MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI i MODUL PENGETAHUAN UMUM IRIGASI PELATIHAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN IRIGASI TINGKAT JURU MODUL 03 2017 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
76
Embed
Modul 3 pengetahuan umum irigasi - bpsdm.pu.go.id filemodul 3 pengetahuan umum irigasi pusat pendidikan dan pelatihan sumber daya air dan konstruksi i modul pengetahuan umum irigasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI i
MODUL PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PELATIHAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN IRIGASI
TINGKAT JURU
MODUL 03
2017
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
validasi dan penyempurnaan Modul Pengetahuan Umum Irigasi sebagai wawasan
dalam Pelatihan Operasi dan Pemeliharaan Irigasi Tingkat Juru. Modul ini disusun
untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil Negara (ASN) di bidang
Sumber Daya Air.
Modul Pengetahuan Umum Irigasi disusun dalam 6 (enam) bab yang terbagi atas
Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul yang sistematis
diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam memahami
Pengetahuan Umum Irigasi dalam operasi dan pemeliharaan irigasi. Penekanan
orientasi pembelajaran pada modul ini lebih menonjolkan partisipasi aktif dari para
peserta.
Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang Sumber Daya Air.
Bandung, September 2017
Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi
Ir. K. M. Arsyad, M.Sc
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
ii PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... v
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ...................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
Gambar 4.1. Standar Sistem Tata Nama untuk Skema Irigasi .............................. 43
Gambar 4.2. Standar Tata Nama untuk Bangunan – Bangunan Irigasi ................ 44
Gambar 4.3. Bangunan Utama .............................................................................. 45
Gambar 5.1. Bagan Keseimbangan Air Pada Petak Sawah ................................. 50
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
vi PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Deskripsi
Modul Pengetahuan Umum Irigasi ini terdiri dari empat kegiatan belajar. Kegiatan
belajar pertama membahas ruang lingkup dan sejarah irigasi. Kegiatan belajar
kedua membahas macam irigasi. Kegiatan belajar ketiga membahas pengertian
peta petak, lokasi bangunan dan dimensi saluran. Kegiatan belajar keempat
membahas pengetahuan kebutuhan untuk tanaman.
Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang
berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk
memahami Pengetahuan Umum Irigasi. Setiap kegiatan belajar dilengkapi
dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur tingkat penguasaan peserta
pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.
Persyaratan
Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat
menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat
memahami dengan baik materi yang merupakan dasar dari Operasi dan
Pemeliharaan Irigasi Tingkat Juru. Untuk menambah wawasan, peserta
diharapkan dapat membaca terlebih dahulu peraturan dan kebijakan tentang
Operasi dan Pemeliharaan Irigasi.
Metode
Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah
dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/ Fasilitator,
adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi.
Alat Bantu/ Media
Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat
Bantu/Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/ proyektor, Laptop, white board
dengan spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/ atau bahan
ajar.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI vii
Tujuan Kurikuler Khusus
Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu memahami ruang lingkup dan sejarah irigasi, macam
irigasi, peta petak, penentuan lokasi bangunan, dimensi saluran, dan
pengetahuan kebutuhan untuk tanaman.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
viii PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara dengan mengkonsumsi beras cukup besar sampai
dengan tahun 2015, telah membangun jaringan irigasi seluas 7,145,168 Ha.
Hasil inventori tahun 2014 jaringan Irigasi tersebut telah mengalami kerusakan
seluas 3,294,637 Ha (46,11%), dimana 1,141,084 Ha (15,97%) rusak berat,
1,203,246 Ha (16,84%) rusak sedang dan 950,307 Ha (13,3 %) rusak ringan.
Kerusakan ini diakibatkan oleh karena gangguan alam, umur konstruksi dan
kurang optimalnya pengelolaan irigasi terhadap infrastruktur irigasi. Keadaan
demikian kalau dibiarkan terus dapat mengganggu keamanan ketahanan
pangan nasional, yang berakibat pada stabilitas masa depan bangsa.
Gambar 1.1. Persentase Kondisi Kerusakan Jaringan Irigasi di Indonesia
Dalam era reformasi dan otonomi daerah, pemerintah mengalami berbagai
permasalahan dan tantangan dalam pembangunan Sumber Daya Air, antara
lain permasalahan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, yang pada
umumnya masih kurang, kondisi pelayanan dan penyediaan infrastruktur
mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sumber daya air yang sebagusnya
mempengaruhi kemampuan dalam pengelolaan sumber daya air umumnya dan
pengelolaan irigasi khususnya.
53,89% 46,11%
KONDISI JARINGAN IRIGASI
7,145,168 Ha
Baik
Rusak
1,14%
12%
0,95%
KONDISI KERUSAKAN JARINGAN IRIGASI
3,294,637 Ha (46,11%)
Rusak Berat
Rusak Sedang
Rusang Ringan
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
1.2 Deskripsi Singkat
Mata Pelatihan ini membahas berbagai materi terkait dengan: ruang lingkup
dan sejarah irigasi; macam irigasi; pengertian peta petak, lokasi bangunan dan
dimensi saluran; pengetahuan kebutuhan untuk tanaman.
1.3 Tujuan Pembelajaran
1.3.1 Hasil Belajar
Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,
peserta diharapkan mampu memahami tentang ruang lingkup dan sejarah
irigasi, macam irigasi, pengertian peta petak, lokasi bangunan dan dimensi
saluran.
1.3.2 Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat :
a) Menjelaskan secara sederhana ruang lingkup dan sejarah irigasi.
b) Menjelaskan secara sederhana macam irigasi.
c) Menjelaskan secara sederhana pengertian peta petak, lokasi bangunan,
dan dimensi saluran.
d) Menjelaskan secara sederhana pengetahuan kebutuhan untuk tanaman.
1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
a) Materi Pokok 1 : Ruang Lingkup dan Sejarah Irigasi.
1) Ruang Lingkup Irigasi
2) Sejarah Irigasi Di Indonesia
3) Latihan
4) Rangkuman
5) Evaluasi
b) Materi pokok 2 : Macam Irigasi
1) Berdasarkan Status Jaringan Irigasi
2) Berdasarkan Tingkat Jenis
3) Berdasarkan Aplikasi Air
4) Berdasarkan Sumber Air
5) Berdasarkan Teknis Pemberian Air
6) Berdasarkan Tujuan Penggunaan Air
7) Irigasi Mikro
8) Latihan
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 3
9) Rangkuman
10) Evaluasi
c) Materi Pokok 3 : Pengertian Peta Petak, Lokasi Bangunan, dan
Dimensi Saluran
1) Peta Petak
2) Kriteria Perencanaan Peta Petak
3) Bangunan Utama
4) Saluran
5) Latihan
6) Rangkuman
7) Evaluasi
d) Materi Pokok 4 : Pengetahuan Kebutuhan Untuk Tanaman
1) Kebutuhan Air
2) Kebutuhan Air untuk Tanaman Padi
3) Kebutuhan Air untuk Palawija
4) Latihan
5) Rangkuman
6) Evaluasi
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 5
BAB II
RUANG LINGKUP DAN SEJARAH IRIGASI
2.1 Irigasi
Air beserta sumber-sumbernya merupakan kekayaan alam yang mutlak
dibutuhkan oleh hajat hidup manusia, oleh karena itu perlu dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak. Melihat pentingnya, maka
secara konstituonal wewenamg penguasaan air diatur oleh Negara yang
dinyatakan dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3. Sebagai
penjabaran dalam penguasaan terhadap air tersebut, telah dijabarkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di Indonesia pengembangan dan pengelolaan irigasi dan drainasi pada
umumnya ditujukan untuk keperluan tanaman padi di daerah persawahan, baik
dimusim hujan maupun kemarau. Hal ini karena beras merupakan makanan
pokok rakyat dan kebutuhannya selalu meningkat setiap tahun sesuai dengan
laju pertumbuhan penduduk. Sementara usaha untuk diversifikasi pangan selain
beras masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan, maka irigasi
dalam hal pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman padi merupakan faktor
yang sangat penting dalam rangka usaha swasembada beras.
2.2 Sejarah Irigasi Di Indonesia
Perkembangan irigasi di Indonesia menuju sistem irigasi maju dan tangguh tak
lepas dari irigasi tradisional yang telah dikembangkan sejak ribuan tahun yang
lampau. Irigasi maju atau modern dapat saja muncul karena usaha
memperbaiki atau kelanjutan pengembangan tradisi yang telah ada, pada
umumnya sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri geografis setempat dan
perkembangan budidaya pertanian.
Di Indonesia, walaupun perkembangan budidaya padi sawah telah berlangsung
sejak lama yaitu sejak zaman meolitik, perkembangan irigasi-irigasi diperkirakan
baru berlangsung sejak lebih 1000 tahun yang lampau pada zaman kerajaan-
kerajaan Hindu di Jawa.
Indikator Hasil Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan secara sederhana ruang lingkup dan sejarah irigasi.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
6 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Warisan kebudayaan irigasi yang sudah cukup tua adalah irigasi Subak di Bali
dan irigasi-irigasi kecil di Jawa. Secara fisik irigasi-irigasi kecil tersebut tidak
dapat bertahan lama karena mengalami proses inundasi dan longsor oleh
banjir.
Warisan irigasi dengan mazhab tersendiri dengan ciri-ciri kebudayaan adaah
irigasi Subak di Bali. Subak merupakan perpaduan dari suatu masyarakat
irigasi, unit produksi pertanian, badan usaha yang otonom dan masyarakat
agama.
Teknologi penanaman padi pada umumnya diperoleh melalui proses uji coba
selama berabad-abad. Arti penting dari teknologi tersebut adalah kemampuan
lahan sawah menyerap tenaga kerja yang semakin lama semakin besar tanpa
kehilangan kemampuan berproduksi. Menurut laporan, sistem irigasi lokal pada
zaman pra kolonial terbatas pada daerah tertentu saja. Pada 1888 ditaksir luas
irigasi hanya sekitar 1,27 juta ha.
Sistem irigasi modern diperkirakan dimulai pada pertengahan abad XIX sebagai
upaya mengatasi kelaparan yang terjadi di Jawa Tengah. Perkembangan irigasi
secara pesat terjadi pada permulaan abad XX setelah dikumandangankannya
politik etik oleh pemerintah jajahan dan ditemukannya tekonologi irigasi di
dataran rendah.
