-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
1
MODUL 1 PENGAWASAN PARTISIPATIF
(Urgensi, Profil, dan Kode Etik Relawan)
A. POKOK BAHASAN Pengawasan Partisipatif: Urgensi, Profil Sejuta
Relawan, dan Kode Etik Relawan
B. DESKRIPSI SINGKAT Pokok bahasan ini disampaikan dengan maksud
untuk memberikan pengertian tentang pentingnya keterlibatan
(partisipasi) masyarakat dalam pengawasan Pemilu untuk mewujudkan
Pemilu yang berkualitas & berintegritas. Uraian ini diikuti
dengan penjelasan tentang profil gerakan sejuta relawan, serta
dilengkapi dengan kode etik yang menjadi pedoman perilaku relawan
pengawas pemilu.
C. SUB POKOK BAHASAN 1. Pentingnya Pengawasan Partisipatif 2.
Profil Gerakan Sejuta Relawan 3. Kode Etik dan Mekanisme
Penegakannya
D. HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti sesi ini, peserta diharapkan dapat memahami
arti penting keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pemilu
melalui wadah gerakan sejuta relawan, serta memiliki kemauan untuk
terlibat dalam gerakan sejuta relawan pengawasan pemilu.
E. INDIKATOR HASIL BELAJAR Setelah mengikuti pembelajaran ini
peserta dapat: 1. Menjelaskan arti penting dan pengertian
pengawasan partisipatif
2. Menjelaskan profil gerakan sejuta relawan.
3. Menjelaskan kode etik dan mekanisme penegakan kode etik
relawan.
F. METODE
1. Brainstroming 2. Ceramah 3. Simulasi Kelompok (game) 4.
Pembulatan
G. BAHAN/ALAT BANTU
1. Naskah Pegangan 2. Kertas Plano 3. LCD proyektor
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
2
4. Spidol 5. Metaplan 6. HVS
H. WAKTU
120 menit
I. BAHAN RUJUKAN 1. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik,
Jakarta: Grasindo, 2010, hlm. 232-
233
2. Junaidi Indrawadi, Dosen FISIP Universitas Negeri Padang,
Makalah untuk FGD JPPR Kota Padang, dipresentasikan tanggal, 9
September 2009
3.
http://aceproject.org/electoral-advice/election-observation/observation-monitoring
4. Buku Bersama Masyarakat Mengawal Pemlu, diterbitkan oleh JPPR,
2012
J. PROSES PEMBELAJARAN
1. Fasilitator memulai pembelajaran ini dengan memperkenalkan
diri kepada peserta. Kemudian diikuti dengan perkenalan antar
sesama peserta, dengan menyebutkan nama, pekerjaan atau aktifitas
sehari-hari, hobby, dll. (15 menit)
2. Kemudian fasilitator menjelaskan tujuan pembelajaran yaitu
setelah mengikuti pembelajaran ini peserta dapat:
a. Menjelaskan arti penting dan pengertian pengawasan
partisipatif
b. Menjelaskan profil gerakan sejuta relawan.
c. Menjelaskan kode etik dan mekanisme penegakan kode etik
relawan. (5 menit)
3. Fasilitator menayangkan video Deklarasi pembentukan sejuta
relawan. (5 menit)
4. Fasilitator meminta kesan dan tanggapan dari paling banyak 4
peserta terhadap tayangan video tersebut. (15 menit)
5. Fasilitator mempersilahkan narasumber untuk menjelaskan
materi tentang urgensi pengawasan partisipatif, profil gerakan
sejuta relawan, dan kode etik serta mekanisme penegakannya, dengan
menayangkan slide power-point. (20 menit)
6. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
mengajukan pertanyaan untuk kemudian dijawab oleh narasumber. (20
menit)
7. Fasilitator membagi peserta ke dalam 2 (dua) kelompok dengan
cara berhitung 1-2, 1-2. Peserta yang mendapatkan angka satu
berkumpul menjadi kelompok satu. Peserta yang mendapatkan angka 2
berkumpul menjadi kelompok 2.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
3
8. Selanjutnya Fasilitator meminta masing-masing kelompok untuk
mendiskusikan:
a. apa tantangan dan hambatan Panwaslu dalam membangun
pengawasan partisipatif.
b. apa rekomendasi solusinya? (20 menit)
9. Fasilitator meminta perwakilan dari kelompok 1 untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya (5 menit), dan
dilanjutkan presentasi dari kelompok 2 (5 menit).
10. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk
menanggapi presentasi dari kedua kelompok, dan jika diperlukan maka
dijawab oleh perwakilan kelompok 1 dan kelompok 2. (10 menit)
11. Fasilitator menyampaikan kepada peserta bahwa sesudah
pembelajaran ini akan dilanjutkan dengan materi Modul 2 (dua) yaitu
Mekanisme Kerja Relawan. (3 menit)
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
4
NASKAH PEGANGAN 1 PENGAWASAN PARTISIPATIF (Urgensi, Profil, dan
Kode Etik)
I. URGENSI PENGAWASAN PARTISIPATIF A. Partisipasi Politik Dalam
Pemilu
Konsensus negara demokrasi telah memastikan terselenggaranya
Pemilihan
Umum (Pemilu) sebagai salah satu indikator yang mutlak harus
dijalankan. Dan
bagi Indonesia, Pemilu sudah menjadi bagian integral historis
daripada
pelaksanaan sistem ketatanegaraan. Satu dekade setelah
proklamasi 1945,
tepatnya tahun 1955 Indonesia sudah melangsungkan Pemilu pertama
yang
demokratis. Kemudian berlanjut pada Pemilu pada era Orde Baru
tahun 1971,
1977, 1982, 1987, 1992, 1997. Selanjutnya pada masa reformasi
telah
berlangsung tiga kali Pemilu, yakni tahun 1999, 2004, dan 2009.
Sehingga istilah
Pemilu sudah sangat familiar bagi penduduk di republik ini, dan
tentu saja, sudah
diserap sebagai pengetahuan dasar bagi hak politik rakyat
Indonesia.
Arti pentingnya penyelenggaraan Pemilu bahkan telah direspon
dalam kerangka
konstitusional. Perubahan ketiga UUD 1945 telah menambah
(addendum) dasar
penyelenggaraan Pemilu pada Bab VII B sebagai bahasan
tersendiri. Pasal 22-E
menyatakan; Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas,
rahasia, jujur dan adil (Luber, Jurdil) setiap lima tahun
sekali. Sehingga tidak ada
alasan konstitusional yang akan menunda bahkan menghapus
penyelenggaraan
Pemilu di Indonesia.
Dalam kerangka pentingnya Pemilu tersebut terselip problem
mendasar tentang
issu partisipasi politik rakyat. Hal ini mengingat partisipasi
rakyat pada Pemilu
merupakan bagian integral dari penyelenggaraan Pemilu sesuai
asasnya yang
bersifat langsung. Sehingga menjadi sangat substansial terkait
pentingnya
partisipasi politik rakyat dalam proses penyelenggaraan Pemilu.
Menurut Prof.
Ramlan Surbakti, sejatinya Pemilu adalah sarana konversi suara
rakyat.1 Atas
dasar suara rakyat itulah Pemilu menghasilkan pejabat legislatif
(DPR, DPD,
DPRD) dan eksekutif (Presiden-Wakil Presiden dan kepala daerah).
Dengan
demikian untuk menjamin hasil yang baik dan berkualitas maka
proses
penyelenggaraannya pun harus memenuhi derajat yang berkualitas
pula.
1 Selain itu, Pemilu juga dikatakan sebagai mekanisme pemindahan
konflik kepentingan dan sarana memobilisasikan dan/atau menggalang
dukungan rakyat. Lihat selengkapnya dalam buku, Ramlan Surbakti,
Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Grasindo, 2010, hlm. 232-233.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
5
Sehingga setiap tahapan Pemilu harus diupayakan dan dipastikan
secara jujur
dan adil demi menyelamatkan suara rakyat. Dari sanalah
legitimasi proses dan
hasilnya dapat diukur. Bisa dipastikan secara etis, bahwa setiap
tahapan Pemilu
harus mencerminkan adanya proses partisipasi politik rakyat yang
sebenarnya.
Dalam prakteknya, , Pemilu memiliki banyak kendala dan batasan
untuk
mendorong proses partisipasi rakyat. Diantaranya batasan
peraturan, akses
pengetahuan, pemetaan stakeholder, penjadwalan/waktu, anggaran,
dan teritori.
Sejumlah batasan tersebut jika tidak mampu diatasi, justru
menjadi kontra
produktif untuk mendorong partisipasi politik rakyat. Sehingga
menjadi urgen
melakukan berbagai cara mendorong penguatan partisipasi rakyat.
Faktanya,
partisipasi rakyat dalam Pemilu selama ini hanya sekedar
dimaknai secara
terbatas yakni cukup dengan hanya memberikan hak pilihnya pada
hari
pemungutan suara di TPS.
Memang benar, dalam penyelenggaraan Pemilu stakeholder yang
memainkan
peran utama adalah peserta Pemilu, panitia/penyelenggara Pemilu,
peran
pemerintah, dan para pemodal. Yang terakhir perlu disebutkan
karena terkait
dengan maraknya fenomena politik uang dalam Pemilu. Mereka
inilah yang
dengan sadar memiliki kepentingan secara langsung atas hasil
Pemilu dan
memiliki kemampuan yang dominan untuk mempengaruhi proses
Pemilu.
Kemudian ada juga kelompok lain yang memiliki peranan penting
pada Pemilu
yaitu media massa, lembaga peradilan, pemantau, tokoh publik dan
berikutnya
adalah kelompok lembaga survey. Kelompok-kelompok ini dinilai
cukup berperan
secara independen atas proses atau hasil Pemilu, namun dapat
dikategorikan
sebagai faktor ikutan saja.
Di luar yang sudah disebutkan tadi, ternyata ada kelompok lain
dalam bidang
kepemiluan yang dikenal dengan sebutan Pemilih. Hak
konstitusionalnya terjamin
dalam sistem kepemiluan. kelompok yang serupa dengan konstituen
namun
dalam bentuk lain, meski secara praktek keduanya tidak lebih
dari sekadar pihak
yang seringkali dimobilisir pada Pemilu.
Dalam perspektif kepemiluan, pemilih masuk pada stakeholder yang
penting.
Junlahnya menjadi bagian terbesar dari stake holder pemilu yang
lain. Dan
karenanya pelayanan yang baik kepada mereka dinilai sudah
mewakili capain
substantif dari penyelenggaraan Pemilu. Menjadi nampak logis
jika pada Pemilu
era reformasi selalu dikampanyekan pentingnya pemilih yang
aktif, kritis dan
rasional. Hal ini respon dari praktek Pemilu era Orde Baru yang
mereduksi peran
partisipasi politik. Salah satu rekomendasi dari pelaksanaan
Pemilu jurdil selain
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
6
diarahkan kepada terbebasnya kepentingan penguasa atas hasil
Pemilu,
perbaikan atas sistem Pemilu, perlunya penyelenggara yang
independen juga
diarahkan kepada upaya mendorong keterlibatan masyarakat pemilih
untuk lebih
aktif, kritis dan rasional dalam menyuarakan kepentingan
politiknya.
