I
KATA PENGANTAR
Diktat Kuliah ini disusun dalam rangka memberi pegangan tambahan
pada perkuliahan METODE KLIMATOLOGI ( MET 424 ), di samping
beberapa texbook yang telah tersedia. Diktat ini disusun untuk
mahasiswa Departemen Geofisika dan Meteorologi, FMIPA-IPB. Dengan
adanya diktat kuliah ini diharapkan agar mahasiswa dapat
mempelajari mata kuliah ini dengan lebih terarah.
Penyusunan Dktat ini mendapat bantuan pembiayaan dari program
SP4 Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB tahun anggaran 2006.
Untuk itu Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dirjen Dikti
Depdiknas dan khususnya pada Pengelola Program SP4 Departemen
GEOMET FMIPA IPB.
Akhir kata Penulis menyadari bahwa, diktat ini masih perlu
banyak tambahan dan perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran
dari para pembaca dan pengguna sangat diharapkan.
Bogor, Oktober 2006
Penulis
DAFTAR ISI
1KATA PENGANTAR
2DAFTAR ISI
4DAFTAR TABEL
5DAFTAR GAMBAR
6DAFTAR LAMPIRAN
7BAB I. PENDAHULUAN
7I.1. Diskripsi Singkat
8I.2. Tujuan Instruksional Umum
8I.3. DATA
8I.3.1 SIFAT DATA
91.3.2. Statistik dan Statistika
9Pengertian statistik adalah :
9a.kumpulan data , bilangan atau non bilangan, yang disusun
dalam tabel dan atau diagram yang menggambarkan suatu persoalan
10BAB II. Data Kualitatif dan Kuantitatif
11II.1. Penyajian Data
16BAB III. ANALISIS PELUANG
16III.1. Pendahuluan
16III.1.1 Analisis peluang menurut sebaran Poisson.
17III.2. Analisis Peluang Menurut Sebaran Normal
18III.3. Metode Analisis Frekuensi Kumulatif.
18III.4. Analisis Menurut Sebaran Gamma
27BAB IV. ANALISIS HOMOGENITAS DATA IKLIM
27IV.1. Pendahuluan
27IV. 2. Pengertian Homogenitas Data
30IV.3. Mengisi Data Hilang
32IV.4. Pan Jang Periode Data Yang Harus Tersedia
33BAB V. REGRESI
36V. 1. Analisis Peubah Ganda
42BAB VI. Regresi dengan Peubah Dummy
42VI.1. Peubah Dummy
42VI.2. Penggunaan Peubah Dummy
46BAB VII. ANALISIS PERUBAHAN IKLIM
49BAB VIII. METODOLOGI BOX JENKINS UNTUK ANALISIS DATA
IKLIMI.
49VIII.1. Pendahuluan
49VIII.2. Identifikasi
49VIII.2.1 Model Autoregressive
50VIII.2.2 Model Moving Average
50VIII.2.3 Model Campuran Autoregresissive Moving Average
50VIII.3. Estimasi
50VIII.4. Pengujian
51VIII.5. Forecasting
51VIII.6. Strategi penyusunan model
52BAB IX.MODEL PEMBANGKIT DATA IKLIM (CLIMATIC DATA
GENERATOR)
52IX.1.Pendahuluan
53IX.2. Model Pembangkit Data Hujan
56IX.3.Model Pembangkit Data Iklim Lainnya
60IX.4. Interpolasi Spatial Parameter Model
61IX.5.Pemanfaatan Model Pembangkit Data Iklim dalam Analisis
Risiko Iklim
62IX.6. Contoh Penggunaan Program Crystall Ball
64IX.7. Penutup
66Daftar Pustaka
DAFTAR TABEL
22Tabel 1. Data hujan di Rambatan pada bulan Januari dan Agustus
(1960-1985) untuk analisis sebaran gamma
24Tabel 2. Frekuensi kejadian hujan pada masing-masing kelas
(Oi).
25Tabel 3. Frekuensi aktual (Oi) dan harapan (Ei) kejadian hujan
pada masing-masing
29Tabel 4. Selang nilai U jika data Homogen
55Tabel 5. Nilai koreksi untuk parameter bentuk yang diduga
dengan metode Thom.
DAFTAR GAMBAR
28Gambar 1. Kurva Massa Ganda
30Gambar 2. Metode Kuadran Empat
31Gambar 3. Peningkatan kisaran suhu ektrim dengan panjang
periode pengamatan
53Gambar 4. Hubungan antara gj1(i) dengan hujan bulanan
56Gambar 5. Plot antara data suhu harian dan garis fitting yang
disusun dari data harian (___) dan data bulanan (---). Sumber (Boer
et al., 1998)
63Gambar 6. Tahapan analisis pembuatan isoplet peluang
keberhasilan panen berdasarkan hasil simulasi tanaman
64Gambar 7. Tampilan spreadsheet Excel dan output Crystal
Ball
DAFTAR LAMPIRAN68Lampiran 1. Makro Minitab untuk menghitung
njk(i), pjk(i) dan gjk(i)
70Lampiran 2. Makro untuk menduga parameter persamaan 4
70Lampiran 3. IVlakro untuk mengkonversi nilai gjh(i) ke bentuk
pjk(i]
70Lampiran 4. Makro untuk mengkonversi bentuk peluang menjadi
bentuk kejadian
71Lampiran 5. Makro untuk menduga parameter sebaran gamma tinggi
hujan dengan metode Greenwood and Durand
72Lampiran 6. Makro minitab untuk menduga parameter model
pembangkit data iklim lainnya dengan menggunakan informasi hujan
(Persamaan 12) dan fungsi autoregresi error ordo 1 (Persamaan
15)
BAB I. PENDAHULUAN
Iklim di suatu wilayah digambarkan oleh statistik unsur
unsurnya, antara lain intensitas radiasi surya, suhu udara, curah
hujan , tekanan, angin dan sebagainya, dalam jangka panjang.
Penyajian informasi Klimatologi membutuhkan komputasi yang kompleks
dari analisis statistik sederhana hingga analisis yang rumit untuk
keperluan prediksi. Prosedur-prosedur statistika numerik khusus
telah dibangun dalam beberapa software komputer untuk memudahkan
komputasi dan meningkatkan keakuratan hasil
Banyak analisis statistika penting yang dapat diterapkan bahkan
dibutuhkan dalam pengolahan data iklim, tetapi tidak dibahas dalam
Mata Kuliah ini. Mata Kuliah ini lebih menekankan pada
metode-metode statistika yang harus dan atau sering dipergunakan
dalam analisis data iklim. Ilmu ini sepadan dengan : Pengantar
statistika untuk bidang Klimatologi / Meteorologi , sebagai
jembatan antara pelajaran Teori Statistika dengan pengetahuan
mengenai aplikasi Klimatologi/ Meteorologi.
Manfaat dari mempelajari ilmu Metod Klimatologi antara lain
:
1. dapat menangani data iklim
2. dapat membantu memperoleh gambaran iklim / cuaca di suatu
wilayah
3. menunjukkan sifat-sifat penting dari data iklim ( termasuk
pola / model )
4. menyediakan data iklim dalam bentuk data yang dimanfaatkan
oleh pengguna
5. Menganalisis hubungan antara sesama data iklim dengan data
iklim lain
6. dapat mengaplikasikan dengan lebih baik metoda-metoda
statistika untuk masalah masalah-masalah iklim melalui pengetahuan
tentang teori, metode, dasar-dasar dan pembatas-pembatasnya.
