BAB I PENDAHULUAN Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk memproduksi hormon tiroksin yang berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme 1 . Kelenjar tiroid ini pun dapat mengalami gangguan anatomis maupun fungsional, yang salah satunya berupa nodul tiroid. Nodul tiroid merupakan pembengkakan atau massa yang teraba pada kelenjar tiroid. Ada yang bersifat jinak dan ganas. Penegakan diagnosis nodul tiroid meliputi beberapa modalitas, yaitu: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. 2 Penatalaksanaan nodul tiroid meliputi penggunaan obat- obatan, pembedahan, maupun dengan radioterapi. Guna menentukan modalitas terapi yang digunakan adalah sangat perlu untuk mengetahui diagnosis penyakit secara klinis dan histopatologis. 1 Apabila pembedahan dipilih dalam penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat banyak penyulit yang berkaitan dengan banyaknya struktur penting yang berjalan di dekat tiroid, serta kelainan endokrin yang mungkin timbul. Dalam pelaksanaan pembedahan tersebut, tentu saja peranan anestesi sangat penting, mengingat operasi dilakukan dekat dengan jalan nafas yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas tersebut 3 . Oleh karenanya yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan anestesi adalah membuat dan menjaga jalan nafas agar tetap aman selama pembedahan - 1 -
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar tiroid memiliki fungsi utama untuk memproduksi hormon tiroksin yang
berperan dalam pertumbuhan dan metabolisme1. Kelenjar tiroid ini pun dapat
mengalami gangguan anatomis maupun fungsional, yang salah satunya berupa nodul
tiroid. Nodul tiroid merupakan pembengkakan atau massa yang teraba pada kelenjar
tiroid. Ada yang bersifat jinak dan ganas. Penegakan diagnosis nodul tiroid meliputi
beberapa modalitas, yaitu: anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.2
Penatalaksanaan nodul tiroid meliputi penggunaan obat-obatan, pembedahan,
maupun dengan radioterapi. Guna menentukan modalitas terapi yang digunakan adalah
sangat perlu untuk mengetahui diagnosis penyakit secara klinis dan histopatologis.1
Apabila pembedahan dipilih dalam penatalaksanaan nodul tiroid, terdapat banyak
penyulit yang berkaitan dengan banyaknya struktur penting yang berjalan di dekat
tiroid, serta kelainan endokrin yang mungkin timbul. Dalam pelaksanaan pembedahan
tersebut, tentu saja peranan anestesi sangat penting, mengingat operasi dilakukan dekat
dengan jalan nafas yang sewaktu-waktu dapat menyebabkan tersumbatnya jalan nafas
tersebut3. Oleh karenanya yang menjadi perhatian dalam pelaksanaan anestesi adalah
membuat dan menjaga jalan nafas agar tetap aman selama pembedahan berlangsung.
Yang tidak kalah penting adalah gangguan fungsi tiroid, baik itu hipotiroid ataupun
hipertiroid, akan memberikan dampak pada banyak sistem organ dan hal ini
kemungkinan akan mengakibatkan gangguan-gangguan selama pengelolaan anestesia,
mulai dari sebelum operasi, durante operasi, hingga pasca operasi. Dengan demikian,
pengelolaan anestesia yang tepat dan efektif merupakan hal yang terpenting agar
terciptanya keamanan dan kenyamanan pasien dalam menjalani terapi pembedahan.
- 1 -
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, Histologi dan Fisiologi Tiroid
2.1.1 Struktur anatomi dan histologi kelenjar tiroid
Tiroid terletak di bagian dalam dari otot sternotyhroid dan sternohyoid setinggi vertebra
C5 sampai T1. Pada orang dewasa beratnya adalah 15-20 gram, terdiri dari dua lobus
laterali, ukuran 4 cm x 2 cm, menempel pada sisi lateral kartilago tiroid dengan batas
atas ismus sedikit di bawah kartilago krikoid dan bawahnya sampai ring trakea ke-4.
Ismus merupakan bagian yang menyatukan kedua lobus tiroid sepanjang trakea,
biasanya di anterior dari cincin trakea kedua dan ketiga. Kelenjar tiroid ini dibungkus
kapsul jaringan fibrous tipis, pada sisi posterior melekat erat pada trakea dan laring
(ligemen suspensorium dari Berry) sehingga akan ikut bergerak sewaktu menelan.
