Top Banner
Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330 71 MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus) TRACT MORPHOLOGY AND ENZYME ACTIVITY DIGESTIVE OF BLUE CRAB LARVA (Portunus pelagicus) Andi Nikhlani*, Komsanah Sukarti Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman *Email: [email protected] ABSTRAK Perkembangan organ pencernaan sejalan dengan pertumbuhan larva, dan spesifik untuk setiap spesies. Proses kimia pencernaan dalam larva rajungan dimulai pada segmen lambung karena enzim pencernaan yang berperan dalam proses pencernaan kimia mulai dihasilkan oleh kelenjar lambung.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan organ pencernaan dan aktivitas enzim pencernaan larva rajungan. Data perkembangan organ pencernaan dan aktivitas enzim pencernaan disajikan dalam bentuk gambar dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dapat menjadi referensi dalam menentukan pencapaian fase definitif organ pencernaan. Berdasarkan studi histologis, organ pencernaan larva rajungan mulai berkembang ke tahap definitif pada hari 5 dan mencapai kesempurnaan pada hari ke -13 dan aktivitas enzim amilase dari organ pencernaan larva rajungan meningkat pada hari -5, demikian juga aktivitas enzim lipase dan pepsin. Kata Kunci: saluran pencernaan, enzim pencernaan, fase definitif, larva rajungan ABSTRACT The development of the digestive organs in line with the growth of the larvae, and specific to each spesies. Chemical process of digestion in the swimming crab’s larva begins at the gastric segment because digestive enzymes that play a role in the process of chemical digestion begin generated by the gastric glands. Digestion is further refined in the midgut. This study was to determine the development of the digestive organs and the gastrointestinal organs definitive phase of crab larvae in the digestive organs morfologi and determine the activity of digestive enzymes of blue crab larvae. Data histology obtained is presented in the form of images were analyzed descriptively. The results obtained by a reference in determining the achievement of a definitive phase of the digestive organs. Based on histological studies, crab larvae digestive organ began to evolve into the definitive phase on day 5 and reaches perfection when the 13-day-old larvae and that the activity of the amylase enzymes from digestive blue crab larva increased on day -5, as well as the activity of lipase and pepsin. Keywords: tract digestive, digestive enzyme, definitive fase, blue crab larva PENDAHULUAN Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang sederhana dan melarut yang dengan mudah dapat diserap dan diedarkan keseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah
14

MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

71

MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN

LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus)

TRACT MORPHOLOGY AND ENZYME ACTIVITY DIGESTIVE OF BLUE

CRAB LARVA (Portunus pelagicus)

Andi Nikhlani*, Komsanah Sukarti

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman

*Email: [email protected]

ABSTRAK

Perkembangan organ pencernaan sejalan dengan pertumbuhan larva, dan spesifik untuk

setiap spesies. Proses kimia pencernaan dalam larva rajungan dimulai pada segmen

lambung karena enzim pencernaan yang berperan dalam proses pencernaan kimia mulai

dihasilkan oleh kelenjar lambung.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

perkembangan organ pencernaan dan aktivitas enzim pencernaan larva rajungan. Data

perkembangan organ pencernaan dan aktivitas enzim pencernaan disajikan dalam bentuk

gambar dianalisis secara deskriptif. Hasil yang diperoleh dapat menjadi referensi dalam

menentukan pencapaian fase definitif organ pencernaan. Berdasarkan studi histologis,

organ pencernaan larva rajungan mulai berkembang ke tahap definitif pada hari 5 dan

mencapai kesempurnaan pada hari ke -13 dan aktivitas enzim amilase dari organ

pencernaan larva rajungan meningkat pada hari -5, demikian juga aktivitas enzim lipase

dan pepsin.

Kata Kunci: saluran pencernaan, enzim pencernaan, fase definitif, larva rajungan

ABSTRACT

The development of the digestive organs in line with the growth of the larvae, and specific

to each spesies. Chemical process of digestion in the swimming crab’s larva begins at the

gastric segment because digestive enzymes that play a role in the process of chemical

digestion begin generated by the gastric glands. Digestion is further refined in the midgut.

This study was to determine the development of the digestive organs and the

gastrointestinal organs definitive phase of crab larvae in the digestive organs morfologi and

determine the activity of digestive enzymes of blue crab larvae. Data histology obtained is

presented in the form of images were analyzed descriptively. The results obtained by a

reference in determining the achievement of a definitive phase of the digestive organs.

Based on histological studies, crab larvae digestive organ began to evolve into the

definitive phase on day 5 and reaches perfection when the 13-day-old larvae and that the

activity of the amylase enzymes from digestive blue crab larva increased on day -5, as well

as the activity of lipase and pepsin.

Keywords: tract digestive, digestive enzyme, definitive fase, blue crab larva

PENDAHULUAN

Pencernaan adalah proses penyederhanaan

makanan melalui mekanisme fisik dan

kimiawi sehingga makanan menjadi bahan

yang sederhana dan melarut yang dengan

mudah dapat diserap dan diedarkan keseluruh

tubuh melalui sistem peredaran darah

Page 2: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

72

(Fujaya, 1999). Sistem pencernaan erat

kaitannya dengan organ pencernaan yang

terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar

pencernaan.

Pada umumnya saluran pencernaan meliputi

mulut, rongga mulut, esophagus, lambung,

usus, dan anus, sedangkan kelenjar

pencernaan meliputi hepatopankreas yang

berlokasi pada 2 sisi dari organ pencernaan

(Affandi dkk., 2009). Pencernaan secara fisik

atau mekanik dimulai pada bagian rongga

mulut, yaitu berperannya gigi pada proses

pemotongan dan penggerusan makanan.

Pencernaan secara mekanik ini dilanjutkan

pada segmen lambung dan usus yaitu dengan

adanya gerakan-gerakan (kontraksi) otot pada

segmen tersebut.Pencernaan secara mekanik

pada segmen lambung dan usus terjadi lebih

efektif karena adanya enzim pencernaan

(Fujaya, 1999). Proses pencernaan secara

kimiawi dimulai dibagian lambung. Hal ini

dikarenakan enzim pencernaan yang berperan

dalam proses pencernaan secara kimiawi

mulai dihasilkan oleh kelenjar lambung.

Pencernaan ini selanjutnya disempurnakan

pada segmen usus (Affandi dkk., 2009).

Seperti halnya hewan air lain, proses

pencernaan berlangsung sempurna apabila

organ pencernaan sudah berada pada fase

definitif. Larva krustase stadia awal

umumnya sangat kecil, belum berkembang

dengan sistem pencernaan belum berfungsi

penuh. Kebanyakan larva stadia awal juga

kekurangan enzim yang diperlukan untuk

mencerna partikel pakan dan bergantung

pada enzim yang terdapat dalam pakan alami

untuk membantu pencernaan (Kumlu, 1999).

Oleh karena itu, penggantian total pakan

alami secara umum bukan pilihan yang layak

untuk larva karnivora stadia awal.