I.1. Diskripsi Singkat
Membahas Penerapan statistika dalam menganalisis data
cuaca/iklim. Mencakup konsepsi dasar dan aplikasi
I.2. Tujuan Instruksional UmumSetelah mengikuti mata kuliah ini
mahasiswa mampu menangani dan menganalisis data cuaca/iklim
sehingga menjadi dapat diperbandingkan, diprediksi, dan
dimanfaatkan untuk berbagai bidang kehidupan
I.3. DATA
I.3.1 SIFAT DATA
Informasi yang diperoleh ( dibangkitkan) dari hasil pengukuran
diungkapkan berupa Lambang Bilangan. Keterangan dalam bentuk
lambang bilangan disebut data, merupakan bentuk jamak dari datum
(latin: pemberian, sajian, kurnia). Lambang bilangan dapat
mengungkapkan:
1. Penggolongan
Contoh : Hari hujan (1); hari tidak hujan (2). Nama penggolongan
tsb dinamai peubah kategori ( 1 dan 0 ) yang tidak menggambarkan
ukuran, ttp hanya penamaan / penggolongan. Pencatatan data seperti
ini menghasilkan data nominal (nomen = nama)
2. Penataan (merupakan hasil penataan hasil pengukuran
pengukuran)
Contoh tingkatan regim suhu : panas (lambang golongan :1),
hangat ( 2 ), sedang ( 3 ), sejuk ( 4 ), dan dingin ( 5 ).
Bersifat penggolongan juga, tetapi antara golongan satu dengan
lainnya terdapat hubungan tataan atau urutan. Peubah X yang
nilainya 1, 2, 3, 4 atau 5 disebut peubah tataan atau peubah
ordinal (ordo = deret ). Jarak antara 1 dan 2 tidak perlu sama
dengan jarak antara 2 dan 3. Urutan hanya menunjukkan lebih dari
atau kurang dari.
3. Penggolongan dan penataan yang berjarak sama
Serempak mempunyai sifat data nominal dan ordinal, ttp
keordinalan ditambah dengan ciri lain yaitu jarak jarak antar
golongan sama.
Contoh : Dari data suhu. Suhu O tidak menunjukkan suhunya tidak
ada, dan beda suhu antara 30 ke 25 mempunyai selang yang sama
dengan beda suhu antara 10 ke 5. Data demikian disebut data selang,
peubah yang menghasilkannya disebut peubah selang.
4. Penggolongan dan penataan yang berskala
Skala pengukuran yang menggunakan titik baku mutlak (contoh,
suhu mutlak/derajad kelvin ) disebut skala nisbah, peubahnya peubah
nisbah, data yang dihasilkan data nisbah, data dengan mutu
tertinggi. Selain mempunya selang sama data ini dapat
diperbandingkan. Terdapat nilai pengamatan terendah (contoh : nol
pada skala kelvin)
Data selang dan data nisbah dapat diolah dengan semua macam
dasar pengolahan aritmetika, seperti penjumlahan, pengurangan,
pengalian dan pembagian.Data penggolongan dan data selang tidak
tidak untuk dianalisis dengan nanalisis dasar aritmatika tetapi
dapat diolah dengan analisis statistika lain, seperti halnya
analisis peluang kejadian1.3.2. Statistik dan Statistika
Pengertian statistik adalah :
a. kumpulan data , bilangan atau non bilangan, yang disusun
dalam tabel dan atau diagram yang menggambarkan suatu persoalan
b. menyatakan ukuran; persen, rata-rata dan gambaran sederhana
lainnya
Statistika :Pengetahuan yang berhubungan dengan cara-cara
pengumpulan data, pengolahan dan penarikan kesimpulan dari hasil
kumpulan data / hasil analisisStatistika Diskriptif dan
Induktif
Statistika diskriptif : bagian staistika yang membicarakan cara
pengumpulan dan penyederhanaan angka-angka hasil pengamatan,
contohnya menyajikan data dalam bentuk daftar, atau tabel, atau
grafik, tanpa memerlukan dasar matematika yang komplek, kecuali
kecekatan teknik berhitung
Statistika Induktif : bagian ilmu statistika yang membahas
cara-cara mengambil kesimpulan dan atau membuat ramalan (contoh
sederhana : menyusun dan menguji hipotesis) berdasarkan data yang
dikumpulkan. Memerlukan pengertian matematika yang mendalam.
Apabila suatu ilmu meningkat dari cara-cara kualitatif menjadi
bersifat kuantitatif, maka suatu masalah atau persoalan dapat
dianggap sebagai suatu sistem yang ada imbangannya di dalam
matematika berupa suatu model matematikaBAB II. Data Kualitatif dan
Kuantitatif
Data dapat berbentuk kategori (data kualitatif) dan bilangan
(data kuantitatif)
Data Kualitatif : data kategori, data yang dikategorikan menurut
gambaran kualitas objek yang dipelajari, dikenal dengan nama
atribut .
Misal : rusak, baik, gagal, berhasil, panas, hangat, dingin,
sedikit, banyak, kering, basah, dll
Data Kuantitatif : Data yang berbentuk bilangan, harganya
berubah-ubah ( bersifat variabel), dibedakan menjadi : data diskret
dan data kontinu.
Data Diskret : data hasil membilang atau menghitung. Contoh
data: banyaknya hari hujan, Curah hujan / unsur iklim lain dalam
nilai rataan ( per dekade, bulanan, musimam, tahunan, dan
seterusnya
Data kontinu : data hasil mengukur. Contoh : curah hujan harian,
bulanan, tahunan (bukan rataan), seluruh data unsur iklim yang
diukur.
Populasi dan Contoh
Data random atau ramdom sampel adalah data dari contoh acak /
random . Syarat dari data acak adalah: deret yang terkandung dalam
sampel dapat diasumsikan serupa dengan deret-deret (sequen) lainnya
pada kejadian tunggal dalam sampel tidak bebas ( tidak
endependent). Populasi : kumplan komplit nilai nilai representatif
dari proses-proses acak terpilih ( kumpulan komplit dari data
acak).Data Iklim/ cuaca.
Data iklim/cuaca adalah sekumpulan lengkap dari seluruh data
unsur unsur iklim/ cuaca dari seluruh sequen waktu. Data komplit
iklim ini tidak mungkin didapatkan. Yang sangat mungkin didapatkan
adalah data iklim hasil pengamatan di stasiun-stasiun cuaca, yang
mewakili selengkap mungkin peristiwa cuaca / iklim. Stasiun
pengamatan iklim di Indonesia umumnya kurang dari 50 tahun. Data
hasil pengamatan iklim khususnya di Indonesia, umumnya bersifat
sebagai data contoh, karena belum menggambarkan seluruh peristiwa
iklim. Sebagaimana sifat data contoh, data iklim yang akan
dianalisis harus mewakili pola keadaan iklim yang ada di suatu
wilayah pada sequen masa tertentu, sesuai dengan keperluan analisis
data.
Istilah peristiwa iklim dalam sekuen watu jangka sangat panjang
yang kita kenal antara lain jaman es besar dan jaman es kecil, yang
ditandai dengan suhu global yang jauh lebih rendah dari pada saat
ini (jaman setelah revolusi industri). Tetapi untuk keperluan
menggambarkan keadaan iklim yang berhubungan dengan kehidupan saat
ini tidak diperlukan data sepanjang jaman, tetapi tetap diperlukan
pertimbangan panjang periode data yang mewakili (lihat bab
Homogenitas data, sub bab panjang periode pengamatan). Data sampel
mengandung error / kekeliruan. Demikian juga data iklim. Data iklim
mengandung error yang berarti mengandung ketidak pastian. Oleh
karena itulah dalam analsis data iklim, terutama yang berhubungan
dengan peramalan sering dipergunakan analisis skenario.II.1.
