MUT Prof. dr PROGRAM PATOLOGI TASI BRAFPADA PAPILLARY THYROID CARCINOMA Oleh : r. I Gusti Alit Artha, MS, Sp.PA(K), MIAC M PENDIDIKAN DOKTER SPESIALI I ANATOMI FK UNUD/RSUP SANGL DENPASAR 2017 IS-1 LAH
MUTASI
Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS, Sp.PA(K), MIAC
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PATOLOGI ANATOMI FK UNUD/RSUP SANGLAH
MUTASI BRAFPADA PAPILLARY
THYROID CARCINOMA
Oleh :
Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS, Sp.PA(K), MIAC
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PATOLOGI ANATOMI FK UNUD/RSUP SANGLAH
DENPASAR
2017
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
PATOLOGI ANATOMI FK UNUD/RSUP SANGLAH
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iiii
DAFTAR TABEL .................................................................................................ivv
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................3
2.1 Gambaran umum papillary thyroid carcinoma ..............................................3
2.2 BRAF .......................................................................................................... 14
2.2.1 Struktur BRAF .............................................................................................. 14
2.2.2 BRAF signaling pathway ............................................................................ 16
2.2.3 Mutasi BRAF pada papillary thyroid carcinoma .................................... 18
2.2.4 Mutasi BRAF sebagai faktor prognosis papillary thyroid carcinoma .. 23
2.2.5 Imunohistokimia BRAF pada papillary thyroid carcinoma .................. 25
BAB III KESIMPULAN ........................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 30
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.Papillary thyroid carcinoma .....................................................................4
Gambar 2. Follicular variant PTC ............................................................................6
Gambar 3. Macrofollicular variant PTC ...................................................................6
Gambar 4. Oncocytyc variant PTC ............................................................................7
Gambar 5. Clear cell variant PTC .............................................................................8
Gambar 6. Diffuse sclerosing variant PTC ...............................................................8
Gambar 7. Tall cell variant PTC ...............................................................................9
Gambar 8. Collumnar cell variant PTC ................................................................... 10
Gambar 9. Solid variant PTC .................................................................................. 11
Gambar 10. Papillary carcinoma with focal insular component. ............................. 12
Gambar 11. Papillary microcarcinoma ................................................................... 13
Gambar 12. Struktur protein Raf ............................................................................. 14
Gambar 13. MAPK signal transduction pathway ..................................................... 16
Gambar 14. Jalur mutasi BRAF .............................................................................. 19
Gambar 15. Perubahan molekuler pada PTC dan prevalensi rata-rata, serta
hubungannya dengan gambaran klinis dan histopatologi tumor .......... 20
Gambar 16. Mekanisme feedback inhibition ............................................................ 21
Gambar 17. Risiko kekambuhan penyakit struktural pada pasien tanpa
teridentifikasinya penyakit struktural setelah tatalaksana awal
(berdasarkan ATA 2015) .................................................................... 24
Gambar 18. Pewarnaan IHK VE1 pada PTC ............................................................ 27
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Identifikasi mutasi BRAF dengan metode imunohistokimia (IHK) dan
biologi molekuler ........................................................................................4
v
DAFTAR SINGKATAN
BRAF : B-RAF (B type Rapidly Accelerated Fibrosarcoma kinase)
PTC : Papillary Thyroid Carcinoma
WHO : World Health Organization
RET/PTC : Rearranged during Transfection / Papillary Thyroid Carcinoma
MAPK : Mitogenic-Activated Protein Kinase
TKR : Tyrosine Kinase Receptor
FAP : Familial Adenomatous Polyposis
TTF-1 : Thyroid Transcription Factor 1
MAPKK : MAP Kinase Kinases
MEK : MAP / Extracellular Signal-Regulated Kinase
ERK : Extracellular Signal-Regulated Kinases
TK : Tyrosine Kinase
GRB2 : Growth-Factor-Receptor Bound-2
SOS : Son of Sevenless
GDP : Guanosine Diphosphate
GTP : Guanosine Triphosphate
KSR : Kinase Suppressor of Ras
PP2A : Protein Phosphatase 2A
CRD : Cystein-Rich Domain
RBD : RAS-Binding Domain
ATP : Adenosine Triphosphate
DUSPs : Dual-Specificity Phosphatases
ATC : Anaplastic Thyroid Carcinoma
PTMC : Papillary Thyroid Microcarcinoma
MMP : Matrix Metalloproteinases
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker tiroid merupakan keganasan pada sistem endokrin yang paling sering
ditemukan. Insidennya dilaporkan mengalami peningkatan selama beberapa dekade
terakhir. Menurut data WHO tahun 2012, terdapat 230.000 kasus baru pada
wanitadan 68.000 kasus pada laki-laki. Angka kematian kanker tiroid tercatat
mencapai 40.000 kasus, sebanyak 57% berasal dari Asia(McGuire, 2016).Data
terbaru di Amerika Serikat padatahun 2017 terdapat sekitar 56.870 kasus baru
(42.470 kasus pada wanita dan 14.400 pada laki-laki), dan 2.010 kasus kematian
akibat kanker tiroid (1.090 kasus pada wanita dan 920 kasus pada laki-laki)
(American Cancer Society, 2017).
Papillary thyroid carcinoma (PTC) adalah jenis kanker tiroid yang paling sering
ditemukan, jumlahnya mencapai sekitar hampir 80%. Insidennya tinggi pada daerah
dengan asupan iodium tinggi dan terkait dengan riwayat paparan radiasi sebelumnya.
PTC lebih sering ditemukan pada wanita dengan perbandingan terhadap laki-laki 2:1
sampai 4:1, namun di Jepang perbandingannya lebih tinggi mencapai 9-13:1. Usia
rata-rata pada saat didiagnosis yaitu 31-49 tahun(Rosai et al., 2014).
PTC cenderung memiliki perilaku biologi yang indolent dan dengan prognosis
yang baik. Beberapa gambaran klinikopatologi dipertimbangkan sebagai faktor risiko
yang buruk, seperti : usia tua saat didiagnosis, ukuran tumor besar, perluasan
ekstratiroid, metastasis ke kelenjar getah bening dan metastasis jauh, serta stadium
tinggi. Sehingga, walaupun PTC memiliki tingkat kesembuhan yang tinggi melalui
penanganan bedah standar dan terapi ablasi radioiodine, angka kekambuhan yang
signifikan (20% dalam 10 tahun dan 30% dalam 30 tahun) dan kematian sebesar 10%
pasien PTCditemukan selama follow-up(Leonardi et al., 2012, Li et al., 2009).
Beberapa perubahan genetik ditemukan terjadi pada kanker tiroid, di antaranya :
mutasi RAS, RET/PTC rearrangement, dan PAX8-peroxisome proliferator-activated
receptor γ fusion oncogene. Pada PTC, RET/PTC rearrangement, mutasi titik RAS
dan BRAF ditemukan pada lebih dari 70% PTC. Mutasi BRAF paling sering
ditemukan pada PTCyaitu sekitar 29-83% kasus dan ditemukan memiliki korelasi
pada subtipe histologi PTC.Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat
antara mutasi BRAFdengan classic PTC danbeberapa variannya sepertitall-cell
variant of PTC, namun tidak terkait dengan follicular variant. Berbagai penelitian
2
juga menyebutkan bahwa mutasi BRAF memiliki hubungan yang signifikan dengan
ciri klinikopatologi yang agresif dan dapat dipakai untuk memprediksi prognosis
yang buruk. Berdasarkan latar belakang tersebut, penting untuk mengetahui
mengenai patogenesis molekuler mutasi BRAF pada papillary thyroid carcinoma.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran umum papillary thyroid carcinoma
Papillary thyroid carcinoma (PTC) didefinisikan sebagai tumor epitel ganas yang
menunjukkan bukti diferensiasi sel folikel dan ditandai dengan gambaran inti yang
khas(LiVolsi et al., 2004, Rosai et al., 2014).PTCmerupakan kanker tiroid yang
paling sering ditemukan. Insidennya meningkat di seluruh dunia (LiVolsi et al.,
2004). Jumlah kasus mencapai 85% dari keganasan tiroid primer di Amerika
Serikat(Maitra, 2015).Tumor ini sebagian besar terjadi pada usia 31-49 tahun,
dengan perbandingan laki-laki terhadap wanita yaitu 1:4(LiVolsi et al., 2004, Rosai
et al., 2014).
