MODUL BLOK V
PEMERIKSAAN FISIKT.A 2013
Oleh: Natalina, S.Kep.,Ns
Tim Fasilitator:
1. Sr. Felicitas, S.Kep.,Ns.,M.Kep 2. Sr. Imelda Derang,
S.Kep.,Ns 3. Lindawati, S.Kep.,Ns.,M.Kes 4. Ance Siallagan,
S.Kep.,Ns 5. Lusia, S.Kep.,Ns
6. Ledi Gresia, S.Kep.,Ns PROGRAM STUDI S1 ILMU
KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTA ELISABETHMEDAN
2013KATA PENGANTARPuji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena kasih-Nya, Modul Pemeriksaan Fisik ini dapat diselesaikan
sesuai pada waktunya. Modul ini merupakan pedoman pembelajaran bagi
mahasiswa semester II, dan staff pengajar yang bertindak sebagai
narasumber dan fasilitator. Strategi pembelajaran yang digunakan
pada mata ajar blok pemeriksaan fisik ini adalah lecture, Small
Group Discussion (SGD), Project Basic Learning (PBL), Lab Activity,
dan Lab Skill. Modul ini dibuat berdasarkan ilmu dan kompetensi
dalam pemeriksaan fisik yang meliputi pengkajian dasar secara umum,
prinsip dasar dan tehnik dalam melakukan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik yang akan dipelajari antara lain pemeriksaan
fisik secara sistematik pada kepala dan leher manusia, pada
thoraks, pada jantung, pada abdomen, pada ekstremitas dan
muskuloskeletal, pada integumen, dan pada system neurologi manusia.
Dari masing-masing sistem yang akan dibahas yaitu mengenai anatomi
masing-masing organ, hasil pemeriksaan yang normal, dan hasil
pemeriksaan yang abnormal. Modul ini diharapkan bermanfaat bagi
mahasiswa, staff pengajar, serta seluruh komponen yang terkait
dalam proses pendidikan Sarjana Keperawatan STIKes Santa Elisabeth
Medan
Penyusun
Natalina Sitinjak, S.Kep.,NsBAB IPROGRAM PEMBELAJARAN MATA
AJARPEMERIKSAAN FISIK
Mata Ajaran
: Pemeriksaan FisikBeban Studi
: 4 SKS ( PBC = 1 SKS; PBP=3 SKS )
Penempatan
: Semester II1.1. DESKRIPSI MATA AJARFokus mata ajar ini
membahas mengenai konsep dasar pemeriksaan fisik, prinsip-prinsip
dalam melakukan pemeriksaan fisik, dan tahap dalam melakukan
pemeriksaan fisik. Selain itu, membahas langkah-langkah dalam
melakukan pemeriksaan fisik secara head to toe meliputi pemeriksaan
fisik pada kepala dan leher, pada thoraks, pada jantung, pada
abdomen, pada integument, pada muskuloskletal, dan pada
neurologi.
Proses pembelajaran memberikan pengalaman dalam pemahaman dan
keterampilan laboratorium serta klinik untuk memberikan Asuhan
Keperawatan termasuk pemeriksaan fisik. Proses pembelajaran akan
dilakukan melalui ceramah, small discussion, lab activity, dan
skill llab. 1.2. TUJUAN MATA AJARSetelah mengikuti proses
pembelajaran mata ajaran pemeriksaan fisik ini peserta didik
diharapkan mampu memahami konsep pemeriksaan fisik secara umum,
prinsip dalam tindakan pemeriksaan fisik, tahap-tahap pemeriksaan
fisik, dan dapat melakukan pemeriksaan fisik secara
sistematis:1.2.1. Menjelaskan pengertian dari pemeriksaan fisik
1.2.2. Menjelaskan tujuan dari pengkajian keperawatan termasuk
pemeriksaan fisik
1.2.3. Mengidentifikasi aspek-aspek yang perlu dikaji dalam
pengkajian keperawatan
1.2.4. Menjelaskan tahap-tahap dalam pemeriksaan fisik1.2.5.
Menjelaskan prinsip-prinsip dasar dalam pemeriksaan fisik1.2.6.
Memahami anatomi dari masing-masing system
1.2.7. Mengidentifikasi hasil dari pemeriksaan fisik baik yang
normal dan abnormal
1.2.8. Melakukan pemeriksaan fisik Head To Toe secara
sistematis
1.2.9. Melakukan dokumentasi hasil pemeriksaan fisik1.3. ALOKASI
WAKTUPBC 1 SKS: 1 x 1 x 50 menit x 4 mgg = 200 menit
PBP 3 SKS: 3 x 2 x 50 menit x 4 mgg = 1200 menit
1400 menit dalam satu semester
1.4. PERSYARATAN PESERTA DIDIK1.4.1. Peserta didik harus
terlebih dahulu memahami pemeriksaan fisik secara umum.
1.4.2. Selama kegiatan belajar mengajar satu semester, peserta
didik tidak boleh absen dengan lebih dari 20 % jumlah tatap muka,
kecuali sakit dengan disertai surat keterangan dokter dan izin yang
diperoleh melalui pihak pendidikan. Untuk kehadiran laboratorium
diwajibkan dengan jumlah kehadiran 100%.1.4.3. Setiap mahasiswa
hanya diperbolehkan mengikuti ujian tengah semester dan ujian akhir
jika tidak ada absen, menyerahkan semua tugas yang diberikan selama
proses pembelajaran, dan mengikuti semua peraturan yang ada di
pendidikan.
1.5. EVALUASI1.5.1. Teori Small Group Discussion
60%
Mid test
10%
UAS
15%
Presentasi kelompok
5%1.5.2. Praktikum OSCA
10%1.6. KRITERIA KELULUSAN1.6.1. Kehadiran 80% untuk teori dan
100% untuk praktikum
1.6.2. Nilai kelulusan ujian tulis 68 (B), dan ujian praktik 75
(B)
1.6.3. Mematuhi semua peraturan yang ada di pendidikan
1.6.4. Mengumpulkan semua tugas selama proses pembelajaran
berlangsung
1.7. WAKTUProses pembelajaran dilaksanakan selama 4 minggu,
dimulai pada tanggal 25 Februari s/d 23 Maret 2013 (Perkuliahan dan
Ujian). Perkuliahan dilaksanakan setiap hari Senin s/d Kamis, 6 jam
40 menit perhari. Dengan penghitungan waktu sebagai berikut: 4 SKS
(1T, 3P) = 26,6 jam /minggu x 4 = 106,4 jam / 4 mg = 26,6 / 4 hari
= 6,6 jam = 7 jam/hari selama 4 minggu.
1.8. RESOURCE PERSONPenanggung Jawab Mata Ajar: Natalina,
S.Kep.,Ns1.9. BUKU SUMBERBlack, J.M & Jacobs, E. M. (1997).
Lucmann & sorensens Medical Surgical Nursing: A
Psychophysiologic Approach, 4th ed.Philadelphia: W. B
Sounders.Co.
Brunicardi F C, et al. Swartzs. (2005). Principles of Surgery.
8th ed. McGraw-Hill.
Carpenito, L. J. (1997). Nursing diagnosis: Application to
clinical practice.7th ed. Philadelpia: Lippincot.