Penelitian mengenai perkembangan organ

dan aktifitas enzim pencernaan larva

berbagai macam organisme perairan telah

banyak dilakukan. Penelitian tentang

morfologi dan histologi Palaemonetes

argentines (Sousa dan Patriella, 2006),

perkembangan saluran pencernaan Scylla

olivacea (Jantrarotai dkk., 2005), morfologi

dan histologi larva ikan bandeng (Haryati,

2002). Perkembangan enzim pencernaan

amilase, tripsin, leusin aminopeptidase pada

larva Scylla serrata (Serrano dan Traifalgar,

2012), aktivitas enzim pencernaan larva S.

serrata, khususnya enzim amilase dan

protease (Serrano, 2012), perkembangan

enzim protease, amilase, selulosa dan lipase

pada larva S.serrata (Holme dkk., 2008).

Kumlu (1997) juga melakukan penelitian

mengenai aktivitas enzim pencernaan

khususnya enzim protease, tripsin, kitinase,

chymotripsin, elastase, maltase, esterase, dan

amilase pada beberapa larva krustase, Wang

(2007) untuk enzim amilase, protease, lipase

dan selulosa pada larva Penaeus vannamei,

Pavasovic dkk. (2004) untuk enzim protease,

amilase, selulosa, dan silanase pada larva S.

serrata. Saborowski dkk. (2006) untuk enzim

proteinase, tripsin, chymotrypsin, alanin

aminopeptidase pada larva Southern king

crab Lithodes santolla, Johnston dan

Freeman (2005) untuk enzim protease,

tripsin, amilase, glukosinase, kitinase,

selulosa, dan laminarinase pada beberapa

larva kepiting. Pavasovic dkk.(2004) untuk

enzim lipase, protease, dan selulosa pada

larva redclaw crayfish Cherax

quadricarinatus.

Hasil penelitian yang didapatkan

menunjukkan bahwa perkembangan organ

pencernaan dan aktivitas enzim pencernaan

mempunyai waktu yang berbeda untuk setiap

larva organism Oleh karena itu, informasi

tentang perkembangan organ pencernaan

larva rajungan selama stadia ontogenesis

sangat menentukan pengembangan strategi

pemberian pakan.Dengan demikian perlu

dilakukan penelitian dan pengamatan

mengenai perkembangan organ pencernaan

larva rajungan sebagai salah satu acuan

dalam menentukan jadwal pemberian pakan.

.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di BBU Manggar,

Balikpapan. Pembuatan pakan dan analisis

beberapa peubah dilakukan di Laboratorium

Nutrisi dan Manajemen Pakan, Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Mulawarman, Samarinda, dan Laboratorium

Nutrisi dan Teknologi Pakan, Balai

Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air

Payau, Maros.

Page 3: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

73

Pemeliharaan Larva

Larva yang baru menetas dipelihara pada

bak berkapasitas 5 ton berjumlah 2 buah.

Pemberian pakan alami berupa Brachionus

diberikan pada larva umur 2-10 hari dengan

kepadatan 10 individu/mL, kemudian

ditingkatkan menjadi 20 individu/mL pada

larva umur 11-21 hari, sedangkan Artemia

diberikan saat larva umur 5 hari sampai akhir

penelitian sebanyak 1-5 individu/mL. Pakan

buatan diberikan setelah larva berumur 13

hari dengan metode pemberian pakan secara

adlibitum (pengenyangan). Kepadatan

Brachionus dan nauplii Artemia dikontrol

setiap 2 kali sehari yaitu pada pukul 07.00

dan 17.00. Jika jumlah Brachionus dan

nauplii Artemia dalam media sudah

berkurang maka akan ditambahkan supaya

tetap konstan sepanjang percobaan

(Aslamyah, 2006)

Pengambilan sampel larva dilakukan pada

pagi hari sebelum pemberian pakan

dilakukan. Pergantian air dalam wadah

pemeliharaan larva dimulai saat stadia zoea-2

sebanyak 10% per hari, kemudian

ditingkatkan saat megalopa menjadi 20-50%

per hari.

Hewan Uji

Larva yang digunakan berasal dari induk

rajungan yang berukuran 173±8,5 g/individu

dengan lebar dan panjang karapas berturut-

turut 12,50±3,5 cm dan 6,7±2,7cm. Larva

tersebut diseleksi dan larva yang berkualitas

baik dengan tanda-tanda ukuran larva >65

mm dan tertarik pada cahaya dipisahkan.

Media dan Wadah Pemeliharaan

Air yang digunakan dalam pemeliharaan

larva berupa air laut. Salinitas air media yang

digunakan sebesar 29-33 ppt; pH air sekitar

6,5-7,5 dengan suhu 26-33oC, dan oksigen

terlarut 5-6 mg/L, dan dilengkapi dengan

peralatan aerasi. Sebelum digunakan, media

pemeliharaan terlebih dahulu disterilkan

dengan menggunakan khlorin 150 ppm

kemudian dinetralisir dengan natrium

thiosulfat(Na2S2O3) 25 ppm dan diaerasi

selama 24 jam. Pengukuran oksigen terlarut

dan pH dilakukan 2 hari sekali masing-

masing dengan menggunakan alat ukur DO

meter dan pH meter sedangkan pengukuran

suhu dan salinitas dilakukan setiap hari

dengan menggunakan handrefraktometer

(ketelitian 0,1 ppt) dan termometer batang

(ketelitian 0,1oC).

Sebelum digunakan, wadah dan peralatan

yang digunakan untuk pemeliharaan larva

terlebih dahulu disucihamakan dengan

menggunakan kaporit dan dinetralkan

dengan larutan natrium thiosulfat

Pakan yang Digunakan

Pakan yang digunakan dalam penelitian ini

adalah pakan alami berupa Brachionussp dan

nauplii Artemia, dan pakan buatan komersil

yang terdiri dari 3 jenis yaitu Japonicus 0 (J0)

diberikan untuk larva stadia zoea-1 dan zoea-

2, Japonicus 1 (J1) diberikan untuk larva

stadia zoea-3, Japonicus 2 (J2) untuk larva

stadia zoea-4 dan Flake untuk stadia

megalopa.

Pengamatan Parameter

a. Histologi Organ Pencernaan

Pengamatan terhadap organ pencernaan

secara histologi dilakukan untuk

menganalisis perkembangan morfologi organ

pencernaan yang meliputi lambung, usus dan

hepatopankreas serta untuk menentukan fase

definitif dari organ tersebut.

Pengamatan ini dilakukan mulai hari pertama

setiap 2 hari sekali yaitu pada hari ke-1, 3, 5,

7, 9, 11, 13, 15, 17, 19, dan 21.

Sampel yang digunakan untuk membuat

preparat histologi adalah 10 ekor larva untuk

setiap waktu pengamatan.

b. Analisa Enzim Pencernaan

Pengamatan organ pencernaan secara

kimiawi dilakukan dengan mengamati

aktivitas enzim pencernaan, meliputi

aktivitas enzim amilase, lipase dan protease

(pepsin dan tripsin).

Uji Aktivitas Enzim Pencernaan

Pengujian aktivitas enzim α-amilase

mengikuti metode Barnfield (1955),

pengukuran aktivitas lipase mengikuti

metode Tietsz dan Friedreck dalam

Page 4: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

74

Borlongan (1990), sedangkan pengukuran

aktivitas protease (pepsin dan tripsin)

mengikuti metode Walford dan Lam (1993).