B. Ruang Ekspresi Masyarakat Menyoal pentingnya partisipasi
masyarakat dalam Pemilu, sama pentingnya
dengan upaya memperdalam proses demokrasi di tingkat akar
rumput. Jika
prasyarat standar demokrasi adalah terlaksananya Pemilu, maka
partisipasi
adalah salah satu indikator kualitas demokrasi. Adagium yang
terkenal dalam
demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan
partisipasi
merupakan pengejawantahan pikiran demokratis tersebut.
Persoalan partisipasi politik rakyat pada Pemilu menjadi problem
ketika
dihadapkan dengan tantangan memperdalam makna demokrasi.
Bagaimana
posisi partisipasi rakyat pada Pemilu menjadi bernilai
demokratis. Mengingat
semua pihak sejatinya telah bersepakat tentang pentingnya
partisipasi politik
rakyat pada Pemilu. Namun implementasi peran tersebut tereduksi
secara
signifikan hanya menjadi persoalan di tingkat elit politik dan
penyelenggara
Pemilu. Kasus yang paling nyata terkait tidak terjaminnya
partisipasi politik rakyat
adalah kegagalan elit negara pada Pemilu untuk melindungi hak
pilih politik
rakyat. Bisa dirujuk pada kekacauan daftar pemilih tetap (DPT)
pada Pilkada dan
Pemilu. Sehingga menjadi lebih berat untuk memotret ruang
partisipasi politik
rakyat yang lainnya. Dimanakah peran partisipasi politik rakyat
yang lebih
implementatif? Problem apa saja yang menjadi hambatan membangun
partisipasi
politik rakyat pada Pemilu?
Secara fungsional stakeholder yang berpengaruh pada Pemilu
terbagi kedalam
kelompok pelaksana, kelompok pengawas, kelompok politik dan
kelompok
birokrasi. Kelompok pelaksana yang terdiri KPU, KPU Propinsi,
KPU
Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS berangkat dari basis
rekrutmen terbuka
yang harus memenuhi persyaratan UU. Kelompok pengawas terdiri
dari Bawaslu,
Panwas Propinsi, Panwas Kabupaten/Kota, Panwas kecamatan,
Pengawas
Pemilu Lapangan juga dihasilkan melalui proses seleksi
berdasarkan perintah
UU.
Untuk kelompok politik bisa dinisbatkan kepada parpol yang
melakukan
pencalonan, calon Kepala Daerah, dan tim kampanye. Mereka adalah
pihak yang
aktif untuk melakukan pemenangan pilkada, mengingat statusnya
sebagai
peserta. Parpol yang berhak melakukan pencalonan adalah hasil
seleksi Pemilu.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
7
Calon Kepala Daerah yang berhak ikut Pilkada adalah personal
yang terseleksi
secara politik di tingkat parpol dan administratif di tingkat
KPUD. Sementara tim
kampanye, merupakan kelompok terpilih dari masyarakat untuk
berjuang
memenangkan kandidatnya.
Kelompok birokrasi merujuk kepada tim kesekretariatan yang
mendukung kinerja
baik pelaksana Pilkada atau pengawas Pilkada. Mereka adalah PNS
yang jelas-
jelas hasil seleksi dari masyarakat untuk mengabdi kepada negara
sebagai
birokrat. Bisa dikatakan, dengan komposisi stakeholder yang
berpengaruh pada
Pemilu adalah kelompok sosial yang secara selektif merupakan
puncak piramida
dari struktur masyarakat. Merekalah yang sejatinya melayani
masyarakat pemilih
untuk terjamin memberikan hak suaranya secara komplit dan
menyeluruh.
Dari gambaran yang demikian itu maka masih terdapat mayoritas
masyarakat
yang perlu menemukan ruang ekpresinya untuk merespon Pemilu.
Salah satunya
dengan mendorong fungsi pemantauan oleh masyarakat.
C. Basis Pengawasan Pemilu Pengawasan terhadap penyelenggaraan
Pemilu merupakan suatu kehendak
yang didasari keprihatinan luhur (ultimate concern), demi
tercapainya Pemilu
yang berkualitas. Kontribusi utama pengawasan Pemilu, di samping
untuk
mendorong terwujudnya pelaksanaan Pemilu yang berkualitas secara
teknis, juga
merupakan bagian yang signifikan bagi keberlanjutan
demokratisasi di tengah-
tengah bangsa yang terus bangkit dari krisis dimensional ini.
Dengan demikian,
pengawasan Pemilu merupakan proses sadar, sengaja dan terencana
dari
hakekat filosofi demokratisasi. Suatu Pemilu yang dijalankan
tanpa mekanisme
dan iklim pengawasan yang bebas dan mandiri, akan menjadikan
Pemilu menjadi
proses pembentukan kekuasaan yang sarat dipenuhi segala
kecurangan. Dalam
situasi yang demikian itu, Pemilu telah kehilangan legitimasinya
dan
pemerintahan yang dihasilkan sesungguhnya juga tidak memiliki
legitimasi.
Berangkat dari pemahaman inilah yang menjadikan pengawasan itu
merupakan
suatu kebutuhan dasar (basic an obejective needs) dari tiap-tiap
Pemilu, baik
nasional maupun Pemilukada. Pengawasan, merupakan keharusan,
bahkan
merupakan elemen yang melekat pada tiap-tiap Pemilu.2
Merunut kembali sejarah Pemilu 1955, Pemilu di era rezim Orde
Baru, Pemilu di
masa reformasi, dan Pemilukada di berbagai daerah, sebenarnya
bisa diambil
2 Junaidi Indrawadi, Dosen FISIP Universitas Negeri Padang,
Makalah untuk FGD JPPR Kota Padang, dipresentasikan tanggal, 9
September 2009.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
8
beberapa pelajaran penting tentang pengawasan pemilu. Salah
satunya adalah
isu tentang pengawasan ternyata dependen atas zeit-geist atau
semangat
zamannya.
Pemilu 1955 berlangsung pada nuansa dan suasana kepartaian yang
ideologis
dan partisipatif. Semangat kontestasi yang dibuktikan lebih dari
100 peserta
Pemilu membuat setiap kontestan saling mengawasi pelaksanaan
Pemilu.
Sementara Pemilu di masa rezim kleptokratik Orde Baru berada
pada semangat
zaman yang represif-totaliter. Deparpolisasi dan anti
partisipasi masyarakat
sangat mendominasi penyelenggaraan Pemilu di masa itu.
Apalagi
penyelenggara pemilu masa Orde Baru melekat pada pemerintah
melalui Menteri
Dalam Negeri. Sehingga menjadi logis, isu pengawasan melekat
pada domain
rezim pemerintah. Karena sejatinya Pemerintah Orde Baru tidak
ingin Pemilu
diawasi oleh rakyat yang dalam konstitusi diakui sebagai pemilik
sah kedaulatan
sejati.
Kemudian pada Pemilu 1997 menjadi akhir dari Pemilu rezim Orde
Baru.
Semangat reformasi mengkristal dengan adanya keinginan untuk
terlaksananya
Pemilu yang jujur dan adil. Sehingga pelaksanaan Pemilu 1999,
2004, 2009 isu
pengawasan Pemilu menjadi instrumen yang dikembangkan secara
sistematis,
misalnya melalui pelembagaan Pengawas Pemilu dan membuka ruang
bagi
kelompok pemantau.
Dari berbagai pengalaman penyelenggaraan Pemilu ke Pemilu di
Indonesia,
dapat dikatakan juga adanya bermacam-macam model dan bentuk
pengawasan
Pemilu. Di antaranya adalah pengawasan berbasis kontestan,
pengawasan
berbasis pemerintah, pengawasan berbasis lembaga penyelenggara,
dan
pengawasan berbasis pemantau atau masyarakat.3 Masing-masing
mempunyai
konsekuensi logis tersendiri sesuai konteks dan semangat
zamannya.
3 Menurut The Electoral Knowledge Network dalam situs
jejaringnya, bahwa perbedaan antara pengamat, pemantau dan pengawas
Pemilu terletak pada madat yang dimiliki. Selengakapnya dijelaskan,
The most widely accepted distinctions between election observation,
election monitoring and election supervision refer to the role and
the mandate of the different missions in terms of the level of
intervention in the electoral process: observers having the
smallest mandate, monitors having slightly more extended powers,
while supervisors are those with the most extensive mandate. The
mandate of election observers is to gather information and make an
informed judgement without interfering in the process. The mandate
of election monitors is to observe the electoral process and to
intervene if laws are being violated. The mandate of election
supervisors is to certify the validity of the electoral process.
Different organisations use different definitions for these terms
and in some cases the terms observation and monitoring are used
interchangeably without any explicit distinction being made between
the two.
(Perbedaan yang paling banyak diterima antara pemantauan pemilu,
pemantau pemilu dan pengawasan pemilu merujuk pada peran dan mandat
misi berbeda dalam hal tingkat intervensi dalam proses pemilihan:
pengamat memiliki mandat terkecil, monitor memiliki kekuatan
sedikit lebih luas, sementara supervisor adalah mereka dengan
mandat paling luas. Mandat pemantau pemilihan adalah untuk
mengumpulkan informasi dan membuat keputusan penilaian tanpa campur
tangan dalam proses. Mandat pemantau Pemilu adalah untuk mengamati
proses pemilu dan untuk campur tangan jika hukum dilanggar.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
9
II. PROFIL SEJUTA RELAWAN
a. Apakah Gerakan Sejuta RelawanSesuai amanat konstitusi, pemilu
merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat, sekaligus sarana
aktualisasi partisipasi pemegang kedaulatan dalam penentuan jabatan
publik. Sebagai pemegang kedaulatan, posisi rakyat dalam pemilu
bukanlah obyek untuk dieksploitasi dukungannya, melainkan harus
ditempatkan sebagai subyek, termasuk dalam mengawal integritas
pemilu, salah satunya melalui pengawasan pemilu.
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu adalah sebuah gerakan
pengawalan Pemilu 2014 oleh masyarakat di seluruh Indonesia.
Gerakan ini merupakan terobosan dan implementasi dari program
pengawasan partisipatif. Gerakan ini hendak mentransformasikan
gerakan moral (moral force) menjadi gerakan sosial (social
movement). Pengawalan Pemilu merupakan kewajiban semua pihak. Namun
pada tataran implementasinya, kekuatan masyarakat yang tidak
terlembaga, relatif kesulitan untuk mengawali langkah tersebut.
Ketika masyarakat akan melangkah pada tataran partisipasinya
melalui pengawasan, maka dibutuhkan pengetahuan (knowledge) dan
kemampuan (skill) terkait Pemilu dan teknis pengawasan. Karena itu,
gerakan ini didesain untuk menciptakan relawan yang memiliki
pengetahuan yang memadai tentang kepemiluan dan skill teknis
pengawasan. Sedangkan istilah Sejuta Relawan itu sendiri,
dimaksudkan untuk menyampaikan pesan kepada seluruh stake-holder
Pemilu dan masyarakat, betapa besar dan berpengaruhnya gerakan ini.