Doengoes, M.E & Moorhouse, M.F & Geissier, A.C. (2000).
Rencana Asuhan keperawatan: Pedoman Untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Edisi3. Jakarta: EGC.Dillon, P.M
(2003).Nursing health Assessment A Critical Thinking, Case studies
Approach. Philadelpia: F. A. Davis.CO.
Le Mone, P & Burke,K.M (1996). Medical surgical Nursing:
Criticak Thinking in client care. California: Addison-wessley
Inc.
Lewis,S.M & Heitkemper,M.M & Dirksen, S.R (2000).
Medical Surgical Nursing: Assessment & Management of clinical
Problem, 5th ed. St.louis: Mosby.INC.Price, Sylvia A. (1994).
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses penyakit
(Pathophysiology: Clinical Concepts of Disease Processes), Editor:
Caroline Wijaya.EGC: Jakarta.Snell R S. (2000). Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisis6. Lippincott
Williams & Wilkin. Samsuhidajat R, Wim de jong. (2000). Buku
Ajar Ilmu Bedah. Penerbit buku Kedokteran
EGC.Smeltzer,S.C & bare, B.G. (2000). Text Book Of Medical
Surgical Nursing, 9th ed. Philadelphia: Lippincott.
Wlkin, M.K & Perry, A.G & Potter,P.A (2000). Nursing
Intervention & Clinical skills.2nd ed.st. Louis. Mosby.Inc.
Emergency Bleeding Control. Diunduh dari
http//:www.Wikipedia.com. Desember 2012.BAB 2PANDUAN
PEMBELAJARAN
Pelaksanaan pembelajaran mata ajar Pemeriksaan Fisik
dilaksanakan dengan metode Lecture, Small Group Discussion, Project
Basic Learning, Lab Activity, dan Lab Skill. Adapun pencapaian
pembelajaran setelah mahasiswa menyelesaikan modul pemeriksaan
fisik adalah mahasiswa, dosen, dan fasilitator harus merujuk kepada
kompetensi yang harus dicapai dengan memperhatikan sasaran
pembelajaran yang telah ditetapkan sebagai berikut:2.1. GARIS BESAR
MATA AJARAN
Garis besar mata ajaran ini dari pokok bahasan/ sub pokok
bahasan yang meliputi:
2.1.1. Konsep dasar pemeriksaan fisik
Pengertian pemeriksaan fisik Prinsip-prinsip dasar pemeriksaan
fisik
Tehnik dan persiapan dalam pemeriksaan fisik Langkah-langkah
dalam melakukan pemeriksaan fisik2.1.2. Konsep dasar pemeriksaan
fisik pada kepala dan leher Anatomi kepala: Tengkorak (Cranium),
Otot kepala, Veri craniales, Otak dan organ-organ sensorik, Cavitas
oris dan cavitas nasi
Anatomi leher dan organ-organ yang terdapat di leher
Pemeriksaan fisik secara umum: meliputi keadaan umum, TTV,
kesadaran, flapping tremor Pemeriksaan fisik pada kepala dan leher,
meliputi: Keadaan rambut dan higiene kepala, hidrasi kulit daerah
dahi, palpebrae, sclera dan conjungctiva, TIO, pupil dan reflek
cahaya, visus/ ketajaman penglihatan, rongga hidung, daun telinga,
liang telinga, dan membran tympani, fungsi pendengaran, rongga
mulut, gigi-geligi, lidah, tonsil dan pharynx, kelenjar getah
bening, sub mandibula, dan sekitar telinga, kelenjar thyroid,
tekanan vena jugularis (JVP), dan kaku kuduk2.1.3. Konsep dasar
pemeriksaan fisik pada thoraks Anatomi thoraks, meliputi: Truncus,
skeleton, vertebrae, columna vertebralis, anatomi permukaan badan
anterior laki-laki, dinding thorax, punggung/ musculi, punggung/
nervi, organ-organ thorax, system respiratori Pemeriksaan yang
normal pada thorak dan fungsi pernapasan Pemeriksaan yang patologis
pada thoraks dan fungsi pernapasan yang patologis Suara napas
normal dan suara napas tambahan2.1.4. Konsep dasar pemeriksaan
fisik pada jantung Anatomi jantung, meliputi: Cor jantung, cor
myocardium, cor valve, mediastinum superior, dan mediastinum
posterior Pemeriksaan yang normal pada jantung dan fungsi
fisiologis jantung
Pemeriksaan jantung yang abnormal dan fungsi abnormalitas
jantung
Suara jantung baik yang normal dan suara tambahan
2.1.5. Konsep dasar pemeriksaan fisik pada abdomen Anatomi
abdomen dan organ-organ yang tedapat didalamnya, meliputi
organ-organ dinding anterior yaitu: gaster/ lambung, pankreas,
hepar, splen. Organ abdomen atas, pembuluh darah organ abdomen,
diseksi organ abdomen. Dinding abdomen posterior yaitu: duedenum,
pancreas, dan splen. Potongan horizontal abdomen Organ
retroperitoneal, seperti: urinaria, renal, arteri dan vena,
urogenital laki-laki, dan urogenital perempuan Pemeriksaan fisik
pada abdomen yaitu: regio, kwadrant , inspeksi, auskultasi, palpasi
hepar, palpasi lien, palpasi titik mc burney, perkusi ginjal
Retroperitonealia: kelenjar limfe inguinalis, genitalia, dan
anus2.1.6. Konsep dasar pemeriksaan fisik pada ekstremitas dan
muskuloskletal Anatomi muskuloskletal yang terdiri dari ekstremitas
atas dan bawah Pemeriksaan fisik pada ekstremitas atas dan
bawah2.1.7. Konsep dasar pemeriksaan fisik pada integument Anatomi
integument dan lapisan-lapisan kulit Pemeriksaan fisik yang normal
dan abnormal pada kulit
Kelainan yang sering pada kulit
2.1.8. Konsep dasar pemeriksaan fisik pada neurologi
Anatomi pada otak dan organ sensorik, meliputi: Nervus
cranialis, cerebelum, regio capitis, kulit kepala, meninges, otak,
organum vestibulocochleare, visus Pemeriksaan fisik uji saraf
cranialisBAB 3METODE PEMBELAJARAN
Metode pembelajaran yang digunakan untuk mendukung tercapaianya
kompetensi yang diharapkan antara lain: 3.1. Kuliah Pakar (Master
Courses)
3.2. Ceramah/ lecture 3.3. Small Group Discussion 3.4. Project
Basic Learning3.5. Lab activity3.6. Lab skills
3.7. Praktikum klinik 3.8. Tugas kelompok 3.9. Seminar
BAB 4
SKENARIO PEMBELAJARAN
4.1. Kegiatan Lecture (kuliah tatap muka)Kegiatan lecture
(pakar) dilaksanakan di kelas oleh dosen pakar (dokter). Topik
untuk masing-masing pertemuan sesuai dengan topik yang sudah
ditentukan. Disampaikan secara langsung oleh dosen pengajar yang
sudah ditentukan, dan sesuai dengan jumlah jam kuliah.4.2. Kegiatan
seminar
Kegiatan seminar dibagi menjadi 6 kelompok untuk masing-masing
kelas. Topik untuk masing-masing kelompok sudah ditentukan sebelum
seminar dilakukan. Dosen diharapkan membimbing kelompok untuk
penyusunan makalah. Selain itu dosen juga diharapkan memberikan
penilaian pada kelompok sesuai dengan format yang telah
disediakan.4.3. Kegiatan small group discussionKegiatan ini
dilakukan dalam kelas kecil, berupa diskusi yang dibimbing oleh
satu fasilitator pada masing-masing kelompok diskusi. Pada kelas
SGD ini, akan diberikan kasus pemicu yang akan dijadikan bahan
untuk diskusi. 4.4. Kegiatan Laboratorium
Kegiatan laboratorium dilaksanakan oleh mahasiswa dibagi menjadi
6 kelompok kecil terdiri dari 10 orang perkelompok yang dipandu
oleh dosen fasilitator masing-masing. Topik kegiatan laboratorium
sesuai dengan materi yang telah didiskusikan diteori. Praktik
laboratorium mulai pengkajian kesehatan jiwa sampai evaluasi
tindakan. Sebelum praktik laboratorium dimulai, mahasiswa harus
menyerahkan laporan pendahuluan praktikum pada pengampu mata
kuliah. 4.5. Praktikum KlinikKegiatan ini dilakukan di Rumah Sakit
Elisabeth Medan, selama praktik, mahasiswa berfokus pada target
pencapaian yang sudah ditetapkan sebelum mahasiswa praktik ke Rumah
Sakit Elisabeth. Selama kegiatan berlangsung, akan ada pembimbing
yang bertugas untuk membimbing mahasiswa. 4.6. Materi Kuliah
4.6.1. Prinsip-prinsip dasar Pemeriksaan Fisika. Pengertian
Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik merupakan tindakan berkelanjutan
dalam mengidentifikasi klien untuk mendapatkan data yang dibutuhkan
perawat, yang digunakan sebagai data dasar klien (Lewis, 2000).