Etiologi PTC sebagian besar terkait dengan riwayat paparan radiasiterutama
pada area leher (LiVolsi et al., 2004).Insiden PTC lebih tinggi pada daerah dengan
asupan iodium tinggi. Selain itu disebutkan bahwa terdapat peningkatan insiden PTC
pada pasien dengan Grave disease. Thyroid-stimulating antibodies pada Grave
disease berperan pada patogenesis PTC(Rosai et al., 2014).
Sebagian besar classicPTC tampak sebagai nodul pada tiroid tanpa
menimbulkan gejala klinis. Namun, manifestasinya pertama kali dapat pula muncul
sebagai massa pada kelenjar getah bening servikal(LiVolsi et al., 2004). Sebagian
besar PTCberupa nodul tunggal, bergerak saat menelan, dan pada pemeriksaan fisik
sulit dibedakan dengan nodul jinak. Keluhan lain seperti suara serak, disfagia, batuk,
atau sesak menggambarkan proses yang lebih lanjut. Sebagian kecil pasien saat
didiagnosis sudah disertai dengan adanya metastasis hematogen ke paru-paru(Maitra,
2015).
Berbagai uji diagnosis digunakan untuk membantu membedakan nodul tiroid
jinak dan ganas, yaitu radionuclide scanning dan fine-needle aspiration. PTC pada
scintiscan menunjukkan gambaran massa cold. Pemeriksaan sitologi merupakan uji
yang dapat diandalkandalam membedakan lesi jinak dan ganas, dengan
memperlihatkan gambaran inti papiler khas (LiVolsi et al., 2004, Maitra, 2015).
Gambaran morfologi PTC bisa soliter atau multifokal. Sebagian tumor berbatas
tegas dan berkapsel, sebagian lainnya berbatas tidak tegas dan infiltratif ke jaringan
sekitar. Tumor dapat mengandung area fibrosis, kalsifikasi, dan kistik. Permukaan
4
irisan kadang menunjukkan massa papiler. Ukuran tumor dapat mulai dari < 1mm
sampai beberapa sentimeter. Kadang PTC dapat berasal dari kista duktus tiroglossus.
PTC dapat mengalami perluasan langsung ke lemak peritiroid, otot skelet, esofagus,
laring, dan trakea (LiVolsi et al., 2004).PTC memiliki kecenderungan menyebar
melalui saluran limfatik ke kelenjar getah bening regional. Fokus mikroskopis tumor
dapat ditemukan terpisah dari massa tumor utama, yang diakibatkan oleh penyebaran
limfatik intraglandular. Invasi vena dapat ditemukan. Staging tumor tergantung dari
usia pasien, ukuran tumor primer, perluasan ekstratiroid dan metastasis regional dan
metastasis jauh(LiVolsi et al., 2004, Maitra, 2015).
Gambar 1.Papillary thyroid carcinoma. A. Gambaran makroskopis terlihat massa
disertai struktur papiler. B. Mikroskopis menunjukkan struktur papiler. C.
Pembesaran kuat menunjukkan sel-sel dengan karakteristik inti tampak kosong,
disebut ‘Orphan Annie eye’ nuclei. D. Biopsi jarum halus pada papillary carcinoma
menunjukkan karakteristik intranuclear inclusion pada beberapa sel(Maitra, 2015).
Penanda khas mikroskopis pada PTC yaitu : (1) struktur berbentuk papiler
bercabang kompleks mengandung fibrovascular stalk dilapisi selapis sampai
beberapa lapis sel epitel berbentuk kuboid, dengan gangguan polaritas,(2) gambaran
inti PTC yang khas yaitu inti membesar, berbentuk oval, memanjang, tersusun
overlapping.Inti sel dengan gambaran jernih atau kosong, memberikan gambaran
ground glass atau Orphan Annei eye nuclei. Sitoplasma mengalami invaginasi dapat
memberikan gambaran intranuclear inclusion (pseudo-inclusion) atau nuclear
groove. Diagnosis PTC dapat ditegakkan dari gambaran inti papiler, walaupun tidak
5
membentuk struktur papiler. (3) Struktur psammoma bodies sering ditemukan,
biasanya di bagian tengah papiler. Struktur ini hampir tidak pernah ditemukan pada
follicular atau medullary carcinoma. Oleh sebab itu bila ditemukan pada biopsi
jarum halus, hal tersebut merupakan indikasi kuat adalah PTC. (4) Sering ditemukan
fokus invasi limfatik, namun jarang ditemukan invasi vaskular, terutama pada lesi
yang kecil. Metastasis ke kelenjar getah bening servikal terjadi pada lebih dari
setengah kasus(LiVolsi et al., 2004, Maitra, 2015).
PTC memiliki beberapa varian histologi yang menunjukkan gambaran khusus.
Tumor dengan gambaran tertentu harus mendominasi untuk dapat dimasukkan
sebagai varian histologi khusus.
Follicular variant
Varian yang paling sering ditemukan adalah follicular variant. Varian ini
memiliki gambaran inti papiler yang khas dengan inti jernih berukuran besar, dengan
groove dan pseudoinclusion. Arsitektur tumor hampir seluruhnya berupa folikel
berukuran kecil sampai sedang, bentuk ireguler, dan tanpa struktur papiler. Follicular
variant papillary carcinoma dapat berkapsel, atau berbatas tidak tegas dan infiltratif.
Nodul folikel dengan minoritas kecil sel-sel dengan gambaran inti papiler disebut
well differentiated tumour of uncertain malignant potential(LiVolsi et al., 2004).
Encapsulated follicular variant of papillary carcinoma umumnya memiliki
prognosis yang baik, sementara lesi yang berbatas tidak tegas dan infiltratif
memerlukan penanganan yang lebih agresif. Perubahan genetik pada follicular
variant menunjukkan beberapa perbedaan dari classicPTC, yaitu : RET/PTC
rearrangementsyang dominan dan mutasi BRAF yang lebih rendah, dan frekuensi
mutasi RAS yang tinggi. Sebagian encapsulated follicular variant menunjukkan
gambaran biologis yang sebanding dengan minimally invasive folicular carcinoma
dibandingkan classicPTC. Hal ini terlihat dari kecenderungan untuk mengalami
angioinvasi dan metastasis kelenjar getah bening yang lebih rendah(Maitra, 2015).
6
Gambar 2.Follicular variant PTC. Makroskopis tumor berkapsel. Mikroskopis, inti
membesar, dengan gambaran inti PTC(LiVolsi et al., 2004).
Macrofollicular variant
Macrofollicular variant of PTC merupakan bentuk yang jarang. Karsinoma ini
sebagian besar terdiri dari macrofollicle (>50% dari area). Karena sebagian besar
berkapsel, tumor ini sering dibingungkan dengan nodul koloid, hiperplastik atau
macrofollicular adenoma. Makrofolikel dapat dilapisi sel-sel dengan inti
hiperkromatik, dengan koloid menunjukkan vakuolisasi perifer. Namun, beberapa
folikel dilapisi sel-sel dengan inti jernih berukuran besar, mengandung groove dan
pseudoinclusion. Varian ini memiliki karakteristik insiden metastasis ke kelenjar
getah bening yang rendah(LiVolsi et al., 2004).
Gambar 3.Macrofollicular variant PTC. Tumor sebagian besar berupa
macrofollicles(LiVolsi et al., 2004).
7
Oncocytic variant
Oncocytic PTCditandai secara makroskopis dengan gambaran cokelat mahogani,
terkadang putih abu-abu, dan dapat memiliki arsitektur papiler atau folikular. Tumor
papiler ditandai dengan papil yang bercabang kompleks mengandung fibrovascular
stromal core tipis dilapisi sel-sel oncocytic. Tumor warthin-like disertai sebukan
padat sel radang kronik dan sering terkait dengan Hashimoto thyroiditis. Tumor
dengan struktur folikular mengandung macro atau micro-follicular. Diagnosis
oncocytic variant berdasarkan sel berbentuk poligonal-kolumbar, sitoplasma
bergranular luas eosinofilik, dengan gambaran inti PTC(LiVolsi et al., 2004).