Penyajian Data
Ukuran Pemusatan dan Penyebaran data
A. Ukuran Pemusatan
I.Aritmatic mean
Simbol rata-rata populasi : ; rata-rata untuk sampel ; di
mana
a.Secara umum
EMBED Equation.3 b.Untuk data berbentuk tabel frequensi
contoh
X = hari hujanFi = frequensi kejadian
254
176
101
71
Perhitungan rata-rata menjadi :
c. Rata-rata gabungan dari beberapa sub sampel, jika ada k buah
sub sampel dengan keadaan sbb:
Sub sampel 1 : berukuran ni dengan rata-rata 1Sub sampel 2 :
berukuran n2 dengan rata-rata2. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Sub sampel k : berukuran nk denngan rata-rata k,
Maka rata-rata gabungan
d. Rata-rata Harmonik
Untuk data x1, x2, x3, . . ., xn dalam sebuah sampel berukuran
n, maka rata-rata harmonik ditentukan dengan cara :
Contoh untuk kumpulan data : 3, 5, 6, 6, 7, 10, 12 dengan n = 7
ialah
Jika dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
Curah HujanfixiFi/xi
1-50
51-100
101-150
151-200
201-2501
3
8
7
125.5
75.5
125.5
175.5
225.50.039
0.040
0.064
0.040
0.004
Jumlah20-0.187
II. Geometric mean
atau
EMBED Equation.3 III. Median
Nilai data yang terletak di tengah-tengah. Jika jumlah data
ganjil, maka median Me, setelah data disusun menurut urutan
nilainya, merupakan data paling tengah. Jika jumlah data genap,
setelah data disusun menurut urutan nilainya, median sama dengan
rata-rata hitung dua data tengah Jika data dalam bentuk daftar
distribusi frekuensi, median dihitung dengan rumus;
b = batas bawah kelas median, ialah kelas di mana median akan
terletak
p = panjang kelas median
n = ukuran sampel atau banyak data
F = jumlah semua frekuensi dengan tanda kelas lebih kecil dari
tanda kelas median
f = frekuensi kelas median
Dari tabel frekuensi hujan di atas, dengan jumlah data 20,
setengah dari seluruh data ada 10 buah. Jadi median akan terletak
pada kelas interval ke 3. Dari kelas median ini didapatkan b = 101;
p = 50; n = 20; F = 4; f = 8;
Jadi Me = 101 + 50 ((10-4)/8) = 108
IV. Modus
Nilai yang paling sering muncul ( frequensi xi = maksimum )
Jika data kuantitatif telah disusun dalam daftar distribusi
frequensi, modus ditentukan dengan rumus
b = batas bawah kelas modal, yaitu kelas interval dengan
frequensi terbanyak
p = panjang kelas modal
b1 =frequensi kelas modal dikurangi frequensi kelas interval
dengan tanda kelas yang lebih kecil sebelum kelas modalb2
=frekuensi kelas modal dikurangi frequensi kelas interval dengan
tanda kelas yang lebih besar setelah kelas modal
Dari contoh tabel di atas;
1. kelas modal = kelas 3
2. b
= 101
3. b1
= 8 3 = 5
4. b2
= 8 7 = 1
5. p
= 50
V. Rata-rata Berbobot (Weighted mean)
, Wi = nilai pembobot berhubungan dengan observasi ke i
k = jumlah observasi atau grup
B. Ukuran Penyebaran / Dispersi
a. Selang atau jarak (range) = nilai maksimum nilai minimum
b. Ragam (varian), nilai kuadrat dari simpangan baku (standar
deviasi)
Untuk populasi diskret, bertindak sebagai parameter di mana
, sedangkan untuk sampel nilai statistik simpangan baku
dinyatakan sebagai
Pada grup data, , xi adalah tanda kelas atau nilai rataan data
pada masing-masing kelas , atau
c. Koefisien Variasi ;
C. Momen, Kemiringan dan Kurtosis
I. Momen
Sejumlah peubah X dengan nilai-nilai x1, x2, x3, ...
A = sebuah bilangan
r = 0, 1, 2, ... ; momen ke r sekitar nilai A = mr1
a. Untuk A=0, momen ke r sekitar 0 = momen ke .
b. Untuk r = 1, momen ke r adalah rataan data
c. Untuk A = , momen ke-2 sekitar rata-rata = s2
II. Kemiringan
Bentuk sebuah kurva, dapat dibedakan menjadi :
i. Simetri
ii. Ekor memanjang ke kanan (kemiringan positif)
iii. Ekor memanjang ke kiri (kemiringan negatif)
Kemiringan kurva ditentukan dari Koefisien kemiringan
Pearson,
(tipe 1)
(tipe 3)
III. Kurtosis
Kurtosis adalah ukuran keruncingan kurva normal
Koefisien kurtosis =
(lihat momen)
, distribusi normal
, distribusi leptokurtik (runcing)
, distribusi platikurtik (datar)
PERAMALAN DAN ANALISIS SKENARIO
BAB III. ANALISIS PELUANG
III.1. Pendahuluan
Sebaran statistika untuk tujuan hitung peluang merupakan salah
satu analisis yang sering dimanfaatkan untuk mengolah data iklim.
Dengan teori peluang, ukuran atau derajad ketidakpastian hasil
perhitungan atau dugaan suatu peristiwa dapat diketahui.Data iklim
dengan peluang tertentu dapat memberi gambaran yang lebih jelas
dibandingkan dengan data rata-rata. Pada data yang menyebar normal
atau mendekati normal, nilai rata-rata berpeluang terjadi sama atau
mendekati 50%. Tetapi pada data yang menyebar miring, maka nilai
rata-rata tidak memberikan gambaran peluang yang jelas, dapat lebih
besar atau lebih kecil dari 50%.Pada tulisan ini akan di bahas satu
contoh sebaran diskret dan dua contoh sebaran kontinu, serta
perhitungan peluang kejadian menurut sebaran-sebaran tersebut.
Sebaran diskret yang dibahas adalah sebaran Poisson. Sebaran
kontinyu meliputi sebaran normal dan satu sebaran miring, yaitu
sebaran Gamma.III.1.1 Analisis peluang menurut sebaran Poisson.
Distribusi Poisson sering digunakan untuk menentukan peluang
sebuah peristiwa yang dalam periode tertentu diharapkan terjadinya
sangat jarang. Sebagai contoh kejadian hujan di musim kemarau atau
sebaliknya hari kering pada musim hujan.Peubah diskret X jika
termasuk dalam distribusi Poisson, mempunyai fungsi peluang sebagai
berikut :
P (x) = P (X = x) = e- x
X!
Di mana e adalah bilangan normal (2,7183) dan X adalah bilangan
tetap. Distribusi Poisson mempunyai parameter : = dan =
Dimana adalah rata-rata dan adalah simpangan baku.
Contoh : Dari 10 tahun pengamatan hujan harian bulan September
tercatat 63 hari hujan. Dalam periode dua tahun berapa peluang
terjadinya 14 hari hujan.
Penyelesaian:Dari 300 hari pengamatan terdapat 63 hari hujan.
Jadi dari dua tahun atau 60 hari pengamatan rata-rata terdapat
60/300*63 = 12.6 hari hujan.
= = 12.6 dan x = 14
Jadi P (X = x) = =e- x = (( 2.7183) -12.6 (12.6)14) =
0.098317817 = 9.8%
X! (14)!
III.2. Analisis Peluang Menurut Sebaran Normal
Peluang X lebih kecil atau sama dengan x jika X menyebar normal
dengan nilai tengah dan ragam 2 adalah:
P (X x ) = P x (X) =
Dengan memakai transformasi z = (x )/ , peubah acak Z menjadi N
(0.1) atau sebaran normal standar.
% peluang = X + z * s
Z adalah besaran yang diperoleh dari kurva sebaran normal baku
yang besarnya tergantung pada tingkat peluang yang diinginkan dan s
= = simpangan baku data. Data dengan peluang melampaui persentase
tertentu menjadi :
Peluang 70% = X - 0.53 S
Peluang 80% = X - 0.84 S
Peluang 90% = X - 1.26 S
Peluang 95% = X - 1.64 S
Peluang 99% = X - 2.33 S
0.53; 0.84;1.26;1.64 dan 2.33 adalah nilai Z dari tabel normal
baku pada masing-masing peluang 70%; 80%; 90%; 95%; dan 99%.
III.3. Metode Analisis Frekuensi Kumulatif.