Pemeriksaan fisik atau pemeriksaan klinis adalah sebuah proses
dari seorang ahli medis memeriksa tubuh pasien untuk menemukan
tanda klinis penyakit. Hasil pemeriksaan akan dicatat dalam rekam
medis. Rekam medis dan pemeriksaan fisik akan membantu dalam
penegakkan diagnosis dan perencanaan perawatan pasien.b.
Prinsip-prinsip dasar pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik harus
dilakukan secara komprehensif serta meliputi riwayat kesehatan. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan alam melakukan pemeriksaan
fisik, antara lain:
Menjelaskan pemeriksaan fisik yang akan dilakukan pada klien
(untuk keperluan tanggung gugat dan tanggung jawab)
Gunakan pendekatan pemeriksaan fisik berupa head to toe atau
dengan pemeriksaan system tubuh Gunakan pendekatan fisik mulai dari
arah luar tubuh kearah dalam tubuh
Gunakan pendekatan pemeriksaan fisik dengan menggunakan tehnik
pemeriksaan dari daerah yang mengalami kelaianan (abnormal) ke
daerah yang tidak mengalami kelainan (normal)
Lakukan pengamatan terhadap kesimetrisan pada daerah-daerah yang
dilakukan pemeriksaan fisik
Pada saat pemeriksaan fisik, biasakan pemeriksa berdiri
disebelah kanan klien
Perhatikan pencahayaan yang tepat, suhu, dan suasana ruangan
yang nyaman. Bagian tubuh yang sedang diperiksa tidak tertutup baju
dan selimut, serta jaga privacy klien
Lakukan dokumentasi yang tepat setelah melakukan pemeriksaan
Pertumbuhan dan perkembangan menjadi pertimbangan yang penting,
karena setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan manusia mempunyai
ciri-ciri struktur dan fungsi yang berbeda sehingga pendekatan
pemeriksaan fisik juga disesuaikan dengan tahap-tahap pertumbuhan
dan perkembangan c. Tehnik dan persiapan dalam pemeriksaan
fisikTehnik yang dipergunakan dalam pemeriksaan fisik ada empat,
yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi
Inspeksi Inspeksi merupakan tehnik pemeriksaan fisik yang
mengutamakan kemampuan pengamatan pemeriksa. Data yang didapatkan
atas hasil pengamatan dengan melihat kesimetrisan suatu area tubuh,
perubahan warna, adanya lesi sampai luka atau perubahan-perubahan
yang bersifat patogonis pada daerah tubuh yang diperiksa.
PalpasiPalpasi merupakan tehnik pemeriksaan fisik yang mengandalkan
kepekaan tangan pemeriksa terhadap daerah pemeriksaan. Kedua
telapak tangan pemeriksa secara anatomi fisiologi memiliki
persarafan yang sanga banyak (peka) dan membantu saat pemeriksaan
dengan tehnik palpasi. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mencapai keberhasilan dalam penggunaan tehnik palpasi,
yaitu:
Untuk mengetahui tekstur kulit sebaiknya pemeriksa menggunakan
ujung-ujung jari Untuk menentukan letak dan posisi suatu organ
dapat dilakukan dengan menggunakan dua tangan, satu tanagan untuk
merasakan bagiana yang dipalpasi dan tangan laainnya melakukan
penekanan (bimanual)
Untuk mengetahui temperature tubuh, pemeriksa sebaiknya
menggunakan kepekaan punggung tangan. Data yang bisa didapat dengan
tehnik palpasi antara lain krepitasi pada dada, temperature tubuh,
vibrasi pada punggung dan dada, kelembaban kulit, tekstur kulit,
dan elastisitas kulit. PerkusiPerkusi merupakan tindakan
pemeriksaan fisik yang mengandalkan kemampuan dalam membedakan
suara hasil ketukan tangan pemeriksa pada daerah pemeriksaan.
Melalui tehnik perkusi akan dihasilkan bunyi yang berbeda-beda,
secara spesifik menunjukkan kondisi organ pada saat dilakukan
pengetukan (perkusi). Tehnik perkusi yang dilakukan adalah tehnik
perkusi langsung atau tidak langsung. Perkusi langsung: adalah
tehnik perkusi dengan cara menggunakan tangan pemeriksa tanpa
menggunakan bantalan. Perkusi jenis ini dilakukan pada pemeriksaan
sinus dan daerah wajah (frontal, spenoidalis, maksilaris, dan
ethmoidalis)
Perkusi tidak langsung: tehnik yang dilakukan dengan tangan
dominan pemeriksa sebagai pengetuk dan tangan non dominan sebagai
bantalan. Pemeriksaan jenis ini sering dilakukan pada daerah dada,
punggung, hepar, dan abdomen. Bunyi yang dihasilkan dari perkusi
antara lain: resonan, hiperresonan, tympani, dullness.
AuskultasiAuskultasi adalah tehnik pemeriksaan fisik dengan
mengandalkan kepekaan mendengarkan bunyi yang dihasilkan organ
dalam, dengan menggunakan bantuan alat pemeriksaan fisik stetoskop.
Data yang bisa didapat dengan menggunakan tehnik auskultasi adalah
daerah paru (ronchi, crackles, wheezing, vesikuler,
bronchovesikuler, dan bronchial), selain itu daerah jantung
(gallops, murmur, dan daerah abdomen (bising usus)d.
