LAPORAN KERJA TEKNIS Monitoring Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Tinjauan karakteristik hutan rawa gambut Laura L. B. Graham, Tri Wahyu Susanto, Fransiscus Xaverius, Eben Eser, Didie, Andri Thomas, Salahuddin, Abdi Mahyudi, dan Grahame Applegate. Kalimantan Forests and Climate Partnership
34
Embed
Monitoring Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP · Nurhayati atas bantuannya menyiapkan makalah ini dan makalah-makalah yang lainnyaSulistyo, . A. Siran ... 12 plot permanen (atau Petak
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KERJA TEKNIS
Monitoring Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Tinjauan karakteristik hutan rawa gambut Laura L. B. Graham, Tri Wahyu Susanto, Fransiscus Xaverius, Eben Eser, Didie, Andri Thomas, Salahuddin, Abdi Mahyudi, dan Grahame Applegate. Kalimantan Forests and Climate Partnership
Monitoring Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Tinjauan karakteristik hutan rawa gambut
Penulis : Laura L. B. Graham, Tri Wahyu Susanto, Fransiscus Xaverius,
Tata Letak : James Maiden, Nanda Aprilia dan Stella Pongsitanan
Maret 2014
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page ii
LEMBAR PENGAKUAN
Laporan penelitian ilmiah ini disusun oleh Tim Penanggulangan Kebakaran (Fire Management Team) Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP). Kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh anggota tim atas masukan yang diberikan untuk laporan ini, khususnya kepada Tri Wahyu Susanto dan Laura Graham. Kami juga berterima kasih kepada Abdi Mahyudi dan Grahame Applegate atas panduan teknis di lapangan, Fatkhurohman atas penyediaan data dan dukungan teknis lainnya, Rachael Diprose dan Lis Nurhayati atas bantuannya menyiapkan makalah ini dan makalah-makalah yang lainnya, Sulistyo. A. Siran atas penelaahan teknisnya, dan terakhir kepada tim komunikasi (James Maiden, Nanda Aprilia dan Stella Pongsitanan) untuk tata letak dan desain.
Penelitian ini diselenggarakan atas kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Australia. Namun, analisa dan temuan yang tercantum di dalam makalah ini mencerminkan pandangan para penulis dan tidak mewakili pandangan kedua pemerintah tersebut. Segala kesalahan dan kekeliruan merupakan milik penulis. Makalah ini merupakan laporan kerja teknis yang bersifat ilmiah, sehingga kedepannya dimungkinkan adanya penyempurnaan untuk mengakomodasi masukan dan bukti baru.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page iii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Indonesia memiliki hutan dan lahan gambut tropis terbesar di dunia. Hutan dan lahan gambut menyediakan berbagai jasa lingkungan yang penting, antara lain: penyimpanan karbon, pengaturan tata air (hidrologi), keanekaragaman hayati yang tinggi dan sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Hutan dan lahan gambut tropis menjadi terdegradasi, terutama dikarenakan konversi lahan dan penebangan yang berlebihan sehingga dapat menyebabkan kebakaran dan banjir. Mengingat kawasan hutan yang telah terdegradasi menyebabkan hilangnya berbagai jasa lingkungan, maka hutan dan lahan gambut tropis telah menjadi fokus utama dalam penyelenggaraan REDD+. Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) adalah salah satu inisiatif untuk mengujicoba REDD+ di areal lahan gambut tropis di Provinsi Kalimantan Tengah.
KFCP berupaya untuk mengujicoba metode dan pendekatan REDD+ yang efektif yang meliputi pemantauan stok dan emisi karbon, dengan tetap memperhatikan kesejahteraan bagi masyarakat yang terkena dampak program. Meskipun fokus program adalah gambut, namun pemantauan hutan juga menjadi fokus program yang sama pentingnya. Hutan rawa gambut tropis melindungi gambut melalui sistem perakaran yang dapat menahan gambut di tempatnya, sehingga dapat mengurangi erosi dan penurunan tanah, mengontrol kanopi hutan, serta menjaga kondisi lingkungan tetap baik sehingga pengeringan dan oksidasi gambut dapat dicegah. Selain itu, hutan rawa gambut juga menyimpan sejumlah besar karbon dan keanekaragaman hayati.
Wilayah kerja KFCP mencakup 120.000 ha kawasan hutan gambut tropis dengan kualitas hutan yang bervariasi, mulai dari: hutan rawa primer, hutan rawa sekunder, semak, belukar sampai dengan rumput yang telah terdegradasi. Seluruh kondisi hutan tersebut berada dalam tahap regenerasi atau sukses. Berkaitan dengan hal tersebut, maka KFCP telah menyusun program untuk mengadakan pemantauan terhadap vegetasi yang dapat mewakili semua kondisi hutan yang ada. Melalui pemantauan vegatasi akan dapat diketahui mengenai rincian kondisi lingkungan di setiap jenis hutan dan pengaruhnya terhadap hutan, serta tingkat kecepatan perubahan karakteristik hutan, baik yang mengarah ke positif atau negatif. Data yang telah dikumpulkan dapat langsung ditampilkan guna mendukung Indonesian National Carbon Accounting System (INCAS) dan metode pengukuran di lapangan. Analisis yang dikembangkan dari data tersebut juga dapat membantu pengembangan program di masa yang akan datang. Laporan ini akan membahas hasil penelitian yang berkaitan dengan karakteristik dasar hutan di berbagai lokasi di wilayah KFCP. Temuan penelitian tersebut meliputi kepadatan, jumlah spesies, dan basal area (sebagai proksi untuk biomassa) untuk delapan lokasi, dan juga pengaruh jarak dari kanal terhadap kondisi vegetasi.
