Journal reading MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Oleh: Kartika Pembimbing : dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1 RADIOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN 2018
Journal reading
MRI dan CT Karsinoma Nasofaring
Oleh:
Kartika
Pembimbing :
dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-1
RADIOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR
TAHUN 2018
LEMBAR PENGESAHAN
Pembawa : dr. Kartika
NIM : 1671161001
Judul : MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Berupa : Journal reading
Pembimbing : dr. I Gst Agung Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad
Pembimbing ,
dr. I GA Gde Mahendra Wijaya Sp.OnkRad
NIP : 19700804202121004
Penguji,
dr. Made Widhi Asih, Sp.Rad (K)
NIP : 197004162005012001
Mengetahui,
KPS PPDS 1 Radiologi FK Universitas Udayana
Dr. dr. Elysanti Dwi Martadiani, Sp.Rad (K)
NIP : 197403212005012002
1
MRI dan CT Karsinoma Nasofaring Ahmed Abdel Khalek Abdel Razek, Ann King
AJR 2012; 198:11–18
DOI:10.2214/AJR.11.6954
Objektif
Artikel ini menelaah MRI dan CT karsinoma nasofaring. Perluasan tumor nasofaring,
terutama terhadap basis cranial dan ruang facial dalam (deep facial spaces) dapat
digambarkan secara baik melalui pencitraan. Penilaian limfadenopati retrofaring dan
cervical penting untuk perencanaan pengobatan. MRI umumnya digunakan untuk
memonitoring pasien setelah terapi
Kesimpulan
Pencitraan dapat mendeteksi efek radiasi pada struktur disekitarnya. Temuan dari
pemeriksaan radiologi dapat membantu membedakan karsinoma nasofaring dari lesi
lainnya yang menyerupai.
2
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan penyakit uni dengan perlaku klinnis,
epidemiologi, dan histopathology yang berbeda dari karsinoma sel skuamosa pada regio
kepala leher. KNF merupakan 0.25% dari seluruh keganasan pada Ameriksa Serikat dan
15-18% keganasan di China selatan. Penyakit ini juga merupakan 10-20% keganasan masa
kanak-kanan di Afrika. Rasio laki-laki terhadap perempuan adalah 3:1. Sering terjadi pada
pasien usia 40-60 tahun dengan puncak usia bimodal terjadi pada decade kedua dan
keenam kehidupan (1-5). KNF disebabkan oleh adanya interaksi dari kerentanan genetik,
faktro lingkungan (contoh, paparan terhadap kmia karsinogenik), dan infeksi Epstein-Barr
virus. Titer antibodi tinggi terhadap antigen virus Epstein-Barr dapat digunakan sebagai
pnanda diagnostic, dan terdapat banyak pemeriksaan untuk mendeteksi titer IgG dan IgA.
Di Cina, faktor diet untuk terjadinya KNF adalah makanan asin yang banyak mengandung
nitrosamine (2-5). Pasien umumnya datang dengan gejala lokal, seperti epistaksis dan
hidung tersumbat, bisa juga datang dengan keluhan penurunan pendengaran, otalgia, sakit
kepala, gangguan nervus cranialis (NC). Nasofaring merupakan area klinis yang relative
tenang/diam; maka gejala awal mungkin bisa hanya terdapatnya nodul cervical atau
metastasis jauh (1-6).
Patologi
World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan KNF menjadi tiga tipe
histologi. Keratinizing squamous cell carcinoma (tipe 1) sering ditemukan pada area
nonendemik dan prognosis yang buruk. Hal ini sama seerti karsinoma sel skuamosa di
tempat lain seperti faring dan berhubungan dengan penggunaan rokok serta alkohol.
3
Karsinoma nonkeratizing (tipe 2) memiliki sifat yang mirip dengan tipe 3. Kedua tipe ini
radiosensitif dan memiliki prognosis yang lebih baik. Karsinoma undifferentiated (tipe 3)
sebelumnya disebut dengan B lymphoepithelioma karena campuran dari epithelial
undiffentiated dan T limfosit non malignan. Pada amerika utara, terdapat sekitar 25%
pasien dengan KNF tipe 1, 12% dengan tipe 2, dan 63% dengan tipe 3. Distribusi histologi
pada Cina selatan masing-masing adalah 2%, 3% dan 95% (2-6).
Teknik pencitraan
MRI
Protokol rutin MRI pada massa nasofaring antaralain T1Wi untuk mendeteksi
keterlibatan basis cranii dan lapisan lemak (paling tidak pada potongan aksial dan sagital).