Perubahan Relatif Aktivitas Enzim

Perubahan relatif pada masing-masing enzim

dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :

PR(%) = [At-(At-1)]/At-1 x 100

Dimana :

PR = Perubahan relatif

At = Aktivitas enzim pada saat t

At-1 = Aktivitas enzim pada saat

t-1 (aktivitas enzim

sebelum t)

Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk

gambar dan histogram. Data perkembangan

organ pencernaan secara histology dan

analisa enzim pencernaan disajikan dalam

bentuk gambar dan grafik dan dianalisis

secara deskriptif. Hasil yang diperoleh

menjadi acuan dalam menentukan

tercapainya fase definitif organ pencernaan.

Fase definitif tercapai pada saat saluran dan

kelenjar pencernaan sudah tampak dan

terletak pada posisinya (Boulhic dan

Gabaudan, 1992).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan organ pencernaan larva

rajungan mulai hari ke-1 sampai hari ke-21

hari disajikan pada Gambar 1 - 11.

Gambar 1. Potongan melintang, histologi

organ pencernaan larva rajungan hari ke-1.

L=Lambung U=Usus, Vi=Vili, H =

Hepatopankreas

Secara histologi, hasil pengamatan

perkembangan organ pencernaan larva

rajungan pada hari ke-1 (Gambar 1)

memperlihatkan bagian-bagian organ

pencernaan (usus, lambung dan

hepatopankreas) larva rajungan sudah mulai

nampak, meskipun masing-masing organ

tersebut masih menyatu. Begitu pula dengan

kelenjar pencernaan seperti hepatopankreas

masih menyebar disekitar bagian luar usus

dan vili-vili belum terbentuk masih

menyerupai benjolan-benjolan yang tidak

beraturan pada bagian dalam dinding usus.

Gambar 2.Potongan melintang, histologi

organ pencernaan larva rajungan hari ke-

3.L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas

Pada Gambar 2, organ pencernaan larva

rajungan sudah dapat dibedakan antara

lambung, usus, dan hepatopankreas.

Lambung dan usus sudah mulai terbentuk

dengan jelas, walaupun lapisan luar usus

masih tipis, tetapi sudah dapat dibedakan

dengan organ lain. Pada pengamatan ini

sudah nampak adanya vili pada usus yang

menyerupai serabut walaupun masih tipis.

Hepatopankreas menyebar, dengan sel-sel

yang masih jarang. Jika dibandingkan antara

perkembangan organ pencernaan hari ke-1

dan ke-3, jelas terlihat bahwa ukuran

lambung lebih besar, walaupun batasan

lambung tersebut masih tipis, demikian juga

luasan hepatopankreas pada hari ke-3 lebih

besar jika dibandingkan hari ke-1 walaupun

sel-sel epitelnya masih kecil dan belum rapat

Page 5: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

75

atau belum menyatu, dengan warna yang

masih terang. Hal ini sesuai dengan pendapat

Jantrarotai dkk.(2005) yang menyatakan

bahwa hepatopankreas, lambung, dan usus

pada larva rajungan berkembang mulai dari

tahap awal zoea sampai tahap-tahap

selanjutnya.Meskipun pada umur tersebut

larva belum mengambil makanan dari luar,

tapi terlihat bahwa organ pencernaan

berkembang seiring dengan bertambahnya

umur larva.

Gambar 3. Potongan melintang,

histologi organ pencernaan larva rajungan

hari ke-5. L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas,

Pada Gambar 3, organ pencernaan larva

rajungan hari ke-5 sudah mulai

berdiferensiasi. Hal ini terlihat dengan

adanya perkembangan lambung yang

berbentuk seperti ruangan, dengan batas yang

sudah jelas, namun masih berada pada proses

perkembangan. Demikian juga usus serta

perkembangan vili yang menyerupai serabut

dimana pada ujungnya sudah mulai terbentuk

menyerupai lipatan-lipatan tali, meskipun

belum begitu jelas. Hepatopankreas

menyebar menutupi sebagian organ

pencernaan, warna lebih gelap. Sel-sel epitel

semakin bertambah, walaupun pada bagian-

bagian tertentu masih jarang (belum rapat).

Gambar 4. Potongan melintang, histologi

organ pencernaan larva rajungan hari ke-7.

L=Lambung, U=Usus Vi=Vili,

H=Hepatopankreas

Pada larva hari ke-7 (Gambar 4) organ

pencernaan sudah mulai definitif/sempurna

walaupun pada gambar diatas lambung tidak

nampak dengan jelas, tetapi usus terlihat

semakin berkembang. Perkembangan

hepatopankreas pada hari ke-7 semakin

tampak nyata, hal ini dapat dilihat dengan

hepatopankreas yang semakin menyebar,

dimana warna sel-sel epitelnya yang semakin

gelap.

Gambar 5 dan 6. Potongan

memanjang, histologi organ pencernaan larva

Page 6: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

76

rajungan hari ke-9 dan 11. L=Lambung,

U=Usus, Vi=Vili, H=Hepatopankreas.

Pada larva hari ke-9 (Gambar 5) dan ke-11

(Gambar 6), lambung, usus, dan

hepatopankreas dapat dibedakan dengan

jelas. Bagian luar lambung dikelilingi oleh

hepatopankreas.Usus mengalami

perkembangan dengan semakin jelasnya vili

yang memenuhi seluruh permukaan bagian

dalam usus.Seperti yang dilaporkan Kuzmina

(1996) bahwa semakin tinggi vili

menunjukkan adanya pelipatgandaan luas

permukaan usus. Meningkatnya luas

permukaan usus maka : 1) semakin banyak

jumlah sel penghasil enzim, dan 2) daerah

penyerapan makanan juga semakin luas, yang

berarti meningkatnya kemampuan untuk

menyerap nutrien hasil pencernaan.

Hepatopankreas menyebar dan terlihat jelas

pada setiap dinding bagian luar masing-

masing organ pencernaan dan selnya pun

sudah terlihat rapat (padat) dan besar

Gambar 7. Potongan memanjang,

histologi organ pencernaan larva rajungan

hari ke-13. L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas

Perkembangan organ pencernaan larva pada

larva hari ke-13 (Gambar 7) terlihat sudah

mengalami peningkatan yang sangat besar

menuju bentuk yang lebih definitif.Lambung

bertambah jelas jika dibandingkan pada hari

sebelumnya, demikian juga usus dan

hepatopankreas yang semakin menyebar dan

semakin rapat.

Gambar 8. Potongan memanjang,

histologi organ pencernaan larva rajungan

hari ke-15. L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas

Organ pencernaan pada larva hari ke-15

(Gambar 8) sudah berkembang sempurna,

ditandai dengan perkembangan semakin

menyebarnya vili pada seluruh bagian dalam

usus, lambung tampak jelas dengan bentuk

yang menyerupai sebuah ruangan, batas

antara lambung dengan organ lain kelihatan

sangat jelas. Hepatopankreas menyebar

dimana sel-sel epitel semakin banyak dengan

warna yang lebih gelap.

Gambar 9. Histologi organ pencernaan

larva rajungan hari ke-17. L=Lambung,

U=Usus, Vi=Vili, H=Hepatopankreas,

gf=gland filter, ps=pyloric stomach

Gambar 10. Potongan memanjang, histologi

organ pencernaan larva rajungan hari ke-19.