Penelitian ini dilaksanakan di delapan lokasi, dimana masing-masing lokasi dapat mewakili delapan kondisi hutan. Pada setiap lokasi, didirikan 12 plot permanen (atau Petak Ukur Permanen/PUP) untuk memperoleh plot/data replikasi guna menentukan tren (kecenderungan) dan melihat dampak jarak dari kanal terhadap kondisi hutan. Penelitian ini menggunakan desain petak ‘nested’ untuk mengukur semai, pancang, tiang dan pohon. Kondisi spesies, Dbh (Diameter at breast height), serta tinggi dan lingkungan dipantau selama kurang lebih 3,5 tahun (2010-2013).
Laporan ini akan menjelaskan perbedaan kondisi hutan dan lingkungan lainnya di wilayah kerja KFCP yang meliputi Lokasi 02 dan Lokasi 05 yang terdegradasi tinggi, lalu Lokasi 03, Lokasi 04 dan Lokasi 06 dimana pengaruh jarak dari kanal terlihat jelas. Nilai penting relatif dari hutan di Lokasi 01, Lokasi 07 dan Lokasi 08 menunjukkan bahwa nilai hutan untuk menyimpan karbon dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut tropis berada dalam kondisi baik. Beberapa temuan penting dari penelitian diantaranya adalah:
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page iv
- Lokasi 02 dan Lokasi 05 mempunyai kepadatan individu, jumlah spesies dan basal area yang rendah. Tetapi, kedua plot tersebut memiliki nilai terbesar untuk bibit yang mengindikasikan awal regenerasi yang baik. Keduanya juga mendapat nilai tertinggi pada jarak 400 m dan 700 m dari kanal.
- Lokasi 03 dan Lokasi 04 sangat dipengaruhi oleh jarak dari kanal dengan kepadatan, angka spesies dan basal area paling tinggi pada jarak 400 m dan 700 m. Pada kedua plot tersebut juga ditemukan nilai yang sama dengan Lokasi 07 dan Lokasi 08. Tetapi, pada jarak 50 m dan 100 m dari kanal, nilai-nilai tersebut tetap rendah. Lokasi 03 memiliki nilai tertinggi pada jarak 700 m, sedangkan Lokasi 04 mendapat nilai tertinggi pada jarak 400 m, yang mengindikasikan banyak nya pengaruh terhadap kondisi hutan di daerah itu atau memiliki sejarah lingkungan yang berbeda dibandingkan dengan di tempat lain.
- Lokasi 06 juga menunjukkan pengaruh jarak dari kanal, tetapi kurang kuat jika dibandingkan dengan Lokasi 03 atau Lokasi 04. Hal tersebut mengindikasikan adanya faktor-faktor lingkungan yang menimbulkan pengaruh lebih parah pada Lokasi 03 dan Lokasi 04 dikarenakan kondisi hutan di Blok E yang terdegradasi.
- Lokasi 01, Lokasi 07 dan Lokasi 08 semua memiliki kepadatan, jumlah spesies dan basal area yang tinggi. Namun, Lokasi 08 menunjukkan nilai yang lebih rendah untuk tiang dan pohon, dan mungkin hal ini mengindikasikan tingkat regenerasi hutan yang rendah atau low pole forest, seperti pengamatan yang pernah dilakukan pada kondisi daerah yang berada di tengah kubah gambut.
RINGKASAN EKSEKUTIF........................................................................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................................................ v
SINGKATAN DAN ISTILAH .....................................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................................................ii
1.1 Kegiatan dan Latar Belakang Wilayah Kerja KFCP ............................................................................... 1
1.2 Dasar Pemikiran ................................................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Kajian ....................................................................................................................................... 3
2 METODE ...................................................................................................................................................... 4
2.1 Lokasi Penelitian .................................................................................................................................. 4
2.2 Lokasi Plot ............................................................................................................................................ 4
2.3 Desain Plot dan Pengukuran Vegetasi ................................................................................................. 7
2.4 Pengambilan Data Lingkungan ............................................................................................................ 9
3 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 10
3.2 Jumlah Spesies ................................................................................................................................... 12
3.3 Basal Area .......................................................................................................................................... 14
5 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................................... 17
6.1 Keadaan Jenis Pohon ......................................................................................................................... 18
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Lokasi plot, kode plot dan deskripsi ...................................................................................................... 5
DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Peta sebaran lokasi Lokasi 01–L08 .................................................................................................... 6
Gambar 2: Desain plot berpetak ......................................................................................................................... 8
Gambar 3: Peletakkan posisi plot yang dibuat berdasarkan jarak dari kanal ..................................................... 8
Gambar 4: Grafik kepadatan semai (a), pancang (b), tiang (c), pohon (d) dan semua individu (e) .................. 11
Gambar 5: Grafik jumlah spesies tingkat semai (a), pancang (b), tiang, (c) pohon (d) dan semua individu (e) 13
Gambar 6: Grafik basal area tingkat pancang (a), tiang (b), pohon (c) dan semua individu (d) ....................... 15
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page ii
SINGKATAN DAN ISTILAH
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
Dbh Diameter at breast height (Diameter setinggi dada)
FMT Fire Management Team (Tim Penanggulangan Kebakaran KFCP)
PHMT Peat and Hydrology Monitoring Team (Tim Monitoring Gambut dan Hidrologi KFCP)
PSF Peat Swamp Forest (Hutan rawa gambut)
REDD+ Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan dan Peranan Konservasi, Pengelolaan Hutan Lestari dan Peningkatan Stok Karbon
UNFAO United Nations Food and Agriculture Organization
VMT Vegetation Monitoring Team (Tim Monitoring Vegetasi KFCP)
PUP Petak Ukur Permanen
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 1
1 PENDAHULUAN
Pada pertengahan tahun 2009, Kalimantan Forests and Climate Partnership (KFCP) diluncurkan sebagai sebuah program uji coba kegiatan REDD+ di Indonesia, dan yang pertama untuk areal hutan dan lahan gambut. KFCP dibentuk atas dasar kerjasama antara Pemerintah Australia dan Indonesia di bidang perubahan iklim, yang dinamakan Indonesia-Australia Forest Carbon Partnership (IAFCP). Mitra utama KFCP adalah Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas, dan departemen terkait dari Pemerintah Australia.
