Top Banner
MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK YANG BERPROFESI SEBAGAI LOPER KORAN YANG BERSEKOLAH FAISAL CHAIRUL OKTAWIJAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS GUNADARMA ABSTRAKSI Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi, banyak barang-barang kebutuhan menjadi lebih mahal, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan biaya-biaya yang lainnya termasuk di sektor pendidikan menjadi mahal yang membuat banyak anak dari keluarga miskin putus sekolah. Namun terlepas dari itu semua, terdapat berbagai fenomena, diantaranya adalah bermunculan anak-anak yang bekerja menjadi loper koran dan diantara anak-anak yang menjadi loper koran tersebut ternyata ada yang masih tetap bersekolah. Sebagai anak, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan mempunyai hak untuk belajar dan bermain, tetapi sejak krisis melanda, mereka terpaksa membantu orangtua mereka dalam mencari nafkah. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat supaya anak-anak tadi mendapatkan haknya. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah. Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus dengan jumlah subjek sebanyak 2 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah anak yang berprofesi sebagai loper koran dan masih bersekolah dan memiliki rentang usia antara 13-14 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Dari hasil penelitian ini, anak-anak bekerja menjadi loper koran dan bersekolah mempunyai motivasi belajar disamping sadar akan artinya kelangsungan pendidikan untuk masa depan mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti budaya, keluarga, lingkungan sekolah dan pribadi anak itu sendiri. Kata kunci: motivasi belajar, anak-anak loper koran. BAB I A. PENDAHULUAN Pada zaman yang serba sulit seperti sekarang ini, pendidikan telah menjadi barang yang sangat mahal harganya, padahal kita tahu bahwa pendidikan adalah salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia, dimana aspek pendidikan sangat menentukan maju dan
19

MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

Mar 11, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK YANG BERPROFESI SEBAGAI LOPER KORAN YANG BERSEKOLAH

FAISAL CHAIRUL OKTAWIJAYA

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS GUNADARMA

ABSTRAKSI

Sejak Indonesia dilanda krisis ekonomi, banyak barang-barang kebutuhan menjadi lebih mahal, angka kemiskinan yang semakin tinggi, dan biaya-biaya yang lainnya termasuk di sektor pendidikan menjadi mahal yang membuat banyak anak dari keluarga miskin putus sekolah. Namun terlepas dari itu semua, terdapat berbagai fenomena, diantaranya adalah bermunculan anak-anak yang bekerja menjadi loper koran dan diantara anak-anak yang menjadi loper koran tersebut ternyata ada yang masih tetap bersekolah. Sebagai anak, mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dari tindak kekerasan dan mempunyai hak untuk belajar dan bermain, tetapi sejak krisis melanda, mereka terpaksa membantu orangtua mereka dalam mencari nafkah. Hal ini perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah dan masyarakat supaya anak-anak tadi mendapatkan haknya.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah, dan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi belajar anak-anak loper koran yang bersekolah.

Pada penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang sifatnya studi kasus dengan jumlah subjek sebanyak 2 orang. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah anak yang berprofesi sebagai loper koran dan masih bersekolah dan memiliki rentang usia antara 13-14 tahun. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara.

Dari hasil penelitian ini, anak-anak bekerja menjadi loper koran dan bersekolah mempunyai motivasi belajar disamping sadar akan artinya kelangsungan pendidikan untuk masa depan mereka dan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti budaya, keluarga, lingkungan sekolah dan pribadi anak itu sendiri.

Kata kunci: motivasi belajar, anak-anak loper koran.  

BAB I

A. PENDAHULUAN

Pada zaman yang serba

sulit seperti sekarang ini,

pendidikan telah menjadi barang

yang sangat mahal harganya,

padahal kita tahu bahwa

pendidikan adalah salah satu

aspek yang sangat penting dalam

kehidupan manusia, dimana

aspek pendidikan sangat

menentukan maju dan

Page 2: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

berkembangnya sebuah negara

atau bangsa. Namun masih

banyak sekali masyarakat yang

tidak begitu perduli tentang

pentingnya pendidikan, baik

secara formal ataupun informal

(Septiani, 2004).

Semenjak krisis moneter

yang melanda Indonesia, sektor

pendidikan pun ikut terkena

imbasnya. Untuk

menanggulanginya atau meredam

masalah krisis moneter tersebut,

anggaran untuk pendidikan pun

dikurangi menjadi 20% oleh

pemerintah pusat (Mulyani,

1999).

