PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR MUNAWWARAH P1503215004 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG
TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
MUNAWWARAH
P1503215004
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
PENGARUH PENGGUNAAN OBAT TERHADAP OUTCOME PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUANG PERAWATAN CVCU PUSAT JANTUNG
TERPADU RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR
Tesis Sebagai Salah SatuSyarat untuk Mencapai Gelar Master
Program Studi Biomedik
Konsentrasi Farmakologi
Disusun dan Diajukan oleh
MUNAWWARAH
Kepada
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Munawwarah
Nomor Induk Mahasiswa : P1503215004
Program Studi : Biomedik
Konsentrasi : Farmakologi
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilalihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 13 Juni 2017
Yang menyatakan
Munawwarah
PRAKATA
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT
atas segala rahmat, taufik, dan hidayah hingga penulis dapat merampungkan
penelitian dengan judul “pengaruh penggunaan obat pada outcome pasien
penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU pusat jantung terpadu
RSUP Dr. Wahidin sudirohusodo makassar”. Penelitian ini disusun dalam
rangka penyusunan tesis yang menjadi salah satu persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Kesehatan dari Sekolah Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Makassar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih terdapat
kelemahan yang perlu diperkuat dan kekurangan yang perlu dilengkapi, karena
itu, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan, koreksi,
dan saran untuk memperkuat kelemahan dan melengkapi kekurangan
tersebut. Tersusunnya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Yth. Prof. Dr. Peter Kabo,
Ph.D.,Sp.FK selaku Ketua Komisi Penasehat, Yth. Prof. Dr. M. Natsir
Djide,M.Si, Apt. selaku Anggota Komisi Penasehat, yang berkenan memberi
bimbingan, arahan, dan masukan bagi tersusunnya tesis yang layak untuk
disajikan. Yth. dr. Danny Suwandi, Ph.D, Yth. Prof. Dr. Rosdiana Natsir, Ph.D.
dan Yth. Dr. dr. Burhanuddin, MS. sebagai penguji yang telah memberikan
banyak saran dan masukan dalam penyempurnaan tesis ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Yth. Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar ; Prof. Dr. Dwia Aries Tina
Pulubuhu, MA.
2. Yth. Direktur Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin,
Makassar ; Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H, M.S.
3. Yth. Ketua Program Studi Biomedik Pascasarjana Universitas
Hasanuddin, Makassar ; Dr. dr. Andi Mardiah Tahir, Sp.OG (K).
Ucapan Terimakasih kepada Staf dan peneliti di Pusat Jantung Terpadu
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo dan angkatan 2015
Pascasarjana Program Studi Biomedik Konsentrasi Farmakologi (Amran Nur,
Suwahyuni Mus, Hilda Wiryanthi Suprio dan dan Adam Tandi) atas
kebersamaan, bantuan, dan dorongan moril kepada penulis. Kepada orang tua
tercinta, ayah, dr. H. Halil Tahir, ibu, Dra. Hj. Suryani Sirajuddin dan mertua
dr.H.Minhajuddin M.Kes (Alm) dan dr. Hj. Rostina Lahaji M.Kes beserta
keluarga besar yang senantiasa menjadi inspirasi, doa, dan dukungan selama
berlangsungnya masa perkuliahan hingga memasuki masa penyelesaian
perkuliahan. Terspesial kepada pendamping hidupku Misbahussururi Liassa
Pratama S.Farm, Apt dan anandaku A. Malik Zafran Sururi yang menjadi
motivasi dan senantiasa memberi dukungan dan doa selama menyelesaikan
tugas akhir ini. Semua pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, yang
telah membantu kegiatan penelitian, atas perhatian, perkenan dan bantuan
yang telah diberikan hingga tersusunnya tesis ini, semoga Allah SWT
memberikan pahala yang layak dan melimpahkan karunia-Nya atas bantuan
baik lahir maupun batin kepada penulis. Aamiin.
Makassar, 13 Juni 2017
Munawwarah
ABSTRAK
MUNAWWARAH, Pengaruh Penggunaan Obat Terhadap Outcome Penyakit Jantung Koroner di Ruang Perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar (Dibimbing oleh Peter Kabo dan H. M. Natsir Djide)
Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jumlah obat, jenis obat, usia dan jenis kelamin pasien penyakit jantung koroner (PJK) terhadap outcome meliputi lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berupa penelusuran data secara retrospektif yang melibatkan 48 pasien. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik melalui tabulasi silang yang dilanjutkan dengan uji chi-square.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara jumlah obat yang diberikan terhadap lama rawat inap pasien penyakit jantung koroner. Sedangkan untuk kasus mortalitas dan proses perkembangan penyakit, tidak ada pengaruh yang signifikan antara jumlah obat yang diberikan terhadap mortalitas dan proses perkembangan penyakit. Jenis obat yang paling banyak digunakan dalam terapi adalah golongan obat anti-platelet, anti-kolesterol, diuretik, CCB dan nitrat. Seluruhnya mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap lama rawat inap tetapi tidak pengaruh terhadap mortalitas dan perkembangan penyakit. Terdapat pengaruh antara usia dan jenis kelamin terhadap lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit pada pasien penyakit jantung koroner meskipun hasilnya tidak signifikan.
Kata kunci : Penyakit Jantung Koroner, Obat, Retrospektif, RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar
ABSTRACT
MUNAWWARAH, The Effect Of Drug Use On The Outcome Of The Coronary Heart Disease In Cvcu Care Of The Integrated Heart Center Of Dr. Wahidin Sudirohusodo Central General Hospital, Makassar (Supervised by Peter Kabo and H. M. Natsir Djide). This research aimed to investigate the effect of the drug amount, the drug types, the age and the sex of the patient coronary heart disease on the outcomes, which included the in-care duration, mortality and the disease development. The research was a survey research which was descriptive and comprised the retrospective invastigation of the data. The data were then analyze using the statistical analysis through the cross tabulation and the continued with the chi-square test.
The research results indicated that where was a significant effect of the amoung of drugs given on the in-care duration of the patiens with coronary heart disease. There is no significant effect of the amounts of drug-given on mortality and the process of the disease development of the patiens with the congestive heart failures.The type of drugs which were most used in the coronary heart disease therapy were the drug group of anti-platelet, anti-cholesterol, diuretics, CCB and nitrates. All of them had significant effects on the in-care duration but not on the mortality and on the development process on coronary heart disease patient. There was an effect of the age and the sex on the in-care duration, mortality and the development process on coronary heart disease of the patients, although the result is not significant.
Keywords: Coronary Heart Disease, Drug, Retrospective, RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................iii
PRAKATA...................................................................................................v
ABSTRAK..................................................................................................viii
ABSTRACT................................................................................................ ix
DAFTAR ISI.................................................................................................x
DAFTAR TABEL ......................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR....................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….xvi
DAFTAR SINGKATAN.............................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................5
D. Manfaat Penelitian............................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung ………………………………………..7
1. Anatomi Jantung..........................................................................7
2. Fisiologi Jantung…..…………………………………………………9
B. Penyakit Jantung Koroner..............................................................11
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner…………..………………11
2. Arteri Koroner………………………...........................................12
3. Patogenesis Plak Ateroksklorosis………………………………..13
4. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner....................................16
5. Gejala Penyakit Jantung Koroner............................................18
6. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner…………………………...19
7. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner......................................21
8. Epidemiologi Penyakit Jantung Koroner...................................22
9. Etiologi Penyakit Jantung Koroner……………………………….23
10. Faktor Resiko Penyakit Jantung Koroner.................................26
11. Pencegahan Penyakit Jantung Koroner………………………...35
12. Pengobatan Penyakit Jantung Koroner………………………….43
C. Kerangka Teori Penelitian…………………………………………….48
D. Kerangka Konsep Penelitian…………………………………………49
E. Hipotesis………………………………………………………………..49
F. Definisi Operasional…………………………………………………..50
BAB III Metode Penelitian .......................................................................52
A. Rancangan Penelitian...................................................................52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian.........................................................52
C. Populasi dan Sampel Penelitian....................................................53
D. Metode Sampling……………………………………………………...53
E. Instrumen Pengumpulan Data……………………………………….54
F. Pengolahan dan Analisis Data……………………………………….54
G. Kriteria Inklusi dan Eksklusi…………………………………………..55
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan................................................56
A. Hasil Penelitian..................................................................................56
B. Pembahasan.....................................................................................76
BAB V Kesimpulan dan Saran .................................................................84
A. Kesimpulan……………………………………………………………..84
B. Saran…………………………………………………………………….85
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………86
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
nomor halaman
1. Penampilan Klinis Umum Penderita PJK 39
2. Variabel Dependen Penelitian 50
3. Variabel Independen Penelitian 51
4. Distribusi frekuensi karakter meliputi jenis kelamin
dan usia pada pasien penyakit jantung koroner di
ruang perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
57
5. Distribusi frekuensi jumlah macam obat pada pasien
penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU
Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo
58
6. Distribusi frekuensi penggunaan terapi golongan
obat pada pasien penyakit jantung koroner di ruang
perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo
58
7. Distribusi frekuensi outcome pasien penyakit
jantung koroner di ruang perawatan CVCU Pusat
Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
59
8. Usia terhadap lama rawat inap 61
9. Usia terhadap mortalitas 61
10. Usia terhadap perkembangan penyakit 62
11. Jenis kelamin terhadap lama rawat inap 63
12. Jenis kelamin terhadap mortalitas 63
13. Jenis kelamin terhadap perkembangan penyakit 64
14. Jumlah Obat terhadap lama rawat inap 65
15. Jumlah Obat terhadap mortalitas 65
16. Jumlah Obat terhadap perkembangan penyakit 66
17. Diuretik terhadap lama rawat inap 67
18. Diuretik terhadap mortalitas 67
19. Diuretik terhadap perkembangan penyakit 68
20. Nitrat terhadap lama rawat inap 68
21. Nitrat terhadap mortalitas 69
22. Nitrat terhadap perkembangan penyakit 70
23. Anti platelet terhadap lama rawat inap 70
24. Anti platelet terhadap mortalitas 71
25. Anti platelet terhadap perkembangan penyakit 72
26. Anti kolesterol terhadap lama rawat inap 72
27. Anti kolesterol terhadap mortalitas 73
28. Anti kolesterol terhadap perkembangan penyakit 74
29. CCB terhadap lama rawat inap 74
30. CCB terhadap mortalitas 75
31. CCB terhadap perkembangan penyakit 76
DAFTAR GAMBAR
nomor halaman
1. Anatomi Jantung 7
2. Perjalanan Proses Aterosklorosis (Initiation,
Progression dan Komplication) Pada Plak
Aterosklorosis.
