-
Harta Warisan1
Ilmu yang mempelajari seluk-beluk tentang warisan dalam syariat
Islam disebut
Ilmu Faraid2
. Di dalamnya membahas dan memberi petunjuk tentang
bagaimana
caranya membagi warisan dan hal-hal yang berkaitan dengan hal
itu. Tentu saja dasar
hukum yang dipakai dalam pijakan pembagian warisan adalah
Al-Quran, Hadits dan
ijma maupun qiyas para ulama.
A. PENGERTIAN HARTA WARIS DALAM ISLAM
Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah bentuk mashdar (infinitif)
dari kata
waritsa-yaritsu-irtsan-miiraatsan. Maknanya menurut bahasa ialah
berpindahnya
sesuatu dari seseorang kepada orang lain, atau dari suatu kaum
lain. Pengertian
menurut bahasa ini tidaklah terbatas hanya pada hal-hal yang
berkaitan dengan harta,
tetapi mencakup harta benda dan non harta benda.
Dan Sulaiman telah mewarisi Daud, dan Dia berkata: Hai manusia,
Kami telah
diberi pengertian tentang suara burung dan Kami diberi segala
sesuatu.
Sesungguhnya (semua) ini benar-benar suatu kurnia yang
nyata.3
1 Di susun oleh Ahmad Fatoni, Ardhiyullah, Dwi Darmas Tuti
Utami, dan Aniq Rifatun Najihah sebagai
tugas Mata Kuliah Muamalah. 2 Abu Fajar Al Qalami, Abdul Wahid
Al Banjary. Tuntunan Islam Lurus dan Benar. (Jakarta: Gitamedia
Press.2004). 397 3 QS. An-Naml: 16
-
Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami
binasakan, yang sudah
bersenang-senang dalam kehidupannya; Maka Itulah tempat kediaman
mereka yang
tiada di diami (lagi) sesudah mereka, kecuali sebahagian kecil.
dan Kami adalah
Pewaris(nya).4
Makna al-miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah
berpindahnya
hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya
yang masih hidup,
baik yang ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah, atau apa
saja yang berupa hak
milik legal secara syari.
B. KEWAJIBAN DAN MANFAAT PEMBAGIAN HARTA WARISAN
Sebelum dilakukan proses pembagian warisan5, maka perlu
menyelesaikan
terlebih dahulu hal-hal yang berkenaan dengan si mayat
(almarhum):
1. Menyelesaikan hutang-hutangnya pada orang lain yang belum
sempat dilunasi.
2. Menyelesaikan biaya pengurusan upacara pemakaman, mulai dari
pengurusan
jenazah sampai pada hal-hal terkecil yang membutuhkan dana.
3. Membayar zakat, jika almarhum meninggal ketika telah sampai
untuk
mengeluarkan zakat hartanya. Sedang ia belum sempat membayarnya
sendiri.
4. Menyelesaikan atau membayar nadzar almarhum yang belum
sempat
dilaksanakan.
5. Jika almarhum pernah berwasiat, maka hendaknya wasiat
dilaksanakan terlebih
dahulu sebelum membagi warisan.
Salah satu tujuan syariah Islam6 adalah untuk melindungi harta
benda, dengan
maksud antara lain agar harta benda tetap suci, termasuk
dalamnya harta warisan
yang tidak akan jatuh ke tangan orang-orang yang tidak
semestinya. Itulah kiranya
mengapa masalah harta warisan dalam Al-Quran diterangkan secara
rinci sekali.
4 QS. Al-Qashash: 58
5 Abu Fajar Al Qalami, Abdul Wahid Al Banjary. Tuntunan Islam
Lurus dan Benar. (Jakarta: Gitamedia
Press.2004). 397 6 Mustafa Kamal Pasha, Wahardjani Chalil. Fikih
Islam. (Jakarta: Citra Karsa Mandiri. 2009).321
-
Sesuai dengan Hadits Nabi : Diwiwayatkan dari Ibnu Abbas,
katanya: Rosulullah
SAW bersabda: Berikanlah harta waris itu kepada orang yang
berhak menerimanya.
