BAB I
PENDAHULUANSindrom myelodisplasia (MDS) adalah gangguan sumsum
tulang, ditandai dengan hematopoesis yang tidak efektif, berbagai
tingkat sitopenia serta peningkatan risiko leukemia akut (Steensma,
2003). MDS mewakili spektrum gangguan neoplastik sel induk klonal
yang ditandai oleh kegagalan sumsum tulang dengan sitopeni, dan
persentase leukemia berkisar dari kurang dari 5% sampai 19% dan
terjadi pada populasi lanjut usia. Kejadian MDS dalam data yang
baru-baru ini diterbitkan oleh Surveillance, Epidemiology, and End
Results (SEER) meningkat dari kurang dari 5 per 100.000 pasien di
bawah usia 60 menjadi 36,2 per 100.000 pada pasien lebih dari 80
tahun. Dengan rata-rata usia diagnosis 76 tahun. Secara umum, pria
dan kulit putih memiliki insiden yang lebih tinggi dari penyakit
ini.Seperti halnya penyakit kanker pada umumnya, penyebab MDS yang
pasti belum diketahui. Studi epidemiologi menunjukkan MDS
dihubungkan dengan paparan bahan kimia seperti benzen, halogenated
hydrocarbon, hydrogen peroksida serta paparan radiasi. Beberapa hal
dapat mendasari patologi fenotip dan biologi pada penyakit ini,
termasuk kelainan kromosom dan genetik, perubahan epigenetic serta
dearrangements sitokin dan sistem imun. Onkogenesis pada MDS
bersifat multistep dimana proses akumulasi perubahan genetik yang
pada akhirnya menuju suatu neoplasma ganas setelah sebelumnya
melewati fase pre maligna. Pada fase awal, sel induk normal dan
abnormal sama-sama berfungsi, tetapi pada fase selanjutnya klon
ganas lebih dominan. Ciri dari penyakit ini pada usia dini adalah
apoptosis yang dipercepat pada sel induk hematopoietik disertai
dengan peningkatan kompensasi dalam proliferasi .Setelah diagnosis
dibuat, hematologi / onkologi medis mencoba untuk
mengklasifikasikan pasien ke kategori untuk memprediksi prognosis
dan memutuskan strategi pengobatan yang akan dilakukan. Tujuan
pengobatan pada kelompok risiko rendah (kelompok dengan prognosis
yang lebih baik) adalah untuk meningkatkan kualitas hidup dan
mengurangi kebutuhan untuk transfusi, yang dapat dicapai melalui
pilihan yang berbeda, termasuk faktor pertumbuhan erythropoietic,
lenalidomide, dan agen hypomethylating. Pada kelompok risiko tinggi
(kelompok dengan prognosis buruk), tujuan pengobatan adalah untuk
meningkatkan kelangsungan hidup dan memperlambat perkembangan
penyakit. Pilihan pengobatan bagi kelompok ini termasuk
transplantasi stem cell alogenik pada pasien yang memenuhi kriteria
dan penggunaan agen hypomethylating. Meskipun tersedia berbagai
pengobatan alternatif yang dapat dilakukan, sebagian besar pasien
meninggal karena komplikasi dari penyakit atau transformasi menjadi
leukemia myeloid akut (AML).BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Sindrom myelodisplasia atau myelodisplasia syndrome (MDS) adalah
kelainan neoplastik hemopoetik klonal yang disebabkan oleh
transformasi ganas sel induk myeloid sehingga menimbulkan gangguan
maturasi dan diferensiasi seri myeloid, eritriod atau megakariosit,
yang ditandai dengan hematopesis inefektif, sitopenia pada darah
tepi dan sebagian akan mengalami transformasi menjadi leukemia
myeloid akut. B. ETIOLOGI
Etiologi MDS tidak diketahui secara pasti, namun dapat terjadi
karena bertambahnya usia, perubahan genetik yang diwariskan atau
disebabkan oleh paparan zat berbahaya. Faktor risiko meliputi
pemaparan terhadap pelarut benzena atau bahan lainnya, halogenated
hydrocarbon, tembakau dan asap rokok serta penurunan sistem imun.