16
3. Etiologi Penyakit Jantung Koroner 25
4. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner di koroner di
PJT RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.
56
DAFTAR LAMPIRAN
nomor halaman
1. Surat keterangan izin penelitian dari RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar
91
2. Surat rekomendasi persetujuan etik 92
3. Hasil analisis SPSS 93
DAFTAR SINGKATAN
AMI = Acute Miocard Infark
AV = Atrioventrikuler
CCB = Calsium Canal Blocker/ Penghambat Kanal Kalsium
CHF = Chronic Heart Failure/ Gagal Jantung Kongestif
CVCU = Cardio Vasculer Care Unit
HDL = High Density Lipoprotein
HHD = High Hypertension Disease
IHD = Ischemic Heart Disease
ISDN = Isosorbid Dinitrat
JNC 7 = Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention
LDL = Low Density Lipoprotein
NCEP = National Cholesterol Education Program
PJT = Pusat Jantung Terpadu
RSUP = Rumah Sakit Umum Pusat
SA = Sinoatrial
SGOT = Serum Glutamic Oxaloasetik Transaminase
SGPT = Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SKA = Sindrom Koroner Akut
UAP/APTS = Unstable Angina Pectoris/Angina Pektoris Tak Stabil
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri,
lebih tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern,
dengan pola hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli
negara maju, tetapi juga di negara yang sedang berkembang yang
menunjukkan kecendrungan peningkatannya sesuai dengan kecundrungan
modernisasi masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit
jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya
tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum
alkohol yang berlebihan (Bustam, 2007).
Penyakit jantung koroner disebabkan oleh penyempitan, penyumbatan
atau kelainan pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbatan ini
mengakibatkan penghentian aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai
dengan adanya rasa nyeri. Kondisi lebih parah kemampuan jantung memompa
darah akan hilang sehingga sistem kontrol irama jantung akan terganggu dan
selanjutnya bisa menyebabkan kematian. (Soeharto,2001).
Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskuler saat ini
merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju
dan berkembang, termasuk Indonesia (Muchid dan Panjaitan., 2006). Lebih
dari 80% kematian akibat penyakit kardiovaskuler terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah, dan semakin banyak menimpa
populasi usia dibawah 60 tahun, yaitu usia produktif (Rilantono, 2012). Di
Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari
seluruh kematian, yakni sebesar 26,4%,. Angka ini empat kali lebih tinggi dari
angka kematian yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih
kurang satu di antara empat orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat
PJK. Berbagai faktor risiko mempunyai peran penting timbulnya PJK mulai dari
aspek metabolik, hemostasis, imunologi, infeksi, dan banyak faktor lain yang
saling terkait (Muchid dan Panjaitan., 2006).
Data statistik dunia melaporkan tentang insiden terbesar dan prevelensi
PJK di dunia ternyata semakin meningkat denga usia harapan hidup berkisar
3 sampai 9% (Shivaramakrishna, 2010). WHO memperkirakan bahwa pada
tahun 2005 terdapat 17,5 juta orang meninggal karena penyakit
kardiovaskuler, mewakili 30% dari seluruh kasus kematian di dunia.
Berdasarkan kasus kematian ini 7,6 juta diantarana terkena serangan jantung
dan 5,7 juta diantaranya strok (Cristoper, 2010). Total kematian global yang
diakibatkan penyakit kardiovaskular mencapai 16,7 juta dan 2 juta kematian
diantaranya disebabkan oleh PJK (Mackay & Mensah, 2004). Kasus PJK juga
merupakan pembunuh nomor satu di Amerika Serikat (AS) dan seluruh dunia,
sekitar 38% orang yang mengalami kejadian koroner akut akan meninggal
pada tahun yang sama. Prevalensi PJK terus meningkat seiring dengan
bertambahnya usia (Tierney, 2008). PJK menyumbang lebih dari 450.000
kematian di AS pada tahun 2004. Dari hasil penelitian, kejadian PJK terbanyak
pada usia 35-74 tahun (Koenig et al., 2011).
Tujuan utama dari pengobatan yaitu menghilangkan rasa sakit pasien
dan mengusahakan memperkecil resiko dari komplikasi yang dapat
menyebabkan kematian. Penyakit jantung koroner sebenarnya tidak dapat
disembuhkan tapi harus senantiasa dikontrol (Majid, 2007). Pengobatan
penyakit jantung koroner dimaksudkan tidak sekedar mengurangi atau bahkan
menghilangkan keluhan, yang paling penting adalah memelihara fungsi
jantung sehingga harapan hidup akan meningkat (Yahya, 2010).
Pengobatan merupakan suatu hal yang penting, namun jenis dan
takaran yang salah justru bisa membahayakan. Pasien sedapat mungkin
mengetahui efek samping obat sebelum menyetujui penggunaan obat yang
digunakan oleh dokter. Banyak dokter memiliki kebijakan untuk menerangkan
manfaat maupun akibat samping dari suatu obat sebelum menuliskan resep
(Soeharto, 2004). Banyak penderita serangan jantung yang kembali ke rumah
setelah perawatan beberapa hari, sebagian perlu perawatan berminggu-
minggu sebelum dipulangkan karena fungsi jantung sudah menurun. Diantara
penderita serangan jantung itu, ada pula yang tidak dapat diselamatkan
(Yahya, 2010).
Adanya keterkaitan penyakit jantung koroner dengan faktor resiko dan
penyakit penyerta lain seperti DM dan hipertensi, serta adanya kemungkinan
perkembangan iskemik menjadi infark menyebabkan kompleksnya terapi yang
diberikan. Karena kompleksnya terapi tersebut sehingga diresepkan beberapa
jenis obat. Oleh karena itu, pemilihan jenis obat akan sangat menentukan
kualitas penggunaan obat dalam pemilihan terapi. Berbagai pilihan obat saat
ini tersedia, sehingga diperlukan petimbangan-pertimbangan yang cermat
dalam memilih obat untuk suatu penyakit. Terlalu banyaknya jenis obat yang
tersedia dapat memberikan masalah tersendiri dalam praktik, terutama
menyangkut pemilihan dan penggunaan obat secara benar dan aman (Badan
Pengawasan Obat dan Makanan, 2008).
Penggunaan obat yang tidak tepat merupakan salah satu masalah pada
pusat pelayanan kesehatan di Indonesia, terutama untuk penggunaan obat-
obat jantung dapat meningkatkan resiko yang berakibat fatal.
Berdasarkan fenomena di atas maka peneliti ingin mengetahui
pengaruh penggunaan obat baik berdasarkan jumlah obat maupun jenis obat
pada pasien PJK di ruang perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo.
Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar
dipilih sebagai tempat penelitian dikarenakan kejadian penyakit jantung
koroner masuk dalam sepuluh besar peringkat penyakit yang diderita pasien
di rumah sakit tersebut. Selain itu Pusat Jantung Terpadu RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo Makassar merupakan tempat rujukan tertinggi untuk
masyarakat Kota Makassar pada khususnya di dalam dan di luar Kota
Makassar pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penggunaan obat yang meliputi jumlah obat dan
jenis obat terhadap outcome diantaranya lama rawat inap, mortalitas dan
perkembangan penyakit pada pasien penyakit jantung koroner di ruang
perawatan CVCU Pusat Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini diantaranya:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan obat terhadap outcome
pada pasien penyakit jantung koroner di ruang perawatan CVCU Pusat
Jantung Terpadu Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar pada tahun 2017.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh jumlah obat yang diberikan kepada
pasien penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan obat
meliputi : lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit.
b. Untuk mengetahui pengaruh jenis obat yang paling banyak digunakan
oleh pasien penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan
obat meliputi: lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan
penyakit.
c. Untuk mengetahui pengaruh faktor usia dan jenis kelamin pasien
penyakit jantung koroner terhadap outcome penggunaan obat
meliputi: lama rawat inap, mortalitas dan perkembangan penyakit.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian secara aplikatif
1. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi tenaga
kesehatan dalam memilih obat-obatan yang tepat untuk pasien penyakit
jantung koroner.
2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam membuat kebijakan
tentang obat atau penggunaan obat pada pasien.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dalam menyusun atau
membuat kebijakan oleh Apartemen Kesehatan dalam penggunaan obat
untuk pasien penyakit jantung koroner di rumah sakit lain yang memiliki
keadaan sama seperti Pusat Jantung Terpadu RS Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung
1. Anatomi Jantung
Gambar 2.1. Anatomi Jantung
Jantung berukuran kira-kira sebesar genggaman seseorang dan
berbentuk bulat elips dengan berat kurang dari setengah kilogram. Jantung
terletak dibelakang tulang toraks dan bersebelahan dengan paru (marieb,
1994).
Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan yaitu lapisan paling luar
(epikardium), lapisan miokardium, dan lapisan paling dalam endokardium.
Perikardium terdiri dari 2 lapis membran pelindung. Perikardium viseral
yang tipis atau epikardium terletak pada lapisan paling luar dan merupakan
bagian dari dinding jantung. Lapisan kemudian dilanjutkan oleh
perikardium parietal, yang melindungi jantung dari struktur yang
mengelilinginya seperti diafragma dan sternum. Membran perikardial
menghasilkan cairan lubrikasi untuk memudahkan jantung berdenyut
tanpa adanya friksi dengan lapisan perikardial (marieb, 1994).
Miokardium terdiri dari anyaman tebal otot jantung. Miordium ini
diperkuat oleh jaringan pengikat yang padat dan fibrous. Jaringan ini
dikenal dengan sebutan kerangka jantung. Endokardium merupakan
lapisan tipis sel endotelium yang berhubungan langsung dengan ruang
jantung. Jantung memiliki empat ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri,
ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Masing masing ruang tersebut dibatasi
oleh endokardium sehingga darah dapat mengalir dengan baik dalam
jantung. Jantung dilengkapi dengan empat katup agar aliran darah tetap
searah dalam ruang jantung. Katup atrioventrikuler atau katup AV terletak
antara ruang atrium dan ventrikel pada masing-masing sisi. Katup AV
mencengah aliran balik darah menuju atrium ketika ventrikel berkontraksi.
Katup AV akan terbuka ketika ventrikel berelaksasi dan tertutup ketika
ventrikel berkontraksi. Katup AV kiri yan dikenal dengan katup bikuspidalis
atau katup mitral terdiri dari dua cuspid. Sedangkan katup AV kanan yang
dikenal dengan katup trikuspidalis terdiri dari tiga cuspid. Katup ini
dihubungkan dengan dinding ventrikal oleh choordae tendineae (marieb,
1994).
Katup jantung yang lain adalah katup semilunar. Katup semilunar
berada pada 2 arteri yang meninggalkan ventrikel. Oleh karenanya, katup
ini dikenal dengan katup semilunar aorta dan pulmonar. Kedua katup
semilunar ini terdiri dari tiga cupid. Katup semilunar akan terbuka ketika
berkontraksi dan tertutup ketika ventrikel berelaksasi. Katup ini bertugas
untuk mencegah darah dalam arteri mengalir kembali kedalam ventrikel
(marieb, 1994).
Darah dalam jantung tidak secara langsung menyuplai oksigen untuk
miokardium. Miokardium mendapat suplai oksigen melalui arteri koroner
kanan dan kiri. Arteri koroner merupakan percabangan dari aorta
mengelilingi jantung melalui celah atrioventrikular diantara atrium dan
ventrikel. Arteri koroner memiliki beberapa cabang besar yaitu arteri
anterior interventrikular dan arteri marginal di kanan. Arteri koroner dan
cabang-cabang besarnya akan tertekan ketika ventrikel berkontraksi dan
terisi ketika jantung berelaksasi (marieb,1994).
2. Fisiologi Jantung
Jantung mendapatkan suplai darah dari arteri koroner besar yang
mensuplai miokardium dan keluar dari sinus dibelakang katup aorta. Pada
sirkulasi koroner, darah venus akan kembali ke jantung melalui sinus
koroner dan vena kardiak anterior menuju atrium kanan. Namun ada juga
pembuluh darah yang langsung menuju ke jantung. Pembuluh darah
tersebut meliputi pembuluh arterio sinusoidal, menghubungkan arteriol ke
jantung, pembuluh thebesian, menghubungkan kapiler ke jantung dan
pembuluh arteriol luminal, merupakan arteri kecil yang langsung menuju
jantung (marieb,1994).
Otot jantung seperti otot rangka akan menekan pembuluh darah
ketika berkontraksi. Tekanan di dalam ventrikel kiri lebih besar dari pada
di aorta selama sistol. Akibatnya, aliran arteri untuk mensuplai
subendokardial dari ventrikel kiri hanya terjadi saat diastol. Pada saat
diastol/rest, jantung mengambil 70-80% kandungan oksigen darah yang
diterima. Konsumsi oksigen hanya meningkat signifikan jika metabolisme
miokardium juga meningkat. Aliran darah koroner juga dipengaruhi oleh
faktor kimiawi dan neural. Adanya hubungan antara aliran darah koroner
dengan kebutuhan oksigen miokardial menunjukkan bahwa satu atau lebih
produk metabolisme menyebabkan vasodilatasi koroner. Faktor-faktor
yang diperkirakan berperan dalam hal ini adalah kurangnya oksigen dan
peningkatan konsentrasi lokal dari CO2, H+, K+, Laktat prostaglandin,
niklotida adenin dan adenosin (marieb,1994).
Arteriol koroner memiliki reseptor adrenergik yang memediasi
vasokontriksi, dan reseptor adrenergik yang memediasi vasodilatasi.
Aktivitas noradrenergik dan injeksi norepinefrin dapat menyebabkan
vasodilatasi koroner. Bagaimanapun norepinefrin meningkatkan denyut
jantung dan tekanan kontraksi jantung sehingga vasodilatasi terjadi karena
produksi metabolit vasodilator akibat aktivitas miokardium meningkat. Efek
langsung dari stimulasi noradrenergik adalah konstriksi pembuluh darah
koroner. Stimulasi vagal juga dapat menyebabkan dilatasi koroner
(marieb,1994).
B. Penyakit Jantung Koroner
1. Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah istilah umum untuk
penumpukan plak di arteri jantung yang dapat menyebabkan serangan jantung
(American Heart Association, 2013).
PJK juga disebut penyakit arteri koroner (CAD), penyakit jantung
iskemik (IHD), atau penyakit jantung aterosklerotik, adalah hasil akhir dari
akumulasi plak ateromatosa dalam dinding-dinding arteri yang memasok darah
ke miokardium (otot jantung) (Manitoba Centre for Health Policy, 2013).
Penyakit Jantung Koroner terjadi ketika zat yang disebut plak
menumpuk di arteri yang memasok darah ke jantung (disebut arteri koroner),
penumpukan plak dapat menyebabkan angina, kondisi ini menyebabkan nyeri
dada dan tidak nyaman karena otot jantung tidak mendapatkan darah yang
cukup, seiring waktu, PJK dapat melemahkan otot jantung, hal ini dapat
menyebabkan gagal jantung dan aritmia (Centers for Disease Control and
Prevention, 2009).
PJK adalah penyempitan atau tersumbatnya pembuluh darah arteri
jantung yang disebut pembuluh darah koroner. Sebagaimana halnya organ
tubuh lain, jantung pun memerlukan zat makanan dan oksigen agar dapat
memompa darah ke seluruh tubuh, jantung akan bekerja baik jika terdapat
keseimbangan antara pasokan dan pengeluaran. Jika pembuluh darah koroner
tersumbat atau menyempit, maka pasokan darah ke jantung akan berkurang,
sehingga terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan zat
makanan dan oksigen, makin besar persentase penyempitan pembuluh
koroner makin berkurang aliran darah ke jantung, akibatnya timbullah nyeri
dada (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi pangan& Kesehatan, 2009).
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit jantung dan pembuluh
darah yang disebabkan karena penyempitan arteri koroner. Penyempitan
pembuluh darah terjadi karena proses aterosklerosis atau spasme atau
kombinasi keduanya. Aterosklerosis yang terjadi karena timbunan kolesterol
dan jaringan ikat pada dinding pembuluh darah secara perlahan-lahan, hal ini
sering ditandai dengan keluhan nyeri pada dada (Davidson, 2003).
2. Arteri Koroner
Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi
tubuh, sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah
dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah
adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang perlu
dibuang (Virtual Medical Centre, 2013).
a. Struktur Jantung
Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk
kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm, terletak di
antara dua paru-paru di sebelah kiri dari tengah dada, memiliki empat
ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel kiri dan ventrikel kanan
(Virtual Medical Centre, 2013).
Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Virtual
Medical Centre, 2013)
b. Arteri Koroner
Jantung manusia normal memiliki dua arteri koroner mayor yang
keluar dari aorta yaitu right coronary artery dan left main coronary artery,
dinamakan koroner karena bersama dengan cabangnya melingkari
jantung seperti crown (mahkota corona). Arteri koroner meninggalkan
aorta lebih kurang ½ inci di atas katup semilunar aorta, Left main coronary
artery bercabang menjadi dua, yaitu left anterior descendens yang
memberikan perdarahan pada area anterior luas ventrikel kiri, septum
ventrikel dan muskulus papillaris anterior, sementara left circumflex
memberikan perdarahan pada area lateral ventrikel kiri dan area right
coronary artery dominan kiri. Right coronary artery memberikan
perdarahan pada SA node, AV node, atrium kanan, ventrikel kanan,
ventrikel kiri inferior, ventrikel kiri posterior dan muskulus papillaris
posterior (Kasma, 2011).
3. Patogenesis Plak Aterosklerosis
Struktur arteri koroner jantung yang sehat terdiri atas 3 lapisan, yaitu:
intima, media dan adventitia. Intima merupakan lapisan monolayer sel-sel
endotel yang menyelimuti lumen arteri bagian dalam. Sel-sel endotel menutupi
seluruh bagian dalam sistem vaskular hampir seluas 700 m2 dan berat 1,5 kg.
Sel endotel memiliki berbagai fungsi, diantaranya menyediakan lapisan
nontrombogenik dengan menutupi permukaannya dengan sulfat heparan dan
melalui produksi derivat prostaglandin seperti prostasiklin yang merupakan
suatu vasodilator poten dan penghambat agregasi platelet, rusaknya lapisan
endotel akan memicu terjadinya aterosklerosis sebagaimana yang akan
dijelaskan dibawah ini.