Untuk mempersiapkan pembangunan irigasi secara besar-besaran pada tahun
1871 dibentuk sebuah komisi yang diketuai oleh R. De Bruyn, bekas Direktur
Jendral BOW (Burgelijke Openbare Werken). Sebagai hasil dari komisi de bruyn
dibentuk suatu bagian khusus dari BOW yang menangani irigasi. Bagian
tersebut yang mula-mula disebut brigade irigasi menjadi afdeling irigasi (bagian
irigasi). Pada 1889 mulai diresmikan berdirinya Afdeling Serayu Komisi de Bruyn
juga mengusulkan dibentuknya dinas ekploitisi untuk mengelola sungai dan
sumber daya air lainnya termasuk untuk irigasi dan drainase.
Pada tahun 1890 dibuat suatu rencana besar pembangunan irigasi (workplan
1890) untuk mengairi areal irigasi seluas 577.000 bau (409.670 ha) di Jawa
dengan perkiraan biaya sebesar 35.525.000 gulden. Pada tahun 1905 dibentuk
komisi untuk memajukan kegunaan dan rehabilitasi dari pekerjaan irigasi yang
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 7
telah dibangun terutama kaitannya dengan pertanian.Inspektur pertanian
menjadi anggota resmi komisi tersenut. Pada tahun 1906 dibentuk komisi untuk
mempersiapkan retribusi dan sumbangan tetap dari perkebunan untuk
membantu pembiayaan petugas dalam mengawasi pelaksanaan pembagian air.
Kedua komisi tersebut pada tahun 1916 dilebur menjadi komisi untuk mengurus
masalah irigasi di Jawa dan Madura yang merupakan cikal bakal panitia irigasi
yang dibentuk pada tahun 1920.
Beberapa hal yang perlu dicatat dalam kerangka persiapan pembentukan
organisasi pengairan pada permulaan abad ke XX:
a) Wilayah kerja organisasi pengairan tidak disesuaikan dengan wilayah
administrasi pemerintahan, tetapi adalah suatu wilayah yang didasarkan
pada kesatuan eksploitasi dan pemeliharaan jaringan irigasi.
b) Dipisahkannya unit organisasi yang menangani pekerjaan konstruksi
dengan unit yang menangani eksploitasi dan pemeliharaan irigasi.
c) Dibedakannya sistem irigasi menurut berbagai kategori untuk dapat
memahami proses pembangunan yang terjadi.
Empat kategori pengairan yang dipertimbangkan dalam menangani
pembangunan irigasi:
a) Sistem irigasi yang secara menyeluruh dikerjakan pemerintah–termasuk
keperluan untuk membagi air secara teratur.
b) Sistem irigasi yang dianggap penting yang pembangunannya dirintis oleh
masyarakat setempat dengan bangunan-bangunan irigasi yang sifatnya
permanen.
c) Sistem irigasi yang dibangun oleh masyarakat setempat dengan ciri-ciri
setempat dengan bangunan-bangunan yang kurang permanen.
d) Saluran-saluran pembuangan dan sungai-sungai yang oleh masyarakat
dimanfaatkan dengan cara yang sangat sederhana.
Namun demikian kategori-kategori tersebut belum menggambarkan tingkat
perkembangan dalam pengelolaan sistem irigasi. Terdapat dua model
pengelolaan irigasi:
a) Sistem pengelolaan yang didasarkan atas kebijaksanaan pola tanam yang
telah ditetapkan pada sistem irigasi yang dibangun pemerintah. Pola tanam
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
8 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
yang dimaksud adalah pergiliran antara tanaman tebu yang mendapat
dukungan pemerintah kolonial sebagai komoditi ekspor dan tanaman rakyat
yaitu padi dan palawija.
b) Sistem pengelolaan yang didasarkan atas praktek-praktek irigasi setempat
dengan cara pembagian air yang proposional menurut luasnya wilayah yang
diairi. Model kedua ini secara menonjol dpraktekkan di Subak di samping
pada irigasi tradisional di Jawa.
Prinsip pengelolaan menurut model pertama adalah yang dipraktekkan pada
daerah-daerah yang dibangun dengan bantuan pemerintah jajahan. Sebagai
konsekuensi adalah dikembangkannya berbagai kelembagaan dan teknologi
yang mendukung prinsip pengelolaan tersebut. Misalnya pada tahun 1928 mulai
ditetapkan penggolongan irigasi-irigasi dengan mempraktekkan pergiliran jadwal
tanam dan pergiliran antar golongan tanam.
Pada tahun 1936 mulai diberlakukan peraturan umum tata air (Het algemen
water reglement). Salah satu unsur penting AWR adalah tata tanam (cultuur
plan) pada daerah irigasi terutama pada daerah irigasi yang airnya tidak cukup
di musim kemarau. AWR juga membedakan gadu menurut prioritas berdasarkan
kriteria tertentu, dan membedakan antara gadu teratur dan tidak teratur. Praktek
membedakan tanaman gadu tersebut tetap dilaksanakan sampai sekarang oleh
seksi irigasi dalam versi lain – yaitu gadu izin dan tanpa izin.
Pada waktu pecah perang Pasifik (PD II) yang kemudian berlanjut dengan masa
pendudukan jepang dan perang kemerdekaan, maka pembangunan dan
pengelolaan atau operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi praktis terhenti
sama sekali. Karena tidak ada pembangunan jaringan baru, maka jumlah luas
lahan pertanian beririgasi dengan sendirinya tidak bertambah. Tetapi yang lebih
parah lagi adalah akibat dari ketiadaan operasi dan pemeliharaan. Akibat dari
ketiadaan usaha ini, maka secara berangsur kondisi jaringan irigasi mengalami
kemerosotan yang berkelanjutan.
Setelah kita peroleh pengakuan kemerdekaan, keadaan seperti yang disebutkan
di atas tidak membaik. Keadaan perekonomian dan keadaan politik sangat tidak
stabil dan kurang mendukung terhadap usaha-usaha pembangunan dan
pengelolaan jaringan irigasi. Akibatnya maka pada waktu kita memasuki PJP-I
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 9
keadaan jaringan-jaringan irigasi kita umumnya sangat menyedihkan.
Bangunan-bangunan dan saluran-saluran hamper seluruhnya dalam keadaan
rusak dan kurang terawatt. Diperkirakan fungsi/kemampuan jaringan irigasi kita
hanyalah berkisar antar 40% sampai 60% dari fungsi kemampuan rencana.
Dengan demikian maka intensitas tanam dan produktivitas lahan juga
mengalami kemerosotan yang jauh. Hal inilah yang antara lain merupakan
penyebab dari defisit beras yang berkelanjutan.
Pembangunan pengairan dalam PJP-I dtekankan dan dititik beratkan pada
penunjangan kebutuhan sektor pertanian, dengan sasaran menunjang
pencapaian swasembada beras secepat mungkin. Ini dilakukan terutama melalui
program penyediaan air untuk sawah-sawah dalam jumlah yang cukup dan pada
waktu yang diperlukan – yang merupakan unsur pertama dari lima unsur dalam
penerapan Panca Usaha Tani. Maka ditempuhlah strategi pembangunan irigasi
yang cepat meghasilkan (quick yielding), dengan memberi prioritas pada
program-program.
a) Rehabilitasi Jaringan Irigasi, yang mendapat prioritas tinggi karena hemat
waktu dan biaya daripada pembangunan jaringan baru.
b) Pembangunan Jaringan Baru Irigasi, terutama berupa Bangunan Jaringan
Irigasi Sederhana: jaringan berskala kecil, menggunakan teknologi
sederhana, cepat berfungsi, serta murah biayanya. Dan berkemampuan
membawa air dari sumbernya ke tempat pemanfaatan dengan cara
sesederhana mungkin.
c) Peningkatan Operasi & Pemeliharaan Jaringan Irigasi – untuk mencapai
tingkat kinerja jaringan irigasi yang andal, optimal dan berkelanjutan.
Melalui pembangunan secara bertahap dan berkelanjutan, pada akhir Pelita III
(1984/1985) pembangunan pengairan berhasil mengupayakan total luas panen
padi 9,6 juta ha dari total sawah beririgasi 4,6 juta ha. Di dalamnya tercakup
pencapaian program rehabilitasi guna peningkatan keandalan fungsi terhadap
sebagian dari 3,4 juta ha jaringan irigasi peninggalan Orde Lama, serta
pembangunan jaringan irigasi – termasuk di daerah rawa.
Adalah berkat pembangunan berbagai sektor, termasuk pembangunan
pengairan khususnya pembangunan jaringan irigasi, yang menunjang upaya
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
10 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
peningkatan produksi beras, sehingga tercapainya swasembada beras pada
tahun 1984, tatkala Indonesia mampu memproduksi beras 25,8 juta. Padahal
beberapa tahun sebelumnya, negeri ini dikenal sebagai pengimpor beras
terbesar didunia – dengan total impor dua juta ton setahun.
Dengan laju peningkatan konsumsi beras dengan laju 1,7 sampai 2,0% setahun,
maka mempertahankan swasembada beras bukanlah berarti mempertahankan
tingkat produksi yang sama dengan tahun 1984, melainkan peningkatan
produksi beras yang mengantisipasi atau menutup peningkatan kebutuhan
seluruh penduduk.
Keseluruhan sawah beririgasi pada akhir PJP – I mencapai 5,7 juta ha,
termasuk didalamnya pengembangan daerah rawa seluas 1,3 juta ha, dan
rehabilitasi terhadap 2,9 juta ha sawah berfungsi optimal. Namun, dengan
asumsi selama PJP-Il telah terjadi alih fungsi lahan atas sawah beririgasi
diperhitungkan mencapai 5,2 juta ha.
2.3 Latihan
1. Sebutkan hal yang perlu dicatat dalam kerangka persiapan pembentukan
organisasi pengairan pada permulaan abad ke XX!
2. Sebutkan empat kategori pengairan yang dipertimbangkan dalam
menangani pembangunan irigasi!
