki dan memperbaharui sel epitel dan khusus seperti
sel otak.
Tidur juga dapat menyimpan energi selama tidur berlangsung. Otot
skelet berelaksasi secara progresif, dan tidak adanya kontraksi
otot menyimpan energi kimia untuk proses seluler. Penurunan laju
metabolik basal lebih jauh menyimpan persediaan energi tubuh. Tidur
REM terlihat penting untuk pemulihan kognitif. Tidur REM
dihubungkan dengan perubahan dalam aliran darah serebral,
peningkatan aktivitas kortikal, peningkatan konsumsi oksigen, dan
pelepasan epinefrin. Hubungan ini dapat menyimpan memori dan
pembelajaran. Selama tidur, otak menyaring informasi yang disimpan
tentang aktivitas hari tersebut.
Selain fungsi di atas tidur, dapat juga digunakan sebagai tanda
terdapatnya kelainan pada tubuh yaitu terdapatnya gangguan tidur
yang menjadi peringatan dini keadaan patologis yang terjadi di
tubuh (Suzanne, 2009).
Menurut Aman (2005) tidur dapat merangsang daya asimilasi. Tidur
terlalu lama justru bisa menimbulkan hal yang tidak sehat
dkarenakan tubuh menyerap atau mengasimilasi sisa metabolisme yang
berakibat tubuh menjadi loyo dan tidak bersemangat saat bangun
tidur.
Sehingga tidur berfungsi untuk mengembalikan tenaga untuk
beraktifitas sehari-hari, memperbaiki kondisi yang sedang
sakit,tubuh menyimpan energi selama tidur dan penurunan laju
metabolik basal serta menyimpan persediaan energi tubuh.
2.1.3 Fisiologi Tidur
Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan
kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau
berkurang dan akan
kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi (Japardi, 2002).
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai
dengan
beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan
rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol
irama sirkadian terletak pada bagian ventral anterior hypothalamus
(Japardi, 2002).
Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan saraf pusat,
saraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan
muskuloskeletal. Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari
hubungan antara dua mekanisme serebral yng secara bergantian
mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur dan bangun.
Reticular Activating System (RAS) di batang otak atas diyakini
mempunyai sel khusus dalam mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran
(Potter, 2005).
Kontrol dan regulasi tidur tergantung pada interrelasi antara
dua mekanisme serebral yang bekerja saling berlawanan antara yang
satu dengan lainnya. Keduanya secara intermiten mengaktivasi dan
mensupresi pusat luhur di otak yang mengontrol tidur dan terjaga.
Satu mekanisme menyebabkan individu terjaga, sedangkan mekanisme
lainnya menyebabkan individu tertidur.
Sistem pengaktipan RAS terletak dalam batang otak atas (upper
brainstem). RAS diyakini mengandung sel-sel khusus yang
mempertahankan keadaan siaga dan terjaga. RAS menerima input
rangsang sensori visual, auditori dan nyeri serta rangsang raba.
Aktivitas dari serebral kortek (seperti emosi dan proses berfikir)
juga menstimulasi RAS. Studi yang dilaporkan oleh Canavan (1984)
dan Chuman (1983) dalam Potter & Perry (1993) meyakini bahwa
keadaan terjaga merupakan akibat dari neuron-neuron yang ada dalam
RAS melepaskan katekolamin seperti hormon norepineprin.
Tidur dapat juga ditimbulkan oleh pelepasan serotonin dari sel
khusus dalam raphe sleep system pada pons dan bagian medial dari
otak depan. Area otak ini disebut juga sebagai regio pengsinkronan
bulbar (bulbar synchronizing region/BSR). Bagaimana seseorang dapat
mempertahankan keadaan terjaga atau keadaan tidur bergantung pada
keseimbangan impuls yang diterima dari pusat otak (seperti,
berfikir); reseptor sensori perifer seperti stimuli bunyi dan
cahaya; dan sistem limbik atau emosi (Potter & Parry,1993).
Seorang yang mencoba untuk tidur, akan menutupkan matanya dan
mengatur posisinya sehingga rilek. Stimulus pada RAS menjadi
menurun. Jika ruangan digelapkan dan tenang, maka aktivasi RAS akan
semakin menurun. Pada suatu saat BSR akan mengambil alih, sehingga
menyebabkan individu menjadi tertidur (Potter & Perry,
1993).
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi
terletak
pada substansia ventrikulo retikularis medulo oblogata yang
disebut sebagai pusat tidur. Bagian susunan saraf pusat yang
menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian
rostral medulo oblongata disebut sebagai pusat penggugah atau
aurosal state (Japardi, 2002).
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu:
1. Tipe Rapid Eye Movement (REM)
Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur
paradoksial yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam,
otot-otot yang meregang, kecepatan jantung dan pernafasan tidak
teratur (sering lebih cepat), perubahan tekanan darah, gerakan otot
tidak teratur, gerakan mata cepat, pembebasan steroid, sekresi
lambung meningkat dan ereksi penis pada pria. Saraf-saraf
simpatetik bekerja selama tidur REM, diperkirakan terjadi proses
penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran,
adaptasi psikologis dan memori (Potter, 2005). Pada tidur REM, otak
bekerja sangat aktif dan metabolisme otak meningkat sampai 20%.