Dengan demikian, diharapkan masyarakat akan terpicu dan peduli
terhadap gerakan ini. Istilah Sejuta Relawan bukanlah menunjukkan
jumlah, namun betapa besar dan massifnya gerakan ini. Siapapun,
terutama mereka yang mempunyai jiwa sosial dan pengabdian kepada
masyarakat, negara, dan bangsanya diharapkan mendedikasikan dirinya
menjadi relawan, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai
potensi dan kemampuan. Sedangkan defenisi Relawan Pengawas Pemilu
adalah warga negara Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih pemula
(minimal usia 17 tahun pada hari H pemungutan suara Pemilu 2014)
dari kalangan pelajar (SMA/SMK/MA) dan mahasiswa yang direkrut oleh
jajaran pengawas Pemilu atau mendaftarkan diri secara aktif yang
memenuhi syarat dan ketentuan, diverifikasi faktual untuk melakukan
kegiatan pengawasan di wilayah domisilinya yang berbasis
desa/kelurahan terhadap sebagian tahapan Pemilu berdasarkan
penugasan dari Pokjanas dan koordinasi dengan jajaran pengawas
Pemilu.
Mandat pengawas Pemilu adalah untuk mengesahkan keabsahan proses
pemilihan. Organisasi yang berbeda menggunakan definisi yang
berbeda untuk istilah-istilah ini dan dalam beberapa kasus
pengamatan dan pemantauan istilah yang digunakan secara bergantian
tanpa perbedaan eksplisit yang dibuat di antara keduanya), diakses
dari:
http://aceproject.org/electoral-advice/election-observation/observation-monitoring,
pada tanggal 2 Agustus 2010, pukul: 23.00 Wib.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
10
b. Mengapa Harus Ada Gerakan Sejuta Relawan
1. Tinjauan Filosofis
Pengawasan partisipatif merupakan bagian dari manifestasi
kedaulatan rakyat dan penguatan partisipasi politik masyarakat.
Pada setiap tahapan Pemilu yang sedang berjalan, ada ruang
partisipasi politik masyarakat, kepedulian masyarakat, agar proses
Pemilu berjalan secara jujur, adil, dan sekaligus menciptakan
kepemimpinan yang memiliki legitimasi kuat. Ketika Pemilu hanya
menjadi ajang seremonial politik belaka yang menafikan partisipasi
politik masyarakat, maka tidak ada pembelajaran politik yang baik
bagi proses demokrasi. Pengawasan partisipatif ini merupakan ruang
pembelajaran politik bagi semua pihak, dan sebagai pengawalan hak
dasar warga negara yaitu hak suara agar tidak disalahgunakan. Bagi
masyarakat, dengan dimungkinkannya pengawasan partisipatif, secara
langsung berarti mengikuti dinamika politik yang terjadi dan secara
tidak langsung merupakan ajang untuk belajar tentang
penyelenggaraan kebijakan negara.
2. Tinjauan Operasional Dilihat dari sisi sumber daya manusia
dan sumber dana, institusi pengawasan formal Pemilu (Bawaslu) tidak
mungkin memiliki kemampuan untuk menjangkau seluruh obyek-obyek
masalah, titik rawan, dan potensi pelanggaran Pemilu 2014, sehingga
dibutuhkan partisipasi masyarakat yang sistematis.
Di sisi lain, masyarakat sipil yang terlembaga (Non Government
Organization) yang selama ini fokus terhadap kepemiluan, dan
lembaga-lembaga pendidikan (Sekolah dan Kampus) -- sudah terbangun
jaringannya secara luas. Karena itu, melalui Gerakan Sejuta Relawan
Pengawas Pemilu, peran masyarakat tersebut bisa lebih
dimaksimalkan.
c. Maksud, Tujuan, Dan Target 1. Maksud
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu merupakan upaya untuk
membangun kesadaran masyarakat tentang kepemiluan dan meningkatkan
partisipasi politik segmen pemilih pemula yang jumlahnya sekitar 30
juta melalui pengawasan partisipatif.
2. Tujuan Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu bertujuan untuk
: a) Mendorong kesadaran pemilih pemula (pelajar dan mahasiswa)
akan
pentingnya Pengawasan Partisipatif. b) Mendorong pemangku
kepentingan untuk berperan serta dalam Gerakan
Sejuta Relawan Pengawas Pemilu. c) Mencegah terjadinya politik
pragmatis-transaksional untuk mewujudkan
suasana yang kondusif bagi penyelenggaraan Pemilu yang aman,
damai, tertib dan lancar.
d) Membangkitkan semangat kerelawanan pemilih pemula untuk
berperan aktif dalam Pemilu sebagai agen perubahan.
e) Memberikan keterampilan, pengalaman, dan motivasi kepada
pemilih pemula untuk mengawal proses Pemilu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
11
3. Target a. Terbentuknya Gerakan Sejuta Relawan Pengawas
Pemilu, secara merata di
seluruh propinsi di Indonesia b. Tersusunnya berbagai perangkat
panduan untuk mengoperasionalkan
Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu. c. Terpetakannya
dukungan dari stake-holder masyarakat, sebagai bentuk
partisipasi masyarakat terhadap gerakan ini. d. Adanya hasil
pengawasan yang akurat, baik normatif, kwalitatif maupun
kwantitatif. d. Bagaimana Manajemen Sejuta Relawan
1. Struktur a) Pokjanas
Pokjanas dibentuk Bawaslu dan berkedudukan di tingkat nasional,
berjumlah 20 orang.
b) Pokja Propinsi Pokja Propinsi dibentuk oleh Bawaslu Provinsi
dan berperan sebagai kepanjangan tangan untuk membantu
program-program pokjanas.
c) Pokja Kabupaten/Kota Pokja Kabupaten/Kota dibentuk oleh
Panwas Kabupaten/ Kota.
e. Hasil Yang akan Dicapai
1. Hasil Normatif a) Menumbuhkan kesadaran pemilih dalam
mengamankan hak suaranya melalui
pengawasan partisipatif. b) Mendorong proses Pemilu berlangsung
secara luber dan jurdil.
2. Hasil Kualitatif a) Adanya perasaan takut (deterrence effect)
dari peserta Pemilu untuk
melakukan pelanggaran regulasi Pemilu. b) Adanya sikap kritis
masyarakat terhadap budaya pragmatis-transaksional
dalam Pemilu 2014. c) Adanya sikap kehati-hatian dari para
penyelenggara Pemilu untuk bekerja
sesuai azas Pemilu.
3. Hasil Kuantitatif Diperolehnya sejumlah informasi dan laporan
tentang masalah, dugaan pelanggaran, dan dugaan kecurangan pada
pelaksanaan tahapan kampanye dan pungut-hitung dalam Pemilu
2014.
f. Tugas Relawan
Menjalankan tugas yang meliputi : a) Mencari dan menggali
informasi terkait dugaan pelanggaran Pemilu. b) Memberikan
informasi tersebut kepada PPL atau Panwas Kecamatan.
g. Relasi dengan Struktur Bawaslu
1. Pokjanas Pokjanas adalah sebuah lembaga taktis yang digagas
dan dibentuk Bawaslu dalam rangka menggerakkan pengawasan
partisipatif dalam bentuk Gerakan Sejuta Relawan Pengawas
Pemilu.
2. Sekretariat Provinsi Sekretariat Provinsi adalah struktur
Pokjanas di tingkat provinsi dan merupakan mitra Bawaslu
Provinsi.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
12
3. Sekretariat Kabupaten/Kota Sekretariat Kabupaten/Kota adalah
struktur Pokjanas di tingkat Kabupaten/Kota dan merupakan mitra
Panwaslu Kabupaten/Kota.
4. Relawan Relawan merupakan mitra PPL yang berperan sebagai
pemberi informasi dan atau laporan terkait dugaan pelanggaran
Pemilu.
h. Cakupan Pemantauan
1. Tahapan Pemilu Relawan Pengawas Pemilu ini melakukan kegiatan
pengawasan dalam dua tahapan yaitu : Tahapan Kampanye dan Tahapan
Pungut Hitung
2. Area Pengawasan Relawan Pengawas Pemilu ini melakukan
kegiatan pengawasan di seluruh Indonesia dengan estimasi sebaran
relawan setiap Kabupaten/Kota berjumlah 2.000 orang, sehingga dari
500 Kabupaten/Kota di Indonesia akan ada 1.000.000 orang.
d. MANFAAT GERAKAN SEJUTA RELAWAN
1. Bangsa
a) Pemilu yang berkualitas akan melahirkan pemimpin bangsa yang
amanah dan mendapat legitimasi yang kuat dari rakyat.
b) Dengan modal legitimasi dari rakyat tersebut, maka diharapkan
produk kebijakan publiknya mendapat dukungan dari masyarakat.
c) Penggunaan uang negara melalui Pemilu yang berkualitas dapat
digunakan secara efesien dan efektif.
2. Masyarakat a) Terjaminnya suara masyarakat yang disalurkan
lewat Pemilu sebagai hak
konstitusionalnya. b) Partisipasi masyarakat semakin meningkat
tidak hanya dalam pemberian suara,
tapi juga untuk memastikan suaranya tidak disalahgunakan. c)
Masyarakat mendapat kesempatan berpartisipasi aktif untuk
mewujudkan pemilu
berkualitas. d) Pemimpin berkualitas lewat Pemilu dapat
mewujudkan masyarakat yang
sejahtera, adil dan makmur.
III. Kode Perilaku dan Kode Etik Relawan Pengawas Pemilu
1. Penggunaan istilah code of conduct (kode perilaku) dan code
of ethic (kode etik) sering dicampuradukkan, padahal terdapat
perbedaan diantara keduanya. Code of conduct berisi kumpulan aturan
yang berisi apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan, sehingga tiap pelanggaran code of conduct mungkin akan
menimbulkan sanksi. Sedangkan code of ethics (kode etik) berkenaan
dengan harapan atau cita-cita. Etik adalah tujuan ideal yang dicoba
untuk dicapai yaitu untuk sedapat mungkin menjadi figur yang
terbaik. Dengan suatu code of conduct, akan dimungkinkan bagi
relawan maupun masyarakat untuk dapat mengatakan bahwa mereka
mengetahui apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan relawan
pengawas pemilu dalam menjalankan kegiatan pengawasan pemilu.
2. Meskipun code of conduct berbeda dari code of ethics, akan
tetapi code of ethics merupakan sumber nilai dan moralitas yang
akan membimbing hakim menjadi hakim
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
13
yang baik, sebagaimana kemudian dijabarkan ke dalam code of
conduct. Dari kode etik kemudian dirumuskan apa yang boleh dan apa
yang tidak boleh atau tidak layak dilakukan oleh hakim di dalam
maupun di luar kedinasan.
3. Etika adalah kumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak mengenai benar dan salah yang dianut satu golongan atau
masyarakat. Perilaku dapat diartikan sebagai tanggapan atas reaksi
individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) dan ucapan yang sesuai
dengan apa yang dianggap pantas oleh kaidah-kaidah hukum yang
berlaku. Etika berperilaku adalah sikap dan perilaku yang
didasarkan kepada kematangan jiwa yang diselaraskan dengan
norma-norma yang berlaku didalam masyarakat. Implementasi terhadap
kode etik dan pedoman perilaku relawan pengawas pemilu dapat
menimbulkan kepercayaan atau ketidakpercayaan masyarakat kepada
hasil kerja relawan pengawas pemilu.
4. Kode etik relawan pengawas pemilu meliputi: Menjunjung tinggi
Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai demokrasi. Tidak berpihak
Profesional Anti kekerasan Menjunjung tinggi aturan hukum Sukarela
Integritas Jujur Obyektif Kerjasama Transparan. Rendah hati,
menghormati masyarakat dan nilai-nilai setempat. Mengutamakan
pelayanan kepada masyarakat. Tidak memberikan janji-janji muluk dan
meminta pelayanan dari masyarakat. Bekerja dengan senang hati dan
menebarkan optimisme.