3. Jelaskan dengan singkat dua model pengelolaan irigasi!
2.4 Rangkuman
Air beserta sumber-sumbernya merupakan kekayaan alam yang mutlak
dibutuhkan oleh hajat hidup manusia, oleh karena itu perlu dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat banyak. Secara konstituonal
wewenamg penguasaan air diatur oleh Negara yang dinyatakan dalam Undang
Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3.
Dalam ruang lingkupnya, di Indonesia pengembangan dan pengelolaan irigasi
dan drainasi pada umumnya ditujukan untuk keperluan tanaman padi di daerah
persawahan, baik dimusim hujan maupun kemarau.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 11
Berdasarkan sejarahnya, perkembangan irigasi-irigasi di indonesia diperkirakan
baru berlangsung sejak lebih 1000 tahun yang lampau pada zaman kerajaan-
kerajaan Hindu di Jawa dimulai dari sistem irigasi secara tradisional. Salah
satu peninggalan yang masih ada yaitu irigasi Subak di Bali dan irigasi-irigasi
kecil di Jawa. Sistem irigasi modern diperkirakan dimulai pada pertengahan
abad XIX sebagai upaya mengatasi kelaparan yang terjadi di Jawa Tengah.
Perkembangan irigasi secara pesat terjadi pada permulaan abad XX setelah
dikumandangankannya politik etik oleh pemerintah jajahan dan ditemukannya
tekonologi irigasi di dataran rendah. Pada tahun 1871 dibentuk sebuah komisi
yang diketuai oleh R. De Bruyn, bekas Direktur Jendral BOW (Burgelijke
Openbare Werken) dengan tujuan untuk mempersiapkan pembangunan irigasi
secara besar-besaran. Pada 1889 mulai diresmikan berdirinya Afdeling Serayu
Komisi de Bruyn juga mengusulkan dibentuknya dinas ekploitisi untuk
mengelola sungai dan sumber daya air lainnya termasuk untuk irigasi dan
drainase. Pada tahun 1890 dibuat suatu rencana besar pembangunan irigasi
(workplan 1890) untuk mengairi areal irigasi seluas 577.000 bau (409.670 ha) di
Jawa dengan perkiraan biaya sebesar 35.525.000 gulden. Pada tahun 1905
dibentuk komisi untuk memajukan kegunaan dan rehabilitasi dari pekerjaan
irigasi yang telah dibangun terutama kaitannya dengan pertanian.Inspektur
pertanian menjadi anggota resmi komisi tersenut. Pada tahun 1906 dibentuk
komisi untuk mempersiapkan retribusi dan sumbangan tetap dari perkebunan
untuk membantu pembiayaan petugas dalam mengawasi pelaksanaan
pembagian air. Kedua komisi tersebut pada tahun 1916 dilebur menjadi komisi
untuk mengurus masalah irigasi di Jawa dan Madura yang merupakan cikal
bakal panitia irigasi yang dibentuk pada tahun 1920. pada tahun 1928 mulai
ditetapkan penggolongan irigasi-irigasi dengan mempraktekkan pergiliran
jadwal tanam dan pergiliran antar golongan tanam. Pada tahun 1936 mulai
diberlakukan peraturan umum tata air (Het algemen water reglement). Namun
pada saat pecahnya perang pasifik di perang dunia II yaitu ketika masa
kependududukan jepang dan masa perang kemerdekaan pembangunan dan
pengelolaan atau operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi praktis terhenti
sama sekali. Hingga akhirnya pada akhir Pelita III (1984/1985) pembangunan
pengairan berhasil mengupayakan total luas panen padi 9,6 juta ha dari total
sawah beririgasi 4,6 juta ha.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
12 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
2.5 Evaluasi 1. Sistem irigasi modern diperkirakan dimulai pada pertengahan abad XIX
di.....
a. Jawa Barat
b. Jawa Tengah
c. Bali
d. Jawa Timur
2. Sebuah komisi yang dibentuk untuk mempersiapkan pembangunan irigasi
secara besar-besaran, yaitu pada tahun....
a. 1871
b. 1817
c. 1906
d. 1920
3. Berikut ini yang merupakan empat kategori pengairan yang
dipertimbangkan dalam menangani pembangunan irigasi.....
a. Sistem irigasi yang secara menyeluruh dikerjakan pemerintah–termasuk
keperluan untuk membagi air secara teratur.
b. Sistem irigasi yang dianggap penting yang pembangunannya dirintis oleh
masyarakat setempat dengan bangunan-bangunan irigasi yang sifatnya
permanen.
c. Sistem irigasi yang dibangun oleh masyarakat setempat dengan ciri-ciri
setempat dengan bangunan-bangunan yang kurang permanen.
d. Semua jawaban benar
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 13
BAB III
MACAM IRIGASI
3.1 Berdasarkan Status Jaringan Irigasi
a) Irigasi Pemerintah: Adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
pemerintah, baik pemerintah pusat atau pemerintah daerah. Irigasi
pemerintah umumnya berukuran besar.
b) Irigasi Desa: Adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
masyarakat desa. Tidak jarang masyarakat desa secara gotong royong
membangun sendiri jaringan irigasinya, karena pembangunan dari
pemerintah belum mampu menjangkau daerahnya. Ukuran luas irigasi desa
berkisar antara 100 – 500 ha dengan kelengkapan jaringan yang lebih
sederhana
c) Irigasi Swasta: Adalah jaringan irigasi yang dibangun dan dikelola oleh
swasta atau perseorangan untuk keperluannya sendiri, misalnya jika swasta
membuka usaha perkebunan maka dapat membangun dan mengelola
jaringan irigasi untuk keperluannya sendiri.
3.2 Berdasarkan Tingkat Teknis
a) Irigasi Teknis: Adalah jaringan irigasi dimana airnya diatur dan dapat
diukur. Untuk dapat mengatur air yang masuk atau keluar, jaringan irigasi ini
dilengkapi dengan pintu. Untuk mengukur besarnya aliran air, jaringan irigasi
ini dilengkapi dengan bangunan ukur yang bisa berupa papan berskala,
bangunan ukur khusus (contoh: Cipoleti, Venturi dan lain-lain). Umumnya
pintu air dimanfaatkan sekaligus berfungsi sebagai bangunan ukur,
misalnya: pintu sorong, pintu Romijn, Crump de Gruyter dan sebagainya).
b) Irigasi Setengah Teknis: Adalah jaringan irigasi yang airnya dapat
diatur tetapi tidak dapat diukur. Jaringan ini dilengkapi dengan pintu tetapi
tidak dengan bangunan/alat ukur.
c) Irigasi Sederhana: Adalah jaringan irigasi yang tidak dilengkapi bangunan
ukur maupun pintu. Kalaupun ada pintu, bangunan pintu itu tidak permanen
dan sangat sederhana sehingga mudah rusak.
Indikator Hasil Belajar : Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menjelaskan secara sederhana macam-macam irigasi.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
14 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
3.3 Berdasarkan Aplikasi Air
a) Irigasi Genangan: Adalah pemberian air dengan cara menggenangi lahan
tempat tanaman tumbuh. Irigasi genangan ini diperuntukkan bagi tanaman
padi. Di negara tropis seperti Indonesia, tingginya genangan antara 15-20
cm yang berguna bagi: menjaga temperatur tanaman agar tidak terlalu
panas, melarutkan pupuk agar mudah terserap akar tanaman,
mengurangi/menangkal serangan hama dan sekaligus dapat untuk
memelihara ikan dalam petak sawah.
b) Irigasi Sprinkler: Adalah pemberian air dengan cara menyiram tanaman.
Cara ini digunakan bagi tanaman hortikultura atau tanaman lain yang tidak
memerlukan banyak air. Di negara yang bukan tropis, karena temperaturnya
tidak tinggi, hampir seluruh irigasinya dilakukan dengan springkler, seperti
tanaman gandum, rumput, buah-buahan berpohon kecil dan tanaman kecil
lainnya.
c) Irigasi Tetes (drip): Adalah pemberian air dengan cara meneteskan. Cara
pemberian air seperti ini dilakukan bagi tanaman besar yang tidak
memerlukan air banyak.
3.4 Berdasarkan Sumber Air
a) Irigasi Air Permukaan: Adalah irigasi yang sumber airnya dari air yang
mengalir diatas permukaan tanah misalnya dari sungai atau air dari danau
atau waduk. Irigasi tersebut dibedakan atas lima golongan, yaitu:
1) Irigasi Alur (furrow irrigation) Air irigasi dialirkan melalui alur-alur di sela-
sela petakan (gambar 3.1) untuk dapat mengairi tanaman di sebelah
kanan dan kirinya. Pergerakan air dari alur dapat dilihat pada gambar
III.2. Sistem irigasi ini sangat cocok untuk tanaman yang ditanam secara
lajur, seperti jagung, tebu, kentang, tomat dan buah-buahan. Alur
biasanya dibuat dengan dengan mengikuti kemiringan lahan dan
kemiringan alur minimum berkisar 0,05%, sebaiknya antara 15-40 cm.
Panjang alur biasanya antara 25-500 m sedangkan jarak alur satu
dengan yang lainnya berkisar antara 0,3-2 m. Kelebihan lain dari sistem
ini adalah tanaman tidak secara langsung terkena air yang dapat
mempengaruhi produksi baik kuantitas maupun kualitas.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 15
Gambar 3.1. Skema Irigasi Alur
Gambar 3.2. Pergerakan Air dari Alur
2) Irigasi gelombang (corrugation irrigation) Sistem irigasi ini hampir sama
dengan sistem alur, hanya lebih rendah dan lebih lebar (gambar 3.3).
Irigasi gelombang biasanya digunakan terutama untuk tanaman padi-
padian maupun rumput makanan ternak. Sistem irigasi model ini di
Indonesia belum banyak dikenal.
