Top Banner
PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR MUNAWWARAH P1503215004 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
70

MUNAWWARAH P1503215004

Oct 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MUNAWWARAH P1503215004

PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG

TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

MUNAWWARAH

P1503215004

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

Page 2: MUNAWWARAH P1503215004

PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG

TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

Tesis Sebagai Salah SatuSyarat untuk Mencapai Gelar Master

Program Studi Biomedik

Konsentrasi Farmakologi

Disusun dan Diajukan oleh

MUNAWWARAH

Kepada

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR 2017

Page 3: MUNAWWARAH P1503215004
Page 4: MUNAWWARAH P1503215004

PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Munawwarah

Nomor Induk Mahasiswa : P1503215004

Program Studi : Biomedik

Konsentrasi : Farmakologi

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan

tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat

dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,

saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, 13 Juni 2017

Yang menyatakan

Munawwarah

PRAKATA

Page 5: MUNAWWARAH P1503215004

Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT

atas segala rahmat, taufik, dan hidayah hingga penulis dapat merampungkan

penelitian dengan judul “pengaruh penggunaan obat pada outcome pasien

penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU pusat jantung terpadu

RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo makassar”. Penelitian ini disusun dalam

rangka penyusunan tesis yang menjadi salah satu persyaratan untuk

memperoleh gelar Magister Kesehatan dari Sekolah Pascasarjana Universitas

Hasanuddin, Makassar.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat

kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi, karena

itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan, koreksi,

dan saran untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan

tersebut. Tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Yth. Prof. Dr. Peter Kabo,

Ph.D.,Sp.FK selaku Ketua Komisi Penasehat, Yth. Prof. Dr. M. Natsir

Djide,M.Si, Apt. selaku Anggota Komisi Penasehat, yang berkenan memberi

bimbingan, arahan, dan masukan bagi tersusunnya tesis yang layak untuk

disajikan. Yth. dr. Danny Suwandi, Ph.D, Yth. Prof. Dr. Rosdiana Natsir, Ph.D.

dan Yth. Dr. dr. Burhanuddin, MS. sebagai penguji yang telah memberikan

banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

Page 6: MUNAWWARAH P1503215004

1. Yth. Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar ; Prof. Dr. Dwia Aries Tina

Pulubuhu, MA.

2. Yth. Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,

Makassar ; Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H, M.S.

3. Yth. Ketua Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas

Hasanuddin, Makassar ; Dr. dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K).

Ucapan Terimakasih kepada Staf dan peneliti di Pusat Jantung Terpadu

Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo dan angkatan 2015

Pascasarjana Program Studi Biomedik Konsentrasi Farmakologi (Amran Nur,

Suwahyuni Mus, Hilda Wiryanthi Suprio dan dan Adam Tandi) atas

kebersamaan, bantuan, dan dorongan moril kepada penulis. Kepada orang tua

tercinta, ayah, dr. H. Halil Tahir, ibu, Dra. Hj. Suryani Sirajuddin dan mertua

dr.H.Minhajuddin M.Kes (Alm) dan dr. Hj. Rostina Lahaji M.Kes beserta

keluarga besar yang senantiasa menjadi inspirasi, doa, dan dukungan selama

berlangsungnya masa perkuliahan hingga memasuki masa penyelesaian

perkuliahan. Terspesial kepada pendamping hidupku Misbahussururi Liassa

Pratama S.Farm, Apt dan anandaku A. Malik Zafran Sururi yang menjadi

motivasi dan senantiasa memberi dukungan dan doa selama menyelesaikan

tugas akhir ini. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, yang

telah membantu kegiatan penelitian, atas perhatian, perkenan dan bantuan

yang telah diberikan hingga tersusunnya tesis ini, semoga Allah SWT

Page 7: MUNAWWARAH P1503215004

memberikan pahala yang layak dan melimpahkan karunia-Nya atas bantuan

baik lahir maupun batin kepada penulis. Aamiin.

Makassar, 13 Juni 2017

Munawwarah

Page 8: MUNAWWARAH P1503215004

ABSTRAK

MUNAWWARAH, Pengaruh Penggunaan Obat Terhadap Outcome Penyakit Jantung Koroner di Ruang Perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Dibimbing oleh Peter Kabo dan H. M. Natsir Djide)

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jumlah obat, jenis obat, usia dan jenis kelamin pasien penyakit jantung koroner (PJK) terhadap outcome meliputi lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berupa penelusuran data secara retrospektif yang melibatkan 48 pasien. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik melalui tabulasi silang yang dilanjutkan dengan uji chi-square.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah obat yang diberikan terhadap lama rawat inap pasien penyakit jantung koroner. Sedangkan untuk kasus mortalitas dan proses perkembangan penyakit, tidak ada pengaruh yang signifikan antara jumlah obat yang diberikan terhadap mortalitas dan proses perkembangan penyakit. Jenis obat yang paling banyak digunakan dalam terapi adalah golongan obat anti-platelet, anti-kolesterol, diuretik, CCB dan nitrat. Seluruhnya mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap lama rawat inap tetapi tidak pengaruh terhadap mortalitas dan perkembangan penyakit. Terdapat pengaruh antara usia dan jenis kelamin terhadap lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit pada pasien penyakit jantung koroner meskipun hasilnya tidak signifikan.

Kata kunci : Penyakit Jantung Koroner, Obat, Retrospektif, RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar

Page 9: MUNAWWARAH P1503215004

ABSTRACT

MUNAWWARAH, The Effect Of Drug Use On The Outcome Of The Coronary Heart Disease In Cvcu Care Of The Integrated Heart Center Of Dr. Wahidin Sudirohusodo Central General Hospital, Makassar (Supervised by Peter Kabo and H. M. Natsir Djide). This research aimed to investigate the effect of the drug amount, the drug types, the age and the sex of the patient coronary heart disease on the outcomes, which included the in-care duration, mortality and the disease development. The research was a survey research which was descriptive and comprised the retrospective invastigation of the data. The data were then analyze using the statistical analysis through the cross tabulation and the continued with the chi-square test.

The research results indicated that where was a significant effect of the amoung of drugs given on the in-care duration of the patiens with coronary heart disease. There is no significant effect of the amounts of drug-given on mortality and the process of the disease development of the patiens with the congestive heart failures.The type of drugs which were most used in the coronary heart disease therapy were the drug group of anti-platelet, anti-cholesterol, diuretics, CCB and nitrates. All of them had significant effects on the in-care duration but not on the mortality and on the development process on coronary heart disease patient. There was an effect of the age and the sex on the in-care duration, mortality and the development process on coronary heart disease of the patients, although the result is not significant.

Keywords: Coronary Heart Disease, Drug, Retrospective, RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar

Page 10: MUNAWWARAH P1503215004

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL.......................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii

PRAKATA...................................................................................................v

ABSTRAK..................................................................................................viii

ABSTRACT................................................................................................ ix

DAFTAR ISI.................................................................................................x

DAFTAR TABEL ......................................................................................xiii

DAFTAR GAMBAR....................................................................................xv

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xvi

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................xvii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................5

C. Tujuan Penelitian..............................................................................5

D. Manfaat Penelitian............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung ………………………………………..7

1. Anatomi Jantung..........................................................................7

2. Fisiologi Jantung…..…………………………………………………9

Page 11: MUNAWWARAH P1503215004

B. Penyakit Jantung Koroner..............................................................11

1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner…………..………………11

2. Arteri Koroner………………………...........................................12

3. Patogenesis Plak Ateroksklorosis………………………………..13

4. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner....................................16

5. Gejala Penyakit Jantung Koroner............................................18

6. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner…………………………...19

7. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner......................................21

8. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner...................................22

9. Etiologi Penyakit Jantung Koroner……………………………….23

10. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner.................................26

11. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner………………………...35

12. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner………………………….43

C. Kerangka Teori Penelitian…………………………………………….48

D. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………49

E. Hipotesis………………………………………………………………..49

F. Definisi Operasional…………………………………………………..50

BAB III Metode Penelitian .......................................................................52