Sekuen T2Wi fast spin echo di potongan aksial digunakan untuk penilaian tambahan pada
penyebaran awal tumor, invasi sinus paranasal, efusi telinga tengah dan detesi kelenjar
getah bening cervical. Potongan aksial dan koronal pada T1Wi dengan kontras (dengan dan
tanpa fat suppression) digunakan untuk mendeteksi perluasan tumor, termasuk penyebaran
perineural dan intracranial. Ketebalan potongan adalah 3-5 mm (3-7).
Sekuen tambahan dapat digunakan untuk evaluasi KNF, tapi saat ini masih terdapat
keterbatasan bukti clinical value. Pada laporan lain, dinyatakan teknik MRI dengan
diffusion-weighted imaging, dapat membedakan KNF dari limfoma dan menilai
karakterisasi limfadenopati cervical (9), dan MRI spectroscopy, dimana rasio Choline-to-
creatine untuk KNF dan nodul metastase lebih tinggi dibandingkan dengan otot leher
normal (10).
4
CT
CT telah lama digunakan untuk staging KNF, terutama untuk deteksi keterlibatan
basis cranii seperti lesi litik atau sklerotik (6,7), tetapi saat ini telah tergantikan oleh MRI
untuk staging primer maupun staging nodul. Namun, CT masih digunakan untuk
perencanaan radioterapi dan dibeberapa center, masih digunakan bersama dengan PET
yang menggunakan 18
F-FDG. PET/CT berguna untuk staging KNF, dengan keuntungan
utamanya adalah deteksi metastase jauh (8), juga dapat digunakan untuk memonitoring
pasien setelah terapi dan mendeteksi rekurensi KNF.
Deteksi KNF
MRI merupakan pemeriksaan akurat untuk diagnosis KNF. MRI mampu
menggambarkan kanker subklinis yang terlewat pada endoskopi dan biopsi endskopik,
serta mengidentifikasi pasien yang tidak memiliki KNF sehingga pasien tidak perlu
menjalani biopsi invasif (11). KNF biasanya memiliki tampilan intensitas sinyal yang
intermediate, lebih tinggi daripada signal otot pada T2Wi, intensitas sinyal rendah pada
T1Wi, dan memiliki penyangatan dibandingkan mukosa normal. Delapan puluh dua persen
KNF muncul dari reses posterolateral dinding faring (fossa Rosenmuller ) dan 12 %
muncul dari midline. Pada 6-10% pasien, mukosa nasofaring tampak normal pada
endoskopi (3-5).
5
Staging KNF
Staging KNF berdasarkan sistem TNM staging dari American Joint Committee on
Cancer (12) yang berdasarkan evaluasi dari tumor primer (kategori T), jalur grup nodul
(kategori N), dan ada atau tidaknya metastase jauh (kategori M).
Kategori T
Kategori T ditentukan oleh posisi tumor primer terhadap struktur disekitarnya (12)
(tabel 1). Penyebaran mukosa tumor ini sering menuju ke superior menuju basis cranii
dibandingkan ke inferor menuju orofaring (13). Tumor sering tersebar secara submukosa
dan melewati area yang memiliki resistensi rendah seperti fasia faringobasiler dan menuju
lapisan dalam leher.
Tabel 1. Staging TNM Karsinoma Nasofaring (12)
Kategori Deskripsi
T Tumor primer
T1 Tumor terbatas pada nasofaring, orofaring, atau fossa nasal
T2 Tumor ekstensi ke rongga parapharyngeal
T3 Tumor menginvasi struktur tulang basis crania atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan ekstensi intracranial atau keterlibatan nervus cranial,
rongga masticator, orbit, atau hipofaring
N Lymph node regional
N1 Lymph node retropharyngeal, unilateral atau bilateral
N2 Metastase unilateral pada lymph node, ukuran terbesar ≤6 cm , diatas
fossa supraclavicular
N3 Metastase bilateral pada lymph node, ukuran terbesar ≤6 cm , diatas
fossa supraclavicular
N4 Metastase pada lymph noe , ukuran > 6 cm atau pada fossa
supraclavicula
M Metastase jauh
M0 Tidak ada metastase jauh
M1 Metastase jauh
Kategori T1 KNF – tumor terbatas hanya pada nasofaring yang ditemukan hanya
pada satu dari lima pasien(1) (Gbr. 1). Penyebaran mukosa KNF cenderung melibatkan
6
porsi superior dari nasofaring. Infiltrasi dalam dari tumor dapat ditemukan walaupun
komponen nasofaringnya kecil (1,14).
