KOMUNITAS MOLLUSCA DI PANTAI PANCUR KECAMATAN TEGAL DLIMO, KABUPATEN BANYUWANGI LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi Hewan Yang Dibina Oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si. Oleh : Kelompok 17 / Off. G Dwi Anggun Putri S. (120342422482) Fadilatus Shoimah (120342400169) Hestin Atas Asih (120342422468) Novia Hylsandy (120342422485) Risal Kurniawan Sakti (120342422471) Sukma Qumain (120342422472) Tiara Dwi Nurmalita (120342400172) UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
KOMUNITAS MOLLUSCA DI PANTAI PANCUR
KECAMATAN TEGAL DLIMO, KABUPATEN BANYUWANGI
LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Ekologi Hewan
Yang Dibina Oleh Drs. Agus Dharmawan, M.Si.
Oleh :
Kelompok 17 / Off. G
Dwi Anggun Putri S. (120342422482)
Fadilatus Shoimah (120342400169)
Hestin Atas Asih (120342422468)
Novia Hylsandy (120342422485)
Risal Kurniawan Sakti (120342422471)
Sukma Qumain (120342422472)
Tiara Dwi Nurmalita (120342400172)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
April 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
terselesainya laporan Kuliah Kerja Lapangan Ekologi tumbuhan di Taman
Nasional Alas Purwo. Kami sadar sepenuhnya bahwa terselesainya laporan KKL
ini tidak lepas dari rahmat Tuhan yang Maha besar dan bijaksana.
Ucapan terimakasih kami tujukan kepada:
1. Bapak Agus Dharmawan, selaku dosen pembimbing
2. Para Asisten mata kuliah Ekologi Hewan dan teman-teman yang tidak
mungkin kami sebutkan nama satu persatu
Diharapkan dengan adanya laporan KKL ini dapat mempermudah
mahasiswa pada khususnya dalam mencari informasi tentang jenis vegetasi yang
ada di Alas Purwo. Selain itu dengan adanya laporan ini diharapakan juga dapat
memberika informasi mengenai vegetasi yang ada di alas purwo bagi pembaca
pada umumnya.
Kami sadar sepenuhnya bahwa laporan ini masih kurang dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan laporan
selanjutnya.
Malang, 24 April 2014
Penulis,
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Taman Nasional Alas Purwo terletak di ujung timur Pulau Jawa,
tepatnya di Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten
Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Menurut masyarakat sekitar, nama alas
purwo memiliki arti hutan pertama, atau hutan tertua di Pulau Jawa. Taman
Nasional merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah di
Pulau Jawa. Ketinggiannya berada pada kisaran 0-322 meter di atas permukaan
laut (dpl) dengan topografi datar, bergelombang ringan, dengan puncak tertinggi
di Gunung Lingga Manis (322 meter dpl). Berdasarkan ekosistemnya, tipe-tipe
hutan di Taman Nasional Alas Purwo dapat dibagi menjadi hutan bambu, hutan
pantai, hutan bakau/ mangrove, hutan tanaman, hutan alam, dan padang
penggembalaan (Feeding Ground). Jika diamati sekilas, dari luas lahan sekitar
43.420 hektar, taman nasional ini didominasi oleh hutan bambu yang menempati
areal sekitar 40% dari seluruh area yang ada (Vicky, 2010). Taman Nasional Alas
Purwo juga memiliki kekayaan laut yang melimpah. Di sana terdapat beberapa
pantai yang mana keragaman hewan yang hidup di sana cukup tinggi. Pantai yang
masih berada pada kawasan Taman Nasional Alas Purwo antara lain Pantai
Triangulasi, Pantai Ngagelan, dan Pantai Pancur. Pengunjung yang datang ke
pantai tersebut tidak terlalu banyak karena masih merupakan kawasan milik
Taman Nasional Alas Purwo sehingga pengaruh dari luar, misalnya kerusakan
habitat akibat manusia jarang terjadi. Ekosistem hewan-hewan yang ada pada
pantai tersebut masih terjaga, sehingga lokasi tersebut sering digunakan untuk
kegiatan penelitian yang dilakukan oleh berbagai kalangan.
Pantai yang kami teliti indeks keragaman, kemerataan dan
kekayaannnya Moluska adalah pantai Pancur. Pantai tersebut terletak 8 km ke
arah utara. Di Pantai tersebut indeks keragaman, kemerataan dan kekayaannnya
Moluska masih cukup tinggi dan berbeda pada setiap zona (Andreas, 2008).