Metode sederhana lain yang dapat digunakan dalam analisis
peluang hujan bila data menyebar mendekati normal adalah dengan
analisis peluang frekuensi kumulatif. Nilai frekuensi kumulatif (f)
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:f = 100*m/(n + 1
)Dimana n adalah banyaknya tahun pengamatan dan m adalah nomor urut
data dari yang terbesar sampai terkecil. vPenentuan tingkat peluang
adalah dengan memplotkan nilai f dengn nilai curah hujan yang
bersangkutan pada kertas peluang normal. Bila data menyebar normal
titik-titik hubungan akan membentuk suatu garis lurus. Dari garis
yang diperoleh dapat ditentukan besarnya peluang terjadinya hujan
untuk suatu nilai tertentu.Kadang kala sangat sulit memperoleh
garis lurus, Hal ini dapat disebabkan karena terlalu pendeknya
periode pengamatan, datanya bias atau sebaran hujannya tidak
normal. Hal ini dapat diatasi dengan cara memplotkan data pada
kertas peluang logaritma, atau dengan cara mentransformasi data
dengan transformasi logaritma atau akar.Sering kali kita temui pada
awal atau akhir musim hujan, curah hujan sedikit atau nol. Dalam
keadaan ini nilai peluang kumulatif dihitung dengn cara :g = p +
(1-p)*fdimana g adalah peluang kejadian hujan dan p proporsi tidak
adanya hujan. Misalnya bila empat kali dalam 16 tahun pengamatan
tidak ada hujan maka p = 0,25. Nilai f dihitung sesuai dengan
persamaan di atas tetapi hanya untuk periode tahun yang ada hujan
saja, yaitu 16 - 4 = 12 tahun. Dalah kasus ini biasanya penggunaan
sebaran gamma akan memberikan hasil yang lebih bisa
diandalkan.III.4. Analisis Menurut Sebaran GammaSebaran gamma
mempunyai dua parameter yaitu parameter bentuk dan parameter skala.
Fungsi peluang kumulatifnya dinyatakan dalam bentuk : Px (X) =
dimana , adalah parameter skala, adalah parameter bentuk dan r
(n) fungsi gamma.Pendugaan Parameter. Untuk menduga nilai-nilai
parameter dapat digunakan beberapa cara pendugaan yaitu ( Haan,
1979):(1) Pendugaan momenti = x
/,2........................................................
.....................(1)f,=x2
is2............................................................................(2)dimana
x adalah rata-rata tinggi hujan dalam satu periode dan s simpangan
baku.(2) Pendugaan kemungkinan maksimum = /X
.......................................................................(3)Selanjutnya
untuk menduga nilai dapat dipakai beberapa cara yaitu: Cara Thorn
:
=
...........................................................................(4)
y = ln X 1/n
X =tinggi hujan rata-rata dalam satu periode tertentu, misalnya
bulanan seiama kurun waktu pengamatan dalam satuan mm (Xi >
0).Xi =tinggi hujan dalam satu periode tertentu pada tahun
pengamatan ke i dalam satuan mm (Xi>0).n =banyak tahun selama
kurun waktu pengamatan dengan data hujan dalam satu periode
tertentu lebih besar dari 0.
adalah faktor koreksi bagi nilai dugaan Nilai untuk nilai antara
0,2 - 5,6 dapat dilihat pada lampiran 1. Bila nilai yang diperoleh
dari persamaan (23) lebih besar dari 5,6, nilai itu dapat
diabaikan.
Cara Greenwood dan Durand = ( 0.5000876 + 0,1643852 * y -
0,054427 * y 2) (6)
yUntuk 0y < 0,5772 dan = ( 8.898919 + 9,05995* y - 0,9775373*
y 2(7) y*( 17,79728 + ll,968477*y + y2 )Untuk 0,5772 < y <
17,0Nilai y dihitung dari persamaan (5). Menurut mereka, kesalahan
maksimum yang dibuat dengan penggunaan persamaan (6) adalah 0,0088%
dan persamaan (7) sebesar 0,0054%.Menurut Sheton dan Bouman (1970,
dalam Haan, 1979) nilai rj yangdiperoleh dari persamaan (4), (6)
dan (7) masih mempunyai bias. Dalam praktek besarnya nilai bias
parameter bentuk diduga dalam persamaan berikut : E( - n)= ( 3
0.677 + 0.111/ + 0.32/ 3 ) .(8)
( n -3 )
Untuk n 4 dan 1. Namun selanjutnya mereka menyarankan, untuk
menduga nilai bias digunakan rumus :
E( - n)= 3 / (9)Sehingga nilai parameter bentuk tak bias ()
adalah = E ( )
= 3 / (10)
= ( 3) /
dan
.......................................................................(11)
Menurut Thorn (1958 dalam Haan, 1979) untuk nilai < 10,
metoda pendugaan moment tidak bisa dipakai. Dan bila mendekati 1,
metoda moment hanya menggunakan 50% informasi data dalam menduga
dan 40% dalam menduga Secara umum metoda pendugaan kemungkinan
maksimum lebih sering digunakan.Penentuan peluang Kejadian Hujan.
Menurut Thorn (1971) bila deretan data hujan mempunyai nilai nol,
perhitungan peluang hujan sebaiknya dihitung dengan menggunakan
sebaran campuran yang selanjutnya diubah menjadi peluang dengan
sebaran gamma. Untuk itu dalam penentuan peluang hujan didekati
dengan dua cara.(1) Penentuan peluang hujan yang datanya tidak ada
nilai nol.p(X>x) = 1-p(X x) = 1 - Px (x), dimana
Px (x) =
Besarnya nilai 1 - Px ( x ) sudah disajikan dalam bentuk Tabel
sesuai dengan besarnya nilai dan 2 dan v. Adapun besarnya nilai 2
dan v adalah :X2 = 2
l*Xb..................................................(12)v = 2* *
...................................................................................(13)Xb
adalah tinggi hujan yang dicari peluang kejadiannya. Jadi bila
nilai 2 pada v yang diperoleh dimasukan kedalam Tabel lampiran 2
diperoleh nilai 0,9100, berarti peluang terjadinya hujan paling
sedikit Xb mm adalah 0,91. Sebaliknya bila ingin mencari tinggi
hujan terendah dengan peluang kejadian tertentu dapat dilakukan
dengan mencari nilai pada v yang telah dihitung yang nilai
peluangnya sesuai dengan yang kita kehendaki, sehingga:Xb = 2/ 2
......................................................................
(14)(2) Penentuan peluang hujan yang deretan datanya mengandung
nilai nol.F(x) = 1-
G(x)...........................................................................(15)G(x)=
Sebaran peluang kumulatif (X >
0)...............................(16)H(x)= 1
-Pc(x)......................................................................(17)F(
x ) = Peluang malampaui nilai tertentu ( sebaran gamma)G( x ) =
Sebaran peluang kumulatif ( x > 0 )H( x ) = Peluang tidak
melampaui nilai tertentu ( sebaran campuran ).Pc(x) = Peluang tidak
melampaui nilai tertentu yang terlebih dahulu ditentukan (sebaran
campuran). p = Peluang menadapat data bernilai lebih besar dari
nol.
q = Peluang mendapat data bernilai nol.
Nilai F( x ) yang diperoleh, digunakan untuk mendapatkan tinggi
hujan terkecilyang terlampaui dengan melihat hasil (iterasi) dari
persamaan =2 T Xb
Pengujian Sebaran. Untuk mengji apaka penyebaran data menyebar
menurut sebaran gamma atau tidak, dapat digunakan uji Khi-kwadrat.
Adapun cara pengujiannya adalah (Hutapea, 1993) : 2Hitung = Oi =
frekuensi kejadian hujan yang berada pada klas hujan ke i.Ei =
frekuensi kejadian hujan harapan yang berada pada klas hujan ke i.
