Click here to load reader
1
Modul dan Kurikulum
Pendidikan Dakwah Transformatif
PP LAKPESDAM NU 2006
Silahkan mengutip modul dan kurikulum ini dengan syarat mencantumkan sumbernya. Terima kasih
2
M O D U L
3
PENDAHULUAN
Islam masuk ke Indonesia tidak dengan jalan peperangan (penaklukan). Islam justru masuk ke Indonesia dengan jalan damai. Dakwah yang dilakukan para penyebar agama Islam di abad ke-16-17 menunjukkkan hubungan yang dialogis, negosiatif, dan adaptif terhadap masyarakat setempat. Inilah yang kemudian menyebabkan Islam mudah diterima oleh masyarakat Indonesia yang sudah sejak lama memeluk agama Hindu dan kepercayaan lokal.
Akulturasi dakwah yang dilakukan Walisongo dengan memasukkan unsur-unsur Islam ke dalam budaya lokal menarik simpati yang besar dari masyarakat, sehingga proses Islamisasi secara perlahan menyebar ke segala dimensi kehidupan masyarakat. Dakwah yang mencerminkan apresiasi yang besar terhadap kepercayaan masyarakat lokal tanpa menyingkirkan akidah Islam yang harus menjadi keyakinan umat Islam, membuat proses Islamisasi berjalan lancar, dan bahkan dalam periode selanjutnya Islam menjadi agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia.
Namun demikian, seiring dengan perubahan zaman, wajah Islam di Indonesia berubah dari wajah yang damai menjadi wajah yang keras. Berbagai aksi kekerasan atas nama agama, radikalisme, dan terorisme yang terjadi di Indonesia menjadikan wajah Islam Indonesia berubah; keras, militan, dan radikal. Tentu saja, dakwah memiliki pengaruh yang besar di tengah-tengah masyarakat. Karena dakwah lah yang menjadikan kesadaran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Karena itulah, strategi dakwah dan penyadaran kepada para da’i memiliki ketertakaitan yang erat dengan seberapa jauh wajah Islam di Indonesia. Keras-lunaknya masyarakat dan moderat-radikalnya masyarakat sangat ditentukan oleh strategi dakwah dan pemahaman keagamaan yang diyakini para da’i.
Itu sebabnya, dakwah transformatif, yang ditandai dengan pemahaman keagamaan para da’i yang inklusif dan sadar terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapai masyarakat merupakan sesuatu yang mendesak untuk direalisasikan. Pada gilirannya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai dan pemahaman keagamaan yang luas (komprehensif) masyarakat sebagai objek dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya. Pada titik selanjutnya, wajah islam di Indonesia akan kembali seperti pada zaman awal Islam amsuk ke Indonesia; berwajah damai dan akomodatif terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.
REFLEKSI
Penyebaran Islam yang kontekstual dalam kehidupan masyarakat Indonesia merupakan tantangan besar yang harus dilakukan untuk menciptakan suatu tatanan kehidupan yang baik dan sejahtera. Peristiwa demi peristiwa yang terjadi dalam ranah keagamaan dan ranah sosial dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan betapa Islam sebagai agama mayoritas belum mampu menjadi spirit bagi penciptaan kehidupan bermasyarakat secara lebih baik. Hal ini disebabkan pemahaman keagamaan masyarakat masih menujukkan wataknya yang sempit, formalistik, dan tidak membebaskan.
4
Dalam ranah keagamaan misalnya, peristiwa aksi kekerasan atas nama agama, radikalisme, dan terorisme yang terjadi di Indonesia merupakan buah dari pemahaman keagamaan keagamaan masyarakat yang belum tuntas tentang makna agama sebagai spirit perdamaian. Norma ajaran Islam yang begitu agung disalahpahami dan disalahtafsirkan sehingga banyak sekali ekspresi beragama yang tidak sejalan dengan visi normatif Islam yang damai. Di Indonesia ini, sudah banyak kita saksikan aksi-aksi kekerasan, seperti pengusiran terhadap kelompok Ahmadiyah yang dianggap sesat, konflik antaragama di Ambon dan Poso, aksi terorisme (bom Bali, J.W. Marriot, dan bom Kuningan), dan aksi kekerasan lainnya yang tidak mendukungan upaya hidup bersama yang toleran dan damai dalam bingkai pluralisme.
Ekspresi keagamaan yang ditampilkan oleh umat seringkali mencerminkan wawasan keagamaan yang sempit, sehingga melupakan esensi keberagamaan. Islam seringkali dipahami dalam pengertian legalistik-formalistik yang didasarkan pada ideologi “penegakkan syariat Islam”. Padahal, Islam formalistik justru melupakan esensi dari ajaran dasar Islam, yang menghendaki penciptaan masyarakat majemuk yang egaliter dan sederajat dalam bingkai pluralisme keindonesiaan.
Pada gilirannya, pemahaman keagamaan seperti itu justru mengkerdilkan Islam sebagai agama rahmatan lil alamin, yang menghendaki kesetaraan umat beragama dan hidup bersama dalam perbedaan (suku, agama, dan golongan) dan praktik beragama yang holistik, tidak sekedar legalistik-formalistik. Kemudian, Islam sering dituduh sebagai agama teroris, tidak peduli terhadap kesadaran sosial, dan agama ekslusif. Citra seperti ini telah membawa perubahan besar bagi umat Islam Indonesia, yang dulunya dikenal santun, toleran, dan tidak keras/militan menjadi radikal dan berlawanan dengan cita-cita sosial-perdamaian.
Tentu saja, dakwah memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan pola pemahaman keagamaan di tengah-tengah masyarakat. Karena dakwah lah yang menjadikan kesadaran dan pemahaman keagamaan masyarakat. Karena itulah, strategi dakwah dan penyadaran kepada para da’i memiliki ketertakaitan yang erat dengan seberapa jauh wajah Islam di Indonesia. Keras-lunaknya masyarakat dan moderat-radikalnya masyarakat sangat ditentukan oleh strategi dakwah dan pemahaman keagamaan yang diyakini para da’i.
Dalam ranah sosial, Islam seringkali dipahami hanya sebagai persoalan ibadah saja, yang pemaknaannya masih terbatas pada pola hubungan hamba dengan Tuhan (vertikal). Sehingga penyebaran dakwah yang terjadi di masyarakat lebih banyak menyoroti persoalan ibadah kepada Allah SWT secara ekslusif, tanpa memaknainya secara luas. Padahal Islam memiliki spirit pembebasan, yang meniscayakan pola hubungan yang tidak saja vertikal kepada Tuhan, tetapi juga pola hubungan yang horisontal terhadap sesama manusia. Sehingga Islam sebagai agama memiliki tanggung jawab sosial agar masyarakat memiliki perilaku sosial yang bertanggungjawab, transparan, dan berkeadilan.