Langkah-langkah dalam pemeriksaan fisik secara umum Ada beberapa
langkah-langkah yang dapat dilakukan pada pemeriksaan fisik secara
umum yaitu:
Pengkajian penampilan umum dan status mental
Hal yang perlu dipertimbangkan adalah tahap perkembangan klien,
latar belakang budaya, status social ekonomi, pekerjaan, tingkat
kecerdasan. Pengkajian penampilan dan status mental klien meliputi
tentang cara berpakaian, kebersihan personal, postur dan cara
berjalan, bentuk dan ukuran tubuh, mood, sikap, kecemasan,
orientasi terhadap waktu, tempat, dan orang Pengukuran TB dan
BB
Pengukuran berat badan dan tinggi badan pada klien bertujuan
untuk mendapatkan data dasar dan menentukan status kesehatan.
Tanyakan klien tentang tinggi badan dan berat badan klien sebelum
melakukan pengukuran maksimal tiga bulan terakhir. Bila terdapat
perbedaan yang cukup besar antara pengukuran dengan hasil
sebelumnya, maka hal tersebut dapat memberikan gambaran tentang
body image klien. Untuk mengukur tinggi badan, gunakan alat ukur
standart. Pengukuran TTVTanda-tanda vita (TTV) meliputi: suhu
tubuh, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
Suhu tubuhPengukuran suhu tubuh dapat menggunakan thermometer
airaksa atau thermometer digital. Pengukuran dapat dilakukan secara
oral, rectal, ataupun aksila. Bila menggunakan thermometer digital
maka waktu yang dibutuhkan 2-60 detik. Waktu pengukuran bila secara
oral dilakukan selama 3-4 menit, secara rectal dilakukan selama 2-3
menit, dan secara aksila dilakukan selama 5-10 menit. Ada empat
kategori hasil pengukuran suhu tubuh, yaitu:
Suhu tubuh normal 36-37C
Hypothermia (menurunnya suhu tubuh normal 35C)
Pyreksia (suhu tubuh 38-40 C)
Hipertemia (meningkatnya suhu tubuh 41-42 C) Denyut nadiDenyut
nadi adalah detak gelombang darah yang diakibatkan oleh gerak
ventrikel jantung kiri. Denyut nadi dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu: Denyut nadi apical: denyut nadi yang dirasakan pada daerah
apeks jantung
Denyut nadi perifer: denyut nadi yang dirasakan di perifer tubuh
seperti kepala, leher, pergelangan tanga, paha, dan kaki.Lokasi
untuk menghitung denyut nadi yaitu: temporal, carotid, apical,
brachial, radial, femoral, popliteal, posterial tibial, dan
dorsalis pedis. Palpasi denyut nadi dilakukan dengan meletakkan
tiga ujung jari pada pergelangan anterior tangan sepanjang tulang
radius. Standart nadi normal adalah 60-80 x/menit. Laju denyut nadi
kurang dari 60 x/menit disebut bradikardia, sedangkan 100 x/menit
disebut tachycardia. Selain frekuensi perlu diperhatikan
kekuatan/volume dengan cara palpasi denyutan yang dirasakan. Skala
0: tidak kuat, skala 1: lemah dan sulit dirasakan, skala 2: normal,
dan skala 3: kuat. PernapasanKegiatan bernapas merupakan masuknya
O2 dan keluarnya CO2, hitunglah pernapasan klien selama 1 menit.
Standart pernapasan normal adalah 12-20 x/menit. Tacypnea yaitu
pernapasan cepat dan lebih dari 24 x/menit, bradipnea yaitu
pernapasan lambat kurang dari 10 x/menit, dan apnea adalah henti
napas. Selain frekuensi pernapasan, perlu diperhatikan kedalaman
pernapasan yaitu dalam atau dangkal, juga keteraturan irama yaitu
regular atau irregular. Tekanan darahTekanan darah terdiri dari
tekanan sistolik (tekanan darah pada puncak gelombang saat
ventrikel kiri kontraksi), dan tekanan diastolic (tekanan diantara
kedua kontraksi ventrikuler saat jantung pada kondisi istirahat.
Hasil pengukuran darah adalah sistolik/ diastolic, dengan satuan
ukuran mmHg. Tekanan darah yang normal yaitu 120/80 mmHg tetapi
perlu diperhatikan factor usia, kebiasaan nilai tekanan darah, dan
factor lain.4.6.2. Pemeriksaan fisik kepala dan leher4.6.2.1.
Pemeriksaan keadaan umuma) Keadaan klien (inspeksi): tampak: sakit
berat, sedang, ringan, tidak sakit. Pemakaian alat / proteaseb)
Tanda-tanda vital Tingkat kesadaran
Kualitatif: compos mentis, apatis, somnolen, soporo comatus, dan
coma. Kuantitatif: GCS Tekanan darahKategori Sistolik Diastolic
Normal< 120Dan < 80
Pra hipertensi120-139Atau 80-89
Hipertensi stage I140-159Atau 90-99
Hipertensi stage II 160Atau 100
MAP = Sistolik + Diastolik 2
Nadi, pernapasan, suhu tubuh, hal-hal yang mencolok4.6.2.2.
Rambut dan kepala Riwayat Kesehatan: Trauma kepala, pembedahan
kepala, rahang dan muka, sakit kepala, bengkak di muka, bengkak di
rahang, Processus mastoideus, infeksi/nyeri tekan pada sinus,
sekresi per hidung, perdarahan hidung, kesulitan mengunyah,
menggigit. Perubahan suara, alergi, cedera leher dan pembedahan
leher. Status perkembangan pada anak sering mengisap jempol, kapan
gigi tumbuh, tonsil membesar. Pada lansia keadaan penglihatan,
pendengaran, dan gigi palsu. Penampilan rambut: Inspeksi: warna,
bau, rontok, kotor, lesi Palpasi: bekas luka, cicatrix, Massa,
bengkak Hidrasi kulit dahi:Palpasi ( FINGER PRINT ( dehidrasi /
tidak 4.6.2.3. Mata Inspeksi Bola mata: protrusis, gerakan mata,
dan penglihatan dan visus Kelopak mata: bulu mata +/-, dropping,
ptosis, lagoptahlmus, edema, hordeolum Konjungtiva: kemerahan, pus,
infeksi, anemic Sklera: ikterik Warna iris Ukuran dan bentuk pupil:
isokor, miosis, pinpoint, midriasis Gerakan bola mata, nistagmus,
cek fungsi otot mata, gerakan jari 8 arah Medan penglihatan: tutup
sebelah mata, nasal 600, temporal 900, superior 500, Inferior 700
Visus / ketajaman penglihatan ( optotype snellen OPTPTYPE SNELLEN
6/6 emetrop 6/60 hitung jari-jari jarak 6 meter 6/300 gerak jari
dari jarak 6 meter 6/~ terang- gelap
Buta/ anopsia Palpasi
Tekanan bola mata (intra okular) 4.6.2.4. Hidung dan sinus
Inspeksi Bentuk tulang hidung, simetris lubang hidung, septum di
tengah, sekresi, benda asing, mukosa meradang, polip. Palpasi
Sinus( nyeri tekan Patensi hidung(sumbatan/deformitas
4.6.2.5. Telinga Inspeksi Pinna: ukuran, bentuk, warna, lesi,
ada massa Canalis: bersih, serumen, nanah Refleks cahaya politzer:
tarik daun telinga ke atas & belakang (dewasa), ke bawah
(anak-anak) ( membrana timpani utuh / tidak Tes pendengaran: Rinne
(256 Hz); Lokasi pemeriksaan: processus mastoideus- liang telinga.