1
Mollusca termasuk salah satu hewan yang terdapat di daerah tepi pantai,
berdasarkan habitatnya mollusca memiliki rentangan habitat yang cukup lebar
mulai dari dasar laut sampai garis panjang surut tertinggi. Sehingga mollusca
banyak ditemukan di Pantai Pancur. Oleh karena itu diangkat judul
“Keanekaragaman Mollusca di Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo
Banyuwangi”.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari pengamatan ini adalah:
1. Mengetahui indeks keanekaragaman (H), kemerataan (E), kekayaan
(R), dan dominansi (D) jenis dari Mollusca yang ditemukan di daerah
Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo
2. Membandingkan H, E, R, D Mollusca dari tiap zona yang ditentukan
di daerah Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo
3. Mengetahui pengaruh faktor abiotik terhadap nilai H,E,R, D Mollusca
yang ditemukan di daerah Pantai Pancur Taman Nasional Alas Purwo
4. Untuk mengetahui spesies Mollusca yang dominan di kawasan Pantai
Pancur Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Fillum Mollusca
Mollusca berasal dari bahasa Romawi milos yang berarti lunak. Jenis
Mollusca yang umumnya dikenal siput, kerang dan cumi-cumi. Kebanyakan
dijumpai di laut dangkal sampai kedalaman mencapai 7000 m, beberapa di air
payau, air tawar, dan darat. Anggota dari Filum Mollusca mempunyai bentuk
tubuh yang sangat berbeda dan beranekaragam, dari bentuk silindris, seperti
cacing dan tidak mempunyai kaki maupun cangkang, sampai bentuk hampir bulat
tanpa kepala dan tertutup kedua keping cangkang besar, cangkang terbuat dari zat
kapur atau kitin. Tubuh tidak bersegmen kecuali pada Monoplacophora, dinding
tubuh tebal dan berotot, saluran pencernaan berkembang dengan baik, memiliki
sistem peredaran darah dan jantung.. Oleh karena itu berdasarkan bentuk tubuh,
bentuk dan jumlah cangkang, serta beberapa sifat lainnya, filum Mollusca dibagi
menjadi 8 kelas, yaitu: 1). Chaetodermomorpha; 2). Neomeniomorpha; 3).
5.2 Indeks keanekaragaman (H’), Kemerataan (E), dan Kekayaan (R)
hewan Epifauna Tanah di Hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi
Berdasarkan analasis data yang dilakukan, dapat diketahui nilai indeks
keanekaragaman (H’), kemerataan (E), dan kekayaan (R) hewan epifauna tanah di
Hutan Taman Nasional Alas Purwo Banyuwangi.
Indeks Keanekaragaman (H’)
Indeks keanekaragamn (H’) dapat diketahui melalui perhitungan Shanon
Index. Menurut Shanon dalam Dharmawan (2005), indeks keanekargaman dapat
dirumuskan sebagai berikut.
H’ = -∑ pi ln pi
keterangan :
H : Keanekaragaman Jenis
Pi : Kepentingan spesies per kepentingan total spesies.
Indeks Keanekaragaman Shannon dan Wiener (H’) terbesar untuk
Mollusca adalah pada zona lempeng berpasir sebesar 2,346655866, sedangkan
nilai keanekaragaman terkecil adalah pada zona batu berlempeng sebesar
1,32747914. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H) pada kedua zona tesebut
berkisar 1,32747914 (zona batu berlempeng) - 2,346655866 (zona lempeng
berpasir). Tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman jenis dapat disebabkan
oleh berbagai faktor. Faktor tersebut antara lain jumlah jenis atau individu yang
didapat, adanya beberapa jenis yang ditemukan didalam jumlah yang lebih
melimpah daripada jenis lainnya, kondisi homogenitas substrat, kondisi habitat.
Secara umum, nilai indeks keanekaragaman jenis pada lokasi penelitian termasuk
30
rendah sampai sedang. Berpedoman pada Daget (1976), bahwa jika H kurang dari
1,0 maka nilai keanekaragaman jenisnya termasuk dalam kategori rendah dan jika
H diantara 1,0-2,0 maka nilai keanekaragaman jenisnya termasuk dalam kategori
sedang.
Indeks Kemerataan (E)
Menurut Insafitri (2010), untuk mengetahui keseimbangan komunitas
digunakan indeks keseragaman, yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar
spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip jumlah individu antar spesies
(semakin merata penyebarannya) maka semakin besar derajat keseimbangan.
Rumus indeks kemerataan (E) diperoleh dari :
E = H'/ln S
keterangan :
H’ : Indeks keanekaragaman
S : Jumlah spesies
E : Indeks Keseragaman Evenness
Nilai indeks kemerataan jenis (E) berkisar anatara 0,48093076 (zona batu
beralga) - 0.689949921(zona lempeng berpasir). Suatu komunitas dikatakan stabil
bila mempunyai nilai indeks kemerataan jenis mendekati angka 1 dan sebaliknya.