Dihitung dengan cara mengalikan peluang mendapatkan klas tertentu
dikalikan dengan jumlah pengamatan.
k = banyaknya klas.Bila 2 Tabel lebih besar dari 2 hitung, pada
taraf dan derajat bebas (k-p-1), dimana p adaiah banyaknya
parameter sebaran yang diduga, berarti data menyebar menurut
sebaran gamma. Dengan demikian sebaran gamma dapat digunakan untuk
menduga peluang kejadian hujan dengan ketelitian yang cukup dapat
diandalkan. Untuk memperoleh banyaknya kelas dan selang kelas
digunakan rumus-rumus berikut :k = 1 + 3,3 logn
..........................................................................(19)I
= R/k .......
.......................................................................................(20)
Dimana R = tinggi hujan tertinggi - tinggi hujan terendah
I = selang kelas.
n = banyaknya tahun pengamatan.
k = banyaknya kelasTeladan (dikutip dari Boer, Las & Bey,
1990)Hitung peluang hujan dengan rnenggunakan sebaran gamma untuk
data hujan daerah Rambatan bulan Januari dan bulan Agustus. Uji
apakah sebaran gamma layak dipakai ?. Data hujan disajikan pada
Tabel 1.Tabel 1. Data hujan di Rambatan pada bulan Januari dan
Agustus (1960-1985) untuk analisis sebaran gammaTAHUN
BULAN
Januari
Agustus
1960
-
151
1961
152
178
1962
299
123
1963
133
14
1964
175
31
1965
134
171
1966
482
165
1967
72
0
1968
215
11
1969
155
207
1970
111
135
1971
346
35
1972
235
232
1973
152
40
1974
87
63
1975
73
110
1976
138
110
1977
215
110
1978
239
27
1979
126
65
1980
115
63
1980
103
63
1982
267
11
1983
280
124
1984
192
15
1985
103 '
16
X
183,96
87,2 1/
Xi
4.599
2.180
E In Xi
127,446
102, 69299
LnX
5,2147183
4,468204
Dalam perhitungan data nol tidak diikutsertakan.
Penyelesaian :
Analisis peluang hujan bulan januari
(1) Persamaan 5
Y = ln X 1/n ln Xi
= 5.2147183 1/25 * (127.4463357) = 0.116864872
(2) Persamaan 4
* = = 4.439
(3) Persamaan 10
* = 3 / * = (25 3)*4.438/25 = 3.90544
(4) Persamaan 11
= 3.90544/163.98
= 0.021229832
(5) Persamaan 13
v = 2* *
= 2 * 3.90544 = 7.8
(6) Persamaan 22 dan 24
X2 = 2 l*Xb.Untuk menentukan tinggi hujan terendah yang peluang
kejadiannya 0.9 diperoleh dengan mencari nilai 2 pada v = 7.8 dan
nilai peluang 0.9 dalam tabel. Karena nilai v = 7.8 tidak ada, maka
digunakan cara interpolasi sehingga diperoleh nilai 2 sekitar 3.4.
Dengan persamaan (14) diperoleh Xb = 2/ 2 * = 80 mm. Jadi tinggi
hujan minimum yang peluang kejadiannya 90% adalah 80 mm. Sebaliknya
untuk mencari peluang kejadian hujan paling sedikit 184 mm adalah
(persamaan 12):
2 = ,*, Xb. = 7.8 dari tabel 2 = 7.8 dan v = 7.8 diperoleh nilai
peluang sekitar 0.43 atau 43%.
Analisis peluang bulan Agustus
(1) Dengan cara sebelumnya diperoleh nilai
* = 1,348501114 1
= 0,015464462(2) Persamaan 15, 16, 17Misalkan akan dicari
peluang hujan minimal yang mungkin terjadi dengan peluang 0,9
[Pc(x)], maka langkah selanjutnya adalah menentukan peluang
mendapat data nol dan mendapat data tidak nol. Diperoleh nilai p =
25/26 dan q = 1/26 . Kemudian hitung nilai H(x), G(x) dan F(x).
H(x) = 1 -Pc(x) = 1-0,9 = 0,1
G(x) = (H(x)-q)/p = (0,1 - 1/26) / (25/26) = 0,064
F(x) = 1 - G(x) = 0,936(3) Tentukan tinggi hujan yang dimaksud
dengan menggunakan tabel.Terlebih dahulu dihitung v = 2 * =2,7.
Kemudian cari nilai 2 yang sesuai dengan nilai v = 2,7 dan nilai
peluang 0,936. Diperoleh nilai 2 sekitar 0,7 . Dengan menggunakan
persamaan (14) diperoleh tinggi hujan yang mungkin terjadi dengan
peluang 0,9 yaitu :
Xb = x2/2
= 0,7/2 * 0,015464462 = 22,6 mmPengujian kelayakan sebaran hujan
bulan Januari(1) Persamaan 19 dan 20
k = 1 + 3,3 log n
= 1+3,3 log (25) = 5,613
= sekitar 6 kelas
R = X terbesar - X terkecil = 482 - 72 = 410
I = R/k = 410/5,613 = 73,0, ambil sekitar 75
(2) Frekuensi kejadian hujan untuk masing-masing kelas disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Frekuensi kejadian hujan pada masing-masing kelas
(Oi).
Kelas keSelang (mm)Frekuensi kejadian (oi)
1>752
276-1509
3151-2257
4226-3005
5301-3751
6>3751
(3) Frekuensi harapan dihitung dengan mencari besarnya peluang
hujan pada nilai kelas, yaitu ;*= 3,90544 dan 0,021229832 dan v=
7.8 . Dengan menggunakan rumus x2 = 2 * Xb dan dari tabel, maka
diperoleh :Px(x>75) =0,910Px(x>150) =0,580Px(x>225)
=0,280Px(x>300) =0,118Px(x>375) =0,039
Peluang kejadian masing-masing kelas adalah :Px(x>75) = 1
-0,910 = 0,09Px(76p ) yang ortogonal.Tidak ada aturan yang
menentukan berapa jumlah komponen yang harus digunakan, begitu juga
mengenai besamya keragama total yang harus dijelaskan. Teori contoh
(sampling) komponen-komponen belum cukup berkebang, terutama jika
komponen-komponen diekstrak dari matriks korelasi (bukan dari
matrik peragam).Peragam antara peubah-peubah X dan
komponen-komponen utama Z ialah:Cov (X , Z) Cov (X , X A ) = S A
.............................................................(15)Peragam
antara peubah-peubah asal X dan komponen ke-j ialah :
Cov (X, Zj) = Cov (X , Xaj) = S
a...................................................................(16)
karena (S j I_) j = 0 maka S j = j j j ; sehingga Cov (X, Zj) =
j aj Peragam antara peubah ke-i dan komponen ke-j adalah ij
Koefisien korelasi antara peubah ke-i dan peubah ke-j adalah
r (Xi, Zj) = Cov (Xi, Zj) / [ 2 (Xi) . 2 (zj)]1/2
2 (Xi) = 11 = i sedangkan 2 (Zj) = j
Jadi r (Xi, Zj ) = 1/2 j ij/
i.....................................................................(17)
Persamaan (17) dapat digunakan untuk mentransfonmasi matrik A
menjadi matrik korelasi (p x p) antara peubah asal ke-i dan
komponan ke-j. Nilai-nilai korelasi ini dapat digunakan untuk
memberikan intepretasi fisik komponen-komponen. Kadang- kadang satu
atau lebih peubah dari peubah-peubah asal dapat dibuang berdasarkan
nilai-nilai korelasi dengan komponen-komponen. Jika suatu peubah
tidak berkorelasi nyata dengan suatu komponen, peubah tersebut
tidak besar sumbangannya terhadap ragam komponen itu. Menghilangkan
peubah tersebut tidak akan mengubah secara berarti sumbangan
komponen itu terhadap keragaman total. Akan tetapi peubah tersebut
mungkin berkorelasi nyata dengan komponen lain, sehingga jika
peubah tersebut dibuang, sumbangan komponen lain tersebut terhadap
keragaman total akan berkurang. Oleh karena itu peubah-peubah asal
tertentu baru dibuang jika peubah-peubah tersebut tidak berkorelasi
dengan salah satu dari komponen-komponen (sejumlah q) yang
digunakan dalam analisis.