Gambar 3.3. Skema Irigasi Gelombang
3) Irigasi Penggenangan Petak Jalur (border strip irrigation) Caranya
adalah lahan dibuat petakan yang masing-masing petakan dibatasi oleh
galengan atau pematang (gambar 3.4), di sebelah atas dibatasi oleh
saluran pembawa kemudian di sebelah bawah oleh saluran pembuang
(drainasi). Irigasi petak jalur sungai cocok untuk tanaman padi-padian,
rumput makanan ternak dan tanaman lainnya yang ditanam dengan
jarak yang rapat.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
16 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Gambar 3.4. Skema Irigasi Petak Jalur
4) Irigasi genangan (check atau basin irrigation). Lahan untuk irigasi dibuat
sistem genangan dengan dibatasi oleh galengan. Irigasi ini lebih banyak
digunakan untuk padi sawah atau untuk tanaman buah-buahan.
Sebagian besar penanaman padi di Indonesia menggunakan sistem
irigasi genangan ini.
5) Sistem Irigasi di bawah Permukaan Tanah. Pada sistem ini air irigasi
dimaksudkan untuk meninggikan muka air tanah agar lapisan akar
mendapat air melalui kapiler (gambar 3.5). Sistem irigasi ini banyak
digunakan pada lahan yang banyak mengandung gambut.
Gambar 3.5. Skema Irigasi Bawah Tanah
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 17
b) Irigasi Air Tanah: Adalah irigasi yang sumber airnya dari air yang berada
di bawah permukaan tanah. Untuk dapat memanfaatkannya, air dipompa
sampai permukaan tanah kemudian dialirkan ke lahan. Pengembangan
irigasi air tanah ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Pengambilan
air tanah yang berlebihan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kota
Jakarta misalnya, karena kekosongan air di dalam tanah, mengakibatkan
beberapa bangunan besar ambles. Disusul oleh air laut yang menyusup
dan merembes sejauh lebih dari 20 km dari pantai. Pengisian kembali
(recharge) dari air hujan memerlukan waktu sangat panjang sedangkan
pemompaan dari dalam tanah jauh lebih cepat. Pemompaan air tanah di
daerah bukan perkotaan, dalam jangka panjang akan mengakibatkan hal
yang sama. Dimusim kemarau, sumur-sumur dan aliran air di sungai akan
kekurangan air. Karena itu irigasi air tanah hanya sebagai pendukung
terhadap irigasi air permukaan dan hanya dibangun jika lokasi itu air
permukaan tidak ada sementara air tanah berlebihan.
Pengembangan irigasi air tanah di Indonesia yang dimulai sejak tahun 1970
sebagian besar ada di Jawa Timur. Dalam 20 tahun pertama, Proyek
Pengembangan Air Tanah (PAT) lebih difokuskan pada nilai sosial
ekonominya dibandingkan terhadap aspek teknis dan efektifitas
ekonominya. Tahun 1987 - 1991 PAT mulai menerapkan the least cost and
most appropriate technologies for developing geroundwater resources
dengan adanya bantuan dana Bank Dunia melalui Irrigaion Sub Sector
Project (ISSP).
Salah satu segi positif pemanfaatan air tanah segi positif pemanfaatan air
tanah ialah sebagai proyek yang dapat segera dimanfaatkan (quick
yielding) karena pembuatan sumur bor (tube well) dan pemasangan pompa
dapat segera dilakasakan bagi daerah tertentu yang baik potemsi air
tanahnya.
Air tanah dapat merupakan sumber air utama, atau secara terpadu
bersama-sama dengan air permukaan memenuhi air irigasi (conjunctive
use). Pengelolaan terpadu dalam penggunaan air permukaan dan air tanah
diperlukan terutama pada pemanfaatan air tanah sebagai pengganti air
permukaan pada musim kemarau dan/atau sebagai tambahan (suplesi)
bagi irigasi permukaan.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
18 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Kriteria pemilihan daerah pengembangan irigasi air tanah didasarkan pada:
a) Daerah pertanian yang intensif dan berpenduduk padat.
b) Daerah yang kekurangan air, dimana tidak terdapat air permukaan.
c) Mendapat tanggapan dari petani serta dukungan dari Pemerintah Daerah
setempat sehingga akan terjamin terselenggaranya pengoperasian dan
pemeliharaan pompa.
d) Potensi air tanah di daerah tersebut dapat dikembangkan untuk
keperluan irigasi.
e) Pembuatan sumur bor.
Dengan mesin bor atau alat lain, pada tanah dibuat lubang dengan diameter
25 – 55 cm dengan kedalaman 30 – 120 m, tergantung kualitas air yang
dibutuhkan dan tebal serta mutu akuifer yang dijumpai. Dengan data akuifer
direncanakan susunan pipa-pipa berlubang (screen) pada daerah akuifer.
Pipa dimasukkan, lalu ruang antara pipa dan lubang bor diisi kerikil (gravel
pack). Sumur selesai setelah dicuci dengan menekan angin sehingga air
keluar sumur sampai bersih. Setelah itu baru dipasang pompa. Air mengalir
dari akuifer melalui screen masuk ke sumur dan diisap oleh pompa.
c) Sawah Tadah Hujan: Sistem irigasi di Indonesia dikembangkan untuk
mengairi persawahan, walaupun tidak semua persawahan yang ada
sekarang ini dilayani oleh sistem irigasi. Persawahan itu sendiri
dikembangkan secara bertahap sejalan dengan kemampuan masyarakat
setempat menanggapi umpan balik yang berasal dari lingkungan produksi.
Dalam tahap awal pengembangan lahan dimulai dengan pembukaan areal
hutan atau semak belukar menjadi lahan yang siap untuk ditanami. Dalam
perkembangan lebih lanjut dilakukan perataan tanah dan pembuatan
pematang- pematang untuk memungkinkan air hujan dapat ditampung lebih
lama khususnya untuk budidaya padi. Sejak itulah, mulai berkembang
budaya pertanian sawah tadah hujan. Dalam tahap berikutnya mulai
dikembangkan irigasi untuk memberikan air ke lahan yang memerlukan
sebagai pelengkap pemberian air oleh hujan. Daerah-daerah irigasi
umumnya dimulai pada areal sawah tadah hujan dan berkembang dalam
waktu yang cukup lama dengan tahap-tahapnya tersendiri.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 19
3.5 Berdasarkan Teknis Pemberian Air
a) Gravitasi: irigasi gravitasi air permukaan adalah sistem irigasi yang
pengaliran air dan sumbernya ke lapangan menggunakan metode gravitasi,
dan sumber airnya berasal dari air permukaan yang pengambilan airnya
menggunakan bending, waduk, bangunan penangkap, pengambilan bebas
(free intake) atau pompa air.
Sampai sekarang, pemanfaatan sumber daya air yang paling banyak dan
terus dilakukan adalah penyadapan atau pengambilan (diversion) air sungai
terutama dengan bending (weir) untuk meninggikan muka air untuk
kemudian dialirkan dengan saluran pembawa dan pembagi air
(convenyance and distributor) ke hilir ke daerah yang memerlukan – yaitu
petak atau persil tanah/bawah yang dapat ditanami tanaman beririgasi yang
bernilai ekonomis dilihat dari segi usaha tani dan investasi sarana irigasi
yang bersangkutan.
b) Bertekanan: Pemberian air biasanya dilakukan dengan cara disiram atau
cara tetes. Irigasi siraman mengupayakan air irigasi seperti air hujan. Cara
irigasi ini dilihat dari penggunaan air mempunyai efisiensi yang cukup tinggi
karena kehilangan terhadap perkolasi dapat dikurangi, serta airnya dapat
diberikan secara merata. Sistem irigasi bertekanan dilakukan dengan tiga
cara, yaitu:
1) Dilakukan dengan gembor (lihat gambar 3.6): Sistem ini banyak
digunakan dalam penanaman palawija seperti bawang atau sayuran.
Sistem ini di Indonesia banyak ditemukan pada daerah yang airnya
sangat terbatas, terutama pada musim kemarau.
Gambar 3.6. Irigasi Siraman Gembor
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
20 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
2) Dilakukan dengan Springkler: Cara ini di mana air yang bertekanan tinggi
dialirkan ke dalam pipa yang ujungnya dipasangi nozzle (lihat Gambar
3.7).
Gambar 3.7. Sprinkler
3) Dilakukan dengan tetesan air (drip irrigation): Sebelum sama seperti
springkler, akan tetapi irigasi tetes teresebut dengan mengalirkan air
ke dalam pipa di mana airnya tidak memancar akan tetapi menetes.
Irigasi ini biasanya untuk buah-buahan atau sayur-sayuran yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Pemakaian airnya lebih efisien dan
efektif kerana debit dapat disesuaikan dengan evapotranspirasi, dan tidak
ada perkolasi di mana daerah basah hanya bagian dari akar tanaman
saja (lihat Gambar 3.8). Sistem Springkler dan tetesan air di Indonesia ini
belum dikenal dengan baik.
Gambar 3.8. Pembahasan Irigasi Tetes
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 21
3.6 Berdasarkan Tujuan Penggunaan Air
a) Irigasi Persawahan: Adalah irigasi untuk memberi air ke sawah atau lahan
tanaman lainnya.
b) Irigasi Tambak: Adalah jaringan irigasi untuk mengalirkan air bagi
pertambakan. Sebagaimana kita tahu bahwa perikanan tambak memerlukan
air payau yakni campuran antara air tawar umumnya sisa air persawahan.
Namun demikian makin intensifnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida
yang berlabihan, maka mutu air tawarnya sangat rendah dan justru menjadi
racun bagi ikan di tambak. Karena itu dibangunlah irigasi khusus untuk
pertambakan.
3.7 Irigasi Mikro
Di Indonesia, pemanfaatan air untuk pembangunan pertanian menempati urutan
pertama, mencapai 75%. Air untuk pertanian sebagian besar berasal dari air
irigasi dan digunakan untuk mengairi lahan sawah. Pengairan pada lahan kering
masih sangat terbatas, pada hal upaya ini penting untuk meningkatkan
produktivitas lahan.
