MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH A. Pendahuluan Perbankan syariah mengalami perkembangan yang pesat melalui berbagai produk pembiayaan. Produk dimaksud, diantaranya: murabahan, mudharabah, musyarakah, ijarah, dan sebagainya. Makalah ini akan menguraikan pembiayaan mudharabah dan Musyarakah. Makalah dimaksud sebagai bahan diskusi berkenaan aplikasi dalam dunia aktivitas sosial dalam masyarakat Indonesia. Hal dimaksud, diuraikan sebagai berikut. B. Al-Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh- dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk berniaga. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al- Muzzammil : 20) 1 . Mudharabah disebut juga qiradh, berasal dari kata qardh yang berarti qath (sepotong), karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan sebagian dari keuntungannya. Menurut istilah fiqh, 1 Kata mudharabah pada ayat tersebut merupakan dalil yang bersifat dhanni ad-Dalalah karena mempunyai makna lebih dari satu, yaitu bisa berarti bertani, berdagang dan sebaginya. Lihat H. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010), hal 121 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH
A. Pendahuluan
Perbankan syariah mengalami perkembangan yang
pesat melalui berbagai produk pembiayaan. Produk
dimaksud, diantaranya: murabahan, mudharabah,
musyarakah, ijarah, dan sebagainya. Makalah ini akan
menguraikan pembiayaan mudharabah dan Musyarakah.
Makalah dimaksud sebagai bahan diskusi berkenaan
aplikasi dalam dunia aktivitas sosial dalam masyarakat
Indonesia. Hal dimaksud, diuraikan sebagai berikut.
B. Al-Mudharabah
1. Pengertian Mudharabah
Menurut bahasa, kata mudharabah berasal dari adh-
dharbu fil ardhi, yaitu melakukan perjalanan untuk
berniaga. Allah swt berfirman: “Dan orang-orang yang
berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah.” (QS Al-
Muzzammil : 20)1. Mudharabah disebut juga qiradh,
berasal dari kata qardh yang berarti qath (sepotong),
karena pemilik modal mengambil sebagian dari hartanya
untuk diperdagangkan dan ia berhak mendapatkan
sebagian dari keuntungannya. Menurut istilah fiqh,
1 Kata mudharabah pada ayat tersebut merupakan dalil yangbersifat dhanni ad-Dalalah karena mempunyai makna lebih dari satu,yaitu bisa berarti bertani, berdagang dan sebaginya. Lihat H. Abd.Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010), hal 121
1
kata mudharabah adalah akad perjanjian antara kedua
belah pihak, yang salah satu dari keduanya memberi
modal kepada yang lain supaya dikembangkan, sedangkan
keuntungannya dibagi antara keduanya sesuai dengan
ketentuan yang disepakati.2
Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua
atau lebih pihak, yaitu pemilik modal (shahibul amal)
mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola
(mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini
menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen
modal dari pemilik modal dan keahlian mengelola
keuangan dari pengelola.
Transaksi jenis mudharabah, tidak mewajibkan
adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek.
Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak
hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang
terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal
untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maaldiharapkan
untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk
menciptakan laba yang optimal.