Ada beberapa hipotesis yang menerangkan tentang proses terbentuknya
aterosklerosis, seperti monoclonal hypothesis, lipogenic hypothesis dan
response to injure hypothesis. Namun yang banyak diperbincangkan adalah
mengenai response to injure hypothesis sebagai berikut:
a. Stage A : Endothelial Injure
Endotelial yang licin berfungsi sebagai barrier yang menjamin aliran
darah koroner lancar. Faktor risiko yang dimiliki pasien akan memudahkan
masuknya lipoprotein densitas rendah yang teroksidasi maupun makrofag ke
dalam dinding arteri. Interaksi antara endotelial injure dengan platelet, monosit
dan jaringan ikat (collagen), menyebabkan terjadinya penempelan platelet
(platelet adherence) dan agregasi trombosit (trombosit agregation).
b. Stage B : Fatty Streak Formation
Pembentukan fatty streak merupakan pengendapan kolesterol-
kolesterol yang telah dioksidasi dan makrofag di bawah endothelium arteri.
Low Density Lipoprotein (LDL) dalam darah akan menyerang endotel dan
dioksidasi oleh radikal-radikal bebas pada permukaan endotel, lesi ini mulai
tumbuh pada masa kanak-kanak, makroskopik berbentuk bercak berwarna
kekuningan, yang terdiri dari sel-sel yang disebut foam cells. Sel-sel ini ialah
sel-sel otot polos dan makrofag yang mengandung lipid, terutama dalam
bentuk ester cholesterol.
c. Stage C: Fibrosis Plaque Formation
Formasi plak fibrosis terdiri atas inti atau central cholesterol dan tutup
jaringan ikat (cap fibrous). Formasi ini memberikan dua gambaran tipe yaitu
Stable fibrous plaque dan Unstable fibrous plaque (Kasma, 2011).
Perjalanan proses aterosklerosis (initiation, progression dan complication pada
plak aterosklerotik), secara bertahap berjalan dari sejak usia muda bahkan
dikatakan juga sejak usia anak-anak sudah terbentuk bercak-bercak garis
lemak (fatty streaks) pada permukaan lapis dalam pembuluh darah, dan
lambat-laun pada usia tua dapat berkembang menjadi bercak sklerosis (plak
atau kerak pada pembuluh darah) sehingga terjadinya penyempitan dan/atau
penyumbatan pembuluh darah. Kalau plak tadi pecah, robek atau terjadi
perdarahan subendotel, mulailah proses trombogenik, yang menyumbat
sebagian atau keseluruhan suatu pembuluh koroner. Pada saat inilah muncul
berbagai presentasi klinik seperti angina atau infark miokard. Proses
aterosklerosis ini dapat stabil, tetapi dapat juga tidak stabil atau progresif.
Konsekuensi yang dapat menyebabkan kematian adalah proses aterosklerosis
yang bersifat tidak stabil /progresif yang dikenal juga dengan SKA (Gambar
2.2).
Gambar 2.2. Perjalanan Proses Aterosklerosis (Initiation, Progression dan Complication) Pada Plak Aterosklerosis.
4. Patofisiologi PJK
Aterosklerosis atau pengerasan arteri adalah kondisi pada arteri besar
dan kecil yang ditandai penimbunan endapan lemak, trombosit, neutrofil,
monosit dan makrofag di seluruh kedalaman tunika intima (lapisan sel endotel),
dan akhirnya ke tunika media (lapisan otot polos). Arteri yang paling sering
terkena adalah arteri koroner, aorta dan arteri-arteri sereberal. Langkah
pertama dalam pembentukan aterosklerosis dimulai dengan disfungsi lapisan
endotel lumen arteri, kondisi ini dapat terjadi setelah cedera pada sel endotel
atau dari stimulus lain, cedera pada sel endotel meningkatkan permeabelitas
terhadap berbagai komponen plasma, termasuk asam lemak dan triglesirida,
sehingga zat ini dapat masuk kedalam arteri, oksidasi asam lemak
menghasilkan oksigen radikal bebas yang selanjutnya dapat merusak
pembuluh darah. Cedera pada sel endotel dapat mencetuskan reaksi inflamasi
dan imun, termasuk menarik sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit,
serta trombosit ke area cedera, sel darah putih melepaskan sitokin
proinflamatori poten yang kemudian memperburuk situasi, menarik lebih
banyak sel darah putih dan trombosit ke area lesi, menstimulasi proses
pembekuan, mengaktifitas sel T dan B, dan melepaskan senyawa kimia yang
berperan sebagai chemoattractant (penarik kimia) yang mengaktifkan siklus
inflamasi, pembekuan dan fibrosis. Pada saat ditarik ke area cedera, sal darah
putih akan menempel disana oleh aktivasi faktor adhesif endotelial yang
bekerja seperti velcro sehingga endotel lengket terutama terhadap sel darah
putih, pada saat menempel di lapisan endotelial, monosit dan neutrofil mulai
berimigrasi di antara sel-sel endotel keruang interstisial. Di ruang interstisial,
monosit yang matang menjadi makrofag dan bersama neutrofil tetap
melepaskan sitokin, yang meneruskan siklus inflamasi. Sitokin proinflamatori
juga merangsan ploriferasi sel otot polos yang mengakibatkan sel otot polos
tumbuh di tunika intima. Selain itu kolesterol dan lemak plasma mendapat
akses ke tunika intima karena permeabilitas lapisan endotel meningkat, pada
tahap indikasi dini kerusakan teradapat lapisan lemak diarteri. Apabila cedera
dan inflamasi terus berlanjut, agregasi trombosit meningkat dan mulai
terbentuk bekuan darah (tombus), sebagian dinding pembuluh diganti dengan
jaringan parut sehingga mengubah struktur dinding pembuluh darah, hasil
akhir adalah penimbunan kolesterol dan lemak, pembentukan deposit jaringan
parut, pembentukan bekuan yang berasal dari trombosit dan proliferasi sel otot
polos sehingga pembuluh mengalami kekakuan dan menyempit. Apabila
kekakuan ini dialami oleh arteri-arteri koroner akibat aterosklerosis dan tidak
dapat berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen,
dan kemudian terjadi iskemia (kekurangan suplai darah) miokardium dan sel-
sel miokardium sehingga menggunakan glikolisis anerob untuk memenuhi
kebutuhan energinya. Proses pembentukan energi ini sangat tidak efisien dan
menyebabkan terbentuknya asam laktat sehinga menurunkan pH miokardium
dan menyebabkan nyeri yang berkaitan dengan angina pectoris. Ketika
kekurangan oksigen pada jantung dan sel-sel otot jantung berkepanjangan dan
iskemia miokard yang tidak tertasi maka terjadilah kematian otot jantung yang
di kenal sebagai miokard infark (Corwin, 2009).
5. Gejala PJK
Gejala PJK yang biasanya timbul adalah:
1. Dada terasa sakit, terasa tertimpa beban, terjepit, diperas, terbakar dan
tercekik. Nyeri terasa di bagian tengah dada, menjalar ke lengan kiri, leher,
bahkan menembus ke punggung. Nyeri dada merupakan keluhan yang
paling sering dirasakan oleh penderita PJK.
2. Sesak nafas
3. Takikardi
4. Jantung berdebar-debar
5. Cemas
6. Gelisah
7. Pusing kepala yang berkepanjangan
8. Sekujur tubuhnya terasa terbakar tanpa sebab yang jelas
9. Keringat dingin
10. Lemah
11. Pingsan
12. Bertambah berat dengan aktivitas.
Tapi kebanyakan orang yang menderita PJK tidak mengalami beberapa
gejala di atas, tiba-tiba saja jantung bermasalah dan dalam kondisi yang kronis
(UPT-Balai Informasi Teknologi lipi, 2009).
6. Klasifikasi PJK
Menurut Braunwald (2001), PJK memiliki beberapa klasifikasi sebagai
berikut:
1. Angina Pektoris Stabil
Angina pektoris stabil adalah keadaan yang ditandai oleh adanya suatu
ketidaknyamanan (jarang digambarkan sebagai nyeri) di dada atau lengan
yang sulit dilokalisasi dan dalam, berhubungan dengan aktivitas fisik atau stres
emosional dan menghilang dalam 5-15 menit dengan istirahat dan atau dengan
obat nitrogliserin sublingual (Yusnidar, 2007). Angina pektoris stabil adalah
rasa nyeri yang timbul karena iskemia miokardium yang merupakan hasil dari
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen miokard.
Iskemia miokard dapat disebabkan oleh stenosis arteri koroner, spasme arteri
koroner dan berkurangnya kapasitas oksigen di dalam darah (Aladdini, 2011).
2. Angina pektoris tak stabil
Angina pektoris tak stabil adalah angina pektoris (jenis ekuivalen
ketidaknyamanan iskemik) dengan sekurang-kurangnya satu dari tiga hal
berikut;
a. Timbul saat istirahat (atau dengan aktivitas minimal) biasanya berakhir
setelah lebih dari 20 menit (jika tidak diberikan nitrogliserin).
b. Lebih berat dan digambarkan sebagai nyeri yang nyata dan merupakan onset
baru (dalam 1 bulan).
c. Timbul dengan pola crescendo (bertambah berat, bertambah lama, atau lebih
sering dari sebelumnya). Pasien dengan ketidaknyamanan iskemik dapat
datang dengan atau tanpa elevasi segmen ST pada EKG (yusnidar, 2007).