Islam sebagai agama yang membebaskan semestinya mampu menjawab problem-problem kemanusiaan, seperti ketidakadilan, penindasan, kewenang-wenangan, dan kemiskinan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Sehingga Islam tidak kehilangan orientasi horisontalnya dalam menjaga hubungan dengan sesama manusia. Belum lagi problem sosial tentang maraknya praktik korupsi yang
5
terjadi di masyarakat dan sistem penyelenggaraan negara (birokrasi). Islam yang hanya memiliki orientasi vertikal merupakan karakter Islam yang ekslusif dan tidak memiliki semangan perubahan. Padahal, sejak dari Islam didakwahkan memiliki orientasi kemanusiaan yang sangat kuat agar terjadi keseimbangan sosial dalam masyarakat.
Ini semua merupakan bagian dari dakwah agama untuk merubah perilaku masyarakat agar memiliki pemahaman keagamaan yang moderat, inklusif dan toleran serta mampu melakukan perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat sebagai bagian dari misi sosial Islam.
Kenapa Da’i? Menghadapi tantangan tersebut di atas, maka para aktivis dakwah (daí)
memiliki peranan yang strategis dalam merubah pandangan keagamaan masyarakat. Sebab, pemahaman keagamaan masyarakat biasanya sangat dipengaruhi oleh para juru dakwah (ustadz, daí, kyai). Para da’ilah yang ikut mengkonstruk pemahaman keagamaan masyarakat melalui aktivitas dakwah yang dilakukan secara terus-menerus di dalam berbagai kesempatan, baik dalam skala Jum’atan, Bulanan, maupun peringatan-peringatan keagamaan, baik di mushalla, masjid maupun di tempat-tempat terbuka dalam bentuk pengajian umum.
Apa yang perlu dilakukan? Oleh karena peranan mereka yang begitu besar dalam memproduksi
pemahaman agama masyarakat, maka sangat diperlukan pelatihan yang diikuti oleh para aktivis dakwah, terutama dalam mendorong wawasan keagamaan mereka agar lebih inklusif dan toleran serta dapat memberikan kontribusi bagi perubahan sosial di masyarakat. Jika para aktivis dakwah mampu memahami doktrin agama secara kritis, inklusif dan toleran, maka secara otomatis masyarakat akan mentrasnfer pemahaman yang dimiliki para aktivis dakwah. Dengan demikian, akan tercipta suasana dan ekpresi keberagamaan masyarakat yang sejalan dengan cita-cita Islam sebagai agama rahmatan lil alamin. Selain itu juga, peran da’i di masyarakat tidak lagi hanya berkutat pada dakwah verbal, tetapi lebih luas lagi yakni dakwah bil hal, yakni terlibat langsung dalam menyelesaikan problem-problem yang dihadapi masyarakat.
Pada gilirannya, dengan kemampuan strategi dakwah yang memadai dan pemahaman keagamaan yang luas (komprehensif), masyarakat sebagai objek dakwah akan berubah cara pandang keagamaannya.
Apa itu Dakwah Transformatif Dakwah transformatif merupakan model dakwah, yang tidak hanya
mengandalkan dakwah verbal (konvensional) untuk memberikan materi-materi agama kepada masyarakat, yang memposisikan da’i sebagai penyebar pesan-pesan keagamaan, tetapi menginternalisasikan pesan-pesan keagamaan ke dalam kehidupan riil masyarakat dengan cara melakukan pengorganisasian dan pendampingan masyarakat secara langsung. Dengan demikian, dakwah tidak hanya untuk memperkukuh aspek relijiusitas masyarakat melainkan juga memperkukuh
6
basis sosial untuk mewujudkan transformasi sosial. Dengan dakwah transformatif, da’i diharapkan memiliki fungsi ganda, yakni melakukan aktivitas penyebaran materi keagamaan dan melakukan pengorganisasian dan pendampingan masyarakat untuk isu-isu korupsi, syariat Islam, konflik antaragama, lingkungan hidup, penggusuran, dan problem kemanusiaan lainnya.
TUJUAN 1. Berkembangnya pemahaman keagamaan kritis, inklusif, dan toleran di kalangan
para aktivis dakwah secara intensif. 2. Berubahnya pandangan keagamaan para aktivis dakwah dari pemahaman
konservatif dan intoleran ke pemahaman agama kritis yang sejalan dengan cita-cita Islam yang paling substansial.
3. Terbekalinya kemampuan para da’i dalam mengorganisir dan mendampingi masyarakat untuk menyelesaikan problem-problem sosial yang dihadapi.
4. Terciptanya perubahan ekspresi dan praktik keagamaan masyarakat melalui aktivitas-aktivitas dakwah yang berwawasan inklusif dan toleran.
METODE PELATIHAN
Dalam pelatihan ini, metode yang digunakan adalah metode pendidikan orang dewasa, dengan memberi tekanan lebih pada partisipasi aktif dari peserta pelatihan. Selain itu, metode ceramah juga bisa digunakan sebagai media memberikan umpan (in put) kepada peserta untuk kemudian dilanjutkan dengan dialog terbuka. Berbagai macam metode pelatihan bisa diterapkan di sini, asalkan metode-metode tersebut sesuai dengan alur pelatihan yang ada, sesuai dan mempermudah tercapainya tujuan dan out put, serta kondusif dalam menciptakan suasana pelatihan yang tidak kaku. Sebaliknya dapat menjadi daya tarik pelatihan itu sendiri.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam pelatihan ini yaitu: 1. Ceramah
Metode ini dilakukan dengan mendatangkan pembicara/narasumber yang dianggap kompeten terhadap suatu materi pelatihan. Penceramah diharapkan memberikan uraian materi tertentu secara sistematis dengan tujuan meningkatkan pengetahuan peserta pelatihan. Penceramah juga diharapkan berbagi informasi dan pengetahuan, tetutama temuan-temuan barunya. Untuk menghindari kebosanan, waktu yang dialokasikan kepada penceramah tidak terlalu lama. Alokasi waktu antara 25 menit sampai 30 menit bagi penceramah untuk memberikan uraiannya. Selanjutnya, dengan alokasi waktu yang lebih longgar, dilanjutkan dengan dialog bersama peserta untuk memberikan respon balik. Sebaiknya penceramah tidak hanya duduk di depan, sesekali ia bisa
7
berdiri bahkan berjalan mendekati peserta pelatihan selayaknya “fasilitator”. Itu dilakukan supaya suasana forum tidak kaku.
2. Bursa gagasan (brainstorming) Peserta pendidikan diminta memunculkan gagasan terkait dengan kegiatan, untuk kemudian diperdalam dalam diskusi. Semua peserta akan memunculkan pengalaman, harapan, dan gagasannya terkait dengan pendidikan sehingga setiap peserta dapat saling tukar pengalaman dan gagasan secara baik. Bursa gagasan ini diharapkan dapat memunculkan memori peserta terhadap suatu masalah, kasus dan alternatif pemecahannya.
3. Studi Kasus (Case Study) Bahan utamanya adalah adanya deskripsi tentang suatu persoalan yang muncul di tengah masyarakat baik dulu maupun sekarang, bagaimana masyarakat atau elemen lain menghadapi dan menanggapi persoalan tersebut. Kasus-kasus yang diajukan dikaji secara serius dengan melihat latar belakang, materi kasus, aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, permasalahan, dan bagaimana menyelesaikan secara tepat.