2. Jenis-Jenis mudharabah
a. Mudharabah Mutlaqah
2 Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut: Darul Fikri Athob’ahArrabi’ah,1983), hal 212
2
Mudharabah Mutlaqah, yaitu pemilik modal (shahibul
maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola
(mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam
usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun
pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan
pengelolaan sesuai dengan praktik kebiasaan usaha
normal yang sehat (uruf). Misalnya Mudharib membuka
warung Tegal dan bisa juga membuka warung padang atau
usaha lainnya
b. Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah Muqayyadah, yaitu pemilik modal (shahibul
maal) menentukan syarat dan pembatasan kepada
pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka
waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya. Misalnya
Mudharib membuka usaha warung Tegal berdasarkan kemauan
pemilik modal (shahibul maal). Hal itu berarti tidak
bisa membuka warung padang
3. Karakteristik Mudharabah
Karakteristik Mudharabah berdasarkan prinsip
berbagi hasil dan berbagi risiko dikemukakan sebagai
berikut.a. Keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang telah
disepakati sebelumnya pada pelaksanaan akad
3
b. Kerugian finansial menjadi beban pemilik dana;
sedangkan pengelola tidak memperoleh imbalan atas
usaha yang telah dilakukan.c. Pemilik dana tidak diperbolehkan mencampuri
pengelolaan bisnis sehari-hari. Hal dimaksud,
dikemukakan contoh Praktik Mudharabah dalam
Perbankan Syariah
skema mudharabah bank syariah
Seorang pedagang yang memerlukan modal untuk
berdagang dapat mengajukan permohonan untuk pembiayaan
bagi hasil atau pembiayaan mudharabah kepada bank
syariah. Selanjutnya, Bank bertindak selaku shahibul
maal; Sedangkan pihak nasabah bertindak selaku
pengelola (mudharib), dengan keuntungan dibagi menurut
kesepakatan dimuka dan apabila rugi ditanggung oleh
sahibul maal. Sebaliknya, bila kerugian itu terjadi dari
Ya ayyuhallazina amanu la takunu kalladzina kafaru wa qolu
li’ikhwanihim idza dharabu fil ardhi “ Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu seperti orang-orang
kafir(orang-orang munafik) itu, yang mengatakan
kepada saudara-saudara mereka apabila mereka
mengadakan perjalanan di muka bumi......( Ali
Imran : 156).6
3Departeman Agama Republik Indonesia, Al Qur’anul Karim wa TarjamahMa’aniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah,(Al madinah Al Munawwaroh: Mujamma’al Malik Fahd, 1418 H), hal 68
4Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail IbnuKatsir, Tafsir Ibnu Katsir, (Beirut : Al-Resalah Publishers, 1421 H-2000M) , hal 210
5Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali al kabir,(Damanhur : Daru Lina, 1423 H-2002 M), hal 128
6Departemen Agama Republik Indonesia, Op cit, hal 103
6
Penafsiran Ibnu Katsir : Mereka berpergian
untuk berdagang dan lainnya.7 Penafsiran Abu Bakr
Jabir Al Jazaa’iri : Berjalan di bumi dengan jalan
kaki dan terkadang berjalan untuk kebaikan orang-
orang muslim.8 Di antara ayat-ayat Al Qur’an
dimaksud, terdapat kata yang di jadikan oleh
sebagian besar ulama fiqh adalah kata dharaba fil ardhi
menunjukkan arti perjalanan atau berjalan di bumi
yang di maksud perjalanan untuk tujuan dagang.9
b. Al Hadits
Sementara dalam hadits di katakan bahwa Nabi
dan beberapa sahabat pun terlibat dalam perseroan
mudharabah.10 Hal ini tampak dalam beberapa hadits
yang artinya sebagai berikut :
1) Hadits yang pertama yang artinya: “Diriwayatkan
dari ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdull Mutholib,
jika memberikan dana ke mitra usahanya secara
mudharabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang
berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi7Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ Ismail Ibnu
Katsir, Op.Cit, hal 2668Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Op.Cit, hal 191 9 Muhammad Asad, The Message of the Qur’an, (Gibraltar : Dar al
andalus,1984),hal 9210Ibn Qudamah, Al Mughni, V (Riyadh : Maktabat al Riyadh al
Haditsah,1981), hal 26
7
peraturan tersebut, yang bersangkutan
bertanggung jawab atas dana tersebut.
Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada
Rasululloh SAW dan Rosululloh pun
membolehkannya.” ( HR Thabrani).