Sekiranya masih ada untuknya, berikanlah kepada lelaki yang
paling dekat nasabnya
dengan si mayit7
Masalah pewarisan dalilnya telah di tetapkan berdasarkan nash
Al-Quran yang
qathi. Pewarisan ini mempunyai hukum-hukum tertentu yang
bersifat tauqify, dan
tidak disertai illat. Adapun yang dimaksud dengan tauqify adalah
suatu ketentuan
yang bersifat tetap dari As-Syari.
Di dalam perihal pembagian harta warisan dibicarakan berbagai
persoalan yang
berhubungan dengan harta warisan, seperti siapa sajakah yang
termasuk ahli waris,
seberaba besar masing-masing ahli waris akan menerima bagiannya
dan kapan serta
bagaimanakah pelaksanaan pembagiannya.
C. AHLI WARIS DAN BAGINYA
Yang dimaksudkan dengan ahli waris8 ialah semua orang yang
karena telah
ditetapkan dalam nash berhak mendapatkan harta warisan.
1. Duw Al-Furud
Duw al-furud adalah ahli waris yang mempunyai bagian-bagian
tertentu
sebagaimana yang telah ditetapkan secara pasti oleh Al-Quran
atau Al-Hadits.
Adapun bagian-bagiannya adalah sebagai berikut :
a. Yang mendapatkan (dua pertiga) 2/3 bagian
Ahli waris yang mendapatkan 2/3 bagian dari harta waris adalah
dua orang
anak perempuan atau lebih, dan dua orang saudara kandung atau
lebih, atau
yang seayah.
Dalam Surat An-Nisa ayat 11 dinyatakan: maka jika anak perempuan
lahir
lebih dari dua orang, untuk mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan
oleh mereka.
7 Imam Bukhari, Imam Muslim. Shahih Bukhari Muslim. (Jakarta:
Jabal. 2008). 290
8 Pasha, Mustafa Kamal,. Chalil, Wahardjani. (Jakarta: Citra
Karsa Mandiri. 2009). 326-333
-
Adapun jika saudara perempuan lebih dari dua orang maka
bagiannya tetap dua
pertiga. Hal ini diterangkan dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Jabir
sebagai berikut: Saya telah mengadukan perihal keadaan saya
kepada
Rosulullah SAW berkenaan saya mempunyai tujuh orang saudara
perempuan.
Saya tanyakan kepada beliau, bagaimanakah dengan harta saya
seandainya
saya meninggal dunia. Berapakah bagian yang akan mereka terima
dari harta
saya tersebut? Kemudian atas pertanyaan tersebut Rosulullah SAW
menjawab
sebagai berikut : Allah telah menurunkan akan hukum warisan
saudara-
saudaramu yang perempuan itu dan Allah telah menerangkannya
bahwa
mereka mendapatkan dua pertiga bagian.
b. Yang mendapatkan setangah (1/2) bagian
Ahli waris yang mendapatkan setengah bagian dari harta waris
adalah seorang
anak perempuan, seorang saudara perempuan sekandung atau seayah
dan
suami bila meninggalnya tidak meninggalkan anak yang mewarisi
hartanya.
Adapun rincian dan dasar hukumnya adalah :
- Anak perempuan tunggal
Dalam surat An-Nisa ayat 11 dinyatakan: bila mana akan
perempuan
hanya seorang saja, maka ia mendapatkan seperdua (1/2) harta
warisan
- Saudara perampuan tunggal sekandung, atau kalau tidak
mempunyai
saudara perempuan sekandung maka saudara perempuan tunggal
seayah.
Dalam surat An-Nisa ayat 175 dinyatakan: dan baginya (orang
yang
meninggal) saudara perempuan maka dia mendapatkan seperdua
harta
yang ditinggalkan oleh saudaranya yang laki-laki.
- Suami akan mendapatkan seperdua dari warisan istri apabila
istrinya tidak
mempunyai anak atau cucu (laki-laki ataupun perempuan) dari anak
laki-
laki.
Dalam surat An-Nisa ayat 12 dinyatakan: bagi kalian (suami)
seperdua
harta yang ditinggalkan oleh istri-istri kalian,jika istri
kalian itu tidak
mempunyai istri.