Pada fase ini orang yang tidur agak susah dibangunkan atau spontan
terbangun (Kozier, 2004).
2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM)
Tidur NREM merupakan tidur yang nyaman dan dalam tidur gelombang
pendek karena gelombang otak selama tidur NREM lebih lambat dari
pada gelombang alpha dan beta pada orang yang sadar atau tidak
dalam keadaan tidur. Tanda tidur REM adalah mimpi berkurang,
keadaan istirahat, tekanan darah dan kecepatan pernafasan turun,
metabolisme turun dan gerakkan mata lambat (Potter, 2005). Biasanya
tidur pada malam hari itu adalah tidur NREM. Tidur ini sangat
dalam, tidur penuh dan dapat memulihkan kembali beberapa fungsi
fisiologis. Pada umumnya, semua proses metabolisme mengacu pada
tanda-tanda vital, metabolisme turun dan aktivitas otot menurun
(Kozier, 2004).
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4
stadium, lalu
diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan
REM terjadi
secara bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru
lahir total tidur 16-
20 jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10
jam/hari pada
umur diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang
dewasa.
Tipe NREM dibagi dalam 4 stadium yaitu:
1. Tidur stadium Satu (tahap transisi).
Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase awal tidur. Fase
ini didapatkan seseorang merasa rileks, kelopak mata tertutup,
tonus otot berkurang, tampak gerakan bola mata ke kanan dan ke kiri
dan kecepatan jantung serta pernafasan turun secara jelas. Fase ini
hanya berlangsung 3-5 menit. Gelombang alpha sewaktu seseorang
masih sadar diganti dengan gelombang beta yang lebih lambat
sehingga mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya terdiri
dari gelombang campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta
dengan amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang
sleep spindle dan kompleks K.
2. Tidur stadium dua
Merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh menurun. Pada fase
ini didapatkan bola mata masih bergerak, kecepatan jantung dan
pernapasan turun secara jelas, suhu tubuh dan metabolisme menurun
serta tonus otot masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase
pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris.
Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan
komplek K. Sleep spindle dan gelombang K komplek yang berlangsung
pendek dalam waktu 10-15 menit.
3. Tidur stadium tiga
Fase ini tidur lebih dalam dari fase sebelumnya. Pada tahap ini
kecepatan jantung, pernafasan serta proses tubuh berlanjut
mengalami penurunan dan sulit dibangunkan. Gambaran EEG terdapat
lebih banyak gelombang delta simetris antara 25%-50% serta tampak
gelombang sleep spindle.
4. Tidur stadium empat
Merupakan tahap tidur dalam yang sukar dibangunkan. Kecepatan
jantung dan pernafasan turun, rileks, jaranf bergerak dan sulit
dibangunkan dan mengalami 4 sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu
7-8 jam (Kozier, 2004). Gambaran EEG didominasi oleh gelombang
delta yang melambat sampai 50% tampak gelombang sleep spindle.
Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai
100
menit, setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam
pertama prosesnya berlangsung lebih cepat dan menjadi lebih insten
dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti
periode
neonatal bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur.
Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM tanpa melalui
stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai
dengan kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal
tidur yang didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa
muda dengan distribusi fase tidur sebagai berikut:
- NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 :
12%; stadium 4 : 13%
- REM; 25 %.
Peranan Neurotransmiter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ARAS
(Ascending Reticulary Activity System). Bila aktifitas ARAS ini
meningkat orang tersebut dalam keadaan tidur. Aktifitas ARAS
menurun, orang tersebut akan dalam keadaan tidur.
Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas
neurotransmiter seperti
sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik,
histaminergik.
Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma
asam amino trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka
jumlah serotonin
yang terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan
mengantuk/tidur.
Bila serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka
terjadi keadaan
tidak bisa tidur/jaga.
Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang
otak, yang mana terdapat hubungan
aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur
REM.
Sistem Adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di
badan sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron
pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur.
Obat-obatan yang mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron
noradrenergik akan menyebabkan penurunan yang jelas pada tidur REM
dan peningkatan keadaan jaga.
Sistem Kholinergik
Sitaram et al (1976) membuktikan dengan pemberian prostigimin
intra vena
dapat mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur
kholihergik ini, mengakibatkan aktifitas gambaran EEG seperti dalam
keadaan jaga. Gangguan aktifitas kholinergik sentral yang
berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada orang depresi,
sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran
kholinergik dari lokus sereleus maka tamapk gangguan pada fase awal
dan penurunan REM.
Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur
Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa
hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing
disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui
hipotalamus patway. Sistem ini secara teratur mempengaruhi
pengeluaran neurotransmiter norepinefrin, dopamin, serotonin yang
bertugas menagtur mekanisme tidur dan bangun (Japardi, 2002)
2.1.4 Siklus Tidur
Selama tidur malam yang berlangsung rata-rata tujuh jam, REM dan
NREM terjadi berselingan sebanyak 4-6 kali. Apabila seseorang
kurang cukup mengalami REM, maka esok harinya ia akan menunjukkan
kecenderungan untuk menjadi hiperaktif, kurang dapat mengendalikan
emosinya dan nafsu makan bertambah. Sedangkan jika NREM kurang
cukup, keadaan fisik menjadi kurang gesit (Mardjono, 2008).