2) Hadits yang kedua yang artinya: “Dari Shalih bin
Shuhaib r.a bahwa Rosulloh SAW bersabda,” Tiga hal
yang di dalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqoradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan
rumah, bukan untuk di jual.”(HR Ibnu Majah No
2280, Kitab At-Tijarah).
c. Literatur Fiqh
Di dalam kitab-kitab fiqh Syafi’iyah (madzhab Syafi’i)
tidak ditemukan istilah mudharabah. Istilah
mudharabah ini dipakai oleh madzhab Hanafi, Hambali, dan
Zaydi (syi’ah), sedang dalam madzhab Maliki dan As-Syafi’i
dipakai istilah Qiradh.11 Menurut para ulama fiqh
perbedaan itu terletak dalam hal kebiasaan
penyebutan dari tiap-tiap daerah Islam.12 Jadi tidak
di salahkan bahwa waktu pertama didirikan Bank
11Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah,( Yogyakarta : UII Press, 2002) hal 44
12Muhammad, Op cit., hal 50
8
Islam di Indonesia banyak masyarakat dan ulama yang
menentang dan ragu di karenakan pengetahuan mereka
dalam bidang fiqh muamalah kurang menguasai dan di
binggungkan dengan istilah dan dogma fanatik
madzhab, yaitu mayoritas Muslim Indonesia yang
mereka ketahui hukum Islam adalah fiqh Syafi’iyyah.
Keraguan dan penentangan masyarakat dan ulama
atau fuqaha ( ahli hukum) sebenarnya telah terjadi
masa-masa eksperimen awal untuk perbankan Islam
berlangsung di Melayu pada pertengahan tahun 1940
an, di Pakistan pada akhir 1950 an, melaui Jama’at
Islami pada 1969, Egypt’s Mit Ghamr Saving
Bank(1963-1967),dan Nasser social Bank (1997).13
Satu-satunya institusi Islam yang bertahan pada
periode awal ini adalah Nasser Social Bank(Mesir)
dan Tabungan Haji (Malasyia).14 Hukum Mudharabah
adalah boleh (ja’iz) menurut ijma(konsensus).’15 Ja’iz adalah
ukuran penilaian bagi perbuatan dalam kehidupan
kesusilaan (akhlak atau moral) pribadi. Kalau
mengenai benda misalnya makanan di sebut halal (bukan13Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip,
Praktik,Prospek, (Jakarta : PT serambi Ilmu Semesta Cetakan kedua,2004), hal 15
14Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Ibid, hal 17 15Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III (Bairut : Darul Fikri Athob’ah
Arrabi’ah,1983), hal 212
9
ja’iz).16 Mudharabah oleh ijma’ dihukumi boleh atau jaiz
karena berdasar pada kaidah Fiqh “ Al Masyaqqoh tajlibu at
taisir “ artinya Kesulitan akan mendorong kemudahan,
Lafadz masyaqqah secara bahasa berarti sulit,
berat,dan yang searti dengannya. Dalam bahasa
Arab,ketika dikatakan syaqqa alayhi al-syai’ berarti ada
sesuatu yang telah memberatkan seseorang. Di dalam
al Qur’an terdapat lafadz yang berasal dari akar yang
sama dengan masyaqqah, yakni syiqq al-anfus,
sebagaimana terdapat dalam surat al-Nahl ayat 7.17
Seperti halnya musaqah, qiradl (mudharabah) juga tetap
di perbolehkan,walaupun mengandung gharar, karena
adanya hajat atau kebutuhan umum masyarakat yang
sudah mendekati kadar dlarurat.18 Gharar adalah sesuatu
yang masih kabur atau tidak jelas akibatnya namun
biasanya menimbulkan kerugian.19
d. Dewan Syari’ah Nasional (DSN) dan Dewan
Pengawas Syari’ah (DPS)
16Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan Tata HukumIslam di Indonesia,Edisi Keenam,(Jakarta:PT raja Grafindo Persada,2001), hal 132
17Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi Ushul al-Ahkam, Juz II, (Beirut: Dar al Ma’rifah,tanpa tahun), hal 119
18Abdul Haq,Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar Fiqh TelaahKaidah Fiqh Konseptual buku kesatu,cetakan kedua,(Surabaya: Khalista,2006)hal 199
19Op.Cit Kelas III Aliyah 1997 Madrasah Hidayatul , hal 58
10
Fatwa DSN No.07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
Pembiayaan Mudharabah (Qiradh). Dewan syari’ah
Nasional secara resmi didirikan sebagai lembaga
syari’ah yang bertugas mengayomi dan mengawasi
operasional aktivitas perekonomian Lembaga Keuangan
Syari’ah (LKS). Selain itu juga untukmenampung
berbagai masalah/ kasus yang memerlukan fatwa agar
diperoleh kesamaan dalam penangganannya oleh
masing-masing LKS.20 DSN sebagai sebuah lembaga yang
di bentuk oleh MUI secara struktural berada di
bawah MUI. Sementara kelembagaan DSN sendiri belum
secara tegas diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
C. Al-Musyarakah
1. Pengertian al-musyarakah
Untuk memberikan pengertian yang berkenaan
Pembiayaan Musyarakah, penulis mengutip beberapa
pendapat yang berkenaan dengan musyarakah. Hal itu,
dikemukakan sebagai berikut.
a. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah
20Himpunan Fatwa Dewan syari’ah,edisi kedua,(Jakarta:2003), hal14
11
Akad musyarakah adalah Akad kerja sama di antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
yang masing-masing pihak memberikan porsi dana
dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi
sesuai dengan kesepakatan; sedangkan kerugian
ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-
masing.21
b. Muhammad Syafi’i Antonio
Pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keutungan dan resiko akan ditanggung bersama
sesuai dengan kesepakatan.22
c. Jefril Khalil
Pembiayaan musyarakah adalah akad antara dua
orang atau lebih dengan menyetorkan modal dan
dengan keuntungan dibagi sesama mereka menurut
porsi yang disepakati.23
21 Penjelasan Pasal 19 ayat (1) huruf c Undang-undang No. 21 Tahun 2008Tentang Perbankan Syariah.
22Antonio, Muhamad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Cet, 1, ( Jakarta : Tazkia Institute, 2000), hal 9
23 Jafril Khalil, Prinsip Syariah Dalam Perbankan, (Jurnal Hukum,2002), hal 50
12
Berdasarkan beberapa pengertian pembiayaan
musyarakah di atas, penulis berpendapat bahwa
pembiayaan musyarakah adalah penggabungan modal dari
dua orang atau lebih untuk membiayai suatu
proyek/usaha, keuntungan akan di bagi berdasarkan
proporsi modal; sedangkan bila terjadi kerugian maka
akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan yang
tertuang dalam akad/kontrak perjanjian.
Bila mengamati pembiayaan mudharabah dan
musyarakah dalam masyarakat berdasarkan prinsip
syariah, maka ditemukan beberapa contoh instrumen
pembiayaan syariah yang sangat applicable dengan
semangat modal ventura yang sesungguhnya dengan masih
mengkaitkan ketiga instrumen pembiayaan modal ventura
Indonesia yang ada sekarang. Instrumen pembiayaan
syariah tersebut antara lain: Al Musyarakah untuk
pendirian usaha atau proyek (dapat disejajarkan
dengan instrumen pembiayaan saham), yaitu
mencampurkan dana untuk mendirikan usaha atau kontrak
proyek dengan tujuan memperoleh keuntungan. Pemilik
modal dalam musyarakah ini adalah dua pihak atau
lebih (misalnya venture capital company, pengusaha dan
silent partner). Keuntungan atau kerugian usaha atau
kontrak proyek dinikmati atau ditanggung bersama-sama
13
sesuai dengan porsi modal atau profit/loss sharing
yang ditetapkan dalam kesepakatan/perjanjian awal.