L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas

Pada hari ke-17 (Gambar 9), perkembangan

vili dalam usus semakin meningkat, ditandai

dengan semakin gelap, semakin jelas dan

semakin banyaknya serabut yang menyebar

pada bagian dalam permukaan usus.

Page 7: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

77

Semakin banyaknya serabut menunjukkan

semakin luas daerah penyerapan nutrisi

dalam usus, sehingga meningkatkan

kemampuan larva untuk menyerap nutrien

hasil pencernaan.Lambung terlihat semakin

membesar, begitu pula dengan

perkembangan hepatopankreas terlihat jelas,

ditandai dengan semakin jelasnya bagian-

bagian sel epitel.dan semakin rapat antar sel

tersebut.

Pada hari ke-19 (Gambar 10), Semua organ

pencernaan sudah sempurna, baik bentuknya

maupun posisinya ke fase definitif. Ukuran

lambung bertambah besar. Pada saat larva

berumur 19 hari, vili memenuhi bagian

dalam usus.Serabut pada permukaan usus

bagian dalam semakin banyak Semakin

banyak serabut, semakin banyak jumlah sel

penghasil enzim.Sel-sel hepatopankreas

semakin bertambah besar dan padat dengan

meningkatnya umur.

Gambar 11. Potongan memanjang,

histologi organ pencernaan larva rajungan

hari ke-21. L=Lambung, U=Usus, Vi=Vili,

H=Hepatopankreas, gf=gland filter,

ps=pyloric stomach, lu=lumen, B=sel B,

F=sel F, R=sel R.

Setelah larva berumur 21 hari (Gambar 11),

perkembangan semua organ pencernaan

maupun sel pencernaan sudah mencapai

bentuk definitif. Seperti halnya penelitian

yang telah dilakukan oleh Jantarotai dkk.

(2005) terhadap Scylla serrata, organ

pencernaan larva rajungan juga terdiri dari 3

bagian yaitu foregut, midgut, dan hindgut.

Foregut terdiri dari mulut, osephagus dan

lambung. Midgut terdiri dari usus dan

hepatopankreas, sedangkan hindgut adalah

perpanjangan dari usus menuju ke anus.

Lambung berbentuk sebuah ruang, dimana

ukurannya dipengaruhi oleh tahap umur larva.

Usus berbentuk melingkar dan

hepatopankreas berwarna gelap dengan sel-sel

epitel yang semakin bertambah, semakin

banyak dengan ukuran yang semakin besar.

Berdasarkan pengamatan perkembangan

organ pencernaan, terlihat keterkaitan antara

perkembangan organ pencernaan dengan

dimulainya aktivitas makan. Hal ini berarti

bahwa ketika larva mulai mengambil makanan

dari luar, maka organ pencernaan diperkirakan

sudah mulai berfungsi walaupun dengan

kondisi yang sangat terbatas, dan walaupun

organ pencernaan berfungsi secara terbatas,

enzim yang dibutuhkan untuk mencerna

makanan berasal dari luar yakni berasal dari

makanan yang dikonsumsinya. Affandi dkk.

(2009) melaporkan bahwa sekresi enzim

pencernaan terkait dengan perkembangan

organ penghasil cairan digestif yang berada

pada saluran pencernaan maupun yang berada

di luar saluran, oleh karena itu ketika organ

penghasil cairan digestif (enzim) masih dalam

proses perkembangan maka sekresi cairan

digestif termasuk di dalamnya enzim

pencernaan akan terbatas baik jenis maupun

jumlahnya.

Organ pencernaan larva rajungan sudah

kelihatan jelas sejak larva berumur 1 hari.

Walaupun batas antar organ pencernaan masih

tipis, tapi sudah dapat dibedakan antara usus,

lambung, dan adanya hepatopankreas.

Berbeda dengan organ pencernaan larva

bandeng, dimana larva pada hari ke-5

memiliki saluran pencernaan yang masih

sederhana, berbentuk tabung lurus, tanpa

tonjolan-tonjolan (vili), dan batas antar

segmen saluran pencernaan belum tampak

(Haryati, 2002).

Pada hari ke-5, dimana larva rajungan sudah

memasuki stadia zoea-2, organ pencernaannya

sudah nampak berdiferensiasi menuju fase

definitif. Perbedaan antara usus, lambung, dan

hepatopankreas sudah semakin nyata. Usus

Page 8: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

78

larva rajungan dipenuhi vili yang menyerupai

serabut pada permukaan bagian dalam, Usus

berbentuk tabung, dan agak melingkar jika

berada pada posisi melintang. Lambung yang

merupakan sebuah ruangan tempat

menampung makanan tampak jelas

berkembang, ukuran lambung berkaitan

dengan umur larva. Hepatopankreas, dengan

sel epitel yang berbentuk kubus dan silinder

yang semakin jelas, dan bertambah banyak

dengan warna yang lebih gelap. Satu tipe sel

epitel berpengaruh dan meluas dari basal

lamina sampai ke lumen (Gambar 10 dan

Gambar 11).

Analisa histologi organ pencernaan larva

rajungan pada setiap stadia, memperlihatkan

bahwa organ pencernaan larva rajungan

berkembang sangat baik sejak berumur 5 hari

yaitu pada saat larva berada pada stadia zoea-

2, dan definitif saat larva berumur 13 hari,

yaitu pada stadia zoea-4.

Pada hari ke-13, 15, 17, 19 dan 21, Pyloric

stomach dan gland filter pada lambung

kelihatan dengan jelas. Pyloric stomach

adalah lapisan columnar ephitelium

sederhana.Gland filter atau gastric sieve

terdapat pada bagian ventral pyloric stomach.

Gland filterdibagi atas dua bagian. Setiap

bagian dari gland filter berbentuk persegi

panjang, pipih dan terdiri dari deretan setae

yang berfungsi menyaring partikel makanan

sebelum masuk ke saluran usus. Vili-vili

pada usus semakin besar dan banyak, dan

jelas, sementara luasan hepatopankreas dan

ukuran sel-selnya semakin besar . Hal ini

menunjukkan bahwa bertambahnya umur

larva, maka perkembangan organ pencernaan

juga semakin berkembang hingga mencapai

pada fase definitif.

Pada hari ke-17,19, dan 21 bagian-bagian sel

epitel hepatopankreas sudah kelihatan jelas

dengan pembesaran 200x. Bagian-bagian sel

epitel tersebut seperti sel B, sel F dan sel R.

Hal ini sesuai dengan pendapat Pavasovic

(2004), yang menyatakan bahwa

hepatopankreas mempunyai 4 tipe sel, yaitu E-

cells (Embryonalzellen), R-cells (Restzellen),

F-cells (Fibrezellen), dan B-cells

(Blasenzellen). E-cells adalah apikal sel

terdapat pada setiap saluran hepatopankreas

dan menghasilkan R-cells dan F-cells. Fungsi

utama dari R-cells (absortif sel) adalah sebagai

tempat penyimpanan. Setiap sel mempunyai

mikrovili tersusun padat untuk efisiensi

absorpsi. Sel mature mengandung lipid droplet

(akumulasi), partikel glikogen (akumulasi). F-

cells atau Fibrillar cells mempunyai mikrovilli

yang sama dengan R-cells yang juga berfungsi

dalam proses absorpsi. Sel ini menghasilkan

dan mensintesis enzim pencernaan. B-cells

(vacuolar cells) mempunyai dua fungsi utama

yaitu : mencerna nutrien yang diabsorpsi dan

membuang zat-zat yang tidak dapat larut.