Irigasi mikro dapat menjadi pilihan untuk meningkatkan produktivitas lahan
kering. Sistem irigasi ini hanya mengaplikasikan air disekitar perakaran
tanaman. Ada beberapa jenis irigasi mikro, yaitu irigasi tetes (drip irrigation),
microspray, dan mini-sprinkler. Masing-masing jenis irigasi tersebut dapat
dibedakan berdasarkan tipe outlet atau pengeluaran air yang digunakan, yaitu:
(1) irigasi tetes, meneteskan air melalui pipa berlubang dengan diameter kecil
atau sangat kecil, (2) micro-spray, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan
diameter pembasahan 1-4 m, dan (3) mini-sprinkler, mencurahkan air di sekitar
perakaran dengan diameter pembasahan hingga 10 m.
a) Keuntungan Sistem Irigasi Mikro
Irigasi mikro memberikan beberapa keuntungan, antara lain hemat air, laju
aliran rendah, dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan, dan dapat
diterapkan pada berbagai topografi lahan. Penggunaan irigasi mikro karena
air didistribusikan secara perlahan pada daerah perakaran tanaman. Ini
berbeda dengan irigasi permukaan yang membutuhkan air cukup banyak
untuk membasahi lahan. Laju aliran air juga lebih rendah disbanding irigasi
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
22 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
permukaan karena tekanan pengalirannya hanya 1-2 kg/cm2. Keuntungan
lainnya adalah petani dapat sekaligus melakukan pemupukan bersamaan
dengan pengairan. Irigasi mikro dapat diterapkan pada berbagai topografi
lahan, mulai dari lahan datar, bergelombang hingga berbukit.
Di balik keuntungan tersebut, dalam menerapkan irigasi mikro petani kadang
menghadapi beberapa masalah, seperti lubang emitter (penetes) sering
tersumbat tanah, lumut atau kotoran lain yang terbawa aliran air.
Kotoran tersebut perlu segera dibersihkan karena dapat mengganggu
kelancaran aliran air ke daerah perakaran tanaman. Membersihkannya
cukup mudah, yaitu dengan memasukkan lidi, potongan bambu atau benda
logam seperti peniti ke dalam lubang yang tersumbat. Karena ukurannya
sangat kecil perlu ketelatenan dalam membersihkan lubang yang tersumbat.
Lantas tanaman apa yang cocok dibudidayakan dengan irigasi tetes?
Petani dapat menggunakan irigasi tetes untuk mengairi tanaman yang
penanamannya tidak terlalu rapat, seperti cabai dan jagung manis. Untuk
tanaman yang ditanam rapat, irigasi tetes kurang efisien.
Penggunaan irigasi curah juga menghadapi masalah hamper sama, yaitu
kepala sprinkler kadang mempat atau tersumbat kotoran yang terbawa air.
Untuk menghindarinya, air yang digunakan hendaknya yang bersih serta
menggunakan filter (penyaring). Irigasi curah dapat digunakan untuk
mengairi berbagai jenis tanaman asalkan tidak terlalu tinggi, karena tinggi
sprinkler hanya sekitar 1,5 m dari permukaan tanah dengan radius
penyiraman 10 m. irigasi curah sesuai untuk tanaman sayuran dan
palawija.
b) Pengembangan Irigasi Mikro
Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian telah menguji coba irigasi
tetes di Serpong pada tanaman cabai dan jagung manis. Untuk irigasi curah
diuji coba pada tanaman cabai mencapai 89% dan untuk jagung 88%.
Dengan hasil tersebut maka penggunaan irigasi tetes untuk tanaman cabai
dan jagung tergolong baik. Pada irigasi curah, keseragaman curahan
mencapai 89,9% atau juga termasuk kategori baik.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 23
Hasil ubinan rata-rata cabai mencapai 4,4 t/ha. Hasil ini lebih rendah
disbanding potensi hasilnya yaitu 6,21 t/ha. Potensi hasil tersebut dapat
dicapai dengan menerapkan jarak tanam yang tepat, pH tanah 6, serta
memberikan air tepat waktu dan sesuai kebutuhan tanaman.
Hasil ubinan jagung dengan irigasi tetes mencapai 6,6 t/ha atau mendekati
potensi hasil varietas Semar yaitu 6-8 t/ha. Perbedaan hasil diduga kerna
jumlah air yang diberikan dalam satu periode tanam untuk irigasi tetes lebih
rendah, yaitu 366 mm, padahal untuk mencapai potensi hasilnya tanaman
jagung memerlukan air minimal 420 mm/musim selain syarat agronomis
terpenuhi. Hasil jagung masih dapat ditingkatkan dengan memperbaiki
keseragaman curahan sprinkler.
Hasil ubinan tanaman kacang tanah berkisar antara 1,68-3,13 t/ha atau rata-
rata 2,46 t/ha. Variasi hasil tersebut disebabkan oleh tingkat curahan yang
belum seragam. Tingkat keseragaman distribusi curahan pada irigasi curah
lebih baik disbanding irigasi tetes.
Pada pengujian di Lampung, irigasi tetes diterapkan pada tanaman cabai
dan irigasi curah pada jahe. Hasil pengujian irigasi tetes termasuk dalam
kategori baik dengan tingkat keseragaman distribusi tetesan 87%.
Produktivitas air pada irigasi tetes adalah 1,06 kg/m3 air dan efisiensi
penggunaan air 92%. Hasil rata- rata cabai dengan irigasi tetes mencapai
4,29 t/ha dan jahe yang diari dengan irigasi curah mampu berproduksi 10
t/ha atau termasuk cukup tinggi.
Pada pengujian irigasi tetes di lahan pasang surut Kalimantan Selatan,
penetes menggunakan bahan yang lebih murah yaitu tutup botol air mineral.
Dengan menggunakan bahan yang murah dan tersedia di lokasi, irigasi tetes
diharapkan dapat berkembang untuk mengatasi masalah kekurangan air
apsa musim kemarau.
Penerapan irigasi mikro di lahan kering memerlukan investasi awal yang
mahal. Oleh karena itu, untuk mengurangi baban petani, pemerintah
hendaknya dapat berperan dalam pendampingan dan penguatan
kelembagaan penting karena dengan kelembagaan yang kuat, pengelolaan
irigasi mikro dapat lebih baik.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
24 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Gambar 3.9. Tata Letak Sistem Irigasi Mikro
Gambar 3.10. Penetes Pada Irigasi Tetes (Kiri), Microspray (Tengah), Dan Sprinkler Irigasi Mikro (Kanan)
3.8 Latihan
1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan irigasi pemerintah dan irigasi swasta!
2. Jelaskan macam irigasi berdasarkan aplikasi air!
3. Jelaskan dasar pemilihan kriteria daerah pengembangan irigasi air tanah!
3.9 Rangkuman
Irigasi memiliki macam-macam jenisnya, ada yang dibedakan berdasarkan
status jaringan, berdasarkan tingkat teknis, berdasarkan aplikasi air,
berdasarkan sumber air, berdasarkan teknis pemberian air dan berdasarkan
tujuan penggunaan air.
Berdasarkan status jaringannya, irigasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1)
Irigasi Pemerintah, irigasi yang dibangun dan dikelola oleh pemerintah pusat
ataupun pemerintah daerah; 2) Irigasi Desa, irigasi yang dibangun dan dikelola
oleh masyarakat desa; dan 3) Irigasi Swasta, irigasi yang dibangun dan dikelola
oleh swasta atau perseorangan untuk keperluannya sendiri.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 25
Berdasarkan tingkat teknisnya, irigasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1)
Irigasi Teknis, merupakan jaringan irigasi dimana airnya diatur dan dapat
diukur; 2) Irigasi Setengah Teknis, merupakan jaringan irigasi yang airnya dapat
diatur tetapi tidak dapat diukur; 3) Irigasi Sederhana, merupakan jaringan irigasi
yang tidak dilengkapi bangunan ukur maupun pintu.
Berdasarkan aplikasi air, irigasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1) Irigasi
Genangan, merupakan cara pemberian air dengan cara menggenangi lahan
tempat tanaman tumbuh; 2) Irigasi Springkler, merupakan cara pemberian air
dengan cara menyiram tanaman; 3) Irigasi Tetes (drip), merupakan cara
pemberian air dengan cara meneteskan.
Berdasarkan sumber air, irigasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu: 1) Irigasi Air
Permukaan, merupakan irigasi yang sumber airnya dari air yang mengalir
diatas permukaan tanah seperti sungai, danau atau waduk. Irigasi air
permukaan terbagi menjadi lima golongan yaitu, irigasi alur, irigasi gelombang,
irigasi penggenangan petak jalur, irigasi genangan, dan sistem irigasi di bawah
permukaan tanah; 2) Irigasi Air Tanah, merupakan irigasi yang sumber airnya
dari air yang berada di bawah permukaan tanah; 3) Sawah Tadah Hujan,
merupakan irigasi yang sumber airnya dari air hujan yang sengaja ditampung
dalam waktu yang lama pada pemantang-pemantang sawah untuk memberikan
air ke lahan yang memerlukan air sebagai pelengkap pemberian air oleh hujan.
Berdasarkan teknis pemberian air, irigasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu: 1)
Gravitasi Air Permukaan, merupakan sistem irigasi yang pengaliran air dan
sumbernya ke lapangan menggunakan metode gravitasi, dan sumber airnya
berasal dari air permukaan yang pengambilan airnya menggunakan bending,
waduk, bangunan penangkap, pengambilan bebas atau pompa air; dan 2)
Bertekanan, merupakan sistem irigasi yang pengaliran airnya dilakukan dengan
cara disiram atau ditetes. Sistem irigasi bertekanan dilakukan dengan tiga cara
yaitu, dilakukan dengan gembor, dilakukan dengan springkel, dan dilakukan
dengan tetesan air.
Berdasarkan tujuan penggunaan air, irigasi dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1) Irigasi Persawahan, merupakan irigasi untuk memberi air ke sawah atau
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
26 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
lahan tanaman lainnya; 2) Irigasi Tambak, merupakan jaringan irigasi untuk
mengalirkan air bagi pertambakan.
Irigasi mikro merupakan sistem irigasi yang mengaplikasikan air disekitar
perakaran tanaman. Irigasi mikro terdiri dari tiga jenis, yaitu: irigasi tetes,
microsprray, dan mini-sprinkler.