Produk perbankan syariah berkenaan pembiayaan
musyarakah mempunyai implementasi spesifik dalam
bentuk saham. Saham dalam pasar modal syariah adalah
suatu bukti penyertaan modal dalam suatu perusahaan
sampai perusahaan ditutup / dilikuidasi. Adapun
prinsip dasar saham secara syariah adalah: (a)
bersifat musyarakah jika saham ditawarkan secara
private; (b) bersifat mudharabah jika saham
ditawarkan pada public; (c) tidak boleh ada pembedaan
jenis saham karena risiko harus ditanggung oleh semua
pihak; (d) seluruh keuntungan akan dibagi hasil, dan
jika terjadi kerugian akan dibagi rugi setelah
dilikuidasi; (e) investasi pada saham tidak dapat
dicairkan dari usaha atau proyek yang bersangkutan
kecuali dalam keadaan bangkrut atau dialihkan lewat
jual beli investasi.
Ketentuan umum pembiayaan musyarakah dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Semua modal disatukan untuk dijadikan modal
proyek pembiyaan musyarakah syirkatul milk dan dikelola
bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut
serta dalam menentukan kebijakan usaha yang
14
dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal
dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah dan
tidak boleh melakukan tindakan seperti:
1) Menggabungkan dana proyek dengan harta
pribadi.
2) Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak
lain tanpa izin pemilik modal lainnya.
3) Memberi pinjaman kepada pihak lain.
4) Setiap pemilik modal dapat mengalihkan
penyertaan atau digantikan oleh pihak lain.
5) Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja
sama apabila :
a) Menarik diri dari perserikatan.
b) Meninggal dunia.
c) Menjadi tidak cakap hukum.
b. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan
jangka waktu proyek harus diketahui bersama.
Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan,
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi
kontribusi modal.
c. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam
akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan
15
dana tersebut bersama bagi hasil yang telah
disepakati untuk Bank.24
Melalui kontrak musyarakah, dua pihak atau lebih
(termasuk Bank dan lembaga keuangan bersama
nasabahnya) dapat mengumpulkan modal mereka untuk
membentuk sebuah perusahaan (syirkah al-inan)25 sebagai
sebuah badan hukum (legal entity). Setiap pihak memiliki
bagian secara proporsional sesuai dengan kontribusi
modal mereka dan mempunyai hak mengawasi (voting right)
perusahaan sesuai dengan proporsinya.
Untuk pembagian keuntungan setiap pihak menerima
bagian keuntungan secara proporsional dengan
kontribusi modal masing-masing atau sesuai dengan
kesepakatan yang te!ah ditentukan sebelumnya,
sedangkan bila perusahaan merugi, maka kerugian
24Moh. Kadi (bagian pemasaran Bank Muamalat Cabang Palu, Wawancara, 25 April 2013
25Syirkah al-lnan adalah bentuk dari syirkah amwal, yaituperserikatan dalam permodalan untuk melakukan perdagangan denganbagi hasil (keuntungan dan kerugian dibagi dan ditanggung bersama).
16
tersebut juga dibebankan secara proporsional kepada
masing-masing pemberi modal.
2. Dasar Hukum Musyarakah
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an, Surah Annisa: 12; Surah Shaad:24
sebagai berikut.
لث� رك�اءف ال�ث� هم ش� ف� Terjemahnya:
…maka mereka berserikat pada sepertiga…(an-nisa :
12)
Terjemahnya:
“Dan, sesungguhnya kabanyakan dari orang-orang yang
berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada
sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh.”(Shaad:24)
Kedua ayat di atas menunjukkan perkenan dan
pengakuan Allah SWT akan adanya perserikatan dalam
kepemilikan harta. Hanya saja dalam surah an-nisa: 12
perkosian terjadi secara otomatis (jabr) karena waris;
17
Sedangkan dalam surah Shaad: 24 terjadi atas dasar
akad (ikhtiyari)
b. Al-hadis
Hadis yang diriwayatkan oleh abu hurairah
yang artinya: Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah Azza wa Jalla berfiman, ‘Aku pihak ketiga dari
dua orang yang berserikat selama salah satuhnya tidak
mengkhianati lainnya.” (HR Abu Dawud no 2936, dalam
kitab al;buyu, dan hakim)
Hadits qudsi tersebut menunjukkan kecintaan Allah
kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian
selama saling menjujung tinggi amanat kebersamaan dan
menjauhi pengkhianatan.
c. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, al-Mugni26 telah
berkata, “kaum muslimin telah berkonsensus terhadap
legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat
perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya.”