Kapsul ini juga penetrasi ke dalam kelenjar sehingga terbentuk pseudolobulus yang
berisi beberapa folikel.1,4
Aliran darah dalam kelenjar tiroid berkisar 4-6 ml/gr/menit, kira-kira 50 kali lebih
banyak dibanding aliran darah di bagian tubuh lainnya. Arteri dan vena yang melayani
tiroid adalah: Arteri tiroidea superior yang merupakan cabang dari arteri karotis
eksterna dan memberi darah sebesar 15-20%. Sebelum mencapai kelenjar tiroid, arteri
ini bercabang dua menjadi ramus anterior dan ramus posterior, yang akan
beranastomosis dengan cabang arteri tiroidea inferior. Kemudian terdapat Arteri tiroidea
inferior yang merupakan lanjutan dari trunkus tiroservikalis yang berasal dari Arteri
subklavia, dan memberikan darah paling banyak, yaitu sekitar 76-78%. Perdarahan
tiroid juga dilayani oleh Arteri tiroidea ima, yakni arteri yang berjalan ke arah ismus
kelenjar tiroid, yang merupakan percabangan dari arkus aorta (atau Arteri
brakiosefalika) dan memberi darah 1-2 %. Namun Arteri tiroidea ima ini tidak selalu
ada, namun jika ada cukup besar sehingga dapat membahayakan ketika dilakukan
trakeostomi.1
Tiga pasang vena biasanya mengalirkan vena dari pleksus tiroid pada permukaan
anterior kelenjar tiroid dan trakea. Vena tiroid superior mengalirkan darah dari kutub
superior kelenjar, vena tiroid tengah mengalirkan darah dari pertengahan lobus dan vena
tiroid inferior mengalirkan darah dari kutub inferior dan atau ismus. Vena tiroid
- 2 -
superior dan tengah mengalirkan darah ke Vena jugularis interna dan Vena tiroid
inferior mengalirkan darah ke Vena brakiosefalika (kebanyakan yang kiri).1
Tiroid mempunyai jaringan saluran getah bening yang menuju ke kelenjar getah
bening di daerah laring di atas ismus (Delphian Node), kelenjar getah bening para
trakeal dekat n. Rekuren, dan kelenjar getah bening bagian depan trakea. Dari kelenjar-
kelenjar tersebut akhirnya bergabung, kemudian alirannya diteruskan ke kelenjar getah
bening rantai jugular. 1,4
Kelenjar tiroid mendapatkan inervasi saraf simpatik yang berasal dari ganglion
servikalis yang berjalan bersama arteri. Saraf ini berperan dalam mengatur aliran darah
sesuai dengan kebutuhan produksi hormon. 1,4
Secara makroskopik, jaringan tiroid terutama terdiri dari folikel-folikel yang
berbentuk bulat. Setiap folikel terdiri dari sel folikel kuboid satu lapis dan mengelilingi
lumen yang mengandung koloid. Jika dirangsang sel folikel menjadi bentuk kolumnar
dan sel akan mengeluarkan koloid. Sedangkan bila tertekan, sel akan menjadi pipih dan
koloid terkumpul di dalamnya.5
Gambar 2.1 Struktur Anatomi Tiroid
Sumber: Saunders B. Evaluation of The Thyroid Nodule. (Diperbaharui 2004)
- 3 -
2.1.2 Fisiologi kelenjar tiroid
Fungsi kelenjar tiroid yang utama adalah memproduksi hormon tiroksin yang berperan
dalam pertumbuhan dan metabolisme. Hormon tiroid yang disintesis oleh kelenjar tiroid
sangat tergantung pada jumlah dari iodium yang masuk kedalam tubuh kita. 1
Iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid diperoleh dari makanan dan
juga minuman dalam bentuk iodida atau ion iodat. Ion iodat tersebut nantinya akan
dikonversi menjadi iodida di dalam lambung. Iodida tersebut nantinya akan diabsorpi
dari saluran cerna ke dalam darah. Biasanya sebagian besar dari iodida tersebut dengan
cepat dikeluarkan oleh ginjal, setelah seperlima dari asupan iodium tersebut diserap oleh
sel-sel tiroid untuk sintesis hormon tiroid. 1,5
Sintesis dari hormon tiroid dalam kelenjar tiroid meliputi 5 tahapan utama yaitu: 5
a. Transport aktif ion iodida melewati membran basal menuju ke dalam sel tiroid
(iodide trapping)
b. Oksidasi dari iodida dan iodinasi dari residu tirosil pada tiroglobulin.
c. Coupling dari molekul iodotirosin dalam tiroglobulin untuk membentuk hormon
tiroid
d. Proteolisis dari tiroglobulin, yang nantinya akan menyebabkan pelepasan dari
iodotironin dan iodotirosin
e. Deiodinasi dari iodotirosin dalam sel tiroid oleh enzim deiodinase intratiroid.
Sekitar 90% hormon tiroid yang dilepaskan ke dalam sirkulasi berupa tiroksin (T4).