Gb. 1. Wanita 39 tahun dengan
karsinoma nasofaring (KNF) terlokalisir
di nasofaring (T1). Gambar T1Wi aksial
dengan kontras menunjukkan KNF kecil
(panah pendek) ditengah fossa
rossenmuller kiri (panah panjang), yang
merupakan lokasi paling sering terjadnya
kanker ini, dan melibatkan dinding
posterior. Tumor terbatas hanya pada
nasofaring, dan terdapat metastase kecil
pada nodul retropharyngeal kiri (panah
melengkung)
Kavitas nasal umumnya terlibat pada kasus KNF. Invasi minimal tumor terhadap
margin orifisium choanal sering ditemukan. KNF pada atap dapat meluas secara sentral
disepanjang septum (3,14).Ekstensi inferior superficial ke bawah menuju mukosa orofaring
jarang ditemui. Invasi pada orofaring jarang terjadi akibat adanya kejadian tunggal maka
biasanya tidak digunakan sebagai tanda awal dari KNF. (1,14)
Kategori T2 KNF – Penyebaran parafaringeal terjadi ketika tumor menyebar secara
posterolateral dan biasanya melibatkan penetrasi lateral melalui m. levator palatine dan
fasica pharyngobasilar , sehingga melibatkan m. tensor palatine dan ruang fat
parapharyngeal (Gbr. 2). Invasi pada ruang parapharyngeal dihubungakn dengan
peningkatan risiko metastase jauh dan rekurensi tumor. hal ini dapat menyebabkan
7
kompresi tuba eustacius , telinga tengah dan efusi mastoid. Penyebaran posterolateral lebih
lanjut juga melibatkan carotid space dan membungkus arteri carotis (15). Penyebaran
retrofaringeal terjadi jika tumor menyebar secara posterior sehingga melibatkan m. longus
capitis dan paravertebral space(Gbr. 3). Regio ini terdiri dari limfatik, pleksus venous,
sehingga invasi pada prevertebral space dihubungkan dengan peningkatan risiko metastase
jauh. Pada beberapa pasien perluasan posterior merupakan pola perluasan tumor yang
sering ditemui dengan tumor yang bergerak menuju ke foramen magnum dan cervical spine
bagian atas (16).
Gb.2. Laki-laki 50 tahun , KNF dengan ekstesni parafaringeal (T2). Gambar T1Wi Axial
dengan kontras menunjukkan NPC (panah putih) dengan perluasan parafaringeal kiri dan
keterlibatan lemak parapharungeal. Perhatikan otot levator palatine (panah merah), otot
tensor palatine (panah biru), fascia pharyngobasilar (panah hitam), dan lapisan lemak
(panah kuning) pada sisi kanan.
8
Kategori T3 KNF – KNF memiliki kecenderungan untuk mendiagnosis skull base
pada saat diagnosa. Clivus, tulang pterygoid, corpus sphenoid dan apical petrous tulang
temporal adalah lokasi yang sering diinvasi. gambar T1Wi aksial dapat menyediakan data
perluasan invasi pada skull base (1,3). CT menunjukkan perubahan permeative atau erosi
pada tulang skull base atau disepanjang jalur foraminal.
Gb.3. Laki-laki 58 tahun dengan
karsinoma nasofaring dengan perluasan
prevertebral (T2). Gambar T1Wi aksial
dengan kontras menunjukkan
karsinoma nasofaring (panah lurus)
dengan perluasan ekstensif terutama di
sisi posterior musculus longus (kepala
panah) dan clivus (panah lengkung)
Tampak juga sklerosis pada prosesus pterygoid dengan peningkatan atenuasi pada
kavitas medulari atau penebalan korteks tulang juga dapat ditemukan (17) (Gbr. 4). Tumor
sering menginfasi foramina skull base (foramen rotundum, oval dan lacerum serta canalis
vidianus) dan fisura (pterygomaxillary dan petroclival). Ekstensi tumor ke fossa
pterygopalatine menyediakan jalur penyebaran sampai ke orbita, fossa infratemporal,
cavum nasi , dan fossa cranial tengah (Gbr. 5). Invasi kalan nervus hypoglossal dan
foramen jugular juga jarang ditemui (1,18).