Tujuan utama KFCP adalah mengujicoba berbagai metode untuk mengetahui cara pengurangan emisi melalui pendekatan REDD+. Secara bersamaan, KFCP mendukung penyediaan sumber mata pencaharian alternatif, khususnya bagi masyarakat yang sebagian besar sumber mata pencahariannya bergantung dari hutan. Dukungan tersebut dilakukan dengan menerapkan prinsip pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Selain itu, KFCP juga membantu mengintegrasikan REDD+ ke dalam perencanaan dan pengelolaan program di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan di masyarakat melalui pengembangan kapasitas dan pengujian model untuk kelembagaan, serta kebijakan dan kerangka hukum REDD+.
Laporan ini disusun dengan maksud untuk menjelaskan perbedaan variasi kondisi hutan dan lingkungan di wilayah KFCP dengan melihat karakteristik vegetasi hutannya di delapan plot yang mewakili wilayah kerja KFCP. Lokasi 02 dan Lokasi 05 merupakan areal yang tingkat degradasinya tinggi. Pada Lokasi 03, 04 dan 06 dapat dilihat pengaruh jarak dari kanal dengan jelas. Sedangkan, nilai penting relatif dari hutan pada Lokasi 01, 07 dan 08 menunjukkan nilai hutan yang masih baik untuk menyimpan karbon dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut tropis. Guna memudahkan pembaca, laporan ini dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama menjelaskan pendahuluan dan latar belakang penelitian serta program KFCP. Bagian kedua menggambarkan metode yang diterapkan dalam penelitian ini. Bagian ketiga menguraikan hasil penelitian dan pembahasannya yang meliputi kepadatan vegetasi, jumlah spesies dan basal area. Bagian keempat memuat ringkasan temuan dari penelitian. Sedangkan bagian lima terdiri dari lampiran-lampiran mengenai jenis-jenis pohon yang dijelaskan dalam bahasa latin dan bahasa lokal.
1.1 Kegiatan dan Latar Belakang Wilayah Kerja KFCP
Program KFCP mencakup wilayah kerja seluas kurang lebih 120.000 hektar pada kawasan eks proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG) di Kalimantan Tengah. Kegiatan KFCP diantaranya adalah sekolah lapang petani, dukungan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Desa, reforestasi dan rehabilitasi hutan skala kecil, peningkatan kapasitas desa agar dapat mengelola kegiatan KFCP secara mandiri, pengelolaan dan pengawasan kebakaran, serta pengembangan mata pencaharian alternatif. KFCP juga menghimpun banyak data seperti vegetasi lahan gambut, hidrologi, dan kebakaran lahan dan hutan. Data tersebut digunakan untuk analisa, dan sebagai kontribusi KFCP terhadap pengembangan ilmu pengetahuan terkait hutan rawa gambut dan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Sebagian dari kegiatan KFCP dilakukan di lahan gambut yang umumnya berstatus Hutan Lindung. Sebagian kegiatan lainnya, misalnya pengembangan mata pencaharian alternatif dan sekolah lapang petani diselenggarakan di lahan mineral dan di gambut rendah milik penduduk atau milik masyarakat setempat. Manfaat kegiatan KFCP bagi desa, diantaranya adalah untuk pembelajaran, pengembangan dan peningkatan pendapatan yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk kepentingan lain di luar program.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 2
Bagian selatan PLG (sekitar 50.000 ha) terletak di sudut Utara-Timur Blok A dan bagian Utara (sekitar 70.000 ha) terpusat di Blok E (lihat Gambar 1). Sebelum PLG, areal tersebut ditutupi oleh hutan rawa gambut. Namun, sekarang area tersebut telah terbagi oleh satu kanal utama dan memiliki tingkat gangguan dan kualitas hutan yang berbeda. Di Blok E terdapat kanal yang memanjang sejauh 12 km dari Utara ke Selatan telah menimbulkan pengaruh terhadap tata air. Sekitar tahun 1980an-1998, sebagian kawasan di blok tersebut pernah dialokasikan untuk areal Hak Pengelolaan Hutan (HPH). Selain itu, juga terjadi pembalakan liar dan pembangunan sejumlah kanal kecil dengan cara manual. Namun demikian, kawasan hutan di Blok E relatif tidak terganggu jika dibandingkan dengan kawasan Blok A. Di Blok A, dibangun kanal luas yang saling-silang dengan jaringan kanal selebar kira-kira 6–10 m dan dengan kanal besar selebar kurang lebih 30 m, yaitu kanal yang membagi Blok A dari Blok E. Hampir semua areal di Blok A, selain di area sekitar 5.000 ha, telah mengalami deforestasi atau sangat terdegradasi. Empat belas pemukiman yang menjadi wilayah kerja KFCP terletak di sepanjang Sungai Kapuas, tersebar di Blok A dan Blok E. Permukiman tersebut membentuk sembilan unit administrasi (desa) yang tersebar di antara dua kecamatan, Timpah dan Mantangai, di Kabupaten Kapuas.