Istilah angina tidak stabil pertama kali digunakan 3 dekade yang lalu
dan dimaksudkan untuk menandakan keadaan antara infark miokard dan
kondisi lebih kronis dari pada angina stabil. Angina tidak stabil merupakan
bagian dari sindrom koroner akut, dimana tidak ada pelepasan enzim dan
biomarker nekrosis miokard. Angina dari sindrom koroner akut (SKA)
cenderung merasa lebih parah dari angina stabil, dan biasanya tidak berkurang
dengan istirahat beberapa menit atau bahkan dengan tablet nitrogliserin
sublingual. SKA menyebabkan iskemia yang mengancam kelangsungan hidup
otot jantung. Kadang-kadang obstruksi menyebabkan SKA hanya berlangsung
selama waktu yang singkat dan tidak ada nekrosis jantung yang terjadi, SKA
memiliki dua dua bentuk gambaran EKG yantu:
1. Infak Otot Jantung tanpa ST Elevasi (Non STEMI)
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak, erosi dan
ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen. Pada non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak
menyebabkan oklusi menyeluruh pada lumen arteri koroner. Non STEMI
memiliki gambaran klinis dan patofisiologi yang mirip dengan angina tidak
stabil, sehingga penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis Non
STEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis angina tidak stabil
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung.
2. Infark Miokard Akut dengan Elevasi ST (STEMI)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerosis yang sudah ada
sebelumnya (Kasma, 2011).
7. . Komplikasi PJK
Adapun komplikasi PJK adalah:
1. Disfungsi ventricular
2. Aritmia pasca STEMI
3. Gangguan hemodinamik
4. Ekstrasistol ventrikel
5. Takikardi dan fibrilasi atrium dan ventrikel
6. Syok kardiogenik
7. Gagal jantung kongestif
8. Perikarditis
9. Kematian mendadak (Karikaturijo, 2010).
8. Epidemiologi PJK
PJK merupakan penyakit tidak menular (noncommunacable disease)
yang tidak hanya menyerang laki-laki saja, namun wanita juga berisiko,
meskipun kasusnya tidak sebesar pada laki-laki. Pada orang yang berumur >
65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita (Supriyono,
2008).
Penyakit jantung adalah penyakit negara maju atau negara industri,
lebih tepatnya, penyakit ini disebut sebagai penyakit masyarakat modern,
dengan pola hidup modern. Karena itu penyakit jantung tidak saja monopoli
negara maju, tetapi juga di negara yang sedang berkembang yang
menunjukkan kecendrungan peningkatannya sesuai dengan kecundrungan
modernisasi masyarakatnya. Hal ini disebabkan karena penyebab penyakit
jantung berkaitan dengan keadaan dan perilaku masyarakat maju misalnya
tingginya stres, salah makan dan gaya hidup modern seperti rokok dan minum
alkohol yang berlebihan (Bustam, 2007).
Menurut PERKI (2004), PJPD saat ini menempati urutan pertama
sebagai penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan hasil survei kesehatan
rumah tangga (SKRT) yang dilakukan secara berkala oleh departeman
kesehatan menunjukkan bahwa PJPD memberikan kontribusi sebesar 19,8%
dari seluruh penyebab kematian pada tahun 1993 dan meningkat menjadi
24,4% pada tahun 1998 (Muttaqin, 2009).
9. Etiologi
Penyebab penyakit jantung koroner secara umum dibagi atas dua,
yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis,
tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard.
Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen
miokardium dengan masukannya.
Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan
oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan
vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan
kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia
terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan
eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga
sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul (Davidson, 2003).
Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari
angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi
(sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya
mempunyai penyumbatan atau penyempitan minimal. Biasanya ruptur
terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intinya yang normal.
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh
darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil (Gray, 2005).
Namun yang berperan penting dalam proses yang mendorong
terjadinya penyakit jantung koroner adalah faktor-faktor risiko PJK.
Berdasarkan survei Lembaga Lembaga Joint National Committe 7 (JNC 7)
dan National Cholesterol Education Program’s Adult Treatment Panel
(NCEP ATP) tentang Penyakit Jantung Koroner, terdapat dua faktor resiko
PJK, yaitu faktor yang dapat dikendalikan dan faktor yang tidak dapat
dikendalikan (NIH, 2002).
Faktor risiko yang dapat dikendalikan atau modifiable risk factors
terdiri atas kebiasaan merokok, tekanan darah tinggi (hipertensi),
dislipidemia, penyakit diabetes melitus, aktivitas fisik dan obesitas. Faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan atau non-modifiable risk factors terdiri
atas keturunan, usia dan jenis kelamin (NIH, 2002).
Pria mempunyai risiko 2-3 kali daripada wanita. Pada pria insidensi
tertinggi kasus PJK pada usia 50 – 60 tahun, sedangkan pada wanita pada
usia 60 – 70 tahun. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak
dinding (endotel) pembuluh darah sehingga dapat terbentuk timbunan
lemak yang akhirnya terjadi penyumbatan pembuluh darah. Pada laki-laki
usia pertengahan (45-65 tahun) dengan kadar profil lipid yang tinggi
(kolesterol total : >240 mg/dl, trigliserida: >200 mg/dl, kolesterol HDL: <40
mg/dl, kolesterol LDL : >160 mg/dl) risiko terjadinya PJK akan meningkat.
(Bahri, 2004 & Supriyono, 2008).
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya aterosklerosis koroner (faktor koroner) yang
merupakan penyebab PJK. Diabetes melitus dapat meningkatkan risiko
gangguan terhadap banyak sistem sirkulasi termasuk CHD (Coronary Heart
Disease) (Bahri, 2004 & Supriyono, 2008).
Gambar 2.3. Etiologi Penyakit Jantung Koroner
10. Faktor Risiko PJK
Faktor risiko seseorang untuk menderita SKA ditentukan melalui
interaksi dua atau lebih faktor risiko yaitu faktor yang tidak dapat dimodifikasi
(nonmodifiable factors) dan faktor yang dapat dimodifikasi (modifiable
factors), Faktor yang dapat dimodifikasi yaitu; merokok, aktivitas fisik, diet,
dislipidemia, obesitas, hipertensi dan DM. Sedangkan faktor yang tidak
dapat dimodifikasi adalah usia, jenis kelamin, suku/ras, dan riwayat penyakit
keluarga (Bender et al, 2011).
Faktor-faktor risiko dibagi menjadi 2, yaitu faktor yang dapat dirubah dan
tidak dapat diubah.
1) Faktor resiko yang dapat diubah:
(a) Bentuk badan
Hasil riset ukuran tubuh yang tidak proporsional menurut ahli
kesehatan masyarakat di Universitas Bristol, Inggris Davey Smith,
bahwa responden yang memiliki bentuk badan yang tidak proporsional
mempunyai kandungan lemak darah, kolesterol dan trigliserida yang
relatif tinggi sehingga berkaitan dengan resiko penyakit jantung koroner
(Tara dan Soetrisno, 2004).
Berat badan dikatakan normal bila berat badan untuk tinggi
badan tertentu yang secara stastistik dianggap paling baik untuk
menjamin kesehatan dan umur panjang (Soeharto, 2004).
(b) Merokok
Peranan merokok terhadap penyakit jantung koroner dan penyakit
kardiovaskuler yang lain dapat ditelusuri dari kenyataan-kenyataan
sebagai berikut.
(1) Asap rokok mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat
seperti andrenalin. Zat ini merangsang denyutan jantung dan
tekanan darah.
(2) Asap rokok mengandung karbon monoksida (CO) yang memiliki
kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah merah (hemoglobin)
untuk menarik atau menyerap oksigen ke jaringan-jaringan
termasuk jantung.
(3) Merokok dapat menyembunyikan angina,yaitu sakit di dada yang
dapat memberi sinyal adanya sakit jantung tanpa adanya sinyal
tersebut penderita tidak sadar bahwa ada penyakit berbahaya yang
sedang menyerangnya, sehingga tidak mengambil tindakan yang
diperlukan (Soeharto, 2004).
(c) Dislipedemia
Suatu kelainan kadar lemak dalam darah, seperti kenaikan kadar
kolesterol total, kolesterol HDL. Konsumsi lemak dan kolestrol yang
tinggi akan menaikan kadarnya di dalam darah, pada akhirnya
berdampak terjadinya aterosklerosis (Pratiwi, 2004).
(d) Peningkatan oksidasi LDL
Low Density Lipoprotein Cholesterol (LDL) di dalam darah dapat
mengendap di dinding arteri menjadi padat yang terdiri dari campuran
kalsium, fibers dan zat-zat lain yang kesemuanya disebut plak (plaque).
Terbentuknya plak tersebut menyebabkan aterosklerosis. Makin besar
kadar LDL di dalam darah, resiko penyakit jantung koroner semakin
tinggi (Soeharto, 2001).
(e) Obesitas
Pada prinsipnya obesitas disebabkan oleh kalori yang dimasukan
ke dalam tubuh lebih banyak dari pada kalori yang dikeluarkan,
sehingga tidak seimbang. Kelebihan kalori tersebut akan disimpan
dalam bentuk lemak, dan cadangan lemak digunakan bila diperlukan.
Namun, bila kelebihan kalori yang masuk terjadi terus-menurus, maka
lemak akan menumpuk dan akibatnya tubuh menjadi gemuk. Penyebab
kegemukan bias karena kebiasaan makan yang keliru (jumlah berlebih,
komposisi yang tidak tepat), kurang olah raga/aktivitas fisik, kelainan
hormon atau metabolisme, faktor kejiwaan, atau lingkungan (Karyadi,
2002).
(f) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Hipertensi merupakan faktor resiko yang berperanan penting
terhadap Penyakit Jantung Iskemia (PJI), dan proses aterosklerosis
akan dialami sekitar 30% penderita hipertensi. Tekanan darah tinggi
terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah arteri,
dan lama-kelamaan di arteri terjadi proses pengerasan. Proses
pengerasan dan penyempitan di dalam pembuluh darah menyebabkan
aliran darah terhalang, dan resistensi untuk memompa darah menjadi
besar (Karyadi, 2002).