9
Keterlibatan sinus paranasal terjadi akibat invasi langsung. Keterlibatan sinus
maksilla terjadi setelah adanya erosi dinding nasal maupun dinding maksilla infratemporal
(6%). Perluasan ke sinus sphenoid sering ditemui karena letaknya diatas atap nasofaring.
Gb.4. Pasien dengan karsinoma nasofaring (KNF) dengan invasi basis crania dan sklerosis
pterygoid (T3). Bone window pada Axial CT menunjukkan KNF besar yang mengisi
nasofaring dan kavum nasi disertai destruksi tulang sphenoid, termasuk basal pterygoid
kanan yang menunjukkan sklerosis (panah). Efusi pada telinga tengah kanan juga terlihat
Kategori T4 KNF – keterlibatan meningeal tampak seperti penyangatan nodular,
sering ditemui sepanjang lantai fossa cranial media atau posterior dari clivus. Invasi
langsung pada otak jarang terjadi. Invasi sinus cavernosus dapat menyebabkan kelumpuhan
saraf cranial multiple. KNF dapat menyebar ke sinus cavenosus melalui bagian horizontal
10
dari arteri internal carotis, foramen ovale, fisura orbita,, atau secara langsung melali basis
cranii (1,5,10).
Frekuensi diagnosa kelumpuhan CN pada KNF mempunyai rentang 8-12.4 %,
dengan temuan klinis dan MRI yang tidak selalu konsisten. Saraf relative resisten terhadap
tumor, dan perluasan tumor perineurall merupakan proses yang perlahan dan asimtomatik
sehingga KNF dengan bebas dapat menginvasi ke atas maupun kebelakang melalui basis
cranii ke sinus cavernosus dan middle cranial fossa, menginvasi CN II sampai VI (upper
CN Palsy). Hal ini juga dapat melibatkan ruang carotis, yang dapat mengkompres dan
menginvasi CN XII ketika saraf ini berjalan keluar melalui kanal hypoglossal, CN IX
sampai XI ketika mereka keluar dari foramen jugular (lower CN palsy), dan saraf simpatik
cervical.
Keterlibatan CN pada MRI terlihat ketika terdapat penyangatan pada jaringan lunak
tumor di sepanjang jaras saraf yang terkena, menggantikan struktur normal dari CN pada
gambaran T1Wi dengan gadolinium; atau penyebaran perineural dengan pembesaran atau
penyangatan abnormal dari saraf, obliterasi lappisan lemak neural disekitar foramina
neurovascular atau pembesaran neuroforamina. Keterlibatan saraf maksila dan mandibular
paling baik dilihat pada MRI T1Wi fatsat dengan kontras pada potongan koronal.
Keterlibatan saraf hypoglossal juga dapat terjadi (13,19) (gb. 5)
11
Gb. 5. Laki-laki usia 68 tahun dengan KNF disertai invasi foraminal basis cranii
A, Gambar T1Wi coronal dengan kontras menunjukkan KNF (panah lurus) dengan invasi
basis crania pada foramen ovale (anak panah) dengan invasi ke sinus carvenous (panah
lengkung)
B, Gambar T1Wi coronal dengan kontras menunjukkan invasi KNF (panah lurus) ke
foramen lacerum (anak panah), yang mengencase arteri carotis dan meluas ke sinus
carvenous (panah lengkung)
C, Gambar T1Wi aksial dengan kontras menunjukkan KNF yang menginvasi fossa
pterygopalatina (lingkaran), pterygomaksilari fisura (panah) dan canalis vidianis (anak
panah)
Invasi orbital merupakan tanda dari penyakit yang ekstensif. Invasi langsung pada
orbita jarang terjadi, namun jika terjadi hal ini dapat terjadi melalui invasi tumor di fisura
inferior orbita (dari tumor di pterygopapatine fossa), kanal optic dan fisura superior orbita.
Keterlibatan ruang anatomik mastikator mempengaruhi tingkat kesintasan dan
angka kekambuhan. Infiltrasi pada otot pterygoid medial dan lateral, lemak infratemporal,
dan otot temporalis ditemukan jika tumor meluas secara lateral dari parapharyngeal space,
basis pterygoid, dan fisura pterygoimaksilary (4,20). Hipofaring merupakan lokasi invasi
tumor ke inferior yang paling sering terjadi.