Kegiatan KFCP ditujukan sebagai upaya uji coba ‘REDD+ dalam skala kecil’ yang memungkinkan untuk dilakukannya perbaikan pendekatan dan metode pelaksanaan secara terus menerus. Pembelajaran yang diperoleh dari uji coba ini merupakan kontribusi terhadap pengembangan REDD+ baik di tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Selain itu, pembelajaran tersebut juga dapat membantu dalam mengujicoba seberapa jauh kontribusi REDD+ terhadap kerangka mitigasi perubahan iklim di tingkat global melalui upaya-upaya yang dilakukan di tingkat lokal dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan serta memasukkan di dalamnya pengetahuan dan kearifan lokal. Lebih lanjut, pembelajaran juga menunjukkan mengenai pendekatan dan metode yang diuji di Kalimantan Tengah agar dapat dikembangkan atau direplikasi di tempat lain, baik di Indonesia maupun di negara lain.
1.2 Dasar Pemikiran
Perubahan iklim global terjadi dikarenakan tidak adanya keseimbangan energi antara bumi dan atmosfir. Keseimbangan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan emisi yang terus terjadi sehingga dapat menganggu iklim di bumi dan keseimbangan ekosistem. Konsentrasi emisi di atmosfer akan selalu meningkat akibat adanya pengelolaan lahan yang kurang tepat, seperti adanya pembakaran vegetasi hutan dan penebangan hutan yang terjadi secara luas. Hutan memiliki peran penting dalam perubahan iklim global, karena hutan merupakan penyerap karbon (C02) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan lainnya.
Mengurangi pelepasan karbon ke udara adalah upaya untuk menurunkan konsentrasi emisi. Oleh karena itu, jumlah karbon di udara harus dikendalikan dengan cara meningkatkan jumlah serapan karbon oleh sebanyak mungkin tanaman. Cara tersebut juga dapat menekan pelepasan emisi serendah mungkin.
Lahan gambut merupakan media penyimpan karbon dalam jumlah sangat besar. Namun, karbon yang terkandung di dalam gambut bersifat tidak stabil. Pada saat hutan masih dalam kondisi alami, karbon yang tersimpan di dalamnya berbentuk bahan organik biasa. Apabila hutan tersebut dibuka dan terjadi drainase, maka karbon akan mudah terdekomposisi dan menghasilkan CO2 (salah satu gas rumah kaca terpenting). Selain itu, drainase yang berlebihan dapat menyebabkan lahan gambut menjadi kering dan rentan terhadap kebakaran. Proses dekomposisi, konsolidasi (pemadatan) dan kebakaran menyebabkan gambut mengalami penyusutan (subsidence) dan kehilangan berbagai fungsinya dalam menyangga lahan di sekitarnya, misalnya dari kebanjiran dan kekeringan.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 3
Pada dasarnya, cadangan karbon sama dengan banyaknya karbon yang tersimpan dalam vegetasi, biomassa lain dan di dalam tanah. Di dalam tanah, karbon tersimpan di lapisan gambut dan sedikit di lapisan tanah mineral yang ada di bawah lapisan gambut (substratum). Dari berbagai penyimpanan karbon tersebut, tanah gambut merupakan penyimpan karbon terbesar, diikuti oleh biomassa tanaman. Biomassa karbon terbesar di gambut penting untuk menjaga dan melindungi hutan rawa gambut yang berada di atas permukaan tanah. Hal tersebut dikarenakan:
a) Hutan rawa gambut juga mengandung cukup banyak karbon,
b) Akar pohon-pohon menahan gambut di tempatnya dan mengurangi erosi serta subsiden,
c) Hutan melindungi dan mengendalikan hidrologi serta menetapkan tinggi permukaan air yang mengurangi dekomposisi gambut,
d) Dalam kondisi baik, daun-daun yang berjatuhan dapat menumpuk dan terus bertambah hingga dapat menjadi gambut baru,
e) Keanekaragaman hayati tinggi yang ada di hutan penting untuk REDD+.
Berdasarkan butir-butir di atas maka dapat dipahami adanya simbiosis antara gambut dan hutan. Gambut akan tetap terjaga dalam jangka panjang jika hutan tetap ada. Oleh karena itu, pemantauan hutan tidak hanya melibatkan penghitungan sejumlah karbon yang ada di hutan, tetapi juga upaya untuk meregenerasi daerah yang telah terdegradasi untuk melindungi gambut.