4. Diskusi Kelas Melalui forum ini semua peserta pelatihan diharapkan berbicara memberikan pendapatnya. Ini penting untuk menumbuhkan keberanian menyampaikan pendapat dan mendengarkan pendapat orang lain. Pada saat yang sama fasilitator berkeliling untuk memastikan setiap peserta menyampaikan pendapatnya. Diskusi di kelas merupakan cara untuk memperdalam permasalahan yang tidak tuntas dalam seminar.
4. Memecah Kebekuan/Pencairan Suasana (Icebreaking) Kegiatan ini cenderung kaya dengan permainan. Tujuannya menciptakan dan memelihara suasana pelatihan menjadi longgar, tidak kaku, dan santai. Kegiatannya bisa berupa bernyanyi, baca puisi, teka-teki. Ice breaking bisa dilakukan pada waktu suasana forum terlihat tegang sehingga suasana kelas menjadi cair dan menyenangkan.
5. Bermain Peran (roleplay) Bermain Peran bertujuan memberi pengertian kepada peserta pelatihan baagaimana memainkan peran dalam kehidupan sehari-hari dan mendapatkan bahan dari pengalamannya sendiri yang kemudian dianalisis. Dari bermain peran ini peserta bisa menarik manfaat mencoba sesuatu yang baru sebelum menerapkannya dalam kenyataan. Dan peserta bisa bersikap obyektif terhadap berbagai peran yang diambil. Sebagai pendekatannya, peserta pelatihan diminta memainkan peran, misalnya, menjadi politisi, korban penggusuran atau peran lainnya. Akan tetapi ini berbeda dengan drama, karena peran-peran tersebut tidak berdasar skenario. Selama permainan ini berlangsung diharapkan ada pengamat yang khsusus mengamatinya.
8
6. Bercerita tentang pengalaman Seorang peserta pelatihan berbicara menyampaikan pengalamannya terkait persoalan yang dialami dalam komunitasnya, untuk kemudian didiskusikan bersama. Tujuannya berbagi pengalaman kepada sesama peserta.
7. Diskusi kelompok Pendekatan ini efektif untuk memberikan kesempatan kepada peserta pelatihan dalam bertukar pikiran dan pengalaman terhadap suatu permasalahan; mencakup di dalamnya bagaimana berpikir dan mencari jalan keluar atas permasalahan yang didiskusikan. Tujuan dari metode ini yaitu meningkatkan kemampuan berpartisipasi secara aktif, juga berbagi teori-teori atau konsep-konsep yang diketahui terkait dengan pengalaman peserta untuk kemudian merumuskan jalan atau solusinya. Untuk menerapkan metode ini, peserta pelatihan sebelumnya dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Cara membagi kelompok bisa dengan cara, misalnya, berdasar perimbangan perwakilan daerah asal peserta. Juga bisa dengan cara meminta peserta berhitung dari 1 s/d 4 (jika kelompok yang kehendaki adalah 4 orang tiap kelompok). Kemudian kelompok satu terdiri dari para peserta yang menyebut hitungan satu. Begitu seterusnya untuk kelompok 2 atau 3, sesuai dengan banyaknya kelompok yang diinginkan.
ALUR PELATIHAN
Program pelatihan dakwah ini menggunakan alur program yang mengandalkan refleksi dan aksi (lapangan) yang dilakukan secara simultan. Sehingga setiap kali ada refleksi yang dilakukan dalam bentuk pelatihan, pada tahap berikutnya akan dibarengi dengan aksi di lapangan secara langsung di masyarakat. Gambaranya, jika peserta sudah mendapatkan pelatihan/pendidikan di kelas, setelah itu peserta akan langsung diterjunkan di lapangan (dakwah di masyarakat) dengan membawa bekal pelatihan/pendidikan yang sudah didapatkan di kelas. Proses aktivitas di lapangan ini kembali akan direfleksikan dalam kelas (sesi pelatihan/pendidikan berikutnya; daurah kedua dan seterusnya).
9
STRUKTUR DAN ALUR PELATIHAN DAKWAH TRANSFORMATIF
Input Input Input Daurah I
Input Input Input
Daurah II Daurah III
REKRUITMEN DAN KUALIFIKASI PESERTA
Sebelum dilaksanakan pelatihan dakwah di daerah, terlebih dahulu
dilakukan proses seleksi dan rekruitmen peserta yang terbagi dalam empat daerah dengan komposisi: 8 peserta berasal dari Jawa Timur, 7 peserta dari Jawa Barat, 5 peserta dari Sulawesi Selatan, dan 5 peserta dari Sumatera Barat) yang akan mengikuti seluruh proses pendidikan (3 kali putaran). Sehingga total peserta
Sharing Pengalaman
Materi Agama (KWA= al-Qur’an dan Tafsir)
Materi Sosial (Globalisasi dan Ansos Struktural)
Refleksi (Hasil Aksi Lapangan)
Materi Agama/KWA (Fiqih, Ushul Fiqh, dan Kaedah Fiqih)
Materi Sosial (Advokasi dan Pengorganisasian)
Materi Agama/KWA (Pluralisme, HAM, dan Gender)
Refleksi (Hasil Aksi Lapangan)
Materi Sosial Manajemen Konflik dan Analisis Gender)
GOAL -Da’i dapat memposisiskan Islam sebagai teks dan pemahaman sebagai realitas -Da’i dapat membaca problem yang dihadapinya dalam konteks lokal, nasional, dan global
GOAL -Da’i dapat memposisiskan Islam sebagai teks dan pemahaman sebagai realitas -Da’i mengenal dan dapat melakukan advokasi dan pengorganisasian masyarakat
GOAL -Da’i semakin memperkuat pemahaman keagamaan kritis dan pluralis berperspektif jender -Da’i mampu dan terlibat dalam menyelesaikan konflik di daerahnya
10
berjumlah 25 orang. Seleksi administrasi akan dilakukan oleh Lakpesdam, sedangkan seleksi kualitatif (kemampuan membaca kitab kuning) akan dilakukan oleh kyai pesantren di daerahnya masing-masing.
Syarat-syarat peserta adalah sebagai berikut:
1. Bisa membaca Kitab Kuning 2. Mempunyai jama’ah atau basis dampingan 3. Berprofesi sebagai muballigh 4. Usia 25-35 tahun 5. Bersedia mengikuti program hingga akhir 6. Lulus Pre-test 7. Membuat rencana kerja
MATERI PELATIHAN
Pelatihan dilakukan dalam tiga putaran (daurah) dengan komposisi peserta sama dari putaran pertama hingga putaran ketiga. Di setiap akhir pelatihan akan dibuatkan rencana aksi di daerah sesuai dengan isu yang sedang dihadapi masyarakat daerah. Materi Putaran Pertama (Daurah Ula) 1. Perkenalan dan Kontrak Belajar 2. Refleksi dan Sharing Pengalaman 3. Analisis Sosial untuk Globalisasi 4. Teknik Analisa Sosial Struktural 5. Kritik Wacana Agama 6. Kesepakatan Aksi 7. Evaluasi Materi Putaran Kedua (Daurah Tsaniyah) 1. Refleksi 2. Kritik Wacana Agama 3. Advokasi 4. Pengorganisasian 5. Kesepakatan Aksi 6. Evaluasi
11
Materi Putaran Ketiga (Daurah Tsalitsah) 1. Refleksi 2. Kritik Wacana Agama 3. Manajemen Konflik 4. Analisis Gender 5. Kesepakatan Aksi 6. Evaluasi
12
KURIKULUM DAURAH PERTAMA
MATERI PERKENALAN
I. Tujuan 1. Peserta, fasilitator, dan panitia saling mengenal nama dan latar
belakangnya masing-masing (nama, usia, organisasi, alamat, asal daerah, dan yang lainnya).