Hasil pemeriksaan jika positif: normal / tuli perseptif tidak
total, dan jika negatif: tuli konduktif Weber (512 Hz):
lateralisasi kiri/ kanan/ tidak ada. Lokasi pemeriksaan garis
tengah kepala/vertex. Hasil pemeriksaan jika sama keras: normal,
tuli konduktif/ perseptif. Jika lebih keras di kiri: konduktif
kiri/ perseptif kanan Schwabach (512 Hz): memendek/sama dengan
pemeriksa. Schwabach: Hantaran suara melalui tulang tengkorak ke
cochlea antara pemeriksa dengan pasien 4.6.2.6. Mulut, gigi, lidah,
tonsil, faring Inspeksi Bau mulut, stomatitis/ radang mukosa,
apthae/ sariawan, labio/ palato/ gnato schizis Gigi geligi: sisa
makanan, karang, carries Lidah: bentuk, warna, ulkus, bersih
Selaput lendir: warna, bengkak, tumor, sekresi, ulkus, berdarah
Faring: radang Tonsil: ukuran (T0 T4) Uvula: simetris
4.6.2.7. Leher Inspeksi bentuk, warna, bengkak, massa, jaringan
parut Pemeriksaan Kaku Kuduk/tengkuk ( ciri adanya rangsang /
iritasi meningeal akibat perdarahan/ peradangan sub arachnoid
Tekanan Vena Jugularis (JVP): gambaran tidak langsung pemompaan
ventrikel(darah banyak terkumpul pd sistem vena: 5-2 cm H2O 5cm:
jarak Atrium kanan ke Angulus Ludovici Nilai normal: 5-a cm H2O
atau 5+a cm H2O Overload cairan infus: JVP meningkat
Palspasi Nodul kelenjar limfe
Auskultasi Bruit tyroid 4.6.3. Pemeriksaan Fisik ThoraksSaat
pemeriksaan dilkaukan, klien dalam posisi duduk atau berbaring
dengan pakaian dibuka sampai pinggang. Inspeksi Penampilan, usaha
bernapas, warna kulit, bibir, otot-otot yang digunakan, pergerakan
dada dalam tiga bagian thoraks (anterior, posterior, dan lateral).
Hitung frekuensi pernapasan dalam satu menit penuh, ritme dan
kedalaman siklus pernapasan.
Inspeksi warna kulit dada (anterior, posterior, dan lateral)
bandingkan dengan warna kulit sekitarnya
Inspeksi bentuk dada, berbeda antara bayi, dan orang tua dewasa.
Bentuk dada menjadi tidak normal pada keadaan-keadaan tertentu,
misalnya pigeon chest, funnel chest, barel chest. Pada saat
mengamat bentuk dada, pemeriksa juga dapat melihat kemungkinan
adanya kelainan tulang belakang seperti kiposis, lordosis, atau
skoliosis.
PalpasiPalpasi dada dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji
keadaan kulit pada dinding dada, nyeri tekan, massa, peradangan,
kesimetrisan ekspansi, dan taktil fremitus yaitu vibrasi yang dapat
teraba yang dihantarkan melalui system bronkopulmonal selama
seseorang bicara. Nyeri tekan dapat timbul akibat adanya luka
setempat, peradangan, metastasis tumor ganas, atau adanya
pleuritis. Palpasi untuk menilai taktil fremitus; gunakan daerah
sendi metacarpophalangeal atau permukaan luar dari tangan saat
pemeriksaan fremitus. Mintalah klien untuk mengulangi kata tujuh
puluh tujuh normalnya taktil fremitus bilateral atau simetris.
Getaran taktil fremitus dapat lebih keras atau lebih lemahdari
normlanya. Getaran menjadi lebih keras misalnya pada keadaan
terdapat infiltrate. Getaran yang melemah didapatkan pada keadaan
empisema, pneumotoraks, hidrotoraks, dan atelektasis obstruktif.
Tindakan ini dapat dilakukan pada dada bagian anterior dan
posterior.
PerkusiSuara perkusi pada paru-paru orang normal adalah
resonan.
Perkusi untuk menentukan pergerakan diafragma, yaitu mulailah
dengan melakukan perkusi pada sela interkosta ke tujuh kearah bawah
sepanjang garis scapula sampai batas diafragma, kemudian beri
tanda. Mintalah klien untuk menarik napas dalam dan menahannya,
perkusi kembali kearah bagian yang diberi tanda hingga terdengar
kembali suara dullness. Beri tanda pada kulit untuk yang kedua
kalinya. Anjurkan klien untuk menarik napas secara normal dan
keluarkan anpas sebanyak-banyaknya dan kemudian tahan napas.
Perkusi kearah atas hingga pemeriksa mendengar suara resonan, beri
tanda dan anjurkan klien untuk bernapas secara normal. Pemeriksa
akan medapatkan tiga tanda pada kulit sepanjang garis scapula,
ulangi prosedur untuk sisi yang lain. Jarak antara tanda kedua dan
ketiga dapat berkisar antara 3-6 pada orang dewasa yang sehat.
Mengetahui batas paru-paru dengan organ disekitarnya; jika perkusi
dilakukan di area paru-paru ke area jantung maka bunyi resonan akan
berubah menjadi redup. Bila perkusi dilakukan dari batas kosta kiri
ke bawah, maka bunyi tympani akan muncul karena adanya lambung.
Auskultasi
Sebelum melakuakan auskultasi toraks posterior dilakukan
visualisasi pada land mark daerah dada. Auskultasi dengan
menggunakan stetoskop ke kiri dan kanan garis vertebra setinggi
torakal tiga (T3)- T5, lokasi ini tepat pada bronkus kiri dan suara
yang terdengar adalah bronchovesikuler. Auskultasi paru dimulai
pada bagian apeks paru kiri dan lanjutkan seperti pola perkusi.
Pemeriksa akan mendengarkan suara vesikuler yang dihasilkan melalui
bronkiolus dan alveoli. Bila mendengar suara tambahan, maka catat
lokasi, kualitas, lama dan waktu terjadi selama siklus pernapasan.