Siklus tidur normal dapat dilihat pada skema berikut:
Gambar 1. Tahap-tahap siklus tidur (Potter & Perry,
2005)
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang
merupakan siklus dari 24 jam kehidupan manusia. Keteraturan irama
sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur seseorang. Jika
terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu
(Potter & Perry, 2005).
2.1.5 Waktu Tidur
Waktu tidur dapat dibagi tiga bagian yaitu sepertiga awal,
sepertiga tengah, sepertiga akhir. Pada orang normal, sepertiga
awal tidur lebih banyak dalam fase 3 dan 4, sepertiga tengah lebih
banyak tidur dangkal (fase 2) serta sepertiga akhir lebih banyak
fase REM. Siklus tidur pada tiap individu berbeda dan relative
dipengaruhi oleh usia, sebagai contoh pola tidur pada laki laki
muda (20 29 tahun ), pertengahan (40-49 tahun) dan tua (70 90
tahun) akan memberikan gambaran pola tidur yang berbeda.1,5
Pertambahan umur seseorang dapat menyebabkan total waktu tidur
menurun sedangkan waktu terjaga tetap. Pada orang tua tidur sering
terlihat gelisah dan waktu terjaganya menjadi lebih lama. Sedangkan
pada orang muda 15% waktu tidurnya dihabiskan pada fase 4. Fase 4
biasanya tidak ditemukan pada orang tua, demikian juga lama fase
REM akan mengalami penurunan yaitu 28 % dari pascapubertas menjadi
18% pada orang tua. Hal ini menunjukkan bahwa tidur menjadi lebih
singkat sehingga menyebabkan berkurangnya kesegaran sesuai
bertambahnya usia.
2.1.5 Kualitas Tidur
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur,
sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah,
mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar
mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau
mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American
Psychiatric Association (2000), dalam Wavy (2008), didefinisikan
sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa
dimensi.
Kualitas tidur meliputi aspek kuantitatif dan kualitatif tidur,
seperti lamanya tidur, waktu yang diperlukan untuk bisa tertidur,
frekuensi terbangun dan aspek subjektif seperti kedalaman dan
kepulasan tidur (Daniel et al, 1998; Buysse, 1998). Persepsi
mengenai kualitas tidur itu sangat bervariasi dan individual yang
dapat dipengaruhi oleh waktu yang digunakan untuk tidur pada malam
hari atau efesiensi tidur. Beberapa penelitian melaporkan bahwa
efisiensi tidur pada usia dewasa muda adalah 80-90% (Dament et al,
1985; Hayashi & Endo, 1982 dikutip dari Carpenito, 1998). Di
sisi lain, Lai (2001) dalam Wavy (2008) menyebutkan bahwa kualitas
tidur ditentukan oleh bagaimana seseorang mempersiapkan pola
tidurnya pada malam hari seperti kedalaman tidur, kemampuan tinggal
tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis. Kualitas
tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari,
perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Dengan kata
lain, memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk
hidup sehat semua orang.
Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasaan
laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari
otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar
kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus
menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat
eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau
karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG
diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, betha, tetha dan delta
(Guyyton & Hall, 1997).
Selain itu, menurut Hidayat (2006), kualitas tidur seseorang
dikatakan baik apabila tidak menunjukkan tanda-tanda kekurangan
tidur dan tidak mengalami masalah dalam tidurnya. Tanda-tanda
kekurangan tidur dapat dibagi menjadi tanda fisik dan tanda
psikologis. Di bawah ini akan dijelaskan apa saja tanda fisik dan
psikologis yang dialami.
1. Tanda Fisik
Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak
mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang
berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi
(kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti
penglihatan kabur, mual dan pusing.
2. Tanda Psikologis
Menarik diri, apatis dan respons menurun, merasa tidak enak
badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul
halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan
memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.
2.2 Gangguan Tidur
2.2.1 Definisi
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan
dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur
pada seorang individu. Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur
juga dapat terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup. Kualitas
tidur inadekuat adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat
periode singkat terjaga di malam hari yang sering dan berulang.
2.2.2 Insidensi
Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa
kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa
mengalami kesukaran tidur dan 17% diantaranya mengalami masalah
serius.
Prevalensi gangguan tidur setiap tahun cendrung meningkat, hal
ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai penyebabnya.
Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia
lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%)
disebabkan oleh gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan
alkohol.
Menurut data internasional of sleep disorder, prevalensi
penyebab-penyebab
gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma (61-74%),
gangguan pusat
pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
psychophysiological (15%),
sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol (10%),
sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%),
gangguan perubahan jadwal kerja (2-5%), gangguan obstruksi sesak
saluran nafas (1-2%), penyakit ulkus peptikus (