Gambar 4.Oncocytyc variant PTC. Struktur papiler dilapisi oleh sel-sel tumor dengan
sitoplasma eosinofilik luas. Inti tampak menunjukkan polarisasi apikal(LiVolsi et al.,
2004).
Clear cell variant
Classic PTC dan follicular variant dapat terdiri dari dominan clear cell.
Sebagian besar tumor membentuk struktur papiler, beberapa membentuk struktur
folikular. Sel-sel dapat merupakan campuran oncocytic dan clear cell, dengan
gambaran inti PTC, mengandung sitoplasma jernih sebagian oncycotic(LiVolsi et al.,
2004).
8
Gambar 5.Clear cell variant PTC. Sel-sel tumor dengan sitoplasma
jernih/bervakuola(LiVolsi et al., 2004).
Diffuse sclerosing variant
Tumor ini cenderung terjadi pada pasien muda termasuk anak-anak,yang
ditandai dengan keterlibatan difus pada satu atau kedua lobus tiroid, tanpa
membentuk massa yang dominan. Tumor membentuk struktur papiler bercampur
dengan area solid yang mengandung sarang-sarang metaplasia skuamous, disertai
banyak psammoma bodies.Terdapat area fibrosis luas pada kelenjar tiroid, sering
disertai dengan infiltrat padat sel radang limfosit menyerupai Hashimoto’s
thyroiditis. Metastasis ke kelenjar getah bening terjadi pada hampir semua kasus.
Ditemukan mutasi RET/PTC translocation pada lebih dari setengah kasus, dan pada
sedikit kasus mengalami mutasi BRAF(LiVolsi et al., 2004, Maitra, 2015).
Gambar 6.Diffuse sclerosing variant PTC. Lymphocytic thyroiditis dan multipel
psammoma bodies intravaskular. Tampak squamous metaplasia prominen(LiVolsi et
al., 2004).
9
Tall cell variant
Tumor ini terdiri dari sebagian besar sel-sel dengan ukuran tinggi ≥ 3 kali
lebarnya. Sebagian besar tumor menunjukkan struktur papiler, trabekular, atau cord-
like, dan jarang struktur folikular. Sel-sel neoplastik dengan sitoplasma eosinofilik
luas, dengan gambaran inti PTC. Tumor sering disertai nekrosis, aktivitas mitosis,
dan perluasan ekstratiroid. Tumor ini terjadi pada pasien usia tua dan sering pada
laki-laki. Tall cell variantmenunjukkan perilaku klinis yang lebih agresif
dibandingkan dengan classic PTC, berupa : invasi vaskular, perluasan ekstratiroidal,
servikal dan metastasis jauh. Tall-cell variant mengalami mutasi BRAF pada
sebagian besar kasus (55-100%) dan RET/PTC translocation. Perubahan genetik
tersebut bersama-sama meningkatkan MAPK signaling, dan menyebabkan perilaku
tumor yang agresif(LiVolsi et al., 2004, Maitra, 2015).
Gambar 7.Tall cell variant PTC. Sel tumor memiliki ukuran tinggi ≥ 3 kali
lebarnya(LiVolsi et al., 2004).
Collumnar cell variant
Tumor ini merupakan varian yang jarang, terdiri dari sel-sel kolumnar tersusun
pseudostratified, beberapa mengandung supranuclear dan subnuclear cytoplasmic
vacuole yang menyerupai sel endometrium fase sekresi awal. Sebagian besar inti
tampak hiperkromatik, dimana gambaran inti PTC hanya tampak fokal pada
beberapa tumor. Sebagian besar tumor menunjukkan struktur papiler, folikular,
trabekular, dan solid. Folikel tampak memanjang dengan lumen kosong, menyerupai
10
tubulus kelenjar. Tumor ini sering disertai infiltrasi lokal dan perluasan ekstratiroid,
yang menunjukkan perilaku lebih agresif dibandingkan dengan classic PTC(LiVolsi
et al., 2004).
Gambar 8.Collumnar cell variant PTC. Inti sel tumor menunjukkan bentuk
memanjang dan tersusun pseudostratified. Tampak vakuolisasi subnuclear(LiVolsi et
al., 2004).
Solid variant
Tumor ini sebagian besar terdiri dari sel-sel neoplastik yang membentuk struktur
lembaran solid, dengan gambaran inti PTC. Sepertiga kasus disertai dengan invasi
vaskular dan perluasan ekstratiroid. Tumor sering ditemukan pada anak-anak,
terutama denganriwayat terpapar radiasi. Poorly differentiated carcinoma
dipertimbangkan bila ditemukan tumor dengan struktur solid, disertai pleomorfia inti,
dan nekrosis (LiVolsi et al., 2004).
11
Gambar 9.Solid variant PTC. Tumor dominan membentuk struktur solid(LiVolsi et
al., 2004).
Cribiform carcinoma
Cribiform carcinoma ditandai dengan arsitektur papiler fokal, gambaran
cribiform, solid, sel-sel spindel dan squamoid morules. Tumor ini biasanya dijumpai
pada pasien dengan FAP atau Gardner syndrome. Tumor biasanya multifokal dan
banyak terjadi pada wanita muda. Sebagian besar inti dengan gambaran
hiperkromatik, dan ditemukan fokal inti dengangambaran jernih dan groove(LiVolsi
et al., 2004).
Papillary carcinoma with fasciitis-like stroma
Varian ini menunjukkan reaksi stromal fibrous yang aneh (fasciitis-like,
fibromatosis-like). Tumor ini tidak menunjukkan prognosis buruk(LiVolsi et al.,
2004).
Papillary carcinoma with focal insular component
Sebagian kecil PTC dapat menunjukkan komponen insular fokal. Struktur
trabekular atau solid dapat ditemukan. Sel-sel neoplastik menunjukkan gambaran inti
PTC. Signifikansi klinis struktur insular tersebut tidak diketahui (LiVolsi et al.,
2004).
12
Gambar 10.Papillary carcinoma with focal insular component(LiVolsi et al., 2004).
Papillary carcinoma with squamous cell or mucoepidermoid carcinoma
PTC jarang muncul bersama-sama dengan squamous cell carcinoma. Tall cell
variant dapat bergabung dengan squamous cell carcinoma, dengan perilaku klinis
yang agresif. PTC dengan squamous metaplasia memiliki perilaku sama
seperticlassic PTC. PTC dapat pula bergabung dengan mucoepidermoid
carcinoma(LiVolsi et al., 2004).
Papillary carcinoma with spindle and giant cell carcinoma
Varian jarang PTC ini memiliki komponen minor atau fokal undifferentiated.
Jika komponen undifferentiated atau spindle cell mendominasi, tumor
diklasifikasikan sebagai undifferentiated carcinoma. Perjalanan alamiah tumor ini
tidak diketahui(LiVolsi et al., 2004).
Combined papillary and medullary carcinoma
Bentuk kombinasi dari karsinoma tiroid ini memiliki komponen minor papillary
carcinoma<25% tumor. Walaupun komponen medullary dan papillary carcinoma
bercampur, masing-masing komponen masih dapat diidentifikasi berdasarkan
gambaran inti. Sel-sel berinti jernih, berukuran besar menunjukkan hasil positif pada
thyroglobulin dan negatif terhadap calcitonin, sementara sel-sel bulat-oval dengan
kromatin bergranular kasar menunjukkan hasil positif terhadap calcitonin dan negatif
terhadap thyroglobulin. Kedua komponen positif terhadap TTF-1(LiVolsi et al.,
2004).
Papillary microcarcinoma
13
Istilah microcarcinoma digunakan pada PTC dengan ukuran diameter 1 cm atau
kurang. Tumor ini merupakan bentuk PTC yang paling umum(LiVolsi et al.,
2004).Lesi tersebut lebih sering ditemukan secara kebetulan pada saat operasi, dan
dapat merupakan prekursor classic PTC(Maitra, 2015). Ukuran tumor yang kecil
menyebabkan sering terlewatkan saat pemeriksaan makroskopis. Tumor ini dapat
berperilaku lebih agresifpada anak-anak, sementara pada dewasa jarang disertai
metastasis ke kelenjar getah bening. Lokasi tumor di dekat kapsel tiroid. Tumor
sering tidak berkapsel dan sklerosing. Tumor berukuran <1 mm sering menunjukkan
struktur folikular tanpa stromal sclerosis. Microcarcinoma yang lebih besar (ukuran
rata-rata 2 mm) menunjukkan stroma desmoplastik yang menonjol.