Suara napas tidak normal antara lain: rales, ronchi, friction rub,
wheezing. Auskultasi dada anterior di atas trakea, mulailah pada
garis vertebra Cervikal ke-tujuh (C7) diturunkan ke bawah T3. Pada
daerah ini akan dilakukan auskultasi pada trakea, suara yang
terdengar aalah bronchial. Tidak normal jika terjadi pada jaringan
paru. 4.6.4. Pemeriksaan Fisik JantungSebelum melakukan tahap-tahap
pemeriksaan fisik jantung maka pemeriksa harus membuat garis
imajiner antara lain:
Linea mid sternalis Linea sternalis Linea medio (mid)
clavicularis Linea axillaris anterior, media dan posterior Linea
scapularis Linea vertebralis Angulus Ludovici, Angulus costae dan
arcus costae InspeksiPosisi yang tepat adalah supinasi, jika klien
mengeluh sesak napas maka posisi yang dianjurkan adalah semi
fowler. Ada beberapa daerah yang harus di inspeksi antara lain:
Area aorta: di Intercostae dua (ICS2) sternalis kanan Area
pulmonal: di Intercostae dua (ICS2) sternalis kiri
Area pulmonal: di Intercostae tiga (ICS3) sternalis kiri
Area trikuspidal: di Intercostae empat (ICS4) sternalis kiri
Area mitral: di Intercostae lima (ICS5) mid clavikula kiriYang
perlu di inspeksi adalah kelima titik diatas, apakah ada undulasi
atau tidak. Kemudian inspeksi daerah carotis bilateral, inspeksi
warna bibir, inspeksi perifer ada atau tidak cyanosis.
Palpasi
Palpasi dilakukan dengan cara menempatkan telapak tangan
pemeriksa diatas intercosta dan rasakan pulsasi atau dorongan pada
tangan pemeriksa, hentikan pemeriksaan bila klien mengeluh sakit
disekitar dada. Palpasi dilakukan antara lain:
Area aorta: di Intercostae dua (ICS2) sternalis kanan
Area pulmonal: di Intercostae dua (ICS2) sternalis kiri
Area pulmonal: di Intercostae tiga (ICS3) sternalis kiri
Area trikuspidal: di Intercostae empat (ICS4) sternalis kiri
Area mitral: di Intercostae lima (ICS5) mid clavikula kiri
Arteri carotis bilateral.
Ada tiga pemeriksaan yanag utama pada palpasi jantung yaitu:
Pemeriksaan ictus cordis
Hal yang dinilai adalah teraba atau tidaknya ictus cordis, kuat
atau tidak. Pada keadaan normal iktus cordis dapat teraba pada
ruang interkostae kiri V (ICS 5), sedikit ke medial (2 cm) dari
linea midklavikularis kiri. Pemeriksaan getaran/ thrillAdanya
getaran sering menunjukkan adanya kelainan katub bawaan atau
penyakit jantung congenital. Hal yang harus diperhatikan saat
melakukan pemeriksaan adalah: lokasi getaran, terjadinya getaran
Pemeriksaan gerakan tracheaPada pemeriksaan jantung, trachea harus
juga diperhatikan karena anatomi trachea berhubungan dengan arkus
aorta. Pada aneurisma aorta denyutan aorta menjalar ke trachea dan
denyutan ini dapat teraba. Perkusi Melakukan perkusi untuk
menetapkan batas-batas jantung, melakukan perkusi dari arah lateral
ke medial. Pembesaran jantung lebih ke arah antero posterior.
Pembesaran ventrikel kiri( ke kiri agak ke bawah, sedangkan
pembesaran ventrikel kanan kurang dapat ditentukan. Sulit dilakukan
pada pasien gemuk/berotot. Batas kanan jantung: Linea sternalis
kanan
Batas atas jantung: ICS 2-3 Batas kiri jantung: Linea mid
clavicularis kiri. Perubahan antara bunyi sonor dari paru-paru ke
redup relatif di tetapkan sebagai batas jantung kiri. Auskultasi
Auskultasi jantung menggunakan alat stetoskop duplek, yang memiliki
dua corong yang dapat dipakai bergantian. Corong pertama berbentuk
kerucut (bell) yang sangat baik untuk mendengarkan suara dengan
frekuensi tinggi (apeks). Corong yang kedua berbentuk lingkaran
(diafragma) yang sangat baik untuk mendengarkan bunyi dengan nada
rendah. Pada auskultasi perlu diperhatikan dua hal yaitu: Bunyi
jantung
Bunyi jantung I: Terjadi karena getaran menutupnya katup
atrioventrikularis, yang terjadi pada saat kontraksi isometris dari
bilik pada permulaan systole.
Bunyi jantung II: Terjadi akibat proyeksi getaran menutupnya
katup aorta dan arteri pulmonalis pada dinding toraks. Ini terjadi
kira-kira pada permulaan diastole. BJ II normal selalu lebih lemah
daripada BJ I
BJ III: Irama pacu kuda / gallop pada decomp cordis Bising
Jantung/ cardiac murmurAdalah: getaran/ fibrasi dalam jantung
akibat bertambahnya arus turbulensi darah.
4.6.5. Pemeriksaan Fisik pada AbdomenPemeriksaan fisik pada
abdomen dilakukan dengan tahap inspeksi, auskultasi, palpasi,
perkusi. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan
tindakan yaitu: menganjurkan klien untuk berkemih, menganjurkan
klien untuk mengendurkan otot-otot abdomen dengan cara mengambil
napas dalam beberapa kali, jika ada keluhan nyeri pada salah satu
bagian abdomen, maka periksa bagian nyeri pada urutan terakhir.
Bagi abdomen dalam empat kuadran dan Sembilan region
Inspeksi Observasi warna kulit dan karakteristik permukaan
abdomen
* Bayangan vena
* Joundice, cyanosis, ascites, bruises, striae, lesi, nodule
* Scar, contour, simetris, Massa, distensi kandung kemih.
Apabila ada distensi maka ukur lingkar perut
* Pergerakan abdomen
AuskultasiGunakan stetoskop untuk menghitung bising usus, mulai
auskultasi pada daerah abdomen kuadran kanan bawahdengan karakter
dan frekuensi suara. Hitung bising usus selama satu menit,
normalnya bising usus terdengar tiap 5-20 detik atau 3-12x/menit.
Pada kondisi normal bising usus tidak terdengar, hipoperistaltik
bila bising usus 1x/menit dan hiperperistaltik bila bising usus
20x/menit. Gunakan bell stetoskop untuk mendengar vakular dan
friction rub daerah abdoem, arteri, illiaka, dan femoralis. Umumnya
tidak ada terdengar suara tersebut. Friction rub disebabkan oleh
dua organ yang bersentuhan/ bergesekan dengan peritoneum, biasanya
menunjukkan adanya tumor, infeksi, atau peritonitis.
PalpasiPalpasi ini bertujuan untuk mengkaji abdomen cavity,
deteksi kejang otot, massa, cairan, bengkak. Palpasi terdiri dari
empat jenis, yaitu: Palpasi ringan; semua kwadran, tidak lebih dari
1 cm
Palpasi sedang; side hand, terutama untuk mengkaji liver dan
lien
Palpasi dalam ; back and forth, bisa teraba rectus abdominis
muscles, aorta dan colon, massa.
Bimanual techniquePalpasi sudut costovertebra kiri dan amati
reaksi klien, lakukan palpasi pada sudut costovertebra kanan.
Kemudian lakukan palpasi pada hepar dengan menekan abdomen
sepanjang batas lengkungan tulang rusuk, saat abdomen ditekan
anjurkan klien untuk menarik napas dalam. Secara normal hepar tidak
akan terpalpsi, kecuali pada klien yang kurus.