2. Menciptakan suasana interaktif dan terbuka yang jauh dari sikap canggung dan beban psikologis antara peserta, fasilitator, dan penyelenggara agar dapat terbina kerjasama yang solid selama proses pendidikan dan pelatihan berlangsung.
3. Peserta, fasilitator, dan panitia mengetahui pengalaman masing-masing yang menangkan maupun yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kegiatan ataupun perjuangannya.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Perkenalan diri semua pihak yang terlibat dalam kegiatan
pendidikan dan pelatihan (fasilitator, peserta, panitia dan seluruh pihak yang terlibat dalam proses pelatihan).
2. Menciptakan iklim kebersamaan antar peserta pelatihan. 3. Pengalaman-pengalaman peserta yang dimungkinkan akan
mendinamisir pelatihan.
III. Metode Permainan
IV. Waktu
60 menit (1 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Bagikan setengah kertas plano kepada peserta dan minta
peserta untuk menuliskan: a. Data pribadi (nama, alamat, status, dll) b. Mengapa mereka mengikuti pelatihan c. Pendapat-pendapat tentang realitas sosial yang ada d. Beberapa pengetahuan tentang dakwah
2. Setelah selesai minta masing-masing peserta menempel di
dinding atau pun papan di sekitar ruangan. 3. Persilahkan peserta membaca satu persatu apa yang
dituliskannya dan minta penjelasan kalaupun itu berupa gambar.
13
4. Sebagai upaya mempererat dan mengenal lebih jauh, ajak peserta bermain dalam lingkaran. Minta seluruh peserta pindah dari kursinya dan membentuk lingkaran.
5. Persilahkan peserta untuk menempati tempat duduknya seperti semula.
VI. Alat Bantu 1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol 2. Alat peraga permainan 3. Alat tulis untuk semua peserta
KONTRAK BELAJAR
I. Tujuan 1. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap
pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam pengertian teknis maupun substansial.
2. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan, pembagian tugas, dll.
3. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas forum, dan kebersamaan).
2. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam pelatihan dan cara menggunakan metode.
3. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III. Metode
1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu
90 menit (1 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat.
14
2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi, peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI. Alat Bantu 1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol 2. Alat peraga permainan 3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I. Tujuan 1. Peserta menyampaikan pengalamannya tentang realitas
masyarakat dan problem-problem yang dihadapinya. 2. Peserta dapat memahami adanya keterkaitan antara realitas
dan sistem dan cara dakwah yang terjadi selama ini. 3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Realitas masyarakat
- Faktor penyebab ketidakadilan di masyarakat - Potensi-potensi konflik di masyarakat - Faktor penyebab sikap intoleran di masyarakat
2. Sistem dakwah - Makna dakwah - Tujuan dakwah - Metode dakwah - Materi dakwah - Kualitas da’i
III. Metode
- Curah pendapat
15
- Brainstorming - Kaji kasus
IV. Waktu
240 menit (2 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat. 2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan. 3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VI. Alat Bantu 1. Kertas Plano 2. Spidol 3. Double tip
KRITIK WACANA AGAMA I. Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan materi yang memiliki beragam penafsiran.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Posisi al-Qur’an dan Tafsir 2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream
-Jihad -Non muslim
3. Relasi agama dan problem kemanusiaan III. Metode
1. Diskusi narasumber 2. Diskusi kelompok 4. Kaji kasus/kaji nash
IV. Waktu 360 menit ( 3 sesi)
16
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini. 2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasan-
batasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan (Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir. 2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta 12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI. Alat bantu 1. Makalah 2. Lembar kodifikasi teks 3. Spidol/ Lakban
17
ANALISA SOSIAL I. Tujuan
1. Peserta mampu melakukan analisis peta kepentingan beragam pihak dalam suatu masyarakat.
2. Peserta mampu memahami adanya struktur yang menindas dalam sebuah masyarakat.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Globalisasi dan Dampaknya terhadap kehiudupan masyarakat: -Ideologi globalisasi -Sejarah Globalisasi -Aktor yang bermain dalam Arus Besar Globalisasi -Perangkat aturan yang terkait dengan Globalisasi
2. Perspektif Islam atas Globalisasi
III. Metode 1. Ceramah 2. Diskusi/tanya jawab 3. Kaji kasus 4. Pemutaran film
IV. Waktu
240 menit (2 sesi) V. Proses Kegiatan
1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan selama sesi ini.
2. Mulailah dengan pengantar diskusi oleh narasumber (Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dan diminta mendiskusikan pokok bahasan: 1) Globalisasi dan 2) Perspektif Islam tentang globalisasi.
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi
18
kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta 12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI. Alat Bantu 1. Makalah 2. Lembar kodifikasi teks 3. Spidol 4. Lakban
ANALISA SOSIAL STRUKTURAL
I. Tujuan 1. Peserta memahami alat untuk melihat struktur yang menindas
dalam suatu struktur sosial. 2. Peserta mampu mengidentifikasi kepentingan atau ideologi yang
berkembang dalam masyarakat.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Pengantar Analisa Sosial Struktural (Pengertian, Asal-usul, dan
Kenapa perlu Ansos Struktural) 2. Tehnik Analisa sosial struktural
III. Metode
1.Penugasan/praktek 2.Kerja kelompok 3.Diskusi kelompok
VI. Waktu
240 menit (2 sesi)
VII. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini. 2. Awali dengan penjelasan tentang kerangka kerja yang akan
dilakukan. 3. Peserta dibagi menjadi dua kelompok dan diminta
mendiskusikan pokok bahasan inti.
19
4. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
5. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
6. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok bahasan di atas.
7. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia menyampaikan respon atas hal tersebut.
8. Dialog bersama peserta 9. Fasilitator mengakhiri sesi 10. Berikan bacaan sebagai
VI. Alat bantu 1. Makalah 2. Lembar kodifikasi teks 3. Spidol 4. Lakban
20
KESEPAKATAN AKSI I. Tujuan
1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Apa yang perlu dilakukan? 2. Bagaimana caranya? 3. Dukungan Lakpesdam?