Sedangkan 10% sisanya dalam bentuk triiodotironin (T3) yang merupakan bentuk aktif
dari hormon tiroid. Walaupun demikian sebagian besar T4 di jaringan perifer akan
dirubah menjadi T3 ataupun bentuk metabolit inaktif yakni reverse T3. Di dalam sistem
sirkulasi, sebagian besar T4 dan T3 berikatan dengan protein plasma, dimana 80%
berikatan dengan T4-binding globulin, 10% - 15% berikatan dengan T4-binding
prealbumin, dan sisanya berikatan dengan albumin. 4,5
Hormon tiroid memiliki efek di tingkat selular, organ dan sistemik. Di tingkat
seluler hormon tiroid menyebabkan transkripsi inti dari sejumlah besar gen. Oleh karena
itu, sejumlah besar enzim protein, protein transport, protein struktural, dan zat lainnya
akan meningkat. Di tingkat organ, hormon tiroid memiliki beberapa efek antara lain
meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitasnya sehingga akan meningkatkan juga
curah jantung, meningkatkan konsumsi O2 dan produksi CO2 yang akan dikompensasi
- 4 -
dengan peningkatan pernapasan pasien dan juga volume tidal, juga meningkatkan
pembentukan tulang. Sedangkan efek hormon tiroid di tingkat sistemik adalah
meningkatkan metabolisme selular dan produk akhir metabolisme dimana akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi dan peningkatan dari aliran darah ke dalam
jaringan. 4,5
Untuk menjaga agar tingkat metabolisme dalam tubuh tetap normal, maka setiap
saat harus disekresikan hormon tiroid dalam jumlah yang tepat. Agar hal ini dapat
tercapai, terdapat beberapa mekanisme pengaturan hormon tiroid, antara lain: 5
a. Hypothalamic-pituitary-thyroid axis, dimana thyrotropin-releasing hormone (TRH)
dari hipotalamus menstimulasi dan melepaskan thyroid-stimulating hormone (TSH)
kelenjar pituitari anterior, dimana nantinya akan merangsang sekresi dari hormon
tiroid.
b. Enzim deiodinase di kelenjar pituitari dan jaringan perifer yang memodifikasi efek
dari T4 dan T3
c. Autoregulasi sintesis hormon tiroid oleh kelenjar tiroid itu sendiri dalam
hubungannya dengan suplai iodium
d. Stimulasi atau inhibisi dari fungsi tiroid oleh TSH receptor autoantibodies.
Berikut ini disajikan secara skematis produksi hormon tiroid:
Gambar 2.2 Produksi Hormon Tiroid
Sumber: Bruner J. Hormones (Diperbaharui: 12 September 2003).
- 5 -
2.2 Nodul Tiroid
2.2.1 Definisi dan klasifikasi
Yang dimaksud dengan nodul tiroid adalah pembengkakan atau massa yang teraba pada
kelenjar tiroid. Nodul tiroid dapat teraba pada salah satu atau kedua lobus dari kelenjar
tiroid. Nodul tiroid tersebut dapat bersifat jinak ataupun bersifat ganas. Oleh sebab itu,
sebagai dokter harus mampu menggunakan metode yang efektif untuk mampu
membedakan apakah nodul tesebut bersifat jinak atau akan bersifat ganas. 2
Adapun jenis-jenis dari nodul tiroid dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1 Klasifikasi Nodul Tiroid
Adenoma
Macrofollicular adenoma
(simple colloid)
Microfollicular adenoma
(fetal)
Embryonal adenoma
(trabecular)
Hürthle cell adenoma
(oxyphilic, oncocytic)
Atypical adenoma
Adenoma with papillae
Signet-ring adenoma
Carcinoma
Papillary (75 percent)
Follicular (10 percent)
Medullary (5 to 10 percent)
Anaplastic (5 percent)
Other
Thyroid lymphoma (5
percent)
Cyst
Simple cyst
Cystic/solid tumors
(hemorrhagic, necrotic)
Colloid nodule
Dominant nodule in a
multinodular goiter
Other
Inflammatory thyroid
disorders
Subacute thyroiditis
Chronic lymphocytic
thyroiditis
Granulomatous disease
Developmental
abnormalities
Dermoid
Rare unilateral lobe
agenesis
Sumber: Welker M J, Orlov D. Thyroid Nodules. (Diperbaharui: 1 Februari 2003).
2.2 Epidemiologi
Nodul tiroid yang terdeteksi melalui palpasi didapatkan sebanyak 4% - 7% dari seluruh
populasi. Namun melalui pemeriksaan ultrasonografi angka prevalensi nodul tiroid
meningkat yakni sebanyak 19% - 67%. Sekitar 5% - 10% dari nodul tiroid yang
terdeteksi bersifat ganas. 2
- 6 -
Kejadian nodul tiroid pada wanita adalah empat kali lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki. Nodul tiroid juga lebih sering ditemui pada masyarakat yang tinggal di
daerah yang miskin akan iodium, misalnya di pegunungan. Angka kejadian nodul tiroid
juga meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Nodul tiroid juga sering dijumpai
pada seseorang yang memiliki riwayat terkena radiasi. 2
2.2.2 Etiologi
Terdapat beberapa penyebab dari terjadinya nodul tiroid, yaitu:
Tabel 2.2 Etiologi Nodul Tiroid
JINAK GANAS
Multinodular goiter
Hashimoto’s thyroiditis
Simple or hemorrhagic cysts
Follicular adenomas
Subacute thyroiditis
Papillary carcinoma
Follicular carcinoma
Hürthle cell carcinoma
Medullary carcinoma
Anaplastic carcinoma
Primary thyroid lymphoma
Metastatic malignant lesion
Sumber: Gharib H, et al. American Asssociation of Clinical Endocrinologists and
Associazione Medici Endocrinologi Medical Guidelines for Clinical Practice
for The Diagnosis and Management of Thyroid Nodules.