1.3 Tujuan Kajian
Kajian ini bertujuan untuk menentukan tolok ukur dasar (baseline) struktur dan komposisi hutan di wilayah kerja KFCP. Hasil kajian ini akan meningkatkan pengetahuan dan mendukung analisa mengenai pengaruh kondisi lingkungan terhadap kondisi hutan dan tingkat perubahan kondisi hutan.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 4
2 METODE
2.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di wilayah KFCP, yaitu kawasan lahan gambut tropis seluas 120.000 ha, dimana kira-kira 50.000 ha berada di ujung utara-timur Blok A dan kira-kira 70.000 ha berada di tengah-tengah Blok E. Kedua blok berada di kawasan bekas Proyek Pengembangan Lahan Gambut (PLG).
Dulu, kawasan tersebut ditutupi oleh hutan rawa gambut. Namun sekarang, kawasan terbelah dua oleh kanal besar yang menghubungkan dua sungai besar, yaitu Barito di sebelah Timur dan Kapuas di sebelah Barat. Kedua belahan tersebut memiliki perbedaan dalam hal tingkat gangguan dan kualitas hutan. Di Blok E terdapat sebuah kanal sepanjang 12 km yang merentang dari arah Utara ke Selatan yang berdampak pada kondisi hidrologi. Blok tersebut juga telah dimanfaatkan oleh konsesi HPH (1980-1998). Selain itu, terjadi penebangan liar dan pembentukan beberapa kanal-kanal kecil (tatas) yang dibuat oleh masyarakat. Pembentukan kanal-kanal lebih banyak terjadi di sekitar blok A.
Dibandingkan dengan areal di Blok A yang banyak terdapat kanal yang panjang dan luas, sebagian besar kawasan hutan di Blok E relatif tidak terganggu. Blok A bersilangan dengan jaringan kanal dengan lebar sekitar 6-10 m dan sebuah kanal besar dengan lebar kira-kira 30 m yang memisahkan Blok A dan Blok E. Sebagian besar kondisi hutan di wilayah blok A telah gundul atau sangat terdegradasi dan hanya tersisa 5.000 ha yang masih dalam kondisi utuh. Sedangkan wilayah Blok E, sebagian besar masih memiliki hutan yang utuh dan hanya sedikit terdegradasi.
2.2 Lokasi Plot
Untuk dapat menghitung dan mengetahui dengan baik jumlah biomassa, struktur dan komposisi hutan, serta tingkat regenerasi, maka dibangun serangkaian Petak Ukur Permanen (PUP) di berbagai lokasi terpilih di wilayah KFCP. Delapan lokasi dipilih untuk mewakili jenis-jenis vegetasi hutan dan kondisinya yang tersebar di seluruh lokasi penelitian. Lokasi PUP dan deskripsi masing-masing PUP dapat dilihat pada penjelasan di Tabel 1 dan Gambar 1 berikut.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 5
Tabel 1: Lokasi plot, kode plot dan deskripsi
Kode Lokasi PUP Lokasi PUP Deskripsi hutan
L02 Blok A, kompartemen M1, ke arah selatan dari SP2
Terbakar 2009
L03 Blok A, kompartemen C2, ke arah selatan dari kanal utara
Terganggu, hutan, kompartemen gambut dalam.
L04 Blok A, kompartemen B2, ke arah selatan dari kanal utara
Terganggu, semi-hutan, kompartemen gambut dalam.
L05 Blok A, kompartemen C7, ke arah selatan dari kanal utara
Terdegradasi, hutan habis, gambut tipis.
L06 Blok E, ke arah barat dari kanal SPU7, di posisi KF21 ketemu dengan SPU7
Hutan yang terganggu oleh adanya kanal, gambut dalam
L07 Blok E, sebagai KF21 barat Hutan, gambut dalam
L08 Blok E, sebagai KF21 tengah Hutan, gambut dalam
L01 Blok E, sebagai KF21 timur Hutan terganggu, gambut tidak terlalu dalam
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 6
Gambar 1: Peta sebaran lokasi Lokasi 01–L08
Sumber: KFCP
Catatan: Pada bulan Juli 2013, terjadi pemekaran di dua desa, yaitu Desa Katunjung dan Tumbang Muroi, menjadi empat desa. Desa Katunjung terbagi dua menjadi Desa Katunjung dan Desa Tumbang Mangkutup, begitupun juga Desa Tumbang Muroi, terbagi menjadi Desa Tumbang Muroi dan Desa Lapetan. Pemekaran ini menambah jumlah desa di wilayah KFCP, dari tujuh menjadi sembilan. Kegiatan dalam laporan ini dilakukan saat wilayah KFCP terdiri dari tujuh desa (2012).
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 7
Secara umum, delapan lokasi plot permanen ditentukan berdasarkan 2 posisi yang berbeda. Lima plot (L02, L03, L04, L05, L06) berada di posisi yang terkait dengan jarak dari kanal. Tiga plot (L01, L07, L08) tidak terkait dengan jarak dari kanal atau berada di posisi sepanjang jalur transek hidrologi KF-21 dengan kondisi hutan yang relatif masih belum terganggu dan kanopi hutan yang masih cukup rapat. Pemilihan posisi plot yang didasarkan pada jarak dari kanal penting dilakukan karena dapat melihat perubahan hidrologi atau permukaan air di setiap jarak yang berbeda dari kanal dan dapat mempengaruhi struktur vegetasi.
Agar data pengukuran dapat diperoleh secara berkala dan konsisten, maka tim peneliti menyusun rencana kegiatan monitoring vegetasi di delapan lokasi plot. Rencana dimaksud diantaranya adalah melakukan perjalanan ke satu lokasi plot dalam setiap bulan untuk mengambil data vegetasi. Setelah itu, data-data yang diperoleh dimasukkan ke dalam database. Pada setiap plot dilakukan pengukuran setiap tahun sesuai dengan jadwal.