-
c. Yang mendapatkan sepertiga (1/3) bagian
Adapun ahli waris yang mendapatkan sepertiga bagian adalah
sebagai berikut :
- Ibu, bila mana mayit tidak meninggalkan anak atau cucu dari
anak laki-laki,
atau tidak mempunyai beberapa saudara sekandung atau yang seayah
atau
yang seibu.
Dalam surat An-Nisa ayat 11 dinyatakan: jika orang yang
meninggal
tidak mempunyai anak, sedang ahliwarisnya dua orang ibu
bapaknya, maka
untuk ibunya 1/3 bagian.
- Dua orang saudara atau lebih yang seibu.
Dalam surat An-Nisa ayat 12 dinyatakan : jika sekiranya adalah
mereka
(saudara seibu) lebih banyak dari demikian (satu), meka mereka
berserikat
pada sepertiga itu saja.
d. Yang mendapatkan seperempat (1/4) bagian
- Suami akan mendapatkan seperempat bagian apabila istri
mempunyai anak,
atau cucu dari anak laki-laki.
Dalam surat An-Nisa ayat 12 dinyatakan: jika istri-istrimu
ada
mempunyai anak, maka untuk kamu (suami) seperempat dari
harta
peninggalan mereka sesudah dibayarkan wasiat yang diwasiatkan
ataupun
sudah dibayarkan hutangnya.
- Istri baik seorang ataupun lebih dari seorang akan mendapatkan
seperempat
bila suaminya tidak mempunyai anak atau cucu dari anak
laki-laki.
Dalam surst An-Nisa ayat 12 dinyatakan: dan istri-istri
kalian
mendapatkan seperempat dari harta yang kalian tinggalkan jikalau
kalian
tidak meninggalkan anak.
e. Yang mendapatkan seperenam (1/6) bagian
- Ibu akan mendapatkan seperenam bagian apabila anaknya yang
meninggal
dunia tersebut mempunyai anak, atau cucu dari anak laki-laki
atau sudara
baik laki-laki atapun perempuan yang sekandung, seayah ataupun
seibu.
-
Dalam surat An-Nisa ayat 11 dinyatakan: dan untuk kedua orang
ibu
bapaknya masing-masing mendapatkan seperenam bagian dari harta
yang
ditinggalkan, jika dia mempunyai anak.
- Bapak akan mendapatkan begian sepereman jika yang meninggal
terasebut
mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
- Nenek akan mendapatkan seperenam bagian apabila ibu tidak ada.
Hal ini
didasarkan pada sebuah Hadits riwayat Zaid yang menyatakan
sebagai
berikut: sesungguhnya Nabi itu telah menetapkan begian untuk
nenek
seperemen bagian dari arta warisan.
- Kakek yaitu adaah bapak dari bapaknya si mayit. Akan
mendapatkan
bagian seperenam bilamana si mayit tidak mempunyai anak atau
cucu dari
anak laki-laki, sedangkan bapaknya tidak ada. Ketentuan ini atas
dasar ijma
ulama.
- Cucu perempuan dari anak laki-laki. Cucu perempuan baik
seorang ataupun
lebih dari seorang anak laki-laki akan mendapatkan seperenam
bagian
apabila yang meninggal mempunyai anak tunggal. Tapi, jika
anaknya lebih
dari seorang meke cucu perempuannya tidak mendapatkan
apa-apa.
Hal ini berdasarkan pada hadit Rosulullah SAW : Nabi telah
memberikan
seperenam bagian untuk cuc perempuan dan anak laki-laki yang
beserta
seorang anak perempuan dari anak laki-laki yang beserta seorang
anak
perempuan.
- Seorang saudar laki-laki atau perempuan yang seibu. Seorang
saudar laki-
laki atau perempuan yang seibu akan mendapatkan seperenam
bagian, hal
ini didasarkan pada surat An-Nisa ayat 12: dan baginya (orang
yang
meninggal) mempunyai seorang saudar laki-laki (seibu saja) atau
saudar
perempuan (seibu saja) maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudar
tersebut mendapatkan seperenam.