5. Sebagai sebuah tata nilai, kode etik wajib diterapkan oleh
relawan pengawas pemilu untuk menjamin terlaksananya pengawasan
pemilu oleh relawan secara professional, berintegritas, dan
bertanggung jawab. Kepatuhan terhadap kode etik ini sangat penting
untuk dipraktekkan oleh relawan pengawas pemilu, meskipun tidak
disertai dengan ancaman sanksi pidana. Kepatuhan ini diharapkan
dapat muncul dari kesadaran, kemauan, dan semangat relawan untuk
turut terlibat dalam membangun demokrasi, sistem pemilu, dan sistem
politik yang sesuai dengan cita-cita bersama sebagaimana tertuang
dalam Pancasila, UUD 1945, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Kesadaran dan kemauan yang muncul dari hati ini yang justru akan
mampu menjadi trigger dan pendorong bagi relawan pengawas pemilu
dalam menjalankan fungsi pengawasan pemilu secara mandiri, jujur,
dan berintegritas.
6. Pelanggaran terhadap kode etik, tidak diancam dengan sanksi
pidana, melainkan hanya sanksi administrasi berupa pencabutan
status dan legalitas sebagai relawan pengawas pemilu. Meskipun
terkesan ringan, namun sanksi administrasi semacam ini dalam
konstruksi sosial yang menjunjung tinggi keluhuran budaya dan etika
akan tetap memiliki dampak psikologis dan sosial yang besar. Karena
pada dasarnya eksistensi individu dalam konstruksi sosial yang
demikian ditentukan oleh keluhuran budi dan integritasnya.
7. Penegakan kode etik dilakukan oleh Pokjanas, dan Pokjada
sesuai tingkatan masing-masing. Pokjanas dan Pokjada melakukan
pemeriksaan terhadap laporan
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
14
dugaan pelanggaran kode etik yang diterima. Dalam melakukan
pemeriksaan laporan ini, Pokjanas dan Pokjada memanggil dan
memeriksa relawan terlapor, serta dapat meminta keterangan dari
saksi dan/atau pihak terkait. Relawan memiliki hak untuk membela
diri. Pokjanas dan Pokjada mengambil keputusan terhadap laporan
dugaan pelanggaran kode etik relawan berdasarkan bukti yang sah,
dan keterangan dari saksi dan/atau pihak terkait.
8. Dalam hal Pokjada menjatuhkan sanksi administrasi, maka dapat
diberikan dalam bentuk: 1).Teguran lisan 2).Teguran tertulis
3).Pencabutan surat keputusan relawan.
9. Dalam hal Pokjada melakukan pemeriksaan atas laporan dugaan
pelanggaran kode etik, Pokjada wajib melaporkannya kepada Pokjanas
dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak diterimanya laporan
pengaduan.
10. Dalam hal Pokjada menjatuhkan sanski administrasi, Pokjada
wajib melaporkannya kepada Pokjanas dalam waktu paling lama 3
(tiga) hari sejak ditetapkannya keputusan.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
15
MODUL 2
MEKANISME KERJA RELAWAN
POKOK BAHASAN
Mekanisme Kerja Relawan
DESKRIPSI SINGKAT
Pokok bahasan ini dimaksudkan untuk memberikan penjelaskan
tentang mekanisme kerja Relawan Pengawas Pemilu (RPP) yang meliputi
: seluruh tahapan pemilu dan titik rawannya yang berfokus pada 4
tahapan (kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara),
target dan teknik pengawasan dan didahului dengan pemaparan tentang
pengalaman relawan Pemantau Pemilu di Pemilu sebelumnya dan Negara
lain.
SUB POKOK BAHASAN
1. Pengalaman pemantauan (pemilu sebelumnya dan negara lain). 2.
Tahapan Pemilu DPR, DPD dan DPRD tahun 2014. 3. Titik rawan. 4.
Target pengawasan. 5. Teknik pengawasan.
HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan :
1. Mengetahui tahapan pemilu terutama yang menjadi focus
pemantauan termasuk titiktitik rawannya.
2. Memahami mekanisme kerjanya relawan pengawas pemilu. 3.
Memahami dan dapat melaksanakan pemantauan dengan menggunakan
dan
mengembangkan teknik pengawasan yang efektif dan efisien.
INDIKATOR HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta :
1. Mengetahui tahapan pemilu dan mapu mengidentifikasi focus
pemantauan. 2. Mengidentifikasi titik rawan. 3. Mampu mengawasi
pemilu dengan menggunakan mekanisme kerja yang
diberikan. 4. Melaksanakan pengawasan pemilu secara efektif dan
efisien.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
16
METODE
1. Ceramah dan presentasi narasumber dengan menggunakan slide
atau makalah atau film untuk menjelaskan tentang tahapan pemilu,
mekanisme kerjanya, focus pematauan dan titik rawannya.
2. Simulasi pemantauan dengan diawali dengan penjelasan tentang
tips dan trik melaksanakan pemantauan secara efektif dan
efisien.
BAHAN/ALAT BANTU
1. OHP Proyektor. 2. 1 Laptop untuk mengoperasikan OHP
Proyektor. 3. 1 Laptop untuk notulensi. 4. Spidol 5 buah. 5. Kertas
Plano. 6. Meta plan berwarna. 7. Peralatan lain yang dianggap perlu
dan diminta oleh fasilitator.
WAKTU
150 menit
BAHAN RUJUKAN
1. Peraturan KPU (PKPU) No. 21 Tahun 2013 (perubahan keenam atas
PKPU No. 7 Tahun 2012) tentang Tahapan, Program dan Jadual
Penyelenggaraan Pemilu Anggota DPRD, DPD dan DPRD Tahun 2014.
2. Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) No. 13 Tahun 2012 tentang Tata
Cara Pengawasan Pemilu.
3. Naskah Pegangan.
PROSES PEMBELAJARAN
1. Fasilitator membuka sesi dengan memperkenalkan dirinya dan
meminta peserta mengenalkan rekan di sebelahnya secara singkat
(nama, pekerjaan, asal lembaga, hobby atau kegemaran) waktu 15
menit.
2. Fasilitator menjelaskan tentang sesi ini dan alurnya dan
memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan masukan
terkait materi sesi ini, hal ini sekaligus untuk assessment
fasilitator terhadap peserta terkait tingkat pemahaman dan
pengalaman kerja mereka sebagai pemantau atau pengawas waktu 15
menit.
3. Fasilitator memperkenalkan narasumber dan memberikan waktu
untuk presentasi selama 30 menit.
4. Fasilitator memandu sesi tanya jawab guna memberikan
kesempatan kepada peserta untuk bertanya tentang materi presentasi
atau dapat juga memberikan sharing pengalaman selama 30 menit.
5. Fasilitator memandu simulasi kerja pemantauan dengan membagi
peserta menjadi 3 kelompok yaitu: peserta pemilu, penyelenggara
pemilu dan stakeholders.
6. Masingmasing kelompok akan bermain peran sebagai pemantau dan
diharapkan merumuskan focus pematauan terhadap masing masing target
yaitu: peserta pemilu (kampanye), penyelenggara pemilu (pungut
hitung) dan stakeholders (kampanye) sesuai dengan focus pemantauan
30 menit.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
17
7. Masingmasing kelompok pesentasi selama 5 menit, kelompok lain
dapat memberi masukan dan komentar waktu 15 menit.
8. Fasilitator memberikan lembar pertanyaan multiple choice yang
berisi pertanyaan tentang materi yang diberikan pada sesi ini untuk
diisi peserta guna mengetahui tingkat pemahaman dan efektifitas
penyampaian materi waktu 15 menit.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
18
NASKAH PEGANGAN 3
MEKANISME KERJA RELAWAN
Rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan sebahagian diantaranya
adalah pemilih
merupakan asset ketika wacana soal partisipasi pemilih mulai
ramai didiskusikan namun melibatkan masyarakat secara langsung
dalam pengawasan pemilu bukanlah perkara mudah. beragamnya
kelompok, jumlah yang banyak secara kuantitatif memang menuntut
adanya suatu model pelibatan yang cocok baik dari sisi peran
masyarakat maupuan dari sisi manfaat bagi kualitas pemilu maupun
hasil dari pemilu itu sendiri. Gerakan Sejuta Relawan Pengawas
Pemilu (GSRPP) dimana berbagai kalangan bergabung dan membentuk
kolaborasi kerja dengan berbagai latar belakang dan kapasitas yang
dimiliki dapat menjadi model yang diharapkan dapat mengisi
kebutuhan tersebut.
Secara struktur GSRPP terdiri atas berbagai elemen : bawaslu
beserta strukturnya hingga kabupaten/kota, organisasi masyarakat
sipil, perguruan tinggi, organisasi masyarakat (ormas) dan lainnya
merupakan jawaban atas pertanyaan bagaimana bentuk partisipasi
masyarakat tersebut dijalankan.
Relawan yang tergabung dalam Gerakan Sejuta Relawan Pengawas
Pemilu mempunyai peran dan posisi penting penting terhadap kualitas
kerja gerakan. Sebagai ujung tombak relawan akan berada di garda
terdepan dalam pelaksanaan pengawasan sehingga posisi dan
keberadaannya akan bersinggungan langsung dengan penyelenggara
pemilu, peserta, pemilih serta masyarakat umum.
Tugas relawan pengawas pemilu yang meliputi : seluruh tahapan
pemilu dan titik rawannya yang berfokus pada 4 tahapan (kampanye,
masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara) jelas beresiko dan
tingkat kesulitan pengawasan pemilu menuntut relawan harus mampu
menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai stakeholders dan
memiliki strategi pengawasan yang akan memandu perencanaan dan
pelaksanaan secara efektif dan efisien serta dapat membantu relawan
mencari jalan keluar ketika menghadapi masalah di lapangan.
Strategi ini diharapkan mampu disusun oleh relawan setelah mereka
mendapatkan penjelasan tentang target dan teknik pengawasan,
sharing pengalaman pemantauan pemilu di Pemilu sebelumnya dan
negara lain.
Agar dapat menyusun strategi pengawasan, langkah pertama yang
dapat dilakukan oleh relawan adalah :
1. Mengetahui seluruh tahapan pemilu. 2. Mengetahui berbagai
titik rawan pada tahapan pemilu yang menjadi focus
pengawasan. 3. Merumuskan target dari pengawasan. 4. Teknik dan
mekanisme pengawasan.
Sebagai ilustrasi terkadang pada kondisi tertentu relawan lebih
baik bekerja secara rahasia dalam menggali informasi namun dalam
keadaan lain pilihan untuk bekerja secara terbuka justru akan lebih
efektif.
Kondisi di Indonesia sebenarnya memberi ruang relative terbuka
bagi siapapun bahkan warga negara asing sekalipun untuk memantau
pemilu namun luasnya wilayah, jumlah peserta pemilu yang banyak dan
beragamnya jenis penyelenggara pemilu serta rumitnya tahapan disisi
lain juga memunculkan kerumitan tersendiri dari sisi kerja
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
19
relawan. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan strategi yang
baik dan terbukti pada praktek pengalaman yang disampaikan oleh
para pemantau pemilu baik di Indonesia maupun yang berasal dari
negara lain.