BAB VI. Regresi dengan Peubah Dummy
VI.1. Peubah Dummy
Peubah dummy ialah peubah yang nilai-nilainya terdiri dari nilai
0, -1, dan/atau +1. Di dalam persamaan regresi linear sederhana
yang ditulis sebagai berikut:
Y = a + bX
Nilai a dan b ialah parameter model, dimana a sebagai konstanta
(intersept) dan b slope menunjukkan besar respon yang ditunjukkan
oleh peubah Y dengan perubahan satu satuan nilai pada peubah X.
Persamaan regresi tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut
Y = aI + bX
Dimana I adalah peubah dummy dimana semua nilainya adalah 1.
Kalau a dikalikan dengan nilai 1 maka tetap akan memberikan nilai
a.
VI.2. Penggunaan Peubah Dummy
Dalam analisis regresi, peubah dummy dapat digunakan untuk
menguji apakah dua atau lebih persamaan regresi memiliki intersep
yang sama atau slope yang sama. Misalkan ada dua persamaan regresi
sebagai berikut:
Y1 = a1 + b1X1 yang disusun dari satu set data sebanyak
n1Dan
Y2 = a2 + b2X2 yang disusun dari satu set data sebanyak n2Maka
kedua persamaan tersebut dapat ditulis dalam satu persamaan
yaitu:
Y12 = a1I1+a2I2+b1X1+b2X2Dimana I1 dan I2 merupakan peubah dummy
yang memiliki nilai 0 dan 1. Dalam bentuk matrix persamaan regresi
dengan peubah dummy di atas dinyatakan sebagai:
Y(1x(n1+n2)) = ((1x4) X(4x(n1+n2))
Adapun matrix X ialah
Dari matrix di atas dapat dilihat bahwa kolom 1 dan kolom 2
merupakan nilai peubah dummy I1 dan I2. Bentuk respon peubah Y1
terhadap peubah X1 dan peubah Y2 terhadap peubah X2 dapat
dugambarkan dalam beberapa bentuk kemungkinan:
(a)
(b)
(c)
Gambar (a) menunjukkan bahwa bentuk respon antara Y1 dan X1 dan
antara Y2 dan X2 adalah sama, yaitu nilai slope b1 besarnya sama
dengan b2. Maka b1 dan b2 dapat digabungkan menjadi b12, dimana
b1=b2=b12. Gambar (b) menunjukkan bahwa intersep sama, berarti
nilai konstanta a1 dan a2 sama sehingga dapat digabungkan, dimana
a1=a2=a12. Pada Gambar (c), intersept dan slope sama sehingga garis
yang terbentuk berimpitan. Jadi bentuk persamaan regresi pada
Gambar (a), (b) dan (c) dapat ditulis dalam bentuk persamaan
regresi dengan peubah dummy yaitu:
(a) Y12 = a1I1 + a2I2 + b12X12
(b) Y12 = a12I12 + b1X1 + b2X2
Y12 = a12I12 + b12X12Persamaan regresi baru yang merupakan
penggabungan utuh dari beberapa set persamaan regresi asal, yaitu:
Y12 = a1I1+a2I2+b1X1+b2X2 disebaut sebagai Full Model sedangkan
tiga persamaan di atas yang sudah mengalami pengurangan jumlah
parameter akibat adanya peubah-peubah yang bisa digabungkan disebut
Reduced Model.
Untuk menguji apakah Reduce Model sama baiknya dengan Full Model
dapat dilakukan dengan Uji F, yaitu
,
dimana SSR, SSE, dfR dan dfE menyatakan jumlah kuadrat regresi,
jumlah kuadrat sisaan, derajat bebas regresi dan derajat bebas
sisaan. Subskrip FM dan RM menyatakan Full Model dan Reduce Model.
Komponen-komponen Fhitung dan Ftabel tersebut dapat diperoleh pada
masing-masing ANOVA Full Model dan Reduce Model. Hipotesis yang
diuji ialah:
,
jika Fhitung ( Ftabel maka tolak H0 sedangkan jika Fhitung <
Ftabel maka terima H0.
Pendekatan lain yang dapat dilakukan untuk pengujian ialah
dengan menggunakan kriteria Cp Mallow:
dimana s2 dan (2 menyatakan ragam Reduce Model dan Full Model
(ditunjukkan dengan KTS/MSE ANOVA), n dan p menyatakan jumlah
observasi dan jumlah parameter. Selanjutnya diplotkan antara jumlah
parameter sebagai absis dan nilai Cp Mallow sebagai ordinat. Model
yang dipilih adalah model yang mempunyai nilai Cp Mallow lebih
kecil atau sama dengan banyaknya parameter.Persamaan Regresi dengan
peubah dummy tidak hanya dapat digunakan untuk melihat kesamaan dua
atau lebih persamaan regresi, tetapi juga bisa digunakan untuk
menguji kesamaan pengaruh beberapa perlakuan dari suatu percobaan
yang dirancang dengan berbagai bentuk rancangan seperti Rancangan
Acak Lengkap, Racangan Acak Kelompok dan lain-lain.
BAB VII. ANALISIS PERUBAHAN IKLIM
Perubahan iklim dapat berupa perubahan iklim regional maupun
perubahan iklim global. Metode-metode statistik berikut dapat
dipergunakan untuk mendeteksi adanya perubahan dalam data iklim
secara umum. Untuk mendeteksi perubahan iklim regional kita uji
data selisih atau perbandingan antara data dari stasiun uji dengan
data dari stasiun pembanding. Untuk mengetahui adanya perubahan
iklim global dipertukan pengujian terhadap masing-masing data dari
sebanyak mungkin stasiun uji. Perubahan iklim yang dimaksud
meliputi perubahan rataan, perubahan simpangan dan trend naik atau
turun.a. Uii RataanUji t-student's dapat dipakai untuk menguji beda
dua nilai tengah (rataan). Uji ini dipakai untuk menguji
konsistensi nilai rataan pada satu deret data. Deret data dibagi
menjadi dua sub periode. Periode I mempunyai jumlah data N1dengan
rataan 1 periode II mempunyai jumlah data N2 dengan nilai rataan
2Dimana 1 dan 2 adalah nilai dugaan beda 1 dan 2 pada hipotesis
nol, untuk uji ini dianggap = 0. 12 dan 22 ragam contoh pada sub
periode 1 dan2.
N1 22 = Untuk menguji hipotesis (dibandingkan dengan t tabel
dengan derajat bebas
= N1 + N2 - 2Jika td berada pada kisaran t tabel. Berarti tidak
ada perbedaan nilai tengah antara 2 contoh data.b. Uii Cramer untuk
membandingkan rataan sub periode terhadap rataan keseluruhan
Kita Menghitung : tk = Dimana n = Jumlah data pada sub periode
uji
N = Jumlah data keseluruhan
rk =
= Rataan pada data sub periode uji
= Rataan secara keseluruhan
S = Simpangan baku data keseluruhan
Nilai tk dibandingkan dengan t-student dengan derajad bebas (N
2)
c. Uii KeragamanUji ini dapat dipakai jika dan hanya jika deret
data dapat dianggap menyebar secara normal. Deret data dibagi-bagi
kedalam k sub periode yang sama, dimana k > 2. Setiap sub
periode dihitung ragam contoh :
Sk2 = Dari nilai nilai ini pilih nilai maksimum (s2 max) dan
minimum (s2 min) kemudian membandingkan 2 max / 2 min dengan tabel
4 berikut , pada n dan k yang sesuai.