(g) Kurang aktivitas fisik
Melakukan aktivitas fisik teratur memang sangat bermanfaat
dalam memelihara kesehatan jantung, namun bagaimana mekanisme
langsung penurunan insidens Penyakit Jantung Iskemia (PJI) dan
aterosklerosis melalui latihan fisik belum diketahui secara pasti.
Namun, manfaat yang diperoleh dari latihan fisik teratur antara lain
adalah pengendalian kadar kolesterol dan peningkatan pengeluaran
energi. Kadar kolesterol total, LDL dan trigliserida dalam darah
menurun, sedangkan HDL meningkat secara bermakna bila
melakukan aktivitas fisik/olah raga secara teratur. Selain itu, pada
seseorang yang biasa melakukan olah raga secara teratur, diameter
pembuluh darah jantung tetap terjaga, sehingga kesempatan
terjadinya pengendapan kolesterol pada pembuluh darah dapat
dihindari (Karyadi, 2002).
(h) Hiperglikemia dan diabetes mellitus
Angka kematian karena Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
meningkat 40–70% pada penderita penderita diabetes, dan
diabetes menyebabkan terjadinya aterosklerosis lebih dini.
Penderita diabetes wanita, memiliki risiko terkena Penyakit Jantung
Iskemia (PJI) 3–7 kali dibandingkan dibandingkan dengan wanita
yang tidak menderita diabetes. Sedangkan wanita penderita
diabetes memiliki risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI) 2
kali dibandingkan pria penderita diabetes, dan penderita diabetes
wanita yang menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI) memiliki
prognosis yang lebih buruk dari pada pria. Penyakit diabetes
mellitus (kencing manis) disebabkan oleh ganguan produksi insulin,
yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Apabila kadar insulin
berkurang dalam darah, gula darah tidak dapat diubah menjadi
energi dan tidak dapat digunakan oleh jaringan di dalam tubuh.
Karena gula darah tidak dapat diproses menjadi energi, maka pada
penderita diabetes mellitus, energi diproses melalui metabolisme
lemak dan protein. Akibatnya, dari metabolisme lemak dan protein,
kolesterol yang terbentuk dapat menumpuk di pembuluh darah tepi.
Kontrol gula darah melalui obat, diet, dan olah raga dapat
membantu menekan risiko terkena Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
pada penderita diabetes (Karyadi, 2002).
(i) Peningkatan trombosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya trombosis
antara lain yaitu beratnya kerusakan plak, perubahan pada bentuk,
plak kaya lemak, penyempitan pembuluh darah, mer okok, stres,
peningkatan lipoprotein (a) dan kolesterol, peningkatan
homosistein, trombosit dan pembekuan yang teraktivasi. Terjadinya
trombosis diawali dengan proses aterosklerosis. Plak aterosklerosis
yang menyempit, lalu bila terjadi trauma pada plak akan terjadi
erosi/ruptur yang diikuti oleh respons penggumpalan darah
(koagulasi) dan trombosist (Karyadi, 2002).
(j) Kadar homosistein yang tinggi
Mutasi dari enzim yang berperanan pada akumulasi
homosistein dalam darah berkaitan erat dengan trombosis sebagai
salah satu risiko terjadinya Penyakit Jantung Iskemia (PJI)
Walaupun mekanisme secara pasti yang menerangkan peranan
homosistein terhadap risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI) belum
jelas, namun suatu penelitian mengungkapkan bahwa seorang
dengan dengan hiperhopmosistemia memiliki risiko 30 kali lebih
besar menderita Penyakit Jantung Iskemia (PJI) dini dibandingkan
dengan seorang dengan kadar homosisteinyang normal (Karyadi,
2002).
2) Faktor yang tidak dapat diubah :
(a) Jenis kelamin
Perbandingan pria dan wanita, pria lebih besar terkena penyakit
jantung koroner dibandingkan wanita. Namun pada masa menopause
wanita risiko terkena penyakit jantung koroner meningkat. Hal ini berkaitan
dengan hormon estrogen yang berperan penting dalam melindungi
pembuluh darah dari kerusakan yang memicu terjadinya aterosklerosis
(Karyadi, 2002).
Penyakit jantung pada perempuan terjadi sekitar 10-15 tahun lebih
lambat daripada laki-laki dan risiko meningkat setelah menopause.
Insidens penyakit jantung pada perempuan premenopause sangat rendah,
setelah menopause, terjadi peningkatan faktor risiko aterogenik. Hal ini
berkaitan dengan menurunnya kadar estrogen diikuti dengan disfungsi
endotel arteri koroner yang ditandai dengan berkurangnya vasodilatasi
normal sebagai respon terhadap faktor stress, sehingga insidennya
cenderung meningkat (Antman & Braundwald, 2010).
(b) Usia
Semakin bertambah usia, risiko terkena PJK semakin tinggi, yang
pada umumnya dimulai pada usia 40 tahun ke atas (Karyadi, 2002).
Penyebab penyakit jatung koroner diantaranya adalah faktor usia
dan jenis kelamin, dengan angka kejadian pada laki-laki jauh lebih
banyak dibanding pada perempuan akan tetapi kejadian pada
perempuan akan meningkat setelah menopause sekitar usia 50 tahun.
Hal ini disebabkan karena hormon estrogen memiliki efek proteksi
terhadap terjadinya arterosklerosis, dimana pada orang yang berumur >
65 tahun ditemukan 20 % PJK pada laki-laki dan 12 % pada wanita.
Bertambahnya usia akan menyebabkan meningkat pula penderita PJK,
karena pembuluh darah mengalami perubahan progresif dan
berlangsung secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama.
Perubahan yang paling dini dimulai pada usia 20 tahun pada pembuluh
arteri koroner. Arteri lain mulai bermodifikasi hanya setelah usia 40 tahun,
terjadi pada laki-laki umur 35-44 tahun dan meningkat dengan
bertambahnya umur. Hasil penelitian didapatkan hubungan antara umur
dan kadar kolesterol yaitu kadar kolesterol total akan meningkat dengan
bertambahnya umur (Supriyono, 2008).
(c) Keturunan (genetik)
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga pada usia di bawah
55 tahun, merupakan salah satu faktor risiko yang perlu
dipertimbangkan. Dilaporkan bahwa faktor-faktor risiko Penyakit
Jantung Iskemia (PJI) yang diturunkan seperti hiperkolesterolemia,
penyakit darah tinggi, atau kencing manis (diabetes). Gaya hidup dan
kebiasaan didalam keluarga juga berperanan, seperti pola makan sejak
kecil, atau merokok sejak usia muda, sehingga pada masa dewasa
menjadi faktor risiko terkena penyakit jantung koroner. Selain faktor
keturunan yang meningkatkan risiko Penyakit Jantung Iskemia (PJI),
beberapa faktor genetik dari keluarga justru memberi perlindungan
seperti HDL dan lipoprotein (Karyadi, 2002).
3) Faktor psikososial
(a) Status sosial ekonomi yang rendah
Tekanan psikologis atau lingkungan kehidupan yang tidak
menguntungkan, dapat mengubah kepribadian seseorang sehingga dapat
memberikan gangguan emosional yang terwujud dalam konsumsi makan
yang berlebihanan stres.
(b) Stres
Stres dan kecemasan mempengaruhi fungsi biologis tubuh. Pada
saat stres, peningkatan respons saraf simpatik, memicu peningkatan
tekanan darah dan terkadang disertai dengan peningkatan kolesterol
darah, sehingga orang yang mudah stres akan berisiko terkena penyakit
jantung koroner dibandingkan dengan yang tidak mudah mengalami stres
(Karyadi, 2002).
(c) Tipe kepribadian A
Tipe kepribadian A lebih rentan terhadap stres karena mereka lebih
agresif,ambisius, terburu-buru, perfeksionis, selalu tidak puas dan gila
kerja (workaholic). Terkadang seorang dengan tipe A sulit untuk bersikap
santai, dan cenderung cepat marah sehingga mudah terkena tekanan
darah tinggi dan berdampak buruk bagi jantung (Karyadi, 2002).
4) Faktor geografik
(a) Iklim dan musim
Kadar kolesterol pada musim dingin menunjukan peningkatan
akibat pola konsumsi makan yang banyak mengandung lemak,
karbohidrat, protein berlebih dan diimbangi kurnganya aktivitas.
(b) Pengkonsumsi minuman ringan
Masukan minuman ringan berlebih menyebabkan peningkatan
trigliserida dalam plasma, hati dan meningkatkan tekanan darah (Krisnatuti
dan Yenrina,1999).
11. Pencegahan PJK
Untuk berhasilnya upaya pencegahan PJK, tidak hanya diperlukan
tenaga medis semata, namun perlu adanya kerja-sama dengan penderita, niat
yang kuat dari penderita, kesadaran keluarga, lingkungan dan pekerjaan
sangat penting untuk berhasilnya usaha ini. Pencegahan yang berhasil akan
dapat menghemat biaya dari pemondokan di rumah sakit, tindakan intervensi
jantung baik untuk diagnosa maupun terapi bahkan tindakan operasi jantung
dan belum lagi menurunnya kemampuan fisik setelah menderita serangan
jantung (Martohusodo, 2007).
Penanggulanagan PJK baik dengan obat-obatan atau dengan tindakan
lain belum memberi hasil yang memuaskan. Oleh sebab itu, usaha
pencegahan adalah yang paling penting untuk menaggulang PJK.