Microcarcinomayang berukuran rata-rata 5 mm sebagian besar mengandung struktur
papiler. Papillary microcarcinoma merupakan tumor primer bila ditemukan
metastasis pada kelenjar getah bening servikal. Tumor ini memiliki gambaran
imunohistokimia (IHK) yang khas berupa hilangnya p27 dan peningkatan cyclin
D1(LiVolsi et al., 2004).
Gambar 11.Papillary microcarcinoma. Tumor berukuran < 1 cm, membentuk
struktur papiler, dengan gambaran inti PTC(LiVolsi et al., 2004).
Grading pada PTC kurang memiliki nilai karena jika menggunakan kriteria
grading standar, lebih dari 95% tumor berdiferensiasi baik. Namun, beberapa
gambaran ditemukan terkait dengan prognosis yang lebih buruk, seperti : nekrosis
tumor, invasi vaskular, mitosis tinggi, dan atipia inti (Maitra, 2015).
14
PTC memiliki prognosis yang baik, dengan angka harapan hidup 10 tahun lebih
dari 95%. Sebanyak 5-20% pasien dengan kekambuhan lokal/regional, dan 10-15%
dengan metastasis jauh. Prognosis pasien tergantung dari beberapa faktor yaitu : usia,
perluasan ekstratiroidal, dan metastasis jauh (stage) (Maitra, 2015).
2.2 BRAF
2.2.1 Struktur BRAF
BRAF adalah suatu RAS-regulated serine–threonine kinase dan aktivator kaskade
MAPK signaling. Sinyal ekstraseluler akan bekerja melalui MAPK signaling yang
mengatur proliferasi, diferensiasi, dan survival sel (Ritterhouse and Barletta, 2015).
BRAF banyak diekspresikan pada sel-sel hematopoietik, neuron, testis dan sel-sel
folikel tiroid.Gen BRAF ditemukan pada kromosom 7q24. (Li et al., 2015,
Ritterhouse and Barletta, 2015, Tang and Lee, 2010).
Gambar 12.Struktur protein Raf. Ketiga isoform Raf yaitu A-Raf, B-Raf, dan C-Raf
bersama-sama memiliki 3 region : CR1, CR2, dan CR3. Asam amino menunjukkan
kecenderungan ke lokasi-lokasi fosforilasi : CR1 mengandung RAS-binding domain
(RBD) dan cystein-rich domain (CRD). Keduanya diperlukan dalam membrane
recruitment. CR2 dan C-terminal mengandung lokasi pengikatan 1-4-3-3. CR3
mengandung catalytic domain (termasuk segmen aktivasi). Negative-charge
regulatory region (N-region) mengandung residu C-Raf (Y341), dimana masih
tampak pada A-Raf (Y302). Pada BRAF regio tersebut digantikan dengan asam
15
aspartat D449. S338 C-Raf tampak pada semua protein Raf (S299 di A-Raf dan S446
di BRAF). S446BRAF mengalami fosforilasi (berbentuk bintang). Domain katalitik
mengandung 2 activation segment phosphorylation sites C-Raf (T491 dan S494),
dimana tampak pada A-Raf (T452 dan T455) dan BRAF (T599 dan S602) (Tang and
Lee, 2010).
BRAF merupakan RAF protein family(Omur and Baran, 2014, Ritterhouse and
Barletta, 2015).RAF adalah 766 amino acid protein kinase yang mengatur transduksi
sinyal. RAF kinase terdiri dari 3 tipe, yaitu : A-Raf, B-Raf (BRAF), dan C-Raf(Tang
and Lee, 2010, Xing, 2007). Semua isoform bersama-sama memiliki 3 bagian umum,
yaitu CR1 (RAS-binding domain and cysteine-rich domain), CR2 (N-terminal
regulatory domain), dan CR3 (C-terminal kinase catalytic domain), serta beberapa
tempat fosforilasi pengatur (Tang and Lee, 2010).
BRAF inaktif menunjukkan struktur bilobar khas dengan membentuk interaksi
hidrofobik antara residu G596-V600 of the activation loop dan residu G464-V471 of
the P loop (ATP binding sites), membentuk konformasi dimana residu katalisis tidak
dapat berikatan dengan ATP. Adanya fosforilasi T599 mengganggu interaksi
hidrofobik di antara kedua loop, mengakibatkan pengikatan ATP dan aktivasi BRAF.
Terdapat kesamaan mekanisme dasar dalam aktivasi 3 Raf isoform, kecuali A-Raf
dan C-Raf memerlukan penambahan kinase (misal SRC) dan tahapan fosforilasi lebih
lanjut pada N-terminal side of CR3 (N-region). Muatan negatif di dalam N-region
penting untuk aktivasi RAF kinase. BRAF terfosforilasi pada S446, dan residu
regulatory tyrosine diisi oleh aspartic acidpada D449, sehingga muatan negatif
secara konstan akan bekerja seperti fosforilasi pada area tersebut. Akibatnya, hanya
diperlukan RAS-mediated membrane untuk merekrut dan mengaktivasi BRAF(Li et
al., 2015, Tang and Lee, 2010).
Aktivasi RAF merupakan proses kompleks yang terjadi di membran. RAF
mengalami fosforilasi dan interaksi protein di berbagai tempat sebelum menjadi
aktif. Pengikatan RAS dengan RAS-binding domain (RBD) of RAF diatur oleh
dimeric adaptor seperti 14-3-3 proteins yang terikat dengan protein terfosforilasi.
Protein BRAF memiliki area fosforilasi pada S365 dan S729 yang terfosforilasi dalam
bentuk inaktif. Dimeric protein 14-3-3 berikatan pada area terfosforilasi,
menciptakan konformasi yang mengganggu pengikatan RAS dengan RBD. Aktivasi
BRAF dimulai dengan pengumpulan BRAF inaktif di bagian dalammembran, dimana
tempat pengikatan N-terminal 14-3-3 mengalami defosforilasi untuk memisahkan
16
14-3-3 protein, dan diikuti dengan fosforilasi T599 dan S602 pada segmen aktivasi
(Li et al., 2015, Tang and Lee, 2010).
2.2.2 BRAF signaling pathway
BRAF adalah aktivator MAPK pathway yang paling poten pada berbagai sel. MAPK
pathway adalah jalur transduksi sinyal intraseluler yang berperan penting terhadap
fungsi sel seperti : proliferasi, diferensiasi, apoptosis, dan survival. Jika jalur ini
teraktivasi secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya tumorigenesis. Secara
fisiologis, jalur ini dapat teraktivasi oleh berbagai faktor seperti faktor pertumbuhan,
hormon, dan sitokin. Faktor-faktor tersebut berikatan dengan tyrosine kinase
receptor (TKR) pada permukaan sel. Jalur ini menghantarkan sinyal ekstraseluler ke
inti sel melalui aktivasi kaskade sinyal (Tang and Lee, 2010, Xing, 2007).
Gambar 13.MAPK signal transduction pathway. Pada sel normal, pengikatan ligan
pada domain ekstraseluler di membrane tyrosine kinase receptors (TKR) memicu
dimerisasi reseptor � autofosforilasi sisa tyrosine di intracellular TK domain�
aktivasi adaptor proteins / guanine nucleotide exchange factors (misal Grb2 and
SOS) � inaktivasi bentuk GDP-bound RAS� mengaktifkan bentuk GTP-
bound�BRAF terkumpul di membran � fosforilasi BRAF� fosforilasi MEK�
fosforilasi ERK� translokasi inti �ERK-induced phosphorylation of nuclear
transcription factors� ekspresi gen � proliferasi, survival, penuaan, dan
diferensiasi � kaskade Raf-MEK-ERK kinase dibentuk melalui kinase suppressor of
17
Ras (KSR). Protein phosphatase 2A (PP2A) terlibat dalam defosforilasi pada tempat
inhibisi Raf kinase selama proses aktivasi tersebut (Tang and Lee, 2010).