Pemerintah pada tahun

2004 memang telah

meningkatkan anggaran untuk

pendidikan menjadi 30%, namun

itu saja tidak cukup untuk

membiayai seluruh kegiatan

pendidikan berskala nasional,

seperti: penyediaan sarana dan

fasilitas sekolah yang layak,

perbaikan gedung-gedung

sekolah yang rusak parah,

pembangunan yang lebih banyak

lagi gedung-gedung sekolah

khususnya di daerah, gaji guru

(baik guru tetap atau guru bantu),

pemberian beasiswa terhadap

siswa yang tidak mampu, dan

sebagainya (Prasodjo, 2005).

Krisis moneter yang

terjadi, tidak hanya berdampak

negatif terhadap sektor

pendidikan secara makro, namun

secara mikro pun ikut terkena.

Salah satu contohnya adalah

semakin meningkatnya jumlah

angka keluarga miskin di

Indonesia, yang berpengaruh pula

terhadap meningkatnya jumlah

anak putus sekolah dikarenakan

tidak adanya biaya sekolah

(Mulyadi, 2000).

Banyaknya anak-anak

yang putus sekolah dan

banyaknya anak-anak yang harus

bekerja sambil sekolah, membuat

masalah ini menjadi sebuah

masalah yang sangat penting

untuk ditangani oleh semua

pihak, khususnya pemerintah

pusat.

Namun terlepas dari

semua itu, kita harus memberikan

salut kepada perjuangan anak-

anak yang masih tetap mau

sekolah, disamping mereka harus

bekerja membantu orang tua

mencari nafkah. Hal tersebut

Page 3: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

menjelaskan bahwa, mereka

masih memiliki motivasi belajar

yang cukup tinggi. Disamping itu

hal tersebut membuktikan betapa

mereka sadar akan pentingnya

pendidikan untuk masa depan

mereka nanti (Prasodjo, 2005).

Anak-anak yang terpaksa

bekerja mencari nafkah, telah

membuat mereka mempunyai

dilema ”Apakah aku harus

memilih, bekerja membantu

orang tua atau tetap

bersekolah?”. Mereka yang

memilih untuk tetap bersekolah

dan bekerja pada siang harinya

setelah pulang sekolah, mereka

akan mengalami gangguan baik

secara fisik ataupun psikologis

(Mulyadi, 2000).

Secara tidak langsung

mereka harus bisa membagi

waktu mereka, secara lebih

teratur untuk sekolah dan untuk

bekerja membantu orang tua.

Terkadang kondisi tersebut

membuat psikologis mereka

tertekan. Mereka menjadi tidak

fokus dan tidak konsentrasi

secara penuh terhadap pelajaran-

pelajaran yang mereka dapat dari

sekolah. Mereka menjadi sulit

untuk membagi waktu mereka

dan sulit menyisakan waktu

untuk mengerjakan PR

(Pekerjaan Rumah) atau untuk

membaca buku pelajaran.

Keadaan dan kondisi tersebut

akan menghambat proses belajar

mereka, dibandingkan dengan

mereka yang tidak bekerja

membantu orang tuanya selesai

sekolah. Pada akhirnya hal

tersebut akan merugikan mereka

(Mulyadi, 2000).

Anak-anak yang bekerja

membantu orang tuanya,

melakukan berbagai pekerjaan

baik yang ringan hingga yang

berat atau kasar sifatnya.

Pekerjaan yang paling sering

dilakukan oleh anak-anak

tersebut antara lain: mengamen,

berdagang makanan kecil dan

minuman, berjualan rokok,

membersihkan kaca mobil di

lampu merah, menjadi pedagang

koran / loper koran, dan

sebagainya (Prasodjo, 2005).

Seringkali kita jumpai

anak-anak dengan seragam

sekolahnya mengantarkan koran

ke rumah-rumah atau ke kantor-

kantor dan menjajakan koran

Page 4: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

ditempat-tempat umum pada saat

sebelum atau sesudah jam

pelajaran sekolah. Hasil dialog

pendek dengan loper koran yang

berseragam sekolah ini ternyata

mereka memang masih

bersekolah dan menjadi loper

koran untuk membantu orang tua.

Menurut Prasodjo (2005), anak-

anak loper koran yang masih

bersekolah ini telah menunjukkan

dirinya bahwa mereka sadar akan

pentingnya pendidikan untuk

masa depan mereka.

Loper koran menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia

(Rahmi, 1994), adalah suatu

pekerjaan kecil yang menjajakan

atau menjual koran, baik secara

berkeliling atau bermukim. Loper

koran adalah salah satu pekerjaan

yang dilakukan oleh anak-anak.

Menurut Yayasan Loper

Indonesia (2005), loper koran

sering dianggap oleh masyarakat

mengganggu ketertiban dan

mendapat predikat anak jalanan

serta rawan operasi penertiban.