Pencegahan PJK dapat dibagi menjadi Pencegahan primer dan pencegahan
sekunder. Pencegahan primer adalah usaha menjaga agar orang tidak
menderita PJK, usah pencegahan ini harus sudah di mulai sejak dini, yaitu
pada masa remaja karena seperti yang telah di ketahui bahwa fatty streat atau
proses awal aterosklerosis sudah ditemukan pada usia remaja, sedangkan
Pencegahan sekunder adalah usaha yang dilakukan agar tidak terjadi
serangan jantung dengan segala komplikasinya bagi mereka yang sudah
terkena PJK.
Berhubung aterosklerosis pada arteri koroner dipicu oleh berbagai
faktor risiko seperti stres, tekanan darah tinggi, DM dan lain-lain yang
semuanya dapat diperoleh dengan mengubah gaya hidup yang meterialistis,
konsumtif dan hedonistis (Kabo, 2008).
Dalam pencegahan PJK ada 4 tingkatan yaitu:
1. Pencegahan Primordial (Pre Primary Prevention)
Pencegahan primordial adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
munculnya faktor predisposisi PJK pada suatu wilayah dimana belum
tampak adanya faktor yang menjadi risiko PJK (Bustam, 2007). Dalam Noor
(1997), Upaya pencegahan primordial dapat berupa kebijaksanaan nutrisi
nasional dalam sektor agrokultural, industri makanan, impor dan ekspor
makanan, penanganan konprehensif rokok, pencegahan hipertensi dan
promosi aktivitas fisik/olah raga (Nasution, 2012).
2. Pencegahan Primer (Primary Prevention)
Pencegahan primer adalah upaya awal pencegahan PJK sebelum
seseorang menderita. Dilakukan dengan pendekatan komuniti berupa
penyuluh faktor risiko PJK terutama pada kelompok risiko tinggi.
Pencegahan primer ditujukan kepada pencegahan terhadap
berkembangnya proses atherosklerosis secara dini (Bustam, 2007).
Untuk mencegah berkembangnya atherosklerosis maka ada hal yang harus
dilakukan yaitu:
1. Diet
Adapun metode diet yang benar adalah:
a. Baca label makanan dan minuman yang dibeli untuk menentukan
pilihan yang terbaik
b. Minimalisir asupan makanan dan minuman yang menggunakan
pemanis tambahan
c. Batasi porsi makan
d. Pilih produk-produk non-fat
e. Kurangi penggunaan garam dalam makanan dan hindari makanan
yang asin, konsumsi makanan tinggi serat dan kaya antioksidan
f. Tingkatkan konsumsi kacang kedelai, kacang-kacangan, ikan Salmon,
alpukat, bawang putih, bayam, margarin dari minyak biji bunga kanola
dan teh
g. Konsumsi ikan sedikitnya dua kali seminggu.
2. Pola hidup sehat
a. Berolah raga secara teratur
b. Menjaga berat badan yang sehat
c. Mengurang jumlah alkohol
d. Hindari merokok dan asap rokok (UPT-Balai Informasi Teknologi lipi
pangan dan Kesehatan, 2009).
3. Pencegahan Sekunder (Secondary Prevention)
Pencegahan sekunder adalah upaya pencegahan pada penderita
yang sudah tekena PJK agar tidak berulang atau menjadi lebih berat. Disini
diperlukan perubahan pola hidup (terhadap faktor-faktor yang dapat
dikendalikan) dan kepatuhan berobat bagi mereka yang sudah menderita
PJK. Pencegahan tingkat ketiga ini ditujukan untuk mempertahankan nilai
prognostik yang lebih baik dan menurunkan mortalitas (Bustam, 2007).
Untuk menghindari terjadinya penyakit yang lebih parah atau komplikasi
yang tidak diinginkan maka perlu dilakukan penegakan diagnosa dengan
cepat dan tepat seperti:
a) Riwayat/Anamnesis
Diagnosa adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat, tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu: gejala klinis nyeri dada spesifik,
gambaran EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim
jantung. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina
sebagai berikut:
1. Lokasi: substermal, retrostermal dan prekordial
2. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas dan dipelintir
3. Penjalaran ke leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung / dan dapat
juga ke lengan kanan
4. Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
5. Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin dan sesudah
makan
6. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin dan
lemas. Berat ringannya nyeri bervariasi sehingga sulit untuk
membedakan antara gejala APTS/NSTEMI dan STEMI.
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri
akut, gejala yang tidak tipikal seperti: rasa lelah yang tidak jelas, nafas
pendek, rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat
terjadi, terutama pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia.
Kecurigaan harus lebih besar pada pasien dengan faktor risiko
kardiovaskular multipel dengan tujuan agar tidak terjadi kesalahan diagnosis
(Departemen Kesehatan, 2006)
Tabel 2.1. Tiga Penampilan Klinis Umum Penderita PJK
No Patogenesis Penampilan Klinis
1 Angina saat istirahat Angina terjadi saat istirahat dan terus
menerus, biasanya lebih dari 20 menit
2 Angina pertama kali Angina yang pertama kali terjadi, setidaknya
CCS Kelas III
3 Angina yang meningkat Angina semakin lama makin sering,
semakin lama dan lebih mudah tercetus
Sumber : Departemen Kesehatan, 2006
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor
pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari NSTEMI seperti:
hipertensi tak terkontrol, anemia, tirotoksikosis, stenosis aorta berat,
kardiomiopati hipertropik dan kondisi lain, seperti penyakit paru. Keadaan
disfungsi ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan
prognosis yang buruk. Adanya bruit di karotis atau penyakit vaskuler
perifer menunjukkan bahwa pasien memiliki kemungkinan penderita PJK
(Depkes, 2006).
c) Pameriksaan Penunjang/Pemeriksaan Diagnostik PJK
Untuk mendiagnosa PJK secara lebih tepat maka dilakukan
pemeriksaan penunjaung diantaranya:
a. EKG
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis, rekaman yang
Gambaran diagnosis dari EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV inversi gelombang
T yang simetris di sandapan prekordial dilakukan saat sedang nyeri
dada sangat bermanfaat.
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan
aritmia jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika
ditemukan adanya perubahan segmen ST, namun EKG yang normal pun tidak
menyingkirkan diagnosis APTS/NSTEMI. Pemeriksaaan EKG 12 sadapan
pada pasien SKA dapat mengambarkan kelainan yang terjadi dan ini dilakukan
secara serial untuk evaluasi lebih lanjut dengan berbagai ciri dan katagori:
1. Angina pektoris tidak stabil; depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q
2. Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T dalam
(Kulick, 2014).
b. Chest X-Ray (foto dada)
Thorax foto mungkin normal atau adanya kardiomegali, CHF (gagal
jantung kongestif) atau aneurisma ventrikiler (Kulick, 2014).
c. Latihan tes stres jantung (treadmill).
Treadmill merupakan pemeriksaan penunjang yang standar dan banyak
digunakan untuk mendiagnosa PJK, ketika melakukan treadmill detak jantung,
irama jantung, dan tekanan darah terus-menerus dipantau, jika arteri koroner
mengalami penyumbatan pada saat melakukan latihan maka ditemukan
segmen depresi ST pada hasil rekaman (Kulick, 2014).
d. Ekokardiogram
Ekokardiogram menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan
gambar jantung, selama ekokardiogram dapat ditentukan apakah semua
bagian dari dinding jantung berkontribusi normal dalam aktivitas memompa.
Bagian yang bergerak lemah mungkin telah rusak selama serangan jantung
atau menerima terlalu sedikit oksigen, ini mungkin menunjukkan penyakit arteri
koroner (Mayo Clinik, 2012).
e. Kateterisasi jantung atau angiografi
Kateterisasi jantung atau angiografi adalah suatu tindakan invasif
minimal dengan memasukkan kateter (selang/pipa plastik) melalui pembuluh
darah ke pembuluh darah koroner yang memperdarahi jantung, prosedur ini
disebut kateterisasi jantung. Penyuntikkan cairan khusus ke dalam arteri atau
intravena ini dikenal sebagai angiogram, tujuan dari tindakan kateterisasi ini
adalah untuk mendiagnosa dan sekaligus sebagai tindakan terapi bila
ditemukan adanya suatu kelainan (Mayo Clinik, 2012).
f. CT scan (Computerized tomography Coronary angiogram)
Computerized tomography Coronary angiogram/CT Angiografi
Koroner adalah pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk membantu
memvisualisasikan arteri koroner dan suatu zat pewarna kontras disuntikkan
melalui intravena selama CT scan, sehingga dapat menghasilkan gambar
arteri jantung, ini juga disebut sebagai ultrafast CT scan yang berguna untuk
mendeteksi kalsium dalam deposito lemak yang mempersempit arteri koroner.
Jika sejumlah besar kalsium ditemukan, maka memungkinkan terjadinya PJK
(Mayo Clinik, 2012).
g. Magnetic resonance angiography (MRA)
Prosedur ini menggunakan teknologi MRI, sering dikombinasikan
dengan penyuntikan zat pewarna kontras, yang berguna untuk mendiagnosa
adanya penyempitan atau penyumbatan, meskipun pemeriksaan ini tidak
sejelas pemeriksaan kateterisasi jantung (Mayo Clinik, 2012).
h. Pemeriksaan biokimia jantung (profil jantung)
Petanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CKMB. Troponin C, TnI
dan TnT berkaitan dengan konstraksi dari sel miokrad. Susunan asam amino
dari Troponin C sama dengan sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada
TnI dan TnT berbeda. Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi
risiko kematian, infark miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari.
Kadar serum creatinine kinase (CK) dan fraksi MB merupakan indikator penting
dari nekrosis miokard, risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segment
elevasi ST namun mengalami peningkatan nilai CKMB (Depkes, 2006).