- Saudara perempuan yang seayah (seorang atau lebih). Saudara
yang seayah
akan mendapatkan bagian seperenam bagian mana kala si mayit
mempunyai
seorang saudara sekandung. Akan tetapi apibila ia mempunyai
saudara
-
kandung lebih dari satu maka saudara yang seayah tidak
mendapatkan harta
warisan. Dasar ketentuan ini berdasarkan ijma uama.
f. Yang mendapatkan seperdelapan (1/8) bagian
Istri, satu orang atau lebih akan mendapatkan bagian
seperdelapan apabila
suaminya mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Dalam surat An-Nisa ayat 12 dinyatakan : maka jika kalian
mempunyai anak,
maka untuk istri-istri kalian mendapatkan seperdelapan.
2. Ashabah
Ashabab9 dalam bahasa Arab berarti kerabat seseorang dari pihak
bapak.
Dalam kalimat bahasa Arab banyak digunakan kata 'ushbah sebagai
ungkapan
bagi kelompok yang kuat. Demikian juga di dalam Al-Qur'an, kata
ini sering kali
digunakan, di antaranya dalam firman Allah berikut:
Mereka berkata: Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang
kami golongan
(yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang
yang
merugi.10
Maka jika dalam faraid kerabat diistilahkan dengan 'ashabah hal
ini disebabkan
mereka melindungi dan menguatkan. Inilah pengertian 'ashabah
dari segi bahasa.
Sedangkan pengertian 'ashabah menurut istilah para fuqaha ialah
ahli waris yang
tidak disebutkan banyaknya bagian di dalam Al-Qur'an dan
As-Sunnah dengan
tegas. Sebagai contoh, anak laki-laki, cucu laki-laki keturunan
anak laki-laki,
saudara kandung laki-laki dan saudara laki-laki seayah, dan
paman (saudara
kandung ayah). Kekerabatan mereka sangat kuat dikarenakan
berasal dari pihak
ayah.
9 Mustafa Kamal Pasha, Wahardjani Chalil. Fikih Islam.
333-335
10 QS. Yusuf: 14
-
Pengertian 'ashabah yang sangat masyhur di kalangan ulama faraid
ialah
orang yang menguasai harta waris karena ia menjadi ahli waris
tunggal. Selain itu,
ia juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashhabul
furudh menerima
dan mengambil bagian masing-masing. Menurut pengertian bahasa
ashabah ialah
anak dan kerabat seseorang dari pihak ayah. Dalam ilmu hukum
waris Islam,
ashabah ialah ahli waris yang tidak memperoleh dari
bagian-bagian tertentu dalam
suatu pembagian harta peninggalan. Ahli waris ashabah mewarisi
harta
peninggalan setelah harta peninggalan itu terlebih dahulu
diambil oleh ahli waris
ashabul furdh menurut bagian masing-masing. Bila harta
peninggalan itu telah
habis dibagikan kepada ahli waris ashabul furdh, maka ahli waris
ashabah tidak
mendapat sedikitpun, kecuali apabila ahli waris ashabah itu
anak, karena anak
tidak dapat terhalang oleh siapapun, dan saudara laki-laki
sekandung dalam
masalah musyarrakah. Sebaliknya ahli waris ashabah memperoleh
seluruh harta
peningglan apabila dalam mewarisi harta peningggalan itu tidak
terdapar seorang
ahli waris ashabul furdh.
Telah disebutkan bahwa sebab-sebab seorang ahli waris ada 3
yaitu11
: (a)
karena perkawinan, (b) karena hubungan nasab, (c) karena
membebaskan hamba.
Sedangkan untuk sebab seseorang menjadi ahli waris ashabah ada 2
yaitu karena
hubungan nasab dan karena membebaskan hamba. Atas dasar sebabnya
inilah
ashabah dibedakan menjadi 2:
a. Ashabah Nasabiyah
Ialah seseorang yang menjadi ahli waris ashabah karena mempunyai
hubungan
nasab dengan orang yang meninggal dunia. Ashabah nasabiyah
dibagi menjadi
tiga macam yaitu:
1) Ashabah Binafsih
Yaitu ahli waris laki-laki yang dalam hubungan nasabnya dengan
orang
yang meninggal dunia tidak diselingi oleh perempuan.