Secara tidak langsung anak-anak

loper koran yang tetap bersekolah

mempunyai beban yang cukup

berat, tetapi ini dapat diatasinya

karena sadar akan pentingnya

pendidikan. Hal inilah yang

menjadi penggerak atau

pendorong mereka untuk tetap

belajar sambil bekerja.

Kita juga melihat bahwa

ada diantara mereka yang

berjualan koran sambil membawa

buku pelajaran mereka, mereka

menganggap bahwa bekerja tidak

menjadi halangan untuk tetap

belajar dan membaca buku

pelajaran sekolah, selain itu

mereka juga belajar dan

membaca buku pelajaran mereka

setelah pulang dari menjual

koran.

Dalam kegiatan belajar,

motivasi dapat dikatakan sebagai

keseluruhan daya penggerak di

dalam diri siswa yang

menimbulkan kegiatan belajar,

yang menjamin kelangsungan

dari kegiatan belajar dan yang

memberikan arah pada kegiatan

belajar, sehingga tujuan yang

dikehendaki oleh subjek belajar

itu dapat tercapai. Motivasi

belajar merupakan faktor yang

paling menentukan dalam

menciptakan anak-anak yang

pintar dan cerdas, sehingga

Page 5: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

sejalan dengan tekad pemerintah

dan orang tua untuk

meningkatkan mutu pendidikan

dan memperbaiki kesenjangan

sosial masyarakat, motivasi

belajar anak-anak loper koran ini

merupakan salah satu yang perlu

mendapat perhatian dari berbagai

pihak yaitu pemerintah,

masyarakat, serta orang tua.

Hal ini menarik peneliti

untuk mengetahui bagaimana

motivasi belajar anak-anak yang

bekerja sebagai loper koran serta

untuk mencari tahu faktor-faktor

yang mempengaruhi motivasi

belajar pada anak-anak loper

koran yang bersekolah, sehingga

dapat diperoleh masukan untuk

merumuskan kebijakan yang

tepat untuk meningkatkannya.

B. PERUMUSAN MASALAH

Melalui penelitian ini

diharapkan dapat mejawab

pertanyaan yang timbul:

1. Bagaimanakah motivasi

belajar pada subjek penelitian

yang bersekolah?

2. Faktor-faktor apa saja yang

mempengaruhi motivasi

belajar pada subjek penelitian

yang bersekolah?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk:

1. Mengetahui motivasi belajar

anak-anak loper koran yang

bersekolah.

2. Mengetahui faktor-faktor apa

saja yang mempengaruhi

motivasi belajar anak-anak

loper koran yang bersekolah.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat

untuk perkembangan di

bidang psikologi, khususnya

Psikologi Perkembangan,

Psikologi Anak, Psikologi

Sosial dan Psikologi

Pendidikan, serta untuk

dijadikan acuan penelitian

selanjutnya yang berkaitan

dengan anak-anak yang

bersekolah sambil bekerja

dan tetap bersekolah, serta

untuk dijadikan acuan

penelitian selanjutnya yang

berkaitan dengan anak-anak

Page 6: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

yang bekerja sambil

bersekolah.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini

diharapkan dapat

memberikan informasi

kepada masyarakat pada

umumnya dan pemerintah

pada khususnya mengenai

gambaran motivasi belajar

pada anak-anak loper koran

yang bersekolah, sehingga

dapat berpartisipasi secara

aktif untuk membantu

mengatasi masalah yang

mereka hadapi.

BAB II

A. MOTIVASI BELAJAR

1. Definisi Motivasi Belajar

Motivasi belajar

adalah kondisi-kondisi yang

memberi dorongan pada

individu dalam belajar untuk

mencapai hasil yang lebih

baik dari sebelumnya.

2. Karakteristik Motivasi

Belajar

Menurut Woolfolk

(1993) menyimpulkan 5

karakteristik dan masing-

masing mengandung aspek-

aspek yang dapat

meningkatkan motivasi

belajar dan aspek-aspek yang

dapat menurunkan motivasi

belajar, yaitu:

a. Sumber motivasi

Beberapa

penjelasan mengenai

motivasi berkaitan dengan

faktor personal kebutuhan

(needs), minat (interest),

ketertarikan (curiosity),

dan kenikmatan

(enjoyment). Penjelasan

lainnya menekankan pada

faktor lingkungan

ganjaran (rewards),

tekanan sosial (social

pressure), hukuman

(punishment), dan lain-

lain. Motivasi yang

berasal dari faktor minat

atau ketertarikan disebut

motivasi intrinsik.

Motivasi untuk

melakukan pekerjaan

tersebut disebut motivasi

ekstrinsik.

b. Tipe pencapaian tujuan

Ada dua kategori

pencapaian tujuan, yaitu

performance goal dan

Page 7: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

learning goal.