3.10 Evaluasi
1. Jaringan irigasi yang airnya dapat diatur tetapi tidak dapat diukur.
Jaringan ini dilengkapi dengan pintu tetapi tidak dengan bangunan/alat
ukur, berikut adalah pengertian dari.....
a. Irigasi teknis
b. Irigasi setengah teknis
c. Irigasi sederhana
d. Irigasi desa
2. Berikut ini merupakan gambar dari skema.....
a. Irigasi alur
b. Irigasi gelombang
c. Irigasi genangan
d. Irigasi bawah tanah
3. Salah satu keuntungan dari menerapkan irigasi mikro petani adalah.....
a. Hemat air
b. Tidak dapat dilakukan bersamaan dengan pemupukan
c. Tersumbat tanah
d. Tidak dapat diterapkan pada berbagai topografi lahan
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 27
BAB IV
PENGERTIAN PETA PETAK, LOKASI BANGUNAN DAN
DIMENSI SALURAN
4.1 Peta Petak
Perencanaan peta petak adalah kegiatan awal perencanaan Irigasi pada taraf
perencanaan ini menunjukan tata letak pendahuluan yang memperlihatkan/
menunjukan:
a) Lokasi bangunan utama.
b) Trase jaringan irigasi dan jaringan pembuang.
c) Batas-batas dan perkiraan luas petak (dalam ha) jaringan irigasi dengan
petak Primer, petak sekunder dan Petak tersier serta daerah yang tidak bisa
diairi.
d) Bangunan-bangunan pada jaringan irigasi dan pembuang lengkap dengan
fungsi dan tipenya.
e) Konstruksi lindung terhadap banjir dan tanggul.
f) Jaringan jalan dengan bangunan-bangunan nya.
Untuk pembuatan tata letak pendahuluan akan digunakan peta topografi dengan
skala 1:5.000.Peta dengan skala ini cukup untuk memperlihatkan keadaan
keadaan medanagar dapat ditarik interpretasi yang tepat mengenai sifat sifat
utama medan tersebut. Garis garis kontur harus ditunjukkan dalam peta ini
dengan interval 0,50 m untuk daerah datar dan 1.00 m untuk daerah daerah
dengan kemiringan medan lebih dari 2 persen. Peta topografi merupakan dasar
untuk memeriksa menambah dan memperbesar detail topografi yang relevan
seperti:
a) Sungai sungai dan jaringan pembuang alamiah dengan identifikasi batas-
batas daerah aliran sungai, aspek ini tidak hanya terbatas sampai pada
daerah irigasi saja, tetapi sampai pada daerah aliran sungai seluruhnya
(akan digunakan peta dengan skala yang lebih kecil).
b) Identifikasi punggung medan (berikutnya dengan hal diatas) dan kemiringan
medan di daerah irigasi.
Indikator Hasil Belajar: Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menjelaskan secara sederhana pengertian peta petak, penentuan lokasi bangunan, dan dimensi saluran.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
28 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
c) Batas administratif desa, kecamatan, kabupaten dan sebagainya, batas-
batas desa akan sangat penting artinya untuk penentuan batas petak tersier,
batas batas kecamatan dan kabupaten penting untuk menentukan letak
administratif proyek dan pengaturan kelembagaan nantinya.
d) Daerah pedesaan dan daerah daerah yang dicadangkan untuk perluasan
desa serta kebutuhan air pedesaan.
e) Tata guna tanah yang sudah ada serta tanah tanah yang tidak bisa diolah
juga diidentifikasi pada peta kemampuan tanah.
f) Jaringan irigasi yang ada dengan trase saluran bangunan-bangunan tetap
dan daerah daerah layanan.
g) Jaringan jalan dengan klasifikasinya termasuk lebar bahan perkerasan
ketinggian dan bangunan
h) Trase jalan kereta api ketinggian dan bangunan-bangunan tetapnya.
i) Lokasi kuburan sedapat mungkin dihindari dalam perencanaan trase.
j) Daerah daerah yang dipakai untuk industri dan bangunan-bangunan
tetap/permanen.
k) Daerah daerah hutan dan perhutanan yang tidak akan dicakup dalam proyek
irigasi
l) Daerah daerah persawahan, dataran tinggi dan rawa rawa, tambak ikan dan
tambak garam.
Perencanaan Peta Petak terdiri dari:
1) Pembuatan Peta Petak Skala 1 : 5.000.
2) Pembuatan Peta Ikhtisar Skala 1 : 25.000.
3) Pembuatan Skema Irigasi .
4) Pembuatan Skema Bangunan (Perkiraan Sementara).
5) Pembuatan Dimensi Saluran (Perkiraan Sementara).
6) Pembuatan Daftar Elevasi Muka Air Di Saluran (Perkiraan Sementara).
4.2 Kriteria Perencanaan Peta Petak
a) Data yang dibutuhkan
1) Peta lokasi rencana pengembangan irigasi hasil kesepakatan publik
setempat dan lembaga terkait
2) Peta topografi / peta situasi lokasi daerah irigasi skala 1 : 5000 dan 1 :
25.000 hasil pengukuran
3) Hasil perhitungan water balance/keseimbangan air antara ketersediaan
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 29
dan kebutuhan air ( luas daerah irigasi yang dapat diairi dan kebutuhan
air maksimum dalam l / det / ha )
b) Masalah yang harus diperhatikan
1) Jaringan irigasi harus berada ditempat tertentu sehingga sawah yang
tertinggi dan terjauh dapat diairi
2) Jaringan irigasi harus berada pada batas kepemilikan tanah sehingga
kepemilikan tanah tidak terpecah-pecah
3) Bila saluran memotong bukit harus diperhitungkan untung ruginya bila
dibandingkan dengan melalui garis tinggi
c) Batas - batas petak tersier
1) Tergantung dari kondisi topografi
2) Batas petak dapat berupa saluran drainase, sungai, jalan dan batas desa.
3) Diusahakan terletak pada batas administrasi desa (jadi dihindari satu
petak tersier berada dalam dua desa)
4) Diusahakan batas petak tersier adalah sama dengan batas hak milik
d) Luas dan bentuk petak tersier
1) Menurut pengalaman, ukuran optimum suatu petak tersier adalah antara
50 ha - 100 ha (maksimum 150 ha jika keadaan memaksa).
2) Luas petak kuarter antara 8 ha - 15 ha.
3) Bentuk optimum petak tersier adalah bujur sangkar
4) Luas Petak Tersier diukur dengan planimeter dan hasilnya dikurangi 10%
e) Panjang saluran tersier
1) Maksimum panjang saluran tersier < 1500 m (sawah terjauh dari pintu
sadap, 1500 m)
2) Maksimum panjang saluran kuarter < 500 m
f) Debit Rencana
Debit rencana sebuah saluran dihitung dengan rumus berikut:
𝑄 =(𝑐 × 𝑎 × 𝐴)
𝑒
dimana:
Q = debit rencana (l/dt )
c = koefisien pengurangan karena adanya sistem golongan
a = NFR = Irr = kebutuhan bersih (netto) air sawah (l/dt/ha)
A = luas daerah yang diairi (ha)
e = efisiensi irigasi secara keseluruhan (akibat bocoran)
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
30 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Jika air yang dialirkan oleh saluran juga untuk keperluan selain irigasi maka
debit rencana harus ditambah dengan jumlah yang dibutuhkan untuk
keperluan itu dengan memperhitungkan efisiensi pengaliran.
g) Kebutuhan air di sawah
Kebutuhan air disawah untuk tanaman padi ditentukan oleh faktor-faktor
berikut :
1) Cara penyiapan lahan
2) Kebutuhan air untuk tanaman
3) Perkolasi dan rembesan
4) Pergantian lapisan air, dan
5) Curah hujan efektif
Kebutuhan total air disawah GFR) mencakup faktor a sampai d, kebutuhan
bersih (netto) air disawah (NFR) memperhitungkan curah hujan efektif.
Besarnya kebutuhan di sawah bervariasi menurut tahap pertumbuhan
tanaman dan bergantung kepada cara pengolahan lahan. Besarnya
kebutuhan air di sawah dinyatakan dalam mm/hari.
Besarnya kebutuhan air di sawah untuk tanaman ladang dihitung seperti
pada perhitungan kebutuhan air untuk tanaman padi. Ada berbagai harga
yang dapat diterapkan untuk kelima faktor di atas.
h) Efisiensi
Untuk tujuan-tujuan perencanaan, dianggap bahwa seperempat sampai
sepertiga dari jumlah air yang diambil, akan hilang sebelum air sampai di
sawah. Kehilangan ini disebabkan olehkegiatan eksploitasi, evaporasi dan
perembesan.Kehilangan akibat evaporasi dan perembesan umumnya kecil
saja jika dibandingkan dengan jumlah kehilangan akibat eksploitasi
Perhitungan rembesan hanya dilakukan apabila kelulusan tanah cukup
tinggi.
Pada umumnya kehilangan air di jaringan irigasi dapat di bagi-bagi sebagai
berikut:
(1) 15 – 22,5 % di saluran tersier, antara bangunan sadap tersier dan
sawah.
(2) 7,5 - 12,5 % di saluran sekunder
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 31
(3) 7,5 - 12,5 % di saluran primer
Kehilangan yang sebenarnya di dalam jaringan bisa jauh lebih tinggi dan
efisiensi yang sebenarnya yang berkisar antara 30 sampai 40%, kadang-
kadang lebih realitis, apalagi pada waktu-waktu kebutuhan air rendah.
Walaupun demikian, tidak disarankan untuk merencanakan jaringan saluran
dengan efisiensi yang rendah. Setelah beberapa tahun diharapkan efisiensi
akan dapat dicapai.Keseluruhan efisiensi irigasi yang disebutkan di atas,
dapat dipakai pada proyek-proyek irigasi yang sumber airnya terbatas
dengan luas daerah yang diairi sampai 10.000 ha. Harga-harga efisiensi
yang lebih tinggi (sampai maksimum 75 %) dapat diambil untuk proyek-
proyek irigasi yang sangat kecil atau proyek irigasi yang airnya diambil dari
waduk yang dikelola dengan baik di daerah yang baru dikembangkan, yang
sebelumnya tidak ditanami padi, dalam tempo 3 - 4 tahun pertama
kebutuhan air di sawah akan lebih tinggi dari pada kebutuhan air di masa-
masa sesudah itu. Kebutuhan air di sawah bisa menjadi 3 sampai 4 kali lebih
tinggi dari pada yang direncana, ini untuk menstabilkan keadaan tanah itu.