2.3 Desain Plot dan Pengukuran Vegetasi
Plot merupakan petak-petak yang dibuat dalam ukuran yang berbeda-beda yang disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan, yaitu: pohon, tiang, pancang dan semai sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 2. Pada prinsipnya, posisi plot yang dekat dengan kanal maupun yang tidak dekat dengan kanal dibuat sejajar dengan jalur hidrologi. Namun, plot yang dibuat berdasarkan jarak dari kanal, posisinya diusahakan tegak lurus dari arah kanal sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 3. Pengukuran yang dilakukan meliputi Dbh (diameter at breast height/ diameter setinggi dada) dan tinggi dari semua tumbuhan yang ada.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 8
Gambar 2: Desain plot berpetak
Sumber: KFCP VMTeam
Gambar 3: Peletakan posisi plot yang dibuat berdasarkan jarak dari kanal (L02, L03, L04, L05, L06)
JDK—Jarak dari kanal (bukan untuk skala)
Sumber: KFCP VMTeam
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 9
Semua metode yang digunakan mengikuti petunjuk sesuai dengan SNI no.7724:2011 tentang Pengukuran dan Penghitungan Cadangan Karbon – Pengukuran Lapangan Untuk Penaksiran Cadangan Karbon Hutan (Ground Based Forest Carbon Accounting). Metodologi monitoring vegetasi secara umum dibahas dalam publikasi: ‘Graham, L. L. B. dan Mahyudi, A. (2013) Vegetation Monitoring Methodology. Research Technical Papers, IAFCP, Jakarta Indonesia’.
2.4 Pengambilan Data Lingkungan
Selain data vegetasi, diambil juga data lingkungan seperti: intensitas cahaya, tinggi permukaan air, penurunan gambut, kedalaman gambut, sejarah kebakaran dan tutupan lahan.
Pengambilan data lingkungan dilakukan oleh Tim Monitoring Vegetasi bekerjasama dengan Tim Monitoring Hidrologi dan Gambut, serta Tim Penanggulangan Kebakaran. Metode yang diterapkan dalam pengambilan data lingkungan akan dijelaskan secara rinci dalam laporan lain.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 10
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini akan menjelaskan hasil dan pembahasan dari penghitungan data rata-rata kepadatan, jumlah spesies, dan basal area dari vegetasi tingkat semai, pancang, tiang dan pohon yang disajikan dalam bentuk grafik. Data grafik yang disajikan pada Lokasi 02, Lokasi 03, Lokasi 04, Lokasi 05 dan Lokasi 06 adalah data yang dibedakan berdasarkan jarak setiap plot dari kanal. Sedangkan, pada Lokasi 01, Lokasi 07 dan Lokasi 08 merupakan data kombinasi atau rata-rata dari semua plot yang ada pada setiap lokasi tersebut.
3.1 Kepadatan Vegetasi
Berdasarkan data yang ditampilkan pada Gambar 4, dapat diketahui bahwa Lokasi 02 didominasi oleh vegetasi tingkat semai, yaitu 15.833 individu/ha. Di lokasi tersebut juga terdapat pancang sebanyak 156 individu/ha pada jarak 700 m dari pinggir kanal. Di sebagian besar areal lain yang ada di Lokasi 02 didominasi oleh tanaman paku-pakuan. Wilayah Lokasi 02 merupakan wilayah yang paling sering terbakar. Tercatat sejak tahun 1997-2009, beberapa plot di lokasi ini sudah mengalami 6 kali kebakaran. Hal ini yang menyebabkan sedikit vegetasi yang dapat tumbuh dan bertahan di L02.
Di Lokasi 03 terdapat banyak vegetasi pada jarak 400 – 700 m dari kanal ke arah utara. Sedangkan pada jarak 50-100 m dari pinggir kanal, vegetasi sedikit saja dapat ditemui. Bahkan, pada jarak tersebut tidak ditemukan pancang yang tumbuh. Hal ini dikarenakan sebagian dari Lokasi 03 berada di area yang pernah terbakar dan sebagian lagi berada di area hutan yang masih dalam kondisi baik. Tingkat pertumbuhan pohon pada setiap jarak yang berbeda-beda juga terlihat cukup menarik. Semakin jauh dari tepi kanal, kepadatan pohon semakin tinggi. Bahkan kepadatan pohon pada jarak 700 m dari kanal hampir sama dengan kepadatan pohon di lokasi plot dengan kondisi hutan alami, seperti pada Lokasi 01, Lokasi 07 dan dan Lokasi 08.
Kepadatan vegetasi (semai, pancang, tiang dan pohon) pada jarak 50–100 m di Lokasi 04 lebih tinggi dibandingkan dengan Lokasi 02 dan Lokasi 03, meskipun lokasi-lokasi tersebut sama-sama pernah terbakar. Untuk kepadatan pohon, semakin jauh dari kanal semakin tinggi kepadatannya.
Lokasi 02 dan Lokasi 05 memiliki tingkat kepadatan vegetasi yang cukup rendah. Kepadatan tertinggi pada kedua plot tersebut hanya pada tingkat semai di jarak 50 meter dari pinggir kanal, yaitu 25.833 individu/ha. Hal ini dikarenakan lokasi Lokasi 05 berada di area yang sering terjadi kebakaran, sehingga hanya sedikit saja vegetasi yang mampu bertahan hidup dan tidak ada pohon yang tumbuh.