Untuk palpasi limpa; yakinkan bahwa yang dipalpasi tepat dibawah
costal margin. Palpasi kandung kemih dari nyeri.
PerkusiTujuan: mengukuran dan densitas organ abdomen, dan
mendeteksi cairan, udara, massa. Bunyi normal abdomen adalah
tympani. Jika ada massa dan cairan maka bunyi perkusi nya adalah
pekak. Adapun suara auskultasi pada abdomen antara lain: Tympani:
suara yang keras diatas lambung
Dullness: terdengar diatas hati, limfa, dan kandung kemih yang
distensi
Hiperesonan: lebih keras dari tympani dan terdengar pada
intestine distensi
Flat: suara halus, pendek terdengar diatas otot, tulang dan
massa tumorLakukan perkusi pada hepar, perkusi abdomen untuk
menentukan batas atas dan bawah hepar. Mulai perkusi pada daerah
setinggi umbilical bergerak keatas sepanjang garis midklavikula
kanan. Suara pertama terdengar adalah tympani, bila suara berubah
menjadi dullness pemeriksa dapat mengidentifikasi batas bawah dan
beri tanda dengan pena kearah ICS4 sepanjang garis midklavikula
kanan. Suara pertama yang terdengar adalah resonan karena perkusi
didaerah paru lalu dilanjutkan kearah bawah sampai terdengar
dullness yang menandakan. Lalu lakukan pengukuran batas atas sampai
batas bawah hepar. Perkusi selanjutnya adalah perkusi limfe untuk
menentukan ukuran dan loksi limfe. Perkusi pada sisi kiri abdomen
ke posterior sampai garis midaksila, biasanya terdengar dari ICS 6
sampai 10. Untuk perkusi ginjal letakkan telapak tangan non dominan
diatas sudut kostovertebra, dengan menggunakan kepalan tangan
dominan lakukan perkusi. 4.6.6. Pemeriksaan Fisik pada Ekstremitas
dan MuskuloskletalRangka manusia tersusun atas 206 tulang dengan
berbagai bentuk dan fungsi. Adapun fungsi dari rangka tersebut
antara lain: membentuk tubuh, melindungi organ dalam yang lunak,
tempat melekatnya otot, tempat pembuatan sel darah merah, melakukan
pergerakan bersama otot dan sendi, dan tempat penyimpanan mineral.
Rangka terbagi menjadi dua yaitu rangka apendikular (tulang bahu,
lengan, tulang kaki, dan pelvis), dan rangka aksial (tulang wajah,
tulang tengkorak, tulang vertebra, dan sternum). Ligament merupakan
jaringan yang sangat kuat, elastic, dan berfungsi menghubungkan
tulang yang satu dengan tulang yang lain. Tendon merupakan jaringan
konektif yang sangat kuat sebagai akhir dari bagian otot melekat
pada tulang dengan sempurna. Kartilago merupakan unsure elastic
yang menyerupai gel dengan peranan sebagai penunjang diakhir bagian
tulang. Sendi merupakan lokasi dimana dua persambungan tulang
menjadi satu sebagai rangkaian system muskuloskletal. Kemampuan
muskuloskletal dalam melakukan pergerakan dikenal dengan Range Of
Motion (ROM) dan dikenal ada tujuh tipe Rom antara lain:
Fleksi (pergerakan sendi dengan menghasilkan sudut pergerakan
yang lebih kecil pada persambungan tulang)
Ekstensi (pergerakan sendi dengan menghasilkan sudut pergerakan
yang lebih besar)
Abduksi (pergerakan sendi menjauhi dari garis tengah tubuh
manusia)
Adduksi (pergerakan sendi yang mendekati pusat tubuh
manusia)
Internal rotasi (pergerakan sendi salah satu bagian tubuh ke
bagian dalam dan mendekati pusat tubuh manusia)
Eksternal rotasi (pergerakan sendi salah satu bagian tubuh ke
bagian luar dari pusat tubuh manusia)
Sirkumduksi (pergerakan sendi dengan pola sirkuler)Adapun tujuan
dari pemeriksaan ini adalah memperoleh data dasar tentang otot dan
persendian, dan mengetahui adanya masalah atau gangguan
musculoskeletal.
Inspeksi Observasi anatomi veterbra; Postur tubuh baik anterior,
posterior, lateral, lordosis, kyphosis, dan scoliosis; Hypertrophy
/ atrophy; Bend position sampai dengan tangan menyentuh jempol
kaki, kemudian lihat dari belakang curvature yg tidak
diharapkan.
Palpasi Palpasi tulang vetebra, joints, otot yg ada di
sekitarnya ( tenderness, spasm. Kemudian bend position sampai
dengan tangan menyentuh jempol kaki.Uji kekuatan otot
4.6.7. Pemeriksaan Fisik pada Integument Kulit terdiri dari tiga
bagian, yaitu: Epidermis: lapisan kulit paling atas, dengan
ketebalan 0,3-1,5 mm, tidak memiliki pembuluh darah, dan tersusun
atas kebanyakan sel keratinosit (sel yang menghasilkan keratin),
lapisan ini melakukan mitosis dalam kurun waktu 3-4 minggu
sekali.
Lapisan dermis: terdapat pembuluh darah, persaraafan, dan
kelenjar getah bening.
Jaringan subkutan: lapisan yang dipenuhi oleh jaringan adipose
yang berperan sebagai cadangan energy dan pengaturan
temperature.
Tahap pemeriksaan fisik integument adalah:
Inspeksi Inspeksi warna kulit secara menyeluruh, penyimpangan
warna kulit antara lain:
Cyanosis (kebiru-biruan pada bibir, hidung, ujung jari karena
gangguan oksigenisasi)
Jaundice (warna kuning pada kulit, mata, dan kuku karena
peningkatan kadar bilirubin)
Palor (penurunan warna kulit pada palpebrae karena gangguan
suplai darah)
Eritema (kemerahan disekitar kulit)Inspeksi warna kulit secara
menyeluruh, adanya hiperpigmentasi dan hipopigmentasi, adanya edema
pada kulit, adanya lesi dan warna kulit, striae, chloasma ( melasma
) dan petechiae.Skala edema yaitu:
+1 : cekungan sedikit
+2 : cekungan kurang dari 5 mm
+3 : cekungan 5-10 mm
+4 : cekungan lebih dari 10 mm Palpasi Palpasi kulit dengan
menggunakan punggung tangan untuk mengidentifikasi temperature
tubuh. Lakukan palpasi kulit untuk mengetahui kelembaban kulit
dengan telapak tangan, kelembaban kulit seseorang berbeda satu
dengan yang lainnya.
Palpasi tekstur kulit; terjadinya perubahan pada tekstur kulit
menunjukkan adanya iritasi atau trauma. Kulit menjadi lunak atau
licin pada klien dengan hipertiroid dan kulit menjadi kering pada
klien dengan hipotiroid. Palpasi turgor kulit; abdomen merupakan
area yang paling tepat untuk mengidentifikasi turgor kulit klien.