A. Rancangan Penelitian...................................................................52

B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................52

C. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................53

D. Metode Sampling……………………………………………………...53

Page 12: MUNAWWARAH P1503215004

E. Instrumen Pengumpulan Data……………………………………….54

F. Pengolahan dan Analisis Data……………………………………….54

G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………………..55

BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan................................................56

A. Hasil Penelitian..................................................................................56

B. Pembahasan.....................................................................................76

BAB V Kesimpulan dan Saran .................................................................84

A. Kesimpulan……………………………………………………………..84

B. Saran…………………………………………………………………….85

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………86

LAMPIRAN

Page 13: MUNAWWARAH P1503215004

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1. Penampilan Klinis Umum Penderita PJK 39

2. Variabel Dependen Penelitian 50

3. Variabel Independen Penelitian 51

4. Distribusi frekuensi karakter meliputi jenis kelamin

dan usia pada pasien penyakit jantung koroner di

ruang perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

57

5. Distribusi frekuensi jumlah macam obat pada pasien

penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU

Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo

58

6. Distribusi frekuensi penggunaan terapi golongan

obat pada pasien penyakit jantung koroner di ruang

perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo

58

7. Distribusi frekuensi outcome pasien penyakit

jantung koroner di ruang perawatan CVCU Pusat

Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo

59

8. Usia terhadap lama rawat inap 61

9. Usia terhadap mortalitas 61

Page 14: MUNAWWARAH P1503215004

10. Usia terhadap perkembangan penyakit 62

11. Jenis kelamin terhadap lama rawat inap 63

12. Jenis kelamin terhadap mortalitas 63

13. Jenis kelamin terhadap perkembangan penyakit 64

14. Jumlah Obat terhadap lama rawat inap 65

15. Jumlah Obat terhadap mortalitas 65

16. Jumlah Obat terhadap perkembangan penyakit 66

17. Diuretik terhadap lama rawat inap 67

18. Diuretik terhadap mortalitas 67

19. Diuretik terhadap perkembangan penyakit 68

20. Nitrat terhadap lama rawat inap 68

21. Nitrat terhadap mortalitas 69

22. Nitrat terhadap perkembangan penyakit 70

23. Anti platelet terhadap lama rawat inap 70

24. Anti platelet terhadap mortalitas 71

25. Anti platelet terhadap perkembangan penyakit 72

Page 15: MUNAWWARAH P1503215004

26. Anti kolesterol terhadap lama rawat inap 72

27. Anti kolesterol terhadap mortalitas 73

28. Anti kolesterol terhadap perkembangan penyakit 74

29. CCB terhadap lama rawat inap 74

30. CCB terhadap mortalitas 75

31. CCB terhadap perkembangan penyakit 76

Page 16: MUNAWWARAH P1503215004

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1. Anatomi Jantung 7

2. Perjalanan Proses Aterosklorosis (Initiation,

Progression dan Komplication) Pada Plak

Aterosklorosis.

16

3. Etiologi Penyakit Jantung Koroner 25

4. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner di koroner di

PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

56

Page 17: MUNAWWARAH P1503215004

DAFTAR LAMPIRAN

nomor halaman

1. Surat keterangan izin penelitian dari RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar

91

2. Surat rekomendasi persetujuan etik 92

3. Hasil analisis SPSS 93

Page 18: MUNAWWARAH P1503215004

DAFTAR SINGKATAN

AMI = Acute Miocard Infark

AV = Atrioventrikuler

CCB = Calsium Canal Blocker/ Penghambat Kanal Kalsium

CHF = Chronic Heart Failure/ Gagal Jantung Kongestif

CVCU = Cardio Vasculer Care Unit

HDL = High Density Lipoprotein

HHD = High Hypertension Disease

IHD = Ischemic Heart Disease

ISDN = Isosorbid Dinitrat

JNC 7 = Seventh Report of the Joint National Committee on

Prevention

LDL = Low Density Lipoprotein

NCEP = National Cholesterol Education Program

PJT = Pusat Jantung Terpadu

RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat

SA = Sinoatrial

SGOT = Serum Glutamic Oxaloasetik Transaminase

SGPT = Serum Glutamic Pyruvic Transaminase

SKA = Sindrom Koroner Akut

UAP/APTS = Unstable Angina Pectoris/Angina Pektoris Tak Stabil

Page 19: MUNAWWARAH P1503215004

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri,

lebih tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern,

dengan pola hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli

negara maju, tetapi juga di negara yang sedang berkembang yang

menunjukkan kecendrungan peningkatannya sesuai dengan kecundrungan

modernisasi masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit

jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya

tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum

alkohol yang berlebihan (Bustam, 2007).

Penyakit jantung koroner disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan

atau kelainan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbatan ini

mengakibatkan penghentian aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai

dengan adanya rasa nyeri. Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa

darah akan hilang sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan

selanjutnya bisa menyebabkan kematian. (Soeharto,2001).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini

merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju

dan berkembang, termasuk Indonesia (Muchid dan Panjaitan., 2006). Lebih

Page 20: MUNAWWARAH P1503215004

dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah, dan semakin banyak menimpa

populasi usia dibawah 60 tahun, yaitu usia produktif (Rilantono, 2012). Di

Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari

seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%,. Angka ini empat kali lebih tinggi dari

angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih

kurang satu di antara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat

PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari

aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang

saling terkait (Muchid dan Panjaitan., 2006).

Data statistik dunia melaporkan tentang insiden terbesar dan prevelensi

PJK di dunia ternyata semakin meningkat denga usia harapan hidup berkisar

3 sampai 9% (Shivaramakrishna, 2010). WHO memperkirakan bahwa pada

tahun 2005 terdapat 17,5 juta orang meninggal karena penyakit

kardiovaskuler, mewakili 30% dari seluruh kasus kematian di dunia.

Berdasarkan kasus kematian ini 7,6 juta diantarana terkena serangan jantung

dan 5,7 juta diantaranya strok (Cristoper, 2010). Total kematian global yang

diakibatkan penyakit kardiovaskular mencapai 16,7 juta dan 2 juta kematian

diantaranya disebabkan oleh PJK (Mackay & Mensah, 2004). Kasus PJK juga

merupakan pembunuh nomor satu di Amerika Serikat (AS) dan seluruh dunia,

sekitar 38% orang yang mengalami kejadian koroner akut akan meninggal

pada tahun yang sama. Prevalensi PJK terus meningkat seiring dengan

Page 21: MUNAWWARAH P1503215004

bertambahnya usia (Tierney, 2008). PJK menyumbang lebih dari 450.000

kematian di AS pada tahun 2004. Dari hasil penelitian, kejadian PJK terbanyak

pada usia 35-74 tahun (Koenig et al., 2011).

Tujuan utama dari pengobatan yaitu menghilangkan rasa sakit pasien

dan mengusahakan memperkecil resiko dari komplikasi yang dapat

menyebabkan kematian. Penyakit jantung koroner sebenarnya tidak dapat

disembuhkan tapi harus senantiasa dikontrol (Majid, 2007). Pengobatan

penyakit jantung koroner dimaksudkan tidak sekedar mengurangi atau bahkan

menghilangkan keluhan, yang paling penting adalah memelihara fungsi

jantung sehingga harapan hidup akan meningkat (Yahya, 2010).

Pengobatan merupakan suatu hal yang penting, namun jenis dan

takaran yang salah justru bisa membahayakan. Pasien sedapat mungkin

mengetahui efek samping obat sebelum menyetujui penggunaan obat yang

digunakan oleh dokter. Banyak dokter memiliki kebijakan untuk menerangkan

manfaat maupun akibat samping dari suatu obat sebelum menuliskan resep

(Soeharto, 2004). Banyak penderita serangan jantung yang kembali ke rumah

setelah perawatan beberapa hari, sebagian perlu perawatan berminggu-

minggu sebelum dipulangkan karena fungsi jantung sudah menurun. Diantara

penderita serangan jantung itu, ada pula yang tidak dapat diselamatkan

(Yahya, 2010).