2) Ashabah bi ghairi
Yaitu setiap ahli waris perempuan yang mempunyai bagian tertentu
yang
membutuhkan ahli waris lain untuk menjadi ashabah
bersama-sama
11
Daradjat, Zakiah. Ilmu Fikih. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
1995). 71
-
3) Ashabah maaghairi
Yaitu setiap ahli waris perempuan yang mempunyai bagian tertentu
yang
membutuhkan ahli waris lain untuk menjadi ashabah, tetapi ahli
waris yang
dibutuhkan itu tidak bersama-sama dengannya menjadi ashabah.
b. Ashabah Sababiyah
Ashabah Sababiyah ialah seseorang yang menjadi ahli waris
ashabah karena
memerdekakan orang yang meninggal dunia yang semulanya adalah
hamba.
3. Dzawil Arham
Menurut pengertian bahasa yakni setiap orang yang mempunyai
hubungan
kekeluargaan dengan orang lain. Sedangkan dalam ilmu hukum waris
Islam ialah
ahli waris karena ada hubungan nasab dengan orang yang meninggal
dunia, selain
ashabul furudh dan ashabah.
Para ulama berbeda pendapat: apakah dzawil arham dapat mewarisi
harta
peninggalan dari orang yang meninggal dunia yang sama sekali
tidak mempunyai
ahli waris ashabul furudh maupun ahli waris ashabah atau jika
yang meninggal
dunia itu meninggalkan ahli waris ashabul furudh tetapi masih
ada sisa harta
peninggalan yang tidak dapat ditambahkan kepada ahli waris
ashabul furudh
yang ada itu.
Zaid bin Tsabit berpendapat bahwa dzawil arham tidak dapat
mewarisi harta
peninggalan. Apabila orang yang meninggal dunia tidak mempunyai
ahli waris
ashabul furudh atau ahli waris ashabah, maka harta
peninggalannya diberikan
kepada Baitulmal (kas negara). Pendapat ini diakui oleh Said bin
Musayyab dan
Said bin Jubair dari golongan tabiin. Demikian pula diikuti oleh
Imam Malik,
Imam Asy syafii, Al Auzai, Makhul, para ulama Madinah dan ulama
Ghaiririyah
di antaranya Ibnu Hazm. Alasan pendapat ini, yaitu bahwa Allah
SWT telah
menjelaskan dalam beberapa ayat tentang pewarisan bagian-bagian
ahli waris
ashabul furudh dan ketentuan bagi ahli waris ashabah tetapi
tidak menyebutkan
sama sekali tentang pewarisan bagi dzawil arham. Seandainya
dzawil arham ini
berhak mewarisi harta peninggalan, pastilah telah dijelaskannya.
Memberi bagian
harta peninggalan kepada mereka berarti menambah
ketentuan-ketentuan dalam
-
Al-Quran. Yang demikian itu tidak dapat hanya dengan hadits ahad
atau
berdasarkan qiyas.
Sedangkan menurut Ali, Ibnu Abbas, Muadz bin Jabal dan Abu
Ubaidah
bin Jarrah bahkan Khulafaur Rasyidin, yang kemudian diikuti oleh
para tabiin
yaitu: Syuraih, Al Hasan, Ibnu sirin, Atha dan Mujahid, bahwa
ahli waris dzawil
arham dapat mewarisi harta peninggalan, apabila orang yang
meninggal dunia
tidak meninggalkan ahli waris ashabul furudh dan ahli waris
ashabah. Pendapat
ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam Al-Quran:
Orang-orang yang
mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap
sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah.12
Klasifikasi ahli waris dzawil arham dan cara pembagian harta
peninggalan
kepada mereka. Ahli waris dzawil arham diklasifikasikan menjadi
empat bagian,
yaitu :
1. Anak keturunan
Ahlli waris yang masuk klasifikasi pertama adalah anak keturunan
yang
mencakup :
a. Anak baik laki-laki maupun perempuan dari anak perempuan,
dan
keturunan seterusnya kebawah sampai betapapun jauhnya.
b. Anak, baik laki-laki maupun perempuan dari anak perempuan
dari anak
laki-laki, dan terus kebawah sampai betapapun jauhnya.