3. Pencegahan Tersier (Tertiary Prevention)
Pencegahan tersier adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya komplikasi yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam
tingkatan ini berupa rehabilitasi jantung, program rehabilitasi jantung ditujukan
kepada penderita PJK, atau pernah mengalami serangan jantung atau pasca
operasi jantung (Bustam, 2007).
12. Pengobatan jantung Koroner
Suatu terobosan baru dari Dean Ornish pada tahun 1996 melaporkan
bahwa perubahan gaya hidup termasuk olah raga, merokok, pola makan
seimbang, pengendalian stres secara terkontrol terbukti dapat memulihkan
penyakit jantung koroner dengan hilangnya plak aterosklerosis tanpa obat-
obatan dan tindakan operasi. Namun, penerapan teori ini di kalangan
masyarakat pada umumnya masih sulit dilakukan (Karyadi, 2002).
Beberapa golongan obat digunakan untuk mengatasi dan mencegah
serangan jantung berulang. Obat-obat tersebut antara lain:
a. Golongan nitrat
Obat golongan ini untuk mengatasi serangan angina, pemberian tablet
langsung dimasukkan di bawah lidah, sehingga dapat segera diabsopsi dan
efeknya untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit, sehingga aliran
darah menjadi lancar dan rasa sakit dada berkurang (Karyadi, 2002).
b. Golongan salisilat
Obat golongan ini diberikan untuk penderita angina, untuk mencegah
serangan jatung lebih lanjut, obat berkerja untuk mengencerkan darah dan
sebagai anti platelet, sehingga mencegah terjadinya bekuan darah yang dapat
memblok aliran darah di pembuluh darah koroner (Karyadi, 2002).
c. Golongan penyekat beta (beta bloker)
Beta bloker diberikan pada penderita angina, karena cara kerjanya
menghanbat efek adrenalin pada reseptor beta yang terdapat di jantung, paru-
paru dan pembuluh darah. Efek obat golangan ini untuk memperlambat denyut
jantung dan menurunkan tekanan darah terutama pada waktu melakukan
kegiatan fisik. Pemberian beta bloker, dapat meningkatkan aktivitas fisik dan
dapat dihindari (Karyadi, 2002).
d. Golongan antagonis kalsium
Golongan obat ini menimbulkan perbaikan penyediaan darah koronaria
ke rasio kebutuhan miokardium. Penghambatan masuknya kalsium sangat
bermafaat sebagai terapi awal masuknya kalsium sangat bermafaat sebagai
terapi awal bila diduga ada spasme koronaria, sebagai terapi tambahan pada
angina pektoris stabil yang parah atau bila obat penghambat beta-adregenik
atau tidak dapat di tolerir (Chung dan Edward, 1995).
e. Diuretik
Diuretik menambah ekskresi garam dan air ke dalam urine, jadi
mengurangi jumlah cairan dalam sirkulasi dan dengan demikian menurunkan
tekanan darah. Diuretik efektif dalam perawatan kegagalan jantung. Sebagian
besar diuretik menyebabkan pertambahan ekskresi kalsium tubuh. Kehilangan
kalsium dapat dinetralkan dengan makan makanan yang kaya kalsium, atau
dengan makan tambahan kalsium (Soeharto, 2001).
f. Digitalis
Obat-obat digitalis menambahkan kekuatan kontraksi otot jantung,
sehingga dapat memperbaiki kemampuan jantung yang melemah. Obat-
obattersebut juga digunakan sebagai obat antiaritmia karena memperlambat
transmisi impuls elekris. Obat-obat digitalis dipakai dalam perawatan
kegagalan jantung,sering dikombinasikan diuretika (Tjay dan Rahardja, 2002).
g. Obat antiaritmia
Obat-obat antiaritmia dipakai pada perawatan dan pencegahan aritmia
jantung. Beta blockers bekerja dengan menghambat oksi andrenalin terhadap
reseptor beta (penerima, ujung syaraf atau indera penerima rangsang) pada
jantung. Ini mengakibatkan perlambatan denyutan jantung (Soeharto, 2001)
h. Obat anti-hipertensi
1) Centrally acting drugs
Obat-obat yang bekerja secara sentral bekerja dengan
menghambat transmisi impuls didalam sistem syaraf otonomik. Dengan
demikian menyebabkan pelebaran arteri sekeliling, sehingga
menurunkan tekanan darah. Contoh buatan komersial ialah Aldomet,
Catapres, Ismelin dan serpasil (Soeharto, 2001).
2) Vasodilator
Vasodilator menurunkan tekanan darah dengan merelaksasikan
otot-otot halus sekeliling, yang menyebabkan mereka untuk melebar,
menghasilkan reduksi tekanan terhadap aliran darah sehingga
menurunkan tekanan darah, contoh buatan komersial Apresoline dan
minipress (Soeharto, 2001).
3) Penghambat ACE
Angiostension II adalah zat yang terjadi secara alami yang
menyebabkan naiknya tekanan darah melalui dua mekanisme konstriksi
(penyempitan) arteri sekeliling dan retensi (penyimpangan) garam dan
air. Penghambatan ACE menurunkan tekanan darah dengan
menghambat produksi angiotension II (Siauw, 1994).
i. Antikoagulan
Antikoagulan (pengencer darah) bekerja mencegah pembentukan
gumpalan darah di dalam sistem sirkulasi yaitu untuk pencegahan
pembentukan gumpalan darah di dalam jantung dan pembuluh darah. Contoh
buatan komersial ialah warfarin (Soeharto, 2001).
j. Obat untuk menurunkan kolesterol
Obat-obat untuk menurunkan kolesterol dibuat untuk mengurangi
tingkat kolesterol darah dianggap terlalu tinggi dan yang berhubungan
dengan naiknya resiko penyakit jantung koroner (Karyadi, 2002).
k. Obat antiplatelet
Obat-obat antiplatelet mengurangi kelengketan platelet (sel-sel darah
yang kecil sekali yang mempunyai fungsi penting dalam mekanisme
pengumpalan darah) dan oleh sebab itu mengurangi kecenderungan untuk
pembentukan gumpalan darah (Soeharto, 2001).
C. Kerangka Teori Penelitian
Faktor Resiko
Penyakit Jantung
Koroner
Penyakit
Penyerta
Terapi Non
Farmakologi
Terapi
Farmakologi Hasil Outcome
Terapi obat yang
diberikan:
Golongan diuretik
Golongan nitrat
Golngan Beta Bloker
Golongan CCB
Golongan ARB
Anti Kolesterol
Golongan Antiplatelet
Golongan Anti Koagulan
Golongan ACE Inhibitor
D. Kerangka Konsep
E. Hipotesis
1. Ada pengaruh jumlah obat yang diberikan kepada pasien penyakit jantung
koroner terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap,
mortalitas dan perkembangan penyakit
2. Ada pengaruh jenis obat yang diberikan kepada pasien penyakit jantung
koroner terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap,
mortalitas dan perkembangan penyakit
3. Ada pengaruh faktor usia dan jenis kelamin pasien penyakit jantung koroner
terhadap outcome penggunaan obat meliputi: lama rawat inap, mortalitas
dan perkembangan penyakit
Pasien dengan diagnosis
Penyakit Jantung Koroner
Obat:
1. Jumlah Obat 2. Jenis Obat
Jenis kelamin Umur
Outcome :
1. Lama rawat inap 2. Mortalitas
3. Perkembangan penyakit
F. Defenisi Operasional
Berikut adalah definisi operasional penelitian ini:
Tabel 2.2. Variabel Dependen Penelitian
No. Variabel Definisi Alat
Ukur
Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1 Lama Rawat
Inap
Adalah masa
perawatan yang
diperlukan oleh
pasien PJK
berdasarkan
anamnase
dokter yang
tertulis pada
kartu status
pasien
Catatan
Medik
Observasi
Catatan
Medik
< 7 hari
≥ 7 hari
Nominal
2 Mortalitas Adalah angka
kematian
pasien PJK
yang terjadi
dalam masa
terapi
pengobatan.
Catatan
Medik
Observasi
Catatan
Medik
Jumlah
pasien
yang hidup
dan
meninggal
Katagorik
3 Perkembangan
Penyakit
Adalah proses
timbulnya
penyakit
diantaranya
gagal jantung
kongestif
selama masa
rawat inap
Catatan
Medik
Observasi
Catatan
Medik
Jumlah
pasien
yang
mengalami
dan tidak
mengalami
gagal
jantung
kongestif
Katagorik
Tabel 2.3 Variabel Independen Penelitian
No. Variabel Definisi Alat
Ukur
Cara Ukur Hasil
Ukur
Skala
1 Jumlah
Obat
Adalah banyaknya
obat yang diberikan
untuk terapi
pengobatan PJK
Catatan
Medik
Observasi
Catatan Medik
< 10
≥ 10
Nominal
2 Jenis
Obat
Adalah macam jenis
obat yang diberikan
untuk terapi
pengobatan pasien
PJK
Catatan
Medik
Observasi
Catatan Medik,
meliputi:
• Gol. Diuretik
• Gol. Nitrat
• Gol.
Antiplatelet
• Gol. ACE
inhibitor
• Gol. Anti
Koagulan
• Gol. ARB
• Gol. CCB
• Gol. Beta
Bloker
• Anti
Kolesterol
• Tidak
Menggu
nakan
• Menggu
nakan
Rasio
3 Usia Adalah waktu
seseorang hidup
dihitung dalam
satuan tahun dari
lahir sampai pasien
mengalami PJK
Catatan
Medik
Observasi
Catatan Medik
< 50 tahun
≥ 50 tahun
Nominal
4 Jenis
Kelamin
Adalah ciri organ
reproduksi yang
dimiliki pasien PJK
Catatan
Medik
Observasi
Catatan Medik
Pria
Wanita
Nominal