Semakin kecil nilai indeks kemerataan jenis mengindikasikan bahwa penyebaran
jenis tidak merata, dan sebaliknya dikatakan tersebar merata apabila dilakukan
transek pada disembarang titik maka peluang mendapatkan hasil yang sama
adalah besar. Sebaran fauna merata apabila mempunyai nilai indeks kemerataan
jenis yang berkisar antara 0.6-0,8 (Odum, 1963). Penyebaran jenis berkaitan erat
dengan dominansi jenis, bila nilai indeks kemerataan jenis kecil (kurang dari 0,5)
menggambarkan bahwa ada beberapa jenis yang ditemukan dalam jumlah yang
lebih banyak dibanding dengan jenis yang lain. Secara umum, nilai indeks
31
kemerataan jenis pada kedua zona tersebut kurang dari 1, sehingga dapat
dikatakan komunitas berada dalam kondisi yang kurang stabil.
Indeks Kekayaan (R)
Indeks kekayaan (R) hewan epifauna tanah lahan di hitung dengan indeks
Margalef (R) mengikuti Ludwig & Reynolds (1988) dengan formula sebagai
berikut:
R= S-1/ ln (N)
Nilai indeks kekayaan jenis (R) pada masing-masing zona berkisara antara
2,11392985 (zona berlempeng ) – 4,517137525 (zona lempeng berpasir). Dilihat
dari jumlah jenis moluska yang ditemukan pada masing-masing zona, zona
lempeng memilki jumlah paling sedikit yaitu 15 jenis. Sedangkan jumlah jenis
terbanyak terdapat pada zona batu beralga yaitu sebanyak 32 jenis. Ada
kecenderungan bahwa semakin banyak jumlah jenisnya, maka semakin kecil nilai
indeks kekayaan jenisnya. Nilai indeks kekayaan jenis suatu zona akan tinggi
apabila jumlah jenis seluruhnya ada yang tinggi. Apabila jumlah jenis hampir
sama, maka kekayaan jenis akan tinggi pada zona yang memilki jumlah yang
lebih sedikit (Krebbs, 1989). Berpedoman pada daget (1976), dimana nilainya
berkisar pada angka 50,0 maka dapat dikatakan bahwa pada pantai Pancur
memilikinilai kekayaan jenis moluska dalam kategori sedang.
Dilihat dari ketiga indeks tersebut, jika dikaitkan dengan kondisi habitat
terlihat adanya korelasi anatara komposisi jenis moluska dengan kondisi
lingkungan abiotiknya. Pemanfaatan Pantai Pancur sebagai tempat wisata menjadi
salah satu faktor yang berperan penting bagi keberadaan moluska. Sehingga
kondisi pantai menjadi ekstrim, yaitu karena pengaruh alam maupun karena
pengaruh manusia, yaitu berupa sampah atau bahan pencemar.
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian lain, hasil penelitian ini
termasuk sedang, jika dibandingkan dengan penelitian yang lainnya. Penelitian
Dody (1996) di pulau Fair, Maluku Tenggara mendapatkan 58 jenis. Penelitian
32
Pelu (2000) diteluk Saleh Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat menemukan 56
jenis. Penelitian di muara Sungai Cisadane, Banten ditemukan 19 jenis
(Cappenberg, 2004). Penelitian Cappenberg dan Panggabean (2005) di Kepulauan
Seribu, Teluk Jakarta menemukan 23 jenis. Penelitian Kanjeran, Jawa timur.
Penelitian di Teluk Gilimanuk, Bali ditemukan 35 jenis (Cappenberg dkk., 2006)
dan penelitian lainnya di Sulawesi Utara (Cappenberg, 2002) diemukan 73 jenis.
33
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari hasil yang telah diperoleh, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Indeks keanekaragaman pada tiap zona antara lain, zona batu
berlempeng:1,32747914; zona batu beralga: 1,68157804; zona lempeng
berpasir: 2,346655; zona batu kecil: 1,947330.
Indeks kemerataan pada tiap zona antara lain, zona batu berlempeng:
0,4901; zona batu beralga: 0,480930; zona lempeng berpasir: 0,68994;
zona batu kecil: 0,66135.
Indeks kekayaan pada tiap zona antara lain, zona batu berlempeng:
2,1139; zona batu beralga: 4,48650; zona lempeng berpasir: 4,5171; zona
batu kecil: 2,864.
2. Zona yang memiliki indeks keanekaragaman tertinggi pada zona lempeng
berpasir yaitu 2,346655866, untuk indeks kemerataan tertinggi adalah
pada zona lempeng berpasir yaitu 0,689949921, sedangkan indeks
kekayaan tertinggi adalah pada zona lempeng berpasir yaitu 4,517137525
.