Teknik palpasi turgor kulit yaitu, dengan cara mengambil/mengangkat
sebagian kulit yang ada di abdomen. Hasil yang bisa didapatkan bisa
kembali dengan cepat, kembali sedikit lambat, atau bahkan kembali
sangat lambat. Palpasi lesi yang terdapat pada kulit meliputi
distribusi, konfigurasi, dan tipe lesi. 4.6.8. Pemeriksaan Fisik
pada NeurologiSecara umum system saraf memiliki fungsi sebagai
berikut: menerima stimulasi dari seluruh tubuh dan dari lingkungan
eksternal melalui mekanisme system sensoris, menentukan respon
tubuh terhadap stimulus melalui mekanisme system motorik,
menentukan fungsi luhur seperti memori dan kemampuan berpikir dan
mengkoordinasikan seluruh bagian tubuh. Pemeriksaan system saraf
meliputi pemeriksaan status mental, pemeriksaan fungsi saraf
cranial, pemeriksaan fungsi sensorik dan motorik, serta pemeriksaan
reflex.
Pemeriksaan status mentalAmati cara berpakaian klien, postur
tubuh klien, ekspresi wajah dan kemampuan berbicara. Amati dan
catat kecepatan bicara, intonasi, keras lembut, pemilihan kata dan
kemudahan berespon terhadap pertanyaan. Nilai kesadaran dengan
menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS). Tanyakan waktu, tanggal,
tempat, dan alasan dirawat/berkunjung ke rumah sakit. Kaji
kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan
yang sederhana. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan
GCS:
Area pengkajian meliputi respon mata, respon motorik, dan respon
verbal. Total pengkajian bernilai 15, kondisi koma apabila nilai
kurang dari 7. Respon membuka mata (E)4 : Membuka secara spontan.3:
Membuka dengan rangsangan suara.2: Membuka dengan rangsangan
nyeri.1: Tidak ada respon.
Respon motorik
6: Berespon dengan perintah
5: Berespon dengan stimulasi nyeri, mampu menunjukkan lokasi
nyeri
4: Fleksi dan menarik
3: Postur dekortikasi, bahu abduksi dan rotasi interna, fleksi
pergelangan tangan dan mengepal
2: Postur deserebrasi, bahu abduksi dan rotasi interna, ekstensi
lengan bawah, fleksi pergelangan tangan dan megepal
1: Tidak berespon
Respon verbal
5: Pembicaraan terorientasi
4: Disorientasi pembicaraan
3: Penggunaaan kata-kata tidak tepat
2: Bunyi suara tidak jelas, tidak dimengerti
1: Tidak berespon
Pemeriksaan fungsi saraf cranial1. Fungsi saraf cranial I
(Nervus Olfaktorius); dikaji untuk mengetahui fungsi
penghiduan.
2. Fungsi saraf cranial II (Nerevus Optikus); dikaji untuk
mengetahui fungsi penglihatan. Dapat menggunakan snellen chart. 3.
Fungsi saraf cranial III, IV, VI (Nerevus Okulomotorius,
Trochlearis, Abdusen); amati adanya edema pada kelopak mata, ptosis
pada kelopak mata. Periksa reaksi pupil terhadap cahaya,
conjungtiva. Periksa gerakan pada bola mata.
4. Fungsi saraf cranial V (Nerevus Trigeminus); dikaji dengan
cara sentuhkan gulungan tipis kapas ke kulit wajah pada area
mandibula, maksila, dan frontal. Mintalah klien untuk mengatupkan
bibir dan merapatkan gigi. Mintalah klien untuk membuka dan menutup
mulut, mintalah klien untuk melakukan gerakan mengunyah.
5. Fungsi saraf cranial VII (Nerevus Facialis); dikaji untuk
mengetahui fungsi pengecapan, kekuatan otot mata, kekuatan otot
pipi.
6. Fungsi saraf cranial VIII (Nerevus Vestibulokoklearis);
dikaji dengan cara Romberg test sambil mengamati keseimbangan klien
saat berdiri. Test pendengaran. 7. Fungsi saraf cranial IX dan X
(Nerevus Glosovaringeus dan Vagus); amati gerakan palatum dan
uvula. Normalnya palatum lunak, dan uvula sedikit terangkat. Kaji
kemampuan menelan klien.
8. Fungsi saraf cranial XI (Nerevus Asesorius); kaji kekuatan
otot bahu klien (otot tapezius). Minta klien untuk menoleh kesalah
satu sisi dan pemeriksa mencoba untuk menahan bahu klien (otot
sternokledomastoid).
9. Fungsi saraf cranial XII (Nerevus Hipoglosus); dikaji untuk
mengetahui gerakan lidah klien baik kekanan dan kekiri, kedepan dan
kebelakang. Minta klien untuk mendorong lidah ke salah satu
pipi.
Pemeriksaan fungsi motorik dan sensorikUrutan dalam pemeriksaan
fungsi motorik adalah:
Observasi Penilaian ketangkasan gerakan volunter Penilaian
status otot skeletal Penilaian tonus otot skeletal Penilaian tenaga
otot skeletal Pemeriksaan refleks tendon & refleks kulit
Pemeriksaan refleks patologis Penilaian gerakan sekutu abnormal
Pemeriksaan koordinasi gerakan volunter Observasi gerakan
involunter Pemeriksaan reflex
Pemeriksaan ini biasanya dilakukan paling akhir, evaluasi respon
reflex klien dengan menggunakan skala 0-4. 0 (tidak ada respon), 1
(berkurang), 2 (normal), 3 (lebih dari normal), 4 (hiperaktif).
Pemeriksaan reflex bisep; minta klien untuk duduk rileks dan
meletakkan kedua lengan diatas paha. Letakan ibu jari tangan non
dominan diatas tendon bisep, pukulkan reflex hamer ke ibu jari
tangan non dominan pemeriksa. Inspeksi adanya kontraksi otot biseps
(fleksi siku).
Reflex trisep; pegang tangan klien dengan tangan non dominan
pemeriksa, pukulkan reflex hamer pada prosesus olekranon dan amati
kontraksi otot triseps (ekstensi siku).
Reflex brachioradialis; minta klien meletakkan tangan diatas
paha dalam pronasi. Pukulkan reflex hamer diatas tendon pergelangan
tangan, amati fleksi supinasi dari tangan klien.
Reflex patella; minta klien duduk dengan lutut fleksi menjuntai,
palpasi lokasi patella (bagian inferior patella). Pukulkan hamer
pada bagian tersebut dan amati kontraksi otot quadriceps.
Reflex Achilles; pegang telapak kaki klien dengan tangan non
dominan pemeriksa. Pukul tendon achiles dengan bagian tumpul reflex
hamer dan amati plantar fleksi telapak kaki.
Reflex plantar; dikaji dengan meminta klien dalam posisi supin
dan kedua tungkai bawah sedikit eksternal rotasi, stimulasi telapak
kaki klien dengan ujung tajam dari reflex hamer. Sentuhan dimulai
dari tumit kearah luar telapak kaki. Amati gerakan telapak kaki
(normal jika gerak plantar fleksi jari-jari kaki). Abnormal jika
babinski positif. Reflex abdomen; dikaji dengan klien tetap posisi
supine tanpa menggunakan baju. Sentuhkan ujung tajam reflex hamer
ke kulit bagian abdomen, mulai dari arah lateral ke bagian
umbilical. Amati kontyraksi otot abdomen.
100