MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK YANG BERPROFESI SEBAGAI LOPER KORAN YANG BERSEKOLAH FAISAL CHAIRUL OKTAWIJAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi, banyak barang-barang kebutuhan menjadi lebih mahal, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan biaya-biaya yang lainnya termasuk di sektor pendidikan menjadi mahal yang membuat banyak anak dari keluarga miskin putus sekolah. Namun terlepas dari itu semua, terdapat berbagai fenomena, diantaranya adalah bermunculan anak-anak yang bekerja menjadi loper koran dan diantara anak-anak yang menjadi loper koran tersebut ternyata ada yang masih tetap bersekolah. Sebagai anak, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan mempunyai hak untuk belajar dan bermain, tetapi sejak krisis melanda, mereka terpaksa membantu orangtua mereka dalam mencari nafkah. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat supaya anak-anak tadi mendapatkan haknya. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus dengan jumlah subjek sebanyak 2 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah anak yang berprofesi sebagai loper koran dan masih bersekolah dan memiliki rentang usia antara 13-14 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Dari hasil penelitian ini, anak-anak bekerja menjadi loper koran dan bersekolah mempunyai motivasi belajar disamping sadar akan artinya kelangsungan pendidikan untuk masa depan mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti budaya, keluarga, lingkungan sekolah dan pribadi anak itu sendiri. Kata kunci: motivasi belajar, anak-anak loper koran. BAB I A. PENDAHULUAN Pada zaman yang serba sulit seperti sekarang ini, pendidikan telah menjadi barang yang sangat mahal harganya, padahal kita tahu bahwa pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana aspek pendidikan sangat menentukan maju dan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK YANG BERPROFESI SEBAGAI LOPER KORAN YANG BERSEKOLAH
FAISAL CHAIRUL OKTAWIJAYA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS GUNADARMA
ABSTRAKSI
Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi, banyak barang-barang kebutuhan menjadi lebih mahal, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan biaya-biaya yang lainnya termasuk di sektor pendidikan menjadi mahal yang membuat banyak anak dari keluarga miskin putus sekolah. Namun terlepas dari itu semua, terdapat berbagai fenomena, diantaranya adalah bermunculan anak-anak yang bekerja menjadi loper koran dan diantara anak-anak yang menjadi loper koran tersebut ternyata ada yang masih tetap bersekolah. Sebagai anak, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan mempunyai hak untuk belajar dan bermain, tetapi sejak krisis melanda, mereka terpaksa membantu orangtua mereka dalam mencari nafkah. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat supaya anak-anak tadi mendapatkan haknya.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah.
Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus dengan jumlah subjek sebanyak 2 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah anak yang berprofesi sebagai loper koran dan masih bersekolah dan memiliki rentang usia antara 13-14 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.
Dari hasil penelitian ini, anak-anak bekerja menjadi loper koran dan bersekolah mempunyai motivasi belajar disamping sadar akan artinya kelangsungan pendidikan untuk masa depan mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti budaya, keluarga, lingkungan sekolah dan pribadi anak itu sendiri.
Kata kunci: motivasi belajar, anak-anak loper koran.
BAB I
A. PENDAHULUAN
Pada zaman yang serba
sulit seperti sekarang ini,
pendidikan telah menjadi barang
yang sangat mahal harganya,
padahal kita tahu bahwa
pendidikan adalah salah satu
aspek yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, dimana
aspek pendidikan sangat
menentukan maju dan
berkembangnya sebuah negara
atau bangsa. Namun masih
banyak sekali masyarakat yang
tidak begitu perduli tentang
pentingnya pendidikan, baik
secara formal ataupun informal
(Septiani, 2004).
Semenjak krisis moneter
yang melanda Indonesia, sektor
pendidikan pun ikut terkena
imbasnya. Untuk
menanggulanginya atau meredam
masalah krisis moneter tersebut,
anggaran untuk pendidikan pun
dikurangi menjadi 20% oleh
pemerintah pusat (Mulyani,
1999).
Pemerintah pada tahun
2004 memang telah
meningkatkan anggaran untuk
pendidikan menjadi 30%, namun
itu saja tidak cukup untuk
membiayai seluruh kegiatan
pendidikan berskala nasional,
seperti: penyediaan sarana dan
fasilitas sekolah yang layak,
perbaikan gedung-gedung
sekolah yang rusak parah,
pembangunan yang lebih banyak
lagi gedung-gedung sekolah
khususnya di daerah, gaji guru
(baik guru tetap atau guru bantu),
pemberian beasiswa terhadap
siswa yang tidak mampu, dan
sebagainya (Prasodjo, 2005).