Adanya keterkaitan penyakit jantung koroner dengan faktor resiko dan

penyakit penyerta lain seperti DM dan hipertensi, serta adanya kemungkinan

Page 22: MUNAWWARAH P1503215004

perkembangan iskemik menjadi infark menyebabkan kompleksnya terapi yang

diberikan. Karena kompleksnya terapi tersebut sehingga diresepkan beberapa

jenis obat. Oleh karena itu, pemilihan jenis obat akan sangat menentukan

kualitas penggunaan obat dalam pemilihan terapi. Berbagai pilihan obat saat

ini tersedia, sehingga diperlukan petimbangan-pertimbangan yang cermat

dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Terlalu banyaknya jenis obat yang

tersedia dapat memberikan masalah tersendiri dalam praktik, terutama

menyangkut pemilihan dan penggunaan obat secara benar dan aman (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan, 2008).

Penggunaan obat yang tidak tepat merupakan salah satu masalah pada

pusat pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama untuk penggunaan obat-

obat jantung dapat meningkatkan resiko yang berakibat fatal.

Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti ingin mengetahui

pengaruh penggunaan obat baik berdasarkan jumlah obat maupun jenis obat

pada pasien PJK di ruang perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo.

Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan kejadian penyakit jantung

koroner masuk dalam sepuluh besar peringkat penyakit yang diderita pasien

di rumah sakit tersebut. Selain itu Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar merupakan tempat rujukan tertinggi untuk

Page 23: MUNAWWARAH P1503215004

masyarakat Kota Makassar pada khususnya di dalam dan di luar Kota

Makassar pada umumnya.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pengaruh penggunaan obat yang meliputi jumlah obat dan

jenis obat terhadap outcome diantaranya lama rawat inap, mortalitas dan

perkembangan penyakit pada pasien penyakit jantung koroner di ruang

perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini diantaranya:

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh penggunaan obat terhadap outcome

pada pasien penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU Pusat

Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar pada tahun 2017.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh jumlah obat yang diberikan kepada

pasien penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan obat

meliputi : lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit.

b. Untuk mengetahui pengaruh jenis obat yang paling banyak digunakan

oleh pasien penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan

Page 24: MUNAWWARAH P1503215004

obat meliputi: lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan

penyakit.

c. Untuk mengetahui pengaruh faktor usia dan jenis kelamin pasien

penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan obat

meliputi: lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian secara aplikatif

1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi tenaga

kesehatan dalam memilih obat-obatan yang tepat untuk pasien penyakit

jantung koroner.

2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam membuat kebijakan

tentang obat atau penggunaan obat pada pasien.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam menyusun atau

membuat kebijakan oleh Apartemen Kesehatan dalam penggunaan obat

untuk pasien penyakit jantung koroner di rumah sakit lain yang memiliki

keadaan sama seperti Pusat Jantung Terpadu RS Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

Page 25: MUNAWWARAH P1503215004

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung

1. Anatomi Jantung

Gambar 2.1. Anatomi Jantung

Jantung berukuran kira-kira sebesar genggaman seseorang dan

berbentuk bulat elips dengan berat kurang dari setengah kilogram. Jantung

terletak dibelakang tulang toraks dan bersebelahan dengan paru (marieb,

1994).

Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan paling luar

(epikardium), lapisan miokardium, dan lapisan paling dalam endokardium.

Perikardium terdiri dari 2 lapis membran pelindung. Perikardium viseral

yang tipis atau epikardium terletak pada lapisan paling luar dan merupakan

Page 26: MUNAWWARAH P1503215004

bagian dari dinding jantung. Lapisan kemudian dilanjutkan oleh

perikardium parietal, yang melindungi jantung dari struktur yang

mengelilinginya seperti diafragma dan sternum. Membran perikardial

menghasilkan cairan lubrikasi untuk memudahkan jantung berdenyut

tanpa adanya friksi dengan lapisan perikardial (marieb, 1994).

Miokardium terdiri dari anyaman tebal otot jantung. Miordium ini

diperkuat oleh jaringan pengikat yang padat dan fibrous. Jaringan ini

dikenal dengan sebutan kerangka jantung. Endokardium merupakan

lapisan tipis sel endotelium yang berhubungan langsung dengan ruang

jantung. Jantung memiliki empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,

ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Masing masing ruang tersebut dibatasi

oleh endokardium sehingga darah dapat mengalir dengan baik dalam

jantung. Jantung dilengkapi dengan empat katup agar aliran darah tetap

searah dalam ruang jantung. Katup atrioventrikuler atau katup AV terletak

antara ruang atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi. Katup AV

mencengah aliran balik darah menuju atrium ketika ventrikel berkontraksi.

Katup AV akan terbuka ketika ventrikel berelaksasi dan tertutup ketika

ventrikel berkontraksi. Katup AV kiri yan dikenal dengan katup bikuspidalis

atau katup mitral terdiri dari dua cuspid. Sedangkan katup AV kanan yang

dikenal dengan katup trikuspidalis terdiri dari tiga cuspid. Katup ini

dihubungkan dengan dinding ventrikal oleh choordae tendineae (marieb,

1994).

Page 27: MUNAWWARAH P1503215004

Katup jantung yang lain adalah katup semilunar. Katup semilunar

berada pada 2 arteri yang meninggalkan ventrikel. Oleh karenanya, katup

ini dikenal dengan katup semilunar aorta dan pulmonar. Kedua katup

semilunar ini terdiri dari tiga cupid. Katup semilunar akan terbuka ketika

berkontraksi dan tertutup ketika ventrikel berelaksasi. Katup ini bertugas

untuk mencegah darah dalam arteri mengalir kembali kedalam ventrikel

(marieb, 1994).

Darah dalam jantung tidak secara langsung menyuplai oksigen untuk

miokardium. Miokardium mendapat suplai oksigen melalui arteri koroner

kanan dan kiri. Arteri koroner merupakan percabangan dari aorta

mengelilingi jantung melalui celah atrioventrikular diantara atrium dan

ventrikel. Arteri koroner memiliki beberapa cabang besar yaitu arteri

anterior interventrikular dan arteri marginal di kanan. Arteri koroner dan

cabang-cabang besarnya akan tertekan ketika ventrikel berkontraksi dan

terisi ketika jantung berelaksasi (marieb,1994).

2. Fisiologi Jantung

Jantung mendapatkan suplai darah dari arteri koroner besar yang

mensuplai miokardium dan keluar dari sinus dibelakang katup aorta. Pada

sirkulasi koroner, darah venus akan kembali ke jantung melalui sinus

koroner dan vena kardiak anterior menuju atrium kanan. Namun ada juga

pembuluh darah yang langsung menuju ke jantung. Pembuluh darah

tersebut meliputi pembuluh arterio sinusoidal, menghubungkan arteriol ke

Page 28: MUNAWWARAH P1503215004

jantung, pembuluh thebesian, menghubungkan kapiler ke jantung dan

pembuluh arteriol luminal, merupakan arteri kecil yang langsung menuju

jantung (marieb,1994).

Otot jantung seperti otot rangka akan menekan pembuluh darah

ketika berkontraksi. Tekanan di dalam ventrikel kiri lebih besar dari pada

di aorta selama sistol. Akibatnya, aliran arteri untuk mensuplai

subendokardial dari ventrikel kiri hanya terjadi saat diastol. Pada saat

diastol/rest, jantung mengambil 70-80% kandungan oksigen darah yang

diterima. Konsumsi oksigen hanya meningkat signifikan jika metabolisme

miokardium juga meningkat. Aliran darah koroner juga dipengaruhi oleh

faktor kimiawi dan neural. Adanya hubungan antara aliran darah koroner

dengan kebutuhan oksigen miokardial menunjukkan bahwa satu atau lebih

produk metabolisme menyebabkan vasodilatasi koroner. Faktor-faktor

yang diperkirakan berperan dalam hal ini adalah kurangnya oksigen dan

peningkatan konsentrasi lokal dari CO2, H+, K+, Laktat prostaglandin,

niklotida adenin dan adenosin (marieb,1994).