Pengikatan ligan ke TKR permukaan memicu dimerisasi reseptor dan
autofosforilasi sisa tyrosine. Reseptor teraktivasi mengaktifkan RAS kinase melalui
protein adaptor. RAS kinase merupakan bagian dari small G-protein family (KRAS,
HRAS, NRAS) dan terletak di permukaan dalam membran sel. Protein ini berfungsi
sebagai GTPase, mengatur pertukaran antara bentuk aktif GTP-bound dan bentuk
inaktif GDP-bound. Siklus antara GTP/GDP diatur oleh adaptor (misal growth-
factor-receptor bound-2;GRB2) dan guanine nucleotide exchange factors (misal son
of sevenless; SOS). Protein-protein tersebut memfasilitasi pembentukan RAS active
GTP-bound, dan RAS GTPase mengkatalisis hidrolisis GTP. Proses tersebut
mengembalikan bentuk inaktif GDP-bound(Li et al., 2015, Tang and Lee, 2010).
Selanjutnya RASkinase mengaktifkan RAF kinase terfosforilasi. Di antara ketiga
isoform RAFkinase, BRAF memiliki tahapan aktivasi yang paling sedikit. BRAF
memiliki aktivitas basal kinase tertinggi dan aktivator RAF paling kuat terhadap
MEK 1/2(Li et al., 2015).
BRAF teraktivasi menginduksi fosforilasi pada 2 residu serine yaitu S217 dan
S221, dimana kemudian mengaktifkan dual-specificity protein kinase : MAP kinase
kinases (MAPKK; disebut jugaMAP / extracellular signal-regulated kinase, MEK) 1
and 2. Selanjutnya MEK 1/2 mengaktifkan extracellular signal-regulated kinases
(ERK) 1 and 2melalui fosforilasi pada residu T202 dan Y204. ERK 1/2 teraktivasi
mengalami translokasi ke dalam inti dan memfosforilasi berbagai faktor-faktor
transkripsi, yaitu : c-Jun, c-Myc, Ets, dan C-Fos. Faktor transkripsi tersebut berperan
penting dalam mengatur siklus sel, pertumbuhan, dan survival sel. ERK juga
memfosforilasi banyak protein sitosol, diantaranya : pengatur siklus sel (protein
retinoblastoma), protein apoptosis (Bad, MCL-1, dan caspase-9), dan protein
sitoskeletal (paxillin, calnexin, dan vinexin)(Li et al., 2015).
Fosforilasi ERK mengaktifkan substrat yang terletak di dalam inti dan
sitoplasma. Sebagian besar substrat ERK adalah protein inti. Translokasi inti dari
ERK memfosforilasi berbagai faktor transkripsi yang selanjutnya mengatur ekspresi
gen. Sinyal ERK yang disebabkan oleh ligan yang berbeda dapat mengatur program
biologi yang berbeda, seperti proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis. Pengaturan
respon seluler merupakan mekanisme rumit yang melibatkan berbagai substrat pada
tingkatan kaskade yang berbeda, seperti protein scaffold dan feedback
18
inhibitors(Tang and Lee, 2010, Xing, 2007). Ketepatan pengaturan ERK penting
dalam mempertahankan respon homeostatis biologis terhadap berbagai sinyal
ekstraseluler. Aktivasi berlebih jalur ERK dapat menyebabkan siklus sel ke fase
istirahat dan penuaan. Sebaliknya aktivasi menyimpang jalur tersebut dapat memicu
transformasi tumor(Tang and Lee, 2010).
2.2.3 Mutasi BRAF pada papillary thyroid carcinoma
Tipe Raf yang paling sering mengalami mutasi adalahBRAF(Fagin and Mitsiades,
2008, Xing, 2010). Mutasi BRAF sering ditemukan pada PTC, malignant melanoma,
kolon, danovarium. Sekitar 70% pasien dengan PTC ditemukan mengalami
perubahan genetik terkait aktivasi menyimpang MAPK pathway. Penyimpangan jalur
tersebut sebagian besar disebabkan oleh mutasi BRAF (40-45%), sebagian lainnya
yaitu RET/PTC rearrangement(10-20%) dan mutasi RAS (10-20%)(Nikiforov and
Nikiforova, 2011, Tang and Lee, 2010).Penelitian lain melaporkan terjadi mutasi
BRAF pada PTC sebesar 25-85%, tergantung dari populasi pasien dan subtipe
histologi(Jiang et al., 2016). Seperti telah dijelaskan sebelumnya, BRAF adalah
aktivator MAPK pathway yang paling poten pada berbagai sel. Oleh sebab itu, mutasi
BRAF teraktivasi berperan penting pada kanker, terutama kanker tiroid yang
menunjukkan prevalensi mutasi yang tinggi (Xing, 2007).
19
Gambar 14.MAPK-signaling pathway dimulai dengan aktivasi tyrosine kinase
receptor (TKR), yang kemudian mengaktivasi RAS, selanjutnya memfosforilasi wild-
type BRAF. BRAF teraktivasi kemudian memfosforilasi MEK-ERK selanjutnya
menyebabkan berbagai respon selular seperti proliferasi dan survival sel. Mutant
BRAF menyebabkan dimerisasi dan mengaktivasi MEK tanpa adanya aktivasi dari
RAS(Caronia et al., 2011).
Walaupun lebih dari 45 mutasi BRAF telah ditemukan pada kanker manusia,
sekitar 90% mutasi BRAF merupakan transversi Thymine menjadi Adenine di exon
15 pada nucleotide 1799 (T1799A). Akibatnya terjadi penggantian valine menjadi
asam glutamat pada posisi 600 (BRAFV600E
)(Tang and Lee, 2010, Xing, 2010).
Adanya glutamat bermuatan negatif pada mutant BRAF mengganggu kestabilan
interaksi hidrofobik antara activation loop dan P loop pada BRAF inaktif. Sebagian
besar mutasi terjadi pada kinase domain dan ATP-biding site (P-loop). Akibatnya
terjadiaktivasi BRAF yang berlebihan (Caronia et al., 2011, Li et al., 2015). Mutasi
BRAF selanjutnya menginduksi MAPK signaling pathway yang berperan dalam
tumorigenesis (Nikiforov, 2011a, Nikiforov, 2011b, Nikiforova and Nikiforov, 2009,
Xing, 2010).
Lebih dari 90% mutasi BRAF pada PTC adalah mutasi titik BRAFV600E
. Beberapa
mutasi BRAF lainnya yang jarang ditemukan pada kanker tiroid yaitu : K601E,
20
AKAP9-BRAF, V600E+K601del, V599ins, V600D+FGLAT601-605ins(Tang and
Lee, 2010). Mutasi BRAF memiliki hubungan kuat dengan varian histologi spesifik
PTC(Nikiforov, 2011). Mutasi BRAF ditemukan pada PTC dan anaplastic atau
poorly differentiated carcinoma yang berasal dari PTC. Prevalensi BRAFV600E
pada
PTC bervariasi dari 29-83%, dimana 55-75% terjadi pada classic PTC, 77-90% pada
tall-cell variant, dan 25% pada PTC-derived ATC. Mutasi BRAF sedikit ditemukan
pada follicular-variant PTC (0-12%), dan tidak ditemukan pada FTC,medullary
thyroid carcinoma, ataupun pada tumor tiroid jinak. BRAFV600E
memiliki aktivitas
kinase yang meningkatsekitar hampir 500 kali kali lipat (Li et al., 2015, Li et al.,
2012b). Konformasi aktif tersebut mengaktifkan efektor selanjutnya yang
menyebabkan transformasi sel-sel normal atau memicu proliferasi kanker tanpa
adanya aktivasi RAS(Ritterhouse and Barletta, 2015, Tang and Lee, 2010, Xing,
2007).
Gambar 15.Perubahan molekuler pada PTC dan prevalensi rata-rata, serta
hubungannya dengan gambaran klinis dan histopatologi tumor (Nikiforov and
Nikiforova, 2011).