Krisis moneter yang
terjadi, tidak hanya berdampak
negatif terhadap sektor
pendidikan secara makro, namun
secara mikro pun ikut terkena.
Salah satu contohnya adalah
semakin meningkatnya jumlah
angka keluarga miskin di
Indonesia, yang berpengaruh pula
terhadap meningkatnya jumlah
anak putus sekolah dikarenakan
tidak adanya biaya sekolah
(Mulyadi, 2000).
Banyaknya anak-anak
yang putus sekolah dan
banyaknya anak-anak yang harus
bekerja sambil sekolah, membuat
masalah ini menjadi sebuah
masalah yang sangat penting
untuk ditangani oleh semua
pihak, khususnya pemerintah
pusat.
Namun terlepas dari
semua itu, kita harus memberikan
salut kepada perjuangan anak-
anak yang masih tetap mau
sekolah, disamping mereka harus
bekerja membantu orang tua
mencari nafkah. Hal tersebut
menjelaskan bahwa, mereka
masih memiliki motivasi belajar
yang cukup tinggi. Disamping itu
hal tersebut membuktikan betapa
mereka sadar akan pentingnya
pendidikan untuk masa depan
mereka nanti (Prasodjo, 2005).
Anak-anak yang terpaksa
bekerja mencari nafkah, telah
membuat mereka mempunyai
dilema ”Apakah aku harus
memilih, bekerja membantu
orang tua atau tetap
bersekolah?”. Mereka yang
memilih untuk tetap bersekolah
dan bekerja pada siang harinya
setelah pulang sekolah, mereka
akan mengalami gangguan baik
secara fisik ataupun psikologis
(Mulyadi, 2000).
Secara tidak langsung
mereka harus bisa membagi
waktu mereka, secara lebih
teratur untuk sekolah dan untuk
bekerja membantu orang tua.
Terkadang kondisi tersebut
membuat psikologis mereka
tertekan. Mereka menjadi tidak
fokus dan tidak konsentrasi
secara penuh terhadap pelajaran-
pelajaran yang mereka dapat dari
sekolah. Mereka menjadi sulit
untuk membagi waktu mereka
dan sulit menyisakan waktu
untuk mengerjakan PR
(Pekerjaan Rumah) atau untuk
membaca buku pelajaran.
Keadaan dan kondisi tersebut
akan menghambat proses belajar
mereka, dibandingkan dengan
mereka yang tidak bekerja
membantu orang tuanya selesai
sekolah. Pada akhirnya hal
tersebut akan merugikan mereka
(Mulyadi, 2000).
Anak-anak yang bekerja
membantu orang tuanya,
melakukan berbagai pekerjaan
baik yang ringan hingga yang
berat atau kasar sifatnya.
Pekerjaan yang paling sering
dilakukan oleh anak-anak
tersebut antara lain: mengamen,
berdagang makanan kecil dan
minuman, berjualan rokok,
membersihkan kaca mobil di
lampu merah, menjadi pedagang
koran / loper koran, dan
sebagainya (Prasodjo, 2005).
Seringkali kita jumpai
anak-anak dengan seragam
sekolahnya mengantarkan koran
ke rumah-rumah atau ke kantor-
kantor dan menjajakan koran
ditempat-tempat umum pada saat
sebelum atau sesudah jam
pelajaran sekolah. Hasil dialog
pendek dengan loper koran yang
berseragam sekolah ini ternyata
mereka memang masih
bersekolah dan menjadi loper
koran untuk membantu orang tua.
Menurut Prasodjo (2005), anak-
anak loper koran yang masih
bersekolah ini telah menunjukkan
dirinya bahwa mereka sadar akan
pentingnya pendidikan untuk
masa depan mereka.
Loper koran menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Rahmi, 1994), adalah suatu
pekerjaan kecil yang menjajakan
atau menjual koran, baik secara
berkeliling atau bermukim. Loper
koran adalah salah satu pekerjaan
yang dilakukan oleh anak-anak.
Menurut Yayasan Loper
Indonesia (2005), loper koran
sering dianggap oleh masyarakat
mengganggu ketertiban dan
mendapat predikat anak jalanan
serta rawan operasi penertiban.