12
Kategori N
KNF mempunyai kecenderungan meluas ke nodul KBG (Gbr 6) dan, pada sekitar
74-90% kasus, ditemukan penyebaran leher bilateral (21). Metastase KGB didiagnosis jika
diameter aksial nodul yang terbendek mencapai 5 mm atau lebih besar pada regio
retropharngeal, 11 mm di regio jugulodigastrik, atau 10 mm di regio non retropharyngeal;
jika terdapat tiga kelompok atau lebih dengan ukuran yang borderline; atau jika nodul
menunjukkan nekrosis.
Gb. 6. Pasien dengan KGB metastase cervical (N2). MRI T1Wi potongan axial dengan
kontras menunjukkan nodul metastase (panah) di posterior vena internal jugular kiri, yang
merupakan lokasi tersering untuk terjadinya nodul metastase tanpa keterlibatan nodul
retropharyngeal
13
Retropharyngeal KGB
Diagnosis pembesaran KGB retropharyngeal pada pasien KNF hanya bisa
dilakukan dengan pencitraaan, dan MRI memiliki kelebihan dibadingkan CT dalam
memisahkan nodul retropharyngeal dengan tumor primer yang terletak di
posterolateral nasofaring. KGB retropharyngeal lateral merupakan lokasi tersering
tempat penyebaran KNF dan merupakan lapisan pertama untuk terjadinya
penyebaran metastase (21) (Gbr7). Bagaimanapun, penyebaran nodul dapat
melewati nodul-nodul ini dan dapat meluas ke KGB lain di regio leher atas. KGB
metastase retropharyngeal lateral dapat diidentifikasi dari basis cranii sampai level
C3. Keterlibatan nodul retropharyngeal saat ini diklasifikasikan sebagai kategori
N1, baik unilateral maupun bilateral (1,23). PET/CT menunjukkan adanya uptake
FDG yang meningkat pada KGB metastase cervical, namun MRI tampanya masih
lebih unggul dibandingkan PET/CT untuk menilai metastase retropharyngeal karena
mampu membedakan nodul dengan tumor primer disebelahnya (24).
Gb.7. Pasien dengan KGB metastase
retroparhingeal (N1). MRI T1Wi potongan
aksial dengan kontras menunjukkan nodul
metastase (panah di region retropharyngeal kiri,
yang merupakan echelontersering untuk
terjadinya perluasan nodul.
14
Nodul KGB cervical lainnya
Nodul metastase posterior vena jugular pada leher atas merupakan lokasi
tersering untuk nodul nonretropharyngeal(22). Nodul ini umumnya akan menyebar
secara teratur ke leher bawah. Nodul di regio submandibular dan parotis atau
periparotis lebih jarang ditemukan saat penegakan diagnosis. Nodul metastase pada
fossa supraclaviculla meningkatkan insiden metastase jauh (1).
Kategori M
KNF menunjukkan frekuensi tinggi terjadinya metastase jauh (5-41%). Lokasi
tersering terjadinya metastase antaralain tulang (20%), paru-paru (13%), dan hati (9%).
Pasien dengan limfadenopati fossa supraclavicular atau perluasan tumor pada ruang
parapharyngeal dan retropharyngeal memiliki risiko tinggi terjadinya metastase jauh.
PET/CT sangat sensitive untuk mendeteksi deposit metastase tulang dan jaringan lunak (8).
MRI whole-body menunjukkan kemampuan diagnostic yang sama dengan FDG PET/CT
dalam menilai status metastase jauh pada pasien KNF yang belum diobati; pada satu jurnal
dinyatakan, intepretasi gabungan dari MRI whole body dengan FDG PET/CT tidak
menunjukkan keuntungan yang signifikat dibandingkan jika hanya salah satu teknik yang
dilakukan.
Volume tumor
Volume tumor merupakan faktro prognostic yang signifikan pada tatalaksana tumor
malignant. Namun, saat ini belum dapat digunakan untuk staging karena pertimbangan
15
teknik menhalangi pengukuran volume tumor, dan juga beum terstandarisasi. Pengukuran
volume tumor masih meragukan dan kadang melibatkan pengukuran outline tumor. Hasil
sering dipengaruhi oleh performa intra-dan interoperator. Untuk mengatasi masalah ini,
telah dikembangkan system semiautomatic untuk mengurangi variabilitas inter-dan
intraoperator.