Arteriol koroner memiliki reseptor adrenergik yang memediasi

vasokontriksi, dan reseptor adrenergik yang memediasi vasodilatasi.

Aktivitas noradrenergik dan injeksi norepinefrin dapat menyebabkan

vasodilatasi koroner. Bagaimanapun norepinefrin meningkatkan denyut

jantung dan tekanan kontraksi jantung sehingga vasodilatasi terjadi karena

produksi metabolit vasodilator akibat aktivitas miokardium meningkat. Efek

Page 29: MUNAWWARAH P1503215004

langsung dari stimulasi noradrenergik adalah konstriksi pembuluh darah

koroner. Stimulasi vagal juga dapat menyebabkan dilatasi koroner

(marieb,1994).

B. Penyakit Jantung Koroner

1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah istilah umum untuk

penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung

(American Heart Association, 2013).

PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung

iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari

akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah

ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health Policy, 2013).

Penyakit Jantung Koroner terjadi ketika zat yang disebut plak

menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner),

penumpukan plak dapat menyebabkan angina, kondisi ini menyebabkan nyeri

dada dan tidak nyaman karena otot jantung tidak mendapatkan darah yang

cukup, seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung, hal ini dapat

menyebabkan gagal jantung dan aritmia (Centers for Disease Control and

Prevention, 2009).

PJK adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri

jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ

tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat

Page 30: MUNAWWARAH P1503215004

memompa darah ke seluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat

keseimbangan antara pasokan dan pengeluaran. Jika pembuluh darah koroner

tersumbat atau menyempit, maka pasokan darah ke jantung akan berkurang,

sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan zat

makanan dan oksigen, makin besar persentase penyempitan pembuluh

koroner makin berkurang aliran darah ke jantung, akibatnya timbullah nyeri

dada (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan& Kesehatan, 2009).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh

darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan

pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau

kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol

dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini

sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada (Davidson, 2003).

2. Arteri Koroner

Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi

tubuh, sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah

dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah

adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung

oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang perlu

dibuang (Virtual Medical Centre, 2013).

a. Struktur Jantung

Page 31: MUNAWWARAH P1503215004

Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk

kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm, terletak di

antara dua paru-paru di sebelah kiri dari tengah dada, memiliki empat

ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel kiri dan ventrikel kanan

(Virtual Medical Centre, 2013).

Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Virtual

Medical Centre, 2013)

b. Arteri Koroner

Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang

keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery,

dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya melingkari

jantung seperti crown (mahkota corona). Arteri koroner meninggalkan

aorta lebih kurang ½ inci di atas katup semilunar aorta, Left main coronary

artery bercabang menjadi dua, yaitu left anterior descendens yang

memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum

ventrikel dan muskulus papillaris anterior, sementara left circumflex

memberikan perdarahan pada area lateral ventrikel kiri dan area right

coronary artery dominan kiri. Right coronary artery memberikan

perdarahan pada SA node, AV node, atrium kanan, ventrikel kanan,

ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris

posterior (Kasma, 2011).

3. Patogenesis Plak Aterosklerosis

Page 32: MUNAWWARAH P1503215004

Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu:

intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel

endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi

seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan berat 1,5 kg.

Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya menyediakan lapisan

nontrombogenik dengan menutupi permukaannya dengan sulfat heparan dan

melalui produksi derivat prostaglandin seperti prostasiklin yang merupakan

suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet, rusaknya lapisan

endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis sebagaimana yang akan

dijelaskan dibawah ini.

Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya

aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan

response to injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah

mengenai response to injure hypothesis sebagai berikut:

a. Stage A : Endothelial Injure

Endotelial yang licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran

darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan memudahkan

masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke

dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit

dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet

(platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation).

b. Stage B : Fatty Streak Formation

Page 33: MUNAWWARAH P1503215004

Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-

kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri.

Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan

dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel, lesi ini mulai

tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna

kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah

sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam

bentuk ester cholesterol.

c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation

Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup

jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu

Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque (Kasma, 2011).

Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada

plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan

dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis

lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan

lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak

atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau

penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi

perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat

sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul

berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses

Page 34: MUNAWWARAH P1503215004

aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.

Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis

yang bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA (Gambar

2.2).

Gambar 2.2. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis.

4. Patofisiologi PJK

Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar

dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil,

monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel),

dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering

terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. Langkah

pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan

Page 35: MUNAWWARAH P1503215004

endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel

atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas

terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida,

sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak

menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak

pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi

dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,

serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin

proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih

banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses

pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang

berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus

inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah

putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang

bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah

putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai

berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial,

monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap

melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori

juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos

tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat

akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada

Page 36: MUNAWWARAH P1503215004

tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera

dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai

terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan

jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil

akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan

parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot

polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila

kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak

dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen,

dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-

sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi

kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan

menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium

dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika

kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan

iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang

di kenal sebagai miokard infark (Corwin, 2009).

5. Gejala PJK

Gejala PJK yang biasanya timbul adalah:

1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan

tercekik. Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri, leher,

Page 37: MUNAWWARAH P1503215004

bahkan menembus ke punggung. Nyeri dada merupakan keluhan yang

paling sering dirasakan oleh penderita PJK.

2. Sesak nafas

3. Takikardi

4. Jantung berdebar-debar

5. Cemas

6. Gelisah

7. Pusing kepala yang berkepanjangan

8. Sekujur tubuhnya terasa terbakar tanpa sebab yang jelas

9. Keringat dingin

10. Lemah

11. Pingsan

12. Bertambah berat dengan aktivitas.

Tapi kebanyakan orang yang menderita PJK tidak mengalami beberapa

gejala di atas, tiba-tiba saja jantung bermasalah dan dalam kondisi yang kronis

(UPT-Balai Informasi Teknologi lipi, 2009).

6. Klasifikasi PJK

Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai

berikut:

1. Angina Pektoris Stabil

Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu

ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan

Page 38: MUNAWWARAH P1503215004

yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres

emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan

obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah

rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang merupakan hasil dari

ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard.

Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri

koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011).

2. Angina pektoris tak stabil

Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (jenis ekuivalen

ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal

berikut;

a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir

setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin).

b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset

baru (dalam 1 bulan).

c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih

sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat

datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).

Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu

dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan

kondisi lebih kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan

Page 39: MUNAWWARAH P1503215004

bagian dari sindrom koroner akut, dimana tidak ada pelepasan enzim dan

biomarker nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA)

cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang

dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin

sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup

otot jantung. Kadang-kadang obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung

selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA

memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yantu:

1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI)

Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang

disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan

ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan

oksigen. Pada non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak

menyebabkan oklusi menyeluruh pada lumen arteri koroner. Non STEMI

memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan angina tidak

stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non

STEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak stabil

menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker

jantung.

2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)

Page 40: MUNAWWARAH P1503215004

STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara

mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada

sebelumnya (Kasma, 2011).

7. . Komplikasi PJK

Adapun komplikasi PJK adalah:

1. Disfungsi ventricular

2. Aritmia pasca STEMI

3. Gangguan hemodinamik

4. Ekstrasistol ventrikel

5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel

6. Syok kardiogenik

7. Gagal jantung kongestif

8. Perikarditis

9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010).

8. Epidemiologi PJK

PJK merupakan penyakit tidak menular (noncommunacable disease)

yang tidak hanya menyerang laki-laki saja, namun wanita juga berisiko,

meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur >

65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita (Supriyono,

2008).

Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri,

lebih tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern,

Page 41: MUNAWWARAH P1503215004

dengan pola hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli

negara maju, tetapi juga di negara yang sedang berkembang yang

menunjukkan kecendrungan peningkatannya sesuai dengan kecundrungan

modernisasi masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit

jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya

tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum

alkohol yang berlebihan (Bustam, 2007).

Menurut PERKI (2004), PJPD saat ini menempati urutan pertama

sebagai penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan hasil survei kesehatan

rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh departeman

kesehatan menunjukkan bahwa PJPD memberikan kontribusi sebesar 19,8%

dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi

24,4% pada tahun 1998 (Muttaqin, 2009).