Kemoterapi dan radiasi yang berhubungan dengan terapi juga dapat
terkait dengan MDS. 1. PenuaanSebagaimana disebutkan di atas,
penuaan tampaknya menjadi faktor risiko terpenting dalam
perkembangan MDS karena risiko terjadinya mutasi meningkat
sebanding dengan usia.2. KimiaPaparan tingkat tinggi dari beberapa
bahan kimia lingkungan, terutama produk benzena dan minyak bumi,
terkait dengan perkembangan MDS.3. RokokPaparan bahan kimia dalam
asap tembakau / rokok dapat meningkatkan risiko perkembangan MDS.4.
Sitotoksik kemoterapiPasien yang sebelumnya mengalami pengobatan
kanker atau kondisi lain dengan kemoterapi, akan meningkatkan
risiko untuk terjadinya MDS sekunder atau terkait pengobatan. Ini
mewakili kurang dari 10 persen dari semua kasus MDS. Sekunder MDS
dikaitkan dengan mutasi yang berbeda yang terjadi pada MDS spontan
dan memiliki prognosis yang lebih buruk. Waktu antara paparan obat
dan terjadinya MDS dapat 2-3 tahun hingga lebih dari 10 tahun.5.
RadiasiTerapi radiasi sebelumnya, atau paparan radiasi lingkungan
tingkat tinggi dikaitkan dengan peningkatan risiko MDS. Dalam
beberapa kasus mungkin tidak terlihat sampai 40 tahun setelah
paparan.6. Kelainan Bawaan
Beberapa kelainan bawaan seperti sindrom Bloom, Down Syndrome,
anemia Fanconi dan neurofibromatosis memiliki risiko lebih untuk
terjadinya mutasi yang menyebabkan kanker atau MDS (Leukaemia
Fondation, 2009)C. PREVALENSI
Perkiraan terbaru dari American Cancer Society (2009), MDS di
Amerika Serikat berkisar 12.000 kasus baru setiap tahun. Jumlah
kasus baru nampaknya akan meningkat karena peningkatan usia
rata-rata populasi. Sekitar 80% sampai 90% dari semua pasien dengan
MDS umumnya lebih dari 60 tahun.Sedangkan insidens MDS dalam data
yang baru-baru ini diterbitkan oleh Surveillance, Epidemiology, and
End Results (SEER) meningkat dari kurang dari 5 per 100.000 pasien
di bawah usia 60 menjadi 36,2 per 100.000 pada pasien lebih dari 80
tahun. Dengan rata-rata usia diagnosis 76 tahun. Secara umum, pria
dan kulit putih memiliki insiden yang lebih tinggi dari penyakit
ini.
D. PATOFISIOLOGI
Penyebab MDS masih belum dikehui dengan pasti, dan sulit
dipisahkan dari penyebab leukemia dan penyakit mieloproliferatif
lainnya. Diajukan sebuah hipotesis bahwa pengaruh factor
lingkungan, kelainan genetic dan interaksi sel menimbulkan mutasi
pada tingkat selinduk sehingga menimbulkan ketidakseimbangan proses
proliferasi dan diferensiasi. Variasi perubahan prose situ akan
menyebabkan transformasi kea rah leukemia akut, MDS atau penyakit
myeloproliferatif (MPD).
Pada MDS terjasi ketidakserasian antara proliferasi dengan
diferensiasi, dimana daya proliferadi masih cukup tetapi terjadi
gangguan diferensiasi atau maturasi sehingga terjasi hemopoesis
inefektif, dengan kematian premature sel (eritroid, myeloid,
megakariosit) dalam sumsum tulang sebelum sempat dilepaskan ke
darah tepi. Hal ini berakibat terjadinya sumsum tulang
hiperseluler, tetapi terjadi sitopenia pada darah tepi.