2.2.3 Manifestasi klinis
Sebagian besar nodul tiroid bersifat asimptomatis dan sebagian besar nodul tiroid
bersifat eutiroid, hanya 1 % saja yang mengalami hipertiroid atau tirotoksikosis. Pasien
mungkin hanya akan mengeluhkan muncul massa pada daerah lehernya, penekanan
pada daerah leher atau nyeri jika terjadi perdarahan spontan pada nodul tersebut. Di
samping itu, pada beberapa pasien juga mengeluh seperti terasa tercekik, nyeri pada
daerah servikal, disfagia, dan suara yang serak.1,5,6
Pada saat melakukan anamnesis, perlu ditanyakan beberapa hal berhubungan dengan
kelainan endokrin yang mungkin terjadi, yakni gejala-gejala dari hipotiroid (berat badan
bertambah, intoleransi suhu dingin, konstipasi, refleks hipoaktif, myalgia, dan depresi)
atau hipertiroid (penurunan berat badan, intoleransi terhadap panas, diare, refleks - 7 -
hiperaktif, dan gugup). Selain itu perlu juga ditanyakan riwayat dari keluarga yang
pernah menderita nodul tiroid, karena terdapat beberapa tipe nodul tiroid yang
diturunkan secara genetik walaupun angka kejadiannya sangat kecil seperti Familial
Medullary Thyroid Cacinoma (MTC), Multiple Endocrine Neoplasia Type 2(MEN 2),
Familial Papillary Thyroid Tumors, Familial Polyposis Coli, Gardner’s syndrome, atau
Cowden disease.7,8
Setelah melaksanakan anamnesis, akan diperoleh informasi apakah pembesaran
tiroid tersebut bersifat jinak ataupun menjurus ke arah ganas. Adapun tanda-tanda agar
kita waspada (red flag) yang menunjukkan bahwa nodul tiroid tersebut bersifat ganas
dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini.2
Tabel 2.3 “Red Flag” Karsinoma Tiroid
Male gender
Extremes in age (younger than 20 years and older than 65 years)
Rapid growth of nodule
Symptoms of local invasion (dysphagia, neck pain, hoarseness)
History of radiation to the head or neck
Family history of thyroid cancer or polyposis (Gardner's syndrome)
Sumber: Welker M J, Orlov D. Thyroid Nodules. (Diperbaharui: 1 Februari 2003).
2.2.4 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang dlakukan adalah dengan melakukan palpasi pada kedua lobus
kelenjar tiroid, dan keakuratannya sangat tergantung pada pemeriksa. Pada pemeriksaan
penderita, nodul tiroid yang kita dapatkan mungkin saja bersifat nodular atau halus,
lokal ataupun difus, keras atau lembut, dapat dimobilisasi atau terfiksir, dan terasa nyeri
saat dipegang ataupun tidak. Nodul yang berukuran kurang dari 1 cm mungkin saja
tidak dapat terpalpasi kecuali nodul tersebut terletak pada bagian anterior dari lobus
tiroid.2
Selain palpasi dari nodul tiroid tersebut, kita juga perlu memeriksa apakah ada
pembesaran dari kelenjar getah bening pada daerah kepala dan leher. Karena salah satu
tanda dari keganasan tiroid adalah terdapatnya limpadenopati pada daerah servikal
- 8 -
disamping dari ditemukannya nodul yang lebih dari 4 cm, keras dan terfiksir, atau suara
serak. 2
2.2.5 Pemeriksaan penunjang
Pemerikaan penunjang yang dilakukan pada penderita nodul tiroid dapat berupa
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan patologi anatomi dengan Fine-Needle
Aspiration (FNA), dan pemeriksaan ultrasonografi. Pada pemeriksaan TSH serum, jika
didapatkan kadar rendah maka dapat ditegakkan diagnosis hipertiroid, sedangkan bila
kadar TSH dalam serum meningkat, pasien mungkin saja mengalami hipotiroid.2,8
Pada pasien dengan kadar TSH serum dalam batas normal, maka pemeriksaan yang
dilakukan adalah dengan Fine-Needle Aspiration (FNA). FNA dipercaya sebagai
metode yang paling akurat untuk membedakan apakah nodul tiroid tersebut bersifat
ganas atau jinak. Metode ini memiliki akurasi yang tinggi, yakni sebesar 95 %. Metode
ini juga sangat tergantung pada keterampilan dari petugas yang melakukan aspirasi dan
ahli sitopatologi yang menginterpretasi hapusan sel tiroid. Jika spesimen yang
digunakan masih belum cukup untuk menegakkan diagnosis maka dapat dilakukan FNA
ulangan. 2,8
Pemeriksaan ultrasonografi pada nodul tiroid merupakan pemeriksaan yang paling
sensitif, dimana dengan pemeriksaan ini akan mampu diketahui ukuran yang
sebenarnya, struktur, dan mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada kelenjar
tiroid. Ultrasonografi juga disarankan pada pasien dengan riwayat keluarga yang pernah
atau menderita tiroid karsinoma. 2,8
Pemeriksaan penunjang lain yang mungkin dilakukan adalah dengan
menggunakan pemeriksaan nuklear yakni “thyroid scan”. Pemeriksaan ini dilakukan
pada pasien yang mengalami penurunan pada TSH serum. Pemeriksaan ini mengukur
jumlah iodium radioaktif yang terperangkap pada nodul. Normalnya, pengambilan
iodium pada kedua lobus tiroid adalah sama. Nodul diklasifikasikan menjadi “cold” jika
terjadi penurunan ambilan iodium, dan “hot” jika terjadi peningkatan ambilan iodium.