KNF pediatrik
KNF pediatric adalah kasus jarang dan biasanya berdiferensiasi buruk. Hal ini memiliki
predileksi pada remaja. Sayangnya, tumor ini biasanya sudah dalam keadaan locally
advanced pada saat didiagnosa, terutama karena presentasi klinis yang tidak spesifik. Invasi
gross parapharyngeal sering ditemukan, dan tumor juga dapat meluas ke fossa
pterygopalatine. Metastase ke liver dan lien pada KNF umumnya ditemukan sebagai massa
solid soliter maupun multiple. Hiperplasia limfoid, yang umumnya ditemukan pada
populasi muda, harus dibedakan dengan KNF pediatric dengan melihat konfigurasi yang
simeteris dan dengan pola bergaris pada gambar T2Wi serta gambar dengan kontras. Juga,
rhabdomosarcoma dapat dibedakan dengan KNF pediatric dengan melihat peac incidence
(3-10 tahun) dan penyangatan ihomogen yang disertai dengan necrosis intratumoral (27).
Setelah Tatalaksana
Tatalaksana primer untuk KNF adalah terapi radiasi, tetapi kemoterapi indusi
dengan 5-fluorouracil cisplatin sering digunakan sebagai kombinasi terapi radiasi. KNF
16
seara primer diobati dengan dosis radiasi tinggi (>50Gy) dan pada konvensional radioterapi
(2D), nasofaring dan regio disekitarnya diobati dengan sinar radiasi dari sisi kanan dan kiri
dan terkadang juga dengan sinar radiasi dari anterior. Limfatik leher biasanya mendapatkan
iradiasi dari sinar radiasi anterior yang terpisah. Intensity-modulated radioterapi
menawarkan kesempatan peningkatan dosis pada tumor tanpa meningkatkan dosis pada
organ lain yang berisiko. Tatalaksana ini memerlukan penentuan gross volume tumor yang
sangat akurat (3,28).
Rekurensi tumor
Pemeriksaan imaging 3-6 bulan setelah terapi radiasi mampu menyediakan nilai
baseline untuk perbandingan pemeriksaan imaging di masa yang akan datang. Surveillance
imeging regular juga disarankan, namun nilai diangostiknya belm terbukti, terutama untuk
pasien dengan penyakit di stadium awal yang memiliki respon rate tinggi terhadap
radioterapi. Scan follow up mampu mengarahkan faktor klinis, seperti kecurigaan adanya
rekurensitumor atau perkembangan komplikasi terinduksi radiasi. Pembesaran massa
jaringan lunak atau lesi dalam baru atau penyangatan intracranial merupakan hal yang
mengarahkan pada rekurensi (1,3)
Membedakan fibrosis dari rekurensi tumor sulit dilakukan pada CT rutin. PET/CT
mampu menyediakan metode yang lebih mudah untuk membedakan rekurensi tumor dari
fibrosis. Biasanya, tumor rekuren menunjukkan uptake ari tracer radionuclide tetapi
fibrosis tidak. MRI dapat membedakan jaringan parut matur yang menunjukkan retraksi,
sinyal rendah pada T2, dan tak tampak penyangatan dari tumor, yang tampak ekspansil dan
17
mempunyai sinyal intermediate pada T2 disertai penyangatan kontras yang moderat pada
gambar non fat saturated (Gb.8). Namun, terdapat beberapa tumpang tindih antara tumor
yang terobati parsial dengan jaringan parut yang imatur. MRI menunjukkan kecenderungan
akurasi tinggi untuk mendeteksi penyakit pada lokasi pirmer dibandingkan PET/CT.
Gb.8. Pasien dengan KNF rekuren
A. Gambar diambil sebelum tatalaksana menunjukkan KNF yang mengenai mukosa
nasopharyngeal, ditengah fossa Rosenmuller kanan (panah lurus) dengan ekstensi
dalam ke posterior mengenai musculus longus (panah lengkung)
B. Gambar diambil 3 bulan setelah pengobatan menunjukkan adanya komponen
mukosa tumor yang menghilang (panah lurus) meninggalkan penebalan mukosa
ringan di nasofaring. Komponen dalam yang terlihat adalah massa residual (panah
lengkung) yang tidak spesifik dan dapat mewakili jaringan parut awal atau residual
kanker.