Tabel 95 % titik titik nyata untuk s2 max / s2 min sebagai
jumlah sub periode (k) dan n jumlah data
n
K
2
3
4
5
6
5
9.60
15.5
20.6
25.2
29.5
6
7.15
10.8
13.7
16.3
18.7
7
5.82
8.38
10.4
12.1
13.7
8
4.99
6.94
8.44
9.70
10.8
9
4.43
6.00
7.18
8.12
9.03
10
4.03
5.34
6.31
7.11
7.80
11
3.72
4.85
5.67
6.34
6.92
13
3.28
4.16
4.79
5.30
5.72
16
2.86
3.54
4.01
4.37
4.68
21
2.46
2.94
3.29
3.54
3.76
31
2.07
2.40
2.60
2.78
2.91
61
1.67
1.85
1.96
2.04
2.11
c. Uji trend (Kecenderungan naik/turun)Uji-uji perubahan iklim
dimaksudkan untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk (pola-pola)
perubahan di dalam data jika data tidak homogen. Ketidak homogenan
data dngan pola trend merupaka gambaran umum dari data jika
lingkungan fisik stasiun berubah.a). Statistik Peringkat
Mam-Kendall.Urut-urutan perhitungan dalam uji ini adalah sebagai
berikut : 1 . Susun data menurut urut-urutan tahun pengamatan.
1. Susun data menurut tahun tahun pengamatan
2. Hitung dari data pertama hingga data ke n - 1 , berapa buah
data yang nilainya lebih besar dari setiap data Xi (ni)
3. Hitung P = =
N = jumlah data ( harus lebih dari 10)
( ) t = 0 tg
tg =didapat dari tabel Gausian normal (2 arah). Jika ( ), ada
didalam selang () maka berarti data acak atau tidak mengandung
kecenderungan.b). Statistik Peringkat Spearman.Uji dimulai dengan
menghitung peringkat setiap data dari terkecil hingga terbesar (= k
i).di = ki i
i adalah nomor urut dataStatistic Peringkat Spearman = s = I -
Untuk N lebih dari 8, maka
ts =
ts dibandingkan dengan nilai t-student dengan derajad bebas (N
2)
BAB VIII. METODOLOGI BOX JENKINS UNTUK ANALISIS DATA IKLIMI.
VIII.1. Pendahuluan
Metodologi Box-Jenkins dibagi menjadi empal tahap. Tahap pertanu
memanfaatkan observasi suatutime series untuk mengidentifikasi
model tentatif yang akan digunakan untuk menduga (forecast)
nilai-nilai yang akan datang. Tahap kedua adalah pendugaan
parameter-parameter bagi model tentatif, sedangkan tahap ketiga
dilakukan pengujian terhadap model tentatif dan, jika diperlukan,
memberi saran untuk memperbaiki model tersebut. Dalam tahap
keempat, model digunakan untuk menduga nilai-nilai time series yang
akan datang.Dengan demikian ada empat tahap dalam metodologi
Box-Jenkins, yaitu identifikasi, estimasi, pengujian, dan
forecasting.VIII.2. Identifikasi
Untuk melakukan identifikasi perlu pemahaman tentang konsep time
series stasionary, time series nonstasionary, autokorelasi, dan
autokorelasi parsial. Nilai time series stasionary berfluktuasi di
sekitar suatu nilai tengah yang konstan sedangkan time series
nonstasionary tidak memiliki nilai tengah konstan. Persamaan Beda
dapat digunakan untuk mentransformasi time series nonstasionary'
menjadi stasionary.Autokorelasi dan autokorelasi parsial merupakan
ukuran derajat keeratan hubungan (bedakan dengan regresi).
Nilai-nilai autokorelasi dan autokorelasi parsial data time series
digunakan untuk menyusun Fungsi Autokorelasi Contoh (FAC) dan
Fungsi Autokorelasi Parsial Contoh (FAPC).Model- model Box Jenkins
tanpa variasi musiman adalah Autoregresivve (AR), Moving Average
(MA), dan Auto Regressive Moving Average (ARMA).
VIII.2.1 Model Autoregressive
Model (proses) Autoregressive (AR) ordo p dapat dituliskan
sebagai:
Zt = + 1Zt-1 + 2Zt-2 + .......................+ pZt-p + tModel
AR memiliki FAPC terputus setelah lag p sedangkan FAC mengecil.
VIII.2.2 Model Moving Average
Model Moving Average (MA) ordo q dapat ditulis sebagai
Zt = + t - 1t-1 - 1t-2 - ....................- 1t-q
Model MA memiliki FAPC mengecil sedangkan FAC terputus setelah
lag q
VIII.2.3 Model Campuran Autoregresissive Moving Average
Zt = + 1Zt-1 + 2Zt-2 + .......................+ pZt-p - 1t-1 -
1t-2 - ....................- 1t-q
Model ARMA memiliki FAPC dan FAC mengecil
VIII.3. Estimasi
Setelah model time series berhasil diidentifikasi, tahap
berikutnya adalah menduga parameter-parameter model yang telah
diidentifikasi. Saat ini telah tersedia metode penghirungan yang
dapat digunakan untuk mendapatkan nilaiPenduga parameter-parameter
model AR, MA, atau ARMA. Karakteristik model-model tersebut adalah
unik.Metode penghitungan yang umum digunakan bukan merupakan metode
langsung melainkan metode iterasi. Nilai awal yang digunakan
biasanya diperoleh dan hubungan fungsional antara nilai
autokorelasi (autokorelasi parsial) dengan parameter model. Uji
konvergensi penting dilakukan sebelum sualu metode iterasi
digunakan.VIII.4. Pengujian
Uji kelayakan model tentatif perlu dilakukan setelah diperoleh
nilai-nilai parameter model. Tergantung dari hasilnya, uji
kelayakan dapat menyarankan perbaikan model tentatif. Salah satu
cara yang dapat ditempuh adalah dengan menganalisa galat
(residual), yaitu selisih antara data time series (observasi) dan
data output model. Cara yang biasa dilakukan adalah menghitung
suatu besaran yang digunakan untuk menentukan apakah k buah
autokorelasi galat secara bersama-sama menunjukkan kelayakan model
tentatif.VIII.5. Forecasting
Jika hasil pengujian menyimpulkan bahwa model tentatif layak,
model tersebut dapat digunakan untuk memprakirakan nilai-nilai time
series untuk waktu yang akan datang. Pendugaan ke depan dilakukan
dengan cara rekursif.. Secara teoritis, model demikian dapat
membangkitkan data time series dalam jumlah tak berhingga.
VIII.6. Strategi penyusunan model
Metodologi Box-Jenkins tidak menghasilkan model yang
deterministik. Hal ini berimplikasi bahwa kualitas model sangat
tergantung dan kualitas data time series (observasi) yang
digunakan. Data historis yang digunakan untuk mengidentifikasi
model tentatif hams bersifat representatif dan dalam jumlah yang
cukup; kesalahan dalam mengidentifikasi karakteristik data input
akan mengarah pada kekeliruan saat mengidentifikasi model tentatif.
Penyiapan (pra-analisis) data observasi perlu dilakukan dengan
cermat.BAB IX.MODEL PEMBANGKIT DATA IKLIM (CLIMATIC DATA
GENERATOR)
IX.1.Pendahuluan
Data iklim sangat diperlukan pada banyak studi yang berkaitan
dengan masalah interaksi lingkungan dengan biologi. Pada tingkat
studi dengan resolusi harian, misalnya pemanfaatan model simulasi
tanaman harian, diperlukan ketersediaan data iklim harian. Namun
pada banyak daerah, data iklim harian jarang tersedia. Pada umumnya
kalaupun ada, data yang tersedia umumnya adalah data dengan
resolusi bulanan. Permasalahan tidak tersedianya data iklim dapat
diatasi dengan menyusun suatu model pembangkit data iklim yang
mampu membangkit data iklim dengan deskripsi statistik yang relatif
sama dengan data aslinya.