Ukuran sel epitel menunjukkan status fungsi

fisiologis.Selain mensekresikan garam

empedu, sel-sel epitel mempunyai peran

dalam metabolisme protein, lemak, dan

karbohidrat (Takashima dan Hibiya 1995).

Pada permukaan sel yang berbatasan dengan

kapiler darah dan saluran empedu (bile duct)

terdapat mikrofilli, hal ini menunjukkan

bahwa sel epitel merupakan sel yang aktif

(Affandi dkk., 2009).

Pemberian pakan buatan pada waktu yang

tidak tepat, akan mempengaruhi

perkembangan organ hati. Terganggunya

perkembangan sel epitel akan berdampak

pada pertumbuhan organ secara keseluruhan.

Hal ini terjadi karena, organ hati diibaratkan

sebuah pos persinggahan dan gudang

pendistribusian nutrien ke seluruh bagian

tubuh (Takashima dan Hibiya, 1995).

Secara umum hepatopankreas berfungsi

sebagai tempat metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein serta tempat memproduksi

cairan empedu. Karbohidrat yang dikonsumsi

oleh larva akan dicerna di dalam saluran

pencernaan hingga menjadi bahan yang

sederhana, yaitu glukosa. Glukosa ini akan

diserap oleh dinding usus dan kemudian

masuk ke dalam darah (Jantrarotai dkk.,

2005). Selanjutnya dikatakan bahwa zat

makanan yang telah diserap oleh sel epitel

akan masuk ke dalam sistem sirkulasi dan

akan dibawa menuju organ hati (hepatik).

Pada organ hati nutrien hasil serapan tersebut

bila berlebih akan disimpan dalam bentuk

glikogen, butiran lemak, atau organel sel

lainnya. Sementara Affandi dkk. (2009)

melaporkan bahwa hati dan pankreas

merupakan kelenjar pencernaan yang

mensekresikan bahan yang digunakan dalam

proses pencernaan makanan. Bahan dari hasil

Page 9: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

79

sekresi kedua organ tersebut akan masuk ke

usus depan melalui saluran ”ductus

choledochus” dan saluran ”ductus

pancreaticus” dengan adanya hubungan antara

kelenjar pencernaan dan usus depan, letak

kedua kelenjar tersebut berada di sekitar usus

depan dan lambung.

Aktifitas Enzim Pencernaan Larva

Rajungan

Aktivitas enzim dan perubahan relatif enzim

amilase, lipase, tripsin dan pepsin larva

rajungan hari ke-1 sampai hari ke-21

disajikan pada Gambar 12.

Gambar 12. Aktivitas enzim amilase (a),

lipase (b), tripsin (c), pepsin (d) dan

Perubahan relatif aktivitas enzim amilase

(a1), lipase (b1), tripsin (c1) dan pepsin (d1)

larva rajungan

Pada pengukuran hari ke-1, aktivitas enzim

amilase diperoleh sebesar 0,021 u/mL/menit.

Pada hari ke-3 mengalami sedikit penurunan

sebesar 4,76% sehingga diperoleh aktivitas

enzim 0,02 u/mL/menit. Terjadinya

penurunan tersebut disebabkan karena

ketersediaan kuning telur sebagai makanan

cadangan larva sudah mulai habis, dengan

demikian pada kondisi tersebut larva mulai

membutuhkan makanan dari luar untuk

pertumbuhan, sehingga pada fase ini dikenal

dengan fase kritis. Pada hari ke-5 dan ke-7,

perubahan aktivitas enzim amilase

mengalami perubahan peningkatan sebesar

60% dan 3,2%, sehingga diperoleh aktivitas

0,032 dan 0,033 u/ml/menit. Terjadinya

peningkatan ini disebabkan karena

ketersediaan makanan alami dalam wadah

cukup, sehingga larva dengan mudah

mendapatkan makanan, dan substrat pada

masing-masing enzim pencernaan cukup

tersedia dalam organ pencernaan.Tinggi

rendahnya aktivitas enzim sangat ditentukan

oleh ketersediaan substrat. Pada hari ke-9,

ternyata perubahan aktivitas enzim amilase

menurun 3,03% hingga enzim tersebut

mencapai 0.032 u/mL/menit. Pada hari ke-11,

dimana larva rajungan sudah mulai

memasuki stadia akhir zoea 3 terjadi

perubahan peningkatan aktivitas enzim

amilase yang tinggi sebesar 146%, hingga

aktivitas enzim tersebut mencapai 0,079

u/mL/menit. Pada hari ke-15, aktivitas enzim

pencernaan mengalami peningkatan dan tetap

stabil hingga pada hari ke-17. Sampai akhir

masa penelitian, walaupun aktivitas enzim

tersebut mengalami penurunan, tapi tidak

dalam jumlah yang besar (Gambar 12a dan

12a1).

Pada awal kehidupan larva, aktivitas enzim

amilase dan pepsin tampak sangat rendah.

Hal ini disebabkan karena walaupun pada

umur tersebut organ penghasil enzim sudah

terbentuk namun organ tersebut masih sangat

sederhana, dan larva belum mengkonsumsi

pakan dari luar. Aktivitas enzim amilase

yang rendah pada tahap awal larva

mengindikasikan bahwa larva rajungan

bersifat karnivora (Serrano dan Traifalgar,

2012). Pada hari ke-11, secara signifikan

terjadi peningkatan aktivitas enzim amilase.

Peningkatan ini terjadi sampai hari ke-17,

setelah itu menurun pada hari ke-19. Hal ini

diduga disebabkan karena pada hari ke-11,

organ pencernaan larva sudah berada pada

fase definitif sehingga sudah mampu

menghasilkan enzim pencernaan yang sangat

penting untuk mencerna pakan yang

diberikan. Serrano dan Traifalgar (2012),

menyatakan bahwa penurunan aktivitas

Page 10: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

80

enzim pada stadia menjelang crab penting

untuk mendukung perubahan kebiasaan

makan larva dari karnivora menjadi

omnivora. Menurunnya aktivitas enzim

amilase pada hari ke-19 menandakan bahwa

pada tahap tersebut larva sudah bersifat

omnivora. Model yang sama juga telah

diteliti pada larva freshwater prawn, dimana

memperlihatkan aktivitas amilase yang

sangat rendah pada tahap awal tapi

meningkat sangat tajam tahap 7-11

(Kamaruddin dkk., 1991), demikian juga

pada larva P.serratus (Van Wormhoudt,

1980).

Tingginya aktivitas enzim amilase pada larva

rajungan hari ke-11 mempertegas bahwa

larva tersebut mempunyai kemampuan yang

tinggi untuk memanfaatkan karbohidrat pada

stadia larva. Hal ini berhubungan dengan

kebiasaan makan selama siklus hidup

rajungan. Menurut Maheswarudu dkk. (2008),

rajungan bersifat karnivora pada stadia larva,

dan pengaturan waktu perkembangan enzim

pencernaan menunjukkan pentingnya

karbohidrat yang tinggi selama awal periode

pemberian makan larva rajungan.