Mutasi BRAF sering ditemukan pada papillary thyroid microcarcinoma
(PTMC). Hal itu menunjukkan bahwa mutasi tersebut merupakan kejadian awal
dalam perkembangan PTC. Peran tumorigenik BRAF dalam perkembangan PTC
terlihat pada tikus transgenik dengan tiroid-targeted BRAF. Tikus tersebut
mengalami tumor yang secara progresif mengalami transformasi menjadi poorly
differentiated cancer dengan ciri agresif. Penelitian in vitro pada sel-sel tiroid tikus
21
dengan ekspresi berlebih BRAF menunjukkan peningkatan migrasi sel-sel tiroid.
Penelitian lainnya juga melaporkan mutasi BRAF terkait dengan peningkatan
matrixmetalloproteinases (MMPs), terutama matrix MMP3, MMP9dan MMP13
genes, yang terkait dengan invasi tumor. Ekspresi MMP lebih tinggi pada PTC
dengan mutasi BRAF positif. Proliferasi sel-sel yang mengalami mutasi BRAF dapat
dihambat oleh MAPK pathway inhibitor atau siRNA specific BRAF knockdown. Hal
tersebut menunjukkan bahwa BRAF merupakan inisiator tumorigenesis melalui
MAPK pathway, dan diperlukan dalam progresi PTC. Kedua mutasi RET/PTC dan
BRAF dapat mengaktifkan MAPK pathway yang mengakibatkan transformasi sel
folikular. Namun, beberapa penelitian melaporkan bahwa ekspresi RET/PTC
memiliki efek tumorigenik yang lebih lemah dibandingkan dengan mutasi BRAF.
Penelitian microarray juga menunjukkan bahwa PTC dengan mutasi BRAF dan RAS,
serta RET/PTC memiliki profil ekspresi gen yang berbeda. Di antara mutasi tersebut,
mutasi BRAF adalah aktivator yang paling kuat dalam mempengaruhi MAPK
pathway(Tang and Lee, 2010, Xing, 2010).
Gambar 16. Mekanisme feedback inhibition pada sel-sel tumor dengan RET/PTC
atau TKRs dan dengan BRAFV600E
. RET/PTC atau TKRs mengaktifkan feedback
mechanism sel tumor dan menghambat MAPK pathway pada berbagai tingkatan.
Feedback mechanism atau mediator-mediator seperti dual-specificity phosphatases
(DUSPs) menurunkan aktivasi RAF/MEK dan fosforilasi ERK pada sel-sel TKR.
22
BRAFV600E
menjadi aktif dan tidak terpengaruh oleh negative feedback(Tang and
Lee, 2010).
Aktivitas kinase yang tinggi pada mutasi BRAF tidak ditranslasikan efektif
menjadi aktivitas ERK. Mutasi BRAF hanya meningkatkan aktivitas ERK 2-4,6 kali,
menunjukkan adanya mekanisme pengaturan dalam mengendalikan output sinyal.
Beberapa kemungkinan feedback mechanism telah dilaporkan menghambat output
ERK pathway. ERK menstimulasi ekspresi gen pengatur feedback (misal dual-
specificity phosphatase; Sprouty) untuk menghambat protein pengaktivasi RAS
(misal SOS) dan juga aktivitas ERK itu sendiri. ERK terfosforilasi dapat
memfosforilasi Rafsecara langsung yang menyebabkan Raf mengalami
hiperfosforilasi. Akibatnya terjadi perubahan konformasi yang dapat mengganggu
pengikatan Raf ke RAS, MEK atau protein scaffold. Peran fisiologis dari feedback ini
masih belum jelas, dan diperkirakan bertujuan untuk mencegah siklus sel istirahat
dan penuaan akibat aktivasi berlebih ERK pathway. Aktivasi MAPK pathway oleh
mutasi RAS dan BRAF juga ditemukan dapat memicu feedback downregulation,
sama dengan kondisi fisiologis. Onkoprotein tersebut dapat meminimalkan efek dari
feedback inhibition dengan cara protein mutan menjadi insensitif terhadap normal
negative feedback atau secara langsung mempengaruhi mediator-mediator dari
feedback mechanism tersebut. Feedback inhibition pada Raf/MEK signaling
menurunkan output ERK di dalam sel-sel TKR, tapi tidak pada sel-sel BRAF. Sel
dengan mutasi BRAF dapat menghindar dari feedback mechanism menunjukkan
adanya peningkatan output transkripsional dan MEK/ERK-dependent transformation.
Fenomena ini sedikit dapat menjelaskan efek tumorigenik yang lebih kuat pada sel-
sel dengan ekspresi BRAF dibandingkan dengan sel-sel dengan ekspresi
RET/PTC(Tang and Lee, 2010).
Tumorigenesis adalah proses kompleks yang melibatkan sinyal multipel pada
kaskade MAPK pathway. Prevalensi tinggi mutasi BRAF pada tall-cell variant dan
PTC-derived ATC menunjukkan bahwa mutasi BRAF berperan pada progresi PTC
menjadi karsinoma tiroid yang lebih agresif (Tang and Lee, 2010). Gambaran agresif
yang dimiliki PTC dengan mutasi BRAF yaitu : perluasan ekstratiroid, stadium tumor
yang tinggi, metastasis kelenjar getah bening regional dan metastasis jauh (Chen et
al., 2016, da Silva et al., 2015). Selain itu mutasi BRAF merupakan prediktor
independen terhadap kegagalan terapi dan kekambuhan tumor, walaupun pada pasien
dengan PTC stadium rendah (Nikiforov, 2011).
23
2.2.4 Mutasi BRAF sebagai faktor prognosis papillary thyroid carcinoma
PTC secara umum memiliki prognosis yang baik, dengan angka harapan hidup 5
tahun mencapai hampir 100%, terutama pada kasus dengan stadium rendah. Namun
tumor ini sulit ditangani pada sekitar 10-15% pasien dan menyebabkan
kematian(Czarniecka et al., 2016). Oleh sebab itu, penatalaksanaan pasien yang tepat
berdasarkan stratifikasi risiko dan evaluasi prognosis sangat penting untuk
menurunkan angka kekambuhan, morbiditas, dan mortalitas pada pasien PTC.
Mutasi BRAF berperan penting dalam patogenesis PTC. Mutasi tersebut
merupakan faktor yang menentukan perilaku klinis dan patologis pada PTC, dan
dapat digunakan untuk menilai prognosis(Li et al., 2009).Mutasi BRAF memiliki
kaitan dengan gambaran klinikopatologi yang agresif, terjadinya kekambuhan tumor,
dan penurunan sensitivitas terhadap terapi radioiodine(Jiang et al., 2016). Berbagai
penelitian telah melaporkan adanya korelasi antara mutasi BRAF dengan gambaran
klinikopatologi PTC yang lebih agresif.Penelitian meta-analisis menunjukkan mutasi
BRAF terkait dengan beberapa variabel prognosis, yaitu : jenis kelamin laki-laki,
subtipe histologi, ukuran tumor yang besar, multifokal, perluasan ekstratiroid,
metastasis ke kelenjar getah bening regional, massa tumor tidak berkapsel, dan
stadium klinis yang tinggi. Namun, mutasi BRAF tidak terkait dengan usia tua (≥45
tahun) atau invasi vaskular (Li et al., 2012a). Sementara pada penelitian multicenter
melaporkan mutasi BRAF secara signifikan ditemukan tinggi pada pasien berusia
lebih dari 60 tahun (Daliri et al., 2014).Penelitian Chen et al menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara mutasi BRAF dengan gambaran
klinikopatologi yaitu : usia tua, stadium TNM yang tinggi, perluasan ekstratiroid,
metastasis kelenjar getah bening, namun tidak ditemukan korelasi antara mutasi
BRAF dengan tumor multipel dan metastasis jauh (Chen et al., 2016). Hasil
penelitian Li et al terdapat hubungan antara mutasi BRAF dengan perluasan
ekstratiroid, sub-tipe histologi, metastasis kelenjar getah bening, usia tua, dan jenis
kelamin laki-laki. Kim et al mengkonfirmasi hubungan antara mutasi BRAFdengan
perluasan ekstratiroid, metastasis kelenjar getah bening, stadium tumor yang tinggi,
dan angka kekambuhan. Pasien PTC dengan mutasi BRAF memiliki peningkatan
risiko kekambuhan sebesar 2,14 kali. Tufano et almelakukan penelitian yang
membandingkan angka kekambuhan pada kelompok pasien dengan mutasi BRAFdan
kelompok pasien dengan BRAF wild-type, diperoleh hasil 24,9% : 12,6%.