Untuk itu para relawan harus memperhatikan berbagai titik rawan
berikut yang juga merupakan fokus pengawasan :
1. Tahapan Kampanye Tahapan kampanye merupakan salah satu
tahapan yang sangat rentan terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh
peserta pemilu. Diantaranya adalah:
1) Kampanye diluar jadwal 2) Kampanye di tempat Ibadah dan
fasilitas pendidikan 3) Kampanye menggunakan fasilitas Negara 4)
Kampanye oleh Pejabat Negara tertentu yang dilarang 5) Kampanye
mengunakan isu sara 6) Money Politic (politik uang) 7) Kampanye
Negatif (negative campaign) 8) Kampanye rapat umum
2. Tahapan Masa Tenang
1) Serangan fajar seperti pemberian uang di hari tenang. 2)
Kampanye di masa tenang (termaksud iklan terselubung) 3)
Mengumumkan hasil survey 4) Kampanye Negatif (negative
campaign)
3. Tahapan Pungut Hitung
1) Manipulasi penghitungan Suara 2) Mobilisasi pemilih 3)
Pemilih siluman (Ghost voters) 4) Menghalangi pemilih 5) Intimidasi
pemilih 6) Politik Uang (pra bayar dan pasca bayar) baik kepada
pemilih atau petugas KPPS 7) Pelanggaran administrasi (antara lain:
DPT, DCT tidak ditempel di TPS, terdapat
alat peraga disekitar TPS, saksi, pemantau tidak diperbolehkan
masuk diareal TPS, dll
8) Masalah logistik (segel rusak, kekurangan dan kerusakan
logistic di TPS, kualitas logistik di TPS Sseperti tinta mudah
luntur
9) Sisa surat suara di TPS
Selain berbagai hal diatas pemahaman tentang bagaimana Kelompok
Petugas Pemungutan Suara (KPPS) bekerja juga dapat membantu relawan
mengawasi proses pungut hitung.
Kerjasama dengan struktur pengawas hinngga ke tingkat bawah juga
dapat membantu relawan dalam bekerja sehingga diharapkan hubungan
yang terjalin antara relawan dengan struktur pengawas bukan hanya
dalam soal pelaporan akan tetapi juga dapat dilakukan misalnya
dalam pembagian wilayah pengawasan.
Setelah berbagai faktor diatas satu hal lain yang juga penting
dan jangan dilupakan adalah profile dan latar belakang relawan, hal
ini perlu ditegaskan khusus
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
20
pada pokja di seluruh tingkatan terutama pada pokja
kabupaten/kota yang melakukan pembinaan dan pengawasan secara
langsung para relawan untuk selektif dan menerapkan prinsip ke hati
hatian dalam recruitment para relawan karena hal tersebut dapat
berdampak luas terutama menyangkut perilaku relawan yang negative
misalnya tidak independen dan dapat membawa pokja kedalam situasi
yang sulit.
Untuk itu selain faktor koordianasi dan kapasitas, perilaku dan
hasil kerja relawan juga akan menentukan kualitas dan penilaian
public terhadap GSRPP.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
21
MODUL 3 ALUR LAPORAN DAN
CARA KERJA INSTRUMENT
A. POKOK BAHASAN Laporan Dan Cara Kerja Instrument
B. DESKRIPSI SINGKAT Pada Materi 3 ini disampaikan perihal
teknis ketrampilan bagi relawan dalam menyampaikan dan mengisi form
laporan atau jurnal laporan berkala. Disampaikan pula tentang
bagaimana bekerjanya pelaporan yang disampaikan oleh para relawan
dalam alur kerja yang telah dirumuskan oleh Pokjanas Gerakan Sejuta
Relawan.
C. SUB POKOK BAHASAN 1. Mengintrodusir bentuk & tujuan
instrumen pemantauan 2. Memahami alur & proses bekerjanya
jurnal 3. Cara mengisi jurnal
D. HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta memahami instrumen
laporan dalam bentuk jurnal dan mampu mengisi jurnal secara
berkala.
E. INDIKATOR HASIL BELAJAR Setelah mengikuti pembelajaran ini
peserta dapat: 1. Mengetahui alur bekerjanya Jurnal 2. Menyusun
laporan hasil pemantauan 3. Menuangkan hasil pengawasan ke dalam
Jurnal Laporan
F. METODE
1. Presentasi 2. Diskusi kelompok 3. Simulasi
G. BAHAN/ALAT BANTU
1. Powerpoint presentasi 2. Bahan bacaan (Bagan alur). 3. Kertas
kerja (Bahan Studi Kasus)4. Instrumen Pengawasan (Jurnal) 5. LCD
projector 6. Kertas Plano 7. Spidol
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
22
H. WAKTU 120 Menit
I. BAHAN RUJUKAN
1. UU Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggara Pemilu 2. UU
Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi
dan DPRD Kab/Kota 3. Peraturan KPU tentang jadwal tahapan Pemilu
4. Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 13 Tahun 2012 tentang Tata
Cara
Pengawasan Pemilu 5. Buku Panduan Gerakan Sejuta Relawan 6.
Jurnal Laporan
J. PROSES PEMBELAJARAN 1. Fasilitator memulai sesi dengan
melakukan penyegaran ingatan peserta atas
materi yang disampaikan dalam materi 6, dengan mengajukan
pertanyaan secara berturut-turut kepada peserta yang ditunjuk
secara acak, sebagai berikut: (5 menit)
Sebutkan 3 fokus pengawasan Sejuta Relawan Jawaban: Tahapan
kampanye, tahapan masa tenang, dan tahapan pungut hitung.
2. Fasilitator menyampaikan hasil belajar yang ingin dicapai
dalam pembelajaran ini yaitu, peserta dapat: (5 menit) a.
Menjelaskan instrumen pemantauanb. Menjelaskan alur & proses
jurnal; c. Cara mengisi jurnal, dan d. Menyampaikan laporan
(informasi awal) kepada Pengawas Pemilu
3. Fasilitator menyampaikan pengantar melalui ceramah singkat
yang memuat pokok-pokok bahasan sebagai berikut: (30 menit)
a. Alur dan proses Jurnal (laporan awal) bekerja; b. Deskripsi
jurnal; c. Cara mengisi jurnal; d. Prosedur penyampaian jurnal
4. Fasilitator membuka ruang tanya-jawab (15 menit)
5. Selanjutnya Fasilitator membagi peserta menjadi 3 (tiga)
kelompok, dengan cara
meminta peserta berhitung 1, 2, dan 3, peserta yang menyebut
angka 1, berkumpul menjadi kelompok 1, yang menyebut angka 2
berkumpul menjadi kelompok 2, dan yang menyebut angka 3 berkumpul
menjadi kelompok 3. Kemudian fasilitator meminta peserta untuk
melakukan hal-hal berikut: (10 menit) a. Semua kelompok menyusun
organisasi kelompok yaitu memilih seorang
ketua yang tugasnya mengatur (moderator) dalam diskusi kelompok,
seorang sekretaris yang tugasnya mencatat hasil diskusi dan
menuliskan ke kertas plano serta seorang penyaji yang tugasnya
mempresentasikan hasil kerja kelompok di depan forum.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
23
b. Masing-masing kelompok bertugas mendiskusikan hal
berikut:
1) Membahas contoh kasus masing-masing yang sudah disiapkan 2)
Menuangkan hasil analisa dari contoh kasus ke dalam jurnal
c. Hasil diskusi dituangkan kedalam lembar kerja seperti contoh
berikut:
Jurnal Laporan
Gerakan Sejuta Relawan Deskripsi Kronologis Keterangan
Kejadian:
................................................................
Waktu:
....................................................................
Hari/Tanggal/Jam: ................................................
Tempat:
..................................................................
Pelaku:
...................................................................
Bagaimana & mengapa kejadiannya: ...................
.................................................................................
.................................................................................
.................................................................................
**lampiran alat bukti, foto, dll.
Tertanda, Nama Pemantau : Relawan Kab/Kota/Provinsi : Kode
Relawan : ---- Arahan: Gambarkan peristiwa terjadinya kasus dengan
memenuhi unsur; siapa (pelaku, korban, saksi, & pihak terkait
lainnya), kapan (jam, tgl, hari), dimana (tempat kejadian perkara),
bagaimana (peristiwa itu terjadi), mengapa (latar belakang
penyebab).
d. Hasil Kerja masing-masing kelompok ditempelkan berdampingan
di depan
kelas. (5 menit)
6. Fasilitator mempersilahkan masing-masing kelompok untuk duduk
sesuai dengan kelompoknya. (5 menit)
7. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya, dan
ditanggapi oleh kelompok lainnya. (30 menit)
8. Kemudian fasilitator menanggapi hasil kerja masing-masing
kelompok dengan
melakukan penilaian, penajaman, penguatan pemahaman dan koreksi
bila ada yang kurang tepat dalam cara pengisian jurnal. (10
menit)
9. Terakhir fasilitator mengucapkan terima kasih atas
partisipasi peserta dan kemudian menyampaikan salam dan menutup
pembelajaran. (5 menit)
---------------
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
24
LEMBAR KERJA KELOMPOK
Kasus Kelompok 1: Seorang pemilih ditolak untuk pemilih di TPS
20 kelurahan Balang Baru Tamalate. Padahal yang bersangkutan
memiliki surat keterangan pindah memilih dari tempat memilih
sebelumnya. Ketua KPPS TPS 20 mengeluarkan kata-kata kasar kepada
yang bersangkutan didepan umum dan bahkan mengeluarkan statemen
yang melecehkan ketua KPU Kota Makasar. (Walaupun siapa yang tanda
tangani tentang aturan KPU dalam berkas barang tersebut saya tidak
akan memperbolehkan untuk memilih dalam TPS 20 ini, katanya.)
Kasus Kelompok 2: H minus 1, menjelang pemungutan suara. Ada
sekelompok orang yang berasal dari daerah pemilihan Tahuna Kendahe
(Kab. Sangihe) menyebarkan pamflet ajakan untuk mencoblos salah
satu caleg dari partai Galau, lengkap dengan petunjuk pencoblosan
menggunakan contoh kertas suara. Aksi tersebut mendapat penolakan
dari sekelompok masyarakat setempat. Terjadi ketegangan antara
kelompok penyebar pamflet dengan penduduk sekitar.
Kasus Kelompok 3:
Di Desa Parengan Kec. Jetis Kab. Mojokerto Jawa Timur, terjadi
serangan fajar dini hari tanggal 5 April 2004 oleh partai Sapi,
partai Kucing dan partai Gajah, masyarakat pemilih diberi uang
antara 20.000 s/d 30.000 rupiah, agar memilih parpol tertsebut pada
hari pencoblosan, dengan cara mendatangi rumah per rumah untuk
membagi uang.
Arahan Fasilitator untuk Kelompok 1:
Agar memperhatikan apakah relawan pengawas telah mencantumkan
identitas lengkap pemilih yang ditolak untuk pemilih, dan identitas
ketua KPPS TPS ke dalam form jurnal.
Selain identitas pemilih, hendaknya diperhatikan juga apakah
relawan juga mendapatkan informasi mengapa peristiwa tersebut dapat
terjadi, atau apa alasan-alasan penolakan pemilih tersebut.
Arahan Fasilitator untuk Kelompok 2:
Perhatikan apakah ada inisiatif relawan untuk mendapatkan dan
menyertakan selebaran pamflet sebagai barang bukti untuk melengkapi
laporan.