Lokasi 06 merupakan satu-satunya lokasi di Blok E yang sebagian plotnya bersebelahan dengan sebuah kanal. Namun, kepadatan vegetasi yang ditemukan di lokasi tersebut hampir sama dengan 3 lokasi lain di blok E, yaitu L01, L07 dan L08 yang tidak bersebelahan dengan kanal. Hal demikian terjadi khususnya untuk tingkat vegetasi tiang.
Kepadatan rata-rata per individu untuk semua tingkat pertumbuhan pada masing-masing plot dapat diliihat pada grafik berikut.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 11
Gambar 4: Grafik kepadatan semai (a), pancang (b), tiang (c), pohon (d) dan semua individu (e)
a)
b)
c)
d)
e)
Lokasi
Sumber: KFCP VMTeam
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 12
3.2 Jumlah Spesies
Lokasi 02 dan Lokasi 05 memiliki jumlah spesies yang paling sedikit. Berbeda dengan dua lokasi ini, semua lokasi lain memiliki keanekaragaman jenis vegetasi di lokasi plot yang tinggi dengan jumlah rata-rata sama atau lebih dari 70 jenis. Lokasi 03, Lokasi 04 dan Lokasi 06 memiliki jumlah kumulatif spesies yang hampir sama dengan 3 lokasi plot yang masih dalam kondisi baik (Lokasi 01, 07 dan 08), baik itu jumlah spesies pada tingkat semai, pancang, tiang, maupun pada tingkat pohon (Gambar 5).
Jika dilihat secara keseluruhan, pada tingkat pohon di setiap plot (L02, L03, L04, L05 dan L06) terdapat peningkatan jumlah spesies berdasarkan jarak dari kanal. Semakin jauh dari kanal, jumlah spesies pohon semakin beranekaragam. Jika dilihat pada Gambar 5 (e), jumlah setiap spesies dari semua tingkatan vegetasi mengalami peningkatan pada saat jaraknya semakin menjauh dari kanal. Semakin jauh jarak dari kanal, tingkatan vegetasi semakin terlihat sama dengan jumlah spesies yang berada di plot hutan yang masih dalam kondisi baik.
Untuk melihat dan mengkaji lebih lanjut mengenai jenis-jenis pohon yang ditemukan dalam studi ini, baik perlokasi maupun tingkat pertumbuhan maka dapat dilihat pada lampiran 5 yang memuat mengenai daftar lengkap nama jenis pohon dengan nama lokal dan ilmiah, per lokasi, per jarak dari kanal dan per strata pohon.
Jumlah spesies untuk semua tingkat pertumbuhan pada masing-masing plot dapat dilihat pada grafik berikut.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 13
Gambar 5: Grafik jumlah spesies tingkat semai (a), pancang (b), tiang, (c) pohon (d) dan semua individu (e)
a)
b)
c)
d)
e)
Lokasi
Sumber: KFCP VMTeam
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 14
3.3 Basal Area
Basal area merupakan suatu luasan area di atas permukaan tanah yang ditumbuhi oleh vegetasi atau tumbuhan. Pengukuran basal area dimulai dari vegetasi tingkat pancang, tiang dan pohon. Biomassa di plot-plot yang dibangun ini belum dapat dihitung dengan akurat, karena ketidakpastian yang berkaitan dengan konstanta kepadatan kayu. Oleh karena itu, data basal area dapat digunakan sebagai bentuk pendekatan atau proksi.
Demikian pula dengan pengukuran kepadatan dan jumlah jenis, lokasi Lokasi 02 dan Lokasi 05 adalah lokasi yang paling rendah untuk basal areanya, berturut-turut yaitu : 0.2 m2 ha-1 di jarak 700 m dari kanal dan 5.2 m2 ha-1 di jarak 400 m dari kanal – khususnya juga karena basal area tidak termasuk semai, yaitu regenerasi paling baru. Efek terhadap basal area juga dapat dilihat berdasarkan jarak dari kanal. Lokasi 03 mempunyai basal area yang cukup tinggi, yaitu 25.1 m2 ha-1 pada jarak 700 m dari kanal, dimana pada Lokasi 03 dengan jarak yang lebih dekat dari kanal dijumpai basal areanya cukup rendah. Demikian pula untuk Lokasi 04, basal areanya kira-kira 6 m2 ha-1 pada jarak 50 m dan 100 m dari kanal dan baru meningkat menjadi 25 m2 ha-1 pada jarak 400 m dan 700 m dari kanal. Lokasi 06 juga dipengaruhi oleh jarak dari kanal, dimana basal areanya hanya mencapai kira-kira 25 m2 ha-1 pada jarak 50 m dan 100 m dari kanal dan baru mencapai kira-kira 35 m2 ha-1 pada jarak 400 m dan 700 m dari kanal. Lokasi 06 mempunyai tingkat ketinggian basal area yang tidak jauh berbeda dengan basal area yang ada di hutan yang kondisinya baik, yaitu 39.1 m2 ha-1 di Lokasi 07 dan 36.8 m2 ha-1 di L08.