9. Etiologi

Penyebab penyakit jantung koroner secara umum dibagi atas dua,

yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis,

tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.

Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen

miokardium dengan masukannya.

Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan

oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan

vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan

Page 42: MUNAWWARAH P1503215004

kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia

terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan

eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga

sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul (Davidson, 2003).

Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari

angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi

(sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya

mempunyai penyumbatan atau penyempitan minimal. Biasanya ruptur

terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intinya yang normal.

Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan

menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh

darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST,

sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan

stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Gray, 2005).

Namun yang berperan penting dalam proses yang mendorong

terjadinya penyakit jantung koroner adalah faktor-faktor risiko PJK.

Berdasarkan survei Lembaga Lembaga Joint National Committe 7 (JNC 7)

dan National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel

(NCEP ATP) tentang Penyakit Jantung Koroner, terdapat dua faktor resiko

PJK, yaitu faktor yang dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat

dikendalikan (NIH, 2002).

Page 43: MUNAWWARAH P1503215004

Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau modifiable risk factors

terdiri atas kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi (hipertensi),

dislipidemia, penyakit diabetes melitus, aktivitas fisik dan obesitas. Faktor

risiko yang tidak dapat dikendalikan atau non-modifiable risk factors terdiri

atas keturunan, usia dan jenis kelamin (NIH, 2002).

Pria mempunyai risiko 2-3 kali daripada wanita. Pada pria insidensi

tertinggi kasus PJK pada usia 50 – 60 tahun, sedangkan pada wanita pada

usia 60 – 70 tahun. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak

dinding (endotel) pembuluh darah sehingga dapat terbentuk timbunan

lemak yang akhirnya terjadi penyumbatan pembuluh darah. Pada laki-laki

usia pertengahan (45-65 tahun) dengan kadar profil lipid yang tinggi

(kolesterol total : >240 mg/dl, trigliserida: >200 mg/dl, kolesterol HDL: <40

mg/dl, kolesterol LDL : >160 mg/dl) risiko terjadinya PJK akan meningkat.

(Bahri, 2004 & Supriyono, 2008).

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma

langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga

memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner) yang

merupakan penyebab PJK. Diabetes melitus dapat meningkatkan risiko

gangguan terhadap banyak sistem sirkulasi termasuk CHD (Coronary Heart

Disease) (Bahri, 2004 & Supriyono, 2008).

Page 44: MUNAWWARAH P1503215004

Gambar 2.3. Etiologi Penyakit Jantung Koroner

10. Faktor Risiko PJK

Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui

interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi

(nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable

factors), Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu; merokok, aktivitas fisik, diet,

dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM. Sedangkan faktor yang tidak

dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit

keluarga (Bender et al, 2011).

Faktor-faktor risiko dibagi menjadi 2, yaitu faktor yang dapat dirubah dan

tidak dapat diubah.

Page 45: MUNAWWARAH P1503215004

1) Faktor resiko yang dapat diubah:

(a) Bentuk badan

Hasil riset ukuran tubuh yang tidak proporsional menurut ahli

kesehatan masyarakat di Universitas Bristol, Inggris Davey Smith,

bahwa responden yang memiliki bentuk badan yang tidak proporsional

mempunyai kandungan lemak darah, kolesterol dan trigliserida yang

relatif tinggi sehingga berkaitan dengan resiko penyakit jantung koroner

(Tara dan Soetrisno, 2004).

Berat badan dikatakan normal bila berat badan untuk tinggi

badan tertentu yang secara stastistik dianggap paling baik untuk

menjamin kesehatan dan umur panjang (Soeharto, 2004).

(b) Merokok

Peranan merokok terhadap penyakit jantung koroner dan penyakit

kardiovaskuler yang lain dapat ditelusuri dari kenyataan-kenyataan

sebagai berikut.

(1) Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat

seperti andrenalin. Zat ini merangsang denyutan jantung dan

tekanan darah.

(2) Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang memiliki

kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin)

untuk menarik atau menyerap oksigen ke jaringan-jaringan

termasuk jantung.

Page 46: MUNAWWARAH P1503215004

(3) Merokok dapat menyembunyikan angina,yaitu sakit di dada yang

dapat memberi sinyal adanya sakit jantung tanpa adanya sinyal

tersebut penderita tidak sadar bahwa ada penyakit berbahaya yang

sedang menyerangnya, sehingga tidak mengambil tindakan yang

diperlukan (Soeharto, 2004).

(c) Dislipedemia

Suatu kelainan kadar lemak dalam darah, seperti kenaikan kadar

kolesterol total, kolesterol HDL. Konsumsi lemak dan kolestrol yang

tinggi akan menaikan kadarnya di dalam darah, pada akhirnya

berdampak terjadinya aterosklerosis (Pratiwi, 2004).

(d) Peningkatan oksidasi LDL

Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL) di dalam darah dapat

mengendap di dinding arteri menjadi padat yang terdiri dari campuran

kalsium, fibers dan zat-zat lain yang kesemuanya disebut plak (plaque).

Terbentuknya plak tersebut menyebabkan aterosklerosis. Makin besar

kadar LDL di dalam darah, resiko penyakit jantung koroner semakin

tinggi (Soeharto, 2001).

(e) Obesitas

Pada prinsipnya obesitas disebabkan oleh kalori yang dimasukan

ke dalam tubuh lebih banyak dari pada kalori yang dikeluarkan,

sehingga tidak seimbang. Kelebihan kalori tersebut akan disimpan

dalam bentuk lemak, dan cadangan lemak digunakan bila diperlukan.

Page 47: MUNAWWARAH P1503215004

Namun, bila kelebihan kalori yang masuk terjadi terus-menurus, maka

lemak akan menumpuk dan akibatnya tubuh menjadi gemuk. Penyebab

kegemukan bias karena kebiasaan makan yang keliru (jumlah berlebih,

komposisi yang tidak tepat), kurang olah raga/aktivitas fisik, kelainan

hormon atau metabolisme, faktor kejiwaan, atau lingkungan (Karyadi,

2002).

(f) Hipertensi (tekanan darah tinggi)

Hipertensi merupakan faktor resiko yang berperanan penting

terhadap Penyakit Jantung Iskemia (PJI), dan proses aterosklerosis

akan dialami sekitar 30% penderita hipertensi. Tekanan darah tinggi

terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri,

dan lama-kelamaan di arteri terjadi proses pengerasan. Proses

pengerasan dan penyempitan di dalam pembuluh darah menyebabkan

aliran darah terhalang, dan resistensi untuk memompa darah menjadi

besar (Karyadi, 2002).

(g) Kurang aktivitas fisik

Melakukan aktivitas fisik teratur memang sangat bermanfaat

dalam memelihara kesehatan jantung, namun bagaimana mekanisme

langsung penurunan insidens Penyakit Jantung Iskemia (PJI) dan

aterosklerosis melalui latihan fisik belum diketahui secara pasti.

Namun, manfaat yang diperoleh dari latihan fisik teratur antara lain

adalah pengendalian kadar kolesterol dan peningkatan pengeluaran

Page 48: MUNAWWARAH P1503215004

energi. Kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida dalam darah

menurun, sedangkan HDL meningkat secara bermakna bila

melakukan aktivitas fisik/olah raga secara teratur. Selain itu, pada

seseorang yang biasa melakukan olah raga secara teratur, diameter

pembuluh darah jantung tetap terjaga, sehingga kesempatan

terjadinya pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat

dihindari (Karyadi, 2002).

(h) Hiperglikemia dan diabetes mellitus

Angka kematian karena Penyakit Jantung Iskemia (PJI)

meningkat 40–70% pada penderita penderita diabetes, dan

diabetes menyebabkan terjadinya aterosklerosis lebih dini.