Nodul yang bersifat “hot” tidak pernah menunjukkan keganasan, sedangkan nodul yang
bersifat “cold” mungkin saja menunjukkan keganasan. 8
- 9 -
2.2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan nodul tiroid adalah pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk
menentukan apakah nodul tiroid tersebut suspek maligna atau suspek beningna. Bila
nodul tersebut suspek maligna, dibedakan atas apakah kasus tersebut operabel atau
inoperabel. Bila kasus yang dihadapi inoperabel maka dilakukan tindakan biopsi insisi
dengan pemeriksaan histopatologi secara blok parafin. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemo-radioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna
tersebut operabel dilakukan tindakan isthmolobektomi dan pemeriksaan potong beku.
Dari 5 kemungkinan hasil yang didapat, tindakan tiroidektomi total dikerjakan jika
hasilnya adalah karsinoma folikulare, karsinoma medulare, dan karsinoma anaplastik.9
Selanjutnya bila nodul tiroid secara klinis suspek benigna, dilakukan tindakan
FNAB (Biopsi Aspirasi Jarum Halus). Terdapat 2 kelompok hasil yang mungkin
didapat, yaitu: hasil FNAB suspek maligna (foliculare pattern atau hurthl cell) maka
dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan potong beku. Sedangkan jika
hasil FNAB benigna pemberian tiroksin (T4) selama 6 bulan, kemudian dievaluasi. Jika
nodul telah mengalami regresi, pemberian tiroksin (T4) tetap dilanjutkan dengan dosis
yang cukup untuk menekan TSH serum. Namun jika tidak ada perubahan atau
bertambah besar, sebaiknya dilakukan tindakan isthmolobektomi dengan pemeriksaan
potong beku.9
Pembedahan yang dilakukan adalah thyroid lobectomy, meliputi total lobectomy
atau near-total lobectomy baik itu disertai atau tanpa isthmectomy. Dalam melakukan
pembedahan harus dihindari terangkatnya kelenjar paratiroid dan rusaknya nervus
laryngeal rekurens yang berjalan di belakang kelenjar tiroid. Jika kelenjar paratiroid ikut
terangkat, maka pasien akan mengalami kejang tetani, akibat dari turunnya kadar
kalsium dalam darah. Sedangkan jika terjadi kerusakan pada nervus laryngeal rekurens
maka akan terjadi paralisis pita suara, dan pasien akan mengalami kesulitan dalam
berbicara pasca operasi. Oleh sebab itu disarankan untuk memeriksa secara teliti dari
keberadaan keempat kelenjar paratiroid dan nervus laryngeal rekurens selama
melakukan operasi.8,10
- 10 -
2.3 Anestesia dan Manajemen Perioperatif pada Tiroidektomi
2.3.1 Persiapan pra-operatif
Persiapan yang dilakukan sebelum operasi tiroidektomi antara lain melakukan
anamnesis kepada pasien baik itu anamnesis umum ataupun anamnesis khusus.
Kemudian dilakukan juga pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Semua ini
dilakukan untuk mengetahui adanya abnormalitas dari fungsi kelenjar tiroid, karena
akan mempengaruhi pada pilihan jenis dan obat-obatan anestesia yang akan diberikan.
Kondisi medis lainnya yang perlu diperhatikan adalah kelainan pada jantung, fungsi
respirasi, serta kelainan endokrin yang menyertai.7,11
Sebagai seorang ahli anestesi yang menjadi perhatian utama pada pasien dengan
nodul tiroid adalah tentang bagaimana penanganan jalan nafas saat operasi berlangsung.
Pasien sebelumnya harus ditanyakan tentang riwayat dari gangguan pernapasan,
misalnya saja positional dyspnea, dimana keadaan ini mungkin dihubungkan dengan
adanya disfagia pada pasien. Pemeriksaan jalan nafas lainnya yang mungkin dilakukan
antara lain, pengukuran jarak gigi seri bagian atas dan bawah, thyromental distance,
derajat protrusi gigi bawah, mobilitas kepala dan leher, serta pengamatan pada struktur
faring 11. Kemudian dilihat pula ada tidaknya gejala – gejala hipertiroid atau hipotiroid,
seperti:12
Respirasi : ada tidaknya kompresi pada trakea.