Arahan Fasilitator untuk Kelompok 3:
- Apakah pelaku dapat dikenali identitasnya? - Bagaimana respon
masyarakat yang mendapatkan uang serangan
fajar? *informasi ini dapat dimasukkan ke dalam kolom Keterangan
pada form jurnal.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
25
NASKAH PEGANGAN 4
LAPORAN DAN CARA KERJA INSTRUMENT
ALUR PELAPORAN RELAWAN
Berikut adalah bagaimana cara instrument (Jurnal Laporan)
pengawasan bekerja, yang terangkum dalam alur diagram berikut:
Alur 1:
Relawan Pemantau menemukan informasi tentang suatu kejadian
pelanggaran.
Alur 2:
Data dan/atau temuan lapangan tersebut dituangkan ke dalam form
jurnal dengan memperhatikan asas 5W +1H (What, Where, When, Who,
Why, and How). Deskripsi kronologis suatu peristiwa yang mencakup
unsur keterangan tentang; Apa (peristiwanya), Siapa (pelaku,
korban, saksi, & pihak terkait lainnya), Kapan (jam, tanggal,
hari), Dimana (tempat kejadian perkara), Bagaimana (peristiwa itu
terjadi), Mengapa (latar belakang penyebab).
Alur 3:
Form Jurnal yang telah ditulis tersebut disampaikan kepada
petugas struktural pengawas pemilu setempat untuk dilakukan
pengumpulan berkas data yang diteruskan kepada Pokja Kab/Kota agar
dapat dilakukan validasi atau screening kelayakan data laporan.
Alur 4:
Bila informasi (laporan) belum memenuhi asas 5W+1H, maka data
dapat dilengkapi kembali dengan melakukan klarifikasi kepada
relawan yang bersangkutan. Pada kasus-kasus tertentu jika dianggap
perlu maka dapat dilakukan investigasi (oleh aparatus petugas
Pengawas Pemilu) yang turun langsung ke TKP untuk memverifikasi
atau memvalidasi data/informasi.
Alur 5:
Bila informasi kasus dugaan pelanggaran (yang dituangkan oleh
relawan dalam form jurnal) sudah memenuhi standar pengisian jurnal
yang valid, maka petugas pengawas di wilayah setempat akan;
a) Meneruskan informasi (jurnal) temuan di lapangan tersebut ke
petugas Pengawas Pemilu pada jenjang struktur di atasnya sampai
pada Pokja (Panwas) Kab/Kota.
b) Pokja (Panwas) Kab/Kota menembuskan data ke Pokja (Bawaslu)
tingkat Provinsi c) Pokja (Bawaslu) Provinsi mengompilasikan data
jurnal per Kab/Kota untuk kemudian
diteruskan kepada Pokja Nasional (Bawaslu RI) d) Pokja Nasional
(Bawaslu RI) akan melakukan rekapitulasi jurnal secara berkala
ke
dalam data tabulasi dan resume untuk kemudian dilakukan
analisis/kajian yang akan digunakan sebagai input bagi penyusunan
strategi pengawasan berdasarkan update pola pelanggaran, peta
wilayah kritis, dan sebagai data-base Bawaslu RI.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
26
Alur 6:
Hasil kajian terhadap kompilasi Jurnal relawan dari seluruh
Indonesia, akan dipublikasikan -secara berkala-- oleh Pokja
Nasional (Bawaslu RI) sebagai masukan dan rekomendasi kepada semua
pemangku kepentingan secara luas, dan bahkan dapat berfungsi pula
sebagai peringatan dini (early warning) atas potensi-potensi
kerawanan agar dapat diantisipasi dengan baik.
Hasil kajian kompilasi Jurnal relawan dari seluruh Indonesia
yang dipublikasikan oleh Pokja Nasional (Bawaslu RI) sekaligus
merupakan bentuk pertanggungjawaban publik kepada seluruh rakyat
Indonesia.
Beberapa hal standard yang perlu diperhatikan dalam proses
pengawasan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Usahakan agar relawan yang mengawasi sebaiknya
menguasai/mengenal daerah lokasi atau tempat yang akan diawasi.
2. Susunlah target, sasaran, langkah-langkah yang akan ditempuh
dan jumlah waktu yang diperlukan.
3. Harus diusahakan mendapatkan jawaban terhadap 5W + 1H (Apa,
Siapa, Dimana, Kapan, Mengapa + Bagaimana).
4. Karena pada dasarnya fungsi pengawasan juga merupakan sebuah
proses pencarian/penemuan fakta (fact finding), maka jika mendapat
informasi, hendaknya dilakukan re-check (pemeriksaan ulang) dan
cross check antara korban dengan pelaku atau antara saksi dengan
pelaku serta pihak-pihak terkait lainnya.
5. Jika ada alat-alat bukti, berusahalah mendapatkan,
mendokumentasikan, dan mengamankannya.
Instrumen Laporan Pengawasan
Pada prinsipnya instrumen atau tools pengawasan merupakan alat
bantu untuk mengefektifkan manajemen pengawasan. Karena itu, bentuk
atau format instrumen haruslah di desain dengan sesederhana mungkin
tanpa menghilangkan substansi prioritas pengawasan. Mengingat bahwa
Gerakan Sejuta Relawan merupakan upaya untuk melibatkan masyarakat
secara luas, maka instrumen pengawasan yang mudah dan sederhana
(easy and simple instrument) merupakan sebuah kebutuhan yang mutlak
agar dapat digunakan oleh semua segmen dan kalangan masyarakat
dengan beragam tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, kemajemukan
budaya, dan keragaman pemahaman akan isu-isu Pemilu. Dalam kerangka
berpikir yang demikian, maka berikut di bawah ini adalah bentuk
instrumen pengawasan yang diharapkan dapat digunakan dengan mudah
dan praktis bagi segenap masyarakat secara luas, utamanya bagi para
relawan pengawas.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
27
Jurnal Laporan
Gerakan Sejuta Relawan
Deskripsi - Kronologis Keterangan Kejadian:
...................................................................................................
Waktu:
.......................................................................................................
Hari/Tanggal/Jam:
.....................................................................................
Tempat:
.....................................................................................................
Pelaku:
......................................................................................................
Bagaimana & mengapa kejadiannya:
.......................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
...................................................................................................................
*Keterangan lampiran alat bukti pelanggaran (bila ada), foto,
dan keterangan lainnya yang mendukung data informasi awal.
Tertanda, Nama Pemantau: Relawan Kab/Kota/Provinsi: Kode
Relawan: *akan dibuat berdasarkan nomer pengkodean provinsi,
kab/kota, kecamatan, kelurahan, dan nomer urut relawan. Misalnya,
o1-003-008-002-1174 Arahan: Gambarkan peristiwa terjadinya kasus
dengan memenuhi unsur; siapa (pelaku, korban, saksi, & pihak
terkait lainnya), kapan (jam, tgl, hari), dimana (tempat kejadian
perkara), bagaimana (peristiwa itu terjadi), mengapa (latar
belakang penyebab).
***
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
28
BAHAN BACAAN
NILAI DAN PRINSIP PEMILU DEMOKRATIS
Demokrasi adalah pengendalian agenda pembangunan dan
kesejahteraan warganegara atas urusan publik berdasarkan kesetaraan
politik. Dengan demikian, segala kebaikan, keadilan, dan distribusi
barang publik (kebijakan) menjadi agenda segenap warganegara
berdasarkan prinsip kesetaraan. (David Beetham) A. Nilai-nilai dan
Prinsip Pemilu yang Demokratis
Demokrasi sebagai suatu konsep dan praktek bernegara telah
berlangsung selama kurang lebih dua ribu lima ratus tahun.4
Bagaimanapun perdebatan demokrasi yang hingga saat ini masih
berlangsung, namun daya tarik dari ide dan praktik demokrasi telah
mendorong peningkatan jumlah negara-negara yang mengikatkan dirinya
pada prinsip-prinsip demokrasi, bahkan meliputi wilayah geografis
dunia yang belum pernah ada preseden sebelumnya.
Mengapa demokrasi menjadi penting, sehingga menjadikannya
sebagai suatu konsep dan praktik yang memiliki daya tarik kuat
dibanding konsep-konsep pemerintahan lainnya. Menurut David Held
Demokrasi memiliki mekanisme dasar untuk dapat menolak atau
menerima konsepsi apapun tentang kebaikan politik dan sekaligus
lebih bisa menerima apa yang dibuat oleh masyarakat itu
sendiri.5
Hingga saat ini tidak ada konsensus yang dapat kita pakai dalam
rangka mengidentifikasi masalah-masalah yang diasosiasikan dengan
demokrasi dan demokratisasi. Juan Linz dan Alfred Stepan memberikan
petunjuk penting untuk menengarai, apakah demokrasi di suatu negara
atau sistem telah memenuhi kategori untuk dapat dikatakan
terkonsolidasi atau tidak. Dikatakan terkonsolidasi atau tidak,
maka demokrasi suatu negara sangat bergantung pada tiga syarat yang
harus dipenuhi;6 a. Pertama, dalam suatu pemerintahan modern,
apakah pemilu yang bebas dan
legitim dapat dilaksanakan atau tidak, pemenang dapat secara
otoritatif menjalankan kekuasaannya, warganegara secara efektif
memiliki dan menggunakan haknya yang dilindungi oleh hukum dan
negara.
b. Kedua, demokrasi dapat dinyatakan telah terkonsolidasi,
setidaknya jika demokrasi tersebut mampu melalui masa transisi.
Tuntas tidaknya transisi demokrasi dapat dianggap selesai jika
pelaksanaan pemilu yang bebas, adil, dan demokratis telah
berlangsung.
c. Ketiga, tidak ada rejim yang dikatakan demokratis kecuali
menjalankan pemerintahannya secara demokratis. Jika pemerintah yang
terpilih menyalahi konstitusi, melanggar hak individu dan
minoritas, mengganggu fungsi-fungsi legislatif, dan pada akhirnya
gagal menjalankan pemerintahan berdasarkan batasan-batasan negara
hukum, maka rejim semacam itu tidak dapat dikatakan demokratis.
Pemilu Demokratis Pemilu dianggap sebagaimana pemikiran Giovani
Sartori, merupakan
mekanisme terpenting untuk memfasilitasi kompetisi politik dan
menghasilkan 4 Robert A. Dahl, Perihal Demokrasi: Menjelajahi Teori
dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. (Yayasan Obor, 2001), hlm.
9-22 5 David Held, Models of Democracy, edisi ketiga, Akbar Tanjung
Institute, Agustus 2007, hlm. 305 6 Toward Consolidated Democracies
- Juan J. Linz and Alfred Stepan, dalam Op. Cit Takashi Inoguchi,
Edward Newman, and John Keane, ed, hlm. 48-52
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
29
pemerintahan yang memiliki legitimasi. Oleh karena pemilu adalah
instrumen politik paling spesifik yang dapat dibentuk. Dengan kata
lain, pemilu dapat direncanakan sedemikian rupa untuk mencapai
tujuan tertentu, sehingga dapat memberikan ganjaran bagi tipe
tindakan-tindakan tertentu dan mengekang tindakan-tindakan
lainnya.7
Pelaksanaan pemilu demokratis beserta prosedur-prosedur yang
digunakannya, dan termasuk desain kelembagaan yang terlibat di
dalamnya, menjadi instrumen dasar yang diharapkan dapat membangun
konsensus dan budaya politik warga negara. Sistem pemilu, perangkat
hukum dan perundang-undangan, serta kelembagaan penyelenggara
didesain sedemikian rupa sesuai dengan konteks yang ada.