Penderita diabetes wanita, memiliki risiko terkena Penyakit Jantung

Iskemia (PJI) 3–7 kali dibandingkan dibandingkan dengan wanita

yang tidak menderita diabetes. Sedangkan wanita penderita

diabetes memiliki risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI) 2

kali dibandingkan pria penderita diabetes, dan penderita diabetes

wanita yang menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI) memiliki

prognosis yang lebih buruk dari pada pria. Penyakit diabetes

mellitus (kencing manis) disebabkan oleh ganguan produksi insulin,

yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Apabila kadar insulin

berkurang dalam darah, gula darah tidak dapat diubah menjadi

energi dan tidak dapat digunakan oleh jaringan di dalam tubuh.

Page 49: MUNAWWARAH P1503215004

Karena gula darah tidak dapat diproses menjadi energi, maka pada

penderita diabetes mellitus, energi diproses melalui metabolisme

lemak dan protein. Akibatnya, dari metabolisme lemak dan protein,

kolesterol yang terbentuk dapat menumpuk di pembuluh darah tepi.

Kontrol gula darah melalui obat, diet, dan olah raga dapat

membantu menekan risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI)

pada penderita diabetes (Karyadi, 2002).

(i) Peningkatan trombosis

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis

antara lain yaitu beratnya kerusakan plak, perubahan pada bentuk,

plak kaya lemak, penyempitan pembuluh darah, mer okok, stres,

peningkatan lipoprotein (a) dan kolesterol, peningkatan

homosistein, trombosit dan pembekuan yang teraktivasi. Terjadinya

trombosis diawali dengan proses aterosklerosis. Plak aterosklerosis

yang menyempit, lalu bila terjadi trauma pada plak akan terjadi

erosi/ruptur yang diikuti oleh respons penggumpalan darah

(koagulasi) dan trombosist (Karyadi, 2002).

(j) Kadar homosistein yang tinggi

Mutasi dari enzim yang berperanan pada akumulasi

homosistein dalam darah berkaitan erat dengan trombosis sebagai

salah satu risiko terjadinya Penyakit Jantung Iskemia (PJI)

Walaupun mekanisme secara pasti yang menerangkan peranan

Page 50: MUNAWWARAH P1503215004

homosistein terhadap risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI) belum

jelas, namun suatu penelitian mengungkapkan bahwa seorang

dengan dengan hiperhopmosistemia memiliki risiko 30 kali lebih

besar menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI) dini dibandingkan

dengan seorang dengan kadar homosisteinyang normal (Karyadi,

2002).

2) Faktor yang tidak dapat diubah :

(a) Jenis kelamin

Perbandingan pria dan wanita, pria lebih besar terkena penyakit

jantung koroner dibandingkan wanita. Namun pada masa menopause

wanita risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat. Hal ini berkaitan

dengan hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi

pembuluh darah dari kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis

(Karyadi, 2002).

Penyakit jantung pada perempuan terjadi sekitar 10-15 tahun lebih

lambat daripada laki-laki dan risiko meningkat setelah menopause.

Insidens penyakit jantung pada perempuan premenopause sangat rendah,

setelah menopause, terjadi peningkatan faktor risiko aterogenik. Hal ini

berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen diikuti dengan disfungsi

endotel arteri koroner yang ditandai dengan berkurangnya vasodilatasi

normal sebagai respon terhadap faktor stress, sehingga insidennya

cenderung meningkat (Antman & Braundwald, 2010).

Page 51: MUNAWWARAH P1503215004

(b) Usia

Semakin bertambah usia, risiko terkena PJK semakin tinggi, yang

pada umumnya dimulai pada usia 40 tahun ke atas (Karyadi, 2002).

Penyebab penyakit jatung koroner diantaranya adalah faktor usia

dan jenis kelamin, dengan angka kejadian pada laki-laki jauh lebih

banyak dibanding pada perempuan akan tetapi kejadian pada

perempuan akan meningkat setelah menopause sekitar usia 50 tahun.

Hal ini disebabkan karena hormon estrogen memiliki efek proteksi

terhadap terjadinya arterosklerosis, dimana pada orang yang berumur >

65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita.

Bertambahnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK,

karena pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan

berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.

Perubahan yang paling dini dimulai pada usia 20 tahun pada pembuluh

arteri koroner. Arteri lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun,

terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan

bertambahnya umur. Hasil penelitian didapatkan hubungan antara umur

dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan

bertambahnya umur (Supriyono, 2008).

(c) Keturunan (genetik)

Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah

55 tahun, merupakan salah satu faktor risiko yang perlu

Page 52: MUNAWWARAH P1503215004

dipertimbangkan. Dilaporkan bahwa faktor-faktor risiko Penyakit

Jantung Iskemia (PJI) yang diturunkan seperti hiperkolesterolemia,

penyakit darah tinggi, atau kencing manis (diabetes). Gaya hidup dan

kebiasaan didalam keluarga juga berperanan, seperti pola makan sejak

kecil, atau merokok sejak usia muda, sehingga pada masa dewasa

menjadi faktor risiko terkena penyakit jantung koroner. Selain faktor

keturunan yang meningkatkan risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI),

beberapa faktor genetik dari keluarga justru memberi perlindungan

seperti HDL dan lipoprotein (Karyadi, 2002).

3) Faktor psikososial

(a) Status sosial ekonomi yang rendah

Tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan yang tidak

menguntungkan, dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga dapat

memberikan gangguan emosional yang terwujud dalam konsumsi makan

yang berlebihanan stres.

(b) Stres

Stres dan kecemasan mempengaruhi fungsi biologis tubuh. Pada

saat stres, peningkatan respons saraf simpatik, memicu peningkatan

tekanan darah dan terkadang disertai dengan peningkatan kolesterol

darah, sehingga orang yang mudah stres akan berisiko terkena penyakit

jantung koroner dibandingkan dengan yang tidak mudah mengalami stres

(Karyadi, 2002).

Page 53: MUNAWWARAH P1503215004

(c) Tipe kepribadian A

Tipe kepribadian A lebih rentan terhadap stres karena mereka lebih

agresif,ambisius, terburu-buru, perfeksionis, selalu tidak puas dan gila

kerja (workaholic). Terkadang seorang dengan tipe A sulit untuk bersikap

santai, dan cenderung cepat marah sehingga mudah terkena tekanan

darah tinggi dan berdampak buruk bagi jantung (Karyadi, 2002).

4) Faktor geografik

(a) Iklim dan musim

Kadar kolesterol pada musim dingin menunjukan peningkatan

akibat pola konsumsi makan yang banyak mengandung lemak,

karbohidrat, protein berlebih dan diimbangi kurnganya aktivitas.

(b) Pengkonsumsi minuman ringan

Masukan minuman ringan berlebih menyebabkan peningkatan

trigliserida dalam plasma, hati dan meningkatkan tekanan darah (Krisnatuti

dan Yenrina,1999).

11. Pencegahan PJK

Untuk berhasilnya upaya pencegahan PJK, tidak hanya diperlukan

tenaga medis semata, namun perlu adanya kerja-sama dengan penderita, niat

yang kuat dari penderita, kesadaran keluarga, lingkungan dan pekerjaan

sangat penting untuk berhasilnya usaha ini. Pencegahan yang berhasil akan

dapat menghemat biaya dari pemondokan di rumah sakit, tindakan intervensi

jantung baik untuk diagnosa maupun terapi bahkan tindakan operasi jantung

Page 54: MUNAWWARAH P1503215004

dan belum lagi menurunnya kemampuan fisik setelah menderita serangan

jantung (Martohusodo, 2007).

Penanggulanagan PJK baik dengan obat-obatan atau dengan tindakan

lain belum memberi hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, usaha

pencegahan adalah yang paling penting untuk menaggulang PJK.

Pencegahan PJK dapat dibagi menjadi Pencegahan primer dan pencegahan

sekunder. Pencegahan primer adalah usaha menjaga agar orang tidak

menderita PJK, usah pencegahan ini harus sudah di mulai sejak dini, yaitu

pada masa remaja karena seperti yang telah di ketahui bahwa fatty streat atau

proses awal aterosklerosis sudah ditemukan pada usia remaja, sedangkan

Pencegahan sekunder adalah usaha yang dilakukan agar tidak terjadi

serangan jantung dengan segala komplikasinya bagi mereka yang sudah

terkena PJK.