Pengamatan aktivitas enzim pencernaan

lipase pada hari ke-1 diperoleh sebesar 0,087

u/mL/menit. Setelah hari ke-3 mengalami

penurunan sebesar 1,15% hingga mencapai

0,086 u/mL/menit. Pada hari ke-5 dan ke-7

aktivitas enzim lipase mengalami

peningkatan lagi sebanyak 4,65% dan 1,11%

hingga mencapai aktivitas sebesar 0,090 dan

0,091 u/ml/menit. Penurunan dan

peningkatan aktivitas enzim lipase terjadi

selama penelitian.Aktivitas enzim ini

mengalami peningkatan secara kontinyu

sejalan dengan bertambahnya umur larva.

Perubahan relatif aktivitas enzim lipase

nampak mengalami penurunan pada hari ke-

3, hari ke-9, hari ke-11 dan hari ke-19.

(Gambar 12b dan 12b1)

Berbeda dengan aktivitas amilase yang rendah

pada tahap awal kehidupan larva, aktivitas

lipase dan tripsin pada umur tersebut cukup

tinggi. Aktivitas enzim lipase ditemukan

tinggi pada hari ke-1 setelah penetasan, dan

sejak hari ke-1 sampai hari ke-21 aktivitas

enzim lipase cenderung terus menerus

mengalami peningkatan. Menurut Affandi

dkk. (2009), sejak awal fase larva,

pemanfaatan lemak sebagai sumber energi

telah berlangsung, terutama ketika larva

belum mengambil pakan dari luar. Watanabe

(1986) menyatakan bahwa larva hari ke-1

masih menggunakan kuning telur sebagai

sumber energi dan kuning telur terserap

sempurna setelah umur 3 hari. Aktivitas lipase

yang tinggi pada awal stadia larva juga

terdeteksi antara lain pada udang galah

Macrobrachium rosenbergii (Kamaruddin

dkk., 1991).

Pengamatan aktivitas enzim pencernaan

tripsin larva rajungan pada hari ke-1

diperoleh sebesar 0,09 u/mL/menit. Pada hari

ke-3 dan ke-5 menurun sebanyak 0,056 dan

0,03 u/mL/menit dengan perubahan relatif

enzim sebesar 37,77% dan 46,42%. Pada hari

ke-7 aktivitas enzim tripsin meningkat lagi

menjadi 0,035 u/ml/menit dengan perubahan

relatif enzim sebesar 16,66% hingga

mencapai peningkatan yang tinggi pada hari

ke-9 dengan aktivitas enzim sebesar 0,087

u/mL/menit, dan dengan perubahan relatif

148,57%. Perubahan relatif aktivitas enzim

tripsin terus menerus mengalami peningkatan

hingga mencapai aktivitas enzim sebesar

0,154 u/ml/menit dengan perubahan relatif

1,31% pada hari ke-21 (Gambar 12c dan

12c1).

Seperti larva krustase lainnya, aktivitas enzim

tripsin sudah terdeteksi pada larva stadia zoea-

1. Aktivitas enzim tripsin yang tinggi pada

saat larva baru menetas, disebabkan karena

enzim penetasan dari kelenjar penetasan

umumnya tipe tripsin (Serrano, 2012). Pada

udang air tawar, aktivitas enzim tripsin

menurun saat pemberian makanan pertama

dan cenderung menurun pada tahap

berikutnya (Kamaruddin dkk., 1991). Model

yang sama untuk spesies decapoda yang lain

carridian shrimp, H. americanus dan P.

elegans (Van Wormhoudt, 1980). Peningkatan

aktivitas tripsin sampai stadia crab

mengasumsikan perkembangan

hepatopankreas yang semakin sempurna.

Sama halnya dengan aktivitas enzim tripsin,

aktivitas enzim pepsin tinggi pada hari 1

yaitu sebesar 0,011 U/mL/menit, mengalami

peningkatan sampai hari ke-5 sebesar 0,032

U/mL/menit, menurun sampai hari ke-11,

dan perlahan-lahan meningkat kembali

Page 11: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

81

sampai akhir masa percobaan yaitu pada hari

ke-21 dimana diperoleh aktivitas enzim

pepsin sebesar 0,04 U/ml/menit. Perubahan

relatif maksimum aktivitas enzim pepsin

terjadi pada larva rajungan hari ke-2 sebesar

154,5%, sedangkan perubahan relatif

terendah aktivitas enzim pepsin terjadi pada

larva rajungan hari ke-9 yaitu sebesar -

19,23% (Gambar 12d dan 12d1).

Kemampuan larva krustase menghasilkan

enzim pencernaan berhubungan dengan

perkembangan organ pencernaan, genetik,

dan pakan yang diberikan (Serrano dan

Traifalgar, 2012). Level aktivitas enzim

yang tinggi ditemukan pada larva penaeid

sesaat setelah menetas (Jones dkk., 1991) dan

pada larva S.paramamosain terutama

aktivitas protease, amilase, selulosa dan

lipase ditemukan bervariasi pada setiap tahap

perkembangan (Hong dkk., 1995).

Serrano dan Traifalgar (2012) juga

mengatakan bahwa efek interaksi antara

tahap perkembangan larva Scylla serrata dan

tipe pakan sangat berpengaruh terhadap

aktivitas enzim. Pemberian pakan alami pada

larva Scylla serrata menghasilkan aktivitas

enzim yang tinggi, sehingga pemberian

pakan alami pada stadia awal larva sangat

penting sebagai sumber enzim eksogeneus.

Pada umumnya, aktivitas enzim-enzim

tersebut terus meningkat dengan semakin

meningkatnya umur larva. Menurut Serrano

(2012), peningkatan aktivitas enzim tersebut

disebabkan oleh 2 faktor yaitu (1) semakin

sempurnanya organ penghasil enzim dan (2)

meningkatnya konsumsi pakan alami yang

merupakan sumber energi eksogen sejalan

dengan menyusutnya kuning telur telah

menyebabkan peningkatan konsumsi pakan.

Menurut Walford dan Lam (1993), pakan

alami yang dikonsumsi akan memberikan

kontribusi terhadap peningkatan aktivitas

enzim tersebut dalam saluran pencernaan.

Menurut Holme dkk.(2008), kemampuan

larva krustase menghasilkan enzim berkaitan

erat dengan perkembangan organ

pencernaan, pengertian tentang morfologi

pembentukan dan perubahan fisiologi organ

pencernaan termasuk kelenjar pencernaan

adalah hal yang sangat penting untuk

diketahui. Untuk Scylla serrata, perubahan

morfologi larva stadia zoea-3 ke zoea-4

ditandai dengan peningkatan jumlah segmen

abdomen dari 5 menjadi 6 yang berarti

gastric mill dari sistem pencernaan mulai

berkembang, dan hepatopankreas sudah

mulai berfungsi.

Menurut Sarasquete dkk. (1995), pada stadia

telur dan awal larva, dengan organ sekresi

belum berkembang enzim yang berperan

adalah enzim protein, karbohidrat dan lipid

pada oosit yang masak ditemukan di dalam

telur dan kantong kuning telur dari larva yang

baru menetas. Selanjutnya Anggoro (1992)

bahwa kuning telur merupakan satu-satunya

sumber energi bagi perkembangan embrio.