Massa pharyngeal nonmalignant
Massa pharyngeal nonmalignant terlihat pada kurang dari 1% pemeriksaan MRI
yang dilakukan 2-14 tahun (mean, 8 tahun) setelah terapi radiasi. Hal ini memiliki dua
18
pola. Pertama polip nasofaring (1-5cm) yang menunjukkan intensitas T2 heterogen dengan
penyangatan kontras yang signifikan (Gb 9), dengan polip yang lebih besar menunjukkan
area stelata dari penurunan penyangatan. Yang kedua adalah sinus sphenoid, yang terdiri
dari massa tak menyangat pada sinus yang tidak terekspansi dan massa yan gmenyangat
heterogen dan menyebabkan ekspansi dari sinus atau rhinoliths yang tidak menyangat pada
sinus sphenoid. Tampilan ini menyerupai sarcoma yang timbul akibat induksi radiasi (31).
Gb. 9. Laki-laki 54 tahun dengan massa pharyngeal non malignancy. MRI T1Wi aksial
dengan kontras menunjukkan polip kecil yang sangat menyangat pada pemberian kontras
(panah_ yang muncul dari sisi posterior dinding nasofaring.
Trismus dengan kelainan ruang masticator
Trismus merupakan abnormalitas otot masticator yang sering terjadi akibat efek
radiasi dan jarang diakibatkan karena kerusakan nervus mandibular. Hal ini dapat terjadi
akibat osteoradionecrosis dari ramus mandibular dan sendi temporomandibular atau
19
kelainan jaringan perimastikator akibat fibrosis radiasi atau pperluasai inflamasi dari
sinusitis. Separuh pasien tidak memiliki kelainan signifikan pada MRI (4,32) (Gb 10).
Gb. 10. Pasien dengan perubahan pada otot
pterygoid setelah terapi radiasi. MRI T2wi axial
menunjukkan penurunan signal T2 pada
musculus pterygoid (panah) terutama disisi kiri
yang terlibat.
Temporal lobe injury
Cedera lobus temporal dapat terjadi pada 3% kasus pasien dengan KNF dengan periode
latent 1.5-13 tahun. hal ini bergantung pada lapang radiasi, dapat terjadi bilateral atau
unilateral. hal ini dapat melibatkan gray dan white matter secara bersamaan atau hanya
gray matter saja; namun, lesi tunggal pada white matter saja jarang ditemukan. Cedera
lobus temporal akibat radiasi tidak selalu irreversible dan proses progressive. Seiring
perkembangan cedera akibat radiasi, lesi white matter sering terlihat lebih dahulu dan
diikuti dengan lesi yang menyangat pada pemberian kontras, yang memiliki kecenderungan
untuk terjadinya nekrosis seiring dengan peningkatan ukuran. Kista merupakan manifestasi
terakhir dan muncul pada stadium akhir (Gb. 11). MRI spektroskopi pada early delayed
phase dari cedera menunjukkan adanya penurunan kadar N-acetyl aspartate dan creatinin,
disertai peningkatan kadar choline akibat adanya proses demyelinisasi. Cedera radiasi pada
20
late delayed phase menunjukkan adanya penurunan kadar N-Acetyl aspartate, chole dan
creatinin (33)
Gb.11. Laki-laki 50 tahun dengan
cedera lobus temporal terinduksi
radiasi. MRI T2Wi coronal
menunjukkan adanya cedera radiation-
induced bilateral pada white matter
lobus temporal (panah)
Osteoradionecrosis
Osteoradionecrosis dapat terjadi setelah 1 tahun iradiasi. Hal ini terjadi akibat pengrusakan
osteoblastik skunder dengan kerusakan vaskular. Basis crania, tulang cervical dan
mandibula merupakan lokasi yang sering terjadi. Temuan radiologi termasuk adanya area
osteolysis dan sclerosis yang bercampur (Gb. 12) pada portal irradiasi. Fragmentasi dan
sloughing dari tulang yang necrosis juga dapat ditemukan. terdapat inflamasi jaringan
lunak yang dapat menyerupai rekurensi tumor atau osteomyelitis(34)
21
Gb. 12. laki-laki 61 tahun dengan osteoradionecrosis
A. CT scan aksial pada bone window menunjukkan osteoradionecrosis pada basis
crania dengan sclerosis dan osteolisis
B. CT scan sagital pada bone window menunjukkan osteoradionecrosis pada sisi
anterior arcus C1(panah panjang0 dan ujung tip dari dens (panah pendek)
Tumor terinduksi radiasi
Tumor terinduksi radiasi muncul setelah 5-10 tahun setelah iradiasi KNF pada 0.4-
0.7 % kasus. Sarcoma dan squamous cell carcinoma muncul pada lapangan zona dosis
tinggi dan melibatkan lokasi sekitar region maksillari, seperti palatum, sinus maksilari,
procesus alveolaris dan cavum nasi. Squamous cell carcinoma juga muncul pada lapang
dengan dosis rendah, dapat terjadi bertahun-tahun setelah radioterapi dan dapat melibatkan
lokasi perifer seperti temporal bone. Adanya tumor heterogen atau massa besar yang
tumbuh cepat dan destruktif dengan intensitas signal yang berbeda dengan KNF harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya radiation-induced sarcoma.Adanya kalsifikasi atau
ossifikasi sangat mengarah ke diagnosis radiation-induced sarcoma(2,35).