2. Orang yang menurunkan
Ahliwaris yang termasuk kedalam klasifikasi kedua atau orang
yang
mneurunkan ini yaitu:
a. Kakek ghairu sahih.
b. Nenek ghairu sahihah.
3. Anak keturunan saudara
Ahli waris yang termasuk kedalam klasifikasi ketiga dalah anak
keturunan
saudara, yaitu:
a. Anak laki-laki maupun perempuan dari saudara perempuan baik
kandung,
seayah ataupun seibu, dan keturunan selanjutnya btepapun
jauhnya.
12
QS. Al-Anfal: 75
-
b. Anak perempuan saudara laki-laki baik kandung, seayah ataupun
seibu dan
terus kebawah betapapun jauhnya.
c. Anak perempuan dari anak laki-laki saudara laki-laki
sakandung, atau seibu
betapapun jauhnya kebawah dan keturunan kebawah seterusnya
betapapun
jauhnya.
d. Anak laki-laki saudara laki-laki seibu, dan keturunan
seterusnya kebwah
sampai betapapun jauhnya.
4. Anak keturunan kakek dan nenek
Ahli waris yang termasuk kedalam klasifikasi keempat atau akan
keturunan
kakek dan nenek, dibedakan menjadi empat golongan, yaitu :
a. Paman (saudar laki-laki ayah disebuk am) seibu, bibi (saudara
perempuan
ayah disebut ammah) sekandung, seayah atau seibu. Paman (saudara
laki-
laki disebut khal) sekandung, seayah atau seibu, dan bibi
(saudara
perempuan disebut khalah) sekandung, seayah atau seibu.
b. Anak keturunan golongan pertama sampai betapapun jauhnya
kebawah.
c. am, ammah, khal, khalah dari ayah orang yang meninggal dunia
baik
sekandung, seayah ataupun seibu. am, ammah, khal, khalah dari
ibu orang
yang meninggal beik sekandung, seayah ataupun seibu.
d. Anak keturunan golongen ketiga sampai betapapun jauhnya
kebawah.
e. am seibu ayah dari ayah orang yang meninggal dunia, am ibu
dari ayah
orang yang meninggal dunia, ammah, khal dan khalah, dari dua
orang
tersebut baik sekandung, seayah ataupun seibu.
f. Anak keturunak golongan kelima sampai betapapun jauhnya
kebawah.
4. Hijab dan Mahjub
Hijab atau hajab menurut bahasa artinya tabir, dinding pencegah
dan
penghalang, menurut istilah dalam ilmu mewarisi ialah sesuatu
yang menjadi
tabir atau dinding yang mengurangi penerimaan ahli waris dari
suatu bagian
tertentu menjadi bagian yang lebih kecil, atau menghalangi ahli
waris dari
menerima bagiannya sehingga yang bersangkutan sama sekali tidak
berhak
-
menerima bagian dari harta pusaka tersebut. Sedangkan mahjub
adalah ahli waris
yang terdinding atau terhalangi.
a. Ahli waris yang menjadi haajib dan tidak mungkin menjadi
mahjub
1) Ayah tidak mungkin mahjub oleh siapapun, bahkan menjadi hajib
bagi:
- Kakek (ayahnya ayah)
- Nenek (ibunya ayah)
- Segala macam saudara si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
2) Ibu tidak mungkin mahjub oleh siapapun, bahkan menjadi hajib
bagi:
- Nenek (ibunya ayah)
- Nenek (ibunya ibu)
3) Anak laki-laki tidak mungkin mahjub oleh siapapun, bahkan
menjadi hajib
bagi:
- Cucu anak laki-laki (dari anak laki-laki)
- Cucu perempuan (dari anak laki-laki)
- Segala macam saudara si mati
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara saudara sepupu si mati
4) Anak perempuan tidak mungkin mahjub oleh siapapun, bahkan
menjadi
hajib bagi:
- Saudara seibu si mati
b. Ahli waris yang tidak menjadi haajib dan tidak menjadi
mahjub
1) Suami, suami selalu memperoleh bagian dari harta pusaka
peninggalan
isterinya, tidak mungkin terhalang (mahjub) oleh ahli waris
lain, namun
tidak pula mungkin menghalangi ahli waris lain. Hanya saja porsi
bagian
suami berbeda antara adanya anak dan tidak adanya anak. Bila
isteri
mempunyai anak maka suami mendapat dan bila isteri tidak
mempunyai
anak maka suami dapat harta pusaka.