Bagan 1. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya
MDA.E. GEJALA KLINIS
Gejala MDS sering tidak jelas dan spesifik, dan diagnosis sering
dibuat selama pemeriksaan untuk anemia, trombositopenia, atau
neutropenia pada pemeriksaan darah rutin. Jika tampak tanda-tanda
dan gejala, biasanya tergantung pada jenis sel yang terpengaruh.
Ketika eritrosit terpengaruh (situasi yang paling umum), pasien
datang dengan tanda-tanda anemia, termasuk pucat, konjungtiva
anemis, takikardi, hipotensi, kelelahan, sakit kepala, dan
intoleransi latihan, atau dengan tanda dan gejala memburuknya
kondisi atau penyakit yang mendasari seperti angina pectoris, gagal
jantung, atau emfisema.Ketika trombosit yang terpengaruh, kurang
dari 20% dari pasien datang dengan gejala trombositopenia
terisolasi sebagai perdarahan kecil (misalnya, perdarahan mukosa,
petechie, mudah memar, epistaksis) atau perdarahan besar (misalnya,
perdarahan gastrointestinal, perdarahan intrakranial).
Ketika neutrofil yang terpengaruh, terjadi neutropenia
terisolasi misalnya infeksi bakteri yang sering terjadi pada sistem
organ yang berbeda. Infeksi merupakan keluhan utama dari 10% kasus
dan penyebab kematian dari 21% kasus.Splenomegali dan limfadenopati
jarang terjadi pada MDS. Jika terdeteksi, maka harus curiga
terhadap adanya neoplasma myeloproliferatif atau
limfoproliferatif.F. DIAGNOSISLangkah diagnosis MDS adalah sebagai
berikut :
1. Diagnosis MDS sangat dicurigai apabila dijumpai gejala klinik
yang sesuai, terutama pada orang tua, yang disertai sitopenia
(anemia, leukopenia, trombositopenia) persisten atau monositosis
yang tidak dapat diterangkan.
2. Kemudian dilakukan pemeriksaan teliti terhadap apusan darah
tepi dan sumsum tulang untuk mencari tanda-tanda displastik.
Abnormalitas morfologi pada penderita MDS dapat dilihat pada Tabel
1.Tabel 1. Abnormalitas Morfologi pada Penderita MDS (List,
2009)Jenis selApus darah tepiSumsum tulang
EritroidOvalomakrosit
Eliptosit
Akantosit
Stomatosit
Teardrops
Normoblas
Basophilic stippling
Howel-Jolly bodiesEritropoiesis megaloblastoid
Nuclear budding
Ringed sideroblast
Internuclear bridging
Karioreksis
Fragmen nuclei
Vakuolisasi sitoplasma
Multinuklearitas
MieloidAnomali Pseudo-Pelger- Huet
Hipogranulasi
Nuclear sticks
Hipersegmentasi
Ring-shaped nuclei
Auer rodsDefektif granulasi
Hambatan maturasi pada tingkat mielosit
Peningkatan bentuk monositoid
Lokasi abnormal prekursor imatur
MegakariositGiant platelet
Trombosit hipogranuler/ AgranulerMikromegakariosit
Hipogranulasi
Nukleus kecil multipel
3. Jika dijumpai tanda displastik pada satu alau lebih jenis
sel, penyebab dysplasia di luar MDS harus disingkirkan (dengan
anamnesis, pemeriksaan klinik, laboratorium atau pemeriksaan lain).
Penyebab dysplasia diluar MDS antara lain: defisiensi vitamin B12,
defisiensi folat, infeksi virus seperti HIV, pemakaian antibiotika
tertentu, agen kemoterapi, etanol, benzene, atau timah hitam.
Apabila penyebab-penyebab ini telah dapat disingkirkan, diagnosis
MDA sudah dapat ditetapkan.