III. Metode
1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu
120 menit (1 sesi)
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi
ini. 2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka
sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud, draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama (kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VI. Alat bantu 1. Kertas Plano dan spidol 2. Draft tentatif kegiatan aksi
21
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I. Tujuan 1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan 2. Kesimpulan dan saran
III. Metode
1. Angket, Diskusi 2. Brainstorming 3. Menulis ungkapan umpan balik
IV. Waktu
60 Menit (1 sesi) V. Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur, materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber, metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI. Alat Bantu 1. Spidol 2. Meta plan
22
3. Double tip 4. Formulir evaluasi akhir
23
KURIKULUM DAURAH KEDUA
KONTRAK BELAJAR I. Tujuan
4. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam pengertian teknis maupun substansial.
5. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan, pembagian tugas, dll.
6. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II. Pokok-pokok bahasan
5. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas forum, dan kebersamaan).
6. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam pelatihan dan cara menggunakan metode.
7. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III. Metode
1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu
90 menit (1 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat. 2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib
tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi, peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
24
6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI. Alat Bantu 1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol 2. Alat peraga permainan 3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I. Tujuan 1. Peserta menyampaikan pengalamannya tentang apa yang
dilakukannya di lapangan. 2. Peserta dapat menganilisis problem yang dihadapi di lapangan. 3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Apa yang dilakukan di lapangan 2. Problem dan hambatan dalam aksi lapangan 3. Upaya penyelesaian dinmaika problem yang dihadapi 4. Pelajaran apa ayng dapat diambil dari realitas dakwah yang
terjadi
III. Metode 1. Curah pendapat 2. Brainstorming 3. Kaji kasus
IV. Waktu
240 menit (2 sesi)
VII. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat. 2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan. 3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VIII. Alat Bantu 1. Kertas Plano
25
2. Spidol 3. Double tip
KRITIK WACANA AGAMA I. Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan materi yang memiliki beragam penafsiran.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Posisi Fikih, Ushul Fikih, dan Kaedah Fikih dalam Konstruk Pemahaman Islam
2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream - Pluralisme - Aliran Sesat
III. Metode
1. Diskusi narasumber 2. Diskusi kelompok 4. Kaji kasus/kaji nash
IV. Waktu 480 menit ( 4 sesi)
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini. 2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasan-
batasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan (Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir. 2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
26
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta 12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI. Alat bantu 1. Makalah 2. Lembar kodifikasi teks 3. Spidol 4. Lakban
ADVOKASI
I. Tujuan 1. Peserta memahami apa advokasi itu 2. Peserta memahami prinsip-prinsip advokasi 3. Peserta memahami bentuk dan strategi advokasi
II. Pokok bahasan
1. Apa dan mengapa advokasi 2. Prinsip-prinsip advokasi 3. Strategi dan bentuk advokasi
III. Metode 1. Ceramah 2. Diskusi kelompok 3. Tanya jawab 4. Bermain peran
IV. Waktu
240 menit (2 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menyampaikan secara singkat tujuan sesi ini 2. Fasilitator mempersilahkan pemateri untuk
menyampaikan uraiannya tentang pokok bahasan
27
tersebut di atas, utamanya soal pentingnya materi ini terkait problem kehidupan masyarakat.
3. Dilanjutkan dengan tanya jawab antara pemateri dan peserta.
4. Fasilitator merangkum intisari materi hasil dialog dan kemudian menutup sesi
VI. Alat bantu
1. Makalah 2. Spidol 3. Kertas plaano
PRINSIP-PRINSIP PENGORGANISASIAN
I. Tujuan 1. Peserta mengetahui prinsip-prinsip pengorganisasian
2. Peserta akan terbuka komitmennya dan akan menggunakan prinsip-prinsip dalam melakukan proses pengorganisasian
3. Peserta mengetahui karakter-karakter apa saja yang harus dimiliki seorang organizer
4. Peserta akan memiliki karakter yang mampu memberikan pembelajaran terhadap dirinya dan masyarakat
II. Pokok bahasan
1. Prinsip-prinsip pengorganisasian 2. Bagaimana menggunakan prinsip pengorganisasian dalam
kehidupan sosial 3. Karakter yang melekat pada seorang organizer 4. Bagaimana karakter yang sesuai dengan kondisi masyarakat
III. Metode
1. Diskusi kelompok 2. Curah pendapat
IV. Waktu
240 menit ( 2 sesi)
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan dan pokok
bahasan dalam sesi ini. 2. Bagi peserta menjadi dua kelompok. Kelompok 1 menjawab
pertanyaan: (5 menit). Panduan pertanyaan diskusi kelompok: a. Kelompok 1 (satu) a1. Apa prinsip-prinsip pengorganisasian? a2. Kapan dan dalam kondisi apa prinsip-prinsip itu
diterapkan? b. Kelompok II (dua)
28
b1. Karakter seperti apa yang harus dimiliki oleh seorang organizer?
b2. Bagaimana membangun karakter itu? B3. Sikap utama yang harus dimiliki oleh seorang organizer?
3. Persilahkan masing-masing kelompok mendiskusikan sesuai dengan panduan pertanyaan di atas. Minta rumusan hasil diskusi kelompok ditulis di atas kertas plano atau kertas transparan untuk kemudian dipresentasikan di depan.
4. Persilahkan pesertaa merepresentasikan hasil diskusinya, setelah itu ajak seluruh peserta mendiskusikannya.
5. Lakukan pembahasan terhadap hasil diskusi bersama peserta. Apa yang kurang atau lebih, yang sesuai dan yang tidak sesuai, sehingga ditemukan idealitas tentang prinsip pengorganisasian dan karakter yang harus dimiliki seorang organizer. Catat semuan jawaban peserta di papaan tulis/kertas plano tanpa dikomentari terlebih dahulu. Tarik kesimpulan dari jawaban-jawaban peserta dan arahkan kepada bagaimana dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
6. Atas dasar hasil diskusi selama sesi ini, ajak peserta membuat daftar rangkuman mengenai alasan-alasan: a. Adanya prinsip dalam konteks/pengorganisasian dihubungkan
dengan demokrasi b. Adanya karakter dan sikap utama yang harus dimiliki untuk
menopang prinsip sehingga teraktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Fasilitator menutup sesi
VI. Alat bantu 1. Alat tulis/spidol 2. Kertas plano 3. OHP (jika dipandang perlu) 4. Meta plane
KESEPAKATAN AKSI
I. Tujuan 1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan
pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Apa yang perlu dilakukan? 2. Bagaimana caranya? 3. Dukungan Lakpesdam?
29
III. Metode 1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu
120 menit (1 sesi)
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi ini. 2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka
sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud, draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama (kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
II. Alat bantu 1. Kertas Plano dan spidol 2. Draft tentatif kegiatan aksi
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I. Tujuan 1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II. Pokok-pokok bahasan
a. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan b. Kesimpulan dan saran
III. Metode
a. Angket, Diskusi b. Brainstorming
30
c. Menulis ungkapan umpan balik
IV. Waktu 60 Menit (1 sesi)
V. Proses kegiatan
a. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan evaluasi
b. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur, materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber, metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar penilaian peserta.
c. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta plannya sesuai dengan klasifikasinya.
d. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan hasil tempelan di depan.
e. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di atas.
f. Fasilitator menutup sesi
VI. Alat Bantu a. Spidol/ Double tip b. Meta plan/ Formulir evaluasi akhir
31
KURIKULUM DAURAH KETIGA
KONTRAK BELAJAR
I. Tujuan 1. Menggali harapan, kekhawatiran dan kebutuhan terhadap
pelatihan yang sedang diikuti dan untuk selanjutnya menjadi bahan acuan bagi proses penyelenggaraan pelatihan, baik dalam pengertian teknis maupun substansial.