(Czarniecka et al., 2016).
24
Mutasi BRAF merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk menilai
prognosis. Oleh sebab itu, perlu dikorelasikan dengan faktor-faktor prognosis
lainnya. Rekomendasi pedoman terbaru yang dapat dipergunakan adalah berdasarkan
2015 ATA Modified Initial Risk Stratification System. Penambahan status BRAF pada
skala risiko tersebut dapat meningkatkan ketepatan prediksi terkait dengan risiko
kekambuhan. Pasien dengan mutasi BRAF (+) memiliki 5-year cumulative
recurrence incidence sebesar 20% dibandingkan dengan BRAF (-) sebesar 8%.
Gambar 17. Risiko kekambuhan penyakit struktural pada pasien tanpa
teridentifikasinya penyakit struktural setelah tatalaksana awal (berdasarkan ATA
2015). Risiko kekambuhan penyakit struktural terkait dengan gambaran
klinikopatologi ditunjukkan sebagai deretan risiko dalam persentase. Kolom sebelah
kiri menunjukkan sistem 3 tingkatan risiko : tinggi, sedang, dan rendah. Sementara
analisis status BRAF dan atau TERT tidak direkomendasikan dikerjakan rutin dalam
stratifikasi risiko awal. Temuan ini dapat dipakai untuk membantu dokter dalam
menentukan stratifikasi risiko yang tepat, pada kasus-kasus dimana informasi
tersebut tersedia. FTC, follicular thyroid cancer; FV, follicular variant; LN, lymph
node; PTMC, papillary thyroid microcarcinoma; PTC, papillary thyroid cancer,
ETE, extrathyroidal extension; mut., mutated; wt., wild type(Czarniecka et al., 2016).
25
2.2.5 Imunohistokimia BRAF pada papillary thyroid carcinoma
Uji berbasis DNA merupakan metode standar dalam mengidentifikasi mutasi BRAF
pada PTC. Berbagai metode telah dikembangkan, diantaranya : DNA direct
sequencing, pyro-sequencing, real-time polymerase chain reaction (PCR), peptide
nucleic acid (PNA)-mediated real-time PCR clamping technology, dan allele specific
methods, seperti SnaPshot. Uji molekuler tersebut memiliki akurasi yang tinggi.
Namun, uji tersebut memiliki beberapa keterbatasan, seperti : diperlukan konsentrasi
dan kemurnian DNA yang cukup, peralatan yang khusus dan tidak selalu tersedia,
tenaga terlatih, proses memerlukan lebih banyak waktu, serta biaya yang mahal(Na et
al., 2015, Zagzag et al., 2013).
Pemeriksaan IHK adalah metode yang digunakan secara luas pada laboratorium
patologi diagnostik. Dibandingkan dengan metode molekuler, pemeriksaan IHK
dapat memberikan hasil lebih cepat dan dengan biaya yang lebih murah. Saat ini
telah dikembangkan pemeriksaan imunohistokimia(IHK) menggunakan anti-
BRAFV600E
(VE1) antibody untuk mengidentifikasi mutasi BRAF pada berbagai jenis
keganasan, salah satunya PTC. VE1 clonemerupakan Mouse Monoclonal Primary
Antibody. Antibodi ini menunjukkan pewarnaan kuat yang terlokalisir dan spesifik
pada sitoplasma. Metode ini memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang baik
dalam mendeteksi mutasi BRAF. Ketika dibandingkan dengan DNA sequencing, VE1
clone memiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 98%. Saat dibandingkan dengan
SNaPshot assay, VE1 clonememiliki sensitivitas dan spesifisitas sebesar 100%
(Elmageed et al., 2016). Penelitian Ilie et al melakukan analisis perbandingan yang
serupa antara VE1 clonedan metode molekuler. Hasilnya menunjukkan bahwa VE1
clonemenunjukkan hasil yang baik dan berada pada tingkat yang sama dengan
metode pyrosequencing dan SNaPshot, namun memiliki sensitivitas lebih tinggi
dibandingkan dengan metode direct sequencing(Ilie et al., 2014). Dari data penelitian
tersebut maka dapat dipertimbangkan penggunaan IHKVE1 clone sebagai alternatif
pemeriksaan dalam menilai mutasi BRAF pada PTC.
Tabel 1. Identifikasi mutasi BRAF dengan metode imunohistokimia (IHK) dan
biologi molekuler
Metode
Jumlah
kegagalan
tes (%)
(dari 198
kasus)
V600 V600E
Sensitivitas
(%)
Spesifisitas
(%)
Sensitivitas
(%)
Spesifisitas
(%)
Sanger 19 (9,6) 93 100 91,5 100
26
sequencing
Pyrosequencing 4 (2) 100 100 100 100
SNaPshot 4 (2) 96 100 97,5 91,2
IHK 5 (2,5) 83 100 98,7 100
Pemeriksaan IHK menggunakan anti-BRAFV600E
antibodydapat dikerjakan pada
blok parafin. Intensitas pewarnaan diberikan nilai 0 sampai 3. Pewarnaan sitoplasma
kuat, sedang, lemah, dan absen dicatat dalam angka 3, 2, 1, dan 0. Intensitas
pewarnaan kuat (3+) jika imunoreaktivitas sel-sel tumor lebih kuat atau sama dengan
koloid folikel di sekitarnya. Intensitas pewarnaan sedang (2+) jika sel-sel tumor
viabel menunjukkan pewarnaan sitoplasma yang jelas namun intensitasnya lebih
lemah dibandingkan koloid folikel di sekitarnya. Intensitas pewarnaan lemah (1+)
jika sel-sel tumor menunjukkan pewarnaan yang samar-samar atau sulit dikenali. Jika
intensitas pewarnaan heterogen di dalam satu tumor, maka intensitas tersebut dinilai
berdasarkan intensitas pewarnaan tertinggi. Nilai VE1 positifadalah 2 dan 3, dan nilai
VE1 negatif adalah 0 dan 1. (Na et al., 2015). Pemeriksaan IHK ini dapat dikerjakan
bersamaan dengan evaluasi potongan jaringan, sehingga menurunkan kemungkinan
kesalahan sampling(Ilie et al., 2014).
Gambar 18. Pewarnaan
b) 2, c) 1, d) 0 (pembesaran 200x). Sel
sitoplasma dengan menggunakan
3, f) MTC menunjukkan intensitas pewarnaan 0 (pembesaran 100x)
Terdapat beberapa kelemahan pemeriksaan IHK
dapat diperoleh dari sensitivitas metode molekuler yang digunakan (misal metode
direct sequencing) dan berdasarkan persentase sel
pada spesimen. Hasil false positive
berbeda. Oleh sebab itu, dapat dipertimbangkan untuk menggunakan kontrol negatif.
Selain itu, hasil positif (n
sitoplasma sel tumor yang kuat dan difus, tanpa
al., 2014).
ewarnaan IHKVE1pada PTC menunjukkan intensitas pewarnaan : a) 3,
b) 2, c) 1, d) 0 (pembesaran 200x). Sel-sel tumor menunjukkan hasil positif
sitoplasma dengan menggunakan VE1 antibody. e) ATC dengan intensitas pewarnaan
menunjukkan intensitas pewarnaan 0 (pembesaran 100x)(Na
Terdapat beberapa kelemahan pemeriksaan IHK VE1. Hasil berupa false negative
dapat diperoleh dari sensitivitas metode molekuler yang digunakan (misal metode
) dan berdasarkan persentase sel-sel tumor mutan yang diperoleh
false positiveterutama akibat kontaminasi antara sampel yang
berbeda. Oleh sebab itu, dapat dipertimbangkan untuk menggunakan kontrol negatif.