22
Diferensiasi KNF dari lesi yang mirip
Limfoma
Nasofaring merupakan salah satu lokasi tersering non- Hodgkin lymphoma
ekstranodal pada region kepala leher. biasanya terjadi pada decade keenam kehidupan dan
berhubungan dengan limfoma traktus gastrointestinal pada 10% pasien pada waktu
penegakan diagnosis. Limfoma sering ditemukan pada midline, berbeda dengan KNF yang
sering muncul dari lateral. Invasi tulang jarang terjadi bahkan pada tumor yang besar, dan
hamper sama dengan KNF, nodul sering ditemui naun biasanya melibatkan lokasi
submandibular dan parotid, yang jarang ditemukan pada pasien KNF. juga, limfoma
memiliki nilai apparent diffusion coefficient yang lebih rendah dari KNF karena sifat nya
yang selularitasnya sangat tinggi (6-8).
Karsinoma Adenoid Kistik
Karsinoma adenoid kistik biasanya menyerang pasien pada usia pertengahan dan
tanpa predileksi jenis kelamin, tidak seperti pasien KNF, pasien dengan karsinoma adenoid
kistik jarang menunjukkan limfadenopati cervical. Tumor ini memiliki kecenderungan
penyebaran perineural dibandingkan KNF. Tumor menunjukkan nilai apparent diffusion
coefficient yang lebih tinggi pada MRI diffusion-weighted karena komponen kistanya (6,7)
Plasmacytoma ekstramedula
Plasmacytoma ekstramedula merupakan tumor sift tisse ganas yang jarang, tetapi
80% dari tumor ini terjadi di kepala leher dengan lokasi utamanya di nasofaring. Umumnya
23
terlihat pada pasien decade keenam dan ketujuh dan 80% predominan laki-laki. Tumor ini
tampak berubah menjadi multiple myeloma pada 20-30% kasus. Lesi tampak sebagai
massa polipoid submukosa yang homogen dan menyangat pada nasofaring dengan ukuran
beberapa sentimeter pada diameternya, dengan atau tanpa destruksi tulang (6)
Adenoma pleomorfik
Adenoma pleomorfik terjadi pada mukosa pharyngeal space, tumbuh dari jaringan
glandula saliva minor. Sering menyebabkan perubahan tulang yang tampak seperti
remodelin jinak. Namun, secara perlahan dapat tampak desktruksi tulang yang progesif
dengan penampakan yang agresif (36).
Tuberkulosis
Tuberkulosis nasofaring jarang terjadi dan biasanya diakibatkan infkesi langsung
pada traktus respirasi atas. Hal ini menyerupai KNF, terutama pada pasien asia, memiliki
dua pola. Pola pertama adalah massa polipoid yang tersebar pada adenoid, dan pola kedua
adalah penebalan jaringan lunak yang difuse pada satu atau dua dinding nasofaring. (37)
Amyloidosis
Pada CT, amyloidosis tampak seperti massa dengankalsifikasi homogeny di
submukosa tanpa destruksi tulang dengan atau tanpa limfadenopati. Lesi menunjukkan
penyangatan minimal. Pada MRI, lokasi submukosal, hipointensitas pada T2Wi dan
menyangat awal pada dynamic contrast enhanced MRI. (39)
24
KESIMPULAN
MRI sangat penting untuk deteksi awal KNF, staging tumor primer, dan
mengevaluasi limfadenopati retrofaringeal dan cervical. MRI juga digunakan untuk
memonitoring pasien setelah terapi untuk mendeteksi rekurensi tumor dan perubahan yang
berhubungan dengan radiasi pada jaringan lunak dan tulang. Pemeriksaan radiologi sangat
berguna untuk membedakan KNF dengan lesi lain yang mirip.