Basal area rata-rata per individu untuk semua tingkat pertumbuhan pada masing-masing plot dapat diliihat pada grafik berikut.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 15
Gambar 6: Grafik basal area tingkat pancang (a), tiang (b), pohon (c) dan semua individu (d)
a)
b)
c)
d)
Lokasi
Sumber: KFCP VMTeam
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 16
4 KESIMPULAN
Laporan ini memuat hasil kajian mengenai pemantauan vegetasi yang dengan jelas menggambarkan perbedaan besar kondisi hutan di wilayah KFCP. Di dalam laporan ini, data-data yang disajikan tidak untuk
digunakan dalam analisa kompleks, namun untuk menyediakan gambaran umum yang detail mengenai hutan yang dapat bermanfaat dalam kegiatan monitoring MRV (Monitoring, Reporting and Verification) dari
program REDD+.
Mulai dari Lokasi 02 dan Lokasi 05 yang mewakili areal yang kondisinya sangat terdegradasi, kemudian
Lokasi 03, Lokasi 04 dan Lokasi 06 dimana pengaruh dari jarak kanal terhadap kondisi lingkungan sangat nyata. Nilai penting relatif dari hutan di Lokasi 01, Lokasi 07 dan Lokasi 08 menunjukkan kemampuan hutan untuk menyimpan karbon dan keanekaragaman hayati hutan rawa gambut tropis berada dalam kondisi baik.
Kesimpulan penting dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Lokasi 02 dan Lokasi 05 mempunyai kepadatan individu, jumlah spesies dan basal area yang rendah.
Tetapi, kedua plot tersebut memiliki jumlah anakan terbesar yang mengindikasikan awal regenerasi yang baik. Selain itu, keduanya mendapat nilai tertinggi pada jarak 400 m dan 700 m dari kanal.
- Lokasi 03 dan Lokasi 04 sangat dipengaruhi oleh jarak dari kanal dengan kepadatan, jumlah spesies
dan basal area paling tinggi di 400 m dan 700 m jarak dari kanal. Kondisi yang demikian (kesamaan nilai) ditemukan pula pada Lokasi 07 dan Lokasi 08. Tetapi pada jarak 50 m dan 100 m dari kanal,
plot-plot tersebut mempunyai nilai yang rendah. Lokasi 03 mempunyai nilai tertinggi pada jarak 700 m dari kanal, sedangkan Lokasi 04 mendapat nilai tertinggi pada jarak 400 m dari kanal. Perbedaan, ini mengindikasikan bahwa kedua plot tersebut dipengaruhi oleh lingkungan yang berbeda atau
kemungkinan mempunyai sejarah lingkungan yang berbeda.
- Kondisi Lokasi 06 tidak banyak dipengaruhi oleh jarak dari kanal jika dibandingkan dengan Lokasi 03 atau Lokasi 04. Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor lingkungan dapat menimbulkan dampak
yang lebih parah pada Lokasi 03 dan Lokasi 04, dikarenakan lokasi kedua lokasi tersebut berada di Blok A yang kondisi hutannya lebih terdegradasi.
- Lokasi 01, Lokasi 07 dan Lokasi 08 memiliki kepadatan, jumlah spesies dan basal area yang tinggi. Namun, Lokasi 08 menunjukkan nilai yang lebih rendah untuk tiang dan pohon, yang mungkin
mengindikaskan awal tegakan pohon rendah atau low pole forest, seperti yang pernah diamati di lokasi yang berada di tengah kubah gambut lainnya.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 17
5 DAFTAR PUSTAKA
Graham, L. L. B., dan A. Mahyudi. 2013. Vegetation Monitoring Methodology. Research Technical Papers, IAFCP, Jakarta, Indonesia.
Pemantauan Vegetasi di Wilayah Kerja KFCP Page 18
6 LAMPIRAN
6.1 Keadaan Jenis Pohon
S = semai, P/T/P – pancang, tiang atau pohon
Lokasi Nama Ilmiah Nama Latin P1 P2 P3 P4 L02 Antidesma phanerophleum (Euphorbiaceae) Matan undang S L02 Combretocarpus rotundatus (Anisophyllaceae) Tumih P/T/P L02 Cratoxylon arborescens (Hypericaceae) Garunggang P/T/P P/T/P L02 Diospyros sp. (Ebenaceae) Kayu arang S L02 Elaeocarpus Mastersii (Elaeocarpaceae) Mangkinang balawau S L02 Ilex cymosa (Aquifoliaceae) Kambasira S L02 Syzygium sp. (Myrtaceae) Jambu burung kecil S L02 Syzygium sp.3 (Myrtaceae) Tampohot batang S, P/T/P
Lokasi Nama llmiah Nama Latin P1 P2 P3 P4 L03 Aglaia rubignosa (Meliaceae) Kajalaki P/T/P P/T/P
Lokasi Nama llmiah Nama Latin P1 P2 P3 P4 L05 Alseodaphne coriacea (Lauraceae) Gemor P/T/P L05 Antidesma coriaceum (Euphorbiaceae) Bua dawat S L05 Antidesma phanerophleum (Euphorbiaceae) Matan undang S L05 Combretocarpus rotundatus (Anisophyllaceae) Tumih S, P/T/P P/T/P L05 Cratoxylon arborescens (Hypericaceae) Garunggang P/T/P L05 Litsea sp. (Lauraceae) Madang litsea P/T/P L05 Tetractomia tetrandra (Rutaceae) Rambangun S
Lokasi Nama llmiah Nama Latin P1 P2 P3 P4 L06 Adenanthera pavonina (Fabaceae (Leguminosae)) Tapanggang S, P/T/P S S, P/T/P S L06 Alseodaphne sp. (Lauraceae) Madang marakuwung P/T/P P/T/P