2. Menyepakati pokok-pokok bahasan utama pelatihan (jadual acara, materi, metode, tata tertib, penataan ruangan, pembagian tugas, dll.
3. Menumbuhkan kesiapan peserta untuk terlibat aktif dalam proses pelatiahn yang bersifat partisipatoris.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Orientasi belajar (citra diri, membangun visi dan misi, identitas forum, dan kebersamaan).
2. Mengenalkan metode pelatihan, kegunaan metode dalam pelatihan dan cara menggunakan metode.
3. Kesepakatn belajar (membuat jadual pelatihan, tata tertib, dan kesepakatan-kesepakatan lainnya.
III. Metode
1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu
90 menit (1 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tentang tujuan dan target kegiatan
secara singkat. 2. Fasilitator memaparkan alur kegiatan, jadwal serta tatib
tentatif, dilanjutkan dengan menjelaskan secara singkat dari masing-masing tersebut.
3. Melalui meta plan, peserta diminta menuliskan harapan dan kebutuhan pendidikan dan pelatihan. Setelah meta plan terisi, peserta menempelkannya di depan.
4. Fasilitator bersama peserta mengidentifikasi dan menklasifikasi kartu-kartu yang tertempel di depan menjadi beberapa kelompok.
5. Dipandu fasilitator, peserta membahas hasil identifikasi dan klasifikasi di atas, sehingga menjadi harapan dan kebutuhan bersama yang juga harus diwujudkan secara bersama-sama.
32
6. Setelah itu, fasilitator mengajak peserta untuk membahas jadwal tentatif dan bentuk metode kegiatan sebagai aturan main kegiatan.
7. Fasilitator menutup sesi.
VI. Alat Bantu 1. Papan tulis, kertas plano, potongan kertas, meta plan, dan
spidol 2. Alat peraga permainan 3. Alat tulis untuk semua peserta
REFLEKSI
I. Tujuan 1. Peserta menyampaikan hasil dan pengalamannya tentang
realisasi aksi yang sudah disepakati dalam daurah sebelumnya. 2. Peserta dapat memahami adanya keterkaitan antara dakwah
dengan problem sosial yang terjadi selama ini. 3. Peserta dapat merumuskan upaya-upaya penyelesaian dari
dinamika problem lokal masing-masing.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Dakwah dan Realitas masyarakat 2. Faktor penyebab ketidakadilan di masyarakat 3. Upaya penyelesaian atas dinamika masalah di daerah
III. Metode 1. Curah pendapat 2. Brainstorming 3. Kaji kasus
IV. Waktu
240 menit (2 sesi)
V. Proses kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan kepada peserta tentang tujuan dari sesi
ini secara singkat. 2. Fasilitator mempersilahkan peserta melakukan brain storming
seputar issue yang berkaitan dengan materi pokok bahasan. 3. Fasilitator menuliskan pokok-pokok/garis besar hasil sharing
masing-masing peserta, mengidentifikasi dan mengeksplorasinya lebih lanjut bersama peserta kegiatan.
4. Fasilitator menutup sesi.
VI. Alat Bantu 1. Kertas Plano 2. Spidol
33
3. Double tip KRITIK WACANA AGAMA I. Tujuan
1. Peserta memahami proses pembentukan pemahaman keagamaan yang dianut masyarakat umumnya.
2. Peserta dapat merumuskan formula bagaimana menyampaikan materi yang memiliki beragam penafsiran.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Dekonstruksi Fikih Ushul Fikih, dan Kaedah Fikih sebagai konstruk Pemahaman Islam
2. Dekonstruksi terhadap pesan-pesan agama mainstream -Syariat Islam -Perempuan
3. Relasi agama dan problem kemanusiaan III. Metode
1. Diskusi narasumber 2. Diskusi kelompok 3. Kaji kasus/kaji nash
IV. Waktu 240 menit ( 4 sesi)
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan tujuan dan proses yang akan dilakukan
selama sesi ini. 2. Mulailah dengan pengantar diskusi dengan catatan batasan-
batasan bahasan yang akan menjadi pokok bahasan (Perkenalkan narasumber, lalu persilahkan narasumber untuk memulai presentasinya, dan ingatkan batas waktu diskusi)
3. Narasumber memberi pengantar awal diskusi yang bisa saja dengan model ceramah atau model menfasilitasi.
4. Berdasarkan presentasi dari narasumber, persilahkan peserta melakukan tanggapan dengan narasumber baik berupa pertanyaan, klarifikasi, mengaitkan dengan pengalamannya atau menolak.
5. Tulis pokok-pokok pikiran yang penting sebagai bahan untuk melakukan diskusi kelompok sebagai bentuk pendalaman terhadap materi.
6. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok dan diminta mendiskusikan pokok bahasan : 1) Posisi al-Qur’an dan Tafsir. 2) Pesan-pesan agama dominan (Jihad, syariat, perempuan, dan non muslim). 3) Relasi agama dan problem kemanusiaan.
34
7. Sebelum masing-masing kelompok berdiskusi, bagikan lembar kasus/nash untuk dibaca terlebih dahulu.
8. Setelah diskusi kelompok, dilanjutkan dengan pleno, dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya dan membuka dialog guna menerima tanggapan dari kelompok lain; begitu seterusnya bergantian.
9. Fasilitator selanjutnya mengeksplorasi persoalan-persoalan krusial dalam diskusi itu; klasifikasi persoalan sesuai tiga pokok bahasan di atas.
10. Fasilitator menyampaikan beberapa catatan hasil diskusi kelompok kepada narasumber/pembicara; meminta dia menyampaikan respon atas hal tersebut.
11. Dialog bersama peserta 12. Fasilitator mengakhiri sesi
VI. Alat bantu 1. Makalah 2. Lembar kodifikasi teks 3. Spidol 4. Lakban
MANAJEMEN KONFLIK
I. Tujuan 1. Peserta mampu mengidentifikasi akar-akar konflik yang terjadi
di masyarakat. 2. Peserta menguasai teknik-teknik dasar tentang manajemen
konflik. 3. Peserta mampu mengelola konflik yang terjadi di masyarakat.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Identifikasi konflik dan potensinya 2. Analisis konflik 3. Metode rekonsiliasi 4. Pencegahan terjadinya konflik kembali
III. Metode 1. Diskusi kelompok 2. Bermain peran
IV. Waktu 240 menit (2 sesi)
35
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi
ini. 2. Fasilitator memberikan kasus-kasus yang terjadi di masyarakat
kepada peserta dalam beberapa kasus yang berbeda. 3. Fasilitator membagi ke dalam tiga kelompok untuk membahas
setiap kasus secara berbeda dengan tetap mengingatkan kepada peserta agar fokus pada identifikasi dan analisisnya.