-
2) Isteri, isteri selalu memperoleh bagian dari harta pusaka
peninggalan
suamnya, tidak mungkin terhalang (mahjub) oleh ahli waris lain,
namun
tidak pula menjadi hajib bagi ahli waris lain. Hanya saja porsi
bagian isteri
berbeda ada dan tidak adanya anak. Bila suami mempunyai anak
maka isteri
1/8 dan bila suami tidak mempunyai anak maka isteri mendapat
harta
pusaka.
c. Ahli waris yang menjadi haajib dan tidak menjadi mahjub
1) Kakek dari ayah menjadi hajib bagi:
- Saudara seibu si mati
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
2) Cucu laki-laki dari laki-lakimenjadi hajib bagi:
- Segala macam saudara si mati
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
3) Nenek (ibunya ayah) terhalang oleh ayah dan ibu, sedangkan
nenek
(ibunya ibu) terhalang oleh ibu, begitu seterusnya ke atas,
nenek yang
lebih jauh tertutup oleh nenek yang lebih dekat, sebaliknya juga
menutup
nenek yang lebih jauh lagi.
4) Cucu perempuan dari anak laki-laki terhalang oleh anak
laki-laki dan dua
anak perempuan atau lebih, begitu seterusnya ke bawah, cucu yang
lebih
jauh tertutup oleh cucu yang lebih dekat, sebaliknya juga
menutup cucu
yang lebih jauh lagi.
5) Saudara laki-laki seibu seayah menghalangi:
- Saudara laki-laki seayah
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
-
6) Saudara laki-laki seayah menghalangi:
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
7) Saudara perempuan seibu seayah menghalangi:
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
8) Saudara perempuan seayah menghalangi:
- Segala macam kemenakan si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
9) Kemenakan laki-laki seibu seayah menghalangi:
- Kemenakan seayah si mati
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
10) Kemenakan laki-laki seayah menghalangi:
- Segala macam paman si mati
- Segala macam saudara sepupu si mati
11) Paman seibu seayah menghalangi:
- Paman seayah
- Segala macam saudara sepupu si mati
12) Paman seayah menghalangi:
- Segala macam saudara sepupu si mati
13) Saudara sepupu seibu seayah. Dia mahjub oleh ahli waris
yang
menghalangi paman seayah, ditambah terhalang pula oleh paman
seayah,
dan dia menghalangi saudara sepupu seayah.
14) Saudara sepupu seayah. Dia mahjub oleh ahli waris yang
menghalangi
saudara sepupu seibu seayah, ditambah terhalang pula oleh
saudara
sepupu seibu seayah.
-
15) Orang yang memerdekakan. Orang yang memerdekakan mayit
terhalang
oleh setiap ahli waris laki-laki dari si mati, kecuali saudara
laki-laki seibu
si mati yang tidak menghalanginya. Orang yang memerdekakan
itu
menjadi ahli waris ashabah bersama-sama ahli waris perempuan si
mati.
-
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran
Al Qalami, Abu Fajar., Al Banjary, Abdul Wahid. Tuntunan Islam
Lurus dan Benar.
Jakarta: Gitamedia Press. 2004.
Bukhari, Imam., Muslim, Imam. Shahih Bukhari Muslim. Jakarta:
Jabal. 2008.
Daradjat, Zakiah. Ilmu Fikih. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
1995.
Pasha, Mustafa Kamal,. Chalil, Wahardjani. Fikih Islam. Jakarta:
Citra Karsa Mandiri.
2009.
Sabiq, Sayyid. Fiqh Sunnah (Jilid 5). Bandung: Pena Publising.
Jakarta
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
2002.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyah. Jakarta: Haji Masagung.
1990.