Secara tidak langsung anak-anak
loper koran yang tetap bersekolah
mempunyai beban yang cukup
berat, tetapi ini dapat diatasinya
karena sadar akan pentingnya
pendidikan. Hal inilah yang
menjadi penggerak atau
pendorong mereka untuk tetap
belajar sambil bekerja.
Kita juga melihat bahwa
ada diantara mereka yang
berjualan koran sambil membawa
buku pelajaran mereka, mereka
menganggap bahwa bekerja tidak
menjadi halangan untuk tetap
belajar dan membaca buku
pelajaran sekolah, selain itu
mereka juga belajar dan
membaca buku pelajaran mereka
setelah pulang dari menjual
koran.
Dalam kegiatan belajar,
motivasi dapat dikatakan sebagai
keseluruhan daya penggerak di
dalam diri siswa yang
menimbulkan kegiatan belajar,
yang menjamin kelangsungan
dari kegiatan belajar dan yang
memberikan arah pada kegiatan
belajar, sehingga tujuan yang
dikehendaki oleh subjek belajar
itu dapat tercapai. Motivasi
belajar merupakan faktor yang
paling menentukan dalam
menciptakan anak-anak yang
pintar dan cerdas, sehingga
sejalan dengan tekad pemerintah
dan orang tua untuk
meningkatkan mutu pendidikan
dan memperbaiki kesenjangan
sosial masyarakat, motivasi
belajar anak-anak loper koran ini
merupakan salah satu yang perlu
mendapat perhatian dari berbagai
pihak yaitu pemerintah,
masyarakat, serta orang tua.
Hal ini menarik peneliti
untuk mengetahui bagaimana
motivasi belajar anak-anak yang
bekerja sebagai loper koran serta
untuk mencari tahu faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi
belajar pada anak-anak loper
koran yang bersekolah, sehingga
dapat diperoleh masukan untuk
merumuskan kebijakan yang
tepat untuk meningkatkannya.
B. PERUMUSAN MASALAH
Melalui penelitian ini
diharapkan dapat mejawab
pertanyaan yang timbul:
1. Bagaimanakah motivasi
belajar pada subjek penelitian
yang bersekolah?
2. Faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi motivasi
belajar pada subjek penelitian
yang bersekolah?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk:
1. Mengetahui motivasi belajar
anak-anak loper koran yang
bersekolah.
2. Mengetahui faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi
motivasi belajar anak-anak
loper koran yang bersekolah.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat
untuk perkembangan di
bidang psikologi, khususnya
Psikologi Perkembangan,
Psikologi Anak, Psikologi
Sosial dan Psikologi
Pendidikan, serta untuk
dijadikan acuan penelitian
selanjutnya yang berkaitan
dengan anak-anak yang
bersekolah sambil bekerja
dan tetap bersekolah, serta
untuk dijadikan acuan
penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan anak-anak
yang bekerja sambil
bersekolah.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini
diharapkan dapat
memberikan informasi
kepada masyarakat pada
umumnya dan pemerintah
pada khususnya mengenai
gambaran motivasi belajar
pada anak-anak loper koran
yang bersekolah, sehingga
dapat berpartisipasi secara
aktif untuk membantu
mengatasi masalah yang
mereka hadapi.
BAB II
A. MOTIVASI BELAJAR
1. Definisi Motivasi Belajar
Motivasi belajar
adalah kondisi-kondisi yang
memberi dorongan pada
individu dalam belajar untuk
mencapai hasil yang lebih
baik dari sebelumnya.
2. Karakteristik Motivasi
Belajar
Menurut Woolfolk
(1993) menyimpulkan 5
karakteristik dan masing-
masing mengandung aspek-
aspek yang dapat
meningkatkan motivasi
belajar dan aspek-aspek yang
dapat menurunkan motivasi
belajar, yaitu:
a. Sumber motivasi
Beberapa
penjelasan mengenai
motivasi berkaitan dengan
faktor personal kebutuhan
(needs), minat (interest),
ketertarikan (curiosity),
dan kenikmatan
(enjoyment). Penjelasan
lainnya menekankan pada
faktor lingkungan
ganjaran (rewards),
tekanan sosial (social
pressure), hukuman
(punishment), dan lain-
lain. Motivasi yang
berasal dari faktor minat
atau ketertarikan disebut
motivasi intrinsik.
Motivasi untuk
melakukan pekerjaan
tersebut disebut motivasi
ekstrinsik.
b. Tipe pencapaian tujuan
Ada dua kategori
pencapaian tujuan, yaitu
performance goal dan
learning goal.