Kardiovaskular : pemeriksaan nadi normal dalam keadaan istirahat sangat
membantu apakah pasien siap operasi atau tidak. Di mana pada pasien hipertiroid
bisa terjadi takikardia, atrial fibrilasi, palpitasi, CHF. Sedangkan pada hipotiroid
dapat terjadi bradikardia, pericardial efusi, voltage ECG menurun.
Neurologis : pada hipertiroid dijumpai kulit lembab dan hangat, kecemasan, dan
gugup. Sedangkan pada hipotiroid dijumpai pergerakan lambat, susah
berkonsentrasi, dan intoleran terhadap dingin.
Muskuloskeletal : pada hipertiroid didapatkan kelemahan pada otot, kehilangan
berat badan. Sedangkan pada hipotiroid dijumpai atralgia dan mialgia.
Gastrointestinal : pada hipertiroid ditemukan diare dan kehilangan berat badan.
Sedangkan pada hipotiroid ditemukan konstipasi dan ileus.
Pemeriksaan rutin yang harus dilakukan pada pasien nodul tiroid sebelum
dioperasi meliputi tes fungsi tiroid, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan kadar
- 11 -
elektrolit dalam darah terutama kalsium, foto thorak dan laringoskopi indirek11.
Pemeriksaan foto rontgen thorak dibutuhkan untuk melihat apakah terdapat gambaran
deviasi atau kompresi trakea. Sedangkan laringoskopi indirek dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat disfungsi dari pita suara. Jika laringiskopi indirek tersebut
gagal untuk dilakukan maka perlu dikhawatirkan kemungkinan kesulitan intubasi saat
operasi akan dimulai.11
Kondisi optimal untuk dilakukan operasi adalah pasien dalam kondisi eutiroid.
Namun bila pasien dalam kondisi hipertiroid maka perlu diberikan terapi medis terlebih
dahulu agar didapatkan hasil test fungsi tiroid dalam batas normal serta denyut jantung
saat istirahat < 85 kali/menit. Sedatif yang diberikan sebagai premedikasi yang
diberikan adalah golongan benzodiazepine seperti misalnya midazolam atau diazepam.
Sedangkan pada pasien yang mengalami hipotiroid pemberian sedatif tidak boleh terlalu
banyak karena pasien tersebut sangat rentan mengalami drug-induced respiratory
depression, dan akibatnya terjadi kegagalan dalam merespon hipoksia. Pasien ini juga
perlu diberikan premedikasi berupa histamine H2 antagonist dan metoclopramide karena
terjadi penurunan waktu pengosongan lambung pada pasien tersebut. Pemberian terapi
medis berupa obat-obatan untuk mengkoreksi keadaan hipertiroid atau hipotiroid tetap
dilanjutkan pada pagi hari sebelum dilakukan operasi.7
2.3.2 Manajemen intra-operatif
Jenis anestesia yang dipilih dapat berupa anestesia umum atau dengan menggunakan
anestesia regional yang dikombinasi dengan monitored anesthesia care (MAC). Jenis
anestesia regional yang dipilih dapat berupa blok pleksus servikalis setinggi C2-C4 yang
dikombinasikan dengan anterior field block atau cukup dengan anterior field block.
Adapun keuntungan dan kerugian dari anestesia lokal dan umum dapat dilihat pada
tabel 2.4 berikut ini.11
- 12 -
Tabel 2.4 Anestesia Umum Dibandingkan Dengan Anestesia Lokal
Anestesia umum Anestesia lokal dengan MAC
Keuntungan- Pasien tidak sadar- Jalan nafas yang teratur
Kerugian- Pemulihan postanastesia yang lama- Efek samping obat
Keuntungan- Pemulihan postanastesia yang cepat- Efek samping obat minimal- Tidak ada iritasi tenggorokan dan pita
suaraKerugian- Sensasi tertekan pada daerah operasi- Operator teganggu (pasien menelan,
batuk, bergerak)
Sumber : Farling P A. Thyroid Disease. British Journal of Anesthesia. 2000
Anestesi umum dengan pemasangan pipa endotrakea dan penggunaan pelumpuh
otot merupakan teknik anestesi yang paling sering digunakan untuk operasi
thiroidectomy. Pemberian pelumpuh otot akan memudahkan dan mengurangi cidera
tindakan laringoskopi dan intubasi trakea serta memberi relaksasi otot yang dibutuhkan
selama pembedahan dan ventilasi kendali 13. Obat yang digunakan untuk induksi dapat
berupa thiopental (pada hipertiroid) atau ketamin (pada hipotiroid). Pada pasien dengan
hipertiroid, obat-obat yang menstimulasi sistem saraf simpatis seperti misalnya ketamin,
pancuronium harus dihindari karena dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut
jantung. Sedangkan pada pasien dengan hipotiroid sangat rentan dengan efek hipotensi
dari obat-obat anestesi.11
Intubasi endotrakea sangat penting dalam proses pembedahan tiroid. Intubasi trakea
biasanya menggunakan teknik laringoskopi konvensional. Pipa endotrakeal yang
digunakan biasanya non-kinking, dan harus cukup panjang sampai melewati kelenjar