3. Jenis-jenis al-musyarakah
26 Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir (Beirut: Darul-Fikr, 1979) vol. V, hlm91
18
Al-musyarakah ada dua jenis: (a) musyarakah
pemilikan; dan (b) musyarakah akad (kontrak).
Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat,
atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu
aset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini,
kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah
aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang
dihasilkan aset tersebut; Lain halnya musyarakah akad
yang tercipta dengan cara kesepakatan, yaitu dua orang
atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka
memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat
berbagi keuntungan dan kerugian.
Musyarakah akad terbagi menjadi: al-inan, al-
mufawadah, al-amaal, al-wujuh.
a. Syirkah al-inan
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang
atau lebih. setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam kerja. Kedua
pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian
sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Akan
tetapi, porsi masing-masing pihak, baik dalam dana
maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan
19
identik sesuai dengan kesepakatan mereka. Mayoritas
ulama membolehkan jenis al-musyarakah ini.27
b. Syirkah Mufawadoh
Syirkah Mufawadah adalah kontrak kerja sama antara
dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu
porsi dari keseluruhan dana dan berpatisipasi dalam
kerja. Setiap pihak membagi keuntungan dan kerugian
secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis
al-musyarakah ini adalah kesamaan dana yang diberikan,
kerja, tanggung jawab, dan bebang utang dibagi oleh
masing-masingpihak.28
c. Syirkah A’maal
Al-musyarakah ini adalah kontrak kerja sama dua
orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara
bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.
Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap
sebuah proyek atau kerja sama dua orang penjahit untuk
27 Wahbah az-Zuhaili,al-fiqhu al-islami wa Adillatuhu (damaskusDarul-Fikr 1997)cetakan IV vol V halm 92
28 Al-Mabsuth, vol XI, hlm 92 dan sesudahnya Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani al-Badai wassana fi Tartib ash-sharai, (Beirut:Darul Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol VI hlm 92
20
untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor.
Al-musyarakah abdan atau sanaa’i.29
d. Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah kontrak antara dua orang atau
lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta
ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit
dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut
secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan
kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang
disediakan oleh tiap mitra 30 jenis al-musyarakah ini
tidak memerlukan modal karena pembelian secara kredit
berdasarkan pada jaminan tersebut. Karenanya, kontrak
ini pun lazim disebut sebagai mustarakah piutang
.
4. Aplikasi dalam Pembiayaan Musyarakah
Sebuah usaha dagang membutuhkan modal bernilai
Rp 500.000.000. Usaha dimaksud, 3 (tiga) orang
berserikat bermohon ke Bank syariah untuk
mendapatkan modal pembiayaan. Ketiga orang
29Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai (Beirut:Darul-Kitab al-Arabi) edisi ke 2 vol.VI hlm 93
30 Beberapa ulama membahas mudharabah secara tersendiri dan memisahkannya dari bab “Syirkah”.Lihat al-kamal Ibnul-Humam, Fathul-Qadir (Pakistan:maktanah ar-Rashidiyyah): dan Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Rusyd, Bidayatul Mujtihad wsa nihayatul muqtasyid (Beirut: Darul-Qalam, 1988)
21
dimaksud, disetujui oleh pihak Bank. Dua orang
mendapat pembiayaan masing-masing sehingga menyetor
modal Rp 200.000.000 dan seorang lagi mndapat
pembiayaan sehingga menyetor uang Rp 100.000.000.