4. Langkah selanjutnya adalah melakukan klasifikasi berdasarkan
FAB atau WHO.
5. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan sitogenetik dikerjakan
untuk menilai prognosis. Pemeriksaan sitokimia, imunofenotiping,
imunokimia, pemeriksaan onkogen dan kultur jaringan dapat membantu
dignosis, tetapi secara rutin tidak selalu diperlukan.Sebenarnya
untuk diagnosis SDM perlu dibantu dengan pemeriksaan pembiakan
sel-sel sumsum tulang dan pemeriksaan sitogenetik. Sitogenetik
sumsum tulang dapat memberikan informasi prognosis dan adanya
abnormalitas kromosom yang merupakan kunci untuk membedakan MDS
primer dan sekunder. Kromosom abnormal sumsum tulang ditemukan pada
30 50 % pasien MDS de novo. Berbagai kelainan sitogenetik pada MDS
termasuk delesi, trisomi, monosomi dan anomali struktur.
Bagan 2. Panduan Diagnosis MDS (Peter L, 2011)
Bagan 3. Algoritma Diagnosis MDS menurut kriteria WHO F.
KLASIFIKASIFAB membuat klasifikasi khusus untuk MDS yang diterima
secara luas sampai saat ini. FAB membagi MDS menjadi 5 kategori
berdasarkan jumlah blast dalam darah tepid an sumsum tulang, jumlah
monosit dalam darah tepi, serta jumlah ringed sideroblast dalam
sumsum tulang.
1. Refractory Anemia (RA)
Pada RA dijumpai sitopenia, paling sedikit pada satu turunan sel
(cell lineage), pada umumnya pada seri eritroid. Sumsum tulang
hiperseluler atau normoseluler dengan perubahan displastik terutama
pada sistem eritroid, system granulosit dan megakariosit mengalami
perubahan displastik dalam derajad yang lebih ringan. Blast dalam
darah tepi < 1 % dan dalam sumsum tulang < 5%.2. Refractory
Anemia with Ringed Sideroblast (RARS)
Pada RARS dijumpai sitopenia (hampir selalu disertai anemi),
perubahan displastik, jumlah blast seperti dapa RA. Ring
sideroblast dijumpai > 15% dari sel eritroid berinti dalam
sumsum tulang. 3. Refractory Anemia with Excessive Blast (RAEB)
Pada RAEB dijumpai sitopenia dari dua atau lebih turunan sel
pada darah tepi. Perubahan displastik pada ketiga lineage dalam
sumsum tulang lebih nyata. Blast darah tepi < 5%, dan dalam
sumsum tulang antara 5-20 %.4. RAEB in Transformation to Leukemia
(RAEBt)
Pada RAEBt gambaran hematologi sama dengan RAEB, tetapi blast
darah tepi > 5% atau blast dalam sumsum tulang 21-30% atau
adanya auer rod pada sel blast.
5. Chronic Myelo-Monocytic Leukemia (CMML)
Pada CMML dijumpai monositosis pada darah tepi (monosit >
1.109 per liter). Dalam darah tepi < 5%, sedangkan dalam sumsum
tulang sampai dengan 20%.Tabel 2. Kelainan Darah Tepi dan Sumsum
Tulang pada MDS Menurut Klasifikasi FABJenis MDSDarah TepiSumsum
Tulang
Refractory Anemia (RA) Anemia
1% blasts
monocytes < 1.109 /l 5% blast
Refractory Anemia with Excessive Blast in Transformation to
Leukemia (RAEB-t)Anemia
>5% blasts
20% blast
Chronic MyeloMonocytic Leukemia (CMML)Monocytes < 1.109
/l
Granulocytes often increased
10% of the cell in two or more myeloid cell lines
5% ring sideroblast
< 5% blast
No Auer rods
Refractory Anemia with Excessive Blast-1 (RAEB-1)Cytopenias