Selain itu, hasil positif (nilai3+) hanya diberikan pada pewarnaan terhadap
sitoplasma sel tumor yang kuat dan difus, tanpa disertai pewarnaan pada inti
27
menunjukkan intensitas pewarnaan : a) 3,
hasil positif pada
dengan intensitas pewarnaan
et al., 2015).
false negative
dapat diperoleh dari sensitivitas metode molekuler yang digunakan (misal metode
sel tumor mutan yang diperoleh
terutama akibat kontaminasi antara sampel yang
berbeda. Oleh sebab itu, dapat dipertimbangkan untuk menggunakan kontrol negatif.
ilai3+) hanya diberikan pada pewarnaan terhadap
pewarnaan pada inti(Ilie et
28
29
BAB III
KESIMPULAN
Papillary thyroid carcinoma merupakan keganasan tiroid yang paling sering
ditemukan. Angka insidennya ditemukan meningkat dalam beberapa dekade terakhir.
PTC memiliki beberapa varian histologi. Pasien dengan PTC biasanya mempunyai
prognosis yang baik. Namun, sebagian kelompok pasien dengan PTCmemiliki angka
kekambuhan dan kematian yang tinggi.
Mutasi BRAF adalah perubahan genetik yang paling banyak diidentifikasi pada
PTC, berkisar dari 29-83%. Mutasi tersebut berperan penting dalam karsinogenesis
PTC melalui aktivasi menyimpang MAPK pathway. Mutasi BRAF juga cenderung
terkait dengan beberapa varian PTC. PTCyang disertai mutasi BRAF memiliki kaitan
dengan gambaran klinikopatologi yang agresif, terjadinya kekambuhan tumor, dan
penurunan sensitivitas terhadap terapi radioiodine. Gambaran klinikopatologi agresif
tersebut yaitu : usia tua, jenis kelamin laki-laki, subtipe histologi, ukuran tumor yang
besar, multifokal, perluasan ekstratiroid, metastasis ke kelenjar getah bening
regional, massa tumor tidak berkapsel, dan stadium klinis yang tinggi. Adanya
mutasi BRAFdapat dipergunakan untuk memprediksi prognosis yang
buruk.Pewarnaan imunohistokimia dapat dipertimbangkan sebagai alternatif
pemeriksaan dalam mengidentifikasi mutasi BRAF pada PTC.
30
DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2017. Key Statistics for Thyroid Cancer [Online]. US.
Available: https://www.cancer.org/cancer/thyroid-cancer/about/key-
statistics.html [Accessed April 2 2017].
Caronia, L.M., Phay, J.E., Shah, M.H. 2011. Role of BRAF in thyroid oncogenesis.
Clin Cancer Res, 17, 7511-7.
Chen, Y., Li, Y., Zhou, X. 2016. BRAF mutation in papillary thyroid cancer: a meta-
analysis. Int J Clin Exp Med, 9, 13259-13267.
Czarniecka, A., Oczko-Wojciechowska, M., Barczynski, M. 2016. BRAF V600E
mutation in prognostication of papillary thyroid cancer (PTC) recurrence.
Gland Surg, 5, 495-505.
da Silva, R.C., de Paula, H.S., Leal, C.B., Cunha, B.C., de Paula, E.C., Alencar,
R.C., et al. 2015. BRAF overexpression is associated with BRAF V600E
mutation in papillary thyroid carcinomas. Genet Mol Res, 14, 5065-75.
Daliri, M., Abbaszadegan, M.R., Bahar, M.M., Arabi, A., Yadollahi, M., Ghafari, A.,
et al. 2014. The role of BRAF V600E mutation as a potential marker for
prognostic stratification of papillary thyroid carcinoma: a long-term follow-
up study. Endocr Res, 39, 189-93.
Elmageed, Z.Y., Sholl, A.B., Tsumagari, K., Al-Qurayshi, Z., Basolo, F., Moroz, K.,
et al. 2016. Immunohistochemistry as an accurate tool for evaluating BRAF-
V600E mutation in 130 samples of papillary thyroid cancer. j.surg., 1-7.
Fagin, J.A., Mitsiades, N. 2008. Molecular pathology of thyroid cancer: diagnostic
and clinical implications. Best Pract Res Clin Endocrinol Metab, 22, 955-69.
Ilie, M.I., Lassalle, S., Long-Mira, E., Bonnetaud, C., Bordone, O., Lespinet, V., et
al. 2014. Diagnostic value of immunohistochemistry for the detection of the
BRAF(V600E) mutation in papillary thyroid carcinoma: comparative analysis
with three DNA-based assays. Thyroid, 24, 858-66.
Jiang, L., Chu, H., Zeng, H. 2016. B‑Raf mutation and papillary thyroid carcinoma
patients (Review). ONCOLOGY LETTERS, 11, 2699-2705.
Leonardi, G.C., Candido, S., Carbone, M., Raiti, F., Colaianni, V., Garozzo, S., et al.
2012. BRAF mutations in papillary thyroid carcinoma and emerging targeted
therapies (review). Mol Med Rep, 6, 687-94.
Li, C., Lee, K.C., Schneider, E.B., Zeiger, M.A. 2012a. BRAF V600E mutation and
its association with clinicopathological features of papillary thyroid cancer: a
meta-analysis. J Clin Endocrinol Metab, 97, 4559-70.
Li, D.D., Zhang, Y.F., Xu, H.X., Zhang, X.P. 2015. The role of BRAF in the
pathogenesis of thyroid carcinoma. Front Biosci (Landmark Ed), 20, 1068-
78.
Li, X., Abdel-Mageed, A.B., Kandil, E. 2012b. BRAF mutation in papillary thyroid
carcinoma. Int J Clin Exp Med, 5, 310-5.
Li, Y., Nakamura, M., Kakudo, K. 2009. Targeting of the BRAF gene in papillary
thyroid carcinoma (review). Oncol Rep, 22, 671-81.
LiVolsi, V., Albores-Saavedra, J., Asa, A., Baloch, Z., Sobrinho-Simoes, M., Wenig,
B., et al. 2004. Papillary carcinoma. In: DeLellis R. Lloyd R. Heitz P. Eng C
(ed.) World Health Organization Classification of Tumours. Pathology and
Genetics of Tumours of Endocrine Organs. Lyon: IARC Press.
31
Maitra, A. 2015. The Endocrine System. In: Kumar, V., Abbas, A., Aster, JC. (ed.)
Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Ninth ed. Philadelphia:
Elsevier Inc.
McGuire, S. 2016. World Cancer Report 2014. Geneva, Switzerland: World Health
Organization, International Agency for Research on Cancer, WHO Press,
2015. Adv Nutr, 7, 418-9.
Na, J.I., Kim, J.H., Kim, H.J., Kim, H.K., Moon, K.S., Lee, J.S., et al. 2015. VE1
immunohistochemical detection of the BRAF V600E mutation in thyroid
carcinoma: a review of its usefulness and limitations. Virchows Arch, 467,
155-68.
Nikiforov, Y.E. 2011. Molecular analysis of thyroid tumors. Mod Pathol, 24 Suppl 2,
S34-43.
Nikiforov, Y.E., Nikiforova, M.N. 2011. Molecular genetics and diagnosis of thyroid
cancer. Nat Rev Endocrinol, 7, 569-80.
Omur, O., Baran, Y. 2014. An update on molecular biology of thyroid cancers. Crit
Rev Oncol Hematol, 90, 233-52.
Ritterhouse, L.L., Barletta, J.A. 2015. BRAF V600E mutation-specific antibody: A
review. Semin Diagn Pathol, 32, 400-8.
Rosai, J., DeLellis, R.A., Carcangiu, M.L., Frable, W.J., Tallini, G. 2014. AFIP Atlas
Of Tumor Pathology. Tumors of the Thyroid and Parathyroid Glands. In: 4
(ed.). Maryland: American Registry of Pathology.
Tang, K.T., Lee, C.H. 2010. BRAF mutation in papillary thyroid carcinoma:
pathogenic role and clinical implications. J Chin Med Assoc, 73, 113-28.
Xing, M. 2007. BRAF mutation in papillary thyroid cancer: pathogenic role,
molecular bases, and clinical implications. Endocr Rev, 28, 742-62.
Xing, M. 2010. Prognostic utility of BRAF mutation in papillary thyroid cancer. Mol
Cell Endocrinol, 321, 86-93.
Zagzag, J., Pollack, A., Dultz, L., Dhar, S., Ogilvie, J.B., Heller, K.S., et al. 2013.
Clinical utility of immunohistochemistry for the detection of the BRAF
v600e mutation in papillary thyroid carcinoma. Surgery, 154, 1199-204;
discussion 1204-5.