5. Mulailah masing-masing kelompok melakukan analisis terhadap kasus yang telah disediakan, terutama bagaimana mengelola konflik dengan baik.
6. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil analisisnya secara bergantian, sementara fasilitator mencatat poin-poin yang menonjol dalam setiap presentasi.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil presentasi dan mendiskusikan dengan peserta hingga muncul rumusan-rumusan yang konkret.
7. Rumusan hasil analisis bersama disimpulkan. 8. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VI. Alat bantu
1. Kertas plano dan spidol 2. Draft kasus
ANALISIS GENDER I. Tujuan
1. Peserta memahami secara kritis tentang apa itu gender 2. Peserta memahami secara kritis tentang bentuk-bentuk
ketidakadilan gender di masyarakat 3. Peserta dapat memiliki sensitifitas gender 4. Peserta memahami strategi dan pendekatan yang efektif dalam
mewacanakan kesadaran dan kesetaraan gender
II. Pokok bahasan 1. Pengertian gender 2. Problem-problem seputar ketidakadilan gender 3. Gender dalam perspektif agama
III. Metode
1. Ceramah 2. Diskusi kelompok 3. Tanya jawab 4. Role playing 5. Studi kasus
36
IV. Waktu
120 menit
V. Proses Kegiatan 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan sesi ini 2. Inventarisasi kondisi alami (kodrati) dan persepsi tentang lelaki-
perempuan a. Fasilitator meminta peserta menginventarisasi kondisi nyata yang membedakan antara laki-laki dan perempuan b. Fasilitator meminta peserta menginventarisasi penamaan, sifat-sifat penilaian ungkapan-ungkapan dan sikap-sikap yang mereka dengar/ketahui tentang laki-laki dan perempuan. c. Pertanyakan kembali apakah hal-hal yang telah terinventarisasi itu nyata atau tidak. d. Lihat! apakah ada perbedaan antara persepsi umum dan realitas atau tidak. Jika tidak ada coba pertanyakan kembali kondisi riil dengan contoh-contoh jika ternyata ada perbedaan, tanyakan mengapa itu terjadi. e. Inventarisir sebab-sebab yang terungkap, lalu coba klasifikasikan. f. Akibat apa saja yang diterima perempuan?
VII. Alat bantu 1. Spidol 2. Kertas plano 3. Makalah
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I. Tujuan 1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan 2. Kesimpulan dan saran
37
III. Metode 1. Angket, Diskusi 2. Brainstorming 3. Menulis ungkapan umpan balik
IV. Waktu
60 Menit (1 sesi) V. Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur, materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber, metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI. Alat Bantu 1. Spidol 2. Meta plan 3. Double tip 4. Formulir evaluasi akhir
KESEPAKATAN AKSI
I. Tujuan 1. Ada kesepakatan untuk melakukan aksi (pemetaan dan
pengorganisasian) sebagai bentuk tindak lanjut kegiatan yang telah dilakukan.
2. Peserta paham dan menguasai teknik/manajemen aksi.
II. Pokok-pokok bahasan 1. Apa yang perlu dilakukan? 2. Bagaimana caranya? 3. Dukungan Lakpesdam?
38
III. Metode 1. Diskusi 2. Brainstorming
IV. Waktu 120 menit (1 sesi)
V. Proses Kegiatan
1. Fasilitator membuka sekaligus menyampaikan tujuan dari sesi ini.
2. Agar pembahasan kegiatan aksi tidak memakan waktu, maka sebaiknya ada draft tentatifnya, yang memaparkan gambaran kegiatan aksi yang meliputi bentuk aksi, cara melakukannya dan siapa saja yang dilibatkan dalamnya.
3. Fasilitator memandu forum untuk membahas draft dimaksud, draft berisi rumusan kegiatan penting yang akan dilaksanakan pasca pendidikan.
4. Untuk membahas teknis secara lebih rinci, fasilitator bersama (kordinator program) bisa mendiskusikannya bersama peserta.
5. Sedari awal pembahasan tersebut dituangkan dalam plano dan disepakati sebagai guide kegiatan yang harus dilaksanakan.
6. Fasilitator mempertegas garis-garis besar atas hasil pembahasan kegiatan aksi.
7. Sesi ditutup oleh Fasilitator.
VII. Alat bantu 1. Kertas Plano dan spidol 2. Draft tentatif kegiatan aksi
EVALUASI DAN PENUTUPAN
I. Tujuan 1. Peserta mampu mengungkapkan kembali pengalamannya sejak
awal sampai akhir kegiatan, sehingga mengetahui kelebihan dan kekurangan apa saja selama proses latihan berlangsung.
2. Peserta mampu memberikan respon balik dan kritikan terhadap proses pelaksanaan kegiatan serta saran-saran mereka untuk perbaikan pelaksanaan kegiatan berikutnya.
3. Peserta mampu menangkap peran baru yang akan mereka ambil sesudah mengikuti kegiatan.
II. Pokok-pokok bahasan
1. Review dan evaluasi hasil pelaksanaan kegiatan 2. Kesimpulan dan saran
III. Metode
1. Angket, Diskusi
39
2. Brainstorming 3. Menulis ungkapan umpan balik
IV. Waktu
60 Menit (1 sesi) V. Proses kegiatan
1. Faslitator membuka sesi dan secara singkat memaparkan tujuan evaluasi
2. Fasilitator membagikan metaplan kepada peserta, selanjutnya peserta diminta menuliskan kekurangan dan kelebihan yang berkaitan dengan prosesi kegiatan, mencakup infrastruktur, materi, fasilitator, penyelenggara, pembicara/narasumber, metode, peserta, suasana dan sistem kelekatan berdasar penilaian peserta.
3. Setelah itu, fasilitator meminta masing-masing peserta secara bergiliran maju ke depan dan menempelkan kertas/meta plannya sesuai dengan klasifikasinya.
4. Fasilitator mempersilahkan beberapa peserta membacakan hasil tempelan di depan.
5. Fasilitator menyimpulkan secara garis besar hasil kegiatan di atas.
6. Fasilitator menutup sesi
VI. Alat BantuSpidol 1. Meta plan 2. Double tip/ Formulir evaluasi akhir
40
Lampiran 1. Analisa Sosial Struktural Tiga Susunan Bangunan Masyarakat dan Pertanyaan Kunci
Ekonomi Politik Budaya Bahan-bahan baku, peralatan dan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat; cara-cara produksi dan bentuk-bentuk hubungan sosial di dalamnya. Pertanyaan Kunci:
1. Siapa yang menguasai alat produksi atau asset.
2. Siapa yang menguasai jalur-jalur distribusi.
3. Bagaimana nasib yang tidak menguasai no.1 + 2.
Aturan untuk menetapkan dan menegaskan hukum (melalui parlemen, partai politik, polisi, penjara dsb). Kelompok masyarakat yang berkuasa mengendalikan keputusan dan membuat hukum-hukum tersebut melayani kepentigan mereka sendiri. Pertanyaan Kunci:
1. Peraturan-peraturan apa yang ada di daerah
2. Siapa yang terlibat dalam pembuatan peraturan.
3. Siapa yang diuntungkan oleh peraturan tersebut.
Nilai-nilai, kepercayaan dan adat istiadat yang ada di masyarakat yang disebarluaskan melalui lembaga-lembaga sosial, seperti sekolah, pers dan sebagainya. Pertanyaan Kunci:
1. Nilai-nilai Budaya apa yang hidup dalam masyrakat
2. Nilai agama, budaya apa yang ada di daerah?
3. Siapa yang mempopulerkan
4. Media apa yang dipakai?
41
Lampiran 2. Manajemen Konflik Beberapa pertanyaan kunci dalam pemetaan konflik
1. Siapakah pihak-pihak utama dalam konflik? 2. Siapakah pihak-pihak lain yang terlibat atau berkaitan dengan konflik ini,
termasuk kelompok-kelompok kecil dan pihak-pihak luar? 3. Apa hubungan di antara semua pihak itu dan bagaimana caranya pihak-
pihak itu terwakili? Berbagai aliansi? Orang-orang terdekat? Hubungan-hubungan yang retak? Konfrontasi?
4. Apakah ada isu-isu pokok di antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik?
5. Ada hubungan apa antara Anda dengan pihak-pihak dalam konflik? Dalam konteks ini juga akan dicari beberapa pemetaan:
Peta geografis yang menunjukkan tempat dan pihak-pihak yang terlibat.
Pemetaan berbagai isu, terutama untuk menjelaskan di manakah letak isu utama, isu lanjutan, dan faktor pemicunya.
Pemetaan penjajaran kekuasaan. Pemetaan berbagai kebutuhan dan ketakutan.
Matrik Pemetaan Konflik
Macam-macam Konflik
Pihak Utama Pihak Lain Hubungan Antar Pihak
Isu Pokok
Tanah
Buruh
Nelayan
Pluralisme
Pada titik selanjutnya juga, identifikasi isu dilakukan dalam tiga wilayah/aspek, yaitu aspek ekonomi, sosial-budaya, dan politik. Bahakn, bisa jadi ketiga aspek ini saling berkaitan menjadi problem laten yang lama tak terpecahkan sehingga ketika ada pemicunya muncul konflik.
42
Aspek ekonomi: -Sejauhmanakah konflik itu disebabkan oleh problem ekonomi yang terjadi di mkasyarakat. Apakah terjadi ketimpangan atau ketidakadilan ekonomi yang menjadi penyebab utama konflik. Aspek Sosial: -Apakah ada norma-norma sosial yang menyebabkan suatu kelompok masyarakat memiliki pengetahuan, pandangan, dan sikap tertentu yang pada gilirannya bisa meimbulkan konflik Aspek Politik: -Sejauhmanakah negara/pemerintah membuat suatu kebijakan yang tidak adil kepada suatu kelompok masyarakat. Ketidakadilan politik yang terus-menerus terjadi seringkali menjadi akar konflik masyarakat. Dari ketiga aspek ini manakah yang menjadi isu pokok dalam suati konflik, sehingga mudah diketahui mana yang termasuk isu pokok, pemicu, dan isu lanjutan (perluasan isu konflik).
43
Lampiran 3. Analisis Gender
Persepsi Umum Aspek-Aspek
Laki-laki perempuan Realitas
Kondisi Alami (Kodrati)
Sifat-sifat yang dicitrakan
Penilaian yang diberikan
Sikap-sikap yang ditujukan
Posisi-posisi yang diterima: dalam keluarga dalam masyarakat dalam pekerjaan dalam politik dalam hukum dalam agama dalam moral
44
Lampiran 4. Panduan Mentoring dan Monitoring Mentoring Dalam pelatihan dakwah trasnformatif ini, pada prinsipnya, mentoring dilakukan untuk mempertemukan konsep dakwah transformatif dengan implementasi di lapangan dengan cara memberikan input kepada para da’i dalam melakukan perubahan di komunitasnya. Proses yang dilakukan adalah memberikan masukan, penelaahan masalah, dan capaian yang diperoleh dalam setiap aksi lapangan. Metode yang digunakan adalah kunjungan lapangan oleh staf program di setiap daerah untuk memastikan proses impelementasi nilai-nilai dakwah transformatif di lapangan.
Matrik Mentoring
Bentuk
Kegiatan Hasil Hambatan Pelajaran
yang diambil
Rekomendasi
Pengajian Umum
Pengajian Terbatas (circle group)
Pendampingan Masyarakat
Monitoring
Monitoring dilakukan untuk memberikan pengawasan secara langsung terhadap proses-proses yang terjadi di lapangan. Monitoring dilakukan oleh staf program dalam bentuk kunjungan lapangan ke beberapa lokasi untuk memastikan seberapa jauh inpu-input yang sudah didapatkan para da’i ketika dalam proses pelatihan dakwah transformatif daurah pertama terimplementasi secara maksimal.
Secara khusus, monitoring ini menggunakan standar agenda yang disusun secara bertahap (agenda setting). Agenda setting yang ingin ditawarkan menggunakan prinsip button-up, yakni aspirasi dan keinginan berasal dari para peserta dengan mengandalkan pengalaman, kemampuan, stretegi, dan daya dukung. Sehingga corak setting yang berjalan bukan seperti tugas atau kewajiban, melainkan bagian dari bentuk kepedulian dan kepentingan bersama untuk melakukan perubahan di masyarakat.
45
Matrik Agenda Setting Tahapan Pelatihan
Agenda/Indikator Hasil Hambatan Rekomendasi
Daurah I -Pemetaan masalah di daerah -Mensosialisasikan Islam transformatif dan inklusif -Mengembangkan metode dakwah
Daurah II -Perubahan materi dakwah -Pembuatan jaringan antar komunitas/agama
Daurah III Pendampingan Masyarakat
Keterangan: Daurah Pertama: - Pemetaan masalah di daerah, yang terdiri dari problem yang dihadapi,
aktor-aktor yang berperan, dan kemampuan untuk melakukan perubahan. - Mensosialisasikan Islam transformatif dalam kegiatan dakwah dengan cara
menyisipkan materi dakwah yang biasanya hanya mengandalkan aspek teologis serta cenderung menanamkan fanatisme agama, menjadi materi sosial-keagamaan yang sensitif terhadap problem keadilan dan berwawasan inklusif.
- Mengembangkan metode dakwah dari yang monolog menjadi dialog. Dalam dialog inilah komunitas yang didampingi da’i ikut serta dalam memetakan masalah maupun mencari penyelesaian.
Daurah Kedua: - Perubahan materi dakwah dari yang teosentris (ketuhanan an sich) ke
antroposentris (orientasi sosial-kemanusiaan) - Pengenalan advokasi sosial di tengah-tengah masyarakat Daurah Ketiga Advokasi langsung ke masyarakat dalam menangani masalah-masalah sosial sesuai dengan problem yang dihadapi daerahnya seperti kasus konflik tanah, perburuhan, nelayan, pluralisme (konflik agama), dan politisasi agama.