TUGAS TERSTRUKTUR PERENCANAAN DAN AGROINDUSTRI PETERNAK “ Perencanaan Itik Pedaging Bruno Animal Duck Farm dengan Populasi per tahun 240.000 Ekor selama 10 tahun” Oleh MUHAMMAD RAYHAN P2DA13002 KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN MAGISTER ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN PURWOKERTO 2013
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TUGAS TERSTRUKTUR
PERENCANAAN DAN AGROINDUSTRI PETERNAK
“ Perencanaan Itik Pedaging Bruno Animal Duck Farm dengan Populasi per
tahun 240.000 Ekor selama 10 tahun”
Oleh
MUHAMMAD RAYHAN
P2DA13002
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
MAGISTER ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor peternakan bertujuan antara lain untuk meningkatkan
pendapatan peternak melalui peningkatan populasi hasil ternak, guna mencukupi
kebutuhan akan pangan yang bergizi terutama protein hewani dan dalam usaha
penghematan devisa negara, penyediaan lapangan pekerjaan dan usaha dalam
rangka pengentasan kemiskinan dengan memperhatikan azas kelestarian.
Berbagai usaha komoditi ternak besar maupun ternak kecil tengah
digalakkan oleh pemerintah guna memenuhi swasembada daging tahun 2014. Hal
ini sangat memungkinkan karena Bogor memiliki potensi perternakan yang cukup
besar. Sumber daya alam akan ketersediaan pakan ternak berbahan baku hasil
pertanian seperti jagung dan bekatul padi sangat mencukupi bahkan melimpah
untuk usaha peternakan, baik yang diusahakan secara tradisional maupun modern.
Konsumsi daging di daerah Bogor umumnya berasal dari daging sapi.
Pada saat ini peningkatan permintaan daging belum dapat diimbangi oleh laju
peningkatan produksi, sehingga masih diperlukan impor daging. Impor daging
ini terutama diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen, hotel atau
restoran yang membutuhkan daging bermutu baik. Oleh karena itu perlu dicari
penghasil daging selain ternak ruminansia besar sebagai alternatif untuk
mempercepat upaya peningkatan produksi daging, baik untuk mengurangi
impor daging maupun sebagai konsumsi masyarakat untuk peningkatan gizi.
Salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan jalan
diversifikasi produk yaitu pemanfaatan produk-produk unggas, baik unggas yang
sudah populer (ayam ras dan buras) maupun unggas lainnya (itik dan entok).
Ternak itik sebagai salah satu sumber protein hewani memang patut
dipertimbangkan.
Meningkatnya kesadaran masyarakat pentingnya akan hidup sehat, di
negara maju yang penduduknya sebagian besar menghindari konsumsi daging
dengan kandungan lemak tinggi, telah membawa perubahan terhadap pola
konsumsi daging unggas dari ayam ras ke daging itik, sehingga mendorong
meningkatkan permintaan daging itik.
Berternak itik juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ternak
unggass yang lainnya, dimana tubuh itik lebih tahan terhadap penyakit sehingga
pemeliharaannya mudah dan kurang mengandung resiko, serta daging itik rasanya
lebih gurih dibanding daging ayam. Selain itu juga, itik memiliki efisiensi dalam
mengubah pakan menjadi daging yang baik
Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai moditas ternak
unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang
merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor
(2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih
rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya.
Produksi daging itik di Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi
daging itik hadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun
2009 poduksi daging itik di Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi besar 0,1
persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 10 mengalami
peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap
produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya 9 persen dengan
harga itik Rp 20.000 – 30.000 per ekor, sedangkan penetapan harga berdasarkan
bobot, yaitu Rp 30.000 per kg, dimana bobot rata-rata itik per ekor berumur 2
bulan adalah 1,3 kg.
Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah
dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing,
domba, dan ayam.