Performance goal
mendorong seseorang
untuk memperlihatkan
bahwa dirinya mampu
atau dapat tampil dengan
baik di mata orang lain.
Tujuannya adalah
bagaimana dia dinilai
oleh orang lain.
Sebaliknya, learning goal
menekankan pada
dorongan untuk belajar
dan pengembangan diri,
tidak peduli berapa
banyak kesalahan yang
dilakukan.
c. Kebutuhan untuk
berprestasi
Covington et al.
(Covington 1993)
menjelaskan hubungan
antara kebutuhan untuk
berprestasi, atribusi
keberhasilan dan
kegagalan, keyakinan
terhadap kemampuan, dan
harga diri dalam 3
karakteristik motivasi
siswa, yaitu mastery-
oriented (orientasi pada
penguasaan materi),
failure avoiding
(menghindari kegagalan),
dan failure accepting
(menerima kegagalan).
d. Keyakinan terhadap
kemampuan
Ada dua konsep
dasar mengenai
kemampuan, yaitu entity
view, adalah pandangan
yang mengatakan bahwa
kemampuan bersifat stabil
dan merupakan trait yang
tidak terkontrol
(karakteristik individu
yang tidak dapat
berubah). Pandangan
yang lain, yaitu
incremental view yang
mengatakan bahwa
kemampuan bersifat tidak
stabil dan terkontrol.
Dengan kerja keras,
belajar, atau berlatih,
pengetahuan dapat
ditingkatkan dan
kemampuan dapat
dikembangkan.
e. Tipe keterlibatan
Siswa yang termotivasi
untuk belajar memusatkan
perhatian terhadap tugas
yang sedang dihadapinya.
Nicholls & Miller (dalam
Woolfolk, 1993)
mengelompokkan siswa
tersebut sebagai task-
involved learners.
Sedangkan siswa yang
mempunyai
kecenderungan untuk
tampil lebih pandai dapat
tampil lebih baik daripada
siswa lainnya disebut
ego-involved learners.
Mereka mempunyai
strategi untuk
menghadapi
kemungkinan gagal atau
mereka dapat menyerah
dengan mudah.
3. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Motivasi
Belajar
Menurut Wlodkowski (1990)
motivasi belajar siswa
dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
a. Budaya
b. Keluarga
c. Sekolah
d. Pribadi Siswa
4. Pengukuran Motivasi
Menurut Rahman
(2008), pengukuran motivasi
disini maksudnya adalah
yang berhubungan dengan
efektivitas motivasi dalam
mempengaruhi sikap dan
tingkah laku manusia.
Motivasi menjadi efektif dan
tepat sasaran ketika dilakukan
sesuai dengan teori dan
ditarafkan pada objek yang
tepat.
B. ANAK
1. Pengertian Anak
Bergantung pada sifat
referensinya, istilah tersebut
bisa berarti seorang individu
diantara kelahiran dan masa
pubertas, atau seorang
individu di masa
pertumbuhan (masa kecil)
dan masa pubertas (Chaplin,
2000) sedangkan, menurut
Hurlock (dalam Mar’at,
2005) mendefinisikan anak
sebagai individu dengan masa
anak-anak awal yang
berlangsung dari umur dua
tahun sampai enam tahun,
dan masa anak-anak akhir
dari usia enam tahun sampai
14 tahun.
2. Batasan Usia Anak
Menurut Hurlock
(dalam Simanjuntak &
Pasaribu, 1984), anakadalah
suatu periode usia yang
dimulai dari umur 2 sampai
12 tahun yang dibagi menjadi
2 tahap yakni masa anak-anak
awal (2 sampai 6 tahun), dan
masa anak-anak akhir (6
sampai 12 tahun).
3. Tugas Pekembangan Anak
Tugas-tugas
perkembangan anak antara
lain:
a. Perkembangan fisik
b. Perkembangan kognitif
c. Perkembangan
psikososial
C. LOPER KORAN
1. Definisi Loper Koran
Loper koran menurut
Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Rahmi, 1994),
adalah sebuah pekerjaan kecil
yang menjajakan atau
menjual koran, baik secara
berkeliling ataupun
bermukim (berdiam).
Sedangkan menurut Rahmadi
(2007), loper koran adalah
sebuah pekerjaan yang
kerjanya menjual koran.