Terdapat beberapa standar kriteria pemilu demokratis yang diatur
dalam berbagai standar perjanjian internasional, antara lain: 1.
Deklarasi Internasional Tentang Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 2.
Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (ICCPR)
1960 3. Protokol Konvensi Eropa tentang Perlindungan HAM dan
Kebebasan Asasi
tahun 1950 4. Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan
Masyarakat tahun 1981 5. Deklarasi Internasional tentang Kriteria
Pemilu yang Bebas dan Adil (Paris
Declaration), Inter-Parliamentary Council pada pertemuan ke 154
tanggal 26 Maret 1994.
Standar-standar Pemilu Internasional merupakan pertemuan antara
hak-hak politik dan kebebasan fundamental yang dibangun melalui
berbagai perjanjian baik yang bersifat universal, regional,
termasuk keterlibatan komitmen politik antar negara-negara di
dunia. Ada 15 (lima belas) kriteria yang diakui secara
internasional sebagai alat untuk mengukur standar dari suatu
pelaksanaan pemilu, antara lain8; 1. penyusunan kerangka hukum 2.
sistem pemilu 3. penentuan distrik pemilihan dan definisi batasan
unit pemilu 4. hak memilih dan untuk dipilih 5. badan pelaksana
pemilu 6. pendaftaran pemilih dan pemilih terdaftar 7. akses kertas
suara partai politik dan kandidat 8. kampanye pemilu demokratis 9.
akses media dan kebebasan berekspresi 10. pembiayaan dan
pengeluaran kampanye 11. pemungutan suara 12. penghitungan dan
tabulasi suara 13. peranan wakil partai dan kandidat 14. pemantauan
pemilu 15. kepatuhan dan penegakan hukum. Lima belas kriteria yang
merupakan standar internasional di atas, selanjutnya digunakan
sebagai rujukan dan sekaligus pembanding, apakah kriteria-kriteria
tersebut diterapkan dalam kerangka hukum dan perundang-undangan
masing-masing negara yang mengikatkan diri dalam perjanjian
internasional.
7 Peter Harris dan Ben Reilly, ed. Demokrasi dan Konflik yang
Mengakar: Sejumlah Pilihan untuk Negosiator. (International IDEA,
1998), hlm. 193 - 204 8 Standar-standar Internasional Pemilihan
Umum: Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Seri Buku
Panduan (International IDEA, 2002), hlm. 7-13.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
30
Untuk Indonesia sendiri, prinsip-prinsip pelaksanaan pemilu
dituangkan sebagaimana diatur pada Pasal 22 E Ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia. Demikian juga pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 2012
Tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD
Kabupaten/Kota,butir b yang menyatakan bahwa Pemilihan umum wajib
menjamin tersalurkannya suara rakyat secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil;. Prinsip-prinsip tersebut selanjutnya
dielaborasi lebih lanjut dalam asas-asas penyelenggaraan pemilu
seperti yang tertuang pada pasal 2 Undang-undang Nomor 15 Tahun
2011, antara lain; a. mandiri b. jujur c. kepastian hukum d. tertib
e. kepentingan umum f. keterbukaan g. proporsionalitas h.
profesionalitas i. akuntabilitas j. efisiensi, dan k.
efektivitas
B. Sikap dan perilaku yang mendukung dan menghambat jalannya
Pemilu yang
demokratis Jika pemilu dapat menjadi sarana untuk mewujudkan
partisipasi politik warganegara dan partai politik, dan ini
diwujudkan oleh penyelenggara pemilu yang bersikap netral, terbuka,
dan akuntabel dalam memperlakukan para partisipan pemilu, maka
perilaku demokratis tersebut niscaya dapat membangun kepercayaan
para pihak untuk menerima pemilu dan demokrasi sebagai bagian dari
kehidupannya. Demikian juga sebaliknya, jika para peserta pemilu
dan termasuk warganegara pemilih, berkehendak untuk mengikatkan
diri serta patuh terhadap kerangka hukum pemilu yang ada, maka
budaya politik demokrasi melalui pemilu dapat dikembangkan dari
sisi masyarakat dan warganegara. Jika hasil dari pemilu yang
diumumkan oleh penyelenggara dapat diterima oleh para pihak, maka
salah satu yaitu aspek akuntabilitas pemilu telah terlaksana.
Terlebih jika keberatan para kontestan atas proses dan hasil pemilu
telah melalui mekanisme banding (complaint mechanism), dan hasilnya
dapat diterima oleh para kontestan, maka tingkat kepercayaan
terhadap sistem, lembaga penyelenggara dan kerangka hukum merupakan
modal besar bagi pengembangan dan pendalaman demokrasi melalui
pemilu. Sebaliknya, jika pelaksanaan pemilu justru memunculkan
respon-respon yang sebaliknya dari para kontestan, dan termasuk
perilaku penyelenggara yang justru partisan dan nir-akuntabilitas,
maka demokrasi yang dikembangkan melalui pemilu akan menghadapi
krisis legitimasi maupun kepercayaan yang menjadi modal penting
bagi suatu bangsa.
C. Administrasi Pemilu: Sekretariat Pengawas Pemilu Sebagai
Tulang Punggung Organisasi Menjaga tumbuh kembangnya kesadaran
berdemokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara memerlukan
langkah-langkah yang sifatnya operasional.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
31
Setelah para pembuat kebijakan mengambil konsensus atas pilihan
sistem pemilu apa yang hendak digunakan -diantara berbagai
alternatif yang tersedia-, tugas berikutnya adalah menentukan
kelembagaan atau administrasi yang akan menjalankannya. Pembangunan
kelembagaan atau yang kerap disebut sebagai administrasi pemilu,
merupakan isu sentral yang menjadi perhatian banyak negara tidak
hanya Indonesia paska runtuhnya kepercayaan para pihak terhadap
administrasi pemilu di masa lalu.9 Pilihan-pilihan sistem
administrasi pemilu yang akan dipergunakan, biasanya beranjak dari
beberapa pertanyaan mendasar, antara lain: siapa dan lembaga apa
yang bertangungjawab untuk menyelenggarakan, mengawasi, dan
mengorganisir pemilu? Kedua, bagaimana bentuk lembaga, sistem
administrasi kelembagaan dan darimana sumber pengisian jabatan
serta personel kelembagaan tersebut? Ketiga, dimana lembaga atau
administrasi tersebut terletak dalam konteks hukum ketatanegaraan
yang dianut oleh masing-masing negara. Untuk konteks Indonesia
sendiri, seperti yang diatur dalam Undang-undang Penyelenggara
Pemilu Nomor 15 Tahun 2011, sistem administrasi pemilu terbagi ke
dalam tiga rejim kelembagaan yaitu: KPU, Bawaslu, dan DKPP yang
bersifat mandiri dan independen. Kemandirian dan independensi ini
dimaksudkan pada derajat otonomi wewenang dan keterpisahan lembaga
tersebut dari bagian kekuasaan eksekutif. Setidaknya terdapat dua
unsur penting dalam konteks supply personel dan pengisian jabatan
pada tiga lembaga yang ada. Yaitu untuk pengisian komisioner
melalui mekanisme seleksi terbuka dan melibatkan proses uji
kepatutan di lembaga parlemen. Sedangkan sumber pengisian personel
administrasi (birokrasi) masing-masing lembaga menggunakan
rekruitmen tersendiri yang berasal dari kalangan pegawai negeri dan
tenaga fungsional. Bagaimana mekanisme seleksi untuk pengisian
jabatan-jabatan komisioner tidak menjadi bahasan atau topik pada
naskah ini. Yang justru hendak disoroti adalah fungsi penting
sekretariat (administrasi/birokrasi) lembaga pengawas pemilu,
dimana posisi tersebut merupakan jabatan karir dan memiliki budaya
birokrasi tersendiri. Profesionalisme, jenjang karier, kecakapan
dan tidak tergantung pada siklus politik (pemilu; pergantian rejim
kekuasaan), menjadikan jajaran sekretariat tidak saja berfungsi
sebagai supporting systems lebih daripada itu, menjadikan jajaran
sekretariat sebagai tulang punggung organisasi. Hal ini setidaknya
didasarkan pada dua prinsip, yaitu: prinsip kewajibannya terhadap
konstitusi serta undang-undang dan kedua kepatuhannya terhadap
atasan (komisioner). Korps adminsitrasi publik sendiri, termasuk
dalam hal ini yang bekerja pada lembaga pengawas pemilu dianggap
sebagai pihak yang berwenang untuk melaksanakan/mengeksekusi
undang-undang/peraturan. Tidak lebih tidak kurang.10
9 Peter Harris dan Ben Reilly ed, Demokrasi dan Konflik Yang
Mengakar: Sejumlah Pilihan Untuk Negosiator, Seri Buku Pegangan,
International IDEA, Stockholm, 2000, hlm. 310-321 10 Pada kasus
yang paling ekstrim, seperti halnya terjadi di Jerman dan Jepang
paska kalah pada perang dunia dua. Bahkan ketika hendak menjalankan
negara baru paska runtuhnya rejim lama - untuk kasus Jerman -,
pemerintahan demokratis yang terbentuk meminta agar para personel
administrasi era Nazi tetap dipulihkan pada jabatan-jabatan dan
fungsi sebelumnya. Sehingga, dari total 53 ribu aparatus personel
era Nazi, kecuali 1000 orang pejabat-pejabat utama Nazi, sisanya
dikembalikan pada jabatan semula. Hal ini bukan karena pemerintah
demokratis yang baru terbentuk mengagumi ideologi Nazi atau pro
Hitler, namun lebih pada pengalaman dan kemampuan administrasi
sebelumnya dalam mengatur pelayanan sipil yang menjadi kebanggan
Jerman sebagai negara
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
32
Terlepas segala perdebatan mengenai pasokan atau asal sumber
daya personel seperti halnya yang saat ini terjadi. Model
pembangunan kelembagaan dan supply personel semacam ini menjadi
tren tersendiri diberbagai belahan benua di dunia, kecuali di
kawasan Eropa Barat yang mengandalkan administrasi pemilu pada
birokasi negara. Setidaknya terdapat benang merah yang dapat
digunakan untuk menggarisbawahi pentingnya kelembagaan dan
adminsitrasi pemilu dalam menjalankan tugasnya dibanding
memperdebatkan darimana sumber personel tersebut berasal. Tugas dan
tanggung jawab administrasi pemilu biasanya bersumber pada upaya
untuk mempertemukan kapasitas administrasi dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhan yang menjadi sifat alami dari proses pemilu,
antara lain:11 - Pemilu adalah peristiwa yang bersifat nasional dan
lokal - Pemilu haruslah mudah diakses oleh semua orang - Pemilu
adalah proses dengan tensi yang tinggi dan dipenuhi oleh tenggat
waktu
yang ketat - Pemilu adalah proses yang membutuhkan biaya mahal -
Pemilu adalah suatu proses kerja yang taruhannya sangat mahal,
karena terkait
dengan kredibilitas dan bisnis kepercayaan - Pemilu adalah
peristiwa periodik dan berulang-ulang, sehingga sekali periode
tidak dipercaya, maka taruhan politiknya akan sangat besar -
Administrator pemilu haruslah berorientasi publik dibandingkan
fungsi-fungsi
pemerintahan lainnya - Administrator pemilu haruslah
terspesialisasi (logistik, perencanaan, penegakan
hukum, penguasaan teritorial dan georafis dan sebagainya) -
Administrator pemilu haruslah dapat menyeimbangkan antara kebutuhan
publik
secara universal maupun kebutuhan-kebutuhan khusus dari para
pemilih (disabilitas)
- Pemilu adalah proses kerja yang harus bisa diprediksi dan
diatur dalam pengaturan hukum yang dimengerti oleh semua pihak
- Pemilu adalah suatu proses yang muara akhirnya adalah dalam
rangka usaha pembentukan sebuah bangsa dan bukan justru menjadi
pemecah-belah bangsa.
birokrasi. Lebih lanjut lihat Francis Fukuyama, Memperkuat
Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta, 2005, hlm. 48-49 11 Op. Cit, Demokrasi dan Konflik
Yang Mengakar, hlm. 311-312
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
33
BAHAN BACAAN
PENYELENGGARA PEMILU
DAN
TAHAPAN PEMILU
Parameter suatu pemilu yang demokratis (democratic electoral)
adalah adanya integritas PROSES penyelenggaraan pemilu dan
integritas HASIL pemilu.