Tabel Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun
2009 – 2010
no Jenis
Daging
2009
(ton)
Kontribusi
(%)
2010
(ton)
Kontribusi
(%)
1 Sapi 11.153.409 12,75 10.790.992 11,39
2 Kerbau 238.800 0,27 262.268 0,28
3 Kambing 796.475 0,91 869.807 0,92
4 Domba 2.700.532 3,09 3.183.134 3,36
5 Ayam Ras 71.540.084 81,81 78.340.100 82,68
6 Ayam Buras 934.193 1,07 1.220.336 1,29
7 Itik 83.721 0,10 85.462 0,09
jumlah 87.447.214 100,00 94.752.099 100,00
sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011
Kebutuhan konsumsi daging dalam negeri terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun maka perlu dilakukan analisis usaha itik pedaging dengan
populasi 240.000 ekor itik selama 10 tahun.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui analisis data dalam usaha itik pedaging
2. Untuk mendapatkan berbagai informasi dalam menganalisi data
peternakan
1.3. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui perencanaan usaha itik pedaging dalam
kewirausahaan
2. Mahasiswa mampu menganalisis data dalam usaha itik pedaging
3. Mendapatkan berbagai informasi dalam menganalisis data peternakan
II. LINGKUNGAN USAHA PETERNAKAN
2.1. Faktor makro
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang secara geografis terletak
antara 6’19° - 6’47° lintang selatan dan 106° 1'-107° 103' bujur timur,
dengan luas sekitar 2.301,95 km2. Secara administratif batas-batas wilayah
Kabupaten Bogor adalah seperti pada gambar.
a) Sebelah utara : Kota Depok
b) Sebelah barat : Kabupaten Lebak
c) Sebelah barat daya : Kabupaten Tangerang
d) Sebelah timur : Kabupaten Purwakarta
e) Sebelah timur laut : Kabupaten Bekasi
f) Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi
g) Sebelah tenggara : Kabupaten Cianjur
Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. Hampir
sebagian besar desa di Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa
swakarya yakni 237 desa dan 191 desa merupakan desa swasembada, Kabupaten
Bogor tidak memiliki desa swadaya.
Gambar Peta lokasi Kabupaten Bogor
Dari 40 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor ada dua kecamatan
yang di jadikan sebagai lokasi kajian yaitu Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan
Leuwiliang. Kedua kecamatan ini merupakan kecamatan yang berbatasan antara
keduanya. Adapun secara batas-batas wilayah kedua kecamatan tersebut adalah
sebagai berikut :
Batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan :
a) Sebelah utara : Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang
b) Sebelah barat : Kecamatan Leuwiliang dan Nanggung
c) Sebelah timur : Kecamatan Tenjolaya
d) Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi
Batas-batas Kecamatan Leuwiliang :
a) Sebelah utara : Kecamatan Cibungbulang
b) Sebelah barat : Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung
c) Sebelah timur : Kecamatan Ciampea
d) Sebelah selatan : Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang identik dengan sektor pertanian.
Topografi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berupa daerah
pegunungan di bagian selatan hingga daerah dataran rendah di sebelah utara,
daerah dataran rendah industri di sebelah timur dan daerah pegunungan,
perkebunan dan pertanian di sebelah barat. Fungsi lahan di Kabupaten Bogor
tidak hanya di jadikan sebagai pemukiman dan industri, tetapi juga masih banyak
potensi lahan yang digunakan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan
dan kehutanan. Umumnya struktur tanah di wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari
tanah regosol dan tanah latosol dengan curah hujan antara 2500 sampai 5000 mm
per tahun.
Di Kabupaten Bogor terdapat enam Daerah Aliran Sungai (DAS) besar
yang memiliki cabang-cabang yang sangat banyak hingga 339 cabang, yaitu
meliputi Daerah Aliran Sungai Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Cidurian, DAS
Cimanceuri, DAS Angke dan DAS Citarum. Mata pencaharian sebagian besar
masyarakat di Kabupaten Bogor masih menggantungkan diri pada sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama setelah perdagangan
Kabupaten Bogor memiliki potensi sumberdaya alam pertanian yang besar dan
beragam, jika dikembangkan akan menjadi sebuah kekuatan untuk membangun
masyarakat dalam rangka menanggulangi kemiskinan.