tiroid. Nasal tracheal tube juga dapat digunakan, tetapi perlu diwaspadai resiko
terjadinya epistaksis. Sedangkan jika didapatkan terjadinya kompresi trakea maka
“reinforced tracheal tube” yang lebih kecil dapat digunakan.11
Setelah dilakukan intubasi, posisi pipa endotrakeal harus diperiksa dan difiksasi,
kemudian kedua mata pasien diberikan perlindungan. Pasien kemudian diposisikan
telentang dengan bantalan di bawah bahu dan kepala diposisikan dengan posisi “horse
shoe” atau “Whitlock Headrest”. Kedua tangan pasien kemudian diletakkan lurus pada
- 13 -
kedua sisi pasien, dan kepala dimiringkan keatas sebesar 25º untuk menjamin drainage
vena dan juga memudahkan operator dalam bekerja. 11
Selama operasi, pemilihan agen anestesi yang tepat sangat dibutuhkan dalam
menangani pasien dengan nodul tiroid. Pada hipertiroid anestesi harus cukup dalam
untuk menghindari terjadinya takikardia, hipertensi, dan aritmia saat dilakukan
pembedahan. Agen-agen anestesia yang meningkatkan tekanan darah juga harus
dihindari. Sedangkan pada pasien hipotiroid kita harus waspada terhadap kemungkinan
terjadinya hipoglikemi, hiponatremia, dan hipotermi akibat dari rendahnya tingkat
metabolisme basal. Baik hipotiroid maupun hipertiroid tidak menyebabkan perubahan
pada minimum alveolar concentration (MAC) dari agen-agen anestesia inhalasi. 7
2.3.3 Pengelolaan pasca-operasi
Setelah operasi selesai, residu dari blok neuromuskular dipulihkan, dan pasien
dibebaskan dari pengaruh anestesia. Saat pasien telah bernapas spontan dengan baik dan
reflek laring telah muncul kembali, maka pasien dapat diekstubasi dan kemudian pasien
dipindahkan ke ruang pulih. Masalah yang mungkin muncul pada saat ekstubasi adalah
pasien terbatuk-batuk, desaturasi oksigen, laringospasme, dan obstruksi jalan napas.
Untuk mencegah hal ini terjadi, pemberian narkotik seperti alfentanil atau lidokain
secara intravena dapat dilakukan saat pasien masih dalam pengaruh anestesi. Lidokain
selain diberikan secara intravena juga dapat diberikan secara topikal. 11
Komplikasi yang perlu diperhatikan dan mungkin terjadi pada pasien pasca operasi
tiroidektomi adalah gangguan pada pita suara akibat dari rusaknya nervus laryngeal
rekurens saat operasi. Mekanismenya dapat berupa iskemi, kontusi, traksi, dan
transeksi. Suara pasien akan menjadi serak jika yang terkena saraf pada salah satu sisi
(unilateral) atau terjadi aphonia dan stridor jika yang terkena adalah saraf pada kedua
sisi kelenjar tiroid (bilateral). Resiko dari kerusakan saraf selama pembedahan akan
meningkat pada operasi keganasan tiroid dan operasi untuk kedua kalinya serta variasi
dari anatomi pasien. Pengobatan dari paralisis pita suara tersebut dapat berupa injeksi
intrachorda, pembedahan laring, thyroplasty, dan reinervasi laring. 11
Hipokalsemia akut juga dapat terjadi dalam 12-72 jam jika kelenjar paratiroid ikut
terangkat saat operasi. Jika terdapat tanda-tanda hipokalsemia, seperti: spasme capo
pedal, tetani, laringospasme, perubahan status mental, kejang, maka dapat diberikan
- 14 -
suplemen kalsium berupa kalsium klorida dan kalsium glukonas. Selain itu pada
umumnya pasca operasi pasien diberikan tiroksin sebanyak 100 µg perharinya. 7
Trakeomalasia atau kolaps trakea juga mungkin terjadi pada pasien pasca operasi
tiroidektomi. Biasanya terjadi akibat kompresi trakea yang lama pada nodul tiroid yang
besar. Kondisi ini dapat membahayakan nyawa pasien dan harus diketahui sebelum
dilakukan ekstubasi serta harus segera ditangani. Tidak adanya kebocoran udara saat
cuff dikempiskan atau berkurangnya volume udara saat dikembangkan dibandingkan
dengan saat cuff dikempiskan merupakan tanda-tanda yang menunjukkan kemungkinan
terjadinya trakeomalasia. Penanganan yang dapat dilakukan meliputi reintubasi segera,
trakeostomi, atau pemasangan “ceramic rings” untuk menjaga struktur anatomis trakea.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi tetapi sangat jarang seperti hematom, oedem
laring, dan mati rasa pada tempat irisan saat operasi. Di samping itu dapat pula terjadi
perdarahan post operasi yang potensial menyebabkan obstruksi jalan nafas yang
mengancam nyawa. Adanya stridor atau hipoksia, bengkak pada leher depan,
bendungan vena leher merupakan tanda adanya perdarahan aktif. 11
Pada pasien dengan kondisi khusus misalnya pada hipertiroid mungkin saja terjadi
keadaan yang mengancam setelah operasi yang dikenal dengan istilah “thyroid storm”.