Uang dimaksud dijadikan modal untuk berdagang
beras. Hasil dagangan dimaksud, selama 6 (enam)
bulan mendapatkan keuntungan Rp 10..000.000. Hasil
keuntungan dimaksud, dibagi berdasarkan forsi
modal, yaitu 2 (dua) orang masing-masing mendapat
keuntungan Rp 2.000.000 dan seorang lagi mendapat
keuntungan Rp 1.000.000; sedangkan pihak bank
(shahibul mal) mendapatkan keuntungan Rp 5.000.000
berdasarkan kesepakatan antara pihak Bank dengan
pihak pengelola dana (mudharib). Hal inilah yang
dijadikan contoh musyarakah di satu pihak dan pihak
lainnya dapat dijadikan contoh mudharabah
5. Manfaat al-musyarakah
Manfaat musyarakah dalam pembiayaan sistim
perbankan, di antaranya sebagai berikut.
a. Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah
tertentu pada saat keuntungan usaha nasabah
meningkat
b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah
tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap,
22
tetapi disesuaikan dengan pendapatan /hasil usaha
bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami
negative spread.
c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan
cash flow / arus kas usaha nasabah, sehingga
tidak memberatkan nasabah.
d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent)
mencari usaha yang benar-benar halal, aman, dan
mengutungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil
dan benar-benar terjadi itulah yang akan
dibagikan.
e. Prinsip bagi hasil dalam mudharabah / musyarakah
ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana
bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah)
satu jumlah bunga berapa pun keuntungan yang
dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan
terjadi krisis ekonomi.
23
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Ibn Ahmad Ibn Qudamah, mughni wa Syarh Kabir(Beirut: Darul-Fikr, 1979) vol. V
Abdul Haq, Ahmad Mubarak, Agus Ro’uf, Formulasi Nalar FiqhTelaah Kaidah Fiqh Konseptual buku kesatu,cetakan kedua,Surabaya: Khalista, 2006
Abu Bakr Jabir Al Jazaa’iri, Aisaru al- Tafasirli kalami al ‘ali alkabir, Damanhur : Daru Lina, 1423 H-2002 M
Abu Bakar Ibn Mas’ud al-kasani, al-Badai was-Sanai fi Tartib ash-Sharai Beirut:Darul-Kitab al-Arabi, edisi ke 2 vol.VI
24
Antonio, Muhamad Syafi’I, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum,Cet, 1, Jakarta : Tazkia Institute, 2000
Departeman Agama Republik Indonesia, Al Qur’anul Karim waTarjamah Ma’aniyah ilal Lughoh Al Indonesiyyah, Al madinah AlMunawwaroh: Mujamma’ al Malik Fahd, 1418 H
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an, Gibraltar : Dar alandalus, 1984
H. Abd. Rahman Dahlan, Ushul Fiqh, (Jakarta, Amzah, 2010),hal 121
Himpunan Fatwa Dewan syari’ah,edisi kedua, Jakarta:2003Ibn Qudamah, Al Mughni, V, Riyadh : Maktabat al Riyadh al
Haditsah,1981 Ibrahim bin Musa al-Gharnathial-Syathibi,al-Muwafaqat fi
Ushul al-Ahkam, Juz II, Beirut: Dar al Ma’rifah,tanpa tahunJafril Khalil, Prinsip Syariah Dalam Perbankan, Jurnal Hukum,
2002Makhalul Ilmi SM, Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan
Syariah, Yogyakarta : UII Press, 2002 Mervyn Lewis dan Latifa Algaoud, Perbankan Syariah Prinsip,
Praktik,Prospek, Jakarta : PT serambi Ilmu SemestaCetakan kedua, 2004
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam pengantar Ilmu Hukum dan TataHukum Islam di Indonesia, Edisi Keenam, Jakarta:PT rajaGrafindo Persada, 2001), hal 132
Sayyid Sabiq, Fiqhussunah, III , Bairut : Darul FikriAthob’ah Arrabi’ah, 1983
Syekh-al Imam al Jalil Imam al-din Abu al-Fida’ IsmailIbnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Beirut : Al-ResalahPublishers, 1421 H-2000 M
Wahbah az-Zuhaili, al-fiqhu al-islami wa Adillatuhu, DamaskusDarul-Fikr 1997, cetakan IV vol V