2. Fungsi Loper Koran
Menurut Yayasan
Loper Indonesia (2005), ada
beberapa fungsi loper koran,
yaitu:
a. dalam industri media
cetak, adalah sebagai
salah satu mata rantai
distribusi koran dari agen
ke konsumen.
b. dalam arus informasi,
adalah sebagai mata
rantai penyampaian
informasi dari redaksi ke
pembaca.
c. dalam penyerapan tenaga
kerja, adalah sebagai
lapangan kerja sektor
informal dapat menyerap
tenaga kerja dalam
jumlah yang relatif
banyak.
3. Loper Koran sebagai
Sektor Kerja Informal
Menurut ILO (dalam
Idris, 1993) karakteristik
sektor informal sebagai
berikut:
a. Kegiatan usahanya relatif
murah dan mudah
dimasuki.
b. Aktivitasnya
memanfaakan bahan-
bahan lokal.
c. Perusahaan dimiliki
keluarga.
d. Skala usaha relatif kecil.
e. Relatif padat karya dan
mempergunakan
teknologi tepat guna.
f. Keterampilan yang
diperoleh dari luar sistem
pendidikan formal.
g. Pasar sangat berkompetisi
dan tidak terorganisir.
Menurut Hidayat
(dalam Anonim, 1986), ciri-
ciri pokok sektor informal di
Indonesia sebagai berikut:
a. Kegiatan usahanya tidak
terorganisir secara baik,
umumnya sederhana.
Dengan demikian dapat
dilakukan oleh
perorangan atau keluarga,
atau usaha bersama antara
beberapa orang atas
kepercayaan tanpa
perjanjian tertulis.
b. Pada umumnya tidak
mempunyai izin usaha.
c. Pola usahanya tidak
teratur, baik lokasi
maupun jam kerjanya.
d. Tidak terkena langsung
kebijakan pemerintah
untuk membantu
golongan dari ekonomi
menengah kebawah.
e. Skala usaha relatif kecil,
modal usaha, modal kerja
dan penjualan umumnya
kecil.
f. Kurang memerlukan
pendidikan formal, karena
hanya berdasarkan
pengalaman sambil
bekerja.
g. Biasanya kerja sendiri,
atau hanya dibantu oleh
pekerja keluarga yang
tidak dibayar.
h. Modal dari tabungan
sendiri atau dari lembaga
keuangan yang tidak
resmi.
i. Sebagian hasil produksi
dan jasa mereka dinikmati
oleh masyarakat dari
golongan menengah
kebawah.
4. Dampak Loper Koran
sebagai Sektor Kerja
Informal
Dampak positif dari
loper koran sebagai sektor
kerja informal, yaitu:
a. Mempunyai daya
kemampuan yang tinggi
untuk menyerap tenaga
kerja.
b. Dapat memperlancar
pemasaran Koran.
c. Meningkatkan distribusi
manfaat kepada
masyarakat luas sebagai
pengguna informasi.
Dampak negatif dari
loper koran sebagai sektor
kerja informal, yaitu:
a. Mengganggu kebersihan
dan keindahan tempat-
tempat umum.
b. Merupakan sumber
gangguan lalu lintas,
keamanan, dan ketertiban.
D. MOTIVASI BELAJAR
ANAK-ANAK YANG
TERPAKSA BEKERJA
SEBAGAI LOPER KORAN
Menurut Sardiman
(2006), motivasi belajar yang ada
pada anak-anak yang terpaksa
bekerja cukup kuat jika memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
1. Tekun menghadapi tugas
(dapat bekerja terus-menerus
dalam waktu yang lama, tidak
pernah berhenti sebelum
selesai).
2. Ulet menghadapi kesulitan
(tidak lekas putus asa). Tidak
memerlukan dorongan dari
luar untuk berprestasi sebaik
mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang telah
dicapainya).
3. Menunjukkan minat terhadap
bermacam-macam masalah.
4. Lebih senang bekerja
mandiri.
5. Cepat bosan terhadap tugas
yang rutin (hal-hal yang
bersifat mekanis, berulang-
ulang begitu saja, sehingga
kurang kreatif).
6. Dapat mempertahankan
pendapat (kalau sudah yakin
akan sesuatu).
7. Tidak mudah melepaskan hal
yang diyakini itu.
8. Senang mencari dan
memecahkan masalah-
masalah.
BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif berupa studi
kasus intrinsik. Subjek penelitian
adalah loper koran yang bersekolah
dan berusia 10 sampai dengan 14
tahun dan jumlah subjek sebanyak 2
(dua) orang.
Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan
wawancara terstruktur.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
D. PEMBAHASAN
1. Motivasi belajar pada subjek
penelitian yang bersekolah.