Karena pada umur tersebut organ masih dalam

perkembangan, setelah fase tersebut maka

dibutuhkan enzim dari luar yang berasal dari

pakan alami. Dikatakan juga bahwa pada

umur 1-3 hari, cadangan lemak yang terdapat

pada kantong kuning telur (yolk sac)

dihidrolisis dengan bantuan enzim lipase

untuk menghasilkan energi bebas. Stadia

embrionik dimulai dari akhir fertilisasi sampai

mulai mengambil pakan dari luar (Verreth

dkk., 1992).

Komponen utama dari kuning telur adalah

lipoglikoprotein yang sangat padat yang

disebut lipovitelin yang mengandung 35%

(atau lebih) lipid, dan sisanya terdiri dari

karbohidrat, protein dan posfor (Anggoro,

1992). Pada stadia awal larva, dengan organ

sekresi yang belum berkembang, enzim yang

berperan adalah enzim yang terikat pada

membran maupun yang terdapat pada

sitoplasma.

Tingginya aktivitas enzim tripsin dan lipase

pada fase exogenous dibandingkan dengan

aktivitas enzim α-amilase dan aktivitas enzim

pepsin, disebabkan karena kandungan nutrisi

pakan alami yang diberikan yaitu rotifera,

seperti yang dilaporkan Haryati (2002) bahwa

komposisi nutrisi rotifera dimana protein

54,32%; lemak 11,86%; dan abu 1,01%.

Sedangkan komposisi nutrisi naupli artemia

yang dilaporkan oleh Watanabe (1988) yaitu:

protein 55,27 %; lemak 16,02% dan abu

7,20%.

Keempat jenis enzim amilase, tripsin, pepsin

dan lipase dari hasil analisis masing-masing

mengalami peningkatan seiring dengan

Page 12: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

82

bertambahnya umur dan perkembangan organ

pencernaan pada larva. Walford dan Lam

(1993) menyatakan bahwa pakan alami yang

dikonsumsi akan memberikan kontribusi

terhadap peningkatan aktivitas enzim tersebut

di dalam saluran pencernaan.

Peningkatan relatif terbesar aktivitas enzim

amilase dan lipase terjadi pada saat larva

rajungan hari ke-11 dan ke-5. Pada enzim

tripsin, peningkatan relatif terbesar terjadi

pada saat larva berumur 9 hari sedangkan

enzim pepsin terjadi pada saat larva berumur 3

hari. Terjadinya peningkatan relatif terbesar

aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan

pepsin pada umur tersebut selain adanya

kontribusi enzim eksogen yang berasal dari

pakan, juga karena enzim endogen sudah

mulai disekresikan. Hal ini sesuai hasil

pengamatan histologi dimana pada saat larva

rajungan berumur 13 hari, hepatopankreas,

salah satu organ yang mensekresikan enzim-

enzim tersebut sudah berada pada tahap

definitif.

Enzim-enzim tersebut juga berasal dari

Brachionus yang merupakan pakan alami

larva, yang memberikan kontribusi terhadap

aktivitas enzim didalam saluran pencernaan.

Aktivitas enzim amilase, lipase, tripsin dan

pepsin pada Brachionus berturut-turut sebesar

0,0694+0,0134; 0,0537+0,0080;

0,0180+0,0020 dan 0,0192+0,0002 U enzim/g

Brachionus/menit (Haryati, 2002). Walford

dan Lam (1993) juga mendeteksi aktivitas

enzim tripsin dan pepsin pada Brachionus

berturut-turut sebesar 28,6 dan 2,7 U/mg

protein.

Peningkatan aktivitas enzim lipase dan tripsin

pada fase eksogeneus lebih besar bila

dibandingkan peningkatan aktivitas enzim

amilase dan pepsin pada setiap kelompok

umur. Hal ini disebabkan karena pengaruh

aktivitas enzim lipase dan protease kedua

pakan alami lebih tinggi dibandingkan

aktivitas amilase (Tabel 1). Sementara

kandungan lemak ke dua pakan alami yang

diberikan lebih juga tinggi walaupun lebih

rendah dari kandungan protein seperti yang

dilaporkan oleh Haryati (2002) bahwa lemak

rotifera yaitu 11,86%, sementara Watanabe

(1988) bahwa lemak naupli artemia yaitu

16,02%, lebih rendah dibandingkan dengan

kandungan protein. Meskipun demikian

peningkatan aktivitas enzim lipase seiring

dengan bertambahnya umur dan

perkembangan organ pencernaan sampai

mencapai penyempurnaan organ pencernaan.

seperti yang dilaporkan oleh beberapa peneliti

sebelumnya seperti Haryati (2002) bahwa

dengan bertambahnya umur larva ikan, organ

tubuh termasuk alat pencernaan akan

mempengaruhi produksi enzim pencernaan

tersebut yang diproduksi oleh kelenjar yang

terdapat pada organ pencernaan seperti usus,

pankreas, lambung, dan dinding usus.

Peningkatan aktivitas enzim yang cukup tinggi

dapat dijadikan dasar untuk menentukan saat

pakan buatan mulai dapat digunakan. Hal ini

sesuai pendapat Gawlicka dkk. (2000)

menyatakan bahwa aktivitas enzim

pencernaan adalah suatu indikator yang baik

untuk menentukan kapasitas pencernaan,

ketika aktivitas tinggi dapat diindikasikan

secara fisiologis larva siap untuk memproses

pakan dari luar. Berdasarkan perkembangan

organ pencernaan dan aktivitas enzim

tersebut, pakan buatan sudah dapat diberikan

setelah larva rajungan berumur 5 hari.

Dengan demikian evaluasi terhadap aktivitas

enzim tampak bahwa ada keterkaitan antara

aktivitas enzim pencernaan dengan

perkembangan organ pencernaan. Pada saat

struktur anatomis dan histologi alat

pencernaan belum sempurna enzim endogen

yang disekresikan sangat sedikit, dengan

bertambahnya umur larva maka organ

pencernaan bertambah sempurna sehingga

mencapai definitif.

KESIMPULAN

1. Organ pencernaan larva rajungan sudah

terbentuk sejak hari 1 setelah penetasan

walaupun masih sangat sederhana.

2. Berdasarkan kajian histologis, organ

pencernaan larva rajungan mulai

berkembang ke fase definitif pada hari ke-5

dan mencapai kesempurnaan saat larva

berumur 13 hari.

3. Aktivitas enzim amilase meningkat pada

hari ke-5, demikian juga dengan aktivitas

enzim lipase dan pepsin. Walaupun

aktivitas enzim tripsin nampak menurun

pada hari ke-5,

Page 13: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

83

4. Aktivitas enzim pencernaan larva

rajungan sudah berada pada fase

definitive pada hari ke 13 pemeliharaan

larva.

5. Pemberian pakan buatan 100% kepada

larva rajungan dapat diberikan pada saat

larva berumur 13 hari, dengan mengacu

pada kesempurnaan organ pencernaan

larva rajungan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo dan

Sulistiono, 2009. Fisiologi Ikan,

Pencernaan dan Penyerapan

Makanan. IPB Press.

Anggoro, S. 1992. Efek osmotik berbagai

tingkat salinitas media terhadap daya

tetas telur dan vitalitas larva udang

windu, Penaeus monodon Fab.