Berhubung aterosklerosis pada arteri koroner dipicu oleh berbagai

faktor risiko seperti stres, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain yang

semuanya dapat diperoleh dengan mengubah gaya hidup yang meterialistis,

konsumtif dan hedonistis (Kabo, 2008).

Dalam pencegahan PJK ada 4 tingkatan yaitu:

1. Pencegahan Primordial (Pre Primary Prevention)

Pencegahan primordial adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah

munculnya faktor predisposisi PJK pada suatu wilayah dimana belum

tampak adanya faktor yang menjadi risiko PJK (Bustam, 2007). Dalam Noor

Page 55: MUNAWWARAH P1503215004

(1997), Upaya pencegahan primordial dapat berupa kebijaksanaan nutrisi

nasional dalam sektor agrokultural, industri makanan, impor dan ekspor

makanan, penanganan konprehensif rokok, pencegahan hipertensi dan

promosi aktivitas fisik/olah raga (Nasution, 2012).

2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)

Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan PJK sebelum

seseorang menderita. Dilakukan dengan pendekatan komuniti berupa

penyuluh faktor risiko PJK terutama pada kelompok risiko tinggi.

Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap

berkembangnya proses atherosklerosis secara dini (Bustam, 2007).

Untuk mencegah berkembangnya atherosklerosis maka ada hal yang harus

dilakukan yaitu:

1. Diet

Adapun metode diet yang benar adalah:

a. Baca label makanan dan minuman yang dibeli untuk menentukan

pilihan yang terbaik

b. Minimalisir asupan makanan dan minuman yang menggunakan

pemanis tambahan

c. Batasi porsi makan

d. Pilih produk-produk non-fat

e. Kurangi penggunaan garam dalam makanan dan hindari makanan

yang asin, konsumsi makanan tinggi serat dan kaya antioksidan

Page 56: MUNAWWARAH P1503215004

f. Tingkatkan konsumsi kacang kedelai, kacang-kacangan, ikan Salmon,

alpukat, bawang putih, bayam, margarin dari minyak biji bunga kanola

dan teh

g. Konsumsi ikan sedikitnya dua kali seminggu.

2. Pola hidup sehat

a. Berolah raga secara teratur

b. Menjaga berat badan yang sehat

c. Mengurang jumlah alkohol

d. Hindari merokok dan asap rokok (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi

pangan dan Kesehatan, 2009).

3. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)

Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada penderita

yang sudah tekena PJK agar tidak berulang atau menjadi lebih berat. Disini

diperlukan perubahan pola hidup (terhadap faktor-faktor yang dapat

dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita

PJK. Pencegahan tingkat ketiga ini ditujukan untuk mempertahankan nilai

prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas (Bustam, 2007).

Untuk menghindari terjadinya penyakit yang lebih parah atau komplikasi

yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan penegakan diagnosa dengan

cepat dan tepat seperti:

a) Riwayat/Anamnesis

Page 57: MUNAWWARAH P1503215004

Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat, tepat dan

didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik,

gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim

jantung. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari

sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina

sebagai berikut:

1. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial

2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,

seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir

3. Penjalaran ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / dan dapat

juga ke lengan kanan

4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat

5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah

makan

6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan

lemas. Berat ringannya nyeri bervariasi sehingga sulit untuk

membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan STEMI.

Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri

akut, gejala yang tidak tipikal seperti: rasa lelah yang tidak jelas, nafas

pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat

terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia.

Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko

Page 58: MUNAWWARAH P1503215004

kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis

(Departemen Kesehatan, 2006)

Tabel 2.1. Tiga Penampilan Klinis Umum Penderita PJK

No Patogenesis Penampilan Klinis

1 Angina saat istirahat Angina terjadi saat istirahat dan terus

menerus, biasanya lebih dari 20 menit

2 Angina pertama kali Angina yang pertama kali terjadi, setidaknya

CCS Kelas III

3 Angina yang meningkat Angina semakin lama makin sering,

semakin lama dan lebih mudah tercetus

Sumber : Departemen Kesehatan, 2006

b) Pemeriksaan Fisik

Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor

pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari NSTEMI seperti:

hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat,

kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan

disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan

prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler

perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan penderita PJK

(Depkes, 2006).

c) Pameriksaan Penunjang/Pemeriksaan Diagnostik PJK

Page 59: MUNAWWARAH P1503215004

Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan

pemeriksaan penunjaung diantaranya:

a. EKG

EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang

Gambaran diagnosis dari EKG adalah :

1. Depresi segmen ST > 0,05 mV

2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang

T yang simetris di sandapan prekordial dilakukan saat sedang nyeri

dada sangat bermanfaat.

Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan

aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika

ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak

menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan

pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan

secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:

1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa

inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri,

tidak dijumpai gelombang Q

2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam

(Kulick, 2014).

b. Chest X-Ray (foto dada)

Page 60: MUNAWWARAH P1503215004

Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal

jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014).

c. Latihan tes stres jantung (treadmill).

Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak

digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung,

irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner

mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan

segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014).

d. Ekokardiogram

Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan

gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua

bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa.

Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung

atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri

koroner (Mayo Clinik, 2012).

e. Kateterisasi jantung atau angiografi

Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif

minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh

darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini

disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau

intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini

Page 61: MUNAWWARAH P1503215004

adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila

ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012).

f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)

Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi

Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu

memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan

melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar

arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk

mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner.

Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK

(Mayo Clinik, 2012).

g. Magnetic resonance angiography (MRA)

Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan

dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa

adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak

sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).

h. Pemeriksaan biokimia jantung (profil jantung)

Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)

mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI

dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino

dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada

TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi

Page 62: MUNAWWARAH P1503215004

risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari.

Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting

dari nekrosis miokard, risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segment

elevasi ST namun mengalami peningkatan nilai CKMB (Depkes, 2006).

3. Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention)

Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya komplikasi yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam

tingkatan ini berupa rehabilitasi jantung, program rehabilitasi jantung ditujukan

kepada penderita PJK, atau pernah mengalami serangan jantung atau pasca

operasi jantung (Bustam, 2007).

12. Pengobatan jantung Koroner

Suatu terobosan baru dari Dean Ornish pada tahun 1996 melaporkan

bahwa perubahan gaya hidup termasuk olah raga, merokok, pola makan

seimbang, pengendalian stres secara terkontrol terbukti dapat memulihkan

penyakit jantung koroner dengan hilangnya plak aterosklerosis tanpa obat-

obatan dan tindakan operasi. Namun, penerapan teori ini di kalangan

masyarakat pada umumnya masih sulit dilakukan (Karyadi, 2002).

Beberapa golongan obat digunakan untuk mengatasi dan mencegah

serangan jantung berulang. Obat-obat tersebut antara lain:

a. Golongan nitrat

Obat golongan ini untuk mengatasi serangan angina, pemberian tablet

langsung dimasukkan di bawah lidah, sehingga dapat segera diabsopsi dan

Page 63: MUNAWWARAH P1503215004

efeknya untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit, sehingga aliran

darah menjadi lancar dan rasa sakit dada berkurang (Karyadi, 2002).

b. Golongan salisilat

Obat golongan ini diberikan untuk penderita angina, untuk mencegah

serangan jatung lebih lanjut, obat berkerja untuk mengencerkan darah dan

sebagai anti platelet, sehingga mencegah terjadinya bekuan darah yang dapat

memblok aliran darah di pembuluh darah koroner (Karyadi, 2002).

c. Golongan penyekat beta (beta bloker)

Beta bloker diberikan pada penderita angina, karena cara kerjanya

menghanbat efek adrenalin pada reseptor beta yang terdapat di jantung, paru-

paru dan pembuluh darah. Efek obat golangan ini untuk memperlambat denyut

jantung dan menurunkan tekanan darah terutama pada waktu melakukan

kegiatan fisik. Pemberian beta bloker, dapat meningkatkan aktivitas fisik dan

dapat dihindari (Karyadi, 2002).