Motivasi belajar pada kedua
subjek dapat dilihat dari
sumber motivasi, dorongan
untuk mencapai keinginan,
dorongan untuk berprestasi,
dorongan untuk belajar,
dorongan untuk keterlibatan,
dan dorongan untuk
membantu orangtua.
2. Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi
belajar pada subjek penelitian
yang bersekolah.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi
belajar pada subjek penelitian
yang bersekolah adalah
pengaruh sosial ekonomi dan
budaya, pengaruh orangtua,
pengaruh sekolah, pengaruh
pribadi siswa, pengaruh usia
anak-anak, pengaruh
pekerjaan dan pengaruh
bekerja
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Motivasi belajar pada
subjek penelitian yang
bekerja sambil tetap
bersekolah.
Ada dorongan dari
dalam diri Subjek I untuk
belajar karena Subjek I
mempunyai cita-cita ingin
menjadi dokter. Sedangkan
Subjek II memiliki dorongan
dari dalam diri untuk belajar
karena ingin memperoleh
pekerjaan yang baik yang
dapat merubah ekonomi
keluarga menjadi lebih baik.
Faktor kelelahan yang
dialami Subjek I karena harus
bekerja dan bersekolah tidak
menghambat kemauan Subjek
I untuk belajar. Faktor
kelelahan yang dialami
Subjek II menyebabkan
Subjek II tidak dapat belajar
secara maksimal.
Bagi Subjek I, prestasi
di sekolah untuk mengetahui
kemampuan Subjek I
menguasai pelajaran sekolah
yang dapat mendorong
Subjek I untuk belajar.
Sedangkan bagi Subjek II
sulit untuk berprestasi karena
harus bekerja membantu
orangtuanya.
Keinginan
mengembangkan diri
mendorong Subjek I untuk
belajar secara kontinyu baik
yang didapat dari sekolah
maupun dari luar sekolah.
Sedangkan pada Subjek II
dapat mendorong Subjek II
untuk belajar dimana saja dan
kapan saja baik pelajaran
sekolah maupun dari luar
sekolah.
Rasa tanggung jawab
terhadap tugas kelompok
pada Subjek I dan Subjek II
mendorong untuk belajar dan
menyelesaikan tugas dengan
baik.
Adanya keinginan
untuk meraih cita-cita pada
Subjek I mendorong Subjek I
bekerja untuk membiayai
sekolahnya sendiri guna
meringankan beban orang
tua.
Adanya keinginan
untuk merubah ekonomi
keluarga menjadi lebih baik,
menyebabkan Subjek II
bekerja untuk membantu
kedua orang tuanya sambil
tetap bersekolah.
2. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap
motivasi belajar.
Budaya yang pada
umumnya terjadi pada
keluarga miskin tidak
mementingkan belajar dan
bersekolah tidak terjadi pada
Subjek I yang memiliki cita-
cita untuk menjadi dokter dan
pada Subjek II yang memiliki
keinginan untuk dapat
memperbaiki keadaan
ekonomi keluarga dan
mendapat kehidupan yang
lebih baik.
Adanya dukungan
dari orangtua Subjek I dan
Subjek II mendorong Subjek
I dan Subjek II untuk tetap
bersekolah.
Suasana belajar di
sekolah membuat Subjek I
dan Subjek II merasa nyaman
belajar di sekolah.
Kesadaran untuk
mempunyai cita-cita
menyebabkan kemauan
belajar yang baik pada Subjek
I. Rasa cemas ketika
menghadapi ujian adalah
wajar karena sebagai rasa
tanggung jawab terhadap
kemampuan yang telah ia
miliki. Sedangkan kesadaran
untuk bersekolah agar dapat
memperbaiki keadaan
ekonomi keluarga mendorong
Subjek II untuk belajar.
Selain rasa cemas ketika
menghadapi ujian, Subjek II
juga kadang-kadang merasa
takut karena kurang persiapan
belajar.
Walaupun usia Subjek
I masih tergolong anak-anak
tetapi karena dorongan untuk
mencapai cita-cita Subjek I
merelakan waktu bermainnya
hilang, dalam beberapa hal
bersikap lebih mandiri dari
usia anak-anak. Walaupun
usia Subjek II juga tergolong
masih anak-anak tetapi
karena dorongan untuk keluar
dari kemiskinan maka Subjek
II rela mengorbankan
sebagian waktu bermainnya,
dalam beberapa hal bersikap
lebih mandiri dari anak-anak.
Pekerjaan sebagai
loper koran menyebabkan
Subjek I masih mempunyai
waktu untuk belajar dan
bersekolah. Pengaruh dari
media cetak mendorong
Subjek I untuk tetap
bersekolah. Pemilihan
pekerjaan sebagai loper koran
menyebabkan Subjek II
masih dapat bersekolah dan
belajar di luar sekolah.
Pengaruh media cetak juga
turut mendorong Subjek II
untuk tetap bersekolah.
Wawasan Subjek I dan
Subjek II menjadi luas, lebih
mandiri, berani
mengemukakan dan
menerima pendapat, serta
belajar menyelesaikan
masalah. Bekerja sebagai
loper koran tidak
mengganggu prestasi Subjek
I, sebaliknya Subjek II tidak
dapat berprestasi lebih baik
dari sebelum menjadi loper
koran.
B. SARAN
1. Subjek penelitian diharapkan
dapat belajar lebih tekun lagi
untuk meningkatkan prestasi
belajarnya. Subjek penelitian
juga harus tegar karena faktor
lingkungan di sekitar tempat
tinggal, di sekolah, teman-
teman subjek penelitian serta
kondisi orangtua yang selalu
tidak berpihak. Subjek
penelitian diharapkan dapat
bergabung dengan Yayasan
Loper Koran Indonesia untuk
mendapatkan bantuan dari
beberapa kerjasama yang
sudah ada.
2. Orangtua diharapkan
memberi dukungan terus
menerus kepada subjek
penelitian sehingga mereka
mempunyai cukup waktu
untuk belajar, tidak cepat
putus asa, mempunyai rasa
percaya diri, merasa dihargai
dan dibutuhkan keluarga.
3. Pihak sekolah dapat
memberikan keringanan
beban keuangan kepada
subjek penelitian seperti
memberi pinjaman buku,
menyalurkan seragam dan
sepatu yang masih layak
pakai, serta menjadi
pelanggan koran subjek
penelitian. Diharapkan dapat
menciptakan suasana yang
harmonis dengan para guru
dan teman-teman subjek
penelitian di sekolah.
4. Diharapkan pemerintah
menyediakan anggaran
khusus untuk siswa yang
berasal dari keluarga kurang
mampu tidak hanya sebatas
bebas biaya SPP. Pemerintah
juga menyediakan program
pemberdayaan ekonomi
kepada keluarga miskin yang
anak-anaknya masih
bersekolah.
5. Menghimbau pihak swasta,
termasuk perbankan untuk
menyediakan beasiswa atau
bantuan lainnya kepada siswa
yang berasal dari keluarga
miskin.
6. Untuk penelitian lanjutan,
diharapkan peneliti
selanjutnya dapat menggali
tentang perkembangan jiwa
anak-anak yang terpaksa
bekerja dan tetap bersekolah,
bagaimana meningkatkan
prestasi melalui motivasi
belajar, mengkaji faktor-
faktor yang mempengaruhi
motivasi belajar anak loper
koran, dan apa saja peranan
bagi orangtua dari keluarga
kurang mampu untuk
meningkatkan motivasi
belajar anak-anaknya yang
bekerja dan tetap bersekolah.
7. Sebagai bahan pertimbangan
penelitian selanjutnya,
diharapkan tidak
menggunakan metode
wawancara terstruktur karena
metode wawancara ini tidak
dapat menggali informasi
lebih dalam secara spesifik
kasus per kasus. Kemudian
sebaiknya dilakukan
observasi terhadap subjek
penelitian untuk mengetahui
lebih dalam faktor-faktor
internal yang
mempengaruhinya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (1986). Pekerja sektor informal di Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.
Arief, M. I. (1993). Studi angkatan kerja, sektor informal di provinsi Sulawesi Tenggara. Ujung Pandang: FPIPS-IKIP.
Bandura, A. (1993). Crosscurents in contemporary psychology: cultural approaches to parenting. Hillsdale: Earl Baum.
Bellak, L. & Bellak, S. S. (1965). A human version of the C.A.T. New York: C. P. S. Inc.
Biro Pusat Statistik. (2005). Survey anak putus sekolah di Indonesia. www.bps.co.id (6 Agustus 2006).
Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Alih bahasa:
Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.
Conger, W. & Cagan, B. (1969). Individualism & collectivisme. Boulder, Co: Westview Press.
Coopersmith, A. (1995). Parents ideas, action, and feelings: models and methods from developmental and social psychology. New York: Mc Millian Inc.
Covington, D. (1993). The study of African, American, and Latin American children and youth. Singapore: Prentice Hall.
Destianty, L. (2003). Psikologi perkembangan.Yogyakarta: Jalasutra.
Denzin, N. K. & Lincoln, Y. S. (1994). Handbook of Qualitative Approaches. London: Sage.
Fernald, M. & Fernald, J. (1994). Ageing-related influences on personal growth structure. International Journal of Behavioral Development, 25(6).
Gage, L. & Berliner, M. (1992). Behavior psychology. New York: McGraw Hill, Inc.
Haddar, C. (1996). Metode penelitian sosial: pengantar untuk mahasiswa. Yogyakarta: Jalasutra.
Hasan, B. (2003). Orang miskin dilarang sekolah. Yogyakarta: Resist Book.
Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Gunadarma.
Kartono, K. (1980). Pengantar
metodologi research sosial. Bandung: Penerbit Alumni.
Kerlinger, F. N. (1986). Asas-asas
penelitian behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Klausmeier, I. (1985). Fundamental
statistic in psychology and education (6th Edition). Singapore: McGraw Hill Book Company.
Liebert, R. M. & Harris, R. (1987). The child. New York: McGraw Hill, Inc.
Mar'at, H. K. (2005). Kemandirian remaja ditinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin & peran jenis. Jurnal Psikologi No.2 (Desember 1993).
Miles, M. B. & Huberman, A. M. (1992). Analisis data kualitatif. Alih bahasa oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.
Moleong, L. J. (2007). Metode penelitian kualitatif.
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.
Monks. (2001). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Mulyadi, S. (2000). Motivasi belajar
pada siswa putus sekolah. Jurnal Psikologi Sosial. 10(11). Januari 2003.
Mulyani, S. (1999). Menuju pendidikan yang layak dan baik di masa depan. Artikel Koran Tempo. Rabu, 12 April 1999. www.tempointeraktif.co.id (12 November 2007).
Nasir, M. (1998). Pendidikan yang terabaikan: wajah anak-anak jalanan di Jakarta. Jakarta: Erlangga.
Nasution, Z. M. (1987). Sektor informal dan persepsi.
Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Prasodjo, I. (2005). Remaja berdamai dengan kekerasan dan kriminalitas. www.tempointeraktif.co.id (12 November 2007)
Purwanto, G. (2003). Analisis minat belajar berdasarkan pengalaman bekerja para pekerja anak di sektor informal. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.
Rahmadi, A. (2007). Tindak pidana tawuran antar pelajar. Jakarta: Erlangga.
Rahman, S. A. (2008). Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta: Kencana.
Rahmi, H. (1994). Pendidikan untuk mengembangkan budaya damai dalam keluarga dan masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.
Sardiman, A. M. (2006). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Rajawali Press.
Simanjuntak, B. & Pasaribu, B. (1984). Menjadi anak kreatif dan mandiri. Yogyakarta: Doz Publisher.
Slavin, T. (1994). Culture and human development: implications for parenting, education, and mental health. London: Northern Library.
Soemanto, K. (1990). Psikologi belajar: pengantar untuk
mahasiswa psikologi. Jakarta: Balai Pustaka.
Somadikarta, L. (1995). Tenaga kerja anak Indonesia. Jakarta.
Sulistiany, R. (1999). Potret jalanan. Jakarta: P.T. Balai Pustaka.
Sumsunuwiyati, K. (2005). Pendidikan untuk mengembangkan budaya damai. Jurnal Psikologi Sosial. No.IX/Th.VII/Juni.
Suwarto. (1996). Persepsi kebijaksanaan dan program pemerintah terhadap pekerja anak. Konferensi Nasional II YKAI - Depnaker - ILO's IPEC. Jakarta (24-26 Juli 1996).
Syarwani, A. (1993). Peran dan upaya masyarakat dalam menanggulangi masalah anak yang terpaksa bekerja. Makalah Konferensi Nasional I "Penanggulangan masalah anak yang terpaksa bekerja”. YKAI dan ILO’s. International Programme on The Elimination of Child Labour. Sukabumi.
Winkel, W. S. (1983). Psikologi pendidikan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia.
Winkle, A. (1996). Diversity and development of Asian Americans. United Kingdom: Cambridge University Press.
Wlodkowski, R. (1990). Ethnic and minority parenting: handbook of parenting. New York: Fresh Book.
Woolfolk, R. (1993). Relationship disturbances in early childhood: a development approach. New York: Basic Book.