Disertasi, Program Pascasarjana,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Aslamyah, S. (2006). Penggunaan mikroflora

saluran pencernaan sebagai probiotik

untuk meningkatkan pertumbuhan

dan kelangsungan hidup ikan

bandeng (Chanos chanos Forsskal).

Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana,

Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Borlongan, T.G, 1990. Studies on the lipases

of milkfish Chanos chanos.

Aquaculture; 315-325.

Boulhic, M., and J. Gabaudan,

1992.Histology study of the

organogenesis of the digestive

system ang swim bladder of the

Dover sole, Solea solea (Linnaeus

1758). Aquaculture, 102; 373-396.

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan, Dasar

Pengembangan Teknik Perikanan.

Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

Gawlicka A., B. Parent, M.H. Horn, N. Ross,

I. Opstad, and O.J. Torrissen. 2000.

Activity of digestive enzymes in

yolk-sac larvae of atlantic halibut

(Hippoglossushippoglossus):

indication of readiness for first

feeding. Aquaculture 184:303-314.

Haryati. 2002. Respon larva ikan bandeng

(Chanos chanos Forskal) terhadap

pakan buatan dalam system

pembenihan. Disertasi. Program

Pascasarjana, Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

Holme, M.H., C. Zeng, and P.C, Southgate.

2009. A review of recent progress

toward development of a formulated

microbound diet for mud crab, Scylla

serrata, larvae and their nutritional

requirements. Journal

Review.Australian Institute of

Marine Science, School of Marine &

Tropical Biology, James Cook

University, Townsville, Queensland

4811, Australia.

Hong, T., S. Li, W. Guizhong, and Q. Lin.

1995. The experimental studies on

the digestive enzyme activities in the

larvae of the mud crab Scylla serrata

(Forskal). J. Xiamen Univ. (Nat.Sci)

Xiamen Daxue Xuebao 34, 88 – 93.

Jantrarotai, P., N. Srakaew, and A.

Sawanyatiputi. 2005. Histological

study on the development system in

zoeal stage of mud crab (Scylla

olivacea). Nac.Sci (39):666-671.

Johnston, P.T., and C. Freeman. 2005. The

digestive physiology of herbivorous,

omnivorous, and carnivorous

crustacean larvae. A review.

Aquaculture 155:285-295.

Jones, D.A., M.S, Kamaruddin. And L. Le

Vay. 1991. The potensial for

replacement of live feeds in larval

culture. Fish and crustacean

larviculture symposium European

Aquaculture Society, Belgium.

Kamaruddin. M.S., D.A, Jones, L. Le Vay.,

A.Z. Abidin. 1991. Ontogenetik

changes in digestive enzyme activity

during larval development of

Macrobrachium rosenbergii,

Aquaculture 123:323-333

Kamaruddin, 2010.Perkembangan organ

pencernaan dan aktivitas enzim

pencernaan (protease, amylase, dan

lipase) larva ikan beronang (Siganus

guttatus).Tesis. Program

Pascasarjana Universitas

Hasanuddin. Makassar.

Kapoor, B.G., H. Smith, and T.A. Verighina.

1975. The elimentary canal and

digestion in teleostei, Adv. Mar.

Biol, 3:1719-1725

Page 14: MORFOLOGI ORGAN DAN AKTIFITAS ENZIM PENCERNAAN …

Jurnal Agrisistem, Juni 2016, Vol. 12 No. 1 ISSN 1858-4330

84

Kim, B.G., S. Divakaran, C.L. Brown, and H.

Ostrowski. 2001. Comparative

digestive enzyme ontogeny in two

marine larval fishes : Pasific Treadfin

(polydactilus sexfilis) Blue Fin

Trevally (Caranx melampygus). Fish

Physiol. Biochem. 24 : 225 – 241

Kumlu, M., and D.A. Jones. 1995. Feeding

and digestion in the Casidean Shrimp

larva of Palaemon degans (Rathke)

and Macrobrachium rosenbergii (De

Man) Crustacea : Palamonidae on

live and artificial diets. Aquac.Nutr.

1, 3 – 12.

Kuzmina VV. 1996. Influence of age on

digestive enzyme activity in some

freshwater teleostei.

Aquaculture:148:25-37.

Maheswarudu, G., J. Jose, K.R.M. Nair,

M.R. Arputharaj, A. Ramakhrisna,

A. Vairamani, and N. Ramamoorthy.

2008. Evaluation of seed production

and grow out culture of Blue

Swimming Crab Portunus pelagicus

(Linneus 1758) in India. Indian

Journal of Marine Sciences Vol 37

(3) : 313 – 321.

Pavasovic, M., N.A. Richardson, A.J.

Anderson, D. Mann., and P.B.

Mather. 2004. Effect of pH,

temperatur, and diet on Scylla

serrata. Aquaculture 242 : 641-654.

Saborowski. R., S. Thaje, J. A. Calcagno,

G.A. Lovrich, and K. Anger., 2006.

Digestive enzymes in the ontogenetic

stages of the southern king crab

Lithodes santolla. Marine Biology,

149:865-873.

Sarasquete, M,C., A. Polo, and M.Yufera.

1995. Histology and histochemistry of

the development of the digestive

system of larval gilthead sea bream

Sparus aurata (L) Aquaculture, 130 :

79 – 92

Serrano, A. E. 2012. Ontogeny of the

endogeneous and exogeneous amylase

and total protease activities in mud

crab, Scylla serrata larvae fed live

food. Eur. Jour. Of Exp. Biol 2(5) :

1578-1584.

Serrano, A. E. and R. F. Traifalgar., 2012.

Ontogeny and induction of digestive

enzymes in Scylla serrata larvae fed

live or artificial feeds or their

combination. AACL Bioflux. 5(3);101-

111.

Sousa, L. and A. M, Petriella, 2006.

Morphology and histology of P.

argentinus (Crustacea Decapoda,

Caridea) digestive tract.Biocell.

30(2):287-294

Takashima F. and T. Hibiya. 1995. An atlas

of fish histology, normal and

pathological features. Tokyo, Gustav

Fisher Verlag, Stuttgart, New York:

Kodansa Ltd.

Van Wormhoudt A., H.J. Ceccaldi, and B.

Martin., 1980. Adaptation de la

teneur en enzymes digestives de la l-

hepatopancreas de Palaemon

serratus (Crustacea, Decapoda) a la

composition d’alimnets

experimentaux, Aquaculture 21:63-

78

Verreth, J.A., E. Torrele, E. Spazier,

A.W.D.Sluiszen, J.H.W.Rombout and

R.Booms. 1992. The development of a

functional digestive system in the

African Catfish Clarias gariepinus

(Burchel) J. World Aquaculture Soc.

23(4):286-298.

Wang, Y.B., 2007. Effect of probiotics on

growth performance and digestive

enzyme activity of the shrimp

Pennaeus vannamei.Aquaculture.

269;25

Warfold, J.T. and T.J, Lam., 1993.

Development of digestive tract and

proteolitic enzyme activity in seabass

(Lates calcarifer) larvae and juveniles.

Aquaculture 109:187-205.

Watanabe, W.O. 1986. Larvae and Larval

Culture.in C.S. Lee., M.S. Gordon and

W.O. Watanabe (editors.). Aquaculture

of milkfish (Chanos chanos): State of

the art. Oceanic institute Hawai.