d. Golongan antagonis kalsium

Golongan obat ini menimbulkan perbaikan penyediaan darah koronaria

ke rasio kebutuhan miokardium. Penghambatan masuknya kalsium sangat

bermafaat sebagai terapi awal masuknya kalsium sangat bermafaat sebagai

terapi awal bila diduga ada spasme koronaria, sebagai terapi tambahan pada

angina pektoris stabil yang parah atau bila obat penghambat beta-adregenik

atau tidak dapat di tolerir (Chung dan Edward, 1995).

e. Diuretik

Page 64: MUNAWWARAH P1503215004

Diuretik menambah ekskresi garam dan air ke dalam urine, jadi

mengurangi jumlah cairan dalam sirkulasi dan dengan demikian menurunkan

tekanan darah. Diuretik efektif dalam perawatan kegagalan jantung. Sebagian

besar diuretik menyebabkan pertambahan ekskresi kalsium tubuh. Kehilangan

kalsium dapat dinetralkan dengan makan makanan yang kaya kalsium, atau

dengan makan tambahan kalsium (Soeharto, 2001).

f. Digitalis

Obat-obat digitalis menambahkan kekuatan kontraksi otot jantung,

sehingga dapat memperbaiki kemampuan jantung yang melemah. Obat-

obattersebut juga digunakan sebagai obat antiaritmia karena memperlambat

transmisi impuls elekris. Obat-obat digitalis dipakai dalam perawatan

kegagalan jantung,sering dikombinasikan diuretika (Tjay dan Rahardja, 2002).

g. Obat antiaritmia

Obat-obat antiaritmia dipakai pada perawatan dan pencegahan aritmia

jantung. Beta blockers bekerja dengan menghambat oksi andrenalin terhadap

reseptor beta (penerima, ujung syaraf atau indera penerima rangsang) pada

jantung. Ini mengakibatkan perlambatan denyutan jantung (Soeharto, 2001)

h. Obat anti-hipertensi

1) Centrally acting drugs

Obat-obat yang bekerja secara sentral bekerja dengan

menghambat transmisi impuls didalam sistem syaraf otonomik. Dengan

demikian menyebabkan pelebaran arteri sekeliling, sehingga

Page 65: MUNAWWARAH P1503215004

menurunkan tekanan darah. Contoh buatan komersial ialah Aldomet,

Catapres, Ismelin dan serpasil (Soeharto, 2001).

2) Vasodilator

Vasodilator menurunkan tekanan darah dengan merelaksasikan

otot-otot halus sekeliling, yang menyebabkan mereka untuk melebar,

menghasilkan reduksi tekanan terhadap aliran darah sehingga

menurunkan tekanan darah, contoh buatan komersial Apresoline dan

minipress (Soeharto, 2001).

3) Penghambat ACE

Angiostension II adalah zat yang terjadi secara alami yang

menyebabkan naiknya tekanan darah melalui dua mekanisme konstriksi

(penyempitan) arteri sekeliling dan retensi (penyimpangan) garam dan

air. Penghambatan ACE menurunkan tekanan darah dengan

menghambat produksi angiotension II (Siauw, 1994).

i. Antikoagulan

Antikoagulan (pengencer darah) bekerja mencegah pembentukan

gumpalan darah di dalam sistem sirkulasi yaitu untuk pencegahan

pembentukan gumpalan darah di dalam jantung dan pembuluh darah. Contoh

buatan komersial ialah warfarin (Soeharto, 2001).

j. Obat untuk menurunkan kolesterol

Page 66: MUNAWWARAH P1503215004

Obat-obat untuk menurunkan kolesterol dibuat untuk mengurangi

tingkat kolesterol darah dianggap terlalu tinggi dan yang berhubungan

dengan naiknya resiko penyakit jantung koroner (Karyadi, 2002).

k. Obat antiplatelet

Obat-obat antiplatelet mengurangi kelengketan platelet (sel-sel darah

yang kecil sekali yang mempunyai fungsi penting dalam mekanisme

pengumpalan darah) dan oleh sebab itu mengurangi kecenderungan untuk

pembentukan gumpalan darah (Soeharto, 2001).

Page 67: MUNAWWARAH P1503215004

C. Kerangka Teori Penelitian

Faktor Resiko

Penyakit Jantung

Koroner

Penyakit

Penyerta

Terapi Non

Farmakologi

Terapi

Farmakologi Hasil Outcome

Terapi obat yang

diberikan:

Golongan diuretik

Golongan nitrat

Golngan Beta Bloker

Golongan CCB

Golongan ARB

Anti Kolesterol

Golongan Antiplatelet

Golongan Anti Koagulan

Golongan ACE Inhibitor

Page 68: MUNAWWARAH P1503215004

D. Kerangka Konsep

E. Hipotesis

1. Ada pengaruh jumlah obat yang diberikan kepada pasien penyakit jantung

koroner terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap,

mortalitas dan perkembangan penyakit

2. Ada pengaruh jenis obat yang diberikan kepada pasien penyakit jantung

koroner terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap,

mortalitas dan perkembangan penyakit

3. Ada pengaruh faktor usia dan jenis kelamin pasien penyakit jantung koroner

terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap, mortalitas

dan perkembangan penyakit

Pasien dengan diagnosis

Penyakit Jantung Koroner

Obat:

1. Jumlah Obat 2. Jenis Obat

Jenis kelamin Umur

Outcome :

1. Lama rawat inap 2. Mortalitas

3. Perkembangan penyakit

Page 69: MUNAWWARAH P1503215004

F. Defenisi Operasional

Berikut adalah definisi operasional penelitian ini:

Tabel 2.2. Variabel Dependen Penelitian

No. Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara Ukur Hasil Ukur Skala

1 Lama Rawat

Inap

Adalah masa

perawatan yang

diperlukan oleh

pasien PJK

berdasarkan

anamnase

dokter yang

tertulis pada

kartu status

pasien

Catatan

Medik

Observasi

Catatan

Medik

< 7 hari

≥ 7 hari

Nominal

2 Mortalitas Adalah angka

kematian

pasien PJK

yang terjadi

dalam masa

terapi

pengobatan.

Catatan

Medik

Observasi

Catatan

Medik

Jumlah

pasien

yang hidup

dan

meninggal

Katagorik

3 Perkembangan

Penyakit

Adalah proses

timbulnya

penyakit

diantaranya

gagal jantung

kongestif

selama masa

rawat inap

Catatan

Medik

Observasi

Catatan

Medik

Jumlah

pasien

yang

mengalami

dan tidak

mengalami

gagal

jantung

kongestif

Katagorik

Page 70: MUNAWWARAH P1503215004

Tabel 2.3 Variabel Independen Penelitian

No. Variabel Definisi Alat

Ukur

Cara Ukur Hasil

Ukur

Skala

1 Jumlah

Obat

Adalah banyaknya

obat yang diberikan

untuk terapi

pengobatan PJK

Catatan

Medik

Observasi

Catatan Medik

< 10

≥ 10

Nominal

2 Jenis

Obat

Adalah macam jenis

obat yang diberikan

untuk terapi

pengobatan pasien

PJK

Catatan

Medik

Observasi

Catatan Medik,

meliputi:

• Gol. Diuretik

• Gol. Nitrat

• Gol.

Antiplatelet

• Gol. ACE

inhibitor

• Gol. Anti

Koagulan

• Gol. ARB

• Gol. CCB

• Gol. Beta

Bloker

• Anti

Kolesterol

• Tidak

Menggu

nakan

• Menggu

nakan

Rasio

3 Usia Adalah waktu

seseorang hidup

dihitung dalam

satuan tahun dari

lahir sampai pasien

mengalami PJK

Catatan

Medik

Observasi

Catatan Medik

< 50 tahun

≥ 50 tahun

Nominal

4 Jenis

Kelamin

Adalah ciri organ

reproduksi yang

dimiliki pasien PJK

Catatan

Medik

Observasi

Catatan Medik

Pria

Wanita

Nominal