Boer et al. (1999) sudah menyusun model pembangkit data iklim
untuk Indonesia dan sudah diterjemahkan ke dalam bahasa pemrograman
Visual Basic. Program tersebut memungkinkan untuk membangkit data
iklim harian (curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, radiasi dan
evaporasi) pada suatu daerah mulai dari yang memiliki stasiun yang
lengkap sampai ke yang tidak memiliki stasiun sama sekali. Pada
daerah yang memiliki stasiun dengan pengamatan unsur iklim yang
lengkap, program memerlukan input semua parameter model pembangkit
data iklim. Pada daerah yang hanya memiliki dua pengamatan unsur
iklim saja yaitu curah hujan dan suhu, program hanya memerlukan
input parameter dari model pembangkit data kedua unsur iklim
tersebut. Pada daerah yang hanya memiliki curah hujan bulanan,
program hanya memerlukan input data hujan bulanan dan pada daerah
yang tidak memiliki stasiun, program memerlukan input posisi
geografis dan ketinggian daerah. Dengan memasukkan input-input
tersebut di atas sesuai dengan pilihan yang diinginkan, data iklim
harian curah hujan, suhu maksimum, suhu minimum, radiasi dan
evaporasi dapat dibangkitkan.
Tulisan ini membahas metode penyusunan model pembangkit data
iklim dan contoh penggunaannya untuk analisis risiko iklim.
Diharapkan tulisan ini dapat memandu pembaca untuk melakukan
analisis sendiri dan menggunakan program pembangkit data iklim yang
sudah disusun untuk berbagai keperluan yang memerlukan informasi
iklim.
IX.2. Model Pembangkit Data Hujan
Model pembangkit data iklim yang agak rumit penyusunannya ialah
model pembangkit data hujan karena hujan merupakan unsur iklim yang
sangat besar variasinya baik dari waktu ke waktu maupun dari satu
tempat ke tempat yang lain. Model pembangkit data hujan biasanya
disusun dalam dua tahap. Tahap pertama ialah menyusun model peluang
kejadian hujan dan tahap kedua menyusun model tinggi hujan dengan
menggunakan fungsi sebaran peluang. Model peluang kejadian hujan
biasanya disusun dengan menggunakan proses rantai Markov (Nick and
harp, 1980, Richardson, 1981, Wilks, 1990) dan sebaran yang sering
digunakan untuk menentukan tinggi hujan ialah sebaran gamma (Wilks,
1990).
Model Peluang Kejadian Hujan. Model rantai Markov seringkali
digunakan untuk menggam-barkan kejadian hujan (Stern and Coe, 1984;
Hann et al, 1976). Kejadian hujan pada hari ke-i dipengaruhi oleh
ada atau tidaknya hujan pada hari-hari sebelumnya. Bila kejadian
hujan pada hari ke-i hanya dipengaruhi oleh kejadian hujan pada
hari sebelumnya maka dikatakan bahwa kejadian hujan tersebut
membentuk Rantai Markov tingkat satu, dan bila dipengaruhi oleh
keadaan dua hari sebelumnya, maka ia dikatakan membentuk Rantai
Markov Tingkat dua demikian seterusnya.
Di dalam tulisan ini hanya dibatasi pada Rantai Markov Tingkat
Satu saja karena pada prinsipnya analisis untuk tingkat yang lebih
tinggi akan sama. Di dalam analisis digunakan simbol 0 untuk hari
bukan hujan dan 1 untuk hari hujan. Peluang terjadinya hujan pada
hari ke-i bila pada hari sebelumnya tidak terjadi hujan ditulis
dalam bentuk p01(i) dan bila terjadi hujan ditulis dalam bentuk
p11(i). Bentuk umum nilai dugaan peluang kejadian hujan ialah
sebagai berikut:
pjk(i) = njk(i)/(njk(i)+njk(i))
,............................................................(1)
dimana njk(i) ialah banyaknya tahun yang pada hari ke-i terjadi
k (0 atau 1) dan pada hari sebelumnya terjadi j (0 atau 1).
Penyusunan persamaan penduga peluang kejadian hujan biasanya
digunakan persamaan regresi Fourier. Permasalahan yang muncul dalam
menggunakan persamaan regresi terhadap nilai peluang ialah
dimungkinkannya dihasilkan garis fitting yang melebihi nilai 1 atau
lebih kecil dari 0. Untuk mengatasi masalah ini, nilai peluang
biasanya ditransformasi dulu ke dalam bentuk fungsi logit gjk(i)
yaitu:
gjk(i) =
ln(pjk(i)/(1-pjk(i))..............................................................(2)
Untuk mentransformasikan kembali nilai gjk(i) ke dalam bentuk
nilai peluang dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut:
pjk(i) =
1/(1+exp(-gjk(i)))..............................................................(3)
..........................................(4)
Persamaan garis fitting untuk gjk(i) mengikuti bentuk berikut
(Stern and Coe, 1984):
dimana i' = 2(i/365 dan i = 1, 2, .., 365. Banyaknya harmonik,
m, dapat ditentukan dengan menggunakan tehnik regressi berganda
yang mana peubah bebas dimasukkan secara berurutan, mulai dari
harmonik 1, harmonik 2 dan seterusnya hingga tidak ada lagi
penambahan keragaman yang diterangkan oleh peubah bebas yang
dimasukkan.
Untuk keperluan penyusunan model pembangkit data hujan,
informasi peluang yang diperlukan ialah peluang terjadinya hujan
pada hari ke-i di mana pada hari sebelumnya terjadi j (0 atau 1).
Nilai dugaan untuk gj1(i) dapat dihitung apabila data pengamatan
hujan harian tersedia. Apabila data hujan harian tidak tersedia,
nilai gj1(i) dapat diduga dari data hujan bulanan. Hubungan antara
gj1(i) dengan hujan bulanan berbentuk eksponensial. Berdasarkan
data yang diambil dari 35 stasiun hujan yang tersebar di seluruh
Indonesia, Boer et al. (1998) menemukan bahwa persamaan hubungan
yang dihasilkan cukup akurat. Data hujan bulanan mampu menerangkan
keragaman nilai gj1(i) lebih besar dari 75% (Gambar 4).
Gambar 4. Hubungan antara gj1(i) dengan hujan bulanan
Untuk keperluan simulasi, data peluang harus diubah ke dalam
bentuk data kejadian. Hal ini dilakukan dengan cara membangkitkan
bilangan acak dari sebaran uniform U(0, 1; VanTassel et al., 1990).
Bila nilai acak dari sebaran uniform lebih kecil dari nilai
peluang, maka berarti terjadi hujan, sebaliknya bila ia lebih besar
berarti tidak terjadi hujan. Bila hasil simulasi menyatakan terjadi
hujan, maka tahap selanjutnya adalah membangkitkan data tinggi
hujan dengan menggunakan sebaran teoritis.
Tinggi hujan. Tahapan selanjutnya dalam membuat model simulasi
data hujan adalah menghitung parameter sebaran teoritis yang
diangap mendekati sebaran data hujan. Sebaran Gamma merupakan
sebaran teoritis yang umum dipakai dalam menggambarkan keragaman
tinggi hujan (Ison et al., 1971; Stern and Coe, 1984; Waggoner,
1989; Wilks, 1990). Adapun model kepekatan peluangnya adalah:
......................................................(5)
dengan ( yang merupakan parameter bentuk serta ( merupakan
parameter skala dari fungsi gamma (.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk menduga nilai dari
kedua parameter sebaran gamma diantaranya adalah:
1.Metode Moment
( =
X2/s2....................................................................................(6)
dimana X adalah rata-rata tinggi hujan dan s simpangan baku.
Metode ini bisa dipakai bila nilai ( >= 10.
2.Metode Kemungkinan Maksimum (latihan membandingkan nilai a dan
b dari beberapa metoda).
Metode Thom
( = [1+
(1+4y/3)1/2]/4y.............................................................(7)
n
y = ln(X) - 1/n ( ln(Xi)
i=1
dimana n adalah banyaknya data
Metode Greenwood dan Durand
( = (0.5000876 + 0.1648852y -
0.0544276y2)/y.........................(8)
untuk 0