Potensi sumberdaya alam pertanian yang tampak terlihat di Kabupaten
Bogor amatlah banyak diantaranya potensi pertanian untuk pengembangan padi
sawah, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Dari potensi yang ada
dan memiliki berbagai keunggulan yang khas jika dimanfaatkan dan dikelola
dengan profesional akan dapat membantu pemerintah dalam program
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Potensi ini dapat kita lihat pada
luasan lahan pertanian di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki luas
lahan pertanian sebesar 149.748 Ha, luasan ini masih lebih luas jika dibandingkan
dengan luasan lahan di Kabupaten bogor untuk peruntukan yang lain seperti
perikanan, perkebunan kehutanan dan lainnya. Secara umum dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel Potensi Sumberdaya Alam Pertanian di Kabupaten Bogor
Potensi Luas (Ha)
Pertanian 149.748
Perkebunan 29.857,89
Kehutanan 108.033,69
Lainnya 29.462,43
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008
Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang tidak dapat
dilupakan, karena peternakan merupakan sumber protein hewani yang sangat
berguna bagi kehidupan manusia terutama bagi anak-anak yang akan
mempengaruhi tingkat kecerdasan. Melihat kondisi tersebut maka peternakan itik
ini dibangun berdasarkan faktor faktor tersebut, dengan populasi 240.000 pertahun
pada perusahaan Bruno Animal Duck farm.
2.2. Faktor mikro
Itik yang dibesarkan menjadi itik pedaging dalam konteks usaha ini adalah
khusus DOD jantan, dalam hal ini masa pemeliharaan berkisar 2 bulan, artinya
umur itik belum begitu tua dimana dagingnya relatif terasa empuk dan berbeda
dengan itik afkir yang dapat mencapai umur ±1 tahun, dimana dagingnya sudah
liat. Tujuan dari usaha ini untuk menghasilkan daging yang tidak alot dan karena
masa pemeliharaanya lebih singkat dibanding umur itik petelur, diharapkan
menghasilkan keuntungan yang besar. Itik pedaging yang sudah berumur 2 bulan
memiliki bobot ± 1,3 kg per ekor, kemudian dijual dalam bentuk hidup atau juga
dipotong terlebih dahulu menjadi karakas.
Berbeda dengan usaha pembibitan, pada usaha pembesaran ini
memerlukan lahan yang relatif luas untuk kandang-kandang itik. Untuk skala
usaha yang cukup besar (skala menengah) dapat dilakukan sistem pola
pemeliharaan, dimana dibuat beberapa paket pemeliharaan, sehingga akan
diperoleh masa panen yang rutin reguler. Pada pembesaran itik pedaging sistem
pola pemeliharaan dapat diatur sedemikian rupa setiap bulan panen, sehingga
memerlukan jumlah itik yang lebih besar.
Berdasarkan pengamatan di Peternak , terdapat pengusaha itik pedaging
yang menggunakan sistem pola ternak, dimana sekumpulan populasi sejumlah ±
10.000 ekor dihitung dalam satu paket dan dalam satu siklus pemeliharaan (2
bulan) terdapat 4 paket sejumlah 40.000 ekor. Apabila dilakukan berulang tiap
bulan, maka dalam satu tahun akan memelihara 240.000 ekor itik. Pada skala
usaha ini dengan populasi 10.000 ekor sudah ditangani dengan tatalaksana
budidaya yang baik dan melibatkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak.
Kebutuhan tenaga kerja dalam budidaya itik pedaging, akan disesuaikan
dengan jenis pekerjaan dan skala usaha. Pada skala usaha mikro atau jumlah
populasi itik dibawah 4.000 ekor sebagai patokan cukup dikerjakan oleh satu
orang dan apabila jumlah populasi itik lebih dari 4.000 ekor perlu beberapa tenaga
kerja yang menangani. Penambahan jumlah tenaga kerja pada jumlah populasi
besar dapat mengikuti kelipatan 4.000 ekor populasi per orang tenaga kerja, jadi
apabila jumlah populasi mencapai 6.000-10.000 ekor perlu tenaga kerja 2 orang
dan seterusnya. Sedangkan beberapa pekerjaan yang harus dilakukan oleh