Adapun manifestasi klinis dari “thyroid storm” berupa peningkatan metabolisme tubuh
yang nyata dan peningkatan respon adrenergik. Teori terdahulu menyebutkan bahwa
“thyroid storm” terjadi akibat pelepasan yang mendadak dari simpanan hormon tiroksin
dan triiodotironin. Namun studi terkini menyebutkan bahwa pada “thyroid storm”
terjadi peningkatan jumlah reseptor katekolamin, sehingga terjadi peningkatan
sensitifitas terhadap katekolamin pada jantung dan jaringan saraf. Selain itu juga terjadi
peningkatan dari T3 dan T4 dalam bentuk bebas. Semua kondisi ini yang disertai
dengan stress akibat pembedahan akan menyebabkan munculnya manifestasi akut dari
“thyroid storm”. 7,11
Pasien dengan “thyroid storm” biasanya akan mengalami demam dengan suhu
tubuh mencapai 38 - 41º celcius dan juga berkeringat serta wajahnya kemerahan. Pada
pasien juga akan mengalami peningkatan denyut jantung (takikardia) yang nyata, sering
disertai dengan atrial fibrillation, tekanan darah yang tinggi dan bahkan gagal jantung.
Keluhan yang biasanya muncul pada sistem saraf pusat berupa agitasi, delirium dan
koma. Keluhan pada sistem gastrointestinal berupa mual, muntah, dan ikterus. Keadaan
- 15 -
yang fatal pada pasien dengan “thyroid storm” dihubungkan dengan gagal jantung dan
syok. 7,11
Terapi yang dapat diberikan berupa rehidrasi dan pendinginan, infuse esmolol atau
propanolol IV (0,5 mg yang dapat dinaikkan sampai dicapai denyut jantung kurang dari
100 kali/menit), propylthiouracil (250-500 mg tiap 6 jam per oral atau NGT) yang
diikuti dengan pemberian natrium iodide (1 gr IV dalam 12 jam) dan koreksi faktor
penyebab lain (misalnya infeksi).
Pasca operasi pasien dengan hipotiroid ekstubasi mungkin dilakukan setelah pasien
bangun dan normotermi, karena biasanya pasien mengalami pemulihan pasca-anestesi
yang lebih lama. Hal ini diakibatkan hipotermi, depresi pernapasan, atau
biotransformasi obat yang melambat. Karena pada hipotiroid mudah terjadi depresi
pernapasan maka analgetik non-opioid seperti ketorolac merupakan pilihan yang tepat
dalam penanganan nyeri pascaoperatif. 7,11
Pada pasien-pasien yang menjalani operasi tiroidektomi pada umumnya dapat
mentoleransi nyeri pasca operasi dengan baik dan analgetik yang dibutuhkan dalam
jumlah minimal. Biasanya pasien lebih sering mengeluhkan kaku pada leher akibat dari
posisi saat pembedahan dibandingkan dengan nyeri pada tempat insisi. 7,11
- 16 -
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 EVALUASI PRA-ANESTESIA
A. IDENTITAS
Nama : Kd Sri Ayu Ardeni
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Hindu
Agama : Bali
Bangsa : Indonesia
Alamat : Jl. Pelawa III No. 6 Denpasar
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
No CM : 01.21.48.60
Diagnosis Bedah : Multiple Nodul Tiroid (MNT)
Tindakan : Total Tiroidektomi
Tanggal Operasi : Senin, 11 Agustus 2008
B. ANAMNESIS
Anamnesis Khusus
Pasien mengeluhkan tumbuh benjolan pada leher bagian depan sejak ± 5 tahun yang
lalu. Benjolan tersebut pada awalnya kecil dan kemudian benjolan tersebut dirasakan
semakin membesar. Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri di daerah benjolan, namun
bersifat hilang timbul. Kadang-kadang pasien mengeluhkan gangguan pada saat
menelan, sesak, dada berdebar-debar, dan berkeringat. Sebelumnya pasien sempat
berobat di rumah sakit Singaraja, namun keluhan tidak berkurang. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga disangkal.
Anamnesis Umum
Riwayat penyakit sistemik : disangkal oleh pasien
Riwayat operasi/anestesi sebelumnya: tidak ada
- 17 -
Riwayat alergi obat : tidak ada
Riwayat merokok/minum alkohol : tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Kesadaran : Compos mentis (E4 V5 M6)
Tekanan darah : 130/75 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu aksilla : 36,7 º C
Berat badan : 50 kg
Tinggi badan : 158 cm
BMI : 20,03 kg/m2 (Normal)
Status Lokalis
Regio colli anterior
Inspeksi : tampak benjolan ikut bergerak saat menelan.