Dalam hal-hal seperti ini kapasitas rencana saluran harus didasar kan pada
kebutuhan air maksimum dan pelaksanaan proyek itu harus dilakukan secara
bertahap. Oleh karena itu, luas daerah irigasi harus didasarkan pada
kapasitas jaringan saluran dan akan diperluas setelah kebutuhan air disawah
berkurang. Untuk daerah irigasi yang besar, kehilangan-kehilangan air akibat
perembesan dan evaporasi sebaiknya dihitung secara terpisah dan
kehilangan-kehilangan lain harus diperkirakan.
4.3 Bangunan Utama
Bangunan Utama adalah bangunan pada sungai atau sumber air dapat
didefinisikan sebagai komplek bangunan yang direncanakan di sepanjang
sungai atau aliran air untuk membelokan air kedalam jaringan saluran agar
dapat dipakai untuk keperluan irigasi. Fungsi bangunan utama bisa mengurangi
kandungan sedimen yang berlebihan, serta mengukur banyaknya air yang
masuk. Bangunan utama terdiri dari bangunan-bangunan pengelak dengan
peredam energi, satu atau dua pengambilan utama, pintu bilas, kolam olak, dan
(jika diperlukan) kantong lumpur, tanggul banjir, pekerjaan sungai lainnya dan
bangunan-bangunan pelengkap. Bangunan utama dapat diklasifikasi ke dalam
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
32 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
sejumlah kategori, bergantung kepada perencanaannya. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa kategori.
a) Bendung Tetap dan Bendung Gerak
Bendung tetap (Weir) dan Bendung gerak (Barrage) dipakai untuk
meninggikan muka air di sungai sampai pada ketinggian yang diperlukan
agar air dapat dialirkan ke saluran irigasi dan petak tersier. Ketinggian itu
akan menentukan luas daerah yang diairi (command area) walaupun
ketersediaan air juga menentukan. Bendung gerak adalah bangunan yang
dilengkapi dengan pintu yang dapat dibuka untuk mengalirkan air pada waktu
terjadinya banjir besar dan ditutup apabila aliran kecil. Di Indonesia bendung
adalah bangunan yang paling umum dipakai untuk membelokkan air sungai
untuk keperluan irigasi.
b) Pengambilan Bebas (Free Intake)
Pengambilan bebas (Free Intake) adalah bangunan yang dibuat ditepi sungai
yang mengalirkan air sungai kedalam jaringan irigasi, tanpa mengatur tinggi
muka air di sungai. Dalam keadaan demikian, jelas bahwa muka air disungai
harus lebih tinggi dari daerah yang diairi dan jumlah air yang dibelokkan
harus dapat dijamin cukup.
c) Pengambilan Dari Waduk
Waduk (reservoir) digunakan untuk menampung air irigasi pada waktu terjadi
surplus air di sungai agar dapat dipakai sewaktu-waktu terjadi kekurangan air
Jadi fungsi utama waduk untuk mengatur aliran sungai. Waduk yang
berukuran besar sering mempunyai banyak fungsi seperti untuk keperluan
irigasi, tenaga air pembangkit tenaga listrik, pengendalian banjir perikanan
dan sebagainya, Waduk yang berukuran lebih kecil dipakai untuk keperluan
irigasi saja.
d) Stasiun Pompa
Irigasi dengan pompa bisa dipertimbangkan apabila pengambilan secara
gravitasi ternyata tidak layak dilihat dari segi teknis maupun ekonomis. Pada
mulanya irigasi pompa hanya memerlukan modal kecil tetapi biaya
eksploitasinya mahal.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 33
4.4 Saluran
4.4.1 Saluran Irigasi/ Saluran Pembawa
a) Saluran Primer membawa air dari jaringan utama ke saluran sekunder dan ke
petak petak tersier yang diairi. Batas ujung saluran primer adalah pada
bangunan bagi.
b) Saluran sekunder membawa air dari saluran primer ke petak petak tersier
yang dilayani oleh saluran sekunder tersebut. Batas ujung saluran ini adalah
pada bangunan sadap terakhir.
c) Saluran pembawa, membawa air irigasi dari sumber air lain (bukan sumber
yang memberi air pada bangunan utama) ke jaringan irigasi primer.Saluran
muka tersier membawa air dari bangunan sadap tersier ke petak yang
terletak diseberang petak tersier lainnya.
d) Saluran Primer dan Saluran Sekunder termasuk bangunan yang dinamakan
jaringan primer.
e) Saluran tersier membawa air dari bangunan sadap tersier di jaringan utama
ke dalam petak tersier lalu ke saluran kuarter. Batas ujung saluran ini adalah
boks bagi kuarter yang terakhir.
f) Saluran kuarter membawa air dari boks bagi kuarter melalui bangunan sadap
kuarter atau parit sawah ke sawah.
g) Saluran primer dan kuarter termasuk bangunan dinamakan jaringan tersier.
4.4.2 Saluran Pembuang
a) Saluran pembuang kuarter terletak didalam satu petak tersier, menampung
air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran
pembuang tersier.
b) Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik
dari pembuang kuarter maupun dari sawah sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
c) Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah dan keluar daerah irigasi.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
34 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
d) Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder keluar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.
4.4.3 Bangunan
Bangunan Bagi dan Sadap
a) Bangunan bagi terletak di saluran primer dan sekunder pada suatu titik
cabang dan berfungsi untuk membagi aliran antara dua saluran atau lebih.
Bangunan sadap tersier mengalirkan air dari saluran primer atau sekunder
ke saluran tersie
b) Bangunan bagi dan sadap mungkin digabung menjadi satu rangkaian
bangunan (disamping membagi air ke sekunder lain juga mengalirkan air
kesaluran tersier.
c) Boks-boks bagi di saluran tersier membagi aliran untuk dua saluran atau
lebih (tersier, sub tersier dan atau kuarter)
Bangunan-bangunan pengukur dan pengatur
Aliran akan diukur di hulu (udik) saluran primer, di cabang saluran jaringan
primer dan di bangunan sadap sekunder maupun tersier. Peralatan ukur dapat
menjadi alat ukur aliran atas bebas (free over flow) dan alat ukur aliran bawah
(underflow).
Beberapa dari alat-alat pengukur dapat juga dipakai untuk mengatur aliran Alat
alat ukur yang dapat dipakai ditunjukkan pada tabel dibawah ini.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 35
Tabel 4.1. Alat-alat Ukur
Catatan:
Untuk menyederhanakan operasi dan pemeliharaan peralatan ukur yang
dipakai di sebuah jaringan irigasi hendaknya dibatasi sampai dua atau
maksimum tiga tipe saja. Peralatan berikut dianjurkan pemakaiannya:
a) Di Hulu Saluran Primer
Untuk aliran besar alat ukur ambang lebar dipakai untuk pengukuran
dan pintu sorong atau radial untuk mengatur.
b) Di bangunan bagi/ bangunan sadap sekunder
Pintu Romijn dan Crump de Gruyter dipakai untuk mengukur dan
mengatur aliran. Bila debit terlalu besar maka alat ukur ambang lebar
dengan pintu sorong atau radial bisa dipakai seperti untuk saluran
primer.
c) Di Bangunan Sadap Tersier
Untuk mengukur dan mengatur aliran dipakai alat ukur Romijn atau
Crump de Gruyter. Di petak petak tersier kecil di sepanjang saluran
primer dengan tinggi permukaan air yang bervariasi, dapat
dipertimbangkan untuk memakai bangunan sadap pipa sederhana.
Bangunan pengatur muka air
Bangunan-bangunan pengatur muka air mengatur/ mengontrol muka air
dijaringan irigasi primer sampai batas batas yang diperlukan untuk
dapatmemberikan debit yang konstan kepada bangunan sadap tersier.
Alat ukur Aliran Tidak
ambang lebar atas
Alat ukur Aliran Tidak
Parshall atas
Alat ukur Aliran Tidak
Cipoletti atas
Alat ukur Aliran ya
Romijn atas
Alat ukur Aliran ya
Crump de Gruyter bawah
Bangunan sadap Aliran ya
pipa sederhana bawah
Constant head Aliran ya
Orifice (CHO) bawah
Type Mengukur dengan Mengatur
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
36 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
Bangunan pengatur mempunyai pintu pengontrol aliran yang dapat di
stelatau tetap. Untuk bangunan-bangunan pengatur yang dapat distel
dianjurkan untuk menggunakan pintu (sorong, radial atau lainnya)
Bangunan pengatur diperlukan di tempat-tempat dimana tinggi muka
airsaluran di pengaruhi oleh bangunan terjun atau got miring (Chute). Untuk
mencegah meninggi atau menurunnya muka air di saluran, dipakai mercu
tetap atau celah kontrol trapesium (trapezoidal notch).
Bangunan pembawa
Bangunan-bangunan pembawa membawa air dari ruas hulu ke ruas hilir
saluran. Aliran yang melalui bangunan ini bisa super kritis atau sub kritis.