3. Pola penyebaran jenis di daerah Pantai Pancur ini termasuk penyebaran
kelompok. Pola penyebaran berkelompok dipengaruhi oleh faktor abiotik
yang berpengaruh terhadap nilai H,E,R,D.
34
4. Spesies Moluska yang dominan pada tiap zona antara lain, Zona batu
berlempeng : Austrocochleq contricta sebanyak 329 spesies dengan nilai
dominansi sebesar 43,75%. Zona batu beralga: Clypeomorus moniliferus
sebanyak 795 spesies dengan nilai dominasi sebesar 63,4984026%. Zona
lempeng berpasir: Austrocochlea contricta sebesar 208 dengan nilai
dominansi sebesar 33,656958%. Zona batu kecil: Cymatium
parthenopeum sebanyak 151 dengan dominansi sebesar 28,17164179%.
6.2 Saran
Penelitian mengenai keanekaragaman, kemerataan dan kekayaan Moluska
di Pantai Pancur, Taman Nasional Alas Purwo, Banyuwangi lebih dikembangkan
lagi karena wilayah ini berpotensi untuk pengembangan kekayaan laut khususnya
untuk daerah Taman Nasional.
Dalam melakukan penelitian hendaklah dilakukan dengan sabar, teliti dan
tekun dan dalam penelitian faktor eksternal agar selalu diperhatikan agar hasil
penelitian lebih akurat, Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, hendaknya
didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai.
35
DAFTAR RUJUKAN
Andreas, Edy. 2008. Alas Purwo, (Online), (http://fmipa.unesa.ac.id/wp-content/uploads/2010/12/Alas-Purwo-1.pdf ), diaskes 23 April 2014.
Cappenberg H.A.W. 2002. Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Padang Lamun Perairan Sulut, Perairan Sulawesi dan Sekitarnya; 83-92
Cappenberg H.A.W. 2005. Moluska di Perairan Terumbu Gugus Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Teluk Jakarta. Oseonologi dan Limnologi di Indonesia 37:69-80.
Cappenberg H.A.W. 2006. Komunitas Moluska di Perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat. Oseonologi dan Limnologi di Indonesia 40:53-64
Cappenberg, H.A.W. 2000. Moluska dalam Penelitian Sumberdaya Kelautan Kawasan Pengembangan dan Pengelolaan Wilayah Lut Sulut Bidang Biologi Laut. Proyek Pengembangan dan Penerapan Iptek Kelautan, P3o LIPI, Jakarta: 102 hal.
Daget, J. 1976. Les Modeles Mathematiques en Ecologie. Masson, Coll. Ecoll. 8 :172.
Dharmawan, A. dkk. 2005. Ekologi Hewan. UM Press. Malang.
Dody, S. 1996. Komunitas Moluska di Pulau Fair, Maluku Tengah. Perairan Maluku dan Sekitarnya, 11:1-8
Insafitri.2010.Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominansi Bivalvia di Area Buangan Lumpur Lapindo Muara Sungai Porong. Jurnal Kelautan.ISSN:1907-9931,3(1).55-59h
Ludwig, JA. & JF. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer on Methods and Computing. J. Wiley & Sons. (XI + 337) hal.
Odum, E.P. 1993. Ecology. The University of Georgia, Georgia: 152 pp
Pelu, U. 2001. Penelitian Fauna Moluska di Pantai Teluk Saleh, Sumbawa, NTB Dalam : Takaendengan, K. 2001. Penelitian Potensi Sumber Daya Kelautan Pesisir Pulau Sumbawa dan Sekitarnya (eds). Proyek Pengembangan dan Pemanfaatan Potensi Kelautan Kawasan Timur Indonesia TA 200. P3o LIPI. Jakarta: 41-47.
Purwahyuni, Dian Sri. 2001. Keanekaragaman Serangga Tanah di Padang Rumput Sadengan, Hutan Heterogen dan Hutan Homogen Rowo Bado Taman Nasional Alas Purwo. Malang: skripsi tidak diterbitkan.
Romimohtarto, K. dan Sri Juwana. 2001. Biologi Laut.Jakarta: Djambatan
Soejipta. 1993. Dasar-Dasar Ekologi Hewan. Yogyakarta: Depdikbud Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Vicky. 2010. Taman Nasional Alas Purwo, (Online), (http://vickylaros.student.umm.ac.id/download-as-pdf/umm_blog_article_36.pdf), diaskes 24 April 2014.
Wilhm, J. L., and T.C. Doris. 1986. Biologycal Parameter for water quality Criteria. Bio.Science: 18.
Yuniarti, N. 2012. Keanekaragaman Dan Distribusi Bivalvia Dan Gantropoda (Moluska) Di Pesisir Glayem Juntinyuat, Indramayu, Jawa Barat. Bogor: IPB.