Integritas Proses + Integritas Hasil Pemilu Yang Demokratis Guna
mewujudkan parameter pemilu yang demokratis tersebut, Indonesia
mempunyai tiga lembaga untuk memastikan bahwa parameter-parameter
Pemilu demokratis tersebut dapat terselenggara dengan baik, yaitu;
A. Komisi Pemilihan Umum (KPU); B. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu);
dan C. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Adapun tugas
dan wewenang masing-masing lembaga Penyelenggara Pemilu tersebut
adalah sebagai berikut: A. KOMISI PEMILIHAN UMUM (KPU)
Tugas dan wewenang KPU dalam penyelenggaraan Pemilu anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah meliputi: a. merencanakan program dan
anggaran serta menetapkan jadwal; b. menyusun dan menetapkan tata
kerja KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota,
PPK, PPS, KPPS, PPLN, dan KPPSLN; c. menyusun dan menetapkan
pedoman teknis untuk setiap tahapan Pemilu setelah
terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR dan Pemerintah; d.
mengoordinasikan, menyelenggarakan, dan mengendalikan semua
tahapan
Pemilu; e. menerima daftar pemilih dari KPU Provinsi; f.
memutakhirkan data pemilih berdasarkan data kependudukan yang
disiapkan dan
diserahkan oleh Pemerintah dengan memperhatikan data Pemilu
dan/atau pemilihan gubernur, bupati, dan walikota terakhir dan
menetapkannya sebagai daftar pemilih;
g. menetapkan peserta Pemilu; h. menetapkan dan mengumumkan
hasil rekapitulasi penghitungan suara tingkat
nasional berdasarkan hasil rekapitulasi penghitungan suara di
KPU Provinsi untuk Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan hasil
rekapitulasi penghitungan suara di setiap KPU Provinsi untuk Pemilu
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dengan membuat berita acara
penghitungan suara dan sertifikat hasil penghitungan suara;
i. membuat berita acara penghitungan suara dan sertifikat
penghitungan suara serta wajib menyerahkannya kepada saksi peserta
Pemilu dan Bawaslu;
j. menerbitkan keputusan KPU untuk mengesahkan hasil Pemilu dan
mengumumkannya;
k. menetapkan dan mengumumkan perolehan jumlah kursi anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
dan Dewan
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
34
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota untuk setiap partai
politik peserta Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah;
l. mengumumkan calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah terpilih dan membuat berita acaranya;
m. menetapkan standar serta kebutuhan pengadaan dan
pendistribusian perlengkapan;
n. menindaklanjuti dengan segera rekomendasi Bawaslu atas temuan
dan laporan adanya dugaan pelanggaran Pemilu;
o. mengenakan sanksi administratif dan/atau menonaktifkan
sementara anggota KPU Provinsi, anggota PPLN, anggota KPPSLN,
Sekretaris Jenderal KPU, dan pegawai Sekretariat Jenderal KPU yang
terbukti melakukan tindakan yang mengakibatkan terganggunya tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang sedang berlangsung berdasarkan
rekomendasi Bawaslu dan/atau ketentuan peraturan
perundang-undangan;
p. melaksanakan sosialisasi penyelenggaraan Pemilu dan/atau yang
berkaitan dengan tugas dan wewenang KPU kepada masyarakat;
q. menetapkan kantor akuntan publik untuk mengaudit dana
kampanye dan mengumumkan laporan sumbangan dana kampanye;
r. melakukan evaluasi dan membuat laporan setiap tahapan
penyelenggaraan Pemilu; dan
s. melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
B. BADAN PENGAWAS PEMILU (Bawaslu) 12 1. Bawaslu menyusun
standar tata laksana kerja pengawasan tahapan
penyelenggaraan Pemilu sebagai pedoman kerja bagi pengawas
Pemilu di setiap tingkatan.
2. Bawaslu bertugas mengawasi penyelenggaraan Pemilu dalam
rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran untuk terwujudnya
Pemilu yang demokratis.
3. Tugas Bawaslu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a.
mengawasi persiapan penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1) perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu; 2)
perencanaan pengadaan logistik oleh KPU;
4. mengawasi pelaksanaan penetapan daerah pemilihan dan jumlah
kursi pada setiap daerah pemilihan untuk pemilihan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota oleh KPU sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
5. sosialisasi penyelenggaraan Pemilu; dan 6. pelaksanaan tugas
pengawasan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan. b. mengawasi pelaksanaan tahapan
penyelenggaraan Pemilu yang terdiri atas:
1) pemutakhiran data pemilih dan penetapan daftar pemilih
sementara serta daftar pemilih tetap;
2) penetapan peserta Pemilu; 3) proses pencalonan sampai dengan
penetapan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah, pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan
calon
12 Lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 73.
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
35
gubernur, bupati, dan walikota sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
4) pelaksanaan kampanye; 5) pengadaan logistik Pemilu dan
pendistribusiannya; 6) pelaksanaan pemungutan suara dan
penghitungan suara hasil Pemilu di
TPS; 7) pergerakan surat suara, berita acara penghitungan suara,
dan sertifikat
hasil penghitungan suara dari tingkat TPS sampai ke PPK; 8)
pergerakan surat tabulasi penghitungan suara dari tingkat TPS
sampai
ke KPU Kabupaten/Kota; 9) proses rekapitulasi hasil penghitungan
perolehan suara di PPS, PPK,
KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU; 10) pelaksanaan
penghitungan dan pemungutan suara ulang, Pemilu
lanjutan, dan Pemilu susulan; 11) pelaksanaan putusan pengadilan
terkait dengan Pemilu; 12) pelaksanaan putusan DKPP; dan 13) proses
penetapan hasil Pemilu.
c. mengelola, memelihara, dan merawat arsip/dokumen serta
melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip yang
disusun oleh Bawaslu dan ANRI;
d. memantau atas pelaksanaan tindak lanjut penanganan
pelanggaran pidana Pemilu oleh instansi yang berwenang;
e. mengawasi atas pelaksanaan putusan pelanggaran Pemilu; f.
evaluasi pengawasan Pemilu; g. menyusun laporan hasil pengawasan
penyelenggaraan Pemilu; dan h. melaksanakan tugas lain yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan. 7. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), Bawaslu
berwenang: a. menerima laporan dugaan pelanggaran terhadap
pelaksanaan ketentuan 3 b. peraturan perundang-undangan mengenai
Pemilu; c. menerima laporan adanya dugaan pelanggaran administrasi
Pemilu dan
mengkaji laporan dan temuan, serta merekomendasikannya kepada
yang berwenang;
d. menyelesaikan sengketa Pemilu; e. membentuk Bawaslu Provinsi;
f. mengangkat dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi; dan g.
melaksanakan wewenang lain yang diatur dalam ketentuan
peraturan
perundang-undangan. 8. Tata cara dan mekanisme penyelesaian
pelanggaran administrasi Pemilu dan
sengketa Pemilu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dan
huruf c diatur dalam undang-undang yang mengatur Pemilu. Bawaslu
berkewajiban:13 a. bersikap tidak diskriminatif dalam menjalankan
tugas dan wewenangnya; b. melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap pelaksanaan tugas
Pengawas Pemilu pada semua tingkatan; c. menerima dan
menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan
adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu;
13 Lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu, pasal 74
-
TOT SEJUTA RELAWAN - BAWASLU
36
d. menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden, Dewan
Perwakilan Rakyat, dan KPU sesuai dengan tahapan Pemilu secara
periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan; dan
e. melaksanakan kewajiban lain yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
C. DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILU (DKPP): 14
DKPP dibentuk untuk memeriksa dan memutuskan pengaduan dan/atau
laporan adanya dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh
anggota KPU, anggota KPU Provinsi, anggota KPU Kabupaten/Kota,
anggota PPK, anggota PPS, anggota PPLN, anggota KPPS, anggota
KPPSLN, anggota Bawaslu, anggota Bawaslu Provinsi dan anggota
Panwaslu Kabupaten/Kota, anggota Panwaslu Kecamatan, anggota
Pengawas Pemilu Lapangan dan anggota Pengawas Pemilu Luar Negeri.
Tugas & kewenangan Bawaslu dalam setiap tahapan penyelenggaraan
Pemilu yang disusun oleh KPU adalah mengawasi dan memastikan
tahapan-tahapan Pemilu tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip
Pemilu yang Luber Jurdil.
D. TAHAPAN-TAHAPAN PEMILU: Tahapan-tahapan Pemilu harus
dilakukan sesuai jadwal tahapan yang sudah ditentukan bila salah
satu tahapan mengalami keterlambatan maka akan berpengaruh terhadap
seluruh tahapan berikutnya. Dampaknya bisa menyebabkan
keterlambatan Pemilu yang pada gilirannya akan terjadi kekosongan
kekuasaan (vacum of power), karena habisnya periode lima tahunan
masa pemerintahan, namun karena keterlambatan jadwal Pemilu, maka
pemerintahan (baik eksekutif maupun legislatif) belum terpilih dan
dilantik. Hal ini merupakan ancaman bagi situasi politik bangsa.
Dengan demikian maka ketapatan jadwal dalam setiap tahapan Pemilu
merupakan hal yang sangat serius dalam penyelenggaraan Pemilu.
Adapun tahapan-tahapan Pemilu tersebut, yaitu: 1. Perencanaan
program dan anggaran, serta penyusunan peraturan pelaksanaan
penyelenggara Pemilu; 2. Pemutakhiran data Pemilih dan
penyusunan daftar Pemilih; 3. Pendaftaran dan verifikasi Peserta
Pemilu; 4. Penetapan Peserta Pemilu; 5. Penetapan jumlah kursi dan
penetapan daerah pemilihan; 6. Pencalonan anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; 7. Masa Kampanye Pemilu; 8. Masa
Tenang; 9. Pemungutan dan penghitungan suara; 10. Penetapan hasil
Pemilu; dan 11. Pengucapan sumpah/janji anggota DPR, DPD, DPRD
provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota. ***
14 Selanjutnya, lihat UU 15/2011 Tentang Penyelenggara Pemilu,
Bab V.