Bangunan pembawa dengan aliran super kritis diperlukan di tempat-tempat
dimana lereng medannya lebih curam dari kemiringan maksimum saluran.
a) Bangunan Terjun
Dengan bangunan terjun, menurunnya muka air (dan tinggi energi)
dipusatkan disatu tempat. Bangunan terjun bisa terjun tegak atau terjun
miring Jika perbedaan tinggi energi mencapai beberapa meter maka
konstruksi got miring perlu dipertimbangkan.
b) Got Miring
Got miring di buat apabila trase saluran melewati ruas medan dengan
kemiringan yang tajam dengan jumlah perbedaan tinggi energi yang
besar. Got miring berupa potongan saluran yang diberi pasangan
(lining) dengan aliran super kritis danumumnya mengikuti kemiringan
medan alamiah.
c) Gorong-gorong
Gorong-gorong dipasang di tempat-tempat dimana saluran lewat
dibawah bangunan (jalan raya, kereta api) atau apabila pembuang lewat
diatas saluran. Aliran di dalam gorong-gorong umumnya aliran bebas.
d) Talang
Talang dipakai untuk mengalirkan air irigasi lewat diatas saluran lainnya,
saluran alamiah atau cekungan dan lembah-lembah. Aliran didalam
talang adalah aliran bebas.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 37
e) Sipon
Sipon dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan
gravitasi dibawah saluran pembuang, cekungan, sungai atau anak
sungai. Sipon juga dipakai untuk melewatkan air dibawah jalan, jalan
kereta api atau bangunan-bangunan yang lain. Sipon merupakan
saluran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh
dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekan.
f) Jembatan Sipon
Jembatan Sipon adalah saluran tertutup yang bekerja ats dasar tinggi
tekan dan dipakai untuk mengurangi ketinggian bangunan pendukung /
pilar di atas lembah yang dalam.
g) Flum (Flume)
Ada beberapa tipe flum yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi
melalui situasi-situasi medan tertentu misalnya:
1) Flum tumpu (bench flume), untuk mengalirkan air disepanjang
lereng bukit yang curam
2) Flum elevasi (elevated flume), untuk menyeberangkan air irigasi
lewat diatas saluran pembuang atau jalan air lain
3) Flum dipakai apabila batas pembebasan tanah (right of way)
terbatas atau jika bahan tanah tidak cocok untuk membuat
potongan melintang saluran trapesium biasa. Flum mempunyai
potongan melintang berbentuk segi empat atau setengah lingkaran.
Aliran dalam flum adalah aliran bebas.
h) Saluran Tertutup
Saluran tertutup dibuat apabila trase saluran terbuka melewati suatu
daerah dimana potongan melintang harus dibuat pada galian yang
dalam dengan lereng lereng tinggi yang tidak stabil. Saluran tertutup
juga dibangun di daerah daerah permukiman dan di daerah-daerah
pinggiran sungai yang terkena luapan banjir. Bentuk potongan
melintang saluran tertutup atau saluran gali dan timbun adalah segi
empat atau bulat. Biasanya aliran didalam saluran tertutup adalah aliran
bebas.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
38 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
i) Terowongan
Terowongan dibangun apabila keadaan ekonomi / anggaran
memungkinkan untuk saluran tertutup guna mengalirkan air melewati
bukit bukit dan medan yang tinggi. Biasanya aliran didalam terowongan
adalah aliran bebas.
Bangunan Lindung
Bangunan lindung diperlukan untuk melindungi saluran baik dari
dalammaupun dari luar. Dari luar bangunan itu memberikan perlindungan
terhadaplimpasan air buangan yang berlebihan dan dari dalam terhadap
aliran saluran yang berlebihan akibat kesalahan operasi atau akibat
masuknya air dariluar saluran.
a) Bangunan Pembuang silang
Gorong-gorong adalah bangunan pembuang silang yang paling umum
digunakan sebagai lindungan luar. Sipon dipakai jika saluran irigasi kecil
melintas saluran pembuang yang besar. Dalam hal ini biasanya lebih
aman dan ekonomis untuk membawa air irigasi dengan sipon lewat
dibawah saluran pembuang tersebut. Overchute akan direncanakan jika
elevasi dasar saluran pembuang disebelah hulu saluran irigasi lebih
tinggi dari pada permukaan air normal di saluran.
b) Pelimpah (Spillway)
Ada tiga tipe lindungan dalam yang umum dipakai yaitu saluran
pelimpah, sipon pelimpah dan pintu pelimpah otomatis. Pengatur
pelimpah diperlukan tepat di hulu bangunan bagi, di ujung hilir saluran
primer atau sekunder dan di tempat-tempat lain yang dianggap perlu
demi keamanan jaringan. Bangunan pelimpah bekerja otomatis dengan
naiknya muka air.
c) Bangunan Penguras (Wasteway)
Bangunan penguras biasanya dilengkapi dengan pintu yang
dioperasikan dengan tangan, dipakai untuk mengosongkan seluruh ruas
saluran bila diperlukan. Untuk mengurangi tingginya biaya, bangunan ini
dapat digabung dengan bangunan pelimpah.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 39
d) Saluran Pembuang samping
Aliran buangan biasanya ditampung di saluran pembuang terbuka yang
mengalir paralel disebelah atas saluran irigasi. Saluran saluran ini
membawa air ke bangunan pembuang silang atau, bila debit relatif kecil
dibanding aliran air irigasi, dibuat pelimpah ditengah saluran irigasi itu
melalui lubang pembuang.
e) Jalan dan Jembatan
Jalan jalan inspeksi diperlukan untuk inspeksi, eksploitasi dan
pemeliharaan jaringan irigasi dan pembuang oleh Dinas Pengairan.
Masyarakat boleh menggunakan jalan jalan inspeksi ini untuk
keperluan-keperluan tertentu saja. Apabila saluran dibangun sejajar
dengan jalan umum didekatnya, maka tidak diperlukan jalan inspeksi
disepanjang ruas saluran tersebut. Biasanya jalan inspeksi terletak
disepanjang sisi saluran irigasi Jembatan di bangun untuk saling
menghubungkan jalan jalan inspeksi diseberang saluran
irigasi/pembuang atau untuk menghubungkan jalan inspeksi dengan
jalan umum.
f) Bangunan Pelengkap
Tanggul-tanggul diperlukan untuk melindungi daerah irigasi terhadap
banjir yang berasal dari sungai atau saluran pembuang yang besar.
Pada umumnya tanggul diperlukan disepanjang sungai disebelah hulu
bendung atau disepanjang saluran primer. Fasilitas-fasilitas eksploitasi
diperlukan untuk eksploitasi jaringan irigai secara efektif dan aman.
Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain meliputi kantor-kantor dilapangan,
bengkel, perumahan untuk staf irigasi, jaringan komunikasi patok
hektometer, papan eksploitasi, papan duga dan sebagainya. Bangunan-
bangunan pelengkap yang dibuat di dan sepanjang saluran meliputi:
1) Pagar, rel pengaman dan sebagainya, guna memberikan pengaman
sewaktu terjadi keadaan-keadaan gawat.
2) Tempat-tempat cuci, tempat mandi ternak dan sebagainya, untuk
memberikan sarana untuk mencapai air di saluran tanpa merusak
lereng saluran.
3) Kisi-kisi penyaring untuk mencegah tersumbatnya bangunan (sipon
dan gorong gorong panjang) oleh benda-benda yang hanyut.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
40 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
4) Jembatan-jembatan untuk keperluan penyeberangan bagi
penduduk.
4.4.4 Daftar Dimensi Saluran
Untuk menghitung dimensi/ ukuran saluran diperlukan data:
Debit saluran ( lihat penjelasan sebelumnya )
Tabel karakteristik saluran yang dipakai (lihat penjelasan sebelumnya)
Rumus yang dipakai
Q = F x V
R = F / O
V = k x R2/3 x I1/2
𝐼 = (𝑉
𝑘 × 𝑅2/3)2
Urutan Perhitungan
Q = diketahui
V; k; n = b/h; m; didapat dari tabel karakteristik
F = Q / V = ( m + n ) h2
h = didapat
b = n.h didapat dan dibulatkan
h = b / n dihitung kembali
F = ( b + m.h ).h ; dihitung kembali
V = Q / F; dihitung kembali
O = b + 2 ( h V 1 + m2 )
R = F / O
R2/3 = di hitung
𝐼 = (𝑉
𝑘 × 𝑅2/3)2
Tabel saluran terdiri dari
- No.
- Nama saluran
- Luas yang diairi ( A )
- Debit ( Q )
- n perbandingan b dan h
- m lereng saluran
- k kekasaran
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 41
- b lebar saluran
- h tinggi air disaluran
- I kemiringan dasar saluran
4.4.5 Cara Menghitung Dimensi Saluran
Ambil skema irigasi ( hasil perencanaan ) dimana terdapat luas masing
masing petak tersier
Hitung debit rencana saluran Tersier
Qd = (C.A .NFR)/(et)
A = Luas petak Tersier (ha)
NFR = Kebutuhan air disawah netto (l/dt/ha)
et = Koefisien akibat bocoran
C = Koefisien akibat rotasi
Dari Tabel Tentukan :
k, m, n
k = 35 ; m = 1 ; n = 1 ( V > 0.20 ; b > 0,30 )
Hitung h dan b ( tinggi air dan lebar saluran )
F = Q / V = Q / 0,20 = F = 1/2 . (b+b+2h) .h = (b+h) . h = 2 h2 h = (
F/2 )1/2 b = h
Hitung kembali b , h , F , R , I
Urutan Perhitungan Tabel Ukuran Saluran
- Isi kolom 2 nama saluran mulai dengan petak Tersier paling bawah
dilanjutkan Sekunder dan Primer
- Isi kolom 3 luas masing masing petak tersier hasil pengukuran luas
- Masih kolom 3 dilanjutkan dengan sekunder dan primer (hasil
perjumlahan / kumulatif)
Bila b < 0,30 Bila b > 0,30
b dibulatkan menjadi 0,30 m b dibulatkan kebawah dengan kelipatan
h = ( F / ( 0,30 + h ))1/2
0,05 ( agar V > 0,20 )
F = ( b + h ) h h = b F = 2 h2
V = Q / F V = Q / F
R = F / O = (( b+h)h ) / ( b+2hV2 ) R = F / O = (2h2) / (1+2V2)h
I = ( V / (k . R2/3
))2
I = ( V / ( k . R2/3
))2
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
42 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI
- Isi kolom 4 Debit saluran dengan rumus untuk tersier Q=(C.a.A)/(et),
sekunder Q = (C.a.A)/(et.es) dan primer Q=(C.a.A)/(et.es.ep)
- Isi kolom 5, 6, dan 7 sesuai kriteria irigasi
- Isi kolom 8 dengan coba coba hingga menghasilkan kecepatan
sesuai kriteria irigasi
- Untuk saluran tersier yang debitnya kecil dan menghasilkan
kecepatan kecil (tidak sesuai kriteria)ganti nilai kolom 9 dengan
mengecilkan tinggi air saluran secara coba coba hingga
menghasilkan kecepatan sesuai kriteria Irigasi.
- Kolom 10, 11, 12 dan 13 sudah rumus dan akan otomatis keluar
hasilnya.
MODUL 3 PENGETAHUAN UMUM IRIGASI
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI 43