Performance goal

mendorong seseorang

untuk memperlihatkan

bahwa dirinya mampu

atau dapat tampil dengan

baik di mata orang lain.

Tujuannya adalah

bagaimana dia dinilai

oleh orang lain.

Sebaliknya, learning goal

menekankan pada

dorongan untuk belajar

dan pengembangan diri,

tidak peduli berapa

banyak kesalahan yang

dilakukan.

c. Kebutuhan untuk

berprestasi

Covington et al.

(Covington 1993)

menjelaskan hubungan

antara kebutuhan untuk

berprestasi, atribusi

keberhasilan dan

kegagalan, keyakinan

terhadap kemampuan, dan

harga diri dalam 3

karakteristik motivasi

siswa, yaitu mastery-

oriented (orientasi pada

penguasaan materi),

failure avoiding

(menghindari kegagalan),

dan failure accepting

(menerima kegagalan).

d. Keyakinan terhadap

kemampuan

Ada dua konsep

dasar mengenai

kemampuan, yaitu entity

view, adalah pandangan

yang mengatakan bahwa

kemampuan bersifat stabil

dan merupakan trait yang

tidak terkontrol

(karakteristik individu

yang tidak dapat

berubah). Pandangan

yang lain, yaitu

incremental view yang

mengatakan bahwa

kemampuan bersifat tidak

stabil dan terkontrol.

Dengan kerja keras,

belajar, atau berlatih,

pengetahuan dapat

ditingkatkan dan

kemampuan dapat

dikembangkan.

e. Tipe keterlibatan

Siswa yang termotivasi

untuk belajar memusatkan

perhatian terhadap tugas

Page 8: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

yang sedang dihadapinya.

Nicholls & Miller (dalam

Woolfolk, 1993)

mengelompokkan siswa

tersebut sebagai task-

involved learners.

Sedangkan siswa yang

mempunyai

kecenderungan untuk

tampil lebih pandai dapat

tampil lebih baik daripada

siswa lainnya disebut

ego-involved learners.

Mereka mempunyai

strategi untuk

menghadapi

kemungkinan gagal atau

mereka dapat menyerah

dengan mudah.

3. Faktor-Faktor yang

Mempengaruhi Motivasi

Belajar

Menurut Wlodkowski (1990)

motivasi belajar siswa

dipengaruhi oleh beberapa

faktor, antara lain:

a. Budaya

b. Keluarga

c. Sekolah

d. Pribadi Siswa

4. Pengukuran Motivasi

Menurut Rahman

(2008), pengukuran motivasi

disini maksudnya adalah

yang berhubungan dengan

efektivitas motivasi dalam

mempengaruhi sikap dan

tingkah laku manusia.

Motivasi menjadi efektif dan

tepat sasaran ketika dilakukan

sesuai dengan teori dan

ditarafkan pada objek yang

tepat.

B. ANAK

1. Pengertian Anak

Bergantung pada sifat

referensinya, istilah tersebut

bisa berarti seorang individu

diantara kelahiran dan masa

pubertas, atau seorang

individu di masa

pertumbuhan (masa kecil)

dan masa pubertas (Chaplin,

2000) sedangkan, menurut

Hurlock (dalam Mar’at,

2005) mendefinisikan anak

sebagai individu dengan masa

anak-anak awal yang

berlangsung dari umur dua

tahun sampai enam tahun,

dan masa anak-anak akhir

Page 9: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

dari usia enam tahun sampai

14 tahun.

2. Batasan Usia Anak

Menurut Hurlock

(dalam Simanjuntak &

Pasaribu, 1984), anakadalah

suatu periode usia yang

dimulai dari umur 2 sampai

12 tahun yang dibagi menjadi

2 tahap yakni masa anak-anak

awal (2 sampai 6 tahun), dan

masa anak-anak akhir (6

sampai 12 tahun).

3. Tugas Pekembangan Anak

Tugas-tugas

perkembangan anak antara

lain:

a. Perkembangan fisik

b. Perkembangan kognitif

c. Perkembangan

psikososial

C. LOPER KORAN

1. Definisi Loper Koran

Loper koran menurut

Kamus Besar Bahasa

Indonesia (Rahmi, 1994),

adalah sebuah pekerjaan kecil

yang menjajakan atau

menjual koran, baik secara

berkeliling ataupun

bermukim (berdiam).

Sedangkan menurut Rahmadi

(2007), loper koran adalah

sebuah pekerjaan yang

kerjanya menjual koran.

2. Fungsi Loper Koran

Menurut Yayasan

Loper Indonesia (2005), ada

beberapa fungsi loper koran,

yaitu:

a. dalam industri media

cetak, adalah sebagai

salah satu mata rantai

distribusi koran dari agen

ke konsumen.

b. dalam arus informasi,

adalah sebagai mata

rantai penyampaian

informasi dari redaksi ke

pembaca.

c. dalam penyerapan tenaga

kerja, adalah sebagai

lapangan kerja sektor

informal dapat menyerap

tenaga kerja dalam

jumlah yang relatif

banyak.

3. Loper Koran sebagai

Sektor Kerja Informal

Menurut ILO (dalam

Idris, 1993) karakteristik

Page 10: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

sektor informal sebagai

berikut:

a. Kegiatan usahanya relatif

murah dan mudah

dimasuki.

b. Aktivitasnya

memanfaakan bahan-

bahan lokal.

c. Perusahaan dimiliki

keluarga.

d. Skala usaha relatif kecil.

e. Relatif padat karya dan

mempergunakan

teknologi tepat guna.

f. Keterampilan yang

diperoleh dari luar sistem

pendidikan formal.

g. Pasar sangat berkompetisi

dan tidak terorganisir.

Menurut Hidayat

(dalam Anonim, 1986), ciri-

ciri pokok sektor informal di

Indonesia sebagai berikut:

a. Kegiatan usahanya tidak

terorganisir secara baik,

umumnya sederhana.

Dengan demikian dapat

dilakukan oleh

perorangan atau keluarga,

atau usaha bersama antara

beberapa orang atas

kepercayaan tanpa

perjanjian tertulis.

b. Pada umumnya tidak

mempunyai izin usaha.

c. Pola usahanya tidak

teratur, baik lokasi

maupun jam kerjanya.

d. Tidak terkena langsung

kebijakan pemerintah

untuk membantu

golongan dari ekonomi

menengah kebawah.

e. Skala usaha relatif kecil,

modal usaha, modal kerja

dan penjualan umumnya

kecil.

f. Kurang memerlukan

pendidikan formal, karena

hanya berdasarkan

pengalaman sambil

bekerja.

g. Biasanya kerja sendiri,

atau hanya dibantu oleh

pekerja keluarga yang

tidak dibayar.

h. Modal dari tabungan

sendiri atau dari lembaga

keuangan yang tidak

resmi.

i. Sebagian hasil produksi

dan jasa mereka dinikmati

oleh masyarakat dari

Page 11: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

golongan menengah

kebawah.

4. Dampak Loper Koran

sebagai Sektor Kerja

Informal

Dampak positif dari

loper koran sebagai sektor

kerja informal, yaitu:

a. Mempunyai daya

kemampuan yang tinggi

untuk menyerap tenaga

kerja.

b. Dapat memperlancar

pemasaran Koran.

c. Meningkatkan distribusi

manfaat kepada

masyarakat luas sebagai

pengguna informasi.

Dampak negatif dari

loper koran sebagai sektor

kerja informal, yaitu:

a. Mengganggu kebersihan

dan keindahan tempat-

tempat umum.

b. Merupakan sumber

gangguan lalu lintas,

keamanan, dan ketertiban.

D. MOTIVASI BELAJAR

ANAK-ANAK YANG

TERPAKSA BEKERJA

SEBAGAI LOPER KORAN

Menurut Sardiman

(2006), motivasi belajar yang ada

pada anak-anak yang terpaksa

bekerja cukup kuat jika memiliki

ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tekun menghadapi tugas

(dapat bekerja terus-menerus

dalam waktu yang lama, tidak

pernah berhenti sebelum

selesai).

2. Ulet menghadapi kesulitan

(tidak lekas putus asa). Tidak

memerlukan dorongan dari

luar untuk berprestasi sebaik

mungkin (tidak cepat puas

dengan prestasi yang telah

dicapainya).

3. Menunjukkan minat terhadap

bermacam-macam masalah.

4. Lebih senang bekerja

mandiri.

5. Cepat bosan terhadap tugas

yang rutin (hal-hal yang

bersifat mekanis, berulang-

ulang begitu saja, sehingga

kurang kreatif).

6. Dapat mempertahankan

pendapat (kalau sudah yakin

akan sesuatu).

Page 12: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

7. Tidak mudah melepaskan hal

yang diyakini itu.

8. Senang mencari dan

memecahkan masalah-

masalah.

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif berupa studi

kasus intrinsik. Subjek penelitian

adalah loper koran yang bersekolah

dan berusia 10 sampai dengan 14

tahun dan jumlah subjek sebanyak 2

(dua) orang.

Teknik pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan

wawancara terstruktur.

BAB IV

HASIL PENELITIAN

D. PEMBAHASAN

1. Motivasi belajar pada subjek

penelitian yang bersekolah.

Motivasi belajar pada kedua

subjek dapat dilihat dari

sumber motivasi, dorongan

untuk mencapai keinginan,

dorongan untuk berprestasi,

dorongan untuk belajar,

dorongan untuk keterlibatan,

dan dorongan untuk

membantu orangtua.

2. Faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi

belajar pada subjek penelitian

yang bersekolah.

Faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi

belajar pada subjek penelitian

yang bersekolah adalah

pengaruh sosial ekonomi dan

budaya, pengaruh orangtua,

pengaruh sekolah, pengaruh

pribadi siswa, pengaruh usia

anak-anak, pengaruh

pekerjaan dan pengaruh

bekerja

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Motivasi belajar pada

subjek penelitian yang

bekerja sambil tetap

bersekolah.

Ada dorongan dari

dalam diri Subjek I untuk

belajar karena Subjek I

mempunyai cita-cita ingin

menjadi dokter. Sedangkan

Subjek II memiliki dorongan

dari dalam diri untuk belajar

Page 13: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

karena ingin memperoleh

pekerjaan yang baik yang

dapat merubah ekonomi

keluarga menjadi lebih baik.

Faktor kelelahan yang

dialami Subjek I karena harus

bekerja dan bersekolah tidak

menghambat kemauan Subjek

I untuk belajar. Faktor

kelelahan yang dialami

Subjek II menyebabkan

Subjek II tidak dapat belajar

secara maksimal.

Bagi Subjek I, prestasi

di sekolah untuk mengetahui

kemampuan Subjek I

menguasai pelajaran sekolah

yang dapat mendorong

Subjek I untuk belajar.

Sedangkan bagi Subjek II

sulit untuk berprestasi karena

harus bekerja membantu

orangtuanya.

Keinginan

mengembangkan diri

mendorong Subjek I untuk

belajar secara kontinyu baik

yang didapat dari sekolah

maupun dari luar sekolah.

Sedangkan pada Subjek II

dapat mendorong Subjek II

untuk belajar dimana saja dan

kapan saja baik pelajaran

sekolah maupun dari luar

sekolah.

Rasa tanggung jawab

terhadap tugas kelompok

pada Subjek I dan Subjek II

mendorong untuk belajar dan

menyelesaikan tugas dengan

baik.

Adanya keinginan

untuk meraih cita-cita pada

Subjek I mendorong Subjek I

bekerja untuk membiayai

sekolahnya sendiri guna

meringankan beban orang

tua.

Adanya keinginan

untuk merubah ekonomi

keluarga menjadi lebih baik,

menyebabkan Subjek II

bekerja untuk membantu

kedua orang tuanya sambil

tetap bersekolah.

2. Faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap

motivasi belajar.

Budaya yang pada

umumnya terjadi pada

keluarga miskin tidak

mementingkan belajar dan

bersekolah tidak terjadi pada

Subjek I yang memiliki cita-

Page 14: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

cita untuk menjadi dokter dan

pada Subjek II yang memiliki

keinginan untuk dapat

memperbaiki keadaan

ekonomi keluarga dan

mendapat kehidupan yang

lebih baik.

Adanya dukungan

dari orangtua Subjek I dan

Subjek II mendorong Subjek

I dan Subjek II untuk tetap

bersekolah.

Suasana belajar di

sekolah membuat Subjek I

dan Subjek II merasa nyaman

belajar di sekolah.

Kesadaran untuk

mempunyai cita-cita

menyebabkan kemauan

belajar yang baik pada Subjek

I. Rasa cemas ketika

menghadapi ujian adalah

wajar karena sebagai rasa

tanggung jawab terhadap

kemampuan yang telah ia

miliki. Sedangkan kesadaran

untuk bersekolah agar dapat

memperbaiki keadaan

ekonomi keluarga mendorong

Subjek II untuk belajar.

Selain rasa cemas ketika

menghadapi ujian, Subjek II

juga kadang-kadang merasa

takut karena kurang persiapan

belajar.

Walaupun usia Subjek

I masih tergolong anak-anak

tetapi karena dorongan untuk

mencapai cita-cita Subjek I

merelakan waktu bermainnya

hilang, dalam beberapa hal

bersikap lebih mandiri dari

usia anak-anak. Walaupun

usia Subjek II juga tergolong

masih anak-anak tetapi

karena dorongan untuk keluar

dari kemiskinan maka Subjek

II rela mengorbankan

sebagian waktu bermainnya,

dalam beberapa hal bersikap

lebih mandiri dari anak-anak.

Pekerjaan sebagai

loper koran menyebabkan

Subjek I masih mempunyai

waktu untuk belajar dan

bersekolah. Pengaruh dari

media cetak mendorong

Subjek I untuk tetap

bersekolah. Pemilihan

pekerjaan sebagai loper koran

menyebabkan Subjek II

masih dapat bersekolah dan

belajar di luar sekolah.

Pengaruh media cetak juga

Page 15: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

turut mendorong Subjek II

untuk tetap bersekolah.

Wawasan Subjek I dan

Subjek II menjadi luas, lebih

mandiri, berani

mengemukakan dan

menerima pendapat, serta

belajar menyelesaikan

masalah. Bekerja sebagai

loper koran tidak

mengganggu prestasi Subjek

I, sebaliknya Subjek II tidak

dapat berprestasi lebih baik

dari sebelum menjadi loper

koran.

B. SARAN

1. Subjek penelitian diharapkan

dapat belajar lebih tekun lagi

untuk meningkatkan prestasi

belajarnya. Subjek penelitian

juga harus tegar karena faktor

lingkungan di sekitar tempat

tinggal, di sekolah, teman-

teman subjek penelitian serta

kondisi orangtua yang selalu

tidak berpihak. Subjek

penelitian diharapkan dapat

bergabung dengan Yayasan

Loper Koran Indonesia untuk

mendapatkan bantuan dari

beberapa kerjasama yang

sudah ada.

2. Orangtua diharapkan

memberi dukungan terus

menerus kepada subjek

penelitian sehingga mereka

mempunyai cukup waktu

untuk belajar, tidak cepat

putus asa, mempunyai rasa

percaya diri, merasa dihargai

dan dibutuhkan keluarga.

3. Pihak sekolah dapat

memberikan keringanan

beban keuangan kepada

subjek penelitian seperti

memberi pinjaman buku,

menyalurkan seragam dan

sepatu yang masih layak

pakai, serta menjadi

pelanggan koran subjek

penelitian. Diharapkan dapat

menciptakan suasana yang

harmonis dengan para guru

dan teman-teman subjek

penelitian di sekolah.

4. Diharapkan pemerintah

menyediakan anggaran

khusus untuk siswa yang

berasal dari keluarga kurang

mampu tidak hanya sebatas

bebas biaya SPP. Pemerintah

juga menyediakan program

Page 16: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

pemberdayaan ekonomi

kepada keluarga miskin yang

anak-anaknya masih

bersekolah.

5. Menghimbau pihak swasta,

termasuk perbankan untuk

menyediakan beasiswa atau

bantuan lainnya kepada siswa

yang berasal dari keluarga

miskin.

6. Untuk penelitian lanjutan,

diharapkan peneliti

selanjutnya dapat menggali

tentang perkembangan jiwa

anak-anak yang terpaksa

bekerja dan tetap bersekolah,

bagaimana meningkatkan

prestasi melalui motivasi

belajar, mengkaji faktor-

faktor yang mempengaruhi

motivasi belajar anak loper

koran, dan apa saja peranan

bagi orangtua dari keluarga

kurang mampu untuk

meningkatkan motivasi

belajar anak-anaknya yang

bekerja dan tetap bersekolah.

7. Sebagai bahan pertimbangan

penelitian selanjutnya,

diharapkan tidak

menggunakan metode

wawancara terstruktur karena

metode wawancara ini tidak

dapat menggali informasi

lebih dalam secara spesifik

kasus per kasus. Kemudian

sebaiknya dilakukan

observasi terhadap subjek

penelitian untuk mengetahui

lebih dalam faktor-faktor

internal yang

mempengaruhinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1986). Pekerja sektor informal di Indonesia. Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Arief, M. I. (1993). Studi angkatan kerja, sektor informal di provinsi Sulawesi Tenggara. Ujung Pandang: FPIPS-IKIP.

Bandura, A. (1993). Crosscurents in contemporary psychology: cultural approaches to parenting. Hillsdale: Earl Baum.

Bellak, L. & Bellak, S. S. (1965). A human version of the C.A.T. New York: C. P. S. Inc.

Biro Pusat Statistik. (2005). Survey anak putus sekolah di Indonesia. www.bps.co.id (6 Agustus 2006).

Chaplin, J. P. (2000). Kamus lengkap psikologi. Alih bahasa:

Page 17: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Press.

Conger, W. & Cagan, B. (1969). Individualism & collectivisme. Boulder, Co: Westview Press.

Coopersmith, A. (1995). Parents ideas, action, and feelings: models and methods from developmental and social psychology. New York: Mc Millian Inc.

Covington, D. (1993). The study of African, American, and Latin American children and youth. Singapore: Prentice Hall.

Destianty, L. (2003). Psikologi perkembangan.Yogyakarta: Jalasutra.

Denzin, N. K. & Lincoln, Y. S. (1994). Handbook of Qualitative Approaches. London: Sage.

Fernald, M. & Fernald, J. (1994). Ageing-related influences on personal growth structure. International Journal of Behavioral Development, 25(6).

Gage, L. & Berliner, M. (1992). Behavior psychology. New York: McGraw Hill, Inc.

Haddar, C. (1996). Metode penelitian sosial: pengantar untuk mahasiswa. Yogyakarta: Jalasutra.

Hasan, B. (2003). Orang miskin dilarang sekolah. Yogyakarta: Resist Book.

Heru Basuki, A. M. (2006). Penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. Jakarta: Penerbit Universitas Gunadarma.

Kartono, K. (1980). Pengantar

metodologi research sosial. Bandung: Penerbit Alumni.

Kerlinger, F. N. (1986). Asas-asas

penelitian behavioral. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Klausmeier, I. (1985). Fundamental

statistic in psychology and education (6th Edition). Singapore: McGraw Hill Book Company.

Liebert, R. M. & Harris, R. (1987). The child. New York: McGraw Hill, Inc.

Mar'at, H. K. (2005). Kemandirian remaja ditinjau dari tahap perkembangan, jenis kelamin & peran jenis. Jurnal Psikologi No.2 (Desember 1993).

Miles, M. B. & Huberman, A. M. (1992). Analisis data kualitatif. Alih bahasa oleh Tjetjep Rohendi Rohidi. Jakarta: UI Press.

Moleong, L. J. (2007). Metode penelitian kualitatif.

Page 18: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Monks. (2001). Psikologi perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mulyadi, S. (2000). Motivasi belajar

pada siswa putus sekolah. Jurnal Psikologi Sosial. 10(11). Januari 2003.

Mulyani, S. (1999). Menuju pendidikan yang layak dan baik di masa depan. Artikel Koran Tempo. Rabu, 12 April 1999. www.tempointeraktif.co.id (12 November 2007).

Nasir, M. (1998). Pendidikan yang terabaikan: wajah anak-anak jalanan di Jakarta. Jakarta: Erlangga.

Nasution, Z. M. (1987). Sektor informal dan persepsi.

Poerwandari, E. K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.

Prasodjo, I. (2005). Remaja berdamai dengan kekerasan dan kriminalitas. www.tempointeraktif.co.id (12 November 2007)

Purwanto, G. (2003). Analisis minat belajar berdasarkan pengalaman bekerja para pekerja anak di sektor informal. Jakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta.

Rahmadi, A. (2007). Tindak pidana tawuran antar pelajar. Jakarta: Erlangga.

Rahman, S. A. (2008). Psikologi suatu pengantar dalam perspektif Islam. Jakarta: Kencana.

Rahmi, H. (1994). Pendidikan untuk mengembangkan budaya damai dalam keluarga dan masyarakat. Jakarta: Balai Pustaka.

Sardiman, A. M. (2006). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Rajawali Press.

Septiani, D. (2004). Pengantar psikologi sosial. Jakarta: P.T. Gramedia Pustaka Utama.

Simanjuntak, B. & Pasaribu, B. (1984). Menjadi anak kreatif dan mandiri. Yogyakarta: Doz Publisher.

Slavin, T. (1994). Culture and human development: implications for parenting, education, and mental health. London: Northern Library.

Soemanto, K. (1990). Psikologi belajar: pengantar untuk

Page 19: MOTIVASI BELAJAR PADA ANAK-ANAK

mahasiswa psikologi. Jakarta: Balai Pustaka.

Somadikarta, L. (1995). Tenaga kerja anak Indonesia. Jakarta.

Sulistiany, R. (1999). Potret jalanan. Jakarta: P.T. Balai Pustaka.

Sumsunuwiyati, K. (2005). Pendidikan untuk mengembangkan budaya damai. Jurnal Psikologi Sosial. No.IX/Th.VII/Juni.

Suwarto. (1996). Persepsi kebijaksanaan dan program pemerintah terhadap pekerja anak. Konferensi Nasional II YKAI - Depnaker - ILO's IPEC. Jakarta (24-26 Juli 1996).

Syarwani, A. (1993). Peran dan upaya masyarakat dalam menanggulangi masalah anak yang terpaksa bekerja. Makalah Konferensi Nasional I "Penanggulangan masalah anak yang terpaksa bekerja”. YKAI dan ILO’s. International Programme on The Elimination of Child Labour. Sukabumi.

Winkel, W. S. (1983). Psikologi pendidikan dan evaluasi belajar. Jakarta: Gramedia.

Winkle, A. (1996). Diversity and development of Asian Americans. United Kingdom: Cambridge University Press.

Wlodkowski, R. (1990). Ethnic and minority parenting: handbook of parenting. New York: Fresh Book.

Woolfolk, R. (1993). Relationship disturbances in early childhood: a development approach. New York: Basic Book.

Yayasan Loper Indonesia. (2005).

Dukungan terus mengalir.

www.loper.co.id (21 Januari 2008).