MYOPIAA. Definisi Myopia adalah bayangan dari benda yang
terletak jauh berfokus di depan retina pada mata yang tidak
berakomodasi. Myopia adalah anomali refraksi pada mata dimana
bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam
kondisi berakomodasi. Ini juga dapat dijelaskan pada kondisi
refraktif dimana cahaya yang sejajar dari suatu objek yang masuk
pada mata akan jatuh di depan retina, tanpa akomodasi. Myopia
berasal dari bahasa yunani muopia yang memiliki arti menutup mata.
Myopia merupakan manifestasi kabur bila melihat jauh, istilah
populernya adalah nearsightedness.(American Optometric Association,
1997) Myopia atau biasa juga disebut sebagai rabun jauh merupakan
jenis kerusakan mata yang disebabkan pertumbuhan bola mata yang
terlalu panjang atau kelengkungan kornea yang terlalu cekung.
(Sidarta, 2007). Myopia merupakan kelainan refraksi dimana berkas
sinar sejajar yang memasuki mata tanpa akomodasi, jatuh pada fokus
yang berada di depan retina. (Tanjung, 2003). Myopia merupakan mata
dengan daya lensa positif yang lebih kuat sehingga sinar yang
sejajar atau datang dari tidak terhingga difokuskan di depan
retina. (Mansjoer, 2002). Myopia adalah suatu bentuk kelainan
refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak
terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada
satu titik di depan retina. (Oriza, 2003). B. Fisiologi Penglihatan
Normal Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses.
Pertama, pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya
melalui perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan
udara, yaitu kornea, humor aqueous , lensa, dan humor vitreus.
Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau
cekung, tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
Ketiga, konstniksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar
cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga
mengecil apabila cahaya yang terlalu terang memasukinya atau
melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata dari paparan
cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat, pemfokusan,
yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga kedua
bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat. (Hamim, 2003)
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi
biasa. Mata memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat
berubah-ubah (pupil), dan retina yang dapat disamakan dengan film.
Susunan lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi: (1)
perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara, (2)
perbatasan antara permukaan posterior kornea dan udara, (3)
perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa
kristalinaa, dan (4) perbatasan antara permukaan posterior lensa
dan humor vitreous. Masing-masing memiliki indek bias yang
berbeda-beda, indek bias udara adalah 1, kornea
1.38, humor aqueous 1.33, lensa kristalinaa (rata-rata) 1.40,
dan humor vitreous 1.34. (Guyton, 1997) Bila semua permukaan
refraksi mata dijumlahkan secara aljabar dan bayangan sebagai
sebuah lensa. Susunan optik mata normal akan terlihat sederhana dan
skemanya sering disebut sebagai reduced eye. Skema ini sangat
berguna untuk perhitungan sederhana. Pada reduced eye dibayangkan
hanya terdpat satu lensa dengan titik pusat 17 mm di depan retina,
dan mempunyai daya bias total 59 dioptri pada saat mata melihat
jauh. Daya bias mata bukan dihasilkan oleh lensa kristalinaa
melainkan oleh permukaan anterior kornea. Alasan utama dari
pemikiran ini adalah karena indeks bias kornea jauh berbeda dari
indeks bias udara. Sebaliknya, lensa kristalinaa dalam mata, yang
secara normal bersinggungan dengan cairan disetiap permukaannya,
memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, yaitu kira-kira
sepertiga dari daya bias total susunan lensa mata. Bila lensa ini
diambil dari mata dan kemudian lingkungannya adalah udara, maka
daya biasnya akan menjadi 6 kali lipat. Sebab dari perbedaan ini
ialah karena cairan yang mengelilingi lensa mempunyai indeks bias
yang tidak jauh berbeda dari indeks bias lensa. Namun lensa
kristalinaa adalah penting karena lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga memungkinkan terjadinya akomodasi. (Guyton,
1997) Pembentukan bayangan di retina sama seperti pembentukan
bayangan oleh lensa kaca pada secarik kertas. Susunan lensa mata
juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini terbalik dari
benda aslinya, namun demikian presepsi otak terhadap benda tetap
dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi
di retina, karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang
terbalik itu sebagai keadaan normal. (Guyton, 1997)
Mata kita menjalani serangkaian proses untuk dapat melihat.
Proses ini mirip dengan proses yang terjadi dalam sebuah kamera
saat digunakan untuk memotret. Gelombang cahaya masuk melewati
sejumlah lensa kamera yang kemudian memfokuskan gambar yang kita
potret serta memproyeksikannya ke permukaan film. Pada mata kita,
yang berfungsi sebagai film adalah retina. Saat mata kita melihat
suatu benda, mata kita menerima cahaya yang dipantulkan oleh benda
tersebut. Cahaya masuk melalui lensa mata yang memfokuskan gambar
dan memproyeksikannya ke retina yang terletak di belakang. Retina
merupakan lapisan sel-sel yang sangat sensitif terhadap cahaya.
Bagian retina yang dapat menerima dan meneruskan detil-detil gambar
disebut macula. Macula tersusun dari lapisan-lapisan sel yang dapat
mengubah energi cahaya menjadi impuls elektrokimia. Informasi ini
kemudian dikirim ke syaraf optik yang akan meneruskannya ke otak
yang kemudian memprosesnya sehingga dapat mengenali gambar
tersebut. Itulah cara kita melihat sesuatu. (Yohanes Surya)
Sel-sel yang menyusun retina pada mata kita terdiri dari sel-sel
berbentuk batang (rod), kerucut (cone), dan sel-sel ganglia. Total
sel yang berbentuk batang dan kerucut bisa mencapai jumlah 125 juta
sel. Semuanya berfungsi sebagai sensor cahaya atau photoreceptor.
Rasio perbandingan rod dan cone bisa mencapai 18 banding 1 (rod
lebih banyak dari cone). Rod merupakan sel-sel yang paling sensitif
karena walaupun hanya ada sedikit cahaya (misalnya hanya ada satu
partikel foton) sel-sel ini masih tetap dapat mendeteksinya.
Sel-sel ini juga dapat memproduksi gambar hitam-putih tanpa
memerlukan banyak cahaya. Cone baru berfungsi saat ada cukup
cahaya, misalnya saat siang hari atau saat kita sedang menyalakan
lampu yang terang di dalam ruangan. Cone berfungsi untuk memberikan
kita detil-detil obyek beserta warnanya. Informasi-informasi yang
diterima sel-sel rod dan cone ini kemudian dikirimkan ke sel-sel
ganglia (ada sekitar satu juta sel) dalam retina. Ganglia inilah
yang kemudian mengartikan informasi tersebut dan mengirimkannya ke
otak dengan bantuan syaraf optik. (Yohanes Surya) D. Penglihatan
pada Mata Myopia Myopia adalah kondisi di mana sinar sinar sejajar
yang masuk ke bolamata titik fokusnya jatuh di depan retina.
(Nisna, 2008)
Kata myopia sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke
2, yang mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan
ops yang berarti mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri ciri
penderita myopia yang suka menyipitkan matanya ketika melihat
sesuatu yang baginya tampak kurang jelas, karena dengan cara ini
akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata sehingga titik
fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke
belakang mendekati retina. (Nisna, 2008) Sebenarnya, myopia juga
dapat dikatakan merupakan keadaan di mana panjang fokus media
refrakta lebih pendek dari sumbu orbita (mudahnya, panjang aksial
bola mata jika diukur dari kornea hingga makula lutea di retina).
(Nisna, 2008) Berdasarkan pengertian ini, maka dikenal dua jenis
myopia, yaitu: (Nisna, 2008)
Myopia aksial, adalah myopia yang disebabkan oleh sumbu orbita
yang lebih panjang dibandingkan panjang fokus media refrakta. Dalam
hal ini, panjang fokus media refrakta adalah normal ( 22,6 mm)
sedangkan panjang sumbu orbita > 22,6 mm.
Myopia aksial disebabkan oleh beberapa faktor seperti;
1. Menurut Plempius (1632), memanjangnya sumbu bolamata tersebut
disebabkan oleh adanya kelainan anatomis. 2. Menurut Donders
(1864), memanjangnya sumbu bolamata tersebut karena bolamata sering
mendapatkan tekanan otot pada saat konvergensi. 3. Menurut
Levinsohn (1925), memanjangnya sumbu bolamata diakibatkan oleh
seringnya melihat ke bawah pada saat bekerja di ruang tertutup,
sehingga terjadi regangan pada bolamata.
Myopia refraktif, adalah myopia yang disebabkan oleh
bertambahnya indek bias media refrakta. (Sidarta, 2008)
Pada myopia refraktif, menurut Albert E. Sloane dapat terjadi
karena beberapa macam sebab, antara lain : 1. Kornea terlalu
melengkung (< 7,7 mm). 2. Terjadi hydrasi / penyerapan cairan
pada lensa kristalinaa sehingga bentuk lensa kristalinaa menjadi
lebih cembung dan daya biasnya meningkat. Hal ini biasanya terjadi
pada penderita katarak stadium awal (imatur). 3. Terjadi
peningkatan indeks bias pada cairan bolamata (biasanya terjadi pada
penderita diabetes melitus). Beberapa hal yang mempengaruhi resiko
terjadinya myopia, antara lain: 1. Keturunan. Orang tua yang
mempunyai sumbu bolamata yang lebih panjang dari normal akan
melahirkan keturunan yang memiliki sumbu bolamata yang lebih
panjang dari normal pula. 2. Ras/etnis. Ternyata, orang Asia
memiliki kecenderungan myopia yang lebih besar (70% 90%) dari pada
orang Eropa dan Amerika (30% 40%). Paling kecil adalah Afrika (10%
20%). 3. Perilaku. Kebiasaan melihat jarak dekat secara terus
menerus dapat memperbesar resiko myopia. Demikian juga kebiasaan
membaca dengan penerangan yang kurang memadai. E. Klasifikasi
Myopia Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologik yang
timbul pada mata maka myopia dapat dibagi dalam: Myopia simpleks:
pada myopia simplek biasanya tidak disertai kelainan patologik
fundus akan tetapi dapat disertai kelainan fundus ringan. Kelainan
fundus yang ringan ini dapat berupa kresen myopia (myopiaic
crecent) yang ringan yang berkembang sangat lambat. Biasanya tidak
terdapat perubahan organik. Tajam penglihatan dengan koreksi yang
sesui dapat mencapai normal. Berat kelainan refraktif yang biasanya
kurang dari -5D atau -6D. Keadaan ini dapat juga disebut sebagai
myopia fisiologik. (Sidarta, 2007). Myopia patologik: myopia
patologik disebut juga myopia degeneratif, myopia maligna atau
myopia progresif. Keadaan ini dapat ditemukan pada semua umur dan
terjadi sejak lahir. Tanda-tanda myopia maligna, adalah adanya
progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan
oftalmoskopik. Pada anak-anak diagnosis ini sudah dapat dibuat jika
terdapat
peningkatan beratnya myopia dengan waktu yang relatif pendek.
Kelainan refraktif yang terdapat pada myopia patologik biasanya
melebihi -6 D. (Sidarta, 2007). Gejala subyektif:
Kabur bila melihat jauh. Membaca atau melihat benda kecil harus
dari jarak dekat Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang
tidak sesuai dengan akomodasi), astenovergens.
Gejala obyektif: Myopia simpleks:
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relatif lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak
menonjol. Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang
normal atau dapat disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang
ringan di sekitar papil syaraf optik.
Myopia patologik:
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks
Gambaran yang ditemukan pada segmen posterior berupa
kelainan-kelainan pada: 1. Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan
berupa perdarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters,
atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas hubungannya
dengan keadaan myopia. 2. Papil syaraf optik: terlihat pigmentasi
peripapil, kresen myopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas
terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke seluruh
lingkaran papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah
koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur 3. Makula:
berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula. 4. Retina bagian perifer:
berupa degenerasi sel retina bagian perifer. 5. Seluruh lapisan
fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina.
Akibat penipisan retina ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas
dan disebut sebagai fundus tigroid. (Sidarta, 2007) E.1.
Klasifikasi myopia secara klinis adalah: (American Optometric
Association, 1997).
1. Simpel myopia: adalah myopia yang disebabkan oleh dimensi
bolamata yang terlalu panjang, atau indeks bias kornea maupun lensa
kristalinaa yang terlalu tinggi. 2. Nokturnal myopia: adalah myopia
yang hanya terjadi pada saat kondisi sekeliling kurang cahaya.
Sebenarnya, fokus titik jauh mata seseorang bervariasi terhadap
level pencahayaan yang ada. Myopia ini dipercaya penyebabnya adalah
pupil yang membuka terlalu lebar untuk memasukkan lebih banyak
cahaya, sehingga menimbulkan aberasi dan menambah kondisi myopia.
3. Pseudomyopia: diakibatkan oleh rangsangan yang berlebihan
terhadap mekanisme akomodasi sehingga terjadi kekejangan pada otot
otot siliar yang memegang lensa
kristalinaa. Di Indonesia, disebut dengan myopia palsu, karena
memang sifat myopia ini hanya sementara sampai kekejangan
akomodasinya dapat direlaksasikan. Untuk kasus ini, tidak boleh
buru buru memberikan lensa koreksi. 4. Degenerative myopia: disebut
juga malignant, pathological, atau progressive myopia. Biasanya
merupakan myopia derajat tinggi dan tajam penglihatannya juga di
bawah normal meskipun telah mendapat koreksi. Myopia jenis ini
bertambah buruk dari waktu ke waktu. 5. Induced (acquired) myopia:
merupakan myopia yang diakibatkan oleh pemakaian obat obatan, naik
turunnya kadar gula darah, terjadinya sklerosis pada nukleus lensa,
dan sebagainya.
E.2. Klasifikasi myopia yang umum diketahui adalah berdasarkan
ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya
1. Ringan : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri 2. Sedang:
lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. 3. Berat: lensa koreksinya
> 6,00 Dioptri. Penderita myopia kategori ini rawan terhadap
bahaya pengelupasan retina dan glaukoma sudut terbuka.
(Sidarta,2007)
E.3. Klasifikasi myopia berdasar umur Congenital (sejak lahir
dan menetap pada masa anak-anak) Youth-onset myopia (< 20 tahun)
Early adult-onset myopia (2-40 tahun) Late adult-onset myopia (>
40 tahun). (Sidarta, 2007)
1. 2. 3. 4.
F. Etiologi Terjadi karena bola mata tumbuh terlalu panjang saat
bayi. Dikatakan pula, semakin dini mata seseorang terkena sinar
terang secara langsung, maka semakin besar kemungkinan mengalami
myopia. Ini karena organ mata sedang berkembang dengan cepat pada
tahuntahun awal kehidupan. Akibatnya para penderita myopia umumnya
merasa bayangan benda yang dilihatnya jatuh tidak tepat pada retina
matanya, melainkan di depannya (Curtin, 2002). G. Patofisiologi
Myopia Myopia dapat terjadi karena ukuran sumbu bola mata yang
relatif panjang dan disebut sebagai myopia aksial. Dapat juga
karena indeks bias media refraktif yang tinggi, atau akibat indeks
refraksi kornea dan lensa yang terlalu kuat. Dalam hal ini disebut
sebagai myopia refraktif. (Curtin, 2002) Myopia degenertif atau
myopia maligna biasanya bila myopia lebih dari 6 dioptri disertai
kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai
terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan
kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi
ruptur membrane Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk
terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada myopia dapat terjadi
bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atropi
lapis sensoris retina luar, dan dewasa akan terjadi degenerasi
papil saraf optik. (Sidarta, 2005).
H. Insidensi Myopia pada Anak Dari survey yang dilakukan
terhadap 2268 anak berusia 7-13 tahun yang diperiksa dari 23
Sekolah Dasar di Yogyakarta, sebanyak 12 sekolah dasar berasal dari
daerah perkotaan dan 11 dari pedesaan yang tersebar di 5 Kabupaten
di DIY. Kejadian myopia (rabun jauh) pada anak usia sekolah dasar
di DIY adalah 8,29% dengan prevalensi di kota dan di desa
masingmasing 9,49% dan 6,87%. (Supartoto, 2007) Sekitar 62,8%
penderita myopia adalah anak-anak dari daerah perkotaan, sedangkan
dari keseluruhan subyek myopia ini, 5% diantaranya tergolong
penderita myopia tinggi yang dicirikan dengan ukuran kacamata lebih
dari minus 5 dioptri. (Supartoto, 2007) Anak perempuan lebih banyak
menderita myopia dari pada anak laki-laki, dengan perbandingan
perempuan terhadap laki-laki 1,4 : 1. Perbandingan serupa pada
myopia tinggi adalah 3,5 : 1. Sebanyak 30% penderita myopia berasal
dari keluarga dengan golongan ekonomi menengah ke atas. (Supartoto,
2007) Dalam penelitian yang dilakukan oleh Imam Tiharyo terdapat
127 anak sekolah dasar yang ikut dalam peneltian ini. 63 orang dari
kelompok sekolah dasar perkotaan dan 64 orang anak dari kelompok
sekolah daerah pedesaan. Setelah 6 bulan 24 anak (38,1%) dari
kelompok perkotaan, dan 8 anak (12,5%) dari kelompok pedesaan
mengalami pertambahan myopia. Hal tersebut bermakna secara
statistik p=0,02 dan RR 3,04 (95% CI : 1,48-6,27). Rerata
pertambahanmyopia pada kelompok perkotaan sebesar -0,83D ( 0,24D)
dan 0,61 (0,18D) pada kelompok pedesaan. Ada perbedaan yang
signifikan antara aktivitas melihat dekat pada anak daerah
perkotaan dan pedesaan dengan p=< 0,001. Untuk faktor risiko
jenis kelamin, riwayat myopia pada orang tua tidak terdapat
hubungan yang bermakna sklera statistik terhadap pertambahan
myopia, sedangkan untuk faktor risiko usia, dan sosial ekonomi
bermakna secara statistik terhadap pertambahan myopia. (Tanjung,
2007) I. Diagnosis Myopia Untuk mendiagnosis myopia dapat dilakukan
dengan beberapa pemeriksaan pada mata, pemeriksaan tersebut adalah
sebagai berikut:
I.1. Refraksi Subyektif
Diagnosis myopia dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Refraksi
Subyektif, metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and
error Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu
Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita, Mata diperiksa
satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu Ditentukan visus
/ tajam penglihatan masingmasing mata Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis negatif, bila dengan lensa sferis
negatif tajam penglihatan membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau
20/20 maka pasien dikatakan menderita myopia, apabila dengan
pemberian lensa sferis negatif menambah kabur penglihatan kemudian
diganti dengan lensa sferis positif memberikan tajam penglihatan
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita hipermetropia. (Maria,
2008)
I.2. Refraksi Obyektif
Yaitu menggunakan retinoskopi, dengan lensa kerja +2.00D
pemeriksa mengamati refleks fundus yang bergerak berlawanan arah
dengan arah gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sferis negatif sampai tercapai netralisasi
(Maria, 2008)
I.3. Autorefraktometer (komputer)
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakan komputer. (Maria, 2008) J. Penatalaksanaan Myopia pada
Anak Penatalaksanaan myopia pada anak sampai sekarang penyembuhan
kelainan mata pada anak masih merupakan kontra diantara dokter
mata. Sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana
mencegah kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai
menjadi parah. (Setiowati, 2008)
J.1. Dengan memberikan koreksi lensa
Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf atau lensa
negatif, perlu diingat bahwa cahaya yang melalui lensa konkaf akan
disebarkan. Karena itu, bila permukaan refraksi mata mempunyai daya
bias terlalu besar, seperti pada myopia, kelebihan daya bias ini
dapat dinetralisasi dengan meletakkan lensa sferis konkaf di depan
mata. (Guyton, 1997)
Besarnya kekuatan lensa yang digunakan untuk mengkoreksi mata
myopia ditentukan dengan cara trial and error, yaitu dengan
mula-mula meletakan sebuah lensa kuat dan kemudian diganti dengan
lensa yang lebih kuat atau lebih lemah sampai memberikan tajam
penglihatan yang terbaik. (Guyton, 1997) Pasien myopia yang
dikoreksi dengan kacamata sferis negatif terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Sebagai contoh bila pasien
dikoreksi dengan -3.00 dioptri memberikan tajam penglihatan 6/6,
demikian juga bila diberi sferis -3.25 dioptri, maka sebaiknya
diberikan koreksi -3.00 dioptri agar untuk memberikan istirahat
mata dengan baik setelah dikoreksi. ( Sidarta, 2007)
J.2. Dengan obat-obatan
Penggunaan sikloplegik untuk menurunkan respon akomodasi untuk
terapi pasien dengan pseoudomyopia. Beberapa penilitian melaporkan
penggunaan atropine dan siklopentolat setiap hari secara topikal
dapat menurunkan progresifitas dari myopia pada anak-anak usia
kurang 20 tahun. Meskipun tidak menunjukan kegelisahan yang
berlebih dan memiliki resiko
yang sama dengan penggunaan sikloplegik dalam jangka panjang dan
memiliki sensivitas yang sama dalam respon terhadap cahaya untuk
medilatasikan pupil (midriasis). Karena inaktivasi muskulus
siliaris, pemberian lensa positif tinggi (ex; 2.50D) dapat
digunakan untuk penglihatan dekat. Pemberian atropine memiliki efek
samping yaitu reaksi alergi, dan keracunan sistemik. Pemakaian
atropine dalam jangka panjang dapat memberikan efek samping pada
retina. (American Optometric Association, 1997).
J.3. Terapi visus (vision therapy)
Tajam penglihatan yang tidak dikoreksi pada myopia dapat
diperbaiki pada pasien dengan menggunakan terapi penglihatan,
tetapi tidak menunjukan penurunan myopia. hal ini adalah cara yang
diusulkan untuk menurunkan progresifitas myopia. Selama ini belum
ada penelitian yang melakukan pengujian dari usulan tersebut
terhadap keberhasilan dalam menurunkan progresifitas myopia. Terapi
penglihatan (vision therapy) yang digunakan untuk menurunkan respon
akomodasi sering digunakan pada pasien pseudomyopia. (American
Optometric Association, 1997).
J.4 Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa
kontak, lebih dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea
menjadi datar dan menurunkan myopia. Kekakuan lensa kontak yang
digunakan sesuai dengan standar. Tergantung dari respon individu
dalam orthokeratology yang sesekali beruba-ubah, penurunan myopia
sampai dengan 3.00 dioptri pada beberapa pasien, dan rata-rata
penurunan yang dilaporkan dalam penelitian adalah 0.75-1.00
dioptri. Beberapa dari penurunan ini terjadi antara 4-6 bulan
pertama dari program orthokeratology, kornea dengan kelengkungan
terbesar memiliki beberapa pemikiran dalam keberhasilan dalam
membuat pemerataan kornea secara menyeluruh. Dengan followup yang
cermat, orthokeratology akan aman dengan prosedur yang efektif.
Meskipun myopia tidak selalu kembali pada level dasar, pemakaian
lensa tambahan pada beberapa orang dalam beberapa jam sehari adalah
umum, untuk keseimbangan dalam memperbaiki refraksi. (American
Optometric Association, 1997). Beberapa lensa kontak yang didesain
secara khusus untuk mengubah secara maksimal sesuai standarnya.
Kekakuan lensa pada kelengkungan kornea lebih tinggi dari pada
permukaan kornea. Hasil yang didapatkan dapat menurunkan myopia
hingga 2.00 dioptri. Orthokeratology dengan beberapa lensa seragam,
dapat mengurangi permukaan kornea yang tidak rata. Orthokeratology
adalah penampilan yang umum pada anak muda walaupun menggunakan
lensa yang kaku tetapi dapat mengontrol myopia, lensa kontak yang
permeable pada anak-anak menjadi pilihan yang disukai. (Nisna,
2008) Mengurangi kelengkungan (artinya, membuat kondisinya menjadi
lebih flat/rata) permukaan depan kornea, yang tujuannya adalah
mengurangi daya bias sistem optis bolamata sehingga titik fokusnya
bergeser mendekat ke retina. Metode non operatif untuk ini adalah
orthokeratology, yaitu dengan menggunakan lensa kontak kaku untuk
(selama beberapa waktu) memaksa kontur kornea mengikuti kontur
lensa kontak tersebut. (Nisna, 2008)
J.5. Bedah Refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:
Radial keratotomy (RK), dimana pola jari-jari yang melingkar dan
lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada
permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi. Meskipun
pengalaman beberapa orang menjalani radial keratotomy menunjukan
penurunan myopia, sebagian besar pasien sepertinya menyukai dengan
hasilnya. Dimana dapat menurunkan pengguanaan lensa kontak.
Komplikasi yang dilaporkan pada bedah radial keratotomy seperti
variasi diurnal dari refraksi dan ketajaman penglihatan, silau,
penglihatan ganda pada satu mata, kadang-kadang penurunan permanen
dalam koreksi tajam penglihatan dari yang terbaik, meningkatnya
astigmatisma, astigmatisma irregular, anisometropia, dan perubahan
secara pelan-pelan menjadi hiperopia yang berlanjut pada beberapa
bulan atau tahun, setelah tindakan pembedahan. Perubahan menjadi
hiperopia dapat muncul lebih awal dari pada gejala presbiopia.
Radial keratotomy mungkin juga menekan struktur dari bola mata.
(American Optometric Association, 1997). Laser photorefractive
keratectomy adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan
ablasi laser pada pusat kornea. Dari kumpulan hasil penelitian
menunjukan 48-92% pasien mencapai visus 6/6 (20/20) setelah
dilakukan photorefractive keratectomy. 1-1.5 dari koreksi tajam
penglihatan yang terbaik didapatkan hasil kurang dari 0.4-2.9 %
dari pasien. (American Optometric Association, 1997). Kornea yang
keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien
tanpa bantuan koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih
baik pada waktu sebelum operasi. Photorefractive keratectomy
refraksi menunjukan hasil yang lebih dapat diprediksi dari pada
radial keratotomy. (American Optometric Association, 1997). DAFTAR
PUSTAKA1. http://www.aoa.org/documents/CPG-15.pdf. 2.
http://puspasca.ugm.ac.id/files/Abst_ (3769-H-2007).pdf. 3.
http://library.usu.ac.id/download/fk/pnymata-halima.pdf. 4.
http://fkuii.org/tikidownload_wiki_attachment.php?attId=1167&page=Teguh%20Sudrajat.
5. Vaoughan et all, Optalmology Umum.edisi 14.Widya Medika.2000. 6.
American Optometric Association, Optometric Clinical Practice
Guidline Care of the Patient with Myopia, 1997 7. Ilyas, S., 2007.
Ilmu penyakit Mata. Edisi Ke-3. Jakarta, FK UI 8.
www.optiknisna.com/penyebab-mata-butuh-kacamata.html 9. Curtin. B.,
J., 2002. The Myopia. Philadelphia Harper & Row. 348381 10.
Mansjoer, A., 2002. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ke-3 Jilid 1.
Media Aesculapius. Jakarta, FK UI 11. Guyton and Hall. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. EGC. Edisi 9. 1997.
referat 1.1 Latar Belakang Miopia adalah suatu kelainan refraksi
di mana sinar cahaya paralel yang memasuki mata secara keseluruhan
dibawa menuju fokus di depan retina. Miopia, yang umum disebut
sebagai kabur jauh / terang dekat (shortsightedness), merupakan
salah satu dari lima besar penyebab kebutaan di seluruh dunia.
Dikatakan bahwa pada penderita miopia, tekanan intraokular
mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat
keparahan miopia. 1 Prevalensi miopia bervariasi berdasar negara
dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara Asia.
Di Jepang diperkirakan lebih dari satu juta penduduk mengalami
gangguan penglihatan yang terkait dengan miopia tinggi. Berdasar
bukti epidemiologis, prevalensi miopia terus meningkat khususnya
pada penduduk Asia. Selain pengaruh gangguan penglihatan, juga
membebani secara ekonomi. Sebagai contoh di Amerika Serikat, biaya
terapi miopia mencapai sekitar $ 250 juta per tahun. Di saat
prevalensi miopia simpel meningkat, insidens miopia patologis turut
meningkat. Karena tidak ada terapi yang dapat membalikkan perubahan
struktural pada miopia patologis, pencegahan miopia telah lama
menjadi tujuan dari penelitian para ahli. Pengertian terhadap
mekanisme dan faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mata
merupakan prasyarat mengembangkan strategi terapi tadi.2 1.2 Tujuan
Penulisan Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui
patofisiologi, gambaran klinis, dam terapi miopia. 1.3 Batasan
Masalah Referat ini membahas secara ringkas tentang patofisiologi,
gambaran klinis, dam terapi miopia. 1.4 Metode Penulisan Referat
ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
beberapa literatur. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Miopia
adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar
yang berlebihan atau kerusakan refraksi mata sehingga sinar sejajar
yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning, dimana
sistem akomodasi berkurang. Pasien dengan miopia akan menyatakan
lebih jelas bila melihat dekat, sedangkan kabur bila melihat jauh
atau rabun jauh. Derajat miopia dapat dikategorikan, yaitu :
Miopia ringan (0,25 3,00D) Miopia sedang (3,00 6,00D) Miopia
berat / tinggi (>6,00D) 3
2.2 Epidemiologi
Miopia memiliki insiden 2,1% di Amerika Serikat dan peringkat ke
tujuh yang menyebabkan kebutaan, serta tampak memiliki predileksi
tinggi pada keturunan Cina, Yahudi, dan Jepang. Angka kejadiannya
lebih sering 2 kali lipat pada perempuan dibanding laki-laki.
Keturunan kulit hitam biasanya bebas dari kelainan ini.2 Menurut
National Eye Institute Study, miopia merupakan penyebab kelima
tersering yang mengganggu penglihatan dan merupakan penyebab
kutujuh yang tersering kebutaan di Amerika Serikat, sedangkan di
Inggris merupakan penyebab kebutaan tersering .2 2.3 Etiologi
Miopia tinggi dapat diturunkan, baik secara autosomal dominan
maupun autosomal resesif. Penurunan secara sex linked sangat jarang
terjadi, biasanya terjadi pada miopia yang berhubungan dengan
penyakit mata lain atau penyakit sistemik. Pada ras oriental,
kebanyakan miopia tinggi diturunkan secara autosomal resesif.
1,2,3,5 2.4 Patogenesis Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan
pada miopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap
hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti
degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan
rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di
dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga
mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang
berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada
mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula
disimpulkan dua mekanisme patogenesis terhadap elongasi berlebihan
pada miopia.1,2,3 Menurut tahanan sklera
Mesadermal
Abnormalitas mesodermal sklera secara kualitas maupun kuantitas
dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat
membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim sklera
dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena
perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera
posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.
Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital
ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat
dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin
bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat
terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang
kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test
bidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular equivalen
100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada sklera
posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan equator. Pada
batas lebih tinggi sklera posterior kirakira 2 x lebih diperluas.
Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal tampak berhubungan
dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala yang terlihat pada
sklera posterior. Struktur serat kolagen abnormal terlihat pada
kulit pasien dengan Ehlers-Danlos yang merupakan penyakit kalogen
sistematik yang berhubungan dengan miopia.1
Ektodermal Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa miopia adalah hasil
ketidak harmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan
retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan
baik koroid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif jaringan.
Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima, telah diteliti
ulang dalam hubungannya dengan miopia bahwa pertumbuhan koroid dan
pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel pigmen retina. Pandangan
baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen abnormal menginduksi
pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal ini yang mungkin
menimbulkan defek ektodermal mesodermal umum pada segmen posterior
terutama zona oraequatorial atau satu yang terlokalisir pada daerah
tertentu dari pole posterior mata, dimana dapat dilihat pada miopia
patologik (tipe stafiloma posterior).1 Meningkatnya suatu kekuatan
yang luas
Tekanan intraokular basal
Contoh klasik miopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal
terlihat pada glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan
berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata. 1
Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon
terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami
perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat
meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti
konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver
dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan
paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan
paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering
diantara mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraokular.1 2.5 Jenis-Jenis Miopia 1,3,5
Miopia Axial
Dalam hal ini, terjadinya miopia akibat panjang sumbu bola mata
(diameter Antero-posterior), dengan kelengkungan kornea dan lensa
normal, refraktif power normal dan tipe mata ini lebih besar dari
normal.
Miopia Kurvatura
Dalam hal ini terjadinya miopia diakibatkan oleh perubahan dari
kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan dari pada lensa
seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana lensa menjadi
lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana ukuran bola
mata normal.
Perubahan Index Refraksi
Perubahan indeks refraksi atau miopia refraktif, bertambahnya
indeks bias media penglihatan seperti yang terjadi pada penderita
Diabetes Melitus sehingga pembiasan lebih kuat.
Perubahan Posisi Lensa
Pergerakan lensa yang lebih ke anterior setelah operasi glaukoma
berhubungan dengan terjadinya miopia. 2.6 Gejala Klinik 1,3,6
Gejala umum miopia antara lain: jauh. Pada mata didapatkan: Kamera
Okuli Anterior lebih dalam Pupil biasanya lebih besar Sklera tipis
Vitreus lebih cair Fundus tigroid Miopi crescent pada pemeriksaan
funduskopi Mata kabur bila melihat jauh Sering sakit kepala
Menyipitkan mata bila melihat jauh (squinting / narrowing lids)
Lebih menyukai pekerjaan yang membutuhkan penglihatan dekat
disbanding pekerjaan yang memerlukan penglihatan
2.7 Diagnosis 1,3,6 Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada
penderita miopia antara lain adalah :
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat
suatu objek dengan jarak jauh (anak-anak sering tidak dapat membaca
tulisan di papan tulis, tetapi dapat dengan mudah membaca tulisan
dalam sebuah buku). Kelelahan mata Sakit kepala
Pengujian atau test yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan mata
secara umum atau standar pemeriksaan mata, terdiri dari : 3,6 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak
jauh (Snellen) dan jarak dekat (Jaeger). Uji pembiasan, untuk
menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata. Uji
penglihatan terhadap warna, uji ini untuk meembuktikan kemungkinan
ada atau tidaknya kebutaan. Uji gerakan otot-otot mata Pemeriksaan
celah dan bentuk tepat di retina Mengukur tekanan cairan di dalam
mata Pemeriksaan retina Gejala-gejala miopia juga terdiri dari
gejala subjektif dan objektif. 1,3,6 Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh Membaca atau melihat benda kecil harus
dari jarak dekat Mata cepat lelah bila membaca (karena konvergensi
yang tidak sesuai dengan akomodasi) Astenovergens
Gejala objektif : 1. Miopia simpleks Pada segmen anterior
ditemukan bilik mata yang dalam da pupil yang relatif lebar.
Biasanya ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada segmen
posterior biasanya terdapat gambaran yang normal, atau dapat
diserta kresen miopia (miopic cresent) yang ringan di sekitar papil
saraf optik. Miopia patologik Gambaran pada segmen anterior serupa
dengan miopia simpleks Gambaran yang ditemukan pada semen posterior
berupa kelainan-kelainan pada : Badan kaca, dapat ditemukan
kekeruhan berupa pendarahan atau degenerasi yang terlihat sebagai
floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan kaca.
Kadang-kadang ditemukan ablasio badan kaca yang dianggap belum
jelas hubungannya dengan keadaan miopia. Papil saraf optik :
terlihat pigmentasi peripapil, cresent miopia, papil terlihat labih
pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Cresent miopia dapat
ke seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh
daerah koroid yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur. Makula
berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
perdarahan subretina pada daerah makula. Retina bagian perifer
berupa degenerasi kista retina bagian perifer. 2.8 Terapi 1,2,3,7
Koreksi terhadap miopia dapat dilakukan diantaranya dengan :
1.
o o o o
Kacamata
Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki
refraksi.
Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa
kontak keras yang terbuat dari bahan plastik polimetilmetacrilat
(PMMA) dan lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik
hidrogen. Lensa kontak keras secara spesifik diindikasikan untuk
koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa kontak lunak
digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea. Salah satu
indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia
tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik
dari kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat
mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea
atau melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus
dilakukan pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.
Bedah keratoretraktif
Bedah keratoretraktifmencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior bola mata diantaranya adalah
keratotomy radial, keratomileusis, keratofakia, epikeratofakia.
Lensa intraoculer Penanaman lensa intraokuler merupakan metode
pilihan untk koreksi kesalahan refraksi pada afakia. Ekstraksi
lensa jernih
Ekstraksi lensa bening telah banyak dicobakan oleh ahli bedah di
dunia pada pasien dengan miopia berat karena resiko tindakan yang
minimal.
2.9 Intervensi Pencegahan Miopi 2,8Kebanyakan anak-anak miopia
hanya dengan miopia tingkat rendah hingga menengah, tapi beberapa
akan tumbuh secara progresif menjadi miopia tinggi. Faktor resiko
terjadinya hal tersebut antara lain faktor etnik, refraksi
orangtua, dan tingkat progresi miopia. Pada anak-anak tersebut,
intervensi harus diperhitungkan. Pengontrolan miopia antara lain
dengan: Zat Sikloplegik
Berdasarkan laporan penelitian, pemberian harian atropin dan
cyclopentolate mengurangi tingkat progresi miopia pada anakanak.
Meskipun demikian, hal ini tidak sebanding dengan ketidaknyamanan,
toksisitas dan resiko yang berkaitan dengan sikloplegia kronis.
Selain itu, penambahan lensa plus ukuran tinggi (contoh: 2,50 D)
diperlukan untuk melihat dekat karena inaktivasi otot silier.
Meskipun progresi melambat selama terapi, efek jangka panjang tidak
lebih dari 1-2 D. Lensa plus untuk melihat dekat
Efektivitas pemakaian lensa bifokus untuk mengontrol miopia pada
anak-anak masih kontroversial, beberapa penelitian tidak
menunjukkan reduksi progresi miopia yang bermakna namun ada juga
penelitian yang menemukan bahwa pemakaian lensa bifokus dapat
mengontrol miopia. Ukuran adisi dekat yang efektif masih
diperdebatkan. Lensa Kontak Rigid
Lensa kontak Rigid gas-permeable (RGP) dilaporkan efektif
memperlambat tingkat progresi miopia pada anak-anak. Pengontrolan
miopia diyakini disebabkan karena perataan kornea. Selama 3 tahun
pemberian lensa kontak, ruang vitreus masih lanjut memanjang,
hingga kontrol miopia dengan RGP tidak mengurangi resiko
berkembangnya sekuele miopia segmen posterior. Bila pemakaian lensa
kontak dihentikan muncul efek rebound seperti curamnya kembali
korenea (resteepening of the cornea) Orthokeratology adalah fitting
terprogram dengan sejumlah seri lensa kontak selama periode
beberapa minggu hingga beberapa bulan, guna meratakan kornea dan
mengurangi miopia. Kebanyakan pengurangan ini terjadi dalam 4-6
bulan. Namun, perubahan kelainan refraksi menuju keadaan awal
terjadi bila pasien berhenti memakai lensa kontak. Mekanisme pasti
pemakaian RGP untuk tujuan ini masih belum jelas. Bila membaca atau
melakukan kerja jarak dekat secara intensif, istirahatlah tiap 30
menit. Selama istirahat, berdirilah
dan memandang ke luar jendela. Bila membaca, pertahankan jarak
baca yang cukup dari buku.
-
Pencahayaan yang cukup untuk membaca. Batasi waktu bila menonton
televisi dan video game. Duduk 5-6 kaki dari televisi. Jenis-jenis
intervensi lain seperti pemakaian vitamin, bedah sklera, obat
penurun tekanan bola mata, teknik relaksasi
mata, akupunktur. Namun, efektivitasnya belum teruji dalam
penelitian. 2.10 Komplikasi 1,6 Komplikasi miopia adalah : 1.
Abalasio retina Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D (-
4,75) D sekitar 1/6662. Sedangkan pada (- 5)D (-9,75) D resiko
meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi
1/148. Dengan kata lain penambahan factor resiko pada miopia rendah
tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali. 1.
Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung
98% air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan
mencair secara perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada
penderita miopia tinggi. Hal ini berhubungan denga hilangnya
struktur normal kolagen. Pada tahap awal, penderita akan melihat
bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan lanjut, dapat
terjadi kolaps badan viterus sehingga kehilangan kontak dengan
retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina
dan menyebabkan kerusakan retina. Vitreus detachment pada miopia
tinggi terjadi karena luasnya volume yang harus diisi akibat
memanjangnya bola mata. 1. Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya
pembuluh darah kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel
retina sehingga lapanagn pandang berkurang. Dapat juga terjadi
perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya
lapangan pandang. Miop vaskular koroid/degenerasi makular miopic
juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini
disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina. 1. Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada
miopia sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada
miopia terjadi dikarenakan stress akomodasi dan konvergensi serta
kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada trabekula. 1.
Katarak
Lensa pada miopia kehilangan transparansi. Dilaporkan bahwa pada
orang dengan miopia onset katarak muncul lebih cepat. 2.11
Prognosis 3,6
Diagnosis awal pada penderita miopia adalah sangat penting
karena seorang anak yang sudah positif miopia tidak mungkin dapat
melihat dengan baik dalam jarak jauh. DAFTAR PUSTAKA 1. 2. 3. 4. 5.
6. 7. 8. Sativa Oriza, 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita
Myopia Ringan Dan Sedang. Bagian Ilmu Penyakit Mata Universitas
Sumatra Utara. Diakses dari e-medicine. Oktober 2008 American
Optometric Association. Care of the Patient with Miopia. Diakses
dari http://www.aoa.org. Oktober 2008 Ilyas Sidarta, 2005. Ilmu
Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia Medicastore.
Kelainan Refraksi. Diakses dari medicastore. Vaughan, DG. Asbury,
T. Neurooftalmogy. Oftalmologi Umum edisi 14. 2000; 389-406 Ilyas,
HS. 2003.Dasar-dasar Pemeriksaan mata dan penyakit mata, Cetakan I.
Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Ilyas, HS. 2002. Ilmu Penyakit Mata
untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran Edisi Dua, Perhimpunan
Dokter Spesialis Mata Indonesia tahun 2002. Jakarta : Sagung Seto.
Fredrick DR. Miopia. BMJ 2002;324;1195-1199. Diakses dari http :
//bmj.com/cgi/content/full/324/7347/1195 September 2006.
MiopiaOleh kunsantrimedicare
Miopia atau bahasa inggris myopia berasal dari bahasa Yunani
yang artinya Pandangan Dekat (, mupia, nearsightedness). Ini karena
kerusakan mata yang menghasilkan fokus pandangan di depan
retina.(22) Penderita Miopia bisa melihat benda dari jarak dekat
dengan jelas. Namun pada jarak jauh benda tampak kabur sehingga
membuat kepala menjadi pusing. Jika seorang anak merasa pusing
ketika melihat tulisan di papan tulis di ruangan kelasnya dan
pandangannya kabur, kemungkinan dia menderita Miopia.(29)
Prevalensi Di negara maju, persentase penduduk yang menderita
miopia biasanya lebih tinggi. Di Amerika Serikat, sekitar 25% dari
penduduk dewasa menderita miopia. Di Jepang, Singapura, dan Taiwan,
persentasenya jauh lebih besar, yakni mencapai sekitar 44%.(1)
Insiden miopia sering dalam populasi sampel bervariasi dengan usia,
negara, jenis kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan
faktor lainnya. Variabilitas dalam pengujian dan metode pengumpulan
data membuat perbandingan prevalensi menjadi sangat sulit.(5)
Sebuah studi baru-baru tahun pertama yang melibatkan mahasiswa
sarjana di Inggris menemukan bahwa 50% dari kulit putih Inggris dan
53,4% dari Asia Inggris yang rabun.(8) Di Australia, secara
keseluruhan prevalensi miopia (lebih buruk dari -0,50 dioptri)
telah diperkirakan 17%.(9) Dalam sebuah studi baru-baru ini, kurang
dari 1 dari 10 (8,4%) anakanak Australia berusia antara 4 dan 12
orang ditemukan memiliki miopia lebih besar dari 0,50 dioptri.
Sebuah tinjauan baru-baru ini menemukan bahwa 16,4% orang Australia
berusia 40 atau lebih memiliki minimal -1,00 dioptri dari miopia
dan 2,5% memiliki setidaknya -5,00 dioptri.(11) Di Brazil, sebuah
studi tahun 2005 diperkirakan bahwa 6,4% dari Brasil antara usia 12
dan 59 memiliki -1,00 diopter dari miopia atau lebih, dibandingkan
dengan 2,7% dari orang-orang pribumi di barat laut Brasil.(13) Di
Yunani, prevalensi miopia di antara 15-18 siswa tahun ditemukan
untuk menjadi 36,8%.(14) Di India, prevalensi miopia pada populasi
umum telah dilaporkan hanya 6,9%. Sebuah tinjauan baru-baru ini
menemukan bahwa 26,6% dari Eropa Barat yang berusia 40 atau lebih
memiliki minimal -1,00 dioptri dari miopia dan 4,6% memiliki
setidaknya -5,00 dioptri.(35) Di Amerika Serikat, prevalensi miopia
telah diperkirakan 20%(1). Hampir 1 dari 10 (9,2%) anak-anak
Amerika yang berusia antara 5 dan 17 memiliki miopia(16). Sekitar
25% dari Amerika antara usia dari 12 dan 54 memiliki kondisi(17).
Sebuah tinjauan baru-baru ini menemukan bahwa 25,4% orang Amerika
berusia 40 atau lebih memiliki minimal -1,00 dioptri dari miopia
dan 4,5% memiliki setidaknya -5,00 dioptri.(11)
Diperkirakan penderita Miopia antara 800 juta hingga 2,3 milyar
(ini karena jarang ada yang merasa menderita Miopia)(3). Di
negara-negara seperti Cina, India, dan Malaysia, 41% dari orang
dewasa menderita Miopia hingga -1.00.(6,7) Di Indonesia prevalensi
kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata.
Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Ditemukan jumlah penderita kelainan refraksi di
Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.(39) Mata Normal dan Ametropia Mata Normal
Cahaya dapat didefinisikan sebagai bagian dari spektrum
elektromagnetik yang mata sensitif terhadapnya. Bagian yang dapat
dilihat dari spektrum ini terletak pada panjang gelombang 390 nm
hingga 760 nm. Agar mata dapat menghasilkan informasi visual yang
akurat, cahaya harus difokuskan dengan tepat di retina. Fokus harus
disesuaikan untuk menghasilkan pandangan yang sama jelas untuk
objek dekat maupun jauh. Kornea atau lebih tepatnya titik pertemuan
udara/air pada mata bertanggung jawab untuk dua pertiga kekuatan
fokus mata sedangkan lensa kristal untuk sepertiganya. Dua elemen
refraksi ini mengkonvergensikan (mengumpulkan) sinar cahaya karena:
Kornea memiliki indeks refraksi yang lebih tinggi daripada aqueous
ke lensa maka sinar cahaya mengalami konvergensi Permukaan refraksi
kornea dan lensa berbentuk sferis konveks.(30)
Ametropia Ketika sinar cahaya pararel dari objek jauh pada fokus
di retina dengan mata dalam keadaan beristirahat (yaitu tidak
berakomodasi) keadaan refraktif mata dikenal sebagai emetropia
(atau mata normal) Individu dengan mata emetrop dapat melihat jarak
jauh dengan jelas tanpa berakomodasi. (30)
Kelainan jatuhnya cahaya yang tidak sesuai pada fokus retina
disebut ametropia. Pada ametropia, sinar cahaya pararel tidak jatuh
pada fokus di retina pada mata dalam keadaan istirahat. Diperlukan
perubahan refraksi untuk mendapatkan penglihatan yang jelas. (30)
Ametropia dapat dibagi menjadi: Miopia (rabun dekat); kekuatan
optik mata terlalu tinggi (biasanya karena bola mata yang panjang)
dan sinar cahaya pararel jatuh pada fokus di depan retina.
Hipermetropia (rabun jauh); kekuatan optik mata terlalu rendah
(biasanya mata terlalu pendek) dan sinar cahaya pararel mengalami
konvergensi pada titik di belakang retina. Astigmatisme; kekuatan
optik kornea di bidang yang berbeda tidak sama. Sinar cahaya
pararel yang melewati bidang yang berbeda ini jatuh ke titik fokus
yang berbeda. Ketiga jenis ametropia ini dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa kacamata. Lensa kacamata mendivergensikan sinar
pada miopia, mengkonvergensikan sinar pada hipermetropia, dan
mengoreksi bentuk kornea yang nonsferis pada astigmatisme.(30)
Gambar Ametropia Beberapa Bentuk Miopia Dikenal beberapa bentuk
miopia seperti : 1. Miopia refraktif, bertambahnya indeks bias
media penglihatan seperti terjadi pada katarak intumesen dimana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama
dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat
pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat. 2.
Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungan kornea dan lensa yang normal. Menurut derajat beratnya
miopia dibagi dalam: 1. 2. 3. 4. Miopia ringan, dimana miopia kecil
daripada 1-3 dioptri. Miopia sedang, dimana miopia lebih antara 3-6
dioptri. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia lebih besar dari 6
dioptri. Miopia sangat berat, diatas 10 dioptri.
Menurut perjalanan miopia dikenal bentuk : 1. Miopia stasioner,
miopia yang menetap setelah dewasa.
2. Miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata. 3. Miopia maligna,
miopia yang berjalan progresif, yang dapat mengakibatkan ablasio
retina dan kebutaan atau sama dengan miopia pernisiosa atau miopia
degeneratif. Pembagian berdasar kelainan jaringan mata: a. Miopia
Simpleks Dimulai pada usia 7-9 tahun dan akan bertambah sampai anak
berhenti tumbuh + 20 tahun. Berat kelainan refraktif biasanya
kurang dari -5 D atau -6 D.
b. Miopia progresif Miopia bertambah secara cepat (-4 Dioptri /
tahun). Sering disertai perubahan vitreo-retina. Biasanya terjadi
bila miopia lebih dari -6 D.
Menurut tipe (bentuknya) miopia dikenal beberapa bentuk : 1.
Miopia Axial, miopia akibat diameter sumbu bola mata (diameter
antero-posterior) > panjang. Dalam hal ini, terjadinya myopia
akibat panjang sumbu bola mata (diameter Antero-posterior), dengan
kelengkungan kornea dan lensa normal, refraktif power normal dan
tipe mata ini lebih besar dari normal. 2. Miopia Kurvartura,
diakibatkan oleh perubahan dari kelengkungan kornea &
kelengkungan lensa. Dalam hal ini terjadinya myopia diakibatkan
oleh perubahan dari kelengkungan kornea atau perubahan kelengkungan
dari pada lensa seperti yang terjadi pada katarak intumesen dimana
lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat, dimana
ukuran bola mata norma 3. Miopia Indeks Refraksi, bertambahnya
indeks bias media penglihatan. Perubahan indeks refraksi atau
myopia refraktif, bertambahnya indeks bias media penglihatan
seperti yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus sehingga
pembiasan lebih kuat. 4. Perubahan posisi lensa, pergerakan lensa
yang lebih ke anterior. setelah operasi glaucoma berhubungan dengan
terjadinya miopia.(29) Pada miopia degeneratif atau miopia maligna
bila lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli dan
panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang
terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya
atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran Bruch yang
dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi
pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar,
dan dewasa akan terjadi degenerasi papil saraf optik.(29,30)
Patofisiologi Miopia Terjadinya elongasi sumbu yang berlebihan
pada myopia patologi masih belum diketahui. Sama halnya terhadap
hubungan antara elongasi dan komplikasi penyakit ini, seperti
degenerasi chorioretina, ablasio retina dan glaucoma. Columbre dan
rekannya, tentang penilaian perkembangan mata anak ayam yang di
dalam pertumbuhan normalnya, tekanan intraokular meluas ke rongga
mata dimana sklera berfungsi sebagai penahannya. Jika kekuatan yang
berlawanan ini merupakan penentu pertumbuhan ocular post natal pada
mata manusia, dan tidak ada bukti yang menentangnya maka dapat pula
disimpulkan dua mekanisme patogenesa terhadap elongasi berlebihan
pada miopia.(32) a. Menurut tahanan sklera Mesadermal
Abnormalitas mesodermal sklera secara kwalitas maupun kwantitas
dapat mengakibatkan elongasi sumbu mata. Percobaan Columbre dapat
membuktikan hal ini, dimana pembuangan sebahagian masenkhim sklera
dari perkembangan ayam menyebabkan ektasia daerah ini, karena
perubahan tekanan dinding okular. Dalam keadaan normal sklera
posterior merupakan jaringan terakhir yang berkembang.
Keterlambatan pertumbuhan strategis ini menyebabkan kongenital
ektasia pada area ini. Sklera normal terdiri dari pita luas padat
dari bundle serat kolagen, hal ini terintegrasi baik, terjalin
bebas, ukuran bervariasi tergantung pada lokasinya. Bundle serat
terkecil terlihat menuju sklera bagian dalam dan pada zona ora
equatorial. Bidang sklera anterior merupakan area crosectional yang
kurang dapat diperluas perunitnya dari pada bidang lain. Pada test
bidangbidang ini ditekan sampai 7,5 g/mm2. Tekanan intraokular
equivalen 100 mmHg, pada batas terendah dari stress ekstensi pada
sklera posterior ditemukan 4 x dari pada bidang anterior dan
equator. Pada batas lebih tinggi sklera posterior kira-kira 2 x
lebih diperluas. Perbedaan tekanan diantara bidang sklera normal
tampak berhubungan dengan hilangnya luasnya bundle serat sudut jala
yang terlihat pada sklera posterior. Struktur serat kolagen
abnormal terlihat pada kulit pasien dengan EhlersDanlos yang
merupakan penyakit kalogen sistematik yang berhubungan dengan
myopia. (32) Ektodermal Mesodermal
Vogt awalnya memperluasnya konsep bahwa myopia adalah hasil
ketidakharmonisan pertumbuhan jaringan mata dimana pertumbuhan
retina yang berlebihan dengan bersamaan ketinggian perkembangan
baik ko roid maupun sklera menghasilkan peregangan pasif
jaringan. Meski alasan Vogt pada umumnya tidak dapat diterima,
telah diteliti ulang dalam hubungannya dengan myopia bahwa
pertumbuhan koroid dan pembentukan sklera dibawah pengaruh epitel
pigmen retina. Pandangan baru ini menyatakan bahwa epitel pigmen
abnormal menginduksi pembentukan koroid dan sklera subnormal. Hal
ini yang mungkin menimbulkan defek ektodermal mesodermal umum pada
segmen posterior terutama zona oraequatorial atau satu yang
terlokalisir pada daerah tertentu dari pole posterior mata, dimana
dapat dilihat pada myopia patologik (tipe stafiloma posterior).(32)
b. Meningkatnya suatu kekuatan yang luas Tekanan intraokular
basal
Contoh klasik myopia sekunder terhadap peningkatan tekanan basal
terlihat pada glaucoma juvenil dimana bahwa peningkatan tekanan
berperan besar pada peningkatan pemanjangan sumbu bola mata.
Susunan peningkatan tekanan
Secara anatomis dan fisiologis sklera memberikan berbagai respon
terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami
perubahan pada stress. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat
meningkatkan tekanan intraokular 10 mmHg, sama juga seperti
konvergensi kuat dan pandangan ke lateral. Pada valsava manuver
dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.Juga pada penutupan
paksa kelopak mata meningkat sampai 70 mmHg -110 mmHg. Gosokan
paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering
diantara mata myopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan
intraokular. (32) Pasien Dengan Miopia Berikut ini adalah hal-hal
penting yang harus diperhatikan ketika mendapatkan pasien dengan
miopia. Hal-hal yang dapat terjadi pada pasien dengan miopia 1.
Pasien dengan miopia akan menyatakan melihat jelas bila dekat,
bahkan menjadi nyaman ketika melihat terlalu dekat dibandingkan
orang normal. 2. Pasien miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat
sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan
menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini
menetap, maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau
esoptropia. 3. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen
yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior
fundus mata miopia, sklera oleh koroid. Pada mata dengan miopia
tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti
degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. 4. Koreksi
lensa sferis negatif diperlukan sampai mendapatkan ketajaman
maksimal. 5. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia
adalah terjadinya ablasi retina dan juling. Juling biasanya
esotropia atau juling ke dalam akibat mata berkonvergensi
terus-menerus. Bila terdapat juling keluar mungkin fungsi satu mata
telah berkurang atau terdapat ambliopia.(29)
Contoh Fundus dari Miopia Berat (Wanita 26 tahun dengan 9.75 D)
Gejala-gejala pasien dan kesan pemeriksa yang dapat terjadi A.
Gejala subjektif : 1. Kabur bila melihat jauh & jelas melihat
dekat 2. Melihat benda kecil harus dari jarak dekat 3. Seperti
melihat benang / nyamuk di lapang pandang (floaters). 4. Seperti
melihat kilatan cahaya 5. Cenderung memicingkan mata saat lihat
jauh 6. Cepat lelah bila membaca B. Gejala objektif : 1. Pupil
medriasis 2. BMD dalam 3. Eksopthalmus 4. Tigroid fundus 5. Ablasio
Retina 6. Stafiloma Sklera 7. Glaukoma sudut terbuka sekunder (36)
Komplikasi Miopia 1. Ablatio retina terutama pada myopia tinggi 2.
Strabismus a.esotropia bila myopia cukup tinggi bilateral
b.bexotropia pada myopia dengan anisometropia
3. Ambliopia terutama pada myopia dan anisometropia.(29)(30)(36)
Pemeriksaan Pasien Dengan Miopia Pemeriksaan pasien dengan miopia
dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Pemeriksaan subjektif : ketajaman
penglihatan jarak jauh (Snellen) & jarak dekat (Jaeger),
pemeriksaan koreksi kacamata trial & error (coba-coba). 2.
Pemeriksaan objektif dengan : Retinoskopi, funduskopi,
refraktometer.(36) Penatalaksanan kelainan refraksi miopia yang
dapat dikerjakan adalah sebagai berikut : A. Lensa Kacamata
Kacamata masih merupakan metode paling aman untuk memperbaiki
refraksi. Keuntungan kacamata pada orang miopia adalah kemampuannya
untuk membaca huruf-huruf cetak yang paling kecil tanpa memakai
kacamata walaupun usianya lebih lanjut. Kerugian memakai kacamata
pada mata dengan miopia: 1. Walaupun kacamata memberikan perbaikan
penglihatan ia akan bertambah berat bila ukuran bertambah, selain
mengganggu penampilan atau kosmetik. 2. Ukuran benda yang dilihat
akan lebih kecil dari sesungguhnya, setiap -1.00 dioptri akan
memberi kesan pengecilan benda 2%. 3. Bila memakai kacamata dengan
keuatan -10.00 D maka akan terjadi pengecilan sebesar 20%. 4. Tepi
gagang disertai tebalnya lensa akan mengurangi lapang pandangan
tepi.(37) B. Lensa Kontak Lensa kontak keras, yang terbuat dari
polimetilmetakrilat, merupakan lensa kontak pertama yang
bernar-benar berhasil dan memperoleh penerimaan yang luas sebagai
pengganti kacamata. Pengembangan selanjutnya antara lain adalah
lensa kaku yang permeabel-udara, yang terbuat dari asetat bultirat
selulosa, silikon, atau berbagai polimer plastik dan silikon; dan
lensa kontak lunak, yang terbuat dari bermacam-macam plastik
hidrogel, yang semuanya menghasilkan kenyamanan yang lebih baik
tetapi resiko penyulit serius leih besar. Lensa kontak lunak,
terutama bentuk-bentuk yang lebih lentur, mengadopsi bentuk kornea
pasien. Dengan demikian, daya refraksinya terdapat hanya pada
perbedaan antara kelengkungan depan dan belakang, dan lensa ini
hanya sedikit mengoreksi astigmatisma kornea kecuali apabila
disertakan koreksi silindris. Lensa kontak mengurangi masalah
penampilan atau kosmetik akan tetapi perlu diperhatikan kebersihan
dan ketelitian pemakaiannya. Selain masalah pemakaiannya, perlu
diperhatikan masalah lama pemakaian, infeksi, dan alergi terhadap
bahan yang dipakai. C. Bedah Keratorefraktif
Bedah Keratorefraktif mencakup serangkaian metode untuk mengubah
kelengkungan permukaan anterior mata. Adalah tidak mungkin untuk
memendekkan bola mata pada miopia. Pada keadaan tertentu miopia
dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea. Pada saat ini terdapat
berbagai cara pembedahan pada miopia seperti: 1. Keratotomi radial,
radial keratotomy (RK) 2. Keratotomi fotorefraktif, Photorefractive
Keratotomy (PRK) 3. Laser Assisted in Situ Interlameral
Keratomilieusis (LASIK).(37) Referensi 1. Verma A, Singh D. Myopia,
Phakic IOL. eMedicine.com. August 19, 2005. 2. Morgan I, Rose K
(January 2005). How genetic is school myopia?. Prog Retin Eye Res
24 (1): 138. doi:10.1016/j.preteyeres.2004.06.004. PMID 15555525.
3. Dunaway D, Berger I. Worldwide Distribution of Visual Refractive
Errors and What to Expect at a Particular Location. Retrieved
August 31, 2006. 4. Fredrick DR (May 2002). Myopia. BMJ 324 (7347):
11959. doi:10.1136/bmj.324.7347.1195. PMID 12016188. PMC 1123161.
http://bmj.com/cgi/pmidlookup?view=long&pmid=12016188. > 5.
National Research Council Commission. Myopia: Prevalence and
Progression. Washington, D.C. : National Academy Press, 1989. ISBN
0-309-04081-7 6. Chandran S, Comparative study of refractive errors
in West Malaysia, J Brit Ophthalmol 1972; 56: 492495, and 7. Wu HM,
et al. Does education explainethnic differences in myopia
prevalence? A population-based study of young adult males in
Singapore. Optom Vis Sci 2001;78:234239 8. Logan NS, Davies LN,
Mallen EA, Gilmartin B (April 2005). Ametropia and ocular biometry
in a U.K. university student population. Optom Vis Sci 82 (4):
2616. doi:10.1097/01.OPX.0000159358.71125.95. PMID 15829853.
http://meta.wkhealth.
com/pt/ptcore/templatejournal/lwwgateway/media/landingpage.htm?issn=10405488&
volume=82&issue=4&spage=261. 9. Wensor M, McCarty CA,
Taylor HR (May 1999). Prevalence and risk factors of myopia in
Victoria, Australia. Arch. Ophthalmol. 117 (5): 65863. PMID
10326965. 10. Junghans BM, Crewther SG (2005). Little evidence for
an epidemic of myopia in Australian primary school children over
the last 30 years. BMC Ophthalmol 5: 1. doi:10.1186/1471-2415-5-1.
PMID 15705207. PMC 552307.
http://www.biomedcentral.com/1471-2415/5/1. 11. Kempen JH, Mitchell
P, Lee KE, Tielsch JM, Broman AT, Taylor HR, Ikram MK, Congdon NG,
OColmain BJ (April 2004). The prevalence of refractive errors among
adults in the United States, Western Europe, and Australia. Arch.
Ophthalmol. 122 (4): 495505. doi:10.1001/archopht.122.4.495. PMID
15078666. 12. Thorn F, Cruz AA, Machado AJ, Carvalho RA (April
2005). Refractive status of indigenous people in the northwestern
Amazon region of Brazil. Optom Vis Sci 82 (4): 267 72.
doi:10.1097/01.OPX.0000159371.25986.67. PMID 15829854.
http://meta.wkhealth.com/pt/ptcore/templatejournal/lwwgateway/media/landingpage.htm?iss
n=1040-5488&volume=82&issue=4&spage=267.
13. Garcia CA, Orfice F, Nobre GF, Souza Dde B, Rocha ML, Vianna
RN (2005). Prevalence of refractive errors in students in
Northeastern Brazil. (in Portuguese). Arq Bras Oftalmol 68 (3):
3215. doi:/S0004-27492005000300009. PMID 16059562.
http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S000427492005000300009&lng=en&nrm=iso&tlng=en.
14. Mavracanas TA, Mandalos A, Peios D, et al. (December 2000).
Prevalence of myopia in a sample of Greek students. Acta Ophthalmol
Scand 78 (6): 6569. doi:10.1034/j.16000420.2000.078006656.x. PMID
11167226. http://www3.
interscience.wiley.com/resolve/openurl?genre=article&sid=nlm:pubmed&issn=13953907&date=2000&volume=78&issue=6&spage=656.
15. Mohan M, Pakrasi S, Zutshi R (1988). Myopia in India. Acta
Ophthalmol Suppl 185: 1923. PMID 2853533. 16. Kleinstein RN, Jones
LA, Hullett S, et al. (August 2003). Refractive error and ethnicity
in children. Arch. Ophthalmol. 121 (8): 11417.
doi:10.1001/archopht.121.8.1141. PMID 12912692. 17. Sperduto RD,
Seigel D, Roberts J, Rowland M (March 1983). Prevalence of myopia
in the United States. Arch. Ophthalmol. 101 (3): 4057. PMID
6830491. 18. Mallen EA, Gammoh Y, Al-Bdour M, Sayegh FN (July
2005). Refractive error and ocular biometry in Jordanian adults.
Ophthalmic Physiol Opt 25 (4): 3029.
doi:10.1111/j.1475-1313.2005.00306.x. PMID 15953114. http://www3.
interscience.wiley.com/resolve/openurl?genre=article&sid=nlm:pubmed&issn=02755408&date=2005&volume=25&issue=4&spage=302.
19. Kleinstein, RN; Jones LA, Hullett S, Kwon S, Lee RJ, Friedman
NE, Manny RE, Mutti DO, Yu JA, Zadnik K (2003). Refractive error
and ethnicity in children. Arch. Ophthalmol. 121 (8): 11411147.
doi:10.1001/archopht.121.8.1141. PMID 12912692. 20. SL, Beedle;
Young FA (1976). Values, personality, physical characteristics, and
refractive error. Am J Optom Physiol Opt. 53 (11): 7359.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/998715. 21. Mutti, Donald O.; G.
Lynn Mitchell, Melvin L. Moeschberger, Lisa A. Jones, and Karla
Zadnik (2002). Parental Myopia, Near Work, School Achievement, and
Childrens Refractive Error. Investigative Ophthalmology &
Visual Science 43 (12). 22. Online Etymology Dictionary.
http://www.etymonline.com/index.php?term=myopia. 23. Benvenuto,
Ananta Fittonia . 2009. Anatomi Mata. http://doctorology.net/?
page_id=112. Pebruari 2010. 24. Bintang, Nasrul. 2008. Miopia.
http://nasrulbintang.wordpress.com/definisi-miopiaastigmat-hipermetropy-dan-presbiopy/.
Pebruari 2010.
25. Brian J, Curtin. 1985. Basic Science and Clinical
Management. The Myopias. Harper & Row, Publishers,
Philadelphia, Cambridge, London, New York, Mexico City, Hagerstown,
Sao Paolo, San Francisco, Sydney. 26. Farmacia. 2007. LASIK Baru
untuk Problem Mata Berbeda.
http://www.majalahfarmacia.com/rubrik/one_finenews.asp?IDNews=72.
Pebruari 2010. 27. Goss, David A. 2006. Optometric Clinical
Practice Guideline Care of The Patient With Myopia. St. Louis.
American Optometric Association. 28. Harris, Paul. 2005. Management
of Myopia. Optometric Extension Program Foundation (OEPF).
http://www.oepf.org/Presentations/Management%20of%20 Myopia.pdf.
Pebruari 2010. 29. Ilyas, Sidarta. 2009. Ilmu Penyakit Mata. Edisi
Ke-III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 30. James, Bruce. 2006.
Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta. Erlangga Medical
Press. 31. Nature Publishing Group. 2009. Intravitreal Injection of
Bevacizumab for Myopic Choroidal Neovascularization: Results.
Medscape. http://www.medscape.com. Pebruari 2010. 32. Sativa,
Oriza. 2003. Tekanan Intraokular Pada Penderita Myopia Ringan Dan
Sedang. Bagian Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 33. Saw, Seang-Mei Saw. 1996. Epidemiology of
Myopia. The Johns Hopkins University School of Hygiene and Public
Health. Epidemiol Rev Vol. 18, No. 2, 1996. 34. Schmid, Klaus.
2004. Myopia Manual an impartial documentation of all the reasons,
therapies and recommendations summary of scientific publications,
status February 2009, printed version ISBN 158961271X (2004).
http://www.myopia-manual.de/. Pebruari 2010. 35. Tiharyo, Imam.
2007. Pertambahan Miopia Pada Anak Sekolah Dasar Perkotaan Dan
Pedesaan Di Yogyakarta. Karya Akhir. Program Studi Ilmu Kedokteran
Klinik Minat Utama Ilmu Penyakit Mata. Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. 36. Vaughan, Daniel G. 2000.
Oftalmologi Umum (General Ophtalmology). Edisi 14. Alih bahasa oleh
dr. Jan Tambajong. Jakarta: Widya Medika. 37. Yani, Ahmad Dwi.
2010. Kelainan Refraksi Dan Kacamata. Surabaya Eye Clinic.
http://www.surabaya-eye-clinic.com. Pebruari 2010. 38. American
Journal of Ofthalmologi. 2010. LASIK Works Well, According to
Long-Term Study of Highly Myopic Patients. http://www.ajo.com/.
Pebruari 2010. 39. Suharjo. 2006. Penanganan Glaucoma dan Miopia
Dengan Teknologi Laser. http://www.ugm.ac.id, Pebruari 2010.
40. Dr Andrew Fink MD. 2006. What Causes Myopia? Couldnt My
Parents Have Prevented It?.
http://eyedoctor.homestead.com/Myopia.html. Maret 2006.Mata
memiliki dua jenis kemampuan: * penglihatan sentral, * penglihatan
periferal (samping) atau bidang, dan bagian retina yang berbeda
bertanggung jawab untuk masing-masing fungsi tersebut. Penglihatan
Sentral Bila mata memandang suatu obyek, ini dilakukan dalam "sumbu
penglihatan" (visual axis). Pada satu ujung sumbu tersebut adalah
obyek itu, dan pada ujung lainnya adalah retina atau lebih tepatnya
macula. Macula adalah bagian kecil dari retina yang diameternya
kira-kira 5,5 mm pada bagian terlebarnya. Bagian tengah dari
macula, yaitu fovea, bertanggung jawab untuk penglihatan yang
tertajam, dan seluruhnya terdiri dari cones. Ini merupakan sel-sel
yang foto-reseptif, yang dapat berfungsi lebih baik dalam keadaan
cahaya terang, dan memungkinkan mata membedakan rincian halus dan
warna, dan oleh karenanya sangat penting untuk banyak tugas-tugas
visual dan motorik halus yang dilaksanakan anak di dalam maupun di
luar ruangan kelas. Jenis penglihatan inilah yang sangat penting
untuk tugas-tugas seperti membaca, dan kerusakan pada macula
mempunyai implikasi yang signifikan bagi kegiatan belajar.
Penglihatan Periferal atau Penglihatan Bidang Bagian tepi dari
macula terdiri dari sel-sel foto-reseptor yang disebut rods.
Kepekaan rods meningkat dalam keadaan cahaya yang lebih redup, dan
ini penting untuk memberikan informasi visual tentang apa yang
terdapat di sekeliling bentuk citra yang dipersepsi oleh fovea.
Misalnya, bila anda sedang berkonsentrasi membaca kata-kata pada
bagian tengah baris ini, anda sadar akan kata-kata yang tertulis
pada kedua ujung baris ini yang berada di luar fokus. Begitu pula,
anda pun sadar akan katakata yang tertulis di atas atau di bawah
baris ini, tergantung pada besarnya huruf. Bagian tepi retina
menangkap citra buram di sekeliling fokus, dan penangkapan tentang
citra tersebut semakin jelas bila lebih dekat ke macula. Kehilangan
penglihatan pada bagian ini, baik sebagian maupun sepenuhnya
(penglihatan cerobong tunnel vision), mempunyai implikasi
pendidikan yang serius. Misalnya, siswa akan mengalami kesulitan
berjalan dalam keadaan cahaya redup (buta ayam - night blindness).
Implikasi seperti ini akan dibahas secara lebih rinci pada bab
mengenai berbagai macam kondisi mata. Masing-masing mata mempunyai
bidang pandang (visual field) tersendiri dan jika kedua belah mata
terbuka, bidang-bidang pandang tersebut bertemu, menyebabkan
terjadinya penglihatan binokuler pada bidang ini. Penglihatan
binokuler ini diperlukan untuk memperoleh persepsi tentang
kedalaman dan posisi diri dalam ruangan dan dalam perspektif.
Penglihatan Normal 1. Melihat Jauh Berkas cahaya paralel masuk ke
mata melalui pupil. Cahaya dibiaskan pada saat melalui cornea dan
lensa menuju ke macula. Selama proses ini otot ciliary dalam
keadaan lemas.
2. Melihat Dekat Untuk melihat obyek dekat secara terfokus, otot
cilary mengerut pada saat cahaya melalui lensa. Keadaan ini
meningkatkan kekuatan lensa, dan membuat cahaya terfokus pada
macula. Sayangnya, sebagai bagian dari proses penuaan, lensa akan
mengeras dan tidak merespon secara sama terhadap otot cilary,
akibatnya orang memerlukan kaca mata baca Jalur Penglihatan (Visual
Pathways) Ini adalah istilah yang diberikan kepada jalur syaraf
yang menghubungkan bagian belakang mata dengan visual cortex, yaitu
bagian otak yang menafsirkan citra cermin yang dilihat oleh
retinae. Cara kerjanya sangat rumit. Bidang pandang masing-masing
mata terbagi menjadi sisi nasal dan sisi temporal. Jalur
penglihatan pada masing-masing sisi terdiri dari: - syaraf optik
yang terdiri dari urat-urat halus dari bidang nasal dan temporal; -
chiasma, yang merupakan tempat pertemuan antara syaraf-syaraf optik
dari kedua belah mata; urat-urat halus dari masing-masing retina
melintas ke sisi lainnya dan urat halus temporal berada pada sisi
yang sama dan membentuk - lintasan optik (optic tract), dan -
radiasi optik, yang menyebar ke dalam - occipital cortex. Visual
cortex kanan menerima informasi dari kedua bagian kiri bidang
pandang sedangkan visual cortex kiri menerima informasi dari bagian
kanan bidang pandang. Serabut syaraf optik dari sisi temporal
bidang pandang menuju ke cortex pada sisi yang sama, tetapi yang
dari bidang nasal menyeberang pada chiasma dan menuju ke cortex
pada sisi yang berlawanan. Sesungguhnya terdapat dua jalur syaraf
penglihatan utama menuju ke visual cortex di otak, yaitu melalui
lateral geniculate nucleus (LGN), dan melalui superior colliculus.
Analisis tentang informasi visual, misalnya yang berhubungan dengan
warna, dimulai pada visual cortex utama. Sebagian dari informasi
ini kemudian dikirimkan kembali ke superior colliculus. Akan
tetapi, informasi ke superior colliculus dapat diterima langsung
dari retina atau melalui LGN. Jalur penglihatan dari retina ke LGN
disebut jalur penglihatan periferal (peripheral visual pathways),
sedangkan jalur yang menuju ke visual cortex disebut jalur
penglihatan sentral (central visual pathways). Ketunanetraan dapat
diakibatkan oleh gangguan pada satu atau kedua jalur ini. Bila anda
berminat terhadap aspek ini dan berkeinginan mendalaminya, anda
disarankan untuk membaca tulisan Hyvarinen
Mata membiaskan cahaya yang masuk untuk memfokuskannya ke
retina. Cahaya adalah sebuah bentuk radiasi elektromagnetik yang
terdiri atas paketpaket individual seperti partikel yang disebut
foton yang berjalan menurut caracara gelombang. Jarak antara dua
puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang. Fotoreseptor di
mata peka hanya pada panjang gelombang antara 400 dan 700
nanometer. Cahaya tampak ini hanya merupakan sebagian kecil dari
spektrum elektromagnetik total. Cahaya dari berbagai panjang
gelombang pada pita tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang
berbeda
beda. Panjang gelombang yang pendek dipersepsikan sebagai ungu
dan biru, panjang gelomang yang panjang diinterpretasikan sebagai
jingga dan merah. Pembelokan sebuah berkas cahaya (refraksi)
terjadi ketika suatu berkas cahaya berpindah dari satu medium
dengan tingkat kepadatan tertentu ke medium denagn tingkat
kepadatan yang berbeda. Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara
daripada melalui medium transparan lainnya seperti kaca atau air.
Ketika suatu berkas cahaya masuk ke sebuah medium yang lebih tinggi
densitasnya, cahaya tersebut melambat (begitu pula sebaliknya).
Berkas cahaya mengubah arah perjalanannya ketika melalui permukaan
medium baru pada setiap sudut kecuali sudut tegak lurus. Dua faktor
berperan dalam derajat refraksi : densitas komparatif antara dua
media dan sudut jatuhnya benda ke madium kedua. Pada permukaan yang
melengkung seperti lensa, semakin besar kelengkungan, semakin besar
derajat pembiasan dan semakin kuat lensa. Suatu lensa dengan
permukaan konveks (cembung) menyebabkan konvergensi atau penyatuan,
berkasberkas cahaya, yaitu persyaratan untuk membawa suatu bayangan
ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif mata besifat
konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan
divergensi (penyebaran) berkasberkas cahaya, suatu lensa konkaf
berguna untuk berpenglihatan dekat. Akomodasi meningkatkan kekuatan
lensa untuk penglihatan dekat. Kemampuan menyesuaikan lensa
sehingga baik sumbar cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di
retina dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada
bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah
bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di
sebelah anterior. Korpus siliaris memiliki dua komponen utama yaitu
otot siliaris dan jaringan kapiler (yang menghasilkan aqueous
humor). Otot siliaris adalah otot polos melingkar yang melekat ke
lensa melalui ligamentum suspensorium. Ketika otot siliaris
melemas, ligamentum suspensorium tegang dan menarik lensa sehingga
lensa berbentuk gepeng dengan kekuatan refraksi minimal. Ketika
berkontraksi, garis tengah otot ini berkurang dan tegangan di
ligamentum suspensorium mengendur. memperbaiki kesalahan refrektif
mata tertentu, misalnya
Sewaktu lensa kurang mendapat tarikan dari ligamentum
suspensorium, lensa mengambil bentuk yang lebih sferis (bulat)
karena elastisitas inherennya. Semakin besar kelengkungan lensa
(karena semakin bulat), semakin besar kekuatannya, sehingga berkas
cahaya lebih dibelokkan. Pada mata normal, otot siliaris melemas
dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi otot tersebut
berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan
lebih dekat untuk penglihatan dekat. Otot siliaris dikontrol oleh
sistem syaraf otonom. Seratserat saraf simpatis menginduksi
relaksasi otot siliaris untuk penglihatan jauh, sementara sistem
syaraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk penglihatan
dekat. Lensa adalah suatu struktur elastis yang terdiri dari
seratserat transparan. Kadang kadang serat ini menjadi keruh
(opaque), sehingga berkas cahaya tidak dapat menembusnya, suatu
keadaan yang dikenal dengan katarak. Lensa detektif ini biasanya
dapat dikeluarkan dengan secara bedah dan penglihatan dipulihkan
dengan memasang lensa buatan atau kacamata kompensasi. Seumur hidup
hanya selsel ditepi luar lensa yang diganti. Selsel di bagian
tengah lensa mengalami kesulitan ganda. Selsel tersebut tidak hanya
merupakan sel tertua, tetapi juga terletak paling jauh dari aquoeus
humor, sumber nutrisi bagi lensa. Seiring dengan pertambahan usia,
selsel di bagian tengah yang tidak dapat diganti ini mati dan kaku.
Dengan berkurangnya kelenturan, lensa tidak lagi mampu mengambil
bentuk sferis yang diperlukan untuk akomodasi saat melihat dekat.
Penurunan kemampuan akomodasi yang berkaitan dengan usia ini,
presbiopia, yang mengenai sebagian besar orang pada usia
pertengahan (45 sampai 50 tahun), sehingga mereka memerlukan lensa
korektif untuk penglihatan dekat. Tidak semua serat di jalur
penglihatan berakhir di korteks penglihatan. Sebagian diproyeksikan
ke daerahdaerah otak lain untuk tujuantujuan selain persepsi
penglihatan langsung, seperti : 1. Mengontrol ukuran pupil 2.
Sinkronisasi jam biologis ke variasi siklis dalam intensitas cahaya
(siklus tidurbangun disesuaikan dengan siklus siangmalam).
3. Kontribusi terhadap kewaspadaan dan perhatian korteks. 4.
Kontrol gerakangerakan mata. Mengenai yang terakhir, kedua mata
dilengkapi oleh enam otot mata eksternal yang menempatkan dan
menggerakkan mata, sehingga mata dapat menentukan gerakan, lokasi,
melihat, dan mengikuti benda. Gerakan mata adalah salah satu
gerakan tubuh